Вы находитесь на странице: 1из 43

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kesehatan manusia semakin hari semakin dihadapkan dengan berbagai permasalahan
yang kompleks. Berbagai macam penyakit yang diderita semakin beragam. Beberapa
penyakit yang ditimbulkan oleh parasit berupa cacing, kutu, caplak, tungau lalat dan nyamuk
yang tentunya sangat beraneka ragam dan merugikan manusia.
Hampir di setiap ruang dalam dunia ini dihidupi oleh mikroorganisme jenis ini.
Mereka dapat masuk ke dalam tubuh manusia dengan berbagai macam cara, melalui
makanan, kebersihan lingkunganyang tidak terjaga, udara, dan banyak lagi cara yang
tentunya sangat berhubungan dengan perilaku manusia itu sendiri.
Berdasarkan alasan tersebutlah penulis ingin membahas mengenai beberapa parasit
yang menyerang sistem saraf di dalam makalah ini, supaya kita lebih paham dan mengenal
berbagai macam parasit dan akhirnya kita bisa menghindari dan mencegah parasit
berkembangbiak di lingkungan sekitar kita.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pembahasan tersebut, maka rumusan masalahnya adalah :
1. Apa pengertian parasitologi ?
2. Sebutkan penggolongan parasit ?
3. Sebutkan penggolongan hospes / host ?

C. Tujuan Pembahasan
Berdasarkan permasalah di atas, maka tujuan pembahasan adalah :
1. Mahasiswa dapat mengetahui pengertian parasitologi.
2. Mahasiswa dapat menyebutkan penggolongan parasit.
3. Mahasiswa dapat menyebutkan penggolongan hospes/host.
4. Mahasiswa dapat menyebutkan dan menjelaskan hewan-hewan yang termasuk parasit
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Trichinella Spiralis
Trichinella Spiralis adalah suatu cacing giling kecil yang biasanya hidup pada hewan
seperti babi dan tikus. Pada manusia cacing ini menyebabkan penyakit yang di
sebut trikinosis. Cacing ini di temukan di seluruh penjuru dunia, terutama negara yang
penduduknya pemakan babi setengah matang. Di Indonesia adanya penyakit ini belum pernah
di laporkan. Bentuk dewasanya halus seperti rambut, yang betina panjangnya 3-4 mm,
sedangkan yang jantan kira-kira 1,5 mm. Ujung depannya halus, sedangkan ujung belakang
cacing betina membundar,sedangkan pada cacing jantan ekornya melengkung ke bagian perut
dan mempunyai dua tonjolan. Pada bagian kerongkongnya terdapat sel-sel berbentuk seperti
rantai tasbih dan di sebut tikosit, cacing betina bersifat vivipar, sehingga dalam rahimnya
terdapat larva(Koesirianto ,2009).
Klasifikasi dari trichinella spiralis
Kelas:Nematoda
Sub Kelas : Aphasmida
Superfamilia :Trichuroidea
Famili : Trichinellidae
Genus :Trichinella
Spesies: Trichinella spiralis
2.1.2 Hospes dan Nama Penyakit Trichinella Spiralis
Selain manusia berbagai binatang seperti babi, tikus, beruang, kucing, anjing,babi
hutan dan lain-lain dapat merupakan hospes.penyakityang disebabkan parasit ini disebut
trikinosis,trikinelosis,trikiniasis.
2.1.3 Distribusi Geografik Trichinella Spiralis
Cacing ini kosmopolit,tetapi dinegeri beragama islam parasit ini jarang ditemukan
pada manusia.dieropa dan amerika serikat parasit ini banyak ditemukan karena penduduknya
mempunyai kebiasaan makan daging babi yang kurang matang (sosis).
2.1.4 Morfologi Trichinella Spiralis
1. Cacing jantan panjangnya 1,4 1,6 mm dan betina 3-4 mm,
2. ukuran telur 30 x 40 mikron, telur akan menetas dalam uterus cacing betina
(viviparosa). Larva seekor cacing betina dapat menghasilkan 1.350-2.000 larva
ditemukan dalam kista mikroskopis pada urat daging bergaris melintang.
3. Yang jantan mempunyai anus yang ditonjolkan dan sembulan berbentuk kerucut
disetiap sisi. Tidak mempunyai spikulum dan selubung.Vulva terletak pertengahan
esofagus.
2.1.5 Daur HidupTrichinella Spiralis
Manusia terinfeksi karena memakan daging mentah atau setengah matang dari
hewan yang terinfeksi, terutama babi, babi hutan, dan beruang. Larva lalu masuk
keusus halus, menembus mukosa, dan menjadi dewasadalam 6-8 hari. Cacing betina
dewasa melepaskan 1500 larva yang bisa bertahan hidup sampai 6 minggudari
mukosa usus halus, larva tersebut menyebar melalui pembuluh limfe dan darah
menuju ke otot seran lintang dan tumbuh di sana sebagai kista.Larva yang barulahir
bermigrasi melalui aliran darah dan jaringantubuh, tetapi akhirnya hanya bertahan di
selotot rangka lurik.Larva mengkista (encyst) sepenuhnyadalam 1-2 bulan dan tetap
hidup hingga beberapa tahun sebagai parasit intraselular.Larva yang mati akhirnya
diserap kembali tubuh.

2.1.5 ResponImun
Patologi Klinis
Gejala trikinosis tergantung pada beratnya infeksi yang disebabkan oleh cacing dewasa dan
stadium larva.
pada saat cacing dewasa mengadakan invansi ke mukosa usus,timbul gejala usus
seperti sakit perut,diare,mual dan muntah.masa tunas 1-2 hari sesudah infeksi.
Larva tersebar diotot 7-28 hari sesudah infeksi.pada saat itu timbul nyeri
otot(mialgia)dan radang otot (miositis) yang disertai demam,easinofilia dan
hipereosinofilia.,biasanya penderita sembuh secara perlahan-lahan bersamaan dengan
dibentuknya kista dalam otot.
Pada infeksi berat(5000 ekor larva/kg berat badan) penderita mungkin meninggal
dalam waktu 2-3 minggu,tetapi biasanya kematian terjadi dalam waktu 4-8 minggu
sebagai akibat kelainan paru,otak atau kelainan jantung.
2.1.6 Diagnosis Trichinella Spiralis
Diagnosa Untuk mendiagnosis terjadinya infeksi oleh Trichinella Spiralis, tidak cukup
hanya dengan melihat tanda dan gejala klinis yang terjadi pada pasien.Diagnosis pasti
penyakit karena trichinella spiralis adalah dengan melakukan pemeriksaan laboratorium
melalui tes kulit dengan memakai antigen yang terbuat dari larva Trichinella. Pemeriksaan
laboratorium tersebut dapat memberikan memberikan reaksi positif kira-kira pada minggu ke
3 atau minggu ke-4. Reaksi yang timbul jika penderita memang mengalami infeksi oleh
trichinella spiralis adalah berupa benjolan memutih pada kulit dengan diameter sebesar 5 mm
atau lebih yang dikelilingi daerah eritema.Pemeriksaan lainnya adalah berupa reaksi
imunologi seperti tes ikat komplemen, dan tes presipitin.Diagnosis pasti karena infeksi cacing
ini juga dapat ditegakkan dengan mencari larva yang ada di dalam darah dan cairan otak yang
dapat dilakukan pada hari ke 8-14 sesudah infeksi. Diagnosis pasti juga dapat ditegakkan
dengan melakukan biopsi otot, larva Trichinella dapat ditemukan pada minggu ke-3 atau ke-4
sesudah infeksi
2.2 Trypanosoma Cruzi
2.2.1 Klasifikasi Trypanosoma Cruzi
Kingdom :Protista
Subkingdom :Protozoa
Filum :Sarcomastigophora
Subfilum :Mastigophora
Kelas :Zoomastigophora
Ordo :Kinetplastida
Famili :Trypanosomatidae
Section :Stercoraria
Genus :Trypanosoma
Spesies : Trypanosoma cruzi
2.2.2 Morfologi Trypanosoma Cruzi

Morfologi Trypanosoma dalam darah tampak sebagai


flagelata yang pipih panjang (kira-kira 15-20 mikron),
berujung runcing di bagian posterior, mempunyai flagel kurang
dari sepertiga panjang tubuh, mempunyai sitoplasma dengan
granula inti di tengah yang berwarna tua, serta terdapat
kinetoplast.
Morfologi yang seperti ini dapat membuat
Trypanosoma bergerak aktif secara berombak dan memutar disebabkan oleh flagel
kontraktilnya. Manusia merupakan hospes Trypanosoma cruzi ini dan hospes reservoar
adalah binatang peliharaan (anjing dan kucing) atau binatang liar ( tupai, armadillo, kera dan
lain-lain). Triatoma atau residual insect berperan sebagai hospes perantara. Vektor utama
Trypanosoma cruzi ini adalah Triatoma infestans, Triatoma sordida, Panstrongylus megistus,
dan Rhodnius prolixus, penyakitnya disebut tripanosomiasis Amerika atau penyakit Chagas.
Penyakit Cronic Chagas merupakan masalah kesehatan yang tinggi, karena banyak masalah
yang terjadi di negara - negara latin Amerika, dengan peningkatan kasus, perpindahan
penduduk dan penularan yang menjadi permasalahan tersendiri di negara- negara Amerika
Latin.
2.2.3 Cara masuk ke sel host
Penyakit chagas ditularkan ke manusia melalui luka gigitan yang disebabkan oleh
serangga gistus, Triatomainfestans, dan Rhodniusprolixus. Manusia akan terinfeksi bila
bentuk tripomastigot metasiklik yang dikeluarkan bersama tinja, ketika serangga tersebut
menghisap darah, masuk melalui luka bekas gigitan atau luka bekas garukan yang disebabkan
oleh rasa gatal akibat reaksi alergi dari air liur serangga tersebut. Setelah masuk, bentuk
metasiklik akan melakukan invasi ke jaringan sekitarnya dan mulai memperbanyak diri di
dalam sel. Pada manusia, Trypanosoma cruzi dapat di temukan dalam dua bentuk, yaitu
bentuk amastigot dan tripomastigot. Bentuk tripomastigot tidak membelah dalam darah tetapi
terbawa keseluruh bagian tubuh. Bentuk tripomastigot metasiklik yang menginfeksi hospes,
secara aktif masuk atau ditelan oleh histiosit dan menyerang sel lemak serta sel otot disekitar
tempat inokulasi, Bentuk amastigot akan memperbanyak diri dalam setiap sel, terutama sel
RES, otot jantung, otot rangka, otot polos dan sel neuroglia.
2.2.4 Siklus hidup dari Trypanosoma cruzi

Di badan manusia, Trypanosoma cruzi ini terdapat dalam dua stadium yaitu stadium
tripomastigot dan stadium amastigot. Stadium tripomastigot hidup di luar sel (ekstraselular )
dalam darah dan tidak berkembang biak, sehingga di dalam darah tidak ditemukan bentuk
yang membelah. Trypanosoma cruzi ini panjangnya 20 mikron dan menyerupai huruf C
atau huruf S dengan kinetoplas yang besar. Stadium amastigot, yang besarnya hanya 2-3
mikron, terdapat intraselular dalam sel RE dan berkembangbiak secara belah pasang
longitudinal. Setelah penuh, sel RE pecah dan stadium amastigot melalui stadium
promastigot berubah menjadi stadium epimastigot, kemudian menjadi stadium tripomastigot
yang masuk kembali ke dalam darah. Stadium amastigot ditemukan dalam sel RE limpa, hati,
kelenjar limfe, sumsum tulang, sel otot jantung dan sel otak. Bila Triatoma menghisap darah
seorang penderita tripanosomiasis, stadium tripomastigot dan stadium amastigot berubah
menjadi stadium epimastigot dalam usus tengah (midgut), kemudian stadium epimastigot ini
berkembang biak secara belah pasang longitudinal dan bermigrasi ke bagian posterior
(hindgut) untuk berubah menjadi stadium tripomastigot metasiklik yang merupakan bentuk
infektif. Siklus ini berlangsung selama kira-kira 10 hari.
Ketika menusuk orang lain untuk mengisap darahnya, Triatoma juga mengeluarkan
sedikit tinjanya yang mengandung bentuk infektif dan diletakkan pada kulit. Oleh karena
tusukan terasa gatal, maka orang menggaruk sehingga Trypanosoma cruzi masuk ke dalam
luka dan terjadilah infeksi. Cara infeksi ini disebut posterior contaminative. Trypanosoma
cruzi dapat pula masuk melalui kulit yang utuh, misalnya melalui selaput lendir mata atau
kulit bayi yang utuh
2.2.5 Siklus hidup pada host tetap

Siklus hidup Trypanosoma cruzi dengan infeksi host mamalia dengan metasiklik
tripomastigot hadir dalam kotoran dari darah dengan reduviid bug sebagai vektor. Host
dengan kontaminasi gigitan luka serangga. Bentuk metasiklik mampu menyerang dengan
fagositosis dan nonfagositosis. Pada sel-sel berinti, awalnya memasuki membran terikat
vakuola (parasitophorous). Setelah masuk, tripomastigot metasiklik mulai berdiferensiasi
menjadi bentuk amastigot dan lolos ke dalam sitoplasma sel dimana terjadi transformasi
morfologi, termasuk involusi flagella. Amastigot kembali memasuki siklus sel dan
berproliferasi sampai sel mengisi dengan bentuk-bentuk. Pada titik ini amastigot memanjang ,
reacquiring flagela panjang, yang membedakan dengan bentuk ramping tripomastigot melalui
intraseluler epimastigot menengah. Tripomastigot Slender dapat menyerang sel-sel yang
berdekatan, mereka dapat masuk ke dalam darah dan getah bening, dalam hal ini mereka
mungkin mulai untuk membedakan ekstrasel. Diferensiasi ekstraseluler menimbulkan ke luas
tripomastigot dan amastigot ekstraseluler. Campuran dari tiga bentuk mungkin ada dalam
darah orang yang terinfeksi dan dapat diambil di blood feeding bug reduvuid .
2.2.6 Siklus hidup pada host perantara
Siklus hidup Trypanosoma Cruzi dengan infeksi didalam reduvuid bug, tripomastigot
tersisa berdiferensiasi menjadi amastigot. Sebagai populasi, amastigot pertama
memperpanjang masa flagela menjadi spheromastigot, yang kemudian memperpanjang
menjadi Midlog epimastigot. Epimastigot terus memanjang sebagai nutrisi dari blood feeding
habis. Akhirnya,setelah migrasi ke bagian rektum atau usus belakang (hindgut), yang
memanjang latelog epimastigot menempel pada usus kutikula lilin oleh flagela mereka dan
berdiferensiasi menjadi tripomastigot metasiklik menular melalui rektum dan menyelesaikan
siklus hidup di dalam reduvuid bug.
Gambar hewan sebagai host perantara

Triatoma infestans Rhodnius prolixus Panstrogylus megistus


2.2.7 Gejala Umum

Terdapat tiga stadium yaitu masa tunas, stadium akut dan stadium kronis.
- Masa tunas
Masa tunas berlangsung 7-30 hari, diawali keluarnya Trypanosoma cruzi
bersama tinja vektor (sterkoraria) pada stadium trypomastigot. Selanjutnya
Trypanosoma cruzi masuk melalui luka gigitan vektor. Di dalam tubuh hospes,
pada tempat luka gigitan, Trypanosoma cruzi difagositosis oleh histiosit,
Trypanosoma cruzi tidak mati melainkan akan berkembang biak di dalam sel
ini.
- Stadium akut
Stadium ini akan jelas terlihat pada anak- anak, ditandai demam setiap hari,
kemerahan pada kulit, radang kelenjar limfe leher, ketiak, ilika serta kelenjar
lainnya. Pada stadium ini Trypanosoma cruzi sering menyerang mesenkim,
miokardium, retikuloendotelium serta sel saraf, akan tetapi organ lain pun
dapat diserang.
- Stadium kronis
Gangguan pada stadium kronis disebabkan oleh kerusakan neuron dari
ganglion autonom pada dinding alat dalaman seperti esophagus, kolon dan
ureter yang dapat menimbulkan megaesofagus, megakolon serta megaureter.
Pada stadium ini mungkin juga terjadi hepatosplenomegali.
2.2.7 Cara Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dengan :
1) Menemukan Trypanosoma cruzi dalam darah pada waktu demam atau dalam biopsy
kelenjar limfe, limpa ,hati dan sumsum tulang (stadium tripomastigot dan stadium
amastigot).
2) Pengujian ELISA biasanya tidak digunakan selama fase akut Chagas karena sistem
kekebalan tubuh memproduksi antibodi chagasic. Sebuah uji ELISA mirip dengan
yang digunakan untuk AIDS dan telah dirancang untuk mendeteksi keberadaan T.
antibodi cruzi, meskipun kadang-kadang tidak membedakan T. cruzi antibodi dari
yang dihasilkan dalam menanggapi parasit kurang berbahaya atau tidak berbahaya
lainnya
3) Xenodiagnosis dengan percobaan serangga Triatoma atau Cimex.Xenodiagnosis
adalah teknik yang efektif yang mirip dengan teknik pertumpahan darah dengan lintah
yang tanggal kembali ke Abad Pertengahan. Dalam tes ini, vinchucas terinfeksi
ditempatkan dalam botol dan terselip di bawah ketiak seorang pasien diduga
terinfeksi.
2.2.8 Treatment
a. Penggunaan Obat- obatan
1. Nifortimox (Bayer 2502) ,suatu derivate nitrofurfurilidin,mengandung harapan dapat
menyembuhkan penyakit yang akut dan kronis awal. Obat ini harus diberikan dalam
jangka waktu lama dan mempunyai efek sampingnya.Dosis 5-6 mg/kg qid dalam 15
hari kemidian dosis 3-4 mg/kg qid dalam 75 hari.Obat ini lebih dapat ditoleransi oleh
orang yang berusia muda dari pada usia lanjut dan tidak boleh diberikan pada masa
hamil.
2. Benzonidozole (RO-7-1051) ,suatu derivate imidazole,tampaknya juga efektif dalam
menurunkan atau menekan Trypanosoma cruziemia pada fase akut . Aktifitas anti
Trypanosoma cruzinya lebih konsisten dari pada nifurtimon yang bervariasi.
Efek samping kedua obat diatas, dapat ringan sampai berat diantaranya; polineuropati
perifer, eksitasi psikis, alergi kulit, gangguan gastric, dan lekopinia.
b. Perawatan alami
Pasien dapat diobati dengan Sangre de Drago (Croton roborensis HBK) yang dijual
dalam botol kecil oleh vendor herbal di seluruh Bolivia. Meskipun hal ini sangat efektif
terhadap gejala, sifat parasiticide yang belum diverifikasi di laboratorium. Penyakit jantung
Chagasic dapat diobati dengan tiga bunga Retama (Spartum junceum) dalam labirin
(direndam dalam air panas), dengan dua daun dari Kidron (Lippia triphylla Kunth). Bahan
dapat berfungsi sebagai obat penenang untuk serangan jantung. Toronjil (Melissa officinalis
L.) juga digunakan untuk masalah jantung.

c. Pencegahan
Pencegahan terhadap penyakit ini yaitu mengobati penderita sumber infeksi, memberatas
vector misalnya dengan insektisida serta melindungi manusia dari gigitan vector.
d. Review
1. Vektor utama Trypanosoma cruzi ini adalah Triatoma infestans, Triatoma sordida,
Panstrongylus megistus, dan Rhodnius prolixus, penyakitnya disebut tripanosomiasis
Amerika atau penyakit Chagas.
2. Pada manusia, Trypanosoma cruzi dapat di temukan dalam dua bentuk, yaitu bentuk
amastigot dan tripomastigot.
3. Stadium tripomastigot hidup di luar sel (ekstraselular ) dalam darah dan tidak
berkembangbiak. Stadium amastigot, yang besarnya hanya 2-3 mikron, terdapat
intraselular dalam sel RE dan berkembangbiak secara belah pasang longitudinal.
4. Terdapat 3 stadium dalam gejala umum yaitu : Masa tunas, Stadium akut dan Stadium
kronis dan dapat dilakukan pengobatan dengan pemberian Nifortimox (Bayer 2502)
dan Benzonidozole (RO-7-1051) dapat juga menggunakan perawatan alami yaitu
dengnan Sangre de Drago (Croton roborensis HBK) di Bolivia.
2.3 Trypanosoma gambiense
Jenis penyakit tidur Afrika Barat (Gambia) yang disebabkan oleh Trypanosoma
gambiense pertama kali dilaporkan oleh Forde di tahun 1902 ketika organisme ini ditemukan
dalam darah seorang kapten pelaut Eropa yang bekerja di Sungan Gambia.
2.3.1 Morfologi
Bentuk trypanosoma (trypomastigot) dapat ditemukan dalam darah, cairan
serebrospinal (CSS), aspirasi kelenjar limfe, dan aspirasi caian dari chancre trypanosomal
yang terbentuk pada tempat gigitan lalat tsetse. Bentuk tripomastigot berkembang biak secara
belah pasang longitudinal. Organisme ini bersifat pleomorfik, pada satu sediaan hapus darah
dapat terlihat aneka bentuk tripanosomal. Bentuknya berfariasi dari yang panjang, 30 m atau
lebih, langsing, dengan flagel yang panjang (tripomastigot ), sampai pada bentuk yang
pendek kurang lebih 15 m, gemuk tanpa flagel yang bebas.
Dalam darah bentuk trypanosoma tidak berwarna dan bergerak dengan cepat diantara
sel darah merah. Membran bergelombang dan flagel mungkin terlihat pada organisme yang
bererak lambat. Bentuk tripomastigot panjangnya 14 sampai 33 m dan lebar 1,5 sampai 3,5
m. dengan pulasan Giemsa dan Wright, sitoplasma tampak berwarna biru muda, dengan
granula yang berwarna biru tua, mungkin terdapat vakuola. Inti yang terletak di tengah
berwarna kemerahan. Pada ujung posterior terletak kinetoplas, yang juga berwarna
kemerahan. Kinetoplas berisi benda parabasal dan bleparoflas, yang tidak mungkin
dibedakan. Flagel muncul dari blefaroplas, demikian juga membran bergelombang. Flagel
berjalan sepanjang tepi membran bergelombang sampai membaran bergelombang bersatu
dengan badan trypanosoma pada ujung anterior organisme. Pada titik ini flagel menjadi bebas
melewati badan trypanosoma.
Bentuk trypanosoma akan ditelan lalat tsetse (Glosinna) ketika mengisap darah.
Organisme akan berkembang biak di dalam lumen mid gut dan hind-gut lalat. Setelah
kira kira 2 minggu, organisme akan bermigrasi kembalai ke kelenjar ludah melalui
hipofaring dan saluran kelenjar ludah; organisme kemudia akan melekat pada sel epitel
saluran kelenjar ludah dan mengadakan transpormasi ke bentuk epimastigot. Pada bentuk
epimastigot, inti terletak posterior dari kinetoplas, berbeda dengan tripomastigot, dimana inti
terletak anterior dari kinetoplas.
2.3.2 Siklus Hidup
Organisme terus memperbanyak diri dan bentuk metasiklik (infektif) selama 2-5 hari
dalam kelenjar ludah lalat tsetse,. Dengan terbentuknya metasiklik, lalat tsetse tersebut
menjadi infektif dan dapat memasukkan bentuk ini dari kelenjar ludah ke dalam luka kulit
pada saat lalat mengisap darah lagi. Seluruh siklus perkembangan dalam lalat tsetse
membutuhkan waktu 3 minggu, Trypanosoma gambiense ditularkan oleh Glossina palpalis
dan Glossina tachinoides, baik lalat tsetse betina maupun jantan dapat menularkan penyakit
ini.
Pada waktu darah mamalia dihisap, oleh lalat tse tse yang infektif (genus Glossina)
maka akan memasukkan metacyclic trypomastigotes kedalam jaringan kulit. Parasitparasit
akan masuk ke dalam sistem lymphatic dan ke dalam aliran darah .di dalam tubuh tuan
rumah, mereka berubah menjadi trypomastigotes di dalam aliran darah., dan ini akan dibawa
ke sisi lain melalui tubuh, cairan darah kaya yang lain (e.g., lymph, spinal fluid), dan
berlanjut bertambah banyak dengan binary fissionSegala siklus hidup dari African
Trypanosomes telah ditampilkan pada tingkat ektra seluler. Lalat tsetse menjadi infektif
dengan trypomastigotes dalam aliran darah ketika mengisap darah mamalia yang terinfeksi.
Pada alat penghisap lalat parasit berubah menjadi procyclic trypomastigotes, bertambah
banyak dengan binary fission , meninggalkan alat penghisap, dan berubah menjadi
epimastigotes. Air liur lalat kaya akan epimastigotes dan pertambahan banyak berlanjut
dengan binary fission . Siklus dalam tubuh lalat berlangsung selama kurang lebih 3 minggu.
Manusia merupakan reservoir utama untuk Trypanosoma gambiense, tetapi spesies in dapat
selalu ditemukan pada binatang.
2.3.3 Gejala Klinis
Setelah digigit oleh lalat tsetse yang infektif, stadium tripomastigot metasiklik yang
masuk ke dalam kulit akan memperbanyak diri serta menimbulkan reaksi peradangan
setempat. Beberapa hari kemudian, pada tempat tersebut dapat timbul nodul atau chancre (3-4
cm). Lesi primer ini tidak menetap dan akan menghilang setelah 1 2 minggu, nodul ini
seringkali terlihat pada orang Eropa tetapi jarang pada penduduk setempat di daerah endemik.
Bentuk tripomastigot dapat ditemukan dalam cairan aspirasi ulkus tersebut. Bentuk
tripomastigot dapat masuk ke dalam aliran darah, menyebabkan parasetemia ringan tanpa
gejala klinik dan dapat berlangsung selama berbulanbulan. Pada keadaan ini, parasit
mungkin sulit ditemukan meskipun dengan pemeriksaan sediaan darah tebal. Selama masa
ini, infeksi dapat sembuh sendiri tanpa gejala klinik atau kelainan pada kelenjar limfe.
Gejala pertama akan terlihat jelas bila terjadi invasi pada kelenjar limfe, diikuti
dengan timbulnya demam remiten yang tidak teratur dan keluar keringat pada malam hari.
Demam sering disertai dengan sakit kepala, malaise dan anoreksia. Periode demam yang
berlangsung sampai satu minggu akan diikuti dengan periode tanpa demam yang waktunya
bervariasi dan kemudian timbul lesi periode demam yang lain. Banyak tripomastiot
ditemukan dalam peredaran darah pada saat demam tetapi pada saat tanpa demam jumlahnya
sedikit. Kelenjar limfe yang membesar konsistensinya lunak, tidak nyeri. Meskipun dapat
mengenai kelenjar limfe dimana saja, kelenjar limfe di daerah servikal posterior merupakan
tempat yang paling sering terinfeksi (tanda Winterbottom) Bentuk tripomastigot dapat
diaspirasi dari kelenjar limfe yang membesar. Selain kelenjar limfe, terjadi juga pembesaran
pada limpa dan hati.
Pada Trypanosomiasis Gambia, stadium darahlimfe dapat berlansung bertahun
tahun sebelum timbul sindroma penyakit tidur. Pada orang berkulit cerah, ruam kulit
berbentuk eritema yang tidak teratur (irregular erytematous skin rash) Eretema multiforme
dapat terjadi 6 8 minggu setelah terjadi infeksi. Ruam akan hilang dalam beberapa jam, dan
timbul serta hilangnya ruam ini terjadi pada periode demam. Sensasi terhadap rasa sakit pada
pasien dapat berkurang.
Stadium penyakit tidur timbul setelah bentuk tripomstigot menginvasi susunan saraf
pusat (SSP). Perubahan tingkah laku dan kepribadian terlihat selama invasi SSP. Gejala
gejala trypanosomiasis Gambia adalah meningoensepalitis progresif, apati, kebingungan,
kelemahan, hilangnya koordinasi, dan somnolen. Pada fase terminal penyakitnya, pasien
menjadi emasiasi, jatuh ke dalam koma dan meninggal, biasanya akibat infeksi sekunder.
Penekanan daya tahan tubuh pada pasien trypanosomiasis Gambia ditunjukkan dengan
menurunnya kekebalan seluler dan humoral.

2.3.4 Diagnosis
Tandatanda kelainan fisik dan riwayat klinik sangat penting untuk menegakkan
diagnosis. Gejalagejala diagnostik termasuk demam yang tidak teratur, pembesaran kelenjar
limfe (terutama di bagian segitiga servikal posterior, yang dikenal dengan tanda
Winterbottom), berkurangnya sensori terhadap rasa sakit (tanda Kerandel), dan ruam kulit
berupa eritema. Diagnosis ditegakkan dengan menemukan bentuk tripomastigot dalam darah,
aspirasi kelenjar limfe, dan CSS.
Adanya periodesitas, menyebabkan jumlah parasit dalam darah akan berbedabeda
dan sejumlah teknik harus digunakan untuk menemukan bentuk tripomastigot. Selain sedian
darah tipis dan tebal, dianjurkan menggunakan metode konsentrasi buffy coat untuk
menemukan parasit apabila jumlahnya sedikit. Parasit dapat ditemukan dalam sediaan darah
tebal apabila jumlahnya lebih dari 2000/ ml, lebih dari 100/ml dengan konsentrasi pada
tabung hematokrit, dan lebih dari 4/ ml dengan tabung penukar anion (anion exchange
columm) Lumsden dkk, 1981.
Pemeriksaan CSS harus dilakukan dengan medium sentrifuge. Bila jumlah
tripomastigot dalam darah tidak terdeteksi, bentuk ini mungkin masih dapat ditemukan pada
aspirasi kelenjar limfe yang meradang, namun untuk menemukannya secara histopatologi
tidaklah praktis. Specimen darah dan CSS harus diperiksa selama pengobatan dan 1 hingga 2
bulsn setelah pengobatan.
Pemeriksaan serologis yang banyak digunakan untuk skrining epidemiologi adalah tes
imunofluoresensi tidak langsung, ELISA, dan hemaglutinasi tidak langsung (Kakoma et.all,
1985; de Raadt dan Seed, 1977). Masalah besar pada serodiagnostik di daerah endemi yaitu
banyaknya orang dengan kadar antibodi yang tinggi karena terpapar oleh tripanosoma yang
tidak infektif bagi manusia. Konsentrasi IgM dalam serum dan CSS kurang mempunyai nilai
diagnostik.
Isolasi Trypanosoma gambiense pada bintang percobaan dalam laboratorium yang
kecil biasanya tidak berhasil, berbeda dengan Trypanosoma rhodesiense yang dapat
menginfeksi binatang. Kultur umumnya tidak praktis untuk diagnostik.

2.4 TOXOPLASMA GONDII


Gambar :

Toxoplasma gondii adalah parasit protozoa dalam genus Toxoplasma dengan sifat
alami dan perjalanan akut atau menahun. Toxoplasma gondii juga merupakan parasit pada
manusia, kucing, anjing, ayam, babi, marmot, kambing, ternak dan merpati, dan pada
manusia menimbulkan penyakit toxoplasmosis.
Toksoplasmosis, suatu penyakit yang disebabkan oleh Toxoplasma gondii, merupakan
penyakit parasit pada manusia dan juga pada hewan yang menghasilkan daging bagi
konsumsi manusia. Infeksi yang disebabkan oleh T. gondii tersebar di seluruh dunia. Pada
hewan berdarah panas dan mamalia lainnya termasuk manusia sebagai hospes perantara,
sedangkan kucing dan berbagai jenis Felidae lainnya sebagai hospes definitif. Infeksi
Toxoplasma tersebar luas dan sebagian besar berlangsung asimtomatis, meskipun penyakit
ini belum digolongkan sebagai penyakit parasiter yang diutamakan pemberantasannya oleh
pemerintah, tetapi beberapa penelitian telah dilakukan di beberapa tempat untuk mengetahui
derajat distribusi dan prevalensinya.
Indonesia sebagai negara tropik merupakan tempat yang sesuai untuk perkembangan
parasit tersebut. Keadaan ini ditunjang oleh beberapa faktor seperti sanitasi lingkungan dan
banyak sumber penularan terutama kucing dan sebangsanya (Felidae). Manusia dapat terkena
infeksi parasit ini dengan cara didapat (Aquired toxoplasmosis) maupun diperoleh semenjak
dalam kandungan (Congenital toxoplasmosis). Diperkirakan sepertiga penduduk dunia
mengalami infeksi penyakit ini.
Sebagai parasit, T. gondii ditemukan dalam segala macam sel jaringan tubuh kecuali
sel darah merah. Tetapi pada umumnya parasit ini ditemukan dalam sel retikulo endotelial
dan sistem syaraf pusat.
Kejadian Toxoplasmosis
Toxoplasmosis merupakan penyakit zoonosis yang secara alami dapat menyerang
manusia, ternak, hewan peliharaan lain seperti hewan liar, unggas dan lain-lain. Kejadian
toxoplasmosis telah dilaporkan dari beberapa daerah di dunia ini yang geografiknya sangat
luas. Survei terhadap kejadian ini memberi gambaran bahwa toxoplasmosis pada suatu daerah
bisa sedemikian hebatnya hingga setiap hewan memperlihatkan gejala toxoplasmosis. Survei
yang telah diadakan di Amerika Serikat.
Toxoplasmosis juga sering terjadi melalui jalur atau rute makanan yaitu bentuk
jaringan dari parasit (kista mikroskopis terdiri dari bradyzoites) dapat ditularkan kepada
manusia oleh makanan. Manusia menjadi terinfeksi karena :
Makanan setengah matang, atau daging yang terkontaminasi (terutama daging babi, domba,
dan daging rusa).
Menelan makanan setengah matang, memegang daging yang terkontaminasi dan tidak
mencuci tangan dengan bersih (Toxoplasma tidak dapat diserap melalui kulit utuh).
Makan makanan yang terkontaminasi oleh pisau, peralatan, talenan, atau makanan lain yang
pernah kontak dengan daging mentah yang terkontaminasi.
Pada manusia, penyakit toxoplasmosis ini sering menginfeksi melalui saluran
pencernaan. Biasanya melalui perantara makanan atau minuman yang terkontaminasi dengan
agen penyebab penyakit toxoplasmosis ini, misalnya karena minum susu sapi segar atau
makan daging yang belum matang sempurna dari hewan yang terinfeksi dengan penyakit
toxoplasmosis. Penyakit ini juga sering terjadi pada sejenis ras kucing yang berbulu lebat dan
warnanya indah yang biasanya disebut dengan mink. Pada kucing ras mink penyakit
toxoplasmosis sering terjadi karena makanan yang diberikan biasanya berasal dari daging
segar (mentah) dan sisa-sisa daging dari rumah potong hewan.
2.4.1 SEJARAH TOXOPLASMA GONDII
Toxoplasma gondii pertama kali ditemukan oleh Nicole dan Manceaux tahun 1908
pada limfa dan hati hewan pengerat Ctenodactylus gundi di Tunisia Afrika dan pada seekor
kelinci di Brazil. Lebih lanjut Mello pada tahun 1908 melaporkan protozoa yang sama pada
anjing di Italia, sedangkan Janku pada tahun 1923 menemukan protozoa tersebut pada
penderita korioretinitis. Lalu Wolf pada tahun 1937 telah mengisolasinya dari neonatus
dengan ensefalitis dan dinyatakan sebagai penyebab infeksi kongenital pada anak. Walaupun
perpindahan intra-uterin secara transplasental sudah diketahui, tetapi baru pada tahun 1970
daur hidup parasit ini menjadi jelas ketika ditemukan daur seksualnya pacta kucing.
2.4.2 EPIDEMIOLOGI TOXOPLASMA GONDII
Toxoplasma gondii ditemukan di seluruh dunia. Infeksi terjadi, di mana ada kucing
yang mengeluarkan ookista bersama tinjanya. Ookista ini adalah bentuk yang infektif dan
dapat menular pacta manusia atau hewan lain. Penyebaran Toxoplasma gondii sangat luas,
hampir di seluruh dunia, termasuk Indonesia baik pada manusia maupun pada hewan. Sekitar
30% dari penduduk Amerika Serikat positif terhadap pemeriksaan serologis, yang
menunjukkan pernah terinfeksi pada suatu saat dalam masa hidupnya. Kontak yang sering
terjadi dengan hewan terkontaminasi atau dagingnya, dapat dihubungkan dengan adanya
prevalensi yang lebih tinggi di antara dokter hewan, mahasiswa kedokteran hewan, pekerja di
rumah potong hewan dan orang yang menangani daging mentah seperti juru masak.
Krista T. gondii dalam daging dapat bertahan hidup pada suhu -4C sampai tiga
minggu. Kista tersebut akan mati jika daging dalam keadaan beku pada suhu -15OC selama
tiga hari dan pada suhu -20OC selama dua hari. Daging dapat menjadi hangat pada semua
bagian dengan suhu 65OC selama empat sampai lima menit atau lebih maka secara
keseluruhan daging tidak mengandung kista aktif, demikian juga hasil daging siap konsumsi
yang diolah dengan garam dan nitrat.
Konsumsi daging mentah atau daging yang kurang masak merupakan sumber infeksi
pada manusia. Tercemarnya alat-alat untuk masak dan tangan oleh bentuk infektif parasit ini
pada waktu pengolahan makanan merupakan sumber lain untuk penyebaran T. gondii. Di
Indonesia, prevalensi zat anti T. gondii pada hewan adalah sebagai berikut: kucing 35-73%,
babi 11-36%, kambing 11-61%, anjing 75% dan pada ternak lain kurang dari 10%.
2.4.3 ETIOLOGI TOXOPLASMA GONDII
Toxoplasma gondii adalah parasit intraseluler pada monocyte dan sel-sel endothelial
pada berbagai organ tubuh. Toxoplasma ini biasanya berbentuk bulat atau oval, jarang
ditemukan dalam darah perifer, tetapi sering ditemukan dalam jumlah besar pada organ-organ
tubuh seperti pada jaringan hati, limpa, sumsum tulang, otak, ginjal, urat daging, jantung dan
urat daging licin lainnya.
Perkembangbiakan toxoplasma terjadi dengan membelah diri menjadi 2, 4 dan
seterusnya. Belum ada bukti yang jelas mengenai perkembangbiakan dengan jalan
schizogoni. Pada preparat ulas dan sentuh dapat dilihat di bawah mikroskop bentuk yang oval
agak panjang dengan kedua ujung lancip, hampir menyerupai bentuk merozoit dari
coccidium. Jika ditemukan di antara sel-sel jaringan tubuh berbentuk bulat dengan ukuran 4
sampai 7 mikron. Inti selnya terletak di bagian ujung yang berbentuk bulat. Pada preparat
segar, sporozoa ini bergerak, namun para peneliti belum ada yang berhasil memperlihatkan
flagellanya.
Toxoplasma baik dalam sel monocyte, dalam sel-sel sistem reticulo endotelial, sel alat
tubuh viceral maupun dalam sel-sel syaraf membelah dengan cara membelah diri menjadi 2,
4 dan seterusnya. Setelah sel yang ditempatinya penuh lalu pecah parasit-parasit akan
menyebar melalui peredaran darah dan hinggap di sel-sel baru dan demikian seterusnya.
Toxoplasma gondii mudah mati karena suhu panas, kekeringan dan pembekuan.
Toxoplasma gondii juga cepat mati karena pembekuan darah induk semangnya dan bila induk
semangnya mati, jasad ini pun akan ikut mati. Toxoplasma membentuk pseudocyte dalam
jaringan tubuh atau jaringan-jaringan tubuh hewan yang diserangnya secara kronis. Bentuk
pseudocyte ini lebih tahan dan dapat bertindak sebagai penyebar toxoplasmosis.
2.4.4 MORFOLOGI DAN KLASIFlKASI
Toxoplasma gondii merupakan protozoa obligat intraseluler, terdapat dalam tiga
bentuk yaitu takizoit (bentuk proliferatif), kista (berisi bradizoit) dan ookista (berisi
sporozoit). Bentuk takizoit menyerupai bulan sabit dengan ujung yang runcing dan ujung lain
agak membulat. Ukuran panjang 4-8 mikron, lebar 2-4 mikron dan mempunyai selaput sel,
satu inti yang terletak di tengah bulan sabit dan beberapa organel lain seperti mitokondria dan
badan golgi.
Kista dibentuk di dalam sel hospes bila takizoit yang membelah telah membentuk
dinding. Ukuran kista berbeda-beda, ada yang berukuran kecil hanya berisi beberapa
bradizoit dan ada yang berukuran 200 mikron berisi kira-kira 3000 bradizoit. Kista dalam
tubuh hospes dapat ditemukan seumur hidup terutama di otak, otot jantung, dan otot bergaris.
Kista tersebut mempunyai dinding, berisi satu sporoblas yang membelah menjadi dua
sporoblas. Pada perkembangan selanjutnya kedua sporoblas membentuk dinding dan menjadi
sporokista. Masing-masing sporokista tersebut berisi 4 sporozoit yang berukuran 8 x 2
mikron dan sebuah benda residu.
Toxoplasma gondii dalam klasifikasi termasuk kelas Sporozoasida, karena
berkembang biak secara seksual dan aseksual yang terjadi secara bergantian. Selain itu
Toxoplasma gondii terdapat dalam 3 bentuk yaitu bentuk trofozoit, kista, clan Ookista.
Trofozoit berbentuk oval dengan ukuran 3-7 um, dapat menginvasi semua sel mamalia yang
memiliki inti sel. Dapat ditemukan dalam jaringan selama masa akut dari infeksi. Bila infeksi
menjadi kronis, trofozoit dalam jaringan akan membelah secara lambat dan disebut bradizoit.
Bentuk kedua adalah kista yang terdapat dalam jaringan dengan jumlah ribuan
berukuran 10-100 um. Kista penting untuk transmisi dan paling banyak terdapat dalam otot
rangka, otot jantung dan susunan syaraf pusat. Bentuk yang ketiga adalah bentuk Ookista
yang berukuran 10-12 um. Ookista terbentuk di sel mukosa usus kucing dan dikeluarkan
bersamaan dengan feces kucing. Dalam epitel usus kucing berlangsung siklus aseksual atau
schizogoni dan siklus seksual atau gametogeni dan sporogoni yang menghasilkan ookista dan
dikeluarkan bersama feces kucing.
Kucing yang mengandung toxoplasma gondii dalam sekali ekskresi akan
mengeluarkan jutaan ookista. Bila ookista ini tertelan oleh hospes perantara seperti manusia,
sapi, kambing atau kucing maka pada berbagai jaringan hospes perantara akan dibentuk
kelompok-kelompok trofozoit yang membelah secara aktif. Pada hospes perantara tidak
dibentuk stadium seksual tetapi dibentuk stadium istirahat yaitu kista. Bila kucing makan
tikus yang mengandung kista maka terbentuk kembali stadium seksual di dalam usus halus
kucing tersebut.
o Menurut Levine (1990) klasifikasi parasit sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Sub kingdom : Protozoa
Filum : Apicomplexa
Kelas : Sporozoasida
Sub Kelas : Coccidiasina
Ordo : Eucoccidiorida
Sub ordo : Eimeriorina
Famili : Sarcocystidae
Genus : Toxoplasma
Spesies : Toxoplasma gondii
2.4.5 DAUR HIDUP TOXOPLASMA GONDII
Siklus hidup T. gondii memiliki dua fase. Bagian seksual dari siklus hidup hanya
terjadi pada kucing, baik domestik maupun liar (keluarga Felidae), yang membuat kucing
menjadi tuan rumah utama parasit. Tahap kedua, bagian aseksual dari siklus hidup, dapat
terjadi di lain hewan berdarah panas, termasuk kucing, tikus, manusia, dan burung. Host
dimana reproduksi aseksual terjadi disebut hospes perantara.
Hewan Pengerat adalah hospes perantara yang khas. Dalam kedua jenis host, parasit
Toxoplasma menyerang sel dan membentuk ruang yang disebut vakuola. Di dalam vakuola
khusus yang disebut vakuola parasitophorous, bentuk parasit bradyzoites, perlahan
mereplikasi parasit.
Vakuola yang berisi kista bentuk reproduksi bradyzoites terutama dalam jaringan otot
dan otak. Karena parasit berada di dalam sel, mereka aman dari sistem kekebalan inang yang
tidak menanggapi kista.
Kucing dan hewan sejenisnya merupakan hospes definitif dari T. gondii. Di dalam
usus kecil kucing sporozoit menembus sel epitel dan tumbuh menjadi trofozoit. Inti trofozoit
membelah menjadi banyak sehingga terbentuk skizon. Skizon matang pecah dan
menghasilkan banyak merozoit (skizogoni). Daur aseksual ini dilanjutkan dengan daur
seksual. Merozoit masuk ke dalam sel epitel danmembentuk makrogametosit dan
mikrogametosit yang menjadi makrogamet dan mikrogamet (gametogoni). Setelah terjadi
pembuahan terbentuk ookista, yang akan dikeluarkan bersama kotoran kucing. Di luar tubuh
kucing, ookista tersebut akan berkembang membentuk dua sporokista yang masing-masing
berisi empat sporozoit (sporogoni). Bila ookista tertelan oleh mamalia seperti domba, babi,
sapi dan tikus serta ayam atau burung, maka di dalam tubuh hospes perantara akan terjadi
daur aseksual yang menghasilkan takizoit. Takizoit akan membelah, kecepatan membelah
takizoit ini berkurang secara berangsur kemudian terbentuk kista yang mengandung bradizoit.
Bradizoit dalam kista biasanya ditemukan pada infeksi menahun (infeksi laten).
Resistensi Toxoplasma untuk antibiotik bervariasi, tetapi kista sangat sulit untuk
diberantas sepenuhnya. Di dalam vakuola, T. Gondii itu sendiri (dengan endodyogeni)
sampai pada sel yang terinfeksi parasit dan mengisi dengan semburan, melepaskan takizoit,
bentuk, dan motil secara reproduksi aseksual parasit. Berbeda dengan bradyzoites, maka
takizoit bebas biasanya efisien dibersihkan oleh sistem kekebalan inang, meskipun beberapa
dari mereka berhasil menginfeksi sel dan bradyzoites dengan cara mempertahankan infeksi
pada jaringan kista yang tertelan oleh kucing (misalnya, dengan memberi makan pada tikus
yang terinfeksi).
Kista bertahan hidup melalui perut kucing dan parasit menginfeksi epitel dari usus
kecil di mana mereka mengalami reproduksi seksual dan pembentukan ookista. Ookista
berasal dari feses. Hewan dan manusia yang menelan ookista (misalnya, dengan makan
sayuran yang tidak dicuci) atau terinfeksi jaringan kista dalam daging yang dimasak secara
tidak benar. Parasit memasuki makrofag pada lapisan usus dan didistribusikan melalui aliran
darah ke seluruh tubuh.
Serupa dengan mekanisme yang digunakan di banyak virus, toksoplasma mampu
mendisregulasi siklus sel inang dengan mengadakan pembelahan sel sebelum mitosis
(perbatasan G2 / M). Disregulasi siklus sel inang disebabkan oleh sekresi peka panas sel yang
terinfeksi sehingga mengeluarkan faktor yang menghambat siklus sel tetangga. Alasan untuk
disregulasi Toxoplasma tidak diketahui, tetapi penelitian telah menunjukkan bahwa infeksi
adalah khusus untuk host sel-sel dalam struktur sel S-fase dan host yang berinteraksi dengan
Toxoplasma sehingga tidak dapat diakses selama tahap-tahap lain dari siklus sel.
Infeksi tahap akut toksoplasma dapat tanpa gejala, tetapi sering memberikan gejala
seperti flu pada tahap akut awal, dan dapat menjadi flu yang fatal (kasus sangat jarang terjadi)
lalu tahap akut mereda dalam beberapa hari ke bulan, yang mengarah ke tahap laten. Infeksi
laten biasanya tanpa gejala, namun dalam kasus pasien immunocompromised (seperti mereka
yang terinfeksi HIV atau penerima transplantasi pada terapi imunosupresif), toksoplasmosis
dapat berkembang.
Manifestasi yang paling menonjol dari toksoplasmosis pada pasien
immunocompromised adalah ensefalitis toksoplasma, yang dapat mematikan. Jika infeksi T.
gondii terjadi untuk pertama kali selama kehamilan, misalkan pada kotoran kucing yang
terinfeksi T. gondii, parasit dapat melewati plasenta, mungkin menyebabkan hidrosefalus
atau mikrosefali, kalsifikasi intrakranial, korioretinitis dan kemungkinan bisa terjadi aborsi
spontan (keguguran) atau kematian intrauterin.
Gambar Daur Hidup :

2.4.6 CARA PENULARAN


Manusia dapat terinfeksi oleh T. gondii dengan berbagai cara yaitu makan daging
mentah atau kurang masak yang mengandung kista T. gondii, ternakan atau tertelan bentuk
ookista dari kotoran kucing, misalnya bersama buah-buahan dan sayur-sayuran yang
terkontaminasi. Juga mungkin terinfeksi melalui transplantasi organ tubuh dari donor
penderita toksoplasmosis laten kepada resipien yang belum pernah terinfeksi T. gondii.
Kecelakaan laboratorium dapat terjadi melalui jarum suntik dan alat laboratoriurn lain yang
terkontaminasi oleh T. Gondii serta infeksi kongenital yang terjadi intra uterin melalui
plasenta.
Setelah terjadi infeksi T. gondii ke dalam tubuh akan terjadi proses yang terdiri dari
tiga tahap yaitu parasitemia, dimana parasit menyerang organ dan jaringan serta
memperbanyak diri dan menghancurkan sel-sel inang. Perbanyakan diri ini paling nyata
terjadi pada jaringan retikuloendotelial dan otak, di mana parasit mempunyai afinitas paling
besar. Pembentukan antibodi merupakan tahap kedua setelah terjadinya infeksi. Tahap ketiga
rnerupakan rase kronik, terbentuk kista-kista yang menyebar di jaringan otot dan syaraf, yang
sifatnya menetap tanpa menimbulkan peradangan lokal.
2.4.7 GEJALA
Pada garis besarnya sesuai dengan cara penularan dan gejala klinisnya,
toksoplasmosis dapat dikelompokkan menjadi : Toksoplasmosis akuisita (dapatan) dan
Toksoplasmosis kongenital. Baik toksoplasmosis dapatan maupun kongenital sebagian besar
asimtomatis atau tanpa gejala. Keduanya dapat bersifat akut dan kemudian menjadi kronik
atau laten. Gejala yang nampak sering tidak spesifik dan sulit dibedakan dengan penyakit
lain.
Toksoplasmosis dapatan biasanya tidak diketahui karena jarang menimbulkan gejala.
Tetapi bila seorang ibu yang sedang hamil mendapat infeksi primer, ada kemungkinan bahwa
50% akan melahirkan anak dengan toksoplasmosis kongenital. Gejala yang dijumpai pada
orang dewasa maupun anak-anak umumnya ringan.
Gejala klinis yang paling sering dijumpai pada toksoplasmosis dapatan adalah
limfadenopati dan rasa lelah, disertai demam dan sakit kepala. Pada infeksi akut,
limfadenopati sering dijumpai pada kelenjer getah bening daerah leher bagian belakang.
Gejala tersebut di atas dapat disertai demam, mialgia, malaise. Bentuk kelainan pada kulit
akibat toksoplasmosis berupa ruam makulopapuler yang mirip kelainan kulit, sedangkan pada
jaringan paru dapat terjadi pneumonia interstisial.
Gambaran klinis toksoplasmosis kongenital dapat bermacam-macam. Ada yang
tampak normal pada waktu lahir dan gejala klinisnya baru timbul setelah beberapa minggu
sampai beberapa tahun. Ada gambaran eritroblastosis, hidrops fetalis dan triad klasik yang
terdiri dari hidrosefalus, korioretinitis dan perkapuran intrakranial atau tetrade sabin yang
disertai kelainan psikomotorik. Toksoplasmosis kongenital dapat menunjukkan gejala yang
sangat berat dan menimbulkan kematian penderitanya karena parasit telah tersebar luas di
berbagai organ penting dan juga pada sistem syaraf penderita.
Gejala susunan syaraf pusat sering meninggalkan gejala sisa, misalnya retardasi
mental dan motorik. Kadang-kadang hanya ditemukan sikatriks pada retina yang dapat
kambuh pada masa anak-anak, remaja atau dewasa. Korioretinitis karena toksoplasmosis
pada remaja dan dewasa biasanya akibat infeksi kongenital.
Akibat kerusakan pada berbagai organ, maka kelainan yang sering terjadi bermacam-
macam jenisnya. Kelainan pada bayi dan anak-anak akibat infeksi pada ibu selama kehamilan
trimester pertama, dapat berupa kerusakan yang sangat berat sehingga terjadi abortus atau
lahir mati, atau bayi dilahirkan dengan kelainan seperti ensefalomielitis, hidrosefalus,
kalsifikasi serebral dan korioretinitis. Pada anak yang lahir prematur, gejala klinis lebih berat
dari anak yang lahir cukup bulan, dapat disertai hepatosplenomegali, ikterus, limfadenopati,
kelainan susunan syaraf pusat dan lesi mata.
2.4.8 MANIFESTASI KLINIS
Infeksi T. gondii pada individu dengan imunodefisiensi menyebabkan manifestasi
penyakit dari tingkat ringan, sedang sampai berat, tergantung kepada derajat
imunodefisiensinya. Menurut Gandahusada dkk.,(1992), pada penderita imunodefisiensi,
infeksi T. gondii menjadi nyata, misalnya pada penderita karsinoma, leukemia atau penyakit
lain yang diberi pengobatan kortikosteroid dosis tinggi atau radiasi. Gejala yang timbul
biasanya demam tinggi, disertai gejala susunan syaraf pusat karena adanya ensefalitis difus.
Gejala klinis yang berat ini mungkin disebabkan oleh eksaserbasi akut dari infeksi yang
terjadi sebelumnya atau akibat infeksi baru yang menunjukkan gejala klinis yang dramati
karena adanya imuno-defisiensi. Pada penderita AIDS, infeksi T. gondii sering menyebabkan
ensefalitis dan kematian. Sebagian besar penderita AIDS dengan ensefalitis akibat T. gondii
tidak menunjukkan pembentukan antibodi dalam serum.
2.4.9 PENCEGAHAN
Kucing merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi timbulnya toksoplasmosis,
karena kucing mengeluarkan berjuta-juta ookista dalam tinjanya, yang dapat bertahan sampai
satu tahun di dalam tanah yang teduh dan lembab. Untuk mencegah hal ini, maka terjadinya
infeksi pada kucing dapat dicegah, yaitu dengan memberi makanan yang matang sehingga
kucing tidak berburu tikus atau burung. Bila kucing diberikan monensin 200 mg/kg melalui
makanannya, maka kucing tersebut tidak akan mengeluarkan ookista bersama tinjanya, tetapi
ini hanya dapat digunakan untuk kucing peliharaan. Untuk mencegah terjadinya infeksi
dengan ookista yang berada di dalam tanah, dapat diusahakan mematikan ookista dengan
bahan kimia seperti formalin, amonia dan iodin dalam bentuk larutan serta air panas 70oC
yang disiramkan pada tinja kucing
Anak balita yang bermain di tanah atau ibu-ibu yang gemar berkebun, juga petani
sebaiknya mencuci tangan yang bersih dengan sabun sebelum makan. Sayur mayur yang
dimakan sebagai lalapan harus dicuci bersih, karena ada kemungkinan ookista melekat pada
sayuran. Makanan yang matang harus ditutup rapat supaya tidak dihinggapi lalat atau kecoa
yang dapat memindahkan ookista dari tinja kucing ke makanan tersebut.
Kista jaringan dalam hospes perantara (kambing, sapi, babi dan ayam) sebagai sumber
infeksi dapat dimusnahkan dengan memasaknya sampai 66C atau mengasap dan sampai
matang sebelum dimakan. Bagi ibu yang memasak, jangan mencicipi hidangan daging yang
belum matang. Setelah memegang daging mentah (tukang jagal, penjual daging, tukang
masak) sebaiknya cuci tangan dengan sabun sampai bersih. Yang paling penting dicegah
adalah terjadinya toksoplasmosis kongenital karena anak yang lahir dapat menyebabkan cacat
dengan retardasi mental dan gangguan motorik.

2.5 Plasmodium

Plasmodium merupakan genus protozoa parasit. Penyakit yang disebabkan oleh genus
ini dikenal sebagai malaria. Parasit ini sentiasa mempunyai dua inang dalam siklus hidupnya:
vektor nyamuk dan inang vertebra. Setidaknya ada sepuluh spesies yang menjangkiti
manusia. Beberapa spesies lain menjangkiti hewan, termasuk burung, reptilia dan hewan
pengerat.
Genus Plasmodium dekanalkan pada tahun 1885 oleh Marchiafava dan Celli dan
terdapat lebih dari 175 spesies yang diketahui berada dalam genus ini. Genus ini pada tahun
2006 dirombak kembali karena terbukti parasit lain yang tergolong dalam genus
Haemocystis dan Hepatocystis kelihatan terkait rapat dengan genus ini. Kemungkinan
spesies lain seperti Haemoproteus meleagridis akan dimasukkan ke dalam genus ini setelah
diperbaharui kembali.
Jenis inang pada mamalia tidak seragam. Dua puluh spesies menjangkiti primata;
hewan pengerat di luar kawasan tropis Afrika jarang dijangkiti; beberapa spesies diketahui
menjangkiti kelelawar, landak dan tupai; karnivora, pemakan serangga dan marsupial tidak
pernah diketahui bertindak sebagai inang.
Pada tahun 1898 Ronald Ross membuktikan keberadaan Plasmodium pada dinding
perut dan kelenjar liur nyamuk Culex. Atas penemuan ini ia memenangkan Hadiah Nobel
Kedokteran pada tahun 1902, meskipun sebenarnya penghargaan itu perlu diberikan kepada
profesor Italia Giovanni Battista Grassi, yang membuktikan bahwa Plasmodium pada
manusia hanya bisa disebarkan oleh nyamuk Anopheles.
2.5.1 Klasifikasi Plasmodium
Klasifikasi plasmodium adalah sebagai berikut:
Kingdom : Protista(Eukariot)
Kelompok : Protozoa (protista mirip hewan)
Filum : Apicomplexa
Kelas : Aconoidasida
Ordo : Haemosporida
Familia : Plasmodiidae
Genus : Plasmodium
Dengan demikian berarti, Plasmodium adalah organisme sel tunggal yang mirip
hewan, memiliki selubung inti sel, membentuk spora, dapat memasuki sel lain (eritrosit), dan
menyebabkan malaria.
2.5.2 Biologi molekular
Semua spesies yang diteliti hingga kini mempunyai 14 kromosom, satu mitokondria
dan satu plastida. Kromosom berkisar antara 500 kilobasa hingga 3,5 megabasa panjang.
Dipercaya bahwa pola inilah yang ada pada keseluruhan genus.
Plastida ini, berbeda dengan apa yang terdapat pada alga, tidak digunakan untuk
fotosintesis. Fungsinya tidak diketahui tetapi terdapat hipotesis bahwa mungkin
menyebabkan pembiakan. Pada tahap molekul, parasit merusak sel darah merah dengan
menggunakan enzim plasmepsin protease asam aspartat yang menguraikan hemoglobin.
2.5.3 Reproduksi
Pola pembiakan berselang seksual dan aseksual yang mungkin nampak
membingungkan pada awalnya merupakan pola biasa pada spesies parasit. Kelebihan evolusi
kehidupan jenis ini diketahui oleh Gregor Mendel.
Dalam keadaan baik pembiakan aseksual lebih baik daripada seksual karena
parentalnya beradaptasi dengan baik terhadap lingkungan dan keturunannya mewarisi gen ini.
Berpindah kepada inang baru atau ketika masa sulit, pembiakan seksual biasanya lebih baik
karena menghasilkan pengocokan gen yang rata-rata menghasilkan individu yang lebih
menyesuaikan diri pada habitat baru. Faktor tekanan ini menyebabkan kebanyakan sel
menjadi aktif.
2.5.4 Ciri Plasmodium secara umum
Anggota Plasmodium semuanya parasit salah satu contoh adalah Plasmodium
falciparum, yang hidup pada manusia dan mengakibatkan penyakit malaria tropika.Protozoa
tidak memiliki alat gerak. Sifat yang membedakan adalah pada tahap zigot
maupunbereproduksi membentuk spora. Dalam hidupnya Plasmodium mengalami dua fase
siklus hidup yang masing-masing berada di dua organisme yang berbeda. Fase tersebut
adalah fase di tubuh manusia dan fase di tubuh nyamuk. Penyebaran Plasmodium yang
menyerang manusia hanya dilakukan oleh nyamuk Anopheles.
2.5.5 Siklus Hidup Plasmodium Secara Umum
Siklus hidup Plasmodium amat rumit. Sporozoit dari liur nyamuk betina yang
mengigit disebarkan ke darah atau sistem limfa penerima. Nyamuk dalam genus Culex,
Anopheles, Culiceta, Mansonia dan Aedes mungkin bertindak sebagai vektor. Vektor yang
diketahui kini bagi malaria manusia (lebih dari 100 spesies) semuanya tergolong dalam
genus Anopheles. Malaria burung biasanya dibawa oleh spesies genus Culex. Siklus hidup
Plasmodium diketahui oleh Ross yang menyelidiki spesies dari genus Culex. Sporozoit
berpindah ke hati dan menembus hepatosit. Tahap dorman bagi sporozoit Plasmodium dalam
hati dikenal sebagai hipnozoit. Dari hepatosit, parasit berkembang biak menjadi ribuan
merozoit, yang kemudian menyerang eritrosit.
Di sini parasit membesar dari bentuk cincin ke bentuk trofozoit dewasa. Pada tahap
skizon, parasit membelah beberapa kali untuk membentuk merozoit baru, yang meninggalkan
eritrosit dan bergerak melalui saluran darah untuk menembus eritrosit baru. Kebanyakan
merozoit mengulangi siklus ini secara terus-menerus, tetapi sebagian merozoit berubah
menjadi bentuk jantan atau betina (gametosit) (juga dalam darah), yang kemudiannya diambil
oleh nyamuk betina.
Dalam perut tengah nyamuk, gametosit membentuk gamet dan menyuburkan satu
sama lain, membentuk zigot motil yang dikenal sebagai ookinet. Ookinet menembus dan
lepas dari perut tengah, kemudian membenamkan diri pada membran perut luar. Di sini
mereka terbelah berkali-kali untuk menghasilkan sejumlah besar sporozoit halus memanjang.
Sporozoit ini berpindah ke kelenjar liur nyamuk, di mana ia dicucuk masuk ke dalam darah
inang kedua yang digigit nyamuk. Sporozoit bergerak ke hati di mana mereka mengulangi
siklus ini.
Dalam beberapa spesies jaringan selain hati mungkin dijangkiti. Namun hal ini tidak
berlaku pada spesies yang menyerang manusia.
2.5.6 Evolusi
Siklus hidup ini paling baik dipahami melalui segi evolusi. Dipercaya
bahwa Plasmodium berubah dari parasit yang disebarkan melalui jalur tinja (orofekal) yang
menjangkiti dinding usus halus. Pada satu tingkat parasit ini mengembangkan kemampuan
untuk menjangkiti hati. Pola ini dapat dilihat pada genus Cryptosporidium yang terkait jauh
dengan Plasmodium.
Pada satu tingkat leluhur Plasmodium mengembangkan kemampuan menjangkiti sel
darah dan terselamat dan menjangkiti nyamuk. Bila jangkitan nyamuk telah mantap jangkitan
melalui jalur tinja (orofekal) sebelumnya lenyap. Plasmodium berkembang sekitar 130 juta
tahun yang lalu. Masa ini bersamaan dengan perkembangan angiosperma (tumbuhan
berbunga) yang cepat. Perkembangan ini pada angiosperma dipercaya disebabkan oleh
sekurang-kurangnya satu kejadian penyalinan genom. Kemungkinan peningkatan dalam
bunga mendorong kepada peningkatan jumlah nyamuk dan hubungan mereka dengan
vertebra.
Selain darah, nyamuk hidup memakan madu. Hidangan darah hanya diperlukan oleh
nyamuk betina sebelum bertelur karena kandungan protein dalam madu amat rendah.
Nyamuk berubah di Amerika Selatan sekitar 230 juta tahun yang lalu. Kini terdapat lebih dari
3.500 spesies nyamuk yang diketahui tetapi hingga kini evolusi mereka tidak banyak
diketahui sehingga pengetahuan kita mengenai evolusi Plasmodium tetap kurang.
Pada masa kini dipercayai bahwa reptilia merupakan kelompok pertama yang dijangkiti
oleh Plasmodium diikuti oleh burung. Pada satu ketika primata dan hewan pengerat turut
dijangkiti kemungkinan dari spesies burung. Spesies lain yang dijangkiti selain kelompok ini
kemungkinan kejadian yang baru berlaku.
Pada masa kini, sekuens DNA tersedia untuk kurang dari 60 spesies dan kebanyakan
dari spesies yang menjangkiti inang pengerat atau primata. Pola jangkitan yang dicadangkan
hanya bersifat spekulatif dan mungkin direvisi bila sekuens DNA lanjut dari spesies
tambahan diperoleh.
Spesies Plasmodium yang menyerang manusia
Spesies Plasmodium yang menyerang manusia termasuk:
a. Plasmodium falciparum
Adalah protozoa parasit, salah satu spesies plasmodium yang menyebabkan penyakit
malaria pada manusia. Protozoa ini masuk pada tubuh manusia melalui
nyamuk anopheles betina. P. Falciparum menyebabkan infeksi paling berbahaya dan
memiliki tingkat komplikasi dan mortalitas malaria tertinggi. Penyebab malaria tersiana
maligna.
Hospes perantara dari P. Falciparum adalah manusia dan hospes definitifnya adalah
nyamuk anopheles betina. Jenis Plasmodium ini hanya ditemukan di daerah tropis.
Merupakan jenis Plasmodium yang paling berbahaya (malaria tropika tertiana maligna
atau serebral).
P. Falciparum memiliki beberapa bentuk yaitu:
1. Bentuk trofozoit. Saat tropozoit, badan berbentuk cincin kecil kecil dengan ukuran
1atau10 3atau10 ukuran dari eritrosit atau sekitar 2 dan berwarna merah.
2. Bentuk Skizon muda mengisi sampai setengah eritrosit berbentuk agak bulat, inti
telah membelah tapi belum diikuti oleh sitoplasma, pigmen malaria mulai tampak.
Skizon tua sitoplasma hampir memenuhi eritrosit hingga tiga per empat. Inti
membelah sebanyak 8-24 buah, tampak merozoit, pigmen malaria menggumpal.
3. Bentuk gemetosit. Saat Mikrogametosit, berbentuk seperti pisang atau ginjal, tampak
lebih gemuk, plasma berwarna merah muda, inti lebih besar dan tidak padat, pigmen
malaria tersebar diantara inti. Saat Makrogamet, berbentuk seperti pisang ambon,
plasma warna biru, inti kecil padat, letak ditengah, pigmen tersebar disekitar inti.
4. P. Falciparum memiliki masa inkubasi sekitar sembilan hingga empat belas hari.
Gejala awal yang ditimbulkan oleh P. Falciparum adalah sakit kepala, punggung,
ekstremitas mual, muntah, dan diare ringan. Jika serangan berlanjut akan
menyebabkan gejala berat yaitu demam tidak teratur, keringat banyak, gelisah, mual,
denyut nadi tidak teratur, limpa dan hati membesar, anemia, gagal ginjal, serta koma.
Gejala demam timbul secara tidak teratur. Penderita mengalami demam tidak teratur
dengan disertai gejala terserangnya bagian otak, bahkan memasuki fase koma dan
kematian yang mendadak.

P. Falciparum dalam eritrosit

Siklus hidup P. Falciparum


Keterangan:
1. Fase di tubuh Manusia ( Fase Aseksual)
Ketika nyamuk Anophles menggigit, dikeluarkan air liur pencegah pembekuan darah.
Bersama dengan itu, didalam air liur nyamuk terdapat sel-sel Plasmodium yang pipih
bentuknya, bergerak, disebut sporozoit. Sprorozoit masuk ketubuh, ikut aliran darah hingga
mencapai sel-sel hati atau sistem limfa.
Didalam sel-sel hati, prorozoit membelah dengan cepat membentuk banyak sekali sel-sel baru
yang disebut merozoit. Merozoit dapat menginfeksi sel-sel hati yang lain, membentuk
meroziod baru dalam jumlah besar akibatnya sel-sel hati banyak yang rusak.
Selain itu merozoid juga menginfeksi sel-eritrosit. Di dalam eritrosit ini merozoid juga
membelah dengan cepat membentuk merozoid baru. Akibatnya eritrosit rusak pecah,
mengeluarkan merozoid baru. Saat itu dikeluarkan racun yang meracuni tubuh, menyebabkan
demam malaria. Merozoid yang dikeluarkan akan mencari eritrosit baru. Demikianlah, siklus
pemebntukan merozoid berulang setiap 48 jam, 72 jam atau tidak tentu sesuai dengan jenis
plasmodium.
2. Fase di tubuh nyamuk (fase seksual)
Plasmodium memasuki fase seksual jika merozoid tumbuh menjadi sel penghasil
gamet(gametosit). Ada dua tipe gametosit yaitu mikro gametosit atau sel penghasil gamet
jantan, dan makro gametosit atau sel penghasil gamet betina.
Gametosit tidak mampu menghasilkan gamet jika berada dalam tubuh manusia atau
nyamuk jantan. Gametosit mampu menghasilakn gamet dalam tubuh nyamuk Anopheles.
Jika tubuh penderita digigit nyamuk anopheles betina, gametosit masuk ke dalam usus
nyamuk. Mikro gametosit menghasilkan mikro gamet, sedangkan makro gametosit
menghasilkan makro gamet. Pelebular mikro gamet dan makro gamet membentuk zigot, yang
menembus dinding usus nyamuk.
Di dalam dinding usus nyamuk, zigot tumbuh menjadi oosit, yakni bentuk kista yang
berdinding tebal untuk perlindungan. Oosit membentuk ribuan spororzoid, yang bergerak
menuju kelenjar liur nyamuk. Sporozoid ini dapat ditularkan ke orang lain. Sel-sel sporozoid
ini masuk ke dalam darah manusia, mencari mangsa sel-sel eritrosit, demikian seterusnya.
b. Plasmodium vivax
P. vivax adalah salah satu dari empat spesies parasit malaria yang umumnya
menyerang manusia. P. vivax dibawah oleh nyamuk Anopheles betina. Penyebab malaria
tersiana benigna(pernisiosa). P. vivax terdapat di daerah sub tropis, tropis, dan dingin.
Sehingga penyebarannya cukup luas. Seperti P. palchiparum, P. vivax juga memiliki dua
hospes yaitu manusia dan nyamuk. Siklus hidup tidak jauh beda dengan P. Falciparum. Ada
stadium tidak aktif dalam hati selama beberapa waktu. Setelah bereplikasi di dalam sel
hati, P. vivax akan berkembang biak aseksual di dalam eritrosit. P. vivax memiliki masa
inkubasi antara 12 hingga 17 hari, tapi ada yang lebih dari 9 bulan.
Dalam siklus hidupnya P. vivax memiliki beberapa bentuk:
1) Trofozoit muda:
Eritrosit membesar, P. vivax berbentuk cincin, inti berwarna merah, sitoplasma berwarna
biru, mulai terdapat titik schuffner pada eritrosit.
2) Trofozoit tua :
Sitolasma hampir memenuhi seluruh eritrosit, pigmen menjada semakin nyata.
3) Mikrogametosit:
Sitoplasma hampir memenuhi seluruh eritrosit, inti difus ditengah, pigmen tersebar.
4) Makrogametozit:
Sitoplasma bulat hampir memenuhi seluruh eritrosit, inti padat biasanya berada ditepi
eritrosit
5) Skizon muda:
Inti telah membelah lebih dari satu, pigmen tersebar pada eritrosit.
6) Skizon tua:
Inti 12-24, pigmen berkumpul ditengah,
Gejala klinis yang ditimbulkan oleh P. vivax adalah demam, suhu badan mencapai
40,6 oC, menggigil, anemia, splenomegali(perbesaran limpa). Gejala demam timbul setiap 48
jam atau 72 jam. Gejala dapat timbul secara mendadak.

P. vivax dalam darah


c. Plasmodium ovale
Adalah spesies protozoa parasit yang menyebabkan malaria tertian pada manusia.
Spesies ini berhubungan dekat dengan Plasmodium falciparum dan Plasmodium vivax, yang
menyebabkan kebanyakan penyakit malaria. Parasit ini lebih langka daripada dua parasit
lainnya, dan tidak seberbahaya P. falciparum. Plasmodium ovale hidup di daerah tropis.
Hospes dan siklus hidup mirip dengan P. falciparum. Morfologi saat trofozoit padat dengan
kromatin besar, pigmen coklat gelap. Saat skizon, matang dengan 6-14 merozoit dengan inti
besar berpigmen coklat gelap. Saat gametosit membulat hingga oval, padat memenuhi
eritrosit.
Plasmodium ovale dalam darah
d. Plasmodium malariae
Adalah protozoa parasit yang menyebabkan penyakit malaria pada manusia dan
hewan. P. malariae berhubungan dekat dengan Plasmodium falciparum dan Plasmodium
vivax, yang menyebabkan kebanyakan infeksi malaria. Menyebabkan malaria kuartana
benigna. P. malariae menyebabkan malaria kuartana (malaria malariae). Sama
dengan Plasmodium falciparum, memiliki dua hospes (definitif nyamuk Anopheles sebagai
perantara manusia). Hidup di daerah tropis maupun sub tropis. Gejala demam setiap 4 hari
sekali.
Morfologi
Trofozoit muda
Sel darah merah tidak membesar, berbentuk cincin
Bentuk pita
Sitoplasma seperti pita, pita melebar, inti membesar, pigmen kasar tersebar
Makrogametosit
Sel darah merah tdk membesar, sitoplasma bulat, inti padat, batas jelas, letak ditepi
Mikrogametosit
Sel darah merah tdk membesar, sitoplasma bulat, inti difus ditengah pigmen kasar
terbesar
Skizon muda
Inti kurang dari 8,pimen kasar dan tersebar
Skizon tua
Inti berjumlah 8-12 tersusun sperti bunga, pigmen berkