Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap industri pengolahan hasil perikanan memiliki hasil limbah yang tidak
diolah, misalnya tulang, isi perut, sisik ikan, kulit ikan dan sebagainya. Hasil limbah
tersebut dapat kita manfaatkan untuk beberapa hal yang memiliki nilai guna. Beberapa
hal yang dapat dilakukan dalam mengolah limbah tulang ikan diantaranya pembuatan
tepung tulang ikan, pembuatan gelatin, dan sebagainya.
Menurut laporan terakhir Kementerian Kelautan dan Perikanan (2010), produksi
ikan kakap tahun 2007 sebesar 207.863 ton, jika sekitar 20-30% dari total produksi ikan
merupakan limbah perikanan, maka dapat diperkirakan limbah ikan kakap yang
dihasilkan sebanyak 41.572,6 62.358,9 ton. Jumlah limbah yang besar tersebut bila
tidak ditangani dengan baik akan menyebabkan pencemaran lingkungan, sehingga perlu
dilakukan pemanfaatan dalam bidang lain. Salah satu pemanfaatan limbah tulang ikan
adalah pembuatan tepung tulang ikan. Pemanfaatan limbah tulang kakap sebagai tepung
tulang ikan diharapkan dapat mengurangi dampak buruk pencemaran lingkungan akibat
pembuangan limbah industri pengolahan kakap.
Tepung tulang ikan memiliki potensi yang baik sebagai sumber kalsium yang
cukup essensial. Kandungan kalsium dalam tulang ikan lebih dari 80% (Frandson,
1992). Unsur utama dari tulang ikan menurut Halver (1989), terdiri dari kalsium, fosfat,
dan karbonat serta mineral lain dalam jumlah kecil seperti magnesium, sodium,
strontium, sitrat, flourida, hydroxid dan sulfat.
Kalsium merupakan salah satu mineral yang dibutuhkan oleh tubuh. Sumber
kalsium yang selama ini direkomendasikan adalah susu. Harga susu masih tergolong
sangat tinggi, oleh karena itu perlu dicari sumber kalsium yang lebih murah, mudah
didapat dan mudah diabsorbsi. Kalsium dalam tulang ikan memiliki beberapa
keunggulan. Tulang ikan menurut Basmal dkk. (2000) mengandung trikalsium fosfat
yang sangat ideal untuk tubuh manusia. Hasil penelitian Mulia (2004) menunjukkan
bahwa penambahan tepung tulang ikan sebanyak 10% dan 20% ke dalam produk mie
kering akan meningkatkan persentase penyerapan kalsium dalam tubuh. Mie dengan
penambahan tepung tulang sebanyak 20% memiliki nilai bioavailabilitas 17,69%
sedangkan mie dengan penambahan tepung tulang 10% memiliki persen penyerapan
1
kalsium lebih besar yaitu sebanyak 37,11%. Hal ini menunjukkan bahwa kalsium
tepung tulang ikan memiliki daya serap yang tinggi untuk tubuh.
Opak merupakan makanan tradisional hasil industri rumah tangga yang biasa
dikonsumsi sebagai makanan pelengkap. Opak sangat digemari oleh masyarakat Jawa
Barat. Opak dikonsumsi sebagai makanan ringan pelengkap makanan. Makanan jenis
ini memiliki beberapa keuntungan yaitu harga yang murah, proses pembuatan yang
mudah, rasa yang gurih dan makanan ringan yang semua orang suka mengkonsumsi.
Pembuatan opak umumnya menggunakan alat bantu berupa lembaran plastik atau daun
pisang. Bahan baku yang diperlukan dalam pembuatan opak adalah singkong varietas
manis. Bumbu penambah rasa menggunakan bawang putih, ketumbar, garam dan
sebagainya (Rukmana & Yuniarsih, 2001). Opak adalah makanan yang terbuat dari
olahan singkong memiliki kandungan kalsium sangat rendah. Menurut Direktorat Gizi
Depkes RI (1981), kandungan gizi singkong dalam 100 gram sebagai berikut protein 1,2
g, karbohidrat 34,70 g, kalsium 33 mg dan kalori sebesar 146 kalori.
Kebutuhan mineral terutama kalsium pada manusia untuk semua kelompok
umur sangat tinggi. Asupan kalsium setiap hari yang direkomendasikan untuk usia anak
di bawah sepuluh tahun adalah 800 mg/hari, remaja dan orang hamil sebesar 1.200
mg/hari, serta untuk orang dewasa memerlukan antara 500-700 mg/hari (Almatsier,
2004). Data Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Gizi dan Makanan
Depkes pada tahun 2005 Prevalensi osteopenia (osteoporosis dini) di Indonesia sebesar
41,7% (dua dari lima penduduk Indonesia memiliki resiko untuk terkena osteoporosis).
Data ini menggambarkan bahwa angka kecukupan gizi kalsium masyarakat Indonesia
masih sangat rendah.
Salah satu upaya pemenuhan gizi masyarakat adalah dengan melakukan
pengayaan (enrichment) nilai gizi tertentu pada suatu produk makanan. Pemanfaatan
tepung tulang kakap sebagai sumber kalsium pada opak merupakan upaya diversifikasi
produk dari tulang ikan, dan salah satu upaya mengatasi defisiensi kalsium serta
mengatasi limbah pengolahan hasil perikanan.
2
B. Tujuan
C. Manfaat
1. Diversifikasi produk opak sebagai bahan pangan siap saji yang kaya
kandungan kalsium.
2. Sebagai sumber alternatif pemenuhan kebutuhan kalsium.
3
II. TINJAUAN RUJUKAN
A. Ikan Kakap
Indonesia merupakan salah satu perairan yang kaya dengan jenis-jenis kakap.
Kakap di Indonesia diperkirakan sekitar 32 jenis atau 82% dari jenis yang ada di pasifik
barat. Kakap dilihat dari prospek pemanfaatan dan pengembangannya memiliki peluang
yang besar dimasa mendatang untuk meningkatkan devisa negara. Kakap selain masih
tersedia di alam, juga beberapa jenis diantaranya sudah dapat dibudidayakan dan
benihnya cukup tersedia. Kakap yang sudah di ekspor adalah kakap merah dan kakap
putih (Allen & Talbot, cit Langkosono, 1999).
