Вы находитесь на странице: 1из 7

1.

Definisi1,2,3
Migren adalah penyakit neurovaskular yang disebabkan inflamasi neurogenik
yang ditandai dengan sakit kepala kronik berulang yang berlangsung selama 4-72 jam,
unilateral, bertambah berat saat beraktivitas dan pada beberapa kasus ditemukan aura.
Sehingga migren dapat diklasifikasikan sebagai migren dengan aura atau tanpa aura,
yang dimaksud dengan aura adalah gejala neurologi fokal sementara yang meliputi
gangguan penglihatan, unilateral parastesi, atau gangguan berbahasa.
2. Epidemiologi
Sebanyak kurang lebih 16% populasi di dunia menderita migren, dan satu per
tiga dari kasus (30%) migren mengalami aura3. Migren lebih banyak dialami
perempuan (18%) dibanding laki-laki (6%)2. Onset migren dimulai pada masa kanak-
kanak, namun paling dering terjadi saat remaja sampai dewasa muda. 80% memiliki
onset 30 tahun dan 70% diantaranya memiliki serangan migren dalam keluarga.
Frekuensi migren menurun seiring pertambahan usia1.

3. Etiologi4,5
Penyebab dari migren diantaranya:
Migren tanpa aura : genetik (biasanya terdapat migren juga pada keluarga lini
pertama) dan lingkungan (stres, hormon, gangguan tidur, kelelahan, menstruasi dan
menunda makan)
Migren dengan aura : genetik

4. Patofisiologi1,2,3,4,6
Patofisiologi migren belum diketahui secara jelas namun perkembangan
pengetahuan mengenai mekanisme migren sudah lebih berkembang dibandingkan
patofisiologi tension type headache. Migren memiliki patofisiologi yang kompleks,
karena terdiri dari beberapa fase yaitu fase podromal, fase aura, fase nyeri kepala, dan
fase postdromal (untuk fase dengan aura), sedangkan migren tanpa aura hanya memiliki
tiga fase (tanpa fase aura) dan patofisiologi pada setiap fase dimediasi oleh struktur
neuroanatomi yang berbeda.

Migren merupakan manifestasi dari bagian otak yang terganggu aktivitas


eksitabilitasnya pada sistem trigeminovaskular. Berasal dari serabut sensori nosiseptif
yang menyampaikan sinyal nyeri dari pembuluh darah intrakranial dan ekstrakranial.
Hal ini dibuktikan dari stimulasi arteri intra dan ekstra-kranial yang mencetuskan nyeri
fokal di kepala, selain itu dalam eksperimen calcitonin generelated peptide (CGRP)
yang menginduksi serangan migren ditemukan adanya dilatasi pada arteri intrakranial
dan ekstrakranial di bagian kepala yang nyeri dengan menggunakan MRI angiography.
Untuk migren tanpa aura masih didebatkan sumbernya, namun diduga bahwa
pusat dari migren tanpa aura adalah nukleus batang otak. Sedangkan migren dengan
aura, mekanisme patofisiologinya adalah cortical spreading depression (CSD). CSD
adalah gelombang depolarisasi dari neuron kortikal dengan kecepatan 3-5mm/min ke
seluruh korteks serebral, diikuti dengan supresi dari aktivitas neuron yang berlangsung
selama beberapa menit. CSD merupakan kunci dari aktivasi sistem trigeminovaskular,
aktivasi dari nosiseptor yang menginervasi pembuluh darah pia, araknoid, dan dura,
juga arteri cerebral dan sinus sehingga menyebabkan meningkatnya nyeri kepala serta
gejala lainnya seperti mual, fotofobia, dan fonofobia. Kejadian awal mungkin terjadi
pada batang otak sehingga memicu pusat muntah.
Pada fase prodromal, patogenesisnya masih belum diketahui tetapi beberapa
bukti memperlihatkan adanya keterlibatan dopaminergik/hipotalamik.
Pada fase aura, hal ini terjadi karena gelombang eksitasi/depresi yang
menyebabkan gejala-gejala yang dialami saat aura. Sebagai contoh : aura visual terjadi
karena gelombang melalui kortkes oksipital. Selain itu ditemukan juga bahwa aliran
darah ke otak berkurang di lobus parietal dan oksipital.
Pada fase nyeri kepala, gelombang CSD mengaktivasi nosiseptif nervus
trigeminal pada hemisphere yang terkait, menyebabkan nyeri kepala sebelah. Nyeri
kepala yang berasal dari nosiseptor perivaskular intra dan ekstra-kranial diinervasi oleh
serabut afferen trigeminal. Saat teraktivasi, serabut ujung perifer nosiseptif trigeminal
mengeluarkan proinflamasi dan vasoaktif pronosiseptif (substansi P, neurokinin A, dan
CGRP). Adanya CGRP juga menyebabkan vasodilatasi berikutnya yang menyebabkan
peregangan dan perangsanagan reseptor nyeri. Dua per tiga dari penderita migren
mengalami alodinia kutaneus (tanda adanya sensitisasi sentral) selama serangan.
Sensitisasi sentral merupakan peranan penting dalam patofisiologi migren kronik.
Munculnya alodinia kutaneus merupakan faktor resiko terjadinya transformasi dari
migren episodik menjadi migren kronik yang kemungkinan berasal dari mekanisme
rusaknya neuron di regio periaqueductal gray matter.
Sebagai kesimpulannya, aktivitas abnormal kortikal atau CSD dan aktivitas
abnormal batang otak mungkin menjadi peran utama dalam patofisiologi migren
dengan aura. Sensitisasi perifer dari first-order neuron dan sensitisasi sentral dari
second dan third order neuron nosiseptif trigeminal berkembang selama serangan
migren.
5. Gejala Klinis1,2,7
Terdapat 4 fase migren :
Fase prodromal :
Nyeri bagian leher
Depresi
Lelah
Gangguan kognitif
Ansietas
Fase aura : aura merupakan gejala disfungsi serebral fokal yang pulih menyeluruh
<60 menit, gejala :
Gangguan visual homonim
Parestesia unilateral
Kesemutan pada daerah bibir, wajah, tangan
Kelemahan lengan dan tungkai
Afasia ringan
Fase nyeri kepala :
Nyeri kepala unilateral daerah fronto-temporal terkadang sampai orbita,
berlangsung dalam hitungan jam-hari.
Mual/muntah
Fotofobia/fonofobia
Fase postdromal :
Perubahan nafsu makan
Gejala otonomik
Perubahan mood
Agitasi

Kriteria migren tanpa aura :


Minimal 5 nyeri kepala yang berlangsung selama 4-72 jam (belum diobati atau
sudah diobati tapi tidak berhasil) dan
Nyeri kepala sedikitnya 2 dari gejala (lokasi unilateral/ kualitas berdenyut/
berdentum-dentum/intensitas nyeri sedang-berat/ keadaan diperberat oleh
aktivitas fisik atau di luar kebiasaan rutin)
Selama nyeri kepala disertai minimal 1 (mual dan/ muntah atau fotofobia dan
fonofobia)
Tidak berkaitan dengan penyakit yang lain
Kriteria migren dengan aura :
Aura tipikal (gejala visual dan/ atau sensoris, dan/ atau berbahasa yang
berkembang secara bertahap),
Durasi tidak boleh lebih dari 1 jam,
Pulih sempurna dan berhubungan dengan timbulnya nyeri kepala yang
memenuhi kriteria migren tanpa aura.

6. Diagnosis Banding8
Diagnosis banding migren :
Subarachnoid hemmorhage
Meningitis

7. Tatalaksana 1,2,9
Penatalaksanaan terhadap migren :
1. Non-farmakologi :
Mengetahui pencetusnya
Hindari pencetus nyeri (perubahan pola makan, stress)
2. Farmakologi :
Abortif non-spesifik (analgesik atau NSAID) sebagai terapi lini pertama:
Paracetamol 500 mg 3x1
Aspirin 500 mg 3x1 (dosis maksimal 4 gr/hari)
Ibuprofen 200 mg 3x1 (dosis maksimal 2.4 gr/hari)
Sodium naproxen 200 mg 3x1 (dosis maksimal 1.5 gr/hari)
Potasium diklofenak 50 mg 3x1
Abortif spesifik :
Golongan triptan : sumatriptan 6 mg subkutan atau 50-100 mg per oral
Golongan ergot : ergotamin 1-2 mg yang diberikan secara oral, subkutan,
per rektal (efek samping: mual muntah, sehingga dianjurkan mengkonsumsi
anti emetik terlebih dahulu)
Kontraidikasi obat golongan triptan dan ergot : pasien dengan riwayat hipertensi
dan jantung karena merupakan vasokonstriktor yang poten

3. Profilaksis :
Sodium valproat 400-1000 mg/hari
Metoprolol 47,5-200 mg/hari
Propanolol 120-240 mg/ hari
Timolol 10-15 mg 2x1

8. Prognosis1,10
Umumnya baik
Frekuensi dan berat migren akan menurun seiring bertambahnya usia.

Вам также может понравиться