Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
INDIKATOR
Melalui pembelajaran ini mahasiswa diharapkan dapat:
1. Mendeskripsikan Pancasila sebagai jati diri bangsa;
2. Mengemukakan Pengertian Filsafat Pancasila;
3. Menganalisis sila-sila Pancasila sebagai suatu sistem Filsafat;
4. Mendeskripsikan aspek ontologi Filsafat Pancasila;
5. Mendeskripsikan aspek epistemologi Filsafat Pancasila;
6. Mendeskripsikan aspek aksiologi Filsafat Pancasila; serta
7. Menganalisis secara komprehensif Filsafat Pancasila dalam konteks
kewarganegaraan.
3. Kajian Ontologis
Secara ontologis kajian Pancasila sebagai filsafat dimaksudkan sebagai
upaya untuk mengetahui hakikat dasar dari sila-sila Pancasila. Menurut Notonagoro
hakikat dasar ontologis Pancasila adalah manusia. Mengapa?, karena manusia
merupakan subjek hukum pokok dari sila-sila Pancasila.
Hal ini dapat dijelaskan bahwa yang berketuhanan Yang Maha
berkemanusian yang adil dan beradab, berkesatuan Indonesia, berkerakyatan yang
dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta
berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia pada hakikatnya adalah manusia
(Kaelan, 2005).
Dengan demikian, secara ontologis hakikat dasar keberadaan dari sila
Pancasila adalah manusia. Untuk hal ini, Notonagoro lebih lanjut mengemukakan
bahwa manusia sebagai pendukung pokok sila-sila Pancasila secara ontol memiliki
hal-hal yang mutlak, yaitu terdiri atas susunan kodrat, raga dan jiwa, jasmani dan
rohani. Selain itu, sebagai makhluk individu dan sosial, serta kedudukan kodrat
manusia sebagai makhluk pribadi dan sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
Oleh karena itu, secara hierarkis sila pertama Ketuhanan \ Maha Esa mendasari dan
menjiwai keempat sila-sila Pancasila (Kaelan, 2005).
Selanjutnya, Pancasila sebagai dasar filsafat negara Rcpublik Indonesia
memiliki susunan lima sila yang merupakan suatu persatuan dan kesatuan, serta
mempunyai si fat dasar kesatuan yang mutlak, yaitu berupa sifat kodrat monodualis,
sebagai makhluk individu sckaligus juga sebagai makhluk sosial. Di samping itu,
kcduduknnnya sebagai makhluk pribadi yang berdiri :endiri, sekaligus sebagai
makhluk Tuhan. Konsekuensinya, segala aspek dalam penyelenggaraan negara
diliputi oleh nilai-nilai Pancasila yang merupakan suatu kesatuan yang utuh yang
memiliki sifat dasar yang mutlak berupa sifat kodrat manusia yang monodualis
tersebut.
Kemudian, seluruh nilai-nilai Pancasila tersebut menjadi dasar rangka dan
jiwa bagi bangsa Indonesia. Hal ini berarti bahwa dalam setiap aspek
penyelenggaraan negara harus dijabarkan dan bersumberkan pada nilai-nilai
Pancasila, seperti bentuk negara, sifat negara, tujuan negara, tugas/kewajiban
negara dan warga negara, sistem hukum negara, moral negara, serta segala aspek
penyelenggaraan negara lainnya.
4. Kajian Epistemologi
Kajian epistemologi filsafat Pancasila dimaksudkan sebagai upaya untuk
mencari hakikat Pancasila sebagai suatu sistem pengetahuan. Hal ini dimungkinkan
karena epistemologi merupakan bidang filsafat yang membahas hakikat ilmu
pengetahuan (ilmu tentang ilmu). Kajian epistemologi Pancasila tidak dapat
dipisahkan dengan dasar ontologisnya. Oleh karena itu, dasar epistemologis
Pancasila sangat berkaitan erat dengan konsep dasarnya tentang hakikat manusia.
Menurut Titus (1984:20) terdapat tiga persoalan yang mendasar dalam
epistemologi, yaitu:
a. Tentang sumber pengetahuan manusia.
b. Tentang teori kebenaran pengetahuan manusia; serta
c. Tentang watak pengetahuan manusia.
Epistemologi Pancasila sebagai suatu objek kajian pengetahuan pada
hakikatnya meliputi masalah sumber pengetahuan Pancasila dan susunan
pengetahuan Pancasila. Adapun tentang sumber pengetahuan Pancasila,
sebagaimana telah dipahami bersama, adalah nilai-nilai yang ada pada bangsa
Indonesia itu scndiri. Merujuk pada pemikiran filsafat Aristoteles, bahwa nilai-nilai
tersebut sebagai kausa material is Pancasila.
Selanjutnya, susunan Pancasila sebagai suatu sistem pengetahuan maka
Pancasila memiliki susunan yang bersifat formal logis, baik dalam arti susunan sila-
sila Pancasila maupun isi arti dari dari sila-sila Pancasila itu. Susunan kesatuan sila-
sila Pancasila adalah bersifat hierarkis dan berbentuk piramidal, yaitu:
a. Sila pertama Pancasila mendasari dan mcnjiwai keempat sila lainnya.
b. Sila kcdua didasari sila pertama serta mendasari dan menjiwai sila ketiga, keempat,
dan kclima;
c. Sila ketiga didasari dan dijiwai sila pertama dan kedua, serta mendasari dan
menjiwai sila keempat dan kelima.
d. Sila keempat didasari dan dijiwai sila pertama, kedua, dan ketiga serta mendasari
dan menjiwai sila kelima; serta
e. Sila kelima didasari dan dijiwai sila pertama, kedua, ketiga,dan keempat.
Demikianlah, susunan Pancasila memiliki sistem logis, baik yang menyangkut
kualitas maupun kuantitasnya. Dasar-dasar rasional logis Pancasila juga
menyangkut kualitas ataupun kuantitasnya. Selain itu, dasar-dasar rasional logis
Pancasila juga menyangkut isi arti sila-sila Pancasila tersebut. Sila Ketuhanan Yang
Maha Esa memberi landasan kebenaran pengetahuan manusia yang bersumber
pada intuisi. Kedudukan dan kodrat manusia pada hakikatnya adalah sebagai
makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Karena itu, sesuai dengan sila pertama Pancasila,
epistemologi Pancasila juga mengakui kebenaran wahyu yang bersifal mutlak. Hal
ini sebagai tingkat kebenaran yang tertinggi.
Selanjutnya, kebenaran dan pengetahuan manusia merupakan suatu sintesis
yang harmonis di antara potensi-potensi kejiwaan manusia, yaitu akal, rasa, dan
kehendak manusia untuk mendapatkan kebenaran yang tertinggi.
Selain itu, dalam sila ketiga, keempat, dan kelima, epistemologi Pancasik: mengakui
kebenaran konsensus terutama dalam kaitannya dengan hakikat sifai kodrat
manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial.
Sebagai suatu paham epistemologi, Pancasila memandang bahwa ilnu
pengetahuan pada hakikatnya tidak bebas nilai karena harus diletakkan padc
kcrangka moralitas kodrat manusia serta moralitas religius dalam upaya untuk
mendapatkan suatu tingkatan pengetahuan dalam hidup manusia. Itulah sebabny;
Pancasila secara epistemologis harus menjadi dasar moralitas bangsa dalarr
membangun perkembangan sains dan teknologi dewasa ini.
5. Kajian Aksiologi
Kajian aksiologi filsafat Pancasila pada hakikatnya membahas tentang nilai
praksis atau manfaat suatu pengctahuan tentang Pancasila. Karena sila-sila
Pancasila sebagai suatu sistcm filsafat memiliki satu kesatuan dasar aksiologis,
maka nilai-nilai yang tcrkandung dalamnya pada hakikatnya juga merupakan suatu
kesatuan. Selanjutnya, aksiologi Pancasila mengandung arti bahwa kita membahas
tentang filsafat nilai Pancasila. Istilah nilai dalam kajian filsafat dipakai untuk merujuk
pada ungkapan abstrak yang dapat juga diartikan sebagai "keberhargaan" (worth)
atau "kebaikan" (goodnes), dan kata kerja yang artinya scsuatu tindakan kcjiwaan
tertentu dalam menilai atau melakukan penilaian (Frankena: 229).
Di dalam Dictionary of Sociology an Related Sciences dikemukakan bahwa
nilai adalah suatu kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda untuk
memuaskan manusia. Sifat dari suatu benda yang menyebabkan menarik minat
seseorang atau kelompok. Dengan demikian, nilai itu pada hakikatnya adalah sifat
atau kualitas yang melekat pada suatu objek. Sesuatu itu mengandung nilai, artinya
ada sifat atau kualitas yang melekat padanya, misalnya bunga itu indah, perbuatan
itu baik. Indah dan baik adalah sifat atau kualitas yang melekat pada bunga dan
perbuatan. Jadi, nilai itu sebenarnya adalah suatu kenyataan yang tersembunyi di
balik kenyataan-kenyataan lainnya. Adanya nilai itu karena adanya kenyataan-
kenyataan lain sebagai pembawa nilai.
Terdapat berbagai macam teori tentang nilai dan hal ini sangat bergantung
pada titik tolak dan sudut pandang setiap teori dalam menentukan pengertian nilai.
Kalangan materialis memandang bahwa hakikat nilai yang tertinggi adalah nilai
material, sedangkan kalangan hedonis berpandangan bahwa nilai yang tertinggi
adalah nilai kenikmatan. Namun, dari berbagai macam pandangan tentang nilai
dapat dikelompokkan pada dua macam sudut pandang, yaitu bahwa sesuatu itu
bernilai karena berkaitan dengan subjek pemberi nilai, yaitu manusia. Hal ini bersifat
subjektif, tetapi juga terdapat pandangan bahwa pada hakikatnya nilai sesuatu itu
melekat pada dirinya sendiri. Hal ini merupakan pandangan dari paham
objektivisme.
Notonagoro memcrinci tentang nilai, ada yang bersifat material dan
nonmaterial. Dalam hubungan ini, manusia memiliki oricntasi nilai yang berbeda
bergantung pada pandangan hidup dan filsafat hidup masing-masing. Ada yang
mendasarkan pada orientasi nilai material, tetapi ada pula yang sebaliknya, yaitu
berorientasi pada nilai yang nonmaterial. Nilai material relatif lebih mudah diukur
menggunakan pancaindra ataupun alat pengukur. Akan tetapi, nilai yang bersifat
rohaniah sulit diukur, tetapi dapat juga dilakukan dengan hati nurani manusia
sebagai alat ukur yang dibantu oleh cipta, rasa, serta karsa dan keyakinan manusia
(Kaelan, 2005).
Menurut Notonagoro, nilai-nilai Pancasila itu termasuk nilai kerohanian tetapi
nilai-nilai kerohanian yang mengakui nilai material dan nilai vital. Deng demikian,
nilai-nilai Pancasila yang tergolong nilai kerohanian itu juga mengandung nilai-nilai
lain secara lengkap dan harmonis, seperti nilai material nilai vital, nilai kebenaran,
nilai keindahan atau estetis, nilai kebaikan atau ni moral, ataupun nilai
kesucian yang secara keseluruhan bersifat sistemik-hierarkis. Sehubungan dengan
ini, sila pertama, yaitu ketuhanan Yang Maha Esa menjadi basis dari semua sila-sila
Pancasila (Darmodihardjo: 1978).
Secara aksiologis, bangsa Indonesia merupakan pendukung nilai-ni Pancasila
(subcriber of values Pancasila), Bangsa Indonesia yang berketuhan; yang
berkemanusiaan, yang berpersatuan, yang berkerakyatan, dan yang berkeadilan
sosial. Sebagai pendukung nilai, bangsa Indonesialah yang menghargai, mengakui,
serta menerima Pancasila sebagai sesuatu yang bernilai Pengakuan, penghargaan,
dan penerimaan Pancasila sebagai sesuatu yang bernilai itu akan tampak
menggejala dalam sikap, tingkah laku, dan perbuatan bangsa Indonesia. Kalau
pengakuan, penerimaan, atau penghargaan itu telah menggejala dalam sikap,
tingkah laku, serta perbuatan manusia dan bangsa Indonesia, maka bangsa
Indonesia dalam hal ini sekaligus adalah pengembannya dalam sikap tingkah laku,
dan perbuatan manusia Indonesia.
6. Filsafat Pancasila dalam Konteks PKn
Pancasila sebagai dasar filsafat negara serta sebagai filsafat hidup bangsa
Indonesia pada hakikatnya merupakan suatu nilai-nilai yang bersifat sistematis
fundamental, dan menyeluruh. Untuk itu, sila-sila Pancasila merupakan suatu nilai-
nilai yang bersifat bulat dan utuh, hierarkis, dan sistematis. Dalam pengert ian inilah,
sila-sila Pancasila merupakan suatu sistem filsafat. Konsekuensinya kelima sila tidak
terpisah-pisah dan memiliki makna sendiri-sendiri, tetapi memiliki esensi serta
makna yang utuh.
Pancasila sebagai filsafat bangsa dan negara Republik Indonesia
mengandung makna bahwa setiap aspek kehidupan kebangsaan, kemasyarakatan,
dan kenegaraan harus berdasarkan pada nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan,
persatuan, kerakyatan, dan keadilan. Pemikiran filsafat kenegaraan bertolak dari
pandangan bahwa negara adalah merupakan suatu persekutuan hidup manusia
atau organisasi kemasyarakatan, yang merupakan masyarakat hukum (legal
society}.
Adapun negara yang didirikan oleh manusia itu berdasarkan pada kodrat
bahwa manusia sebagai warga negara, yaitu sebagai bagian persekutuan hidup
yang mendudukkan kodrat manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa
(hakikat sila pertama). Negara yang merupakan persekutuan hidup manusia sebagai
makhluk Tuhan Yang Maha Esa, pada hakikatnya bertujuan mewujudkan harkat dan
martabat manusia sebagai makhluk yang berbudaya atau makhluk yang beradab
(hakikat sila kedua). Untuk mewujudkan suatu negara sebagai suatu organisasi
hidup, manusia harus membentuk suatu ikatan sebagai suatu bangsa (hakikat sila
ketiga). Terwujudnya persatuan dan kesatuan akan melahirkan rakyat sebagai suatu
bangsa yang hidup dalam suatu wilayah negara tertentu.
Konsekuensinya, hidup kenegaraan itu haruslah didasarkan pada nilai bahwa
rakyat merupakan asal mula kekuasaan negara. Maka itu, negara harus bersifat
demokratis, hak serta kekuasaan rakyat harus dijamin, baik sebagai individu
maupun secara bersama (hakikat sila keempat). Untuk mewujudkan tujuan negara
sebagai tujuan bersama, dalam hidup kenegaraan harus diwujudkan jaminan
perlindungan bagi seluruh warga. Dengan demikian, untuk mewujudkan tujuan,
seluruh warga negara harus dijamin berdasarkan suatu prinsip keadilan yang timbul
dalam kehidupan bersama (hakikat sila kelima).
2. Jelaskan Hubungan antara Pacasila dengan Pembukaan UUD 1945 dan Pasal-
pasal dalam UUD 1945!
Jawab:
Pancasila adalah dasar negara, dimana Pancasila diposisikan sebagai dasar
filosofis, dan sumber dari segala sumber hukum. Pancasila sendiri memuat adanya
nilai-nilai luhur bangsa Indonesia yang terkadung dalam kelima sila yang ada di
Pancasila. Nilai-nilai tersebut mengandung pengertian bahwa Pancasila merupakan
tujuan dari bangsa Indonesia. Tujuan tersebut masih sangat luas dan masih dapat
dipecah jika kita pahami makna dari sila-sila dalam Pancasila tersebut.
Untuk memudahkan warga negara mamaknai tujuan yang disebutkan dalam
sila sila pancasila maka, dalam pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea ke-
4 menyebutkan secara jelas tujuan bangsa Indonesia dengan terperinci. Dalam
alinea ke-4 disebutkan bahwa tujuan bangsa Indonesia antara lain melindungi
segenap bangsa Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa, melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial. Maka jelas bahwa pembukaan tersebut
adalah rincian dari nilai luhur yang terkandung dalam pancasila, atau dapat
dikatakan bahwa pancasila menjadi dasar dalam menentukan tujuan bangsa
Indonesia yang tertuang dalam pembukaan.
Kemudian untuk mencapai tujuan yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945
yang berdasarkan pada pancasila diperlukan adanya aturan yang mengatur,
membatasi dan mengawasi pelaksana pemerintahan berdasarkan kerakyatan. Untuk
itu dalam UUD 1945 terdapat pasal yang mengatur pelaksanaan pemerintahan
negara. Agar dalam pelaksanaannya pemerintahan tidak jauh melenceng dari cita-
cita awal bangsa Indonesia yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945. Pasal-
pasal dalam UUD 1945 juga mengatur lembaga negara yang ditugaskan untuk
mencapai tujuan negara yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945 agar dapat
bekerja secara teratur dan tertata demi mencapai cita-cita bangsa.
Pasal-pasal dalam undang merupakan petunjuk pelaksanaan atas wewenang
pemerintah untuk mencapai tujuan negara yang tercantum dalam pembukaan UUD
1945. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pancasila, pembukaan UUD dan Pasal-
pasal yang ada di dalamnya memiliki hubungan yang erat. Dimana pancasila
merupakan dasar demi menentukan tujuan bangsa yang termuat dalam Pembukaan
UUD 1945, kemudian untuk mencapai tujuan tersebut dibuatlah aturan dan badan
yang bertugas untuk mencapai tujuan tersebut dalam pasal-pasal UUD 1945.
3. Analisis Dasar Entologis Pancasila menurut perpektif salah satu filosof dan
sintesis mandiri anda!
Jawab:
Sebelum mengetahui dasar antologis Pancasila ada baiknya kita mengetahui
dulu pemikiran Plato, karena Plato merupakan salah satu filsuf yang terkenal pada
masanya.
Plato menyumbangkan ajaran tentang "idea". Menurut Plato, hanya idea-lah
realitas sejati. Semua fenomena alam hanya bayang-bayang dari bentuknya (idea)
yang kekal. Dalam wawasan Plato, pada awal mula ada idea-kuda, nun disana di
dunia idea. Dunia idea mengatasi realitas yang tampak, bersifat matematis, dan
keberadaannya terlepas dari dunia inderawi. Dari idea-kuda itu muncul semua kuda
yang kasat-mata. Karena itu keberadaan bunga, pohon, burung, ... bisa berubah dan
berakhir, tetapi idea bunga, pohon, burung, ... kekal adanya. Itulah sebabnya yang
Satu dapat menjadi yang Banyak.
Plato ada pada pendapat, bahwa pengalaman hanya merupakan ingatan
(bersifat intuitif, bawaan, dalam diri) seseorang terhadap apa yang sebenarnya telah
diketahuinya dari dunia idea, -- konon sebelum manusia itu masuk dalam dunia
inderawi ini. Menurut Plato, tanpa melalui pengalaman (pengamatan), apabila
manusia sudah terlatih dalam hal intuisi, maka ia pasti sanggup menatap ke dunia
idea dan karenanya lalu memiliki sejumlah gagasan tentang semua hal, termasuk
tentang kebaikan, kebenaran, keadilan, dan sebagainya.
Plato mengembangkan pendekatan yang sifatnya rasional-deduktif
sebagaimana mudah dijumpai dalam matematika. Problem filsafati yang digarap
oleh Plato adalah keterlemparan jiwa manusia kedalam penjara dunia inderawi, yaitu
tubuh. Itu persoalan ada ("being") dan mengada (menjadi, "becoming").
Berdasarkan pemikiran Plato di atas dapat diambil kesimpulan bahwa ide
merupakan hal yang telah ada sejak manusia belum lahir. Jika kita melihat dasar
ontologis Pancasila bahwa Pancasila lahir karena adanya ide atau pemikiran
manusia. Dimana manusia dipandang sebagai dasar antropologis, bahwa manusia
menciptakan ide-ide untuk mengatur dirinya dan untuk mencapai tujuan hidup.
Begitu juga pancasila merupakan ide dari pendiri bangsa yang merupakan tujuan
dari bangsa/ negara (kausa materialis) demi kemakmuran rakyatnya.
Ide yang ada dalam kepala pendiri negara dibicarakan dalam sidang PPKI
(kausa efisien) untuk mencapai rumusan kesepakatan (kusa formalis) tentang dasar
negara (kausa final). Dengan demikian, adanya dasar negara (kausa finalis) tidak
terlepas dari awal munculnya ide dari tokoh nasional.
Menurut saya benar apa pemikiran Plato, bahwa ide merupakan awal bagi
perbuatan manusia. Begitu juga dalam pembuatan Pancasila yang menjadi dasar
negara. Pada awal kemerdekaan tentu belum terdapat dasar negara, sehingga para
tokoh nasional berpikir keras untuk mendapatkan kesepakatan tentang dasar negara
tersebut. Ide-ide yang muncul tentu tidak semuanya dapat diterima, namun dicari
mana yang terbaik diantara ide tersebut.
Dari ide-ide tersebut maka lahirlah dasar negara yang dinamakan pancasila,
dengan asumsi bahwa manusia sebagai makluk Tuhan dalam menjalankan
hubungan dengan orang lain sebagai makluk sosial memerlukan adanya aturan
yang membatasi hubungan tersebut. Sehingga manusia dalam menjalankan
fungsinya dalam bersosialisasi dengan sesama makluk Tuhan tidak saling
melanggar aturan dan tidak saling merugikan.
Pengertian Filsafat Pancasila menurut Ruslan Abdulgani, Pancasila adalah filsafat negara
yang lahir sebagai ideologi kolektif (cita-cita bersama) seluruh bangsa Indonesia. Mengapa
pancasila dikatakan sebagai filsafat, hal itu karena pancasila merupakan hasil perenungan
jiwa yang mendalam yang dilakukan oleh para pendahulu kita, yang kemudian dituangkan
dalam suatu sistem yang tepat.
Secara ontologi, kajian pancasila sebagai filsafat dimaksudkan sebagai upaya untuk
mengetahui hakikat dasar sila-sila pancasila. Menurut Notonagoro, hakikat dasar antologi
pancasila adalah manusia, karena manusia ini yang merupakan subjek hukum pokok sila-sila
pancasila.
Pancasila sebagai dasar filsafat negara Republik Indonesia memiliki susunan lima sila yang
merupakan suatu persatuan dan kesatuan serta mempunyai sifat dasar kesatuan yang mutlak,
yang berupa sifat kodrat monodualis yaitu sebagai makhluk individu sekaligus juga sebagai
makhluk sosial, serta kedudukannya sebagai makhluk pribadi yang berdiri sendiri dan
sekaligus juga sebagai makhluk Tuhan. Konsekuensi pancasila dijadikan dasar negara
Indonesia adalah segala aspek dalam penyelenggaraan negara diliputi oleh nilai-nilai
pancasila yang merupakan kodrat manusia yang monodualis tersebut.
Kajian epistemologi filsafat pancasila dimaksudkan sebagai upaya untuk mencari hakikat
pancasila sebagai suatu sistem pengetahuan. Hal ini dimungkinkan adanya karena
epistemologi merupakan bidang filsafat yang membahas hakikat ilmu pengetahuan (ilmu
tentang ilmu). Kajian epistemologi pancasila ini tidak bisa dipisahkan dengan dasar
antologinya. Oleh karena itu, dasar epistemologis pancasila sangat berkaitan dengan konsep
dasarnya tentang hakikat manusia.
Kajian Aksiologi filsafat pancasila pada hakikatnya membahas tentang nilai praksis atau
manfaat suatu pengetahuan mengenai pancasila. Hal ini disebabkan karena sila-sila pancasila
sebagai suatu sistem filsafat memiliki satu kesatuan dasar aksiologi, nilai-nilai dasar yang
terkandung di dalam pancasila pada hakikatnya merupakan suatu kesatuan yang utuh.
Aksiologi pancasila ini mengandung arti bahwa kita membahas tentang filsafat nilai
pancasila.
Secara aksiologi, bangsa Indonesia merupakan pendukung nilai-nilai pancasila. Sebagai
pendukung nilai, bangsa Indonesia itulah yang mengakui, menghargai, menerima pancasila
sebagai sesuatu yang bernilai. Pengakuan, penerimaan dan penghargaan pancasila sebagai
sesuatu yang bernilai itu akan tampak menggejala dalam dalam sikap, tingkah laku dan
perbuatan bangsa Indonesia.
Pancasila sebagai filsafat bangsa dan negara Republik Indonesia mengandung makna bahwa
setiap aspek kehidupan kebangsaan, kenegaraan dan kemasyarakatan harus didasarkan pada
nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, pesatuan, kerakyatan dan yang terakhir keadilan.
Pemikiran filsafat kenegaraan ini bertolak dari pandangan bahwa negara merupakan suatu
persekutuan hidup manusia atau organisasi kemasyarakatan, di mana merupakan masyarakat
hukum.
| Karakteristik Pancasila |
Sebagai filsafat, Pancasila memiliki karakteristik sistem filsafat tersendiri yang berbeda
dengan filsafat lainnya, yaitu :
(1) Karakteristik filsafat pancasila yang pertama yaitu sila-sila dalam pancasila merupakan
satu kesatuan sistem yang bulat dan utuh (sebagai suatu totalitas). Dalam hal ini, apabila tidak
bulat dan utuh atau satu sila dengan sila lainnya terpisah-pisah, maka itu bukan merupakan
pancasila.
(2) Karakteristik filsafat pancasila yang kedua ialah dalam susunan pancasila dengan suatu
sistem yang bulat dan utuh sebagai berikut.
Sila 1 mendasari, meliputi dan menjiwai sila 2, 3, 4 dan 5.
Sila 2 didasari, diliputi, dijiwai sila 1 dan mendasari serta menjiwai sila 3, 4 dan 5.
Sila 3 didasari, diliputi, dijiwai sila 1, 2, dan mendasari serta menjiwai sila 4 dan 5.
Sila 4 didasari, diliputi, dijiwai sila 1, 2, 3, serta mendasari dan menjiwai sila 5.
Sila 5 didasari, diliputi, dijiwai sila 1, 2, 3 dan 4.
(3) Karakteristik filsafat pancasila yang berikutnya, pancasila sebagai suatu substansi artinya
unsur asli atau permanen atau primer pancasila sebagai suatu yang mandiri, dimana unsur-
unsurnya berasal dari dirinya sendiri.
(4) Karakteriktik filsafat pancasila yang terakhir yaitu pancasila sebagai suatu realita artinya
ada dalam diri manusia Indonesia dan masyarakatnya sebagai suatu kenyataan hidup bangsa,
yang tumbuh, hidup dan berkembang di dalam kehidupan sehari-hari.
Jika ditinjau dari kausa Aristoteles, Prinsip-prinsip pancasila dapat dijelaskan sebagai
berikut.
(1) Kausa Material yaitu sebab yang berhubungan dengan materi atau bahan. Dalam hal ini
Pancasila digali dari nilai-nilai sosial budaya yang ada dalam bangsa Indonesia sendiri.
(2) Kausa Formalis ialah sebab yang berhubungan dengan bentuknya. Pancasila di dalam
pembukaan UUD 1945 memenuhi syarat formal (kebenaran formal).
(3) Kausa Efisiensi yaitu kegiatan BPUPKI dan PPKI dalam menyusun dan merumuskan
pancasila sebagai dasar negara Indonesia merdeka.
(4) Kausa Finalis Ialah berhubungan dengan tujuannya, dimana tujuan yang diusulkannya
pancasila menjadi dasar negara Indonesia merdeka.
Inti atau esensi sila-sila Pancasila meliputi :
(1) Tuhan yang berarti bahwa sebagai kausa prima.
(2) Manusia berarti bahwa makhluk individu dan makhluk sosial.
(3) Satu berarti bahwa kesatuan memiliki kepribadian sendiri.
(4) Rakyat yang berarti bahwa unsur mutlak negara, harus bekerja sama dan gotong royong.
(5) Adil yang berarti bahwa memberikan keadilan kepada diri sendiri dan orang lain yang
menjadi haknya.
Sekian pembahasan pengertian filsafat pancasila, karakteristik filsafat pancasila dan prinsip-
prinsip filsafat pancasila, semoga tulisan saya mengenai pengertian filsafat pancasila,
karakteristik filsafat pancasila dan prinsip-prinsip filsafat pancasila dapat bermanfaat.
A. Pengertian Filsafat
Filsafat adalah satu bidang ilmu yang senantiasa ada dan menyertai kehidupan
manusia. Secara etimologis istilah filsafat berasal dari bahasa Yunani philein yang
artinya cinta dan sophos yang artinya hikmah atau kebijaksanaan atau wisdom
(Nasotion, 1973). Jadi secara harfiah istilah filsafat adalah mengandung makna cinta
kebijaksanaan.
Ada dua pengertian filsafat, yaitu :
1. Filsafat dalam arti proses dan filsafat dalam arti produk.
2. Filsafat sebagai ilmu atau metode dan filsafat sebagai pandangan hidup
Pancasila dapat digolongkan sebagai filsafat dalam arti produk, sebagai pandangan
hidup, dan dalam arti praktis. Ini berarti Filsafat Pancasila mempunyai fungsi dan peranan
sebagai pedoman dan pegangan dalam sikap, tingkah laku dan perbuatan dalam kehidupan
sehari-hari, dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara bagi bangsa Indonesia.
Pancasila yang terdiri atas lima sila pada hakikatnya merupakan sistem filsafat.
Sistem adalah suatu kesatuan bagian-bagian yang saling berhubungan, saling bekerjasama
untuk satu tujuan tertentu dan secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang utuh, ciri-
ciri sistem yaitu sebagai berikut :
1. Suatu kestuan bagian-bagian
2. Bagian-bagian tersebut mempunyai fungsi sendiri-sendiri
3. Saling berhubungan, saling ketergantungan
4. Kesemuanya dimaksudkan untuk mencapai suatu tujuan bersama (tujuan system)
5. Terjadi dalam suatu lingkungan yang kompleks (Shore dan Voich, 1974:22)
Sila-sila pancasila yang merupakan sistem filsafat pada hakikatnya merupakan suatu
kesatuan organis. Antara sila-sila pancasila itu saling berkaitan, saling berhubungan bahkan
saling mengkualifikasi. Sila yang satu senantiasa dikualifikasi oleh sila-sila lainnya. Pancasila
pada hakikatnya merupakan sutu system, dalam pengertian bahwa bagian-bagian, sila-silanya
saling berhubungan secara erat sehingga membentuk suatu struktur yang menyeluruh.
Pancasila sebagai suatu system juga dapat dipahami dari pemikiran dasar yang terkandung
dalam Pancasila, yaitu pemikiran tentang manusia dalam hubungannya dengan Tuhan Yang
Maha Esa, dengan dirinya sendiri, dengan sesam manusia, dengan masyarakat bangsa yang
nilai-nilainya telah dimiiki oleh bangsa Indonesia. Dengan demikian pancasila merupakan
suatu system dalam pengertian kefilsafatan sebagaimana system filsafat lainnya antara lain
materlialisme, idealism, rasionalisme liberalism, sosialisme dan sebagainya. Pancasila
sebagai suatu system filsafat bersifat khas dan berbeda dengan system-sistem filsafat lainnya
misalnya lieralisme, materialisme, komunisme dan aliran filsafat yang lainnya.
E. Pancasila Sebagai Dasar Fundamental bagi Bangsa dan Negara Republik Indonesia
1. Dasar Filosofis
Pancasila sebagai dasar filsafat negara dan sebagai filsafat hidup bangsa Indonesia
pada hakikatnya merupakan nilai-nilai yang bersifat sistematis. Pancasila sebagai filsafat
bangsa dan negara Republik Indonesia, mengandung makna bahwa dalam setiap aspek
kehidupan kebangsaan, kemasyarakatan serta kenegaraan harus berdasarkan nilai-nilai
Ketuhanan, Kemaanusiaan, Persatuan, Kerakyatan dan Keadilan. Adapun negara yang
didirikan oleh manusia itu berdasarkan pada kodrat bahwa manusia sebagai warga dari negara
sebagai persekutuan hidup adalah kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk Tuhan Yang
Maha Esa ( hakikat sila pertama ). Negara yang merupakan persekutuan hidup manusia
sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, pada hakikatnya bertujuan untuk mewujudkan
harkat dan martabat manusia sebagai makhluk yang berbudaya atau makhluk yang beradab
(hakikat sila kedua). Untuk terwujudnya suatu negara sebagai organisasi hidup manusia maka
harus membentuk persatuan ikatan hidup bersama sebagai suatu bangsa (hakikat sila ketiga).
Terwujudnya kesatuan dalam suatu negara akan melahirkan rakyat sebagai suatu bangsa yang
hidup dalam suatu wilayah negara tertentu. Sehingga dalam hidup kenegaraan itu haruslah
mendasarkan pada nilai bahwa rakyat merupakan asal mula kekuasaan negara. Maka harus
suatu keharusan bahwa negara harus bersifat demokratis hak serta kekuasaan rakyat harus
dijamin baik sebagai individu maupun secara bersama (hakikat sila keempat). Untuk
mewujudkan tujuan negara sebagai tujuan bersama dari seluruh warga negaranya maka dalam
hidup kenegaraan harus mewujudkan jaminan perlindungan bagi seluruh warganya, sehingga
untuk mewujudkan tujuan seluruh warganya harus dijamin berdasarkan suatu prinsip keadilan
yang timbul dalam kehidupan bersama (kehidupan sosial) hakikat sila kelima. Nilai-nilai
inilah yang merupakan suatu nilai dasar bagi kehidupan kenegaraan, kebangsaan dan
kemasyarakatan.
Selain itu secara kausalitas bahwa nilai-nilai pancasila adalah bersifat objektif dan
juga subjektif. Artinya esensi nilai-nilai Pancasila adalah bersifat universal yaitu Ketuhanan,
Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan dan Kedilan. Sehingga dimungkinkan dapat diterapkan
pada negara lain walaupun barangkali namanya bukan Pancasila. Artinya jikalau suatu negara
menggunakan prinsip filosofi bahwa negara berketuhanan, berkemanusiaan, berpersatuan,
berkerakyatan dan berkeadilan, maka negara tersebut pada hakikatnya menggunakan dasar
filsafat dari nilai sila-sila Pancasila.
Nilai-nilai Pancasila bersifat objektif dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Rumusan dari sila-sila Pancasila itu sendiri sebenarnya hakikat maknanya yang terdalam
menunjukkan adanya sifat-sifat yang umum universal dan abstrak, karena merupakan suatu
nilai.
2. Inti nilai-nilai Pancasila akan tetap ada sepanjang masa dalam kehidupan bangsa indonesia
dan juga pada bangsa lain baik dalam adat kebiasaan, kebudayaan, kenegaraan, maupun
dalam kehidupan keagamaan.
3. Pancasila yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945, menurut ilmu hukum memenuhi
syarat sebagai pokok faidah yang fundamental negara sehingga merupakan suatu sumber
hukum positif di Indonesia. Oleh karena itu, dalam hierarkhi suatu tertib hukum Indonesia
berkedudukan sebagai tertib hukum yang tertinggi.
Sebaliknya nilai-nilai subjektif Pancasila dapat diartikan bahwa keberadaan nilai-nilai
Pancasila itu bergantung atau terlekat pada bangsa Indonesia itu sendiri. Pengertian itu dapat
diartikan sebagai berikut :
1. Nila-nilai Pancasila timbul dari bangsa Indonesia sehingga bangsa Indonesia sebagai kausa
materialis. Nilai-nilai tersebut sebagai hasil pemikiran, penilaian kritis, serta hasil refleksi
filosofis bangsa Indonesia.
2. Nilai-nilai Pancasila merupakan filsafat (pandangan hidup) bangsa Indonesia sehingga
merupakan jati diri bangsa, yang diyakini sebagai sumber nilai atas kebenaran,kebaikan,
keadilan dan kebijaksanaan dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
3. Nilai-nilai Pancasila didalamnya terkandung ketujuh nilai-nilai kerokhanian yaitu nilai
kebenaran, keadilan, kebaikan, kebijaksanaan, etis, estetis, dan nilai religius, yang
menifestasinya sesuai dengan budi nurani bangsa Indonesia karena bersumber pada
kepribadian bangsa (lihat darmodihardjo, 1996).
Dengan perkataan lain bahwa nilai-nilai Pancasila merupakan das Sollen atau cita-cita
tentang kebaikan yang harus diwujudkan menjadi suatu kenyataan atau das Sein.
2. Nilai-nilai sebagai Dasar Filsafat Negara
Nilai-nilai pancasila sebagai dasar filsafat negara Indonesia pada hakikatnya
merupakan suatu sumber dari hukum dasar dalam negara Indonesia. Sebagai suatu sumber
hukum dasar, secara objektif merupakan suatu pandangan hidup, kesadaran, cita-cita hukum,
serta cita-cita moral yang luhur yang meliputi suasana kejiwaan, serta watak bangsa
Indonesia, yang pada tanggal 18 agustus 1945 yang telah dipadatkan dan diabstraksikan oleh
para pendiri negara menjadi lima sila dan ditetapkan secara yuridis formal menjadi dasar
filsafat negara Republik Indonesia. Hal ini sebagaimana telah ditetapkan dalam ketetapan No.
XX/ MPRS/1996.
Adapun Pembukaan UUD 1945 yang didalamnya memuat nilai-nilai Pancasila
mengandung empat pokok fikiran yang bilamana dianalismakna yang terkandung didalamnya
yang tidak lain adalah merupakan derivasi atau penjabaran dari Pancasila.
Pokok fikiran yang pertama menyatakan bahwa negara Indonesia adalah negara persatuan,
yaitu negara yang melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia,
mengatasi segala paham golongan maupun perseorangan. Hal ini merupakan penjabaran sila
ketiga.
Pokok fikiran kedua menyatakan bahwa negara hendak mewujudkan suatu keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia. Dalam hal ini negara berkewajiban mewujudkan kesejahteraan
umum bagi seluruh warga negara. Mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia berdasarkan perdamaian abadi dan keadilan sosial. Pokok fikiran ini sebagai
penjabaran sila kelima.
Pokok fikiran ketiga menyatakan bahwa negara berkedaulatan rakyat. Berdasarkan atas
kerakyatan dan permusyawaratan / perwakilan. Hal ini menunjukkan bahwa negara indonesia
adalah negara demokrasi yaitu kedaulatan ditangan rakyat. Hal ini sebagai penjabaran sila
keempat.
Pokok fikiran keempat menyatakan bahwa, negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha
Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab. Hal ini mengandung arti bahwa
negara Indonesia menjunjung tinggi keberadaan semua agama dalam pergaulan hidup negara.
Hal ini merupakan penjabaran sila pertama dan kedua.
Selain itu bahwa nilai-nnilai Pancasila juga merupakan suatu landasan moral etik
dalam kehidupan kenegaraan. Hal ini ditegaskan dalam pokok fikiran keempat yang
menyatakan bahwa negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa berdasar atas
kemanusiaan yang adil dan beradab. Konsekuensinya dalam segala aspek kehidupan negara,
antara lain pemerintah negara, pembangunan negara, pertahanan dan keamanan negara,
politik negara srta pelaksanaan demokrasi harus senantiasa berdasarkan pada moral
Ketuhanan dan Kemanusiaan. Selain itu dasar Fundamental moral dalam kehidupan
kenegaraan tersebut juga meliputi moralitas para penyelenggara negara dan seluuh warga
negara.
F. Pancasila Sebagai Idiologi Bangsa dan Negara Indonesia
Istilah idiologi berasal dari kata idea yang berarti gagasan, konsep, pengertian
dasar, cita-cita dan logos yang bererti ilmu. Kata idea berasal dari kata Yunani eidos
yang artinya bentuk. Disamping itu ada kata ideinyang artinya melihat. Maka secara
harfiah, ideologi berarti ilmu pengertian-pengertian dasar. Dalam pengertian sehari-hari,
idea disamakan artinya dengan cita-cita. Cita-cita yang dimaksud adalah cita-cita yang
bersifat tetap yang harus dicapai, sehingga cita-cita yang bersifat tetap itu sekaligus
merupakan dasar, pandangan atau faham. Sebagai suatu ideologi bangsa dan negara
Indonesia Pancasila diangkat dari nilai-nilai adat-istiadat, nilai-nilai kebudayaan serta nilai
religius yang terdapat dalam pandangan hidup masyarakat Indonesia sebelum membentuk
negara. Unsur-unsur Pancasila tersebut kemudian diangkat dan dirumuskan oleh para pendiri
negara, sehingga Pancasila berkedudukan sebagai dasar negara dan ideologi bangsa dan
negara Indonesia.
G. Makna Nilai-Nilai Setiap Sila Pancasila
Pancasila senantiasa dalam hubungannya sebagai sistem filsafat. Adapun nilai-nilai
yang terkandung dalam setiap sila adalah sebagai berikut.
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
Sila Ketuhanan Yang Maha Esa ini nilai-nilainya meliputi dan menjiwai keempat sila
lainnya. Dalam Sila Ketuhanan Yang Maha Esa terkandung nilai bahwa negara yangdidirikan
adalah sebagai pengejawantahan tujuan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
Demikian kiranya nilai-nilai etis yang terkandung dalam sila Ketuhanan Yang Maha Esa
yang dengan sendirinya sila pertama tersebut mendasari dan menjiwai keempat sila lainnya.
3. Persatuan Indonesia
Nilai yang terkandung dalam sila Persatuan Indonesia tidak dapat dipisahkan dengan
keempat sila lainnya karena seluruh sila merupakan suatu kesatuan yang bersifat sistematis.
Dalam sila Persatuan Indonesia terkandung nilai baheewa negara adalah sebagai penjelmaan
sift kodrat manusia monodualis yaitu sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Negara
adalah merupakan suatu persekutuan hidup bersama- diantara elemen-elemen yang
membentuk negara yang berupa, suku, ras, kelompok, golongan maupun kelompok agama.
Konsekuensinya negara adalah beraneka ragam tetapi satu, mengikatkan diri dalam suatu
persatuan yang diluiskan dalam suatu seloka Bhinneka Tunggal Ika.
Negara mengatasi segala paham golongan, etnis, suku, ras, individu maupun golongan
agama. Meengatasi dalam arti memberikan wahana atas tercapainya harkat dan martabat
seluruh warganya. Nilai persatuan Indonesia didasari dan dijiwai oleh sila Ketuhanan Yang
Maha Esa dan Kemanusiaan Yang Adil dan Berab. Hal ini terkandung bahwa nilai
nasionalisme Indonesia Indonesia adalah nasionalisme religius. Yaitu nasionalisme yang
bermoral Ketuhanan Yang Maha Esa, nasionalisme yang humanistik yang menjunjung tinggi
harkat dan martabat manusia sebagai makhluk Tuhan.