Вы находитесь на странице: 1из 54

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Setiap industri pengolahan hasil perikanan memiliki hasil limbah yang tidak
diolah, misalnya tulang, isi perut, sisik ikan, kulit ikan dan sebagainya. Hasil limbah
tersebut dapat kita manfaatkan untuk beberapa hal yang memiliki nilai guna. Beberapa
hal yang dapat dilakukan dalam mengolah limbah tulang ikan diantaranya pembuatan
tepung tulang ikan, pembuatan gelatin, dan sebagainya.
Menurut laporan terakhir Kementerian Kelautan dan Perikanan (2010), produksi
ikan kakap tahun 2007 sebesar 207.863 ton, jika sekitar 20-30% dari total produksi ikan
merupakan limbah perikanan, maka dapat diperkirakan limbah ikan kakap yang
dihasilkan sebanyak 41.572,6 62.358,9 ton. Jumlah limbah yang besar tersebut bila
tidak ditangani dengan baik akan menyebabkan pencemaran lingkungan, sehingga perlu
dilakukan pemanfaatan dalam bidang lain. Salah satu pemanfaatan limbah tulang ikan
adalah pembuatan tepung tulang ikan. Pemanfaatan limbah tulang kakap sebagai tepung
tulang ikan diharapkan dapat mengurangi dampak buruk pencemaran lingkungan akibat
pembuangan limbah industri pengolahan kakap.
Tepung tulang ikan memiliki potensi yang baik sebagai sumber kalsium yang
cukup essensial. Kandungan kalsium dalam tulang ikan lebih dari 80% (Frandson,
1992). Unsur utama dari tulang ikan menurut Halver (1989), terdiri dari kalsium, fosfat,
dan karbonat serta mineral lain dalam jumlah kecil seperti magnesium, sodium,
strontium, sitrat, flourida, hydroxid dan sulfat.
Kalsium merupakan salah satu mineral yang dibutuhkan oleh tubuh. Sumber
kalsium yang selama ini direkomendasikan adalah susu. Harga susu masih tergolong
sangat tinggi, oleh karena itu perlu dicari sumber kalsium yang lebih murah, mudah
didapat dan mudah diabsorbsi. Kalsium dalam tulang ikan memiliki beberapa
keunggulan. Tulang ikan menurut Basmal dkk. (2000) mengandung trikalsium fosfat
yang sangat ideal untuk tubuh manusia. Hasil penelitian Mulia (2004) menunjukkan
bahwa penambahan tepung tulang ikan sebanyak 10% dan 20% ke dalam produk mie
kering akan meningkatkan persentase penyerapan kalsium dalam tubuh. Mie dengan
penambahan tepung tulang sebanyak 20% memiliki nilai bioavailabilitas 17,69%
sedangkan mie dengan penambahan tepung tulang 10% memiliki persen penyerapan

1
kalsium lebih besar yaitu sebanyak 37,11%. Hal ini menunjukkan bahwa kalsium
tepung tulang ikan memiliki daya serap yang tinggi untuk tubuh.
Opak merupakan makanan tradisional hasil industri rumah tangga yang biasa
dikonsumsi sebagai makanan pelengkap. Opak sangat digemari oleh masyarakat Jawa
Barat. Opak dikonsumsi sebagai makanan ringan pelengkap makanan. Makanan jenis
ini memiliki beberapa keuntungan yaitu harga yang murah, proses pembuatan yang
mudah, rasa yang gurih dan makanan ringan yang semua orang suka mengkonsumsi.
Pembuatan opak umumnya menggunakan alat bantu berupa lembaran plastik atau daun
pisang. Bahan baku yang diperlukan dalam pembuatan opak adalah singkong varietas
manis. Bumbu penambah rasa menggunakan bawang putih, ketumbar, garam dan
sebagainya (Rukmana & Yuniarsih, 2001). Opak adalah makanan yang terbuat dari
olahan singkong memiliki kandungan kalsium sangat rendah. Menurut Direktorat Gizi
Depkes RI (1981), kandungan gizi singkong dalam 100 gram sebagai berikut protein 1,2
g, karbohidrat 34,70 g, kalsium 33 mg dan kalori sebesar 146 kalori.
Kebutuhan mineral terutama kalsium pada manusia untuk semua kelompok
umur sangat tinggi. Asupan kalsium setiap hari yang direkomendasikan untuk usia anak
di bawah sepuluh tahun adalah 800 mg/hari, remaja dan orang hamil sebesar 1.200
mg/hari, serta untuk orang dewasa memerlukan antara 500-700 mg/hari (Almatsier,
2004). Data Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Gizi dan Makanan
Depkes pada tahun 2005 Prevalensi osteopenia (osteoporosis dini) di Indonesia sebesar
41,7% (dua dari lima penduduk Indonesia memiliki resiko untuk terkena osteoporosis).
Data ini menggambarkan bahwa angka kecukupan gizi kalsium masyarakat Indonesia
masih sangat rendah.
Salah satu upaya pemenuhan gizi masyarakat adalah dengan melakukan
pengayaan (enrichment) nilai gizi tertentu pada suatu produk makanan. Pemanfaatan
tepung tulang kakap sebagai sumber kalsium pada opak merupakan upaya diversifikasi
produk dari tulang ikan, dan salah satu upaya mengatasi defisiensi kalsium serta
mengatasi limbah pengolahan hasil perikanan.

2
B. Tujuan

1. Mengetahui pengaruh penambahan tepung tulang kakap pada opak


2. Mengetahui penerimaan konsumen terhadap penambahan kalsium dari tepung
tulang kakap pada opak

C. Manfaat

1. Diversifikasi produk opak sebagai bahan pangan siap saji yang kaya
kandungan kalsium.
2. Sebagai sumber alternatif pemenuhan kebutuhan kalsium.

3
II. TINJAUAN RUJUKAN

A. Ikan Kakap

Indonesia merupakan salah satu perairan yang kaya dengan jenis-jenis kakap.
Kakap di Indonesia diperkirakan sekitar 32 jenis atau 82% dari jenis yang ada di pasifik
barat. Kakap dilihat dari prospek pemanfaatan dan pengembangannya memiliki peluang
yang besar dimasa mendatang untuk meningkatkan devisa negara. Kakap selain masih
tersedia di alam, juga beberapa jenis diantaranya sudah dapat dibudidayakan dan
benihnya cukup tersedia. Kakap yang sudah di ekspor adalah kakap merah dan kakap
putih (Allen & Talbot, cit Langkosono, 1999).
Menurut Saanin (1984), Kakap merah dari keluarga Lutjanidae mempunyai
klasifikasi sebagai berikut :
Phylum : Chordata
Sub-phylum : Vertebrata
Kelas : Pisces
Sub-kelas : Teleostei
Ordo : Percomorphi
Sub-ordo : Percoidae
Famili : Lutjandae
Genus : Lutjanus Gambar 2.1. Kakap Merah (Lutjanus sp.)
Spesies : Lutjanus sp. Sumber : Langkosono, 1999
Kakap merupakan komoditas yang dapat dibudidayakan di tambak maupun
dalam keramba. Kakap dibedakan menjadi dua jenis yaitu ikan kakap merah dan kakap
putih. Kakap merah berasal dari suku Lutjanidae dan kakap putih dari suku
Centropemidae. Kakap memiliki wilayah penyebaran cukup luas. Penyebaran kakap
mulai dari sekitar Lautan Teduh dan Samudera Hindia, meliputi Australia, Papua
Nugini, Indonesia, Filipina, China, Vietnam, Thailand, India, dan sekitar Laut Merah.
Penyebaran kakap di Indonesia meliputi perairan utara pulau Jawa, Sumatera bagian
Timur, Kalimantan, Sulawesi Selatan, Selat Timor, dan Laut Arafuru (Murtidjo, 1997).
Besarnya produksi kakap sesuai dengan banyaknya permintaan pasar domestik
maupun luar negeri terhadap filet ikan. Ikan kakap merah adalah salah satu jenis ikan
komersial yang banyak diekspor dalam bentuk filet daging. Perusahaan filet daging

4
kakap merah banyak menghasilkan limbah tulang ikan, yang sampai saat ini belum
dimanfaatkan dengan baik. Ketersediaan limbah tulang kakap merah yang banyak
tersebut dapat dijadikan sebagai alternatif bahan baku tepung tulang ikan (Suryanti dkk.,
2006).
140,000
Hasil Tangkapan

120,000
100,000
(Ton)

80,000
60,000
40,000
20,000
0
2002 2003 2004 2005 2006 2007
Kakap Putih (Giant sea perch) 66,642 66,279 55,915 67,397 80,809 90,869
Kakap Merah (Red Snappers) 62,303 74,223 91,339 97,044 109,312 116,994

Gambar 2.2. Hasil Volume Produksi Perikanan Tangkap (Ton) Ikan Kakap 2002 2007
Sumber : Kementrian Kelautan dan Perikanan, 2009

B. Tulang Ikan

Menurut Moeljanto (1979), limbah perikanan adalah ikan yang terbuang,


tercecer, dan sisa olahan. Limbah perikanan selalu terjadi dalam proses penangkapan,
penanganan, pengangkutan, pengolahan, dan distribusi serta pemasaran ikan. Limbah
tersebut dapat berupa kepala, sisik, kulit ikan, dan tulang.
Tulang ikan banyak mengandung garam mineral dari garam fosfat, seperti
kalsium fosfat (Elfauziah, 2003). Tulang mengandung sel-sel hidup dan matrik
intraseluler dalam bentuk garam mineral. Garam mineral tersebut terdiri dari kalsium
fosfat sebanyak 80% dan sisanya sebagian besar terdiri dari kalsium karbonat dan
magnesium fosfat. Setiap 100 cm3 tulang kakap mengandung 10.000 mg kalsium.
Tulang membantu sebagai penampung mineral, yang secara konstan diisi atau
dikosongkan (Frandson, 1992).
Menurut Halver (1989), unsur utama dari tulang ikan terdiri dari kalsium, fosfat
dan karbonat, sedangkan dalam jumlah yang kecil terdapat magnesium, sodium,
stonium, sitrat, fluorida, hidroksid, dan sulfat. Penyusun tulang adalah air (25%), abu
(25%), protein (20%) dan lemak (10%). Besarnya komposisi penyusun tulang
tergantung dari jenis ikan, umur ikan, dan nutrisi pakannya. Untuk mengetahui
komposisi proksimat beberapa jenis tepung tulang ikan dapat dilihat pada Tabel 2.1.

5
Tabel 2.1. Komposisi Proksimat Beberapa Jenis Tepung Tulang Ikan
Tulang Cakalang
Nutrisi Tulang Tuna Tulang Patin (wb)** (db)**
(wb)* (wb)*
Kadar Air 7.11-7.73% 7.03% 56.1% 127.8%
Karbohidrat 3.40-7.00% 6.91% - -
Lemak 3.45-4.60% 5.43% 3.3% 7.6%
Protein 26.19-27.88% 55.29% 23.1 52.5%
Abu 56.25-56.38% 15.34% 17.2 39.2
Kalsium 40% 30% 26.2
Phospat 19% - - -
Sumber : *Wahyuni dkk. 2002
Penelitian mengenai kalsium tulang ikan telah banyak dilakukan. Penelitian
yang dilakukan oleh Nabil (2005) memperoleh hasil bahwa kalsium dari ikan tuna
sebesar 23,72-39,24%. Tababaka (2004) kalsium tepung tulang patin sebesar 26%.
Iwansyah dkk. (2008) kalsium tepung tulang manyung sebesar 12,8% dan ikan mata
besar yaitu 15,2%. Beberapa penelitian diatas menunjukkan bahwa tepung tulang ikan
merupakan sumber kalsium yang tinggi.

C. Singkong

Singkong merupakan umbi atau akar pohon yang panjang dengan fisik rata-rata
bergaris tengah 5-10 cm dan panjang 50-80 cm, tergantung dari jenis yang ditanam.
Daging umbinya berwarna putih dan kekuning-kuningan. Kekurangan umbi singkong
adalah tidak tahan simpan meskipun ditempatkan di lemari pendingin. Gejala kerusakan
ditandai dengan keluarnya warna biru gelap akibat terbentuknya asam sianida yang
bersifat racun bagi manusia (Rubatzky & Yamaguchi, cit Wahyu, 2009).
Ubi kayu merupakan sumber energi yang kaya karbohidrat namun miskin
protein. Ubi.kayu banyak mengandung glukosa dan dapat dimakan mentah. Kandungan
gizi tiap 100 g ubi kayu dapat dilihat pada Tabel 2.2. Bagian dari singkong yang dapat
dimakan mencapai 80-90% (Salunkhe & Kadam, 1998). Jumlah produksi ubi kayu di
beberapa provinsi di Indonesia dapat diihat pada Tabel 2.3.
Menurut Biro Pusat Statistik (2010), produksi tanaman ubi kayu di Indonesia
tahun 2009 sebesar 22.039.145 ton. Produksi pati singkong yang dihasilkan sebesar
18.750.816,9 ton pati. Produksi pati singkong yang tinggi, penanaman singkong yang
mudah dan kemudahan dalam mendapatkan, sehingga menjadikan singkong potensial
untuk dikembangkan sebagai bahan dasar opak.
6
Klasifikasi singkong menurut Prihatman (2000) adalah sebagai berikut :
Kerajaan : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Euphorbiales
Famili : Euphorbiaceae
Genus : Manihot
Spesies : Manihot esculenta
Tabel 2.2. Kandungan Gizi Tiap 100 g Ubi Kayu

No. Kandungan Gizi Ubi Kayu (%)


1. Protein 1,21
2. Lemak 0,30
3. Karbohidrat 35,13
4. Kalsium 0,03
5. Fosfor 0,04
6. Zat besi 0,07x10-2
7. Air 63,28
Sumber : Direktorat Gizi Depkes RI (1981)
Tabel 2.3. Luas Panen- Produktivitas- Produksi Tanaman Ubi Kayu Beberapa Provinsi
Provinsi Jenis Tahun Luas Produktivitas Produksi
Tanaman Panen (Kw/Ha) (Ton)
(Ha)
Indonesia Ubi Kayu 2009 1.175.666 187,46 22.039.145
Aceh Ubi Kayu 2009 3.910 127,47 49.839
Sumatera Utara Ubi Kayu 2009 38.611 260,88 1.007.284
Lampung Ubi Kayu 2009 309.047 244,92 7.569.178
Jawa Barat Ubi Kayu 2009 110.827 188,24 2.086.187
Jawa Tengah Ubi Kayu 2009 190.851 192,65 3.676.809
DI Yogyakarta Ubi Kayu 2009 63.275 165,58 1.047.684
Jawa Timur Ubi Kayu 2009 207.507 155,30 3.222.637
Sumber : Badan Pusat Statistik (2010)

7
D. Pati

Pati merupakan simpanan karbohidrat dalam tumbuh-tumbuhan dan karbohidrat


utama yang dimakan manusia. Pati terutama terdapat dalam padi-padian, biji-bijian, dan
umbi-umbian. Kandungan pati pada beras, jagung dan gandum sebesar 70-80%,
sedangkan pada ubi, talas, kentang, dan singkong sebesar 20-30% (Almatsier, 2004).
Pati terbagi atas dua bagian yaitu bagian yang larut dalam air disebut amilosa (10-20%)
dan bagian yang tidak larut dalam air disebut amilopektin (80-90%) (Sastrohamidjojo,
2005). Perbedaan antara amilosa dengan amilopektin dapat dilihat pada Gambar 2.3.
PERBEDAAN
Amilosa Amilopektin

Larut dalam air Tidak larut dalam air


Kandungannya 10-20% dalam pati Kandungannya 80-90% dalam pati
Berat molekulnya 50.000-200.000 Berat molekulnya 70.000-100.000
Bila ditambahkan iodium akan Bila ditambahkan iodium akan berwarna ungu
berwarna merah
Dihubungkan dengan ikatan 1,4 Dihubungkan dengan ikatan 1,4 dan ikatan 1,6
Gambar 2.3. Perbedaan Amilosa dengan Amilopektin sebagai berikut :
Sumber : Sastrohamidjojo (2005)

Pati banyak terdapat pada biji-bijian dan akar umbi, sehingga disebut tanaman
polisakarida. Polimer dari glukosa dan tersimpan dalam otot hewan / manusia disebut
glikogen dan zat ini bercabang dan lebih kompleks daripada pati. Zat pati bila
dihidrolisis terjadi senyawa tingkat pertengahan yang disebut dextrine. Hidrolisis
selanjutnya akan menghasilkan maltosa dan glukosa (Prawirokusumo, 1993).

8
E. Opak Singkong

Produk opak singkong merupakan makanan


tradisional hasil industri rumah tangga yang sudah
membudaya. Opak ini (Gambar 2.4) berbahan dasar
ubi kayu (singkong). Pembuatan opak umumnya
menggunakan alat bantu berupa lembaran plastik atau
daun pisang, selain keterampilan tangan (Rukmana &
Yuniarsih, 2001). Opak termasuk dalam kelompok
pangan kerupuk. Persyaratan mutu dan keamanan
pangan untuk kerupuk ikan dapat dilihat pada Tabel 2.4. Gambar 2.4. Opak Singkong
Sumber : Rukmana & Yuniarsih (2001)
Tabel 2.4. Persyaratan Mutu dan Keamanan Pangan Kerupuk Ikan
Jenis uji Satuan Persyaratan mutu
Sensori Angka (1-9) Minimal 7
Cemaran mikrobia
1. ALT Koloni/g Maksimal 5,0 x 104
2. Escheriacia coli APM/g Maksimal < 3
Kimia
1. Kadar air % fraksi massa Maksimal 12
2. Kadar abu tak larut dalam asam * % fraksi massa Maksimal 0,2
3. Protein
% fraksi massa Minimal 5
CATATAN * bila diperlukan
Sumber : SNI 2713.3:2009

Menurut Rukmana & Yuniarsih (2001), cara membuat opak sebagai berikut :
1. Parut singkong sampai lembut. Masukkan bumbu halus dalam singkong parut.
2. Pipihkan adonan di bagian bawah tutup panci dari kaca. Didihkan air dalam panci.
Tutup panci yang diberi adonan. Diamkan 10 menit.
3. Lepaskan adonan dari tutup panci. Letakkan dalam tampah. Jemur di bawah sinar
matahari.
4. Goreng dalam minyak goreng yang sudah dipanaskan di atas api sedang sampai
kering.

9
F. Kalsium

Kalsium mempunyai berat molekul 40,078 dan densitas 15 g/cm3. Tubuh


manusia memiliki kandungan kalsium terbanyak dibandingkan dengan kandungan
mineral lainnya. Kandungan kalsium dalam tubuh manusia berkisar 1,5 - 2 % dari berat
orang dewasa dan 39 % dari total mineral yang terkandung dalam tubuh adalah kalsium
(Almatsier, 2004). Kandungan kalsium dalam tubuh sebesar 99 % terdapat dalam tulang
dan gigi, sisanya 1% terdapat dalam jaringan dan sistem sirkulasi. Tulang dibentuk
dalam dua proses yang terpisah yaitu pembentukan matriks dan penempatan mineral ke
dalam matriks tersebut. Dua komponen yang terlibat didalamnya dengan fungsi yang
berbeda yaitu osteoblast sebagai pembentuk tulang dan osteoclast sebagai penghancur
struktur tulang (Waluyo, 2009).
Kalsium pada ikan diperkirakan sebanyak 99% terdapat pada tulang sejati,
kerangka dan sirip. Persentase bobot basah kalsium pada ikan secara keseluruhan
antara 0,5 - 1 % dengan rasio antara kalsium dan fosfor adalah 1 : 2 (Lovell, 1989).
Menurut Halver (1989), tulang ikan terdiri dari beberapa unsur meliputi kalsium,
fosfat dan karbonat, sedangkan dalam jumlah kecil terdapat magnesium, sodium,
stonium, sitrat, fourida hidroksid dan sulfat. Tulang ikan banyak mengandung garam
mineral dari garam fosfat, seperti kalsium fosfat. Menurut Kaup et al. (1991), kalsium
yang dapat diserap oleh tubuh adalah kalsium dalam bentuk senyawa kalsium klorida,
kalsium glukorat, kalsium karbonat, dan kalsium fosfat. Menurut Basmal dkk. (2000),
kalsium fosfat merupakan sumber mineral yang memiliki nilai biologis yang sangat
baik.
Kalsium memegang peranan sangat penting di dalam tubuh, yaitu sebagai
komponen utama pembentuk tulang dan gigi, memelihara ketegaran kerangka tubuh,
mengatur pembekuan darah, membantu regulasi aktivitas otot-otot kerangka, jantung
dan jaringan lain, sebagai bagian dari enzim, kontraksi dan relaksasi otot, membantu
penyerapan vitamin B12, penyerapan dan penyimpanan asam amino, pengaturan sekresi
gastrin, serta menjaga keseimbangan osmotik (Muchtadi et al., 1988).
Kekurangan kalsium pada masa pertumbuhan dapat menyebabkan gangguan
pertumbuhan tulang. Tulang menjadi kurang kuat, mudah bengkok dan rapuh. Semua
orang dewasa, terutama sesudah usia 50 tahun akan kehilangan kalsium dari tulangnya.
Tulang menjadi rapuh dan mudah patah, hal ini disebut osteoporosis. Osteoporosis
10
terjadi karena massa tulang menjadi menurun. Kekurangan kalsium dapat pula
menyebabkan osteomalasia atau tulang menjadi lunak dan biasanya terjadi karena
kekurangan vitamin D (Almatsier, 2004). Kebutuhan kalsium pada manusia dari semua
golongan umur dapat dilihat pada Tabel 2.5.
Tabel 2.5. Angka Kecukupan Kalsium Harian dari Semua Golongan Umur
Usia Kebutuhan Kalsium Harian (mg)
0-6 bulan 300-400
6-12 bulan
1-3 tahun 500
4-8 tahun
9-24 tahun 600-700
25-50 tahun 500-800
Hamil dan menyusui 900-1200
Postmenopausal -
Diatas 65 tahun -
Sumber : Widyakarya Pangan dan Gizi LIPI (1998)

G. Bioavailabilitas Kalsium

Bioavailabilitas merupakan proporsi zat gizi yang dapat dicerna, diabsorbsi dan
dimetabolisme oleh tubuh normal. Hal ini dipengaruhi oleh ketersediaan zat gizi
tersebut di dalam tubuh dan kegunaannya dalam sel atau jaringan. Absorbsi merupakan
proses masuknya zat gizi melalui dinding-dinding sel saluran pencernaan ke dalam
darah (Mahan & Escott, 2004). Beberapa mineral dalam tulang membentuk kompleks
dengan fosfor dalam bentuk tri kalsium fosfat (Lovell, 1989). Bentuk kompleks ini
terdapat pada tulang yang dapat diserap dengan baik oleh tubuh yaitu berkisar antara
60-70% (Subasinghe, cit Tababaka, 2004). Proses absorbsi Ca yang baik memerlukan
perbandingan Ca:P dalam rongga usus 1:1 sampai 3:1. Perbandingan yang lebih besar
dari 3:1 akan menghambat penyerapan Ca (Sediaoetama, 2000).
Kebanyakan kalsium dari bahan nabati tidak dapat digunakan dengan baik
karena berikatan dengan oksalat yang dapat membentuk garam yang tidak larut dalam
air (Linder, 1992). Kalsium yang dapat diserap oleh tubuh adalah kalsium dalam bentuk
senyawa kalsium klorida, kalsium glukorat, kalsium karbonat, dan kalsium fosfat.
Kalsium fosfat merupakan sumber mineral yang memiliki nilai biologis yang sangat
baik sebagai sumber kalsium dan fosfor (Kaup et al., 1991).

11
Penelitian Mulia (2004) menunjukkan bahwa penambahan tepung tulang ikan
sebanyak 10% dan 20% ke dalam produk mie kering akan meningkatkan persentase
penyerapan kalsium dalam tubuh. Mie dengan penambahan tepung tulang sebanyak 20%
memiliki nilai bioavailabilitas 17,69% sedangkan mie dengan penambahan tepung
tulang 10% memiliki persen penyerapan kalsium lebih besar yaitu sebanyak 37,11%.
Hal ini menunjukkan bahwa kalsium tepung tulang ikan memiliki daya serap yang
tinggi untuk tubuh.
Menurut Nabil (2005), penggunaan tepung tulang ikan sebagai sumber kalsium
dalam tubuh tidak optimal dengan pemanfaatan tepung tulang secara langsung. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa nilai bioavailabilitas kalsium secara in vitro yang
dihasilkan tepung tulang ikan sebesar 0,86%. Nilai penyerapan ini diperoleh dari hasil
pengukuran tepung dengan kadar kalsium tertinggi (39,24%). Penggunaan tepung
tulang ikan harus ditambahkan ke dalam bahan makanan yang lain.
Konsumsi kalsium harian masyarakat Indonesia saat ini baru sebesar 254
mg/hari (Messwati, 2008). Nilai ini masih sangat rendah dibandingkan dengan
kebutuhan harian yang mencapai 600-800 mg/hari. Hal ini menjadikan resiko terkena
osteoporosis masyarakat Indonesia masih cukup tinggi. Kebutuhan penyerapan kalsium
wanita lebih tinggi dari pada pria. Hal ini terutama terjadi karena wanita mengalami
proses kehamilan dan menyusui.

12
III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Bahan dan Alat

Bahan utama yang digunakan adalah tulang kakap yang berasal dari hasil
sampingan industri filet kakap di Surabaya. Cara penanganan tulang kakap yaitu
menyimpannya di dalam styrofoam selama perjalanan, selanjutnya diolah menjadi
tepung tulang kakap. Bahan pendukung yang digunakan dalam pembuatan opak berupa
singkong, minyak goreng, bawang putih, ketumbar, dan garam.
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah blender (Hitachi VA-21,
Jepang), autoklaf, toples plastik, kompor gas (Rinnai-Advance RI-522A, Jepang), mixer,
nampan, oven (Eleya WFO-6015, Jepang), pisau, sendok, baskom, saringan mesh 100,
lembaran plastik dan neraca analitik (Shimidzu Bx6000, Filipina). Alat pengujian
kekerasan yaitu Universal Testing Machine (EP-017-000 539 600 CIA) sedangkan alat
pengujian kesukaan yaitu kuisioner uji kesukaan, dan alat tulis.

B. Tata Laksana

Penelitian dilakukan pada bulan Agustus sampai dengan Oktober 2010 di


Laboratorium Teknologi Ikan dan di Dusun Cibereum, Ciamis, Jawa Barat. Penelitian
ini terdiri dari dua tahapan yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian utama.
Penelitian pendahuluan dimaksudkan untuk menentukan perlakuan lama pelunakkan
pada pembuatan tepung tulang kakap dan penelitian utama dengan penambahan tepung
tulang kakap ke dalam produk opak.
1. Pembuatan Tepung Tulang Kakap

Penelitian pendahuluan ini dilakukan untuk mengetahui lama pelunakkan


terhadap tulang kakap yang paling efektif untuk melunakkan dan melihat tampilan
tepung tulang yang baik. Lama pelunakkan yang digunakan meliputi 1 jam, 2 jam
dan 3 jam. Hasil yang diperoleh dari penelitian pendahuluan nantinya digunakan
sebagai acuan pembuatan tepung tulang kakap.
2. Penelitian Utama

Penelitian utama meliputi pembuatan opak dengan penambahan tepung tulang


kakap yang berasal dari waktu pelunakkan terbaik. Penelitian utama terdiri dari 4

13
perlakuan penambahan tepung tulang kakap dengan penambahan 5%, 10%, 15%
dan 20% dari singkong parut serta kontrol. Komposisi pembuatan opak tepung
tulang kakap dapat dilihat pada Tabel 3.1 sebagai berikut :
Tabel 3.1 Komposisi Pembuatan Opak dengan Penambahan Tepung Tulang Kakap
Perlakuan Penambahan Tepung Tulang Kakap
Bahan Satuan P0 P1 P2 P3 P4
(0%) (5%) (10%) (15%) (20%)
Tepung tulang kakap gr 0 25 50 75 100
Singkong parut (basah) gr 500 500 500 500 500
Bawang putih gr 10 10 10 10 10
Ketumbar gr 5 5 5 5 5
Garam gr 10 10 10 10 10
Air ml 100 100 100 100 100
Sumber : Rukmana & Yuniarsih (2001)

14
C. Rancangan

1. Penelitian Pendahuluan

Limbah tulang kakap

Direbus dengan suhu 100C selama 30 menit

Dibersihkan dari sisa-sisa daging yang menempel

Dikeringkan dengan oven, suhu 50C selama 24 jam

Tulang kering

Pelunakkan dengan Pelunakkan dengan Pelunakkan dengan


autoklaf pada suhu autoklaf pada suhu autoklaf pada suhu
121C selama 1 jam 121C selama 2 jam 121C selama 3 jam

Dikeringkan dengan oven, suhu 50C selama 24 jam

Digiling dan dihaluskan

Pengayakan dengan ayakan berukuran 100 mesh


Analisis kimia
Tepung tulang kakap
1. Kadar Kalsium
2. Kadar Protein
3. Kadar Air
4. Rendemen

Gambar 3.1. Bagan Alir Pembuatan Tepung Tulang Kakap


(Sumber : Modifikasi Wahyuni et al., 2002)

15
2. Preparasi Singkong

Singkong

Pengupasan kulit

Pembersihan

Pemarutan

Singkong parut

Gambar 3.2. Preparasi Singkong sebagai Bahan Baku Opak


Sumber : Rukmana & Yuniarsih (2001)

3. Pembuatan Opak
Haluskan bumbu

Campurkan singkong parut, air dan bumbu hingga merata,

Tambahkan tepung tulang kakap sesuai perlakuan


(0%, 5%, 10%, 15%, dan 20%)

Siapkan cetakan opak dan lembaran plastik sebagai lapisan permukaan opak

Ambil 2 gram adonan lalu pipihkan pada cetakan opak Rebus air hingga
mendidih

Letakkan opak yang telah dicetak diatas panci dalam air yang sudah mendidih

Angkat opak yang telah dikukus, kemudian jemur di bawah sinar matahari selama 2 hari

Lepaskan lembaran plastik permukaan opak.

Opak yang telah kering digoreng hingga matang

Uji Mutu
1. Kadar air
2. Kadar protein
3. Kadar kalsium
4. Pengujian fisik
5. Pengujian kesukaan

Gambar 3.3. Proses Pembuatan Opak Tepung Tulang Kakap


Sumber : Modifikasi Rukmana & Yuniarsih (2001)
16
4. Perlakuan dan Analisis Data

Tabel 3.2 Perlakuan Penambahan Tepung Tulang Kakap pada Produk Opak
Perlakuan Ulangan
Penambahan Tepung Tulang Kakap (b/b) 1 2 3 4
P0 0 % Y11 Y12 Y13 Y14

P1 5 % Y21 Y22 Y23 Y24

P2 10 % Y31 Y32 Y33 Y34

P3 15 % Y41 Y42 Y43 Y44

P4 20 % Y51 Y52 Y53 Y54

Keterangan
P0 : Tanpa penambahan tepung tulang kakap
P1 : Penambahan tepung tulang kakap 5% dari singkong parut basah
P2 : Penambahan tepung tulang kakap 10% dari singkong parut basah
P3 : Penambahan tepung tulang kakap 15% dari singkong parut basah
P4 : Penambahan tepung tulang kakap 20% dari singkong parut basah

Model matematis RAL (Rancangan Acak Lengkap), adalah sebagai berikut :


Yij = + i + i
Keterangan
Yij : Nilai pengamatan dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
: Nilai tengah umum
i : Pengaruh perlakuan ke-i
i : Pengaruh galat percobaan dari perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

Data hasil penelitian kemudian dianalisis menggunakan analisis varian


(ANOVA) pada tingkat kepercayaan 95 %. Hasil analisis varian yang menunjukkan
beda nyata dilanjutkan dengan Uji BNT pada tingkat kepercayaan 95% untuk
mengetahui perbedaan masing-masing perlakuan (Gomez & Gomez, 1984).

D. Parameter Pengujian

1. Parameter Mutu Kimia

Parameter mutu kimia yang dilakukan pada opak meliputi :


a. Kadar air (AOAC, 1995)
b. Kadar protein (N Total, Mikro Kjeldahl)
c. Kadar kalsium (Sudarmadji dkk., 1997)
17
2. Parameter Mutu Fisik

a. Uji Derajat Pengembangan (Muchtadi dkk., 1987)

Pengujian ini dihitung dalam bentuk persentase derajat pengembangan berdasarkan


perbedaan luas pengembangan opak matang dan opak mentah.
% Derajat Pengembangan = Luas Opak Matang ( x r2 ) x 100%
Luas Opak Mentah ( x r2 )
b. Uji Kekerasan (Llyold Instrument)

Prinsip pengukuran kekerasan adalah memberikan gaya kepada bahan dengan


besaran tertentu sehingga kekerasan dapat diukur. Pengujian kekerasan menggunakan
Universal Testing Machine. Opak yang diletakkan di meja sampel kemudian diberikan
penekanan atau beban dari luar dilakukan satu kali. Setelah itu didapatkan hasil
pengukuran dengan membaca grafik yang dihasilkan. Nilai kekerasan dinyatakan dalam
satuan newton (N).
Kekerasan = F max sebelum opak pecah

3. Parameter Mutu Kesukaan (Kartika dkk. 1988)

Uji kesukaan dilakukan di rumah penduduk Desa Cibeureum, Ciamis, Jawa Barat.
Uji kesukaan yang dilakukan meliputi warna, aroma, tekstur, rasa dan keseluruhan
atribut opak dilakukan menggunakan skala 1-5 (1=sangat tidak suka, 2=tidak suka,
3=agak suka, 4=suka, 5=sangat suka) oleh 80 panelis tidak terlatih yang berasal dari
masyarakat umum. Panelis diminta mengisi kuisioner uji kesukaan. Pengujian ini
dilakukan untuk melihat respon kesukaan panelis terhadap atribut warna, aroma, tekstur,
rasa dan keseluruhan produk opak.

18
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Penelitian Pendahuluan

1. Penentuan Lama Pelunakkan Tulang Ikan

Tepung tulang ikan yang digunakan sebagai bahan dasar dalam proses
pembuatan opak adalah tepung tulang ikan kakap. Hasil penelitian pendahuluan dalam
proses pembuatan tepung tulang kakap menunjukkan bahwa terdapat perbedaan
penampilan warna tepung tulang kakap yang dihasilkan. Tepung tulang kakap dengan
lama pelunakkan selama 3 jam menunjukkan warna lebih cerah dibandingkan dengan
lama pelunakkan yang lain. Hasil pengujian ini sesuai dengan hasil penelitian Nabil
(2005) menggunakan tulang ikan tuna yang menyatakan bahwa perlakuan waktu lama
pelunakkan berpengaruh terhadap rendemen kadar abu dan derajat putih. Pengukuran
parameter kadar air, protein, kalsium dan rendemen pada penelitian pendahuluan tidak
menunjukkan beda nyata. Pelunakkan dengan autoklaf berperan dalam proses
pengeluaran lemak dari tulang dan mengempukkan tekstur tulang (Nabil, 2005). Hasil
pengukuran parameter penelitian pendahuluan dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1. Komposisi Kimia Tepung Tulang Kakap
Komposisi Gizi Lama Pelunakkan
1 Jam 2 Jam 3 Jam
Kadar Air (% ) 6,14 0,095 3,785 0,067 1,585 0,025
Kadar Protein (% db) 24,59 0,270 24,05 0,484 23,56 0,231
Kadar Kalsium (%db) 20,78 0,115 19,77 0,192 19,58 0,197
Rendemen (%) 64,46 4,79 71,40 1,34 75,41 0,67

2. Pemakaian Tepung Tulang Kakap dalam Opak Singkong

Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan, direkomendasi proses pembuatan


tepung tulang kakap menggunakan lama pelunakkan selama 3 jam. Pelunakkan selama
3 jam digunakan dengan pertimbangan tepung tulang ikan memiliki kadar air yang
rendah dan rendemen yang dihasilkan lebih besar. Perlakuan penambahan tepung
tulang kakap meliputi 0%, 5%, 10%, 15% dan 20%. Produk opak kemudian diuji
kandungan kimia, uji fisik dan uji kesukaan. Produk opak yang dihasilkan dapat dilihat
pada Gambar 4.1.
19
P0 P1

P2 P3

P4

Gambar 4.1. Produk Opak Tepung Tulang Kakap


Ket :
P0 : Produk opak tanpa penambahan tepung tulang kakap
P1 : Produk opak dengan penambahan tepung tulang kakap 5 %
P2 : Produk opak dengan penambahan tepung tulang kakap 10 %
P3 : Produk opak dengan penambahan tepung tulang kakap 15 %
P4 : Produk opak dengan penambahan tepung tulang kakap 20 %

20
B. Parameter Mutu Kimia

1. Kadar Air

Pengujian kadar air menunjukkan bahwa kadar air opak mentah tepung tulang
kakap berbeda pada semua perlakuan (Gambar 4.2). Analisis varian menunjukkan
bahwa penambahan tepung tulang kakap yang digunakan memberikan pengaruh dalam
menurunkan kadar air opak. Semakin tinggi penambahan tepung tulang kakap yang
diberikan pada opak, maka kadar air opak yang dihasilkan semakin rendah.
12 10,258 a
9,471 b
10
7,9033 c
Kadar Air (%)

8 6,952 d
5,788 e
6
4
2
0
0% 5% 10% 15% 20%
Penambahan Tepung Tulang Kakap (%)

Gambar 4.2. Rerata Kadar Air Opak dengan Penambahan Tepung Tulang Kakap

Kadar air opak mentah dengan penambahan tepung tulang kakap berkisar antara
5,79% - 10,26%. Kadar air opak berada dibawah batas maksimum kadar air yang
dianjurkan oleh SNI 2713.3:2009 (maksimal 12%). Hal ini menunjukkan bahwa semua
produk opak telah memenuhi standar SNI yang telah ditetapkan. Penelitian Tababaka
(2004) pada produk kerupuk dengan penambahan tepung tulang patin 30%
menghasilkan kadar air sebesar 8,58%.
Kadar air opak yang semakin menurun dipengaruhi oleh proses penambahan
kalsium tepung tulang kakap. Penambahan tepung tulang ikan kakap menyebabkan
terjadi penambahan partikel Ca2+ yang akan mengikat partikel OH- yang merupakan
bagian dari unsur-unsur air atau H2O sehingga kadar air berkurang seiring dengan
penambahan tepung tulang ikan (Linder, 1992).
Proses pengeringan opak menggunakan sinar matahari selama 2 hari. Menurut
Lewis (1987), hilangnya air dengan cara pengeringan dipengaruhi oleh proses
perpindahan air menuju permukaan bahan dan perpindahan air dari permukaan bahan ke

21
udara dengan penguapan. Menurut Klettner & Baumgartner (1980) menyatakan bahwa
penurunan kadar air berhubungan dengan proses pengeringan produk, suhu, dan
kelembapan relatif ruang.
Kadar air dalam opak mentah mempunyai peranan dalam pengembangan opak
saat penggorengan. Menurut Wiriano cit Tababaka (2004) mengungkapkan bahwa
tingkat kadar air tertentu pada opak diperlukan untuk menghasilkan tekanan uap yang
maksimal pada saat opak tersebut digoreng. Tekanan uap yang maksimal dapat
mengembangkan gel pati pada opak sehingga opak mentah bisa mengembang.

2. Kadar Protein

Pengujian kadar protein menunjukkan bahwa kadar protein opak mentah tepung
tulang kakap berbeda pada semua perlakuan (Gambar 4.3). Kadar protein opak dengan
penambahan tepung tulang kakap berkisar antara 1,84% - 8,26%. Analisis varian
menunjukkan bahwa penambahan tepung tulang kakap yang digunakan memberikan
pengaruh dalam meningkatkan kadar protein opak. Kecenderungan kadar protein opak
memperlihatkan bahwa semakin tinggi penambahan tepung tulang kakap pada opak,
maka kadar protein opak yang dihasilkan semakin tinggi. Penambahan tepung tulang
kakap antara 5% - 20% menunjukkan bahwa produk opak telah memenuhi standar SNI
2713.3:2009 (minimal 5%) yang telah ditetapkan.
9 8,259 e
7,697 d
8
6,836 c
Kadar Protein (%wb)

7 5,973 b
6
5
4
3
1,836 a
2
1
0
0% 5% 10% 15% 20%
Konsentrasi Penambahan Tepung Tulang Kakap

Gambar 4.3. Rerata Kadar Protein Opak dengan Penambahan Tepung Tulang Kakap

Penambahan tepung tulang patin 50% menghasilkan kadar protein biskuit 6,48%
(Asni, 2004), sedangkan kerupuk dengan penambahan tepung tulang patin 30%
22
menghasilkan kadar protein 4,23% (Tababaka, 2004). Hal ini menunjukkan bahwa
tepung tulang kakap dengan penambahan 5% sudah mampu meningkatkan kandungan
protein opak sebesar 5,97%.
Semakin banyak penambahan tepung tulang kakap pada opak maka semakin
tinggi kandungan protein dalam opak tersebut. Hal ini disebabkan karena dalam tulang
kakap mengandung protein yang tinggi (22,56%) sehingga semakin banyak
penambahan tepung tulang kakap maka protein yang dihasilkan pada opak semakin
meningkat.

3. Kadar Kalsium

Opak merupakan makanan tradisional hasil industri rumah tangga. Opak


mengandung kalsium yang cukup rendah, untuk itu dilakukan peningkatan kadar
kalsium opak dengan cara penambahan tepung tulang kakap. Bahan baku opak yang
berupa singkong mengandung kalsium sebanyak 33 mg/100 g atau 0,03% sedangkan
pada tepung tulang kakap sebesar 20 g/100 g atau 20%. Pengujian kadar kalsium
menunjukkan bahwa kadar kalsium opak tepung tulang kakap berbeda pada semua
perlakuan (Gambar 4.4). Analisis varian menunjukkan bahwa penambahan tepung
tulang kakap yang digunakan memberikan pengaruh yang nyata terhadap kadar kalsium
opak (p<0,05) artinya bahwa penambahan tepung tulang kakap berpengaruh terhadap
peningkatan kadar kalsium opak.
6
4,790 e
Kadar Kalsium (%db)

5 4,243 d
4 3,356 c
3 2,260 b
2
1 0,645 a

0
0 5 10 15 20
Konsenterasi Penambahan Tepung Tulang Kakap (%)

Gambar 4.4. Kadar Kalsium Opak dengan Penambahan Tepung Tulang Kakap

Kecenderungan kadar kalsium opak yang semakin meningkatkan disebabkan


oleh semakin bertambahnya penambahan tepung tulang kakap pada opak. Kadar

23
kalsium opak berkisar antara 0,64 % - 4,79%. Penelitian Tababaka (2004) menunjukkan
bahwa dengan penambahan tepung tulang patin 30% dapat meningkatkan kadar kalsium
pada produk kerupuk sebesar 5,36 %.
Kalsium merupakan salah satu zat gizi yang sangat diperlukan oleh tubuh.
Pemenuhan kalsium dalam tubuh manusia dipenuhi dengan mengkonsumsi makanan
sehari-hari. Tingkat konsumsi kalsium untuk masyarakat Indonesia masih sangat rendah
sehingga pembuatan produk opak diharapkan dapat menjadi makanan pelengkap
sumber kalsium yang murah. Kebutuhan kalsium pada orang dewasa adalah sebesar 800
mg/hari. Jumlah opak yang harus dikonsumsi agar memenuhi kebutuhan kalsium dalam
tubuh orang dewasa dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2. Jumlah Konsumsi Kalsium per Hari pada Opak Tepung Tulang Kakap
Opak dengan Penambahan P0 P1 P2 P3 P4
Tepung Tulang Kakap (0%) (5%) (10%) 15%) (20%)
Kandungan Ca dalam opak (%db) 0,65 2,26 3,36 4,24 4,79
Asumsi satu buah opak (g) 2 2 2 2 2
Kadar kalsium dalam satu keping opak 13 45,2 67,2 84,8 95,8
(mg)
Jumlah konsumsi opak per keping untuk 62 18 12 10 9
memenuhi kebutuhan Ca orang dewasa
(800 mg/hari)
Pemenuhan 100% kebutuhan kalsium 155 45 30 25 21
tubuh dalam mengkonsumsi opak per
hari
(Sumber : Gunawan, 2010)
Opak matang dengan penambahan tepung tulang kakap 5 % memiliki
kandungan kalsium 2,26 %. (2,26 gram dalam 100 gram). Satu buah opak matang
memiliki berat sekitar 2 gram, sehingga diperkirakan dalam satu buah opak matang
terkandung 45,2 mg kalsium. Pemenuhan kebutuhan angka kecukupan gizi kalsium
orang dewasa adalah 800 mg/hari, maka konsumsi opak yang diperlukan sebesar 45
keping opak atau setara dengan 90 gram opak (jika diasumsikan opak tersebut
digunakan sebagai satu-satunya sumber kalsium). Berbeda dengan opak kontrol (tanpa
penambahan tepung tulang kakap). Kontribusi sumbangan Ca pada opak kontrol yang

24
dihasilkan sebesar 0,65%, lebih kecil dari semua perlakuan opak yang ditambahkan
tepung tulang kakap.
Konsumsi kalsium hendaknya tidak lebih dari 2500 mg /hari. Kelebihan
kalsium dapat menimbulkan batu ginjal (gangguan ginjal) serta menyebabkan
konstipasi (susah buang air besar). Konsumsi kalsium 2500 mg/hari masih dianggap
aman, kalsium sisa yang tidak digunakan tubuh akan dikeluarkan melalui urine dan tinja
(Almatsier, 2004).