Menurut Saanin (1984), Kakap merah dari keluarga Lutjanidae mempunyai
klasifikasi sebagai berikut :
Phylum : Chordata
Sub-phylum : Vertebrata
Kelas : Pisces
Sub-kelas : Teleostei
Ordo : Percomorphi
Sub-ordo : Percoidae
Famili : Lutjandae
Genus : Lutjanus Gambar 2.1. Kakap Merah (Lutjanus sp.)
Spesies : Lutjanus sp. Sumber : Langkosono, 1999
Kakap merupakan komoditas yang dapat dibudidayakan di tambak maupun
dalam keramba. Kakap dibedakan menjadi dua jenis yaitu ikan kakap merah dan kakap
putih. Kakap merah berasal dari suku Lutjanidae dan kakap putih dari suku
Centropemidae. Kakap memiliki wilayah penyebaran cukup luas. Penyebaran kakap
mulai dari sekitar Lautan Teduh dan Samudera Hindia, meliputi Australia, Papua
Nugini, Indonesia, Filipina, China, Vietnam, Thailand, India, dan sekitar Laut Merah.
Penyebaran kakap di Indonesia meliputi perairan utara pulau Jawa, Sumatera bagian
Timur, Kalimantan, Sulawesi Selatan, Selat Timor, dan Laut Arafuru (Murtidjo, 1997).
Besarnya produksi kakap sesuai dengan banyaknya permintaan pasar domestik
maupun luar negeri terhadap filet ikan. Ikan kakap merah adalah salah satu jenis ikan
komersial yang banyak diekspor dalam bentuk filet daging. Perusahaan filet daging
4
kakap merah banyak menghasilkan limbah tulang ikan, yang sampai saat ini belum
dimanfaatkan dengan baik. Ketersediaan limbah tulang kakap merah yang banyak
tersebut dapat dijadikan sebagai alternatif bahan baku tepung tulang ikan (Suryanti dkk.,
2006).
140,000
Hasil Tangkapan
120,000
100,000
(Ton)
80,000
60,000
40,000
20,000
0
2002 2003 2004 2005 2006 2007
Kakap Putih (Giant sea perch) 66,642 66,279 55,915 67,397 80,809 90,869
Kakap Merah (Red Snappers) 62,303 74,223 91,339 97,044 109,312 116,994
Gambar 2.2. Hasil Volume Produksi Perikanan Tangkap (Ton) Ikan Kakap 2002 2007
Sumber : Kementrian Kelautan dan Perikanan, 2009
B. Tulang Ikan
5
Tabel 2.1. Komposisi Proksimat Beberapa Jenis Tepung Tulang Ikan
Tulang Cakalang
Nutrisi Tulang Tuna Tulang Patin (wb)** (db)**
(wb)* (wb)*
Kadar Air 7.11-7.73% 7.03% 56.1% 127.8%
Karbohidrat 3.40-7.00% 6.91% - -
Lemak 3.45-4.60% 5.43% 3.3% 7.6%
Protein 26.19-27.88% 55.29% 23.1 52.5%
Abu 56.25-56.38% 15.34% 17.2 39.2
Kalsium 40% 30% 26.2
Phospat 19% - - -
Sumber : *Wahyuni dkk. 2002
Penelitian mengenai kalsium tulang ikan telah banyak dilakukan. Penelitian
yang dilakukan oleh Nabil (2005) memperoleh hasil bahwa kalsium dari ikan tuna
sebesar 23,72-39,24%. Tababaka (2004) kalsium tepung tulang patin sebesar 26%.
Iwansyah dkk. (2008) kalsium tepung tulang manyung sebesar 12,8% dan ikan mata
besar yaitu 15,2%. Beberapa penelitian diatas menunjukkan bahwa tepung tulang ikan
merupakan sumber kalsium yang tinggi.
C. Singkong
Singkong merupakan umbi atau akar pohon yang panjang dengan fisik rata-rata
bergaris tengah 5-10 cm dan panjang 50-80 cm, tergantung dari jenis yang ditanam.
Daging umbinya berwarna putih dan kekuning-kuningan. Kekurangan umbi singkong
adalah tidak tahan simpan meskipun ditempatkan di lemari pendingin. Gejala kerusakan
ditandai dengan keluarnya warna biru gelap akibat terbentuknya asam sianida yang
bersifat racun bagi manusia (Rubatzky & Yamaguchi, cit Wahyu, 2009).
Ubi kayu merupakan sumber energi yang kaya karbohidrat namun miskin
protein. Ubi.kayu banyak mengandung glukosa dan dapat dimakan mentah. Kandungan
gizi tiap 100 g ubi kayu dapat dilihat pada Tabel 2.2. Bagian dari singkong yang dapat
dimakan mencapai 80-90% (Salunkhe & Kadam, 1998). Jumlah produksi ubi kayu di
beberapa provinsi di Indonesia dapat diihat pada Tabel 2.3.
Menurut Biro Pusat Statistik (2010), produksi tanaman ubi kayu di Indonesia
tahun 2009 sebesar 22.039.145 ton. Produksi pati singkong yang dihasilkan sebesar
18.750.816,9 ton pati. Produksi pati singkong yang tinggi, penanaman singkong yang
mudah dan kemudahan dalam mendapatkan, sehingga menjadikan singkong potensial
untuk dikembangkan sebagai bahan dasar opak.
6
Klasifikasi singkong menurut Prihatman (2000) adalah sebagai berikut :
Kerajaan : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Euphorbiales
Famili : Euphorbiaceae
Genus : Manihot
Spesies : Manihot esculenta
Tabel 2.2. Kandungan Gizi Tiap 100 g Ubi Kayu
7
D. Pati
Pati banyak terdapat pada biji-bijian dan akar umbi, sehingga disebut tanaman
polisakarida. Polimer dari glukosa dan tersimpan dalam otot hewan / manusia disebut
glikogen dan zat ini bercabang dan lebih kompleks daripada pati. Zat pati bila
dihidrolisis terjadi senyawa tingkat pertengahan yang disebut dextrine. Hidrolisis
selanjutnya akan menghasilkan maltosa dan glukosa (Prawirokusumo, 1993).
8
E. Opak Singkong
Menurut Rukmana & Yuniarsih (2001), cara membuat opak sebagai berikut :
1. Parut singkong sampai lembut. Masukkan bumbu halus dalam singkong parut.
2. Pipihkan adonan di bagian bawah tutup panci dari kaca. Didihkan air dalam panci.
Tutup panci yang diberi adonan. Diamkan 10 menit.
3. Lepaskan adonan dari tutup panci. Letakkan dalam tampah. Jemur di bawah sinar
matahari.
4. Goreng dalam minyak goreng yang sudah dipanaskan di atas api sedang sampai
kering.
9
F. Kalsium
G. Bioavailabilitas Kalsium
Bioavailabilitas merupakan proporsi zat gizi yang dapat dicerna, diabsorbsi dan
dimetabolisme oleh tubuh normal. Hal ini dipengaruhi oleh ketersediaan zat gizi
tersebut di dalam tubuh dan kegunaannya dalam sel atau jaringan. Absorbsi merupakan
proses masuknya zat gizi melalui dinding-dinding sel saluran pencernaan ke dalam
darah (Mahan & Escott, 2004). Beberapa mineral dalam tulang membentuk kompleks
dengan fosfor dalam bentuk tri kalsium fosfat (Lovell, 1989). Bentuk kompleks ini
terdapat pada tulang yang dapat diserap dengan baik oleh tubuh yaitu berkisar antara
60-70% (Subasinghe, cit Tababaka, 2004). Proses absorbsi Ca yang baik memerlukan
perbandingan Ca:P dalam rongga usus 1:1 sampai 3:1. Perbandingan yang lebih besar
dari 3:1 akan menghambat penyerapan Ca (Sediaoetama, 2000).
Kebanyakan kalsium dari bahan nabati tidak dapat digunakan dengan baik
karena berikatan dengan oksalat yang dapat membentuk garam yang tidak larut dalam
air (Linder, 1992). Kalsium yang dapat diserap oleh tubuh adalah kalsium dalam bentuk
senyawa kalsium klorida, kalsium glukorat, kalsium karbonat, dan kalsium fosfat.
Kalsium fosfat merupakan sumber mineral yang memiliki nilai biologis yang sangat
baik sebagai sumber kalsium dan fosfor (Kaup et al., 1991).
11
Penelitian Mulia (2004) menunjukkan bahwa penambahan tepung tulang ikan
sebanyak 10% dan 20% ke dalam produk mie kering akan meningkatkan persentase
penyerapan kalsium dalam tubuh. Mie dengan penambahan tepung tulang sebanyak 20%
memiliki nilai bioavailabilitas 17,69% sedangkan mie dengan penambahan tepung
tulang 10% memiliki persen penyerapan kalsium lebih besar yaitu sebanyak 37,11%.
Hal ini menunjukkan bahwa kalsium tepung tulang ikan memiliki daya serap yang
tinggi untuk tubuh.
Menurut Nabil (2005), penggunaan tepung tulang ikan sebagai sumber kalsium
dalam tubuh tidak optimal dengan pemanfaatan tepung tulang secara langsung. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa nilai bioavailabilitas kalsium secara in vitro yang
dihasilkan tepung tulang ikan sebesar 0,86%. Nilai penyerapan ini diperoleh dari hasil
pengukuran tepung dengan kadar kalsium tertinggi (39,24%). Penggunaan tepung
tulang ikan harus ditambahkan ke dalam bahan makanan yang lain.
Konsumsi kalsium harian masyarakat Indonesia saat ini baru sebesar 254
mg/hari (Messwati, 2008). Nilai ini masih sangat rendah dibandingkan dengan
kebutuhan harian yang mencapai 600-800 mg/hari. Hal ini menjadikan resiko terkena
osteoporosis masyarakat Indonesia masih cukup tinggi. Kebutuhan penyerapan kalsium
wanita lebih tinggi dari pada pria. Hal ini terutama terjadi karena wanita mengalami
proses kehamilan dan menyusui.
12
III. METODOLOGI PENELITIAN
Bahan utama yang digunakan adalah tulang kakap yang berasal dari hasil
sampingan industri filet kakap di Surabaya. Cara penanganan tulang kakap yaitu
menyimpannya di dalam styrofoam selama perjalanan, selanjutnya diolah menjadi
tepung tulang kakap. Bahan pendukung yang digunakan dalam pembuatan opak berupa
singkong, minyak goreng, bawang putih, ketumbar, dan garam.
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah blender (Hitachi VA-21,
Jepang), autoklaf, toples plastik, kompor gas (Rinnai-Advance RI-522A, Jepang), mixer,
nampan, oven (Eleya WFO-6015, Jepang), pisau, sendok, baskom, saringan mesh 100,
lembaran plastik dan neraca analitik (Shimidzu Bx6000, Filipina). Alat pengujian
kekerasan yaitu Universal Testing Machine (EP-017-000 539 600 CIA) sedangkan alat
pengujian kesukaan yaitu kuisioner uji kesukaan, dan alat tulis.
B. Tata Laksana
13
perlakuan penambahan tepung tulang kakap dengan penambahan 5%, 10%, 15%
dan 20% dari singkong parut serta kontrol. Komposisi pembuatan opak tepung
tulang kakap dapat dilihat pada Tabel 3.1 sebagai berikut :
Tabel 3.1 Komposisi Pembuatan Opak dengan Penambahan Tepung Tulang Kakap
Perlakuan Penambahan Tepung Tulang Kakap
Bahan Satuan P0 P1 P2 P3 P4
(0%) (5%) (10%) (15%) (20%)
Tepung tulang kakap gr 0 25 50 75 100
Singkong parut (basah) gr 500 500 500 500 500
Bawang putih gr 10 10 10 10 10
Ketumbar gr 5 5 5 5 5
Garam gr 10 10 10 10 10
Air ml 100 100 100 100 100
Sumber : Rukmana & Yuniarsih (2001)
14
C. Rancangan
1. Penelitian Pendahuluan
Tulang kering
15
2. Preparasi Singkong
Singkong
Pengupasan kulit
Pembersihan
Pemarutan
Singkong parut
3. Pembuatan Opak
Haluskan bumbu
Siapkan cetakan opak dan lembaran plastik sebagai lapisan permukaan opak
Ambil 2 gram adonan lalu pipihkan pada cetakan opak Rebus air hingga
mendidih
Letakkan opak yang telah dicetak diatas panci dalam air yang sudah mendidih
Angkat opak yang telah dikukus, kemudian jemur di bawah sinar matahari selama 2 hari
Uji Mutu
1. Kadar air
2. Kadar protein
3. Kadar kalsium
4. Pengujian fisik
5. Pengujian kesukaan
Tabel 3.2 Perlakuan Penambahan Tepung Tulang Kakap pada Produk Opak
Perlakuan Ulangan
Penambahan Tepung Tulang Kakap (b/b) 1 2 3 4
P0 0 % Y11 Y12 Y13 Y14
Keterangan
P0 : Tanpa penambahan tepung tulang kakap
P1 : Penambahan tepung tulang kakap 5% dari singkong parut basah
P2 : Penambahan tepung tulang kakap 10% dari singkong parut basah
P3 : Penambahan tepung tulang kakap 15% dari singkong parut basah
P4 : Penambahan tepung tulang kakap 20% dari singkong parut basah
D. Parameter Pengujian
Uji kesukaan dilakukan di rumah penduduk Desa Cibeureum, Ciamis, Jawa Barat.
