Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
OLEH:
KELOMPOK I
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS UDAYANA
2017
0
BAB I
PENDAHULUAN
1
bahan tambahan makanan seperti pengawet dan pewarna. Pewarna yang
digunakan dalam saus yaitu pewarna alami atau pewarna sintetis untuk makanan
misalnya orange red dan orange yellow, pewarna sintetis ini masih diperbolehkan
penggunaannya oleh Departemen Kesehatan RI. Namun, saus dengan warnanya
yang merah seringkali disalahgunakan oleh produsen dengan menambahkan
pewarna yang tidak seharusnya ada dalam makanan seperti contohnya Rhodamin
B (Wijaya, 2011). Penggunaan Rhodamin B pada makanan dalam waktu yang
lama akan dapat mengakibatkan gangguan fungsi hati maupun kanker. Namun
demikian, bila terpapar Rhodamin B dalam jumlah besar, maka dalam waktu
singkat akan terjadi gejala akut keracunan Rhodamin B (Yuliarti, 2007).
Walaupun penggunaan rhodamin B telah dilarang, tetapi masih ada produsen yang
sengaja menambahkan zat rhodamin B (Djarismawati dkk., 2004). Penggunaan
rhodamin B dalam produk pangan mungkin karena harganya yang jauh lebih
murah dibandingkan dengan zat warna pangan yang diizinkan. Kemungkinan
kedua adalah kurangnya pengetahuan produsen industri rumah tangga tentang zat
pewarna apa saja yang diperbolehkan dan yang tidak pada makanan.
Berdasarkan permasalahan diatas, maka diperlukan adanya analisis
rhodamin B dalam sampel saus. Analisis yang dilakukan yaitu identifikasi dan
penentuan kadar yang dilakukan secara Spektrofotometri UV-Vis. Sampel yang
dipilih adalah saus yang memiliki warna merah yang menarik dengan harga yang
relatif murah, sehingga dicurigai mengandung zat warna rhodamin B.
1.2. Tujuan
1.2.1. Melakukan identifikasi dan penetapan kadar rhodamin B dalam saus tomat
dengan metode spektrofotometri UV-Vis.
1.2.2. Mengetahui tingkat validitas dari metode yang digunakan.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
(Cahyadi, 2008)
3
Tabel 2. Zat Pewarna Alami bagi Makanan dan Minuman yang Diizinkan di
Indonesia
(Cahyadi, 2008).
2.2. Rhodamin B
Rhodamin B (C28H31ClN2O3) memiliki bobot molekul sebesar 479,02 g/mol
(Depkes RI, 1995) dan memiliki nama lain tetraethylrhodamin, basic violet 10,
dan C.I. 45170 (Rost, 1995). Rhodamin B dalam bentuk basanya berupa serbuk
yang berwarna merah yang tidak larut di dalam air, tetapi larut dalam alkohol
yang nantinya akan menghasilkan larutan yang berwarna merah. Sedangkan
dalam bentuk garam HCl, rhodamin B berupa serbuk yang sangat halus yang
berwarna ungu kehitaman dengan fluoresensi kuning kehijauan. Dalam bentuk
garamnya, rhodamin B larut dalam air yang menghasilkan larutan pekat berwarna
merah keunguan, serta larut pula dalam alkohol yang nantinya menghasilkan
larutan berwarna merah. Titik leleh dan titik didih rhodamin B masing-masing
adalah 2700C dan 3100C (Shimizu, 2004). Panjang gelombang maksimum
rhodamin B adalah 555 nm (Rost, 1995). Berikut adalah struktur dan spektrum
rhodamin B adalah sebagai berikut:
4
Gambar 2. Spektrum Rhodamin B (Marczenko and Balcerzak, 2000)
Rhodamin B semula digunakan untuk kegiatan histologi dan sekarang
berkembang untuk berbagai keperluan yang berhubungan dengan sifatnya yang
berfluoresensi dalam sinar matahari. Rhodamin B merupakan zat warna golongan
xanthenes dyes yang berasal dari metanlinilat dan dipanel alanin yang berbentuk
serbuk kristal berwarna kehijauan, berwarna merah keunguan dalam bentuk
terlarut pada konsentrasi tinggi, dan berwarna merah terang pada konsentrasi
rendah. Rhodamin B sering disalahgunakan untuk pewarna pangan (kerupuk,
makanan ringan, dan minuman yang dijual di sekolah-sekolah) serta kosmetik
dengan tujuan menarik perhatian konsumen (Budavari, 1996). Penggunaan
rhodamin B pada makanan dan kosmetik dalam waktu lama akan mengakibatkan
kanker dan gangguan fungsi hati. Namun demikian, bila terpapar rhodamin B
dalam jumlah besar maka dalam waktu singkat akan terjadi gejala akut keracunan
rhodamin B (Yulianti, 2007).
2.3 Saus
Saus adalah cairan kental (pasta) yang terbuat dari bubur buah berwarna
menarik (biasanya merah), mempunyai aroma dan rasa yang merangsang (dengan
atau tanpa rasa pedas). Saus mempunyai daya simpan panjang karena
mengandung asam, gula, garam, dan seringkali pengawet. Saus tomat dibuat dari
campuran bubur buah tomat dan bumbu-bumbu, berwarna merah muda sesuai
dengan warna tomat yang digunakan. Saus tomat yang baik berwarna merah
tomat, tidak pucat, atau bahkan cenderung berwarna orange, bila pucat dan
5
berwarna merah kekuningan berarti bukan berasal dari tomat asli melainkan sudah
ditambah dengan bahan-bahan lain serta menggunakan zat pewarna. Saus tomat
yang terbuat dari tomat asli sebenarnya sama sekali tidak memerlukan zat
pewarna (Budianto, 2008).
Pewarna yang digunakan dalam saus yaitu pewarna alami atau pewarna
sintetis untuk makanan misalnya orange red dan orange yellow, pewarna sintetis
ini masih diperbolehkan penggunaannya oleh Departemen Kesehatan RI. Pewarna
sintetis yang dilarang penggunaannya untuk makanan dan minuman juga sering
digunakan, seperti rhodamin B yang telah dilarang oleh pemerintah (Budianto,
2008).
6
hipsokromik dan sebaliknya atau dari hipokromik ke hiperkromik, dan
sebagainya.
Obat-obat yang netral misalnya kafein, kloramfenikol, atau obat-obat yang
berisi auksokrom yang tidak terkonjugasi seperti amfetamin, siklizin, dan
penisiklidin.
2. Aspek Kuantitatif
Dalam aspek kuantitatif, cuplikan (larutan sampel) dikenakan suatu berkas
radiasi dan intensitas sinar radiasi yang diteruskan diukur besarnya. Radiasi yang
diserap oleh cuplikan ditentukan dengan membandingkan intensitas sinar yang
diserap jika tidak ada spesies penyerap lainnya. Intensitas atau kekuatan radiasi
cahaya sebanding dengan jumlah foton yang melalui satu satuan luas penampang
per detik. Serapan dapat terjadi jika foton atau radiasi yang mengenai cuplikan
memiliki energi yang sama dengan energi yang dibutuhkan untuk menyebabkan
terjadinya perubahan tenaga. Kekuatan radiasi juga mengalami penurunan dengan
adanya penghamburan dan pemantulan cahaya, akan tetapi penurunan karena hal
ini sangat kecil dibandingkan dengan proses penyerapan.
(Gandjar dan Rohman, 2007).
Instrumentasi dari spektrofotometer UV-Vis terdiri dari sumber radiasi,
monokromator, kuvet, dan detektor.
a. Sumber radiasi
Lampu deuterium untuk daerah UV dari 190 sampai 350 nm dan lampu
halogen kuartz atau lampu tungsten untuk daerah visibel dari 350 sampai
900 nm (Watson, 2005).
b. Monokromator
Monokromator digunakan untuk menghamburkan cahaya ke dalam panjang
gelombang unsur-unsurnya, yang diseleksi lebih lanjut dengan celah.
Monokromator berotasi sehingga rentang panjang gelombang dilewatkan
melalui sampel ketika instrument tersebut memindai sepanjang spektrum
(Watson, 2005).
c. Sel atau Kuvet
Kebanyakan wadah sampel adalah sel untuk menaruh cairan ke dalam
berkas cahaya spektrofotometer. Sel tersebut harus meneruskan energi
7
radiasi dalam daerah spektral yang diminati, jadi sel kaca melayani daerah
tampak dan kaca silika atau kuarsa untuk daerah ultraviolet (Day dan
Underwood, 1987).
d. Detektor
Detektor merupakan bagian spektrofotometer yang penting karena berfungsi
untuk mengubah sinyal radiasi yang diterima menjadi sinyal elektronik.
2
x x
SD .......................................................................(2.1)
n 1
Keterangan:
SD = simpangan baku
n = jumlah sampel
Sedangkan nilai simpangan baku relatif/koefisien variasi (KV) dapat
dihitung sesuai dengan persamaan 2.2 sebagai berikut:
8
SD
KV
100% ...............................................................................(2.2)
x
Keterangan:
KV = koefisien variasi
= rata-rata hasil analisis
Suatu data dikatakan memenuhi keseksamaan bila nilai KV < 2% (Harmita,
2004).
b. Ketepatan (Akurasi)
Akurasi merupakan ketelitian metode analisis atau kedekatan antara nilai
terukur dengan nilai yang diterimabaik nilai konvensi, nilai sebenarnya, atau nilai
rujukan. Akurasi diukur sebagai banyaknya analit yang diperoleh kembali pada
suatu pengukuran dengan melakukan spiking pada suatu sampel. Untuk pengujian
senyawa obat, akurasi diperoleh dengan membandingkan hasil pengukuran
dengan bahan rujukan standar. Untuk mendokumentasikan akurasi, ICH
merekomendasikan pengumpulan data dari 9 kali penetapan kadar dengan 3
konsentrasi yang berbeda (misal 3 konsentrasi dengan 3 kali replikasi). Data harus
dilaporkan sebagai persentase perolehan kembali (Gandjar dan Rohman, 2007).
c. Linearitas dan Rentang
Linearitas adalah kemampuan metode analisis yang memberikan respon
yang secara langsung atau dengan bantuan transformasi matematik yang baik,
proporsional terhadap konsentrasi analit dalam sampel. Rentang metode adalah
pernyataan batas terendah dan tertinggi analit yang sudah ditunjukkan dapat
ditetapkan dengan kecermatan, keseksamaan dan linieritas yang dapat diterima.
Parameter yang diamati adalah nilai r dari persamaan linier dan simpangan baku
residual (Sy). suatu data dikatakan linier apabila nilai r = 1 atau -1 (Harmita,
2004). Untuk menghitung nilai Sy digunakan persamaan 2.3.
y1 y1
Sy .............................................................................(2.3)
N 2
9
Keterangan:
y1 = AUC senyawa yang terukur alat (respon detektor)
1 = AUC hasil perhitungan berdasarkan persamaan garis lurus
(1=a+bx)
N = jumlah standar yang diukur
d. LOD dan LOQ
Batas deteksi (LOD) adalah jumlah terkecil analit dalam sampel yang dapat
dideteksi yang masih memberikan respon signifikan dibandingkan dengan
blangko. Batas deteksi merupakan parameter uji batas. Batas kuantitasi (LOQ)
merupakan parameter pada analisis renik dan diartikan sebagai kuantitas terkecil
analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat dan seksama.
LOD dan LOQ dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:
3Sy
LOD= ........................................................................................(2.4)
slope
10 Sy
LOQ= ........................................................................................(2.5)
slope
Keterangan: Sy = simpangan baku residual
(Harmita, 2004).
e. Spesifitas
Spesifitas adalah kemampuan untuk menngukur analit yang dituju secara
tepat dan spesifik dengan adanya komponen-komponen lain dalam matriks sampel
seperti ketidakmurnian, produk degradasi, dan komponen matriks (Harmita,
2004). ICH membagi spesifitas dalam 2 kategori, yakni uji identifikasi dan uji
kemurnian atau pengukuran. Untuk tujuan identifikasi, spesifitas ditujukan dengan
kemampuan suatu metode analisis untuk membedakan antar senyawa yang
mempunyai struktur molekul yang hampir sama. Untuk tujuan kemurnian dan
tujuan pengukuran kadar, spesifitas ditujukan oleh daya pisah 2 senyawa
berdekatan (sebagaimana dalam kromatografi). Penentuan spesifitas ada2 jalan.
Yang pertama adalah dengan melakukan optimasi sehingga diperoleh senyawa
yang dituju terpisah secara sempurna dari senyawa-senyawa lain (resolusi
senyawa yang dituju lebih besar sama dengan 2). Cara kedua dengan
10
menggunakan detektor selektif, terutama untuk senyawa-senyawa yang terelusi
secara bersamaan (Gandjar dan Rohman, 2007).
f. Kekasaran
Kekasaran merupakan tingkat reprodusibilitas hasil yang diperoleh di bawah
kondisi yang bermacam-macam yang diekspresikan sebagai persen standar deviasi
relatif (%RSD). Kondisi-kondisi ini meliputi laboratorium, analisis, alat, reagen,
dan waktu percobaan. Kekasaran suatu metode tidak akan diketahui suatau
metode dikembangkan pertama kali, akan tetapi kekasaran suatu metode akan
kelihatan jika digunakan berulang kali (Gandjar dan Rohman, 2007).
g. Ketahanan
Ketahanan merupakan kapasitas metode untuk tetap tidak terpengaruh oleh
adanya variasi parameter metode yang kecil. Ketahanan dievaluasi dengan
melakukan variasi parameter-parameter metode seperti: persentase pelarut
organik, pH, kekuatan ionik, suhu, dan sebagainya (Gandjar dan Rohman, 2007).
11
BAB III
METODE
12
larutan tersebut dimasukkan ke dalam labu ukur 25 mL dan ditambahkan akuades
hingga tanda batas lalu digojog homogen.
r HCl=1,18 g mL
m 1000
M=
Mr V
43,66g 1000
M=
36,5 g 100mL
mol
M HCl 37%b/b = 11,96 M = 12 M.
M1 . V1 = M2 . V2
12 M . V1 = 0,1 M . 100 mL
V1 = 0,83 mL
Prosedur: Dipipet sebanyak 0,83 mL HCl 37% b/b, kemudian dimasukkan
ke dalam labu ukur 100 mL yang sudah berisi akuades. Kemudian ditambahkan
aquades hingga tanda batas 100 mL dan labu digojog homogen.
3.2.5 Pembuatan Larutan Stok Baku Rhodamin B
a. Pembuatan Larutan Stok Baku Rhodamin B 1 mg/mL
Perhitungan:
Diketahui : Massa Rhodamin B = 10 mg
13
V larutan HCl 0,1N = 10 mL
Ditanya : Konsentrasi (C) =.?
Perhitungan :
massa Rhodamin B
C=
V larutan
10 mg
C = = 1 mg/mL
10 mL
Prosedur: Ditimbang serbuk baku rhodamin B sebanyak 10 mg. Selanjutnya
dilarutkan dengan 5 mL larutan HCl 0,1 N di dalam gelas beaker dan diaduk
hingga homogen. Kemudian larutan dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL,
larutan HCl 0,1 N ditambahkan kembali sampai tanda batas 10 mL dan digojog
sampai larutan menjadi homogen, kemudian dimasukkan ke dalam botol vial.
Konsentrasi larutan stok baku rhodamin B yang diperoleh sebesar 1 mg/mL.
b. Pembuatan Larutan Baku Rhodamin B 100 g/mL
Perhitungan:
Diketahui : M1 = 1 mg/mL = 1000 g/mL
M2 = 100 g/mL
V2 = 10 mL
Ditanya : V1 =........?
Perhitungan :
V1 . M1 = V2. M2
V1 . 1000 g/mL = 10 mL. 100 g/mL
V1 = 1 mL
Prosedur: Dipipet 1 mL larutan rhodamin B 1 mg/mL kemudian
dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL dan ditambahkan larutan HCl 0,1 N
hingga tanda batas 10 mL, kemudian digojog hingga homogen dan dimasukkan ke
dalam botol vial.
20 mg ; 25 mg
mL mL
Perhitungan larutan seri konsentrasi 5 g/mL
Diketahui : M1= 100 g/mL
14
M2= 5 g/mL
V2= 10 mL
Ditanya : V1= ........?
Jawab :
V1 . M1 = V2. M2
V1 . 100 g/mL 10 mL. 5 g/mL
V1 = 0,5 mL
Prosedur: Untuk membuat larutan rhodamin B dengan konsentrasi 5 g/mL,
maka dipipet 0,5 mL larutan rhodamin B 100 g/mL kemudian dimasukkan ke
dalam labu ukur 10 mL dan ditambahkan larutan HCl 0,1 N hingga tanda batas 10
mL, digojog hingga homogen. Dimasukkan ke dalam botol vial dan diberi label.
Perhitungan larutan seri konsentrasi 10 g/mL
Diketahui : M1= 100 g/mL
M2= 10 g/mL
V2= 10 mL
Ditanya : V1= ........?
Jawab :
V1 . M1 = V2. M2
V1 . 100 g/mL 10 mL. 10 g/mL
V1 = 1 mL
Prosedur: Untuk membuat larutan rhodamin B dengan konsentrasi 10
g/mL, maka dipipet 1 mL larutan rhodamin B 100 g/mL kemudian dimasukkan
ke dalam labu ukur 10 mL dan ditambahkan larutan HCl 0,1 N hingga tanda batas
10 mL, digojog hingga homogen. Dimasukkan ke dalam botol vial dan diberi
label.
Perhitungan larutan seri konsentrasi 15 g/mL
Diketahui : M1= 100 g/mL
M2= 15 g/mL
V2= 10 mL
Ditanya : V1= ........?
Jawab :
V1 . M1 = V2. M2
15
V1 . 100 g/mL 10 mL. 15 g/mL
V1 = 1,5 mL
Prosedur: Untuk membuat larutan rhodamin B dengan konsentrasi 15
g/mL, maka dipipet 1,5 mL larutan rhodamin B 100 g/mL kemudian
dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL dan ditambahkan larutan HCl 0,1 N
hingga tanda batas 10 mL, digojog hingga homogen. Dimasukkan ke dalam botol
vial dan diberi label.
Perhitungan larutan seri konsentrasi 20 g/mL
Diketahui : M1= 100 g/mL
M2= 20 g/mL
V2= 10 mL
Ditanya : V1= ........?
Jawab :
V1 . M1 = V2. M2
V1 . 100 g/mL 10 mL. 20 g/mL
V1 = 2 mL
Prosedur: Untuk membuat larutan rhodamin B dengan konsentrasi 20
g/mL, maka dipipet 2 mL larutan rhodamin B 100 g/mL kemudian dimasukkan
ke dalam labu ukur 10 mL dan ditambahkan larutan HCl 0,1 N hingga tanda batas
10 mL, digojog hingga homogen. Dimasukkan ke dalam botol vial dan diberi
label.
16
g/mL, maka dipipet 2,5 mL larutan rhodamin B 100 g/mL kemudian
dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL dan ditambahkan larutan HCl 0,1 N
hingga tanda batas 10 mL, digojog hingga homogen. Dimasukkan ke dalam botol
vial dan diberi label.
17
yang didapat kemudian dicatat dan dibuat kurva kalibrasi. Diukur pula absorbansi
larutan sampel pada panjang gelombang maksimum dan dihitung kadarnya
menggunakan kurva kalibrasi dengan persamaan regresi: y= bx a.
Ditambahkan alkohol 70% hingga tanda batas 100 mL dan digojog hingga
homogen.
18
Dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL.
Disiapkan akuades.
19
Ditambahkan larutan HCl 0,1 N hingga tanda batas 10 mL, kemudian
digojog hingga homogen
Ditambahkan larutan HCl 0,1 N hingga tanda batas 10 mL, digojog hingga
homogen
20
Lapisan air dibuang dengan menggunakan corong pisah sampai mendapat
ekstrak eter. Ekstrak eter dicuci dengan larutan NaOH 0,5 % sebanyak 5
mL dengan cara dikocok dan didiamkan.
21
DAFTAR PUSTAKA
BPOM. 2003. Bahan Tambahan Pangan. Jakarta: Direktorat SPKP, Deputi III.
BPOM. 2013. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia Nomor 37 Tahun 2013 Tentang Batas Maksimum Penggunaan
Bahan Tambahan Pangan Pewarna. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan
Makanan Republik Indonesia.
Budianto, P.E. 2008. Analisis Rhodamin B Dalam Saos Dan Cabe Giling Di
PasarKecamatan Laweyan Kotamadya Surakarta Dengan Metode
Kromatografi Lapis Tipis. Surakarta: Universitas Muhammadiyah
Surakarta.
Cahyadi, A. 2008. Analisis dan Aspek Kesehatan Bahan Tambahan Pangan, Edisi
Kedua. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Day, R.A dan Underwood. 1987. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta: Erlangga.
Food Watch Sistem Keamanan Terpadu. 2004. Bahan Tambahan Ilegal Boraks,
Formalin dan Rhodamin B. Jakarta : Food Watch.
22
Marczenko, Z. and M. Balcerzak. 2000. Separation, Preconcentration and
Spectrophptometry in Inorganic Analysis. Netherlands: Elsevier. Page 68.
Watson, D.G. 2005. Analisis Farmasi. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
23