C. Parameter Mutu Fisik

Parameter mutu fisik bertujuan untuk mengetahui perubahan fisik yang terjadi
pada opak yang ditambahkan tepung tulang kakap. Pengujian fisik yang dilakukan pada
opak meliputi derajat pengembangan dan uji kekerasan. Hasil parameter mutu fisik opak
tepung tulang kakap dapat dilihat pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3. Hasil Parameter Mutu Fisik Opak Tepung Tulang Kakap

Penambahan Tepung Tulang Kakap


No. Parameter P0 P1 P2 P3 P4 SNI
(0%) (5%) (10%) (15%) (20%)
1 Derajat Pengembangan (%) 166,21 156,86 145,47 124,90 120,03 -
2 Uji Kekerasan (N) 1,03 1,39 1,69 1,76 1,89 -

1. Derajat Pengembangan

Pengujian derajat pengembangan menunjukkan bahwa pengembangan opak


tepung tulang kakap berbeda untuk hampir semua perlakuan (Gambar 4.5). Analisis
varian menunjukkan bahwa penambahan tepung tulang kakap yang digunakan
memberikan pengaruh yang nyata terhadap pengembangan opak (p<0,05).
Kecenderungan derajat pengembangan opak memperlihatkan bahwa semakin tinggi
penambahan tepung tulang kakap yang ditambahkan pada opak, maka akan semakin
rendah derajat pengembangan opak yang dihasilkan. Derajat pengembangan opak yang
cenderung mengalami penurunan. Penelitian Tababaka (2004) mengungkapkan bahwa
penambahan tepung tulang patin 30% pada kerupuk menghasilkan pengembangan
kerupuk 228% lebih rendah dari kerupuk kontrol sebesar 380%.

25
200
166,21 a
156,86 ab

Derajat Pengembangan (%)


145,47 b
150 124,9 c 120,03 c

100

50

0
0 5 10 15 20
Konsentrasi Penambahan Tepung Tulang Kakap (%)

Gambar 4.5. Derajat Pengembangan Opak dengan Penambahan Tepung Tulang Kakap

Kecenderungan derajat pengembangan opak yang semakin menurun


kemungkinan disebabkan oleh kandungan kadar air opak mentah yang terdapat
didalamnya. Menurut Soekarto (1997) mengungkapkan bahwa pengembangan kerupuk
dipengaruhi oleh kandungan air yang terikat pada kerupuk sebelum digoreng sedangkan
menurut Haryadi (1994) menyatakan bahwa pengembangan produk dipengaruhi oleh
rasio penambahan bahan non pati. Semakin banyak penambahan bahan non pati maka
semakin kecil pengembangan kerupuk pada saat penggorengan dan pengembangan
sehingga berpengaruh pada kekerasannya. Hal ini sangat sesuai dengan hasil dimana
penambahan tepung tulang kakap 20% mempunyai kadar air 5,79 sedangkan
penambahan 5% memiliki kadar air 9,47.
Opak dapat mengembang disebabkan adanya granula pati yang membengkak.
Pembengkakan granula pati ini dipengaruhi oleh molekul-molekul air yang berpenetrasi
ke dalam granula dan terperangkap pada susunan molekul-molekul amilosa dan
amilopektin (Muchtadi et al., 1988). Menurut Winarno (2004) mengungkapkan bahwa
pembengkakkan granula pati terjadi pada suhu pemanasan 55-65C setelah itu granula
pati tidak akan kembali pada keadaan semula (terjadi gelatinisasi).
Penambahan tepung tulang kakap pada opak yang mengandung protein ternyata
menjadi faktor menurunnya daya kembang opak. Menurut Peranginangin dkk. (1995)
menyatakan bahwa kandungan protein yang tinggi cenderung menurunkan daya
kembang kerupuk. Hal ini didukung oleh pernyataan Muchtadi et al. (1988) yang
mengungkapkan bahwa protein dan lemak akan menghalangi penyerapan air ke dalam
granula pati.
26
Molekul Pati

Molekul Protein

Gambar 4.6. Jaringan kompak protein - pati


(Sumber : Trost, 2006)

Menurut Harper (1981), molekul-molekul besar protein yang terbuka akibat


perlakuan panas akan membentuk suatu jaringan yang kompak (Gambar 4.6),
sedangkan lemak akan menyelubungi butiran pati (kompleks amilosa-lipid) dan
menghambat jumlah air yang dapat diserap oleh pati sehingga derajat pengembangan
menjadi berkurang (tidak mengembang).

2. Uji Kekerasan

Hasil uji kekerasan menunjukkan bahwa kekerasan opak tepung tulang kakap
berbeda untuk hampir semua perlakuan (Gambar 4.7), kecuali penambahan 15% dan
20%. Analisis varian menunjukkan bahwa penambahan tepung tulang kakap yang
digunakan memberikan pengaruh yang nyata terhadap kekerasan opak (p<0,05).
Kecenderungan hasil rerata uji kekerasan menunjukkan bahwa semakin tinggi
penambahan tepung tulang kakap pada opak maka akan semakin tinggi tingkat
kekerasan yang dihasilkan.

2.5
1,758 cd 1,899 d
2 1,688 c
Kekerasan (N)

1,396 b
1.5
1,030 a
1
0.5
0
0 5 10 15 20
Konsentrasi Penambahan Tepung Tulang Kakap (%)

Gambar 4.7. Uji Kekerasan Opak dengan Penambahan Tepung Tulang Kakap
27
Kenaikan tingkat kekerasan berhubungan erat dengan penambahan tepung
tulang kakap. Nilai angka kekerasan opak berkisar antara 1,03-1,89 lebih tinggi
dibandingkan penelitian Tababaka (2004) dimana angka kekerasan kerupuk dengan
penambahan tepung tulang patin 30% sebesar 0,85 N, dan angka kekerasan biskuit
dengan penambahan tepung tulang madidihang 10 %, 20 %, dan 30 % masing-masing
adalah 7,29 N, 12,98 N dan 13,76 N (Mauida, 2005).
Tekstur keras yang terjadi pada opak kemungkinan disebabkan oleh
pembentukan kompleks kalsium dengan polimer amilopektin, sehingga terjadi ikatan
antara ion Ca2+ dengan gugus karbonil (Gambar 4.8). Ikatan yang terbentuk akan
mencegah kelarutan substansi glukosa dan menghasilkan produk yang keras (Lee et al,
cit Wariyah, 2009). Menurut Winarno (2004) menyatakan bahwa bila ion Ca2+
membentuk garam dengan karbonil dari asam galakturonat maka akan terjadi ikatan
menyilang diantara gugus karbonil tersebut. Apabila jumlah ikatan menyilang yang
terbentuk banyak, maka gugus amilopektin yang terbentuk menjadi terperangkap dan
tekstur produk yang lebih keras. Mekanisme pembentukan Ca-Amilopektin dapat dilihat
pada Gambar 4.9.

Gambar 4.8. Kompleks Kalsium Amilopektin (Lee et al, cit Wariyah, 2009)

28
Ca2+

D-Glukosa D-Glukosa Ion Ca Ca-Glukosa

Gambar 4.9. Mekanisme Pembentukan Kompleks Kalsium Amilopektin

D. Parameter Mutu Kesukaan


Uji kesukaan pada prinsipnya merupakan pengujian terhadap suatu produk
dengan menggunakan panelis. Panelis mengemukakan responnya berupa suka atau tidak
suka terhadap bahan yang diuji. Panelis diminta untuk mengemukakan pendapatnya
secara spontan tanpa membandingkan dengan sampel standar atau sampel-sampel yang
diuji sebelumnya. Pengujian kesukaan opak dengan penambahan tepung tulang kakap
meliputi 5 uji yaitu : warna, aroma, tekstur, rasa, dan keseluruhan.
1. Warna
Pengujian kesukaan memperlihatkan bahwa penilaian panelis terhadap warna
opak tepung tulang kakap berbeda untuk hampir semua perlakuan (Gambar 5.0), kecuali
penambahan 15% dan 20%. Analisis varian menunjukkan bahwa penambahan tepung
tulang kakap yang digunakan memberikan pengaruh yang nyata terhadap warna opak
(p<0,05). Kecenderungan penilaian panelis terhadap warna diungkapkan dengan
semakin tinggi penambahan tepung tulang kakap pada opak maka akan semakin rendah
penilaian rata-rata panelis terhadap warna.
5.0000
Skala Hedonik (Warna)

3,888 a 3,475 b
4.0000 3,238 c 3,050 d 2,950 d
3.0000
2.0000
1.0000
0.0000
0% 5% 10% 15% 20%
Konsentrasi Penambahan Tepung Tulang Kakap (%)

Gambar 5.0. Rerata Tingkat Kesukaan Warna Opak dengan Penambahan


Tepung Tulang Kakap

29
Warna opak mentah tanpa penambahan tepung tulang kakap (0%) berkisar
antara kuning hingga cokelat muda sedangkan opak mentah dengan penambahan tepung
tulang kakap cenderung mempunyai warna cokelat muda hingga cokelat tua. Warna
kecokelatan disebabkan penambahan tepung tulang kakap yang mengandung protein
(asam amino) bereaksi dengan gula pereduksi jika dipanaskan. Peristiwa pencokelatan
sering disebutkan sebagai peristiwa maillard. Prinsip reaksi pencokelatan terjadi melalui
reaksi amadori dan kondensasi aldol membentuk melanoidin (Winarno, 2004).
Hasil pengujian kesukaan warna pada opak dengan penambahan tepung tulang
kakap cenderung mengalami penurunan tingkat kesukaan. Hal ini disebabkan karena
opak dengan penambahan tepung tulang kakap berwarna kecokelatan sehingga kurang
menarik. Panelis masih mau menerima warna opak sampai penambahan tepung tulang
kakap 10%. Respon panelis menyukai warna opak yang berada pada rentang warna
kuning kecoklatan.

2. Aroma

Pengujian kesukaan pada aroma opak dilakukan untuk mengetahui intensitas


aroma amis yang berasal dari tepung tulang kakap yang ditambahkan. Skala penilaian
yang digunakan dalam uji kesukaan adalah angka 1-5 (sangat tidak disukai sangat
suka). Hasil pengujian kesukaan terhadap aroma opak menunjukkan bahwa opak
dengan penambahan tepung tulang kakap 5%-20% menghasilkan aroma yang hampir
sama (Gambar 5.1) yaitu berkisar pada kriteria antara agak suka hingga suka. Analisis
varian menunjukkan penambahan tepung tulang kakap mempengaruhi penilaian panelis
terhadap aroma (p<0,05). Hal tersebut berarti pengaruh penambahan tepung tulang
kakap terhadap aroma amis pada opak dapat dirasakan oleh panelis.
6.0000
Skala Hedonik

3,700 a 3,813 ab 3,638 b 3,575 b 3,588 b


(Aroma)

4.0000

2.0000

0.0000
0% 5% 10% 15% 20%
Konsentrasi Penambahan Tepung Tulang Kakap (%)

Gambar 5.1. Rerata Tingkat Kesukaan Aroma Opak dengan Penambahan


Tepung Tulang Kakap

30
Opak tepung tulang kakap didominasi aroma amis. Aroma amis tersebut berasal
dari penambahan tepung tulang kakap. Opak dengan penambahan tepung tulang kakap
5%-20% menghasilkan aroma agak amis, berbeda dengan opak kontrol yang tidak
menghasilkan aroma amis. Aroma opak yang agak amis mempengaruhi respon panelis
respon panelis terhadap opak yang ditambahkan tepung tulang kakap berkisar antara
3,57 3,81 (agak suka).
Penambahan tepung tulang kakap pada hampir semua perlakuan menunjukkan
beda nyata dengan kontrol (0%). Hal ini menunjukkan bahwa aroma amis pada
penambahan tepung tulang kakap 5% sampai 20% mempengaruhi penerimaan
konsumen. Panelis memberikan respon perlakuan terbaik yang dihasilkan adalah
penambahan 5%. Penambahan 5% pada opak yang dihasilkan menunjukkan opak tidak
terlalu amis aroma ikannya.
Hasil pengujian kesukaan aroma pada opak dengan penambahan tepung tulang
kakap cenderung mengalami penurunan tingkat kesukaan. Hal ini disebabkan karena
opak dengan penambahan tepung tulang kakap beraroma amis sehingga mengurangi
kenikmatan mengkonsumsi. Aroma opak dengan penambahan tepung tulang kakap
memiliki kisaran skala hedonik 3,57-3,81. Panelis masih mau menerima aroma opak
sampai penambahan tepung tulang kakap 10%. Tingkat kesukaan konsumen berbeda
nyata terhadap kontrol sampai pada penambahan 10%.

3. Tekstur

Panelis melakukan penilaian untuk atribut tekstur dengan merasakan sampel


opak di mulut (tekstur di mulut). Pengujian kesukaan terhadap tekstur menunjukkan
panelis menyukai opak tepung tulang kakap karena teksturnya cukup renyah dan mudah
hancur di dalam mulut. Penilaian panelis (Gambar 5.2) menunjukkan tekstur opak
tepung tulang kakap cukup memuaskan dengan nilai 3,40-4,16. Analisis varian
menunjukkan penambahan tepung tulang kakap mempengaruhi penilaian terhadap
tekstur (p<0,05). Pengaruh penambahan tepung tulang kakap terhadap tekstur dapat
dirasakan karena produk yang dihasilkan mengalami perubahan kekerasan. Perubahan
tekstur (kekerasan) produk dapat mengubah rasa dan bau yang dihasilkan karena
dipengaruhi oleh kecepatan timbulnya rangsangan terhadap sel reseptor olfaktori dan
kelenjar air liur (Winarno, 2004).
31
6.0000

5.0000
Skala Hedonik (Tekstur)
4,163 a
3,975 b 3,775 c 3,563 d 3,400 e
4.0000

3.0000

2.0000

1.0000

0.0000
0% 5% 10% 15% 20%
Konsentrasi Penambahan Tepung Tulang Kakap (%)

Gambar 5.2. Rerata Tingkat Kesukaan Tekstur Opak dengan Penambahan


Tepung Tulang Kakap

Peningkatan penambahan tepung tulang kakap pada opak cenderung


menghasilkan tingkat kesukaan tekstur yang semakin menurun. Hal ini disebabkan
penambahan bahan lain yang terlalu banyak dapat meningkatkan kekerasan kerupuk
(Tababaka, 2004). Hal ini sesuai dengan pengujian kekerasan (uji llyold) dimana
penambahan 5% sebesar 1,39 N sedangkan lebih rendah dari penambahan 20% sebesar
1,89 N. Perubahan kekerasan pada penambahan tepung tulang kakap 5% - 20%
mempengaruhi penerimaan konsumen. Panelis mengungkapkan bahwa perlakuan
terbaik yang dihasilkan adalah penambahan 5% tepung tulang kakap. Respon panelis
untuk penambahan 5% menyatakan bahwa tekstur lebih renyah dibandingkan
penambahan yang lain.

4. Rasa

Pengujian kesukaan rasa terhadap opak dengan penambahan tepung tulang


kakap mempengaruhi penilaian rata-rata panelis terhadap rasa. Panelis menilai bahwa
rasa opak dengan penambahan tepung tulang kakap 5% merupakan yang terbaik dari
penambahan tepung tulang kakap yang lain (Gambar 5.3), artinya nilai penerimaan
rasanya dapat diterima panelis. Hal tersebut menunjukkan bahwa penambahan tepung
tulang kakap mempengaruhi pembentukan rasa opak yang dihasilkan. Opak dengan
penambahan tepung tulang kakap 0%-10% menghasilkan rasa gurih, renyah dan terasa

32
ikannya. Rasa ikan didapatkan dari penambahan tepung tulang kakap sedangkan rasa
gurih dan renyah berasal dari bahan bumbunya yaitu NaCl (garam).
Panelis mulai merasakan rasa pahit (after taste) yang kuat pada opak dengan
penambahan tepung tulang kakap 20%. Rasa pahit ini kemungkinan disebabkan oleh
garam-garam Mg2+, NH4+ dan Ca2+ (Winarno, 2004). Hal ini menunjukkan bahwa
kemungkinan salah satu dari beberapa faktor yaitu garam kalsium memberikan
kontribusi rasa pahit pada opak bila penambahan yang diberikan sangat tinggi.
6.0000

5.0000 4,238 a
Skala Hedonik (Rasa)

3,850 b 3,625 c
3,600 c 3,375 d
4.0000

3.0000

2.0000

1.0000

0.0000
0% 5% 10% 15% 20%
Konsentrasi Penambahan Tepung Tulang Kakap (%)

Gambar 5.3. Rerata Tingkat Kesukaan Rasa Opak dengan Penambahan


Tepung Tulang Kakap

Hasil pengujian kesukaan rasa pada opak dengan penambahan tepung tulang
kakap cenderung mengalami penurunan tingkat kesukaan. Hal ini disebabkan karena
opak dengan penambahan tepung tulang kakap berasa agak pahit seiring dengan
peningkatan penambahan yang diberikan sehingga rasanya kurang disukai. Tingkat
kesukaan konsumen berbeda nyata terhadap kontrol mulai dari penambahan 5%-20%.
Rasa opak dengan penambahan tepung tulang kakap memiliki kisaran skala hedonik
3,38-4,24. Panelis masih mau menerima rasa opak sampai penambahan tepung tulang
kakap 5%. Penambahan tepung tulang kakap 5% merupakan hasil yang sangat disukai
oleh panelis. Panelis berpendapat bahwa penambahan 5% memberikan rasa opak yang
dihasilkan lebih gurih, rasa ikannya pas, tidak terlalu amis dan enak dimakan.

33
5. Keseluruhan

Uji kesukaan secara keseluruhan terhadap opak dilakukan untuk mengetahui


respon panelis terhadap opak secara keseluruhan dengan mempertimbangkan parameter-
parameter yang ada. Skala penilaian yang digunakan adalah 1-5 (1=sangat tidak suka,
2=tidak suka, 3=agak suka, 4=suka, 5=sangat suka). Semakin besar penilaian
menunjukkan opak semakin disukai oleh konsumen.
6.0000
Skala Hedonik (Keseluruhan)

5.0000 4,288 a
3,950 b 3,700 c
3,463 d 3,250 e
4.0000

3.0000

2.0000

1.0000

0.0000
0% 5% 10% 15% 20%
Konsentrasi Penambahan Tepung Tulang Kakap (%)

Gambar 5.4. Rerata Tingkat Kesukaan Keseluruhan Opak dengan Penambahan


Tepung Tulang Kakap

Pengujian kesukaan secara keseluruhan memperlihatkan bahwa penilaian panelis


terhadap keseluruhan opak tepung tulang kakap berbeda untuk semua perlakuan
(Gambar 5.4). Analisis varian menunjukkan bahwa penambahan tepung tulang kakap
yang digunakan memberikan pengaruh yang nyata terhadap kesukaan keseluruhan opak
(p<0,05). Kecenderungan penilaian panelis terhadap kesukaan keseluruhan diungkapkan
dengan semakin tinggi penambahan tepung tulang kakap pada opak maka akan semakin
rendah penilaian rata-rata kesukaan keseluruhan panelis.
Setiap penambahan tepung tulang kakap pada opak untuk setiap perlakuan
menghasilkan tingkat kesukaan keseluruhan panelis yang berbeda-beda. Hal ini
disebabkan karena dengan penambahan tepung tulang kakap ternyata menurunkan sifat-
sifat yang diinginkan konsumen seperti warna, aroma, tekstur dan rasa opak. Panelis
menginginkan sifat opak seperti memiliki warna kuning kecokelatan, aroma normal
(tidak terlalu amis), tekstur yang kompak dan rasa gurih. Panelis lebih menyukai
penambahan tepung tulang kakap 5 % pada opak.
34
6. Pembahasan Umum

Penambahan tepung tulang kakap ke dalam opak mampu meningkatkan kadar


kalsium opak hingga 4,79%. Berdasarkan pengujian kesukaan opak, diketahui tingkat
penerimaan panelis berada pada kisaran agak suka hingga suka. Penilaian panelis
terhadap warna opak yang dihasilkan menunjukkan bahwa terdapat beda nyata pada
semua perlakuan terhadap kontrol, yang berarti bahwa penerimaan panelis terhadap
warna opak berbeda-beda pada setiap perlakuan penambahan tepung tulang kakap.
Penilaian panelis terhadap aroma opak menunjukkan bahwa terdapat beda nyata pada
perlakuan penambahan 10% terhadap kontrol, yang berarti bahwa aroma amis pada
opak mulai mempengaruhi penilaian panelis dimulai pada penambahan 10%.
Penilaian panelis terhadap tekstur opak diketahui bahwa penerimaan panelis masih pada
kisaran agak suka hingga suka pada setiap perlakuan. Setiap perlakuan penambahan
yang diberikan pada opak menunjukkan beda nyata antar perlakuan, yang berarti bahwa
tekstur yang dihasilkan berbeda-beda pada setiap perlakuan produk yang dihasilkan.
Tingkat kekerasan opak (uji Llyold) menunjukkan bahwa semakin meningkat
penambahan tepung tulang kakap yang diberikan, maka tekstur opak yang dihasilkan
akan semakin keras. Pengujian kekerasan dan kesukaan tekstur dengan penambahan 5%
pada opak menunjukkan tidak berbeda nyata dengan perlakuan kontrol, yang berarti
bahwa panelis masih dapat menerima dengan baik.
Penilaian panelis terhadap rasa opak diketahui bahwa terdapat beda nyata pada
hampir semua perlakuan, yang berarti bahwa rasa opak yang dihasilkan pada semua
perlakuan berbeda-beda. Berdasarkan penilaian yang telah dilakukan terhadap semua
atribut, maka dapat disimpulkan bahwa penambahan tepung tulang kakap pada opak
berpengaruh terhadap opak yang dihasilkan. Kecenderungan panelis terhadap kesukaan
keseluruhan diungkapkan dengan semakin tinggi penambahan yang diberikan maka
tingkat kesukaan keseluruhannya cenderung menurun. Hal ini menunjukkan bahwa
penambahan tepung tulang kakap pada opak menurunkan sifat-sifat yang diinginkan
konsumen seperti warna, aroma, tekstur dan rasa opak.
Kandungan kalsium pada opak dengan penambahan tepung tulang kakap sebesar
20% adalah 4,79% atau setara dengan 23,95 mg dalam satu keping opak. Tingginya
kandungan kalsium dalam satu keping opak maka akan menurunkan jumlah konsumsi
35
opak dalam memenuhi kebutuhan kalsium harian. Pemenuhan kebutuhan kalsium
sebesar 800 mg/hari orang dewasa cukup dengan mengkonsumsi 33,4 keping opak atau
setara dengan 66,8 gram opak.

7. Analisis Laba-Rugi (Finansial) Usaha Opak Singkong

Tulang ikan merupakan salah satu limbah yang belum dimanfaatkan.


Pemanfaatan limbah ikan dengan mengubahnya menjadi tepung tulang ikan akan
menghasilkan nilai produk yang tinggi. Keunggulan dari tepung tulang ikan adalah
memiiliki kandungan kalsium yang tinggi dari jenis tepung komersial lainnya. Tepung
tulang ikan dapat digunakan sebagai bahan tambahan pangan yang bernilai gizi yang
tinggi.
Penambahan kalsium tepung tulang kakap ke dalam produk opak diharapkan
akan menghasilkan nilai keunggulan tersendiri dibandingkan dengan produk opak yang
biasanya. Opak dengan penambahan tepung tulang kakap akan memiliki kandungan
kalsium yang tinggi. Produk opak bila diproduksi dengan baik akan menghasilkan
keuntungan yang cukup tinggi. Analisis kelayakan usaha opak dapat dilihat pada Tabel
4.4 Tabel 4.6 di bawah ini :

Tabel 4.4. Biaya Investasi Usaha Opak Tepung Tulang Kakap


No. Biaya Investasi Jumlah
1 Cetakan Opak 2 buah @ Rp 10.000,00- Rp 20.000,00-
2 Panci 2 buah @ Rp 35.000,00 Rp 70.000,00-
3 Wadah Penjemur Opak3 buah @ Rp 10.000,00 Rp 30.000,00-
4 Pisau 2 buah @ Rp 10.000,00 Rp 20.000,00-
5 Baskom Kecil 2 buah @ Rp 15.000,00- Rp 30.000,00-
6 Baskom Besar 2 buah @ Rp 25.000,00- Rp 50.000,00-
7 Parut 3 buah @ Rp 5.000,00- Rp 15.000,00-
8 Blender 1 buah @ Rp 100.000,00- Rp 100.000,00-
9 Kompor gas 1 buah Rp 200.000,00- Rp 200.000,00-
10 Tabung gas 1 buah Rp 210.000,00- Rp 210.000,00-
Total Biaya Investasi Rp 745.000,00-

36
Tabel 4.5. Biaya Tetap Usaha Opak Tepung Tulang Kakap
No. Biaya Tetap Jumlah
1 Penyusutan Cetakan Opak 1/36 @ Rp 10.000,00- Rp 277,78-
2 Penyusutan Panci Pengukus 1/36 @ Rp 70.000,00- Rp 1.944,44-
3 Penyusutan Wadah Penjemur Opak 1/12 @ Rp 30.000,00- Rp 2.500,00-
4 Penyusutan Pisau 1/36 @ Rp 20.000,00- Rp 555,56-
5 Penyusutan Baskom Kecil 1/36 @ Rp 30.000,00- Rp 833,33-
6 Penyusutan Baskom Besar 1/36 @ Rp 50.000,00- Rp 1.388,89-
7 Penyusutan Parut 1/36 @ Rp 15.000,00- Rp 416,67-
8 Penyusutan Blender 1/36 @ Rp 100.000,00- Rp 2.777,78-
9 Penyusutan Kompor Gas 1/36 Rp 200.000,00- Rp 5.555,56-
Total Biaya Tetap Rp 16.000,01-

Tabel 4.6. Biaya Variabel Usaha Opak Tepung Tulang Kakap


No. Biaya Variabel Jumlah
1 Tepung tulang ikan kakap 0,5 kg/hari x Rp 5000/ kg x 25 hari Rp 62.500,00-
2 Singkong 10 kg x Rp 1500/kg x 25 hari Rp 375.000,00-
3 Bawang putih 1 kg/5 hari x 25 hari x Rp 4.000,00- Rp 20.000,00-
4 Ketumbar 1 kg/10 hari x 25 hari x Rp 20.000,00- Rp 50.000,00-
5 Garam 1 kg/5 hari x 25 hari x Rp 3.000,00- Rp 15.000,00-
6 Tabung gas 3 Kg/5hari x 25 hari x Rp 15.000,00- Rp 225.000,00-
7 Upah tenaga kerja 2 orang x Rp 20.000,00-/hari x 25 hari Rp 1.000.000,00-
8 TOTAL BIAYA VARIABEL Rp 1.747.500,00-

1 TOTAL BIAYA TETAP Rp 16.000,01-


2 TOTAL BIAYA VARIABEL Rp 1.747.500,00-
3 TOTAL BIAYA OPERASIONAL Rp 1.763.500,00-

1. Penerimaan per bulan


Penjualan Opak
10kg/hari x 25 hari x Rp 10.000,00-/kg = Rp 2.500.000,00-

37
2. Keuntungan per bulan
Keuntungan = Total penerimaan Total biaya operasional
= (Rp 2.500.000,00-) (Rp 1.763.500,00-)
= Rp 736.500,00-

3. Pay back periode


PBP = (Biaya investasi : Keuntungan) x 1 bulan
= ( Rp 745.000,00- : Rp 736.500,00-) x 1 bulan
= 1,012 x 30 hari
= 30,36 hari (31 hari)

4. Break Even Point


BEP = (Total biaya operasional : Keuntungan) x 1 bulan
= (Rp 1.763.500,00- : Rp 736.500,00-) x 1 bulan
= 2,39 x 1 bulan
= 2 bulan 12 hari

5. B/C Ratio = Benefit : Cost


= Rp 736.500,00- : Rp1.763.500,00- = 0,42

Hasil kelayakan usaha opak menunjukkan bahwa pendapatan yang diterima


apabila seorang produksen dapat melakukan produksi 10kg/hari opak mentah selama 25
hari akan menghasilkan pendapatan Rp 2.500.000,00-. Biaya operasional Rp
1.763.500,00- dengan keuntungan bersih mencapai Rp 736.500,00- per bulan. Hasil
perhitungan B/C ratio sebesar 0,42. Analisis finansial menunjukkan bahwa PBP yang
dihasilkan 31 hari dan BEP selama 2 bulan 12 hari. Jadi dalam satu bulan pengembalian
biaya investasi sudah dapat dilunasi.

38
V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Penambahan tepung tulang kakap 5%, 10%, 15%, dan 20% pada opak singkong
mampu meningkatkan kandungan kalsium antara 2,26%, 3,36%, 4,24% dan
4,79 %.
2. Penambahan tepung tulang kakap pada opak sebesar 5%, 10%, 15%, dan 20%
mempunyai nilai derajat pengembangan 156,86%, 145,47%, 124,9% dan
120,03 % serta kadar protein 5,973 %, 6,84%, 7,67% dan 8,26%.
3. Konsumen dapat menerima produk opak singkong dengan penambahan tepung
tulang kakap 5%, 10%, 15%, dan 20% ditinjau dari atribut warna, aroma, tekstur,
rasa dan kesukaan keseluruhan, akan tetapi panelis lebih menyukai opak dengan
penambahan 5% yang mempunyai kadar protein 5,97 % dan kadar kalsium
2,26%.
4. Usaha opak singkong berpotensi untuk dikembangkan. Produksi 10 kg opak/hari
selama 25 hari akan menghasilkan pendapatan Rp 2.500.000,00-, keuntungan
bersih Rp 736.500,00- per bulan, B/C ratio sebesar 0,42, PBP selama 31 hari
dan BEP selama 2 bulan 12 hari.

B. Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai daya simpan opak tepung tulang
kakap.
2. Penerapan metode pemisahan tepung tulang kakap dengan metode lain untuk
mendapatkan hasil tepung tulang kakap yang lebih baik.

39
DAFTAR RUJUKAN

Almatsier, S. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Allen G.R. dan F.H. Talbot. 1985. Indo-Pasific Fishes, Riview of the Snappers of the
Genus Lutjanus (Pisces:Lutjanidae) from the Indo-Pasific, with the Description
of a New Species. Bernice Pauhi Bishop Honolulu, Hawai, p : 88.

Asni, Y. 2004. Studi Pembuatan Biskuit dengan Penambahan Tepung Tulang Ikan Patin.
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Skripsi.

Basmal, J., R. H, Suprapto, dan Murtiningrum. 2000. Penelitian Ekstraksi Kalsium dari
Tulang Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis L.). Jurnal Penelitian Perikanan
Indonesia 6 : 45-53.

Biro Pusat Statistik. 2010. Luas Panen Produktivitas - Produksi Tanaman Ubi Kayu
Beberapa Provinsi. <http://www.bps.go.id>. Diakses tanggal 8 Desember 2010.

Direktorat Gizi Depkes RI. 1981. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Bhratara Karya
Aksara, Jakarta.

Frandson, R.D. 1992. Anatomi dan Fisiologis Ternak. Edisi ke-4. Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.

Elfauziah, R. 2003. Pemisahan Kalsium dari Tulang Kepala Ikan Patin (Pangasius sp.).
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Skripsi.

Lee, M.H., N.S, Hettiarachchy. R. Gnanasambandam, and R.W. McNew.


1995. ,Physicochemical Properties of Calcium-Fortified Rice. Cereal Chem.
72 :352-355. cit Wariyah, C. 2009. Fortifikasi Kalsium pada Beras, Kinetika
Penyerapan dan Bioavailabilitasnya. Fakultas Teknologi Pertanian. Disertasi.

Gomez, K.A. and A.A. Gomez. 1984. Statistical Procedures for Agricultural Reasearch.
John Willey and Sons, Canada.

Halver, J. E. 1989. Fish Nutrition. Academic Press Inc., New York.

Haryadi. 1994. Physical Characteristic and Acceptability of The Keropok Cracker from
Different Starebes. J. Indonesian Food and Nutrition Progress. 1 (1) :23-26.

Iwansyah, A.C., H. Ainia, dan S. Fitri. 2008. Pengaruh Penambahan Tulang Ikan
sebagai Sumber Kalsium Terhadap Mutu Kimia Kerupuk Ikan. Seminar
Nasional Sains dan Teknologi-II 2008. LIPI Subang.

Kaup, S.M., J.L. Greger, dan K, Lee. 1991. Nutritional Evaluation with Animal Model
of Cottage Cheese Fortified with Calcium and Guar Gum. J Food Sci 56 (3) :
692-695.

40
Kementrian Kelautan dan Perikanan. 2009. Kelautan dan Perikanan dalam Angka 2009.
<http://www.dkp.go.id>. Diakses tanggal 17 Agustus 2010.

Klettner, P.G., & P.P. Baumgartner. 1980. The Technology of Raw Dry Sausage
Manufacture. Food Technol. Aust. 32:25-31.

Langkosono. 1999. Jenis-Jenis Ikan Kakap (Lutjanidae) yang Tertangkap dengan


Pancing (Vertical Hand Line) pada Beberapa Stasiun di Perairan Tanimbar Utara,
Maluku Utara. Jurnal Fakultas Perikanan Unsrat, I (3) : 114-122.

Lewis, M.J., 1987. Physical Properties of Food and Food Processing System. Ellis
Horwood, Chichester, England.

Linder MC. 1992. Nutritional Biochemistry and Metabolisme (Biokimia Nutrisi dan
Metabolisme alih bahasa : Aminuddin Parakkasi). Ui Press, Jakarta.

Lovell, T. 1989. Nutrition and Feeding of Fish An AVI Book Published by Van
Nostrand Reinhold, New York.

Mauida, N. 2005. Pemanfaatan Tepung Tulang Ikan Madidihang sebagai Suplemen


dalam Pembuatan Biskuit. Jurusan Teknologi Hasil Perikanan. IPB Bogor.
Skripsi.

Mahan, L.K. dan S. Escott. 2004. Food, Nutrition dan Diet Therapy. Elsevier, USA.

Messwati, E.D. 2008. Menikmati Usia Senja Tanpa Osteoporosis. <www.gizi.net>.


Diakses tanggal 29 Mei 2010.

Moeljanto, R. 1979. Pemanfaatan Limbah Perikanan. Lembaga Penelitian Teknologi


Perikanan, Jakarta.

Muchtadi. T.R., Purwiyatno dan A. Basuki. 1988. Teknologi Pemasakan Ekstrusi. Pusat
Antar Universitas, Institut Pertanian Bogor.

Mulia, 2004. Kajian Potensi Limbah Tulang Ikan Patin (Pangasius sp.) sebagai
Alternatif Sumber Kalsium dalam Produk Mie Kering. Jurusan Teknologi Hasil
Perikanan. IPB Bogor. Skripsi.

Murtidjo, B.A. 1997. Budidaya Ikan Kakap dalam Tambak dan Keramba. Kanisius,
Yogyakarta.

Nabil, M. 2005. Pemanfaatan Tulang Ikan Tuna sebagai Sumber Kalsium dengan
Metode Hidrolisis Protein. Jurusan Teknologi Hasil Perikanan. IPB Bogor.
Skripsi.

Peranginangin, R, S.T. Soekarto dan I. Muljanah. 1995. Pengaruh Jenis dan Konsentrasi
Daging Ikan Terhadap Pengembangan Volumetrik, Kekerasan dan Rasa
Kerupuk Ikan. J. Penellitian Perikanan Ind. I (2) : 13-25.
41
Prawirokusumo, S. 1993. Ilmu Gizi Komparatif. BPFE Yogyakarta, Yogayakarta.

Prihatman, K. 2000. Ketela Pohon / Singkong (Manihot utilissima).


<http://www.ristek.go.id>. Diakses tangga 6 Agustus 2010.

Rubatzky, V. E., and M. Yamaguchi. 1995. Sayuran Dunia 1. Penerjemah : Catur


Herison. Penerbit ITB, Bandung.

Rukmana, R dan Y. Yuniarsih. 2001. Aneka Olahan Ubi Kayu. Penerbit Kanisius,
Yogyakarta.

Saanin, H. 1984. Taksonomi dan Kuntji Identifikasi Ikan II. Bina Cipta, Jakarta.

Salunkhe, D. K., S. S. Kadam. 1998. Handbook of Vegetable Science and Technology :


Production, Composition, Storage, and Processing Food Science and
Technology. Marcel Dekker Inc., New York.

Sastrohamidjojo, H. 2005. Kimia Organik, Stereokimia, Karbohidrat, Lemak dan


Protein. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

SNI 2713.3. 2009. Persyaratan Mutu dan Keamanan Pangan Kerupuk Ikan. Badan
Standarisasi Nasional, Jakarta.

Soekarto, S.T. 1997. Perbandingan Pengaruh Kadar Air Kerupuk Mentah pada
Penggorengan dengan Minyak dan dengan Oven Gelombang Mikro. Prosiding
Seminar Nasional Teknologi Pangan. Kantor Menteri Negara Urusan Pangan RI.
Jakarta, 458-470.

Subasingse, S. 1996. Innovative and Value Added Tuna Products and Market. Indofish
International I: 96-100.

Sudarmadji, S. Haryono, dan B. Suhardi. 1997. Prosedur Analisis Bahan Makanan dan
Pertanian. Liberty, Yogyakarta.

Suryanti, H. Susilo, dan P. Rosmawaaty. 2006. Ekstraksi Gelatin dari Tulang Ikan
Kakap Merah (Lutjanus sp.) secara Asam. Jurnal Pascapanen dan Bioteknologi
Kelautan dan Perikanan. Vol.1 No.1. Juni.

Tababaka, R. 2004. Pemanfaatan Tepung Tulang Ikan Patin (Pangasius sp.) sebagai
Bahan Tambahan Kerupuk. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor.
Skripsi.

Trilaksani, W., E. Salamah. dan M. Nabil. 2006. Pemanfaatan Limbah Tulang Ikan
Tuna (Thunnus sp.) sebagai Kalsium dengan Metode Hidrolisis Protein. Buletin
Teknologi Hasil Perikanan Vol. IX No.2.

Trost, E.G. 2006. Protein Beverages A Healthy Alternative. <www.ameft.de>.


Diakses tanggal 11 maret 2011.
42
Wahyu, M.K. 2009. Pemanfaatan Pati Singkong sebagai Bahan Baku Edible Film.
Bandung.

Wahyuni, M., S. Lidia, Ratnawati dan Reinal. 2002. The Development of Crackers
Product by Using Patin Fish Bone Flour. Proceeding of The JSPS DGHE 209-
214.

Wariyah, C. 2009. Fortifikasi Kalsium pada Beras, Kinetika Penyerapan dan


Bioavailabilitasnya. Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Gadjah Mada.
Disertasi Doktor.

Widyakarya. 1988. Pangan dan Gizi. LIPI. Jakarta.

Winarno, F.G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia, Jakarta.

Wirianno, H. 1984. Mekanisme Teknologi Pembuatan Kerupuk. Balai Penelitian dan


Pengembangan Industri, Jakarta.

43
Lampiran 1. Metode Pengujian Kadar Air

Pengujian Kadar Air dengan Metode Thermogravimetri (AOAC, 1995)


1. Timbang sampel yang dihaluskan sebanyak 1-2 gram dalam cawan yang diketahui
beratnya.
2. Keringkan dalam oven pada suhu 105 C selama 6 jam.
3. Cawan didinginkan dalam eksikator dan ditimbang. Panaskan lagi dalam oven
selama 30 menit, dinginkan dalam eksikator.
4. Bila belum konstan, panaskan lagi dalam oven 30 menit, dinginkan dalam eksikator
dan ditimbang. Perlakuan diulang hingga diperoleh berat konstan (selisih
penimbangan berturut-turut kurang dari atau sama dengan 0,2 mg).
5. Pengurangan berat merupakan banyaknya air dalam bahan.

(c+s)' - (c+s)"
% KA = x 100%
(c+s)' c

Keterangan: KA : kadar air


(c+s) : berat cawan dan sampel awal
(c+s) : berat cawan dan sampel akhir

44
Lampiran 2. Metode Pengujian Kadar Protein

Analisis Protein dengan Penentuan N Total (Mikro-Kjeldahl)


1. Ditimbang 30-40 mg sampel, lalu dimasukkan dalam labu kjeldahl
2. Diambil 1 gram katalisator, 2,5 ml H2SO4 (95%-97%) dimasukkan dalam labu
kjeldahl yang berisi sampel.
3. Didestruksi (dipanaskan dgn suhu 410C) selama 40 menit atau sampai sampel
menjadi jernih, kemudian didinginkan.
4. Setelah dingin dimasukkan ke dalam labu destilat dan cuci labu kjeldahl beberapa
kali dengan aquadest kemudian ditambahkan 8 ml Natrium thiosulfat.
5. Kemudian dilakukan destilasi, destilat ditampung sebanyak 70-100 ml dalam
Erlenmeyer yang berisi 5 ml larutan H3B3O3 (asam borat) 4%, dan 3 tetes indikator
metil merah ditambah bromoktesol.
6. Larutan yang diperoleh dititrasi dengan 0,02 N HCl sampai berwarna merah
7. Perhitungan jumlah total N, yaitu :

% N total = ts x N HCl x 14,007 x 100%


mg sampel

% Protein = % N x 6,25

45
Lampiran 3. Metode Pengujian Kalsium

Metode Pengujian Kalsium (Sudarmadji, dkk., 1997)


1. Siapkan sampel 1-5 gram
2. Jadikan abu
3. Tambahkan 50 ml asam nitrat 1:3
4. Ambil 10 ml larutan dan tambahkan 3 tetes MR BCG
5. Tambahkan NH4OH 1 :4 hingga berwarna biru
6. Tambahkan 10 ml asam HNO3 1:3 hingga berwarna merah
7. Tambahkan 10 ml asam oksalat 2,5%
8. Panaskan hingga mendidih
9. Tambahkan 15 ml amonium oksalat jenuh
10. Pertahankan dalam keadaan mendidih selama 2 menit
11. Diamkan selama sehari semalam
12. Endapan disaring
13. Cuci dengan aquadest hingga habis oksalat dengan cara memindahkannya ke dalam
Erlenmeyer 250 ml
14. Tambahkan 10 ml H2SO4 (1:4) panaskan hingga mendidih
15. Setelah dingin, titrasilah dengan 0,1 N KMNO4 hingga berwarna merah jambu.
Diamkan selama 20 detik.

% Ca = volume titrasi x faktor konversi (0,002) x faktor pengenceran x 100%


gram sampel

46
Lampiran 4. Metode Pengujian Derajat Pengembangan

Metode Pengujian Derajat Pengembangan (Muchtadi dkk., 1987)


1. Diukur panjang diameter opak mentah
2. Hitung luas opak mentah (a)
3. Diukur panjang diameter opak matang
4. Hitung luas opak matang (b)
5. Hitung % derajat pengembangan = b x 100 %
a

47
Lampiran 5. Metode Pengujian Kekerasan

Pengujian tekstur dengan Llyold Universal Testing Machine


1. Opak diletakkan di atas tempat sampel yang berupa lempengan, tepat di bagian
tengah.
2. Setelah saklar instrument dihidupkan, program dijalankan dengan langkah-langkah
berikut :
auto return on
auto zero on
cycle on
count 1
upper cycle limit 500,0 mm
lower cycle limit 0,000 mm
mode compression
extensometer remote, range 25,00 mm
test speed 10,00 mm/min
inch speed 10,00 mm/min
width 10,00 mm
depth 10,00 mm
gauge 10,00 mm

3. Kemudian tekan ENTER


4. Puncak pada grafik (F max) merupakan tenaga yang digunakan untuk menekan
opak (nilai kekerasan dari opak)

Keterangan :
Upper cycle limit merupakan jarak kedalaman penekanan
Inch speed merupakan kecepatan pada waktu sebelum pengujian dimulai untuk
mempercepat atau memperlambat pada waktu penekanan sehingga permukaan pada
sensor penekanan dan permukaan sampel hanya bersinggungan sebelum ada beban
Test speed merupakan kecepatan pada saat pengujian
Width, depth (ketebalan) dan gauge length merupakan ukuran sampel

48
Lampiran 6. Kuisioner Uji Kesukaan

Uji Kesukaan

Nama Panelis : Tanda tangan :


Tanggal :
Sampel : Opak Singkong
Dihadapan saudara, disajikan 5 macam Opak Tepung Tulang Kakap. Saudara
diminta untuk memberikan penilaian aroma terhadap sampel tersebut berdasarkan
tingkat kesukaan saudara. Kisaran nilai yang diberikan adalah :
Nilai 1 : Sangat tidak suka
Nilai 2 : Tidak suka
Nilai 3 : Agak suka
Nilai 4 : Suka
Nilai 5 : Sangat suka
Nomor kode sampel
719 __________ 267 ___________
192 __________ 671 ___________
926 __________
Komentar :
........................................................................................................................................
........................................................................................

49
Lampiran 7. Proses Pembuatan Tepung Tulang Kakap

Tulang Kakap yang Telah Tulang Kakap yang Siap di Tulang di Autoklaf
dibersihkan Autoklaf 3 Jam

Tulang di Saring Blender Tulang di Oven 50C


(24 Jam)

Tepung Tulang Kakap

50
Lampiran 8. Proses Pembuatan Opak Tepung Tulang Kakap

Singkong di Kupas Kulitnya Singkong Parut Tulang Kakap

Alat Cetak Opak Pencampuran Bahan - Bahan Tepung Tulang Kakap

Hasil Opak yg Telah dikukus Pelepasan Plastik Opak yg Sdh Dikukus Dijemur
Permukaan Opak pada Bilik Bambu

Opak Kakap

51
Lampiran 9. Produk Opak Penambahan Tepung Tulang Kakap

Penambahan Konsentrasi 0% Penambahan Konsentrasi 5%

Penambahan Konsentrasi 10% Penambahan Konsentrasi 15%

Penambahan Konsentrasi 20%

52
Lampiran 10. Persyaratan Mutu & Keamanan Pangan Kerupuk Ikan

Jenis uji Satuan Persyaratan mutu


Sensori Angka (1-9) Minimal 7
Cemaran mikrobia
a. ALT Koloni/g Maksimal 5,0 x 104
b. Escheriacia coli APM/g Maksimal < 3
Kimia
a. Kadar air % fraksi massa Maksimal 12
b. Kadar abu tak larut dalam asam * % fraksi massa Maksimal 0,2
c. Protein % fraksi massa Minimal 5
CATATAN * bila diperlukan
Sumber : SNI 2713.3:2009

53
Lampiran 11. Universal Testing Machine

54

Вам также может понравиться