Uji kesukaan yang dilakukan meliputi warna, aroma, tekstur, rasa dan keseluruhan
atribut opak dilakukan menggunakan skala 1-5 (1=sangat tidak suka, 2=tidak suka,
3=agak suka, 4=suka, 5=sangat suka) oleh 80 panelis tidak terlatih yang berasal dari
masyarakat umum. Panelis diminta mengisi kuisioner uji kesukaan. Pengujian ini
dilakukan untuk melihat respon kesukaan panelis terhadap atribut warna, aroma, tekstur,
rasa dan keseluruhan produk opak.
18
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Penelitian Pendahuluan
Tepung tulang ikan yang digunakan sebagai bahan dasar dalam proses
pembuatan opak adalah tepung tulang ikan kakap. Hasil penelitian pendahuluan dalam
proses pembuatan tepung tulang kakap menunjukkan bahwa terdapat perbedaan
penampilan warna tepung tulang kakap yang dihasilkan. Tepung tulang kakap dengan
lama pelunakkan selama 3 jam menunjukkan warna lebih cerah dibandingkan dengan
lama pelunakkan yang lain. Hasil pengujian ini sesuai dengan hasil penelitian Nabil
(2005) menggunakan tulang ikan tuna yang menyatakan bahwa perlakuan waktu lama
pelunakkan berpengaruh terhadap rendemen kadar abu dan derajat putih. Pengukuran
parameter kadar air, protein, kalsium dan rendemen pada penelitian pendahuluan tidak
menunjukkan beda nyata. Pelunakkan dengan autoklaf berperan dalam proses
pengeluaran lemak dari tulang dan mengempukkan tekstur tulang (Nabil, 2005). Hasil
pengukuran parameter penelitian pendahuluan dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1. Komposisi Kimia Tepung Tulang Kakap
Komposisi Gizi Lama Pelunakkan
1 Jam 2 Jam 3 Jam
Kadar Air (% ) 6,14 0,095 3,785 0,067 1,585 0,025
Kadar Protein (% db) 24,59 0,270 24,05 0,484 23,56 0,231
Kadar Kalsium (%db) 20,78 0,115 19,77 0,192 19,58 0,197
Rendemen (%) 64,46 4,79 71,40 1,34 75,41 0,67
P2 P3
P4
20
B. Parameter Mutu Kimia
1. Kadar Air
Pengujian kadar air menunjukkan bahwa kadar air opak mentah tepung tulang
kakap berbeda pada semua perlakuan (Gambar 4.2). Analisis varian menunjukkan
bahwa penambahan tepung tulang kakap yang digunakan memberikan pengaruh dalam
menurunkan kadar air opak. Semakin tinggi penambahan tepung tulang kakap yang
diberikan pada opak, maka kadar air opak yang dihasilkan semakin rendah.
12 10,258 a
9,471 b
10
7,9033 c
Kadar Air (%)
8 6,952 d
5,788 e
6
4
2
0
0% 5% 10% 15% 20%
Penambahan Tepung Tulang Kakap (%)
Gambar 4.2. Rerata Kadar Air Opak dengan Penambahan Tepung Tulang Kakap
Kadar air opak mentah dengan penambahan tepung tulang kakap berkisar antara
5,79% - 10,26%. Kadar air opak berada dibawah batas maksimum kadar air yang
dianjurkan oleh SNI 2713.3:2009 (maksimal 12%). Hal ini menunjukkan bahwa semua
produk opak telah memenuhi standar SNI yang telah ditetapkan. Penelitian Tababaka
(2004) pada produk kerupuk dengan penambahan tepung tulang patin 30%
menghasilkan kadar air sebesar 8,58%.
Kadar air opak yang semakin menurun dipengaruhi oleh proses penambahan
kalsium tepung tulang kakap. Penambahan tepung tulang ikan kakap menyebabkan
terjadi penambahan partikel Ca2+ yang akan mengikat partikel OH- yang merupakan
bagian dari unsur-unsur air atau H2O sehingga kadar air berkurang seiring dengan
penambahan tepung tulang ikan (Linder, 1992).
Proses pengeringan opak menggunakan sinar matahari selama 2 hari. Menurut
Lewis (1987), hilangnya air dengan cara pengeringan dipengaruhi oleh proses
perpindahan air menuju permukaan bahan dan perpindahan air dari permukaan bahan ke
21
udara dengan penguapan. Menurut Klettner & Baumgartner (1980) menyatakan bahwa
penurunan kadar air berhubungan dengan proses pengeringan produk, suhu, dan
kelembapan relatif ruang.
Kadar air dalam opak mentah mempunyai peranan dalam pengembangan opak
saat penggorengan. Menurut Wiriano cit Tababaka (2004) mengungkapkan bahwa
tingkat kadar air tertentu pada opak diperlukan untuk menghasilkan tekanan uap yang
maksimal pada saat opak tersebut digoreng. Tekanan uap yang maksimal dapat
mengembangkan gel pati pada opak sehingga opak mentah bisa mengembang.
2. Kadar Protein
Pengujian kadar protein menunjukkan bahwa kadar protein opak mentah tepung
tulang kakap berbeda pada semua perlakuan (Gambar 4.3). Kadar protein opak dengan
penambahan tepung tulang kakap berkisar antara 1,84% - 8,26%. Analisis varian
menunjukkan bahwa penambahan tepung tulang kakap yang digunakan memberikan
pengaruh dalam meningkatkan kadar protein opak. Kecenderungan kadar protein opak
memperlihatkan bahwa semakin tinggi penambahan tepung tulang kakap pada opak,
maka kadar protein opak yang dihasilkan semakin tinggi. Penambahan tepung tulang
kakap antara 5% - 20% menunjukkan bahwa produk opak telah memenuhi standar SNI
2713.3:2009 (minimal 5%) yang telah ditetapkan.
9 8,259 e
7,697 d
8
6,836 c
Kadar Protein (%wb)
7 5,973 b
6
5
4
3
1,836 a
2
1
0
0% 5% 10% 15% 20%
Konsentrasi Penambahan Tepung Tulang Kakap
Gambar 4.3. Rerata Kadar Protein Opak dengan Penambahan Tepung Tulang Kakap
Penambahan tepung tulang patin 50% menghasilkan kadar protein biskuit 6,48%
(Asni, 2004), sedangkan kerupuk dengan penambahan tepung tulang patin 30%
22
menghasilkan kadar protein 4,23% (Tababaka, 2004). Hal ini menunjukkan bahwa
tepung tulang kakap dengan penambahan 5% sudah mampu meningkatkan kandungan
protein opak sebesar 5,97%.
Semakin banyak penambahan tepung tulang kakap pada opak maka semakin
tinggi kandungan protein dalam opak tersebut. Hal ini disebabkan karena dalam tulang
kakap mengandung protein yang tinggi (22,56%) sehingga semakin banyak
penambahan tepung tulang kakap maka protein yang dihasilkan pada opak semakin
meningkat.
3. Kadar Kalsium
5 4,243 d
4 3,356 c
3 2,260 b
2
1 0,645 a
0
0 5 10 15 20
Konsenterasi Penambahan Tepung Tulang Kakap (%)
Gambar 4.4. Kadar Kalsium Opak dengan Penambahan Tepung Tulang Kakap
23
kalsium opak berkisar antara 0,64 % - 4,79%. Penelitian Tababaka (2004) menunjukkan
bahwa dengan penambahan tepung tulang patin 30% dapat meningkatkan kadar kalsium
pada produk kerupuk sebesar 5,36 %.
Kalsium merupakan salah satu zat gizi yang sangat diperlukan oleh tubuh.
Pemenuhan kalsium dalam tubuh manusia dipenuhi dengan mengkonsumsi makanan
sehari-hari. Tingkat konsumsi kalsium untuk masyarakat Indonesia masih sangat rendah
sehingga pembuatan produk opak diharapkan dapat menjadi makanan pelengkap
sumber kalsium yang murah. Kebutuhan kalsium pada orang dewasa adalah sebesar 800
mg/hari. Jumlah opak yang harus dikonsumsi agar memenuhi kebutuhan kalsium dalam
tubuh orang dewasa dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2. Jumlah Konsumsi Kalsium per Hari pada Opak Tepung Tulang Kakap
Opak dengan Penambahan P0 P1 P2 P3 P4
Tepung Tulang Kakap (0%) (5%) (10%) 15%) (20%)
Kandungan Ca dalam opak (%db) 0,65 2,26 3,36 4,24 4,79
Asumsi satu buah opak (g) 2 2 2 2 2
Kadar kalsium dalam satu keping opak 13 45,2 67,2 84,8 95,8
(mg)
Jumlah konsumsi opak per keping untuk 62 18 12 10 9
memenuhi kebutuhan Ca orang dewasa
(800 mg/hari)
Pemenuhan 100% kebutuhan kalsium 155 45 30 25 21
tubuh dalam mengkonsumsi opak per
hari
(Sumber : Gunawan, 2010)
Opak matang dengan penambahan tepung tulang kakap 5 % memiliki
kandungan kalsium 2,26 %. (2,26 gram dalam 100 gram). Satu buah opak matang
memiliki berat sekitar 2 gram, sehingga diperkirakan dalam satu buah opak matang
terkandung 45,2 mg kalsium. Pemenuhan kebutuhan angka kecukupan gizi kalsium
orang dewasa adalah 800 mg/hari, maka konsumsi opak yang diperlukan sebesar 45
keping opak atau setara dengan 90 gram opak (jika diasumsikan opak tersebut
digunakan sebagai satu-satunya sumber kalsium). Berbeda dengan opak kontrol (tanpa
penambahan tepung tulang kakap). Kontribusi sumbangan Ca pada opak kontrol yang
24
dihasilkan sebesar 0,65%, lebih kecil dari semua perlakuan opak yang ditambahkan
tepung tulang kakap.
Konsumsi kalsium hendaknya tidak lebih dari 2500 mg /hari. Kelebihan
kalsium dapat menimbulkan batu ginjal (gangguan ginjal) serta menyebabkan
konstipasi (susah buang air besar). Konsumsi kalsium 2500 mg/hari masih dianggap
aman, kalsium sisa yang tidak digunakan tubuh akan dikeluarkan melalui urine dan tinja
(Almatsier, 2004).
Parameter mutu fisik bertujuan untuk mengetahui perubahan fisik yang terjadi
pada opak yang ditambahkan tepung tulang kakap. Pengujian fisik yang dilakukan pada
opak meliputi derajat pengembangan dan uji kekerasan. Hasil parameter mutu fisik opak
tepung tulang kakap dapat dilihat pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3. Hasil Parameter Mutu Fisik Opak Tepung Tulang Kakap
1. Derajat Pengembangan
25
200
166,21 a
156,86 ab
100
50
0
0 5 10 15 20
Konsentrasi Penambahan Tepung Tulang Kakap (%)
Gambar 4.5. Derajat Pengembangan Opak dengan Penambahan Tepung Tulang Kakap
Molekul Protein
2. Uji Kekerasan
Hasil uji kekerasan menunjukkan bahwa kekerasan opak tepung tulang kakap
berbeda untuk hampir semua perlakuan (Gambar 4.7), kecuali penambahan 15% dan
20%. Analisis varian menunjukkan bahwa penambahan tepung tulang kakap yang
digunakan memberikan pengaruh yang nyata terhadap kekerasan opak (p<0,05).
Kecenderungan hasil rerata uji kekerasan menunjukkan bahwa semakin tinggi
penambahan tepung tulang kakap pada opak maka akan semakin tinggi tingkat
kekerasan yang dihasilkan.
2.5
1,758 cd 1,899 d
2 1,688 c
Kekerasan (N)
1,396 b
1.5
1,030 a
1
0.5
0
0 5 10 15 20
Konsentrasi Penambahan Tepung Tulang Kakap (%)
Gambar 4.7. Uji Kekerasan Opak dengan Penambahan Tepung Tulang Kakap
27
Kenaikan tingkat kekerasan berhubungan erat dengan penambahan tepung
tulang kakap. Nilai angka kekerasan opak berkisar antara 1,03-1,89 lebih tinggi
dibandingkan penelitian Tababaka (2004) dimana angka kekerasan kerupuk dengan
penambahan tepung tulang patin 30% sebesar 0,85 N, dan angka kekerasan biskuit
dengan penambahan tepung tulang madidihang 10 %, 20 %, dan 30 % masing-masing
adalah 7,29 N, 12,98 N dan 13,76 N (Mauida, 2005).
Tekstur keras yang terjadi pada opak kemungkinan disebabkan oleh
pembentukan kompleks kalsium dengan polimer amilopektin, sehingga terjadi ikatan
antara ion Ca2+ dengan gugus karbonil (Gambar 4.8). Ikatan yang terbentuk akan
mencegah kelarutan substansi glukosa dan menghasilkan produk yang keras (Lee et al,
cit Wariyah, 2009). Menurut Winarno (2004) menyatakan bahwa bila ion Ca2+
membentuk garam dengan karbonil dari asam galakturonat maka akan terjadi ikatan
menyilang diantara gugus karbonil tersebut. Apabila jumlah ikatan menyilang yang
terbentuk banyak, maka gugus amilopektin yang terbentuk menjadi terperangkap dan
tekstur produk yang lebih keras. Mekanisme pembentukan Ca-Amilopektin dapat dilihat
pada Gambar 4.9.
Gambar 4.8. Kompleks Kalsium Amilopektin (Lee et al, cit Wariyah, 2009)
28
Ca2+
3,888 a 3,475 b
4.0000 3,238 c 3,050 d 2,950 d
3.0000
2.0000
1.0000
0.0000
0% 5% 10% 15% 20%
Konsentrasi Penambahan Tepung Tulang Kakap (%)
29
Warna opak mentah tanpa penambahan tepung tulang kakap (0%) berkisar
antara kuning hingga cokelat muda sedangkan opak mentah dengan penambahan tepung
tulang kakap cenderung mempunyai warna cokelat muda hingga cokelat tua. Warna
kecokelatan disebabkan penambahan tepung tulang kakap yang mengandung protein
(asam amino) bereaksi dengan gula pereduksi jika dipanaskan. Peristiwa pencokelatan
sering disebutkan sebagai peristiwa maillard. Prinsip reaksi pencokelatan terjadi melalui
reaksi amadori dan kondensasi aldol membentuk melanoidin (Winarno, 2004).
Hasil pengujian kesukaan warna pada opak dengan penambahan tepung tulang
kakap cenderung mengalami penurunan tingkat kesukaan. Hal ini disebabkan karena
opak dengan penambahan tepung tulang kakap berwarna kecokelatan sehingga kurang
menarik. Panelis masih mau menerima warna opak sampai penambahan tepung tulang
kakap 10%. Respon panelis menyukai warna opak yang berada pada rentang warna
kuning kecoklatan.
2. Aroma
4.0000
2.0000
0.0000
0% 5% 10% 15% 20%
Konsentrasi Penambahan Tepung Tulang Kakap (%)
30
Opak tepung tulang kakap didominasi aroma amis. Aroma amis tersebut berasal
dari penambahan tepung tulang kakap. Opak dengan penambahan tepung tulang kakap
5%-20% menghasilkan aroma agak amis, berbeda dengan opak kontrol yang tidak
menghasilkan aroma amis. Aroma opak yang agak amis mempengaruhi respon panelis
respon panelis terhadap opak yang ditambahkan tepung tulang kakap berkisar antara
3,57 3,81 (agak suka).
Penambahan tepung tulang kakap pada hampir semua perlakuan menunjukkan
beda nyata dengan kontrol (0%). Hal ini menunjukkan bahwa aroma amis pada
penambahan tepung tulang kakap 5% sampai 20% mempengaruhi penerimaan
konsumen. Panelis memberikan respon perlakuan terbaik yang dihasilkan adalah
penambahan 5%. Penambahan 5% pada opak yang dihasilkan menunjukkan opak tidak
terlalu amis aroma ikannya.
Hasil pengujian kesukaan aroma pada opak dengan penambahan tepung tulang
kakap cenderung mengalami penurunan tingkat kesukaan. Hal ini disebabkan karena
opak dengan penambahan tepung tulang kakap beraroma amis sehingga mengurangi
kenikmatan mengkonsumsi. Aroma opak dengan penambahan tepung tulang kakap
memiliki kisaran skala hedonik 3,57-3,81. Panelis masih mau menerima aroma opak
sampai penambahan tepung tulang kakap 10%. Tingkat kesukaan konsumen berbeda
nyata terhadap kontrol sampai pada penambahan 10%.
3. Tekstur
5.0000
Skala Hedonik (Tekstur)
4,163 a
3,975 b 3,775 c 3,563 d 3,400 e
4.0000
3.0000
2.0000
1.0000
0.0000
0% 5% 10% 15% 20%
Konsentrasi Penambahan Tepung Tulang Kakap (%)
4. Rasa
32
ikannya. Rasa ikan didapatkan dari penambahan tepung tulang kakap sedangkan rasa
gurih dan renyah berasal dari bahan bumbunya yaitu NaCl (garam).
Panelis mulai merasakan rasa pahit (after taste) yang kuat pada opak dengan
penambahan tepung tulang kakap 20%. Rasa pahit ini kemungkinan disebabkan oleh
garam-garam Mg2+, NH4+ dan Ca2+ (Winarno, 2004). Hal ini menunjukkan bahwa
kemungkinan salah satu dari beberapa faktor yaitu garam kalsium memberikan
kontribusi rasa pahit pada opak bila penambahan yang diberikan sangat tinggi.
6.0000
5.0000 4,238 a
Skala Hedonik (Rasa)
3,850 b 3,625 c
3,600 c 3,375 d
4.0000
3.0000
2.0000
1.0000
0.0000
0% 5% 10% 15% 20%
Konsentrasi Penambahan Tepung Tulang Kakap (%)
Hasil pengujian kesukaan rasa pada opak dengan penambahan tepung tulang
kakap cenderung mengalami penurunan tingkat kesukaan. Hal ini disebabkan karena
opak dengan penambahan tepung tulang kakap berasa agak pahit seiring dengan
peningkatan penambahan yang diberikan sehingga rasanya kurang disukai. Tingkat
kesukaan konsumen berbeda nyata terhadap kontrol mulai dari penambahan 5%-20%.
Rasa opak dengan penambahan tepung tulang kakap memiliki kisaran skala hedonik
3,38-4,24. Panelis masih mau menerima rasa opak sampai penambahan tepung tulang
kakap 5%. Penambahan tepung tulang kakap 5% merupakan hasil yang sangat disukai
oleh panelis. Panelis berpendapat bahwa penambahan 5% memberikan rasa opak yang
dihasilkan lebih gurih, rasa ikannya pas, tidak terlalu amis dan enak dimakan.
33
5. Keseluruhan
5.0000 4,288 a
3,950 b 3,700 c
3,463 d 3,250 e
4.0000
3.0000
2.0000
1.0000
0.0000
0% 5% 10% 15% 20%
Konsentrasi Penambahan Tepung Tulang Kakap (%)
36
Tabel 4.5. Biaya Tetap Usaha Opak Tepung Tulang Kakap
No. Biaya Tetap Jumlah
1 Penyusutan Cetakan Opak 1/36 @ Rp 10.000,00- Rp 277,78-
2 Penyusutan Panci Pengukus 1/36 @ Rp 70.000,00- Rp 1.944,44-
3 Penyusutan Wadah Penjemur Opak 1/12 @ Rp 30.000,00- Rp 2.500,00-
4 Penyusutan Pisau 1/36 @ Rp 20.000,00- Rp 555,56-
5 Penyusutan Baskom Kecil 1/36 @ Rp 30.000,00- Rp 833,33-
6 Penyusutan Baskom Besar 1/36 @ Rp 50.000,00- Rp 1.388,89-
7 Penyusutan Parut 1/36 @ Rp 15.000,00- Rp 416,67-
8 Penyusutan Blender 1/36 @ Rp 100.000,00- Rp 2.777,78-
9 Penyusutan Kompor Gas 1/36 Rp 200.000,00- Rp 5.555,56-
Total Biaya Tetap Rp 16.000,01-
37
2. Keuntungan per bulan
Keuntungan = Total penerimaan Total biaya operasional
= (Rp 2.500.000,00-) (Rp 1.763.500,00-)
= Rp 736.500,00-
38
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Penambahan tepung tulang kakap 5%, 10%, 15%, dan 20% pada opak singkong
mampu meningkatkan kandungan kalsium antara 2,26%, 3,36%, 4,24% dan
4,79 %.
2. Penambahan tepung tulang kakap pada opak sebesar 5%, 10%, 15%, dan 20%
mempunyai nilai derajat pengembangan 156,86%, 145,47%, 124,9% dan
120,03 % serta kadar protein 5,973 %, 6,84%, 7,67% dan 8,26%.
3. Konsumen dapat menerima produk opak singkong dengan penambahan tepung
tulang kakap 5%, 10%, 15%, dan 20% ditinjau dari atribut warna, aroma, tekstur,
rasa dan kesukaan keseluruhan, akan tetapi panelis lebih menyukai opak dengan
penambahan 5% yang mempunyai kadar protein 5,97 % dan kadar kalsium
2,26%.
4. Usaha opak singkong berpotensi untuk dikembangkan. Produksi 10 kg opak/hari
selama 25 hari akan menghasilkan pendapatan Rp 2.500.000,00-, keuntungan
bersih Rp 736.500,00- per bulan, B/C ratio sebesar 0,42, PBP selama 31 hari
dan BEP selama 2 bulan 12 hari.
B. Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai daya simpan opak tepung tulang
kakap.
2. Penerapan metode pemisahan tepung tulang kakap dengan metode lain untuk
mendapatkan hasil tepung tulang kakap yang lebih baik.
39
DAFTAR RUJUKAN
Almatsier, S. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Allen G.R. dan F.H. Talbot. 1985. Indo-Pasific Fishes, Riview of the Snappers of the
Genus Lutjanus (Pisces:Lutjanidae) from the Indo-Pasific, with the Description
of a New Species. Bernice Pauhi Bishop Honolulu, Hawai, p : 88.
Asni, Y. 2004. Studi Pembuatan Biskuit dengan Penambahan Tepung Tulang Ikan Patin.
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Skripsi.
Basmal, J., R. H, Suprapto, dan Murtiningrum. 2000. Penelitian Ekstraksi Kalsium dari
Tulang Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis L.). Jurnal Penelitian Perikanan
Indonesia 6 : 45-53.
Biro Pusat Statistik. 2010. Luas Panen Produktivitas - Produksi Tanaman Ubi Kayu
Beberapa Provinsi. <http://www.bps.go.id>. Diakses tanggal 8 Desember 2010.
Direktorat Gizi Depkes RI. 1981. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Bhratara Karya
Aksara, Jakarta.
Frandson, R.D. 1992. Anatomi dan Fisiologis Ternak. Edisi ke-4. Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.
Elfauziah, R. 2003. Pemisahan Kalsium dari Tulang Kepala Ikan Patin (Pangasius sp.).
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Skripsi.
Gomez, K.A. and A.A. Gomez. 1984. Statistical Procedures for Agricultural Reasearch.
John Willey and Sons, Canada.
Haryadi. 1994. Physical Characteristic and Acceptability of The Keropok Cracker from
Different Starebes. J. Indonesian Food and Nutrition Progress. 1 (1) :23-26.
Iwansyah, A.C., H. Ainia, dan S. Fitri. 2008. Pengaruh Penambahan Tulang Ikan
sebagai Sumber Kalsium Terhadap Mutu Kimia Kerupuk Ikan. Seminar
Nasional Sains dan Teknologi-II 2008. LIPI Subang.
Kaup, S.M., J.L. Greger, dan K, Lee. 1991. Nutritional Evaluation with Animal Model
of Cottage Cheese Fortified with Calcium and Guar Gum. J Food Sci 56 (3) :
692-695.
40
Kementrian Kelautan dan Perikanan. 2009. Kelautan dan Perikanan dalam Angka 2009.
<http://www.dkp.go.id>. Diakses tanggal 17 Agustus 2010.
Klettner, P.G., & P.P. Baumgartner. 1980. The Technology of Raw Dry Sausage
Manufacture. Food Technol. Aust. 32:25-31.
Lewis, M.J., 1987. Physical Properties of Food and Food Processing System. Ellis
Horwood, Chichester, England.
Linder MC. 1992. Nutritional Biochemistry and Metabolisme (Biokimia Nutrisi dan
Metabolisme alih bahasa : Aminuddin Parakkasi). Ui Press, Jakarta.
Lovell, T. 1989. Nutrition and Feeding of Fish An AVI Book Published by Van
Nostrand Reinhold, New York.
Mahan, L.K. dan S. Escott. 2004. Food, Nutrition dan Diet Therapy. Elsevier, USA.
Muchtadi. T.R., Purwiyatno dan A. Basuki. 1988. Teknologi Pemasakan Ekstrusi. Pusat
Antar Universitas, Institut Pertanian Bogor.
Mulia, 2004. Kajian Potensi Limbah Tulang Ikan Patin (Pangasius sp.) sebagai
Alternatif Sumber Kalsium dalam Produk Mie Kering. Jurusan Teknologi Hasil
Perikanan. IPB Bogor. Skripsi.
Murtidjo, B.A. 1997. Budidaya Ikan Kakap dalam Tambak dan Keramba. Kanisius,
Yogyakarta.
Nabil, M. 2005. Pemanfaatan Tulang Ikan Tuna sebagai Sumber Kalsium dengan
Metode Hidrolisis Protein. Jurusan Teknologi Hasil Perikanan. IPB Bogor.
Skripsi.
Peranginangin, R, S.T. Soekarto dan I. Muljanah. 1995. Pengaruh Jenis dan Konsentrasi
Daging Ikan Terhadap Pengembangan Volumetrik, Kekerasan dan Rasa
Kerupuk Ikan. J. Penellitian Perikanan Ind. I (2) : 13-25.
41
Prawirokusumo, S. 1993. Ilmu Gizi Komparatif. BPFE Yogyakarta, Yogayakarta.
Rukmana, R dan Y. Yuniarsih. 2001. Aneka Olahan Ubi Kayu. Penerbit Kanisius,
Yogyakarta.
Saanin, H. 1984. Taksonomi dan Kuntji Identifikasi Ikan II. Bina Cipta, Jakarta.
SNI 2713.3. 2009. Persyaratan Mutu dan Keamanan Pangan Kerupuk Ikan. Badan
Standarisasi Nasional, Jakarta.
Soekarto, S.T. 1997. Perbandingan Pengaruh Kadar Air Kerupuk Mentah pada
Penggorengan dengan Minyak dan dengan Oven Gelombang Mikro. Prosiding
Seminar Nasional Teknologi Pangan. Kantor Menteri Negara Urusan Pangan RI.
Jakarta, 458-470.
Subasingse, S. 1996. Innovative and Value Added Tuna Products and Market. Indofish
International I: 96-100.
Sudarmadji, S. Haryono, dan B. Suhardi. 1997. Prosedur Analisis Bahan Makanan dan
Pertanian. Liberty, Yogyakarta.
Suryanti, H. Susilo, dan P. Rosmawaaty. 2006. Ekstraksi Gelatin dari Tulang Ikan
Kakap Merah (Lutjanus sp.) secara Asam. Jurnal Pascapanen dan Bioteknologi
Kelautan dan Perikanan. Vol.1 No.1. Juni.
Tababaka, R. 2004. Pemanfaatan Tepung Tulang Ikan Patin (Pangasius sp.) sebagai
Bahan Tambahan Kerupuk. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor.
Skripsi.
Trilaksani, W., E. Salamah. dan M. Nabil. 2006. Pemanfaatan Limbah Tulang Ikan
Tuna (Thunnus sp.) sebagai Kalsium dengan Metode Hidrolisis Protein. Buletin
Teknologi Hasil Perikanan Vol. IX No.2.
Wahyuni, M., S. Lidia, Ratnawati dan Reinal. 2002. The Development of Crackers
Product by Using Patin Fish Bone Flour. Proceeding of The JSPS DGHE 209-
214.
43
Lampiran 1. Metode Pengujian Kadar Air
(c+s)' - (c+s)"
% KA = x 100%
(c+s)' c
44
Lampiran 2. Metode Pengujian Kadar Protein
% Protein = % N x 6,25
45
Lampiran 3. Metode Pengujian Kalsium
46
Lampiran 4. Metode Pengujian Derajat Pengembangan
47
Lampiran 5. Metode Pengujian Kekerasan
Keterangan :
Upper cycle limit merupakan jarak kedalaman penekanan
Inch speed merupakan kecepatan pada waktu sebelum pengujian dimulai untuk
mempercepat atau memperlambat pada waktu penekanan sehingga permukaan pada
sensor penekanan dan permukaan sampel hanya bersinggungan sebelum ada beban
Test speed merupakan kecepatan pada saat pengujian
Width, depth (ketebalan) dan gauge length merupakan ukuran sampel
48
Lampiran 6. Kuisioner Uji Kesukaan
Uji Kesukaan
49
Lampiran 7. Proses Pembuatan Tepung Tulang Kakap
Tulang Kakap yang Telah Tulang Kakap yang Siap di Tulang di Autoklaf
dibersihkan Autoklaf 3 Jam
50
Lampiran 8. Proses Pembuatan Opak Tepung Tulang Kakap
Hasil Opak yg Telah dikukus Pelepasan Plastik Opak yg Sdh Dikukus Dijemur
Permukaan Opak pada Bilik Bambu
Opak Kakap
51
Lampiran 9. Produk Opak Penambahan Tepung Tulang Kakap
52
Lampiran 10. Persyaratan Mutu & Keamanan Pangan Kerupuk Ikan
53
Lampiran 11. Universal Testing Machine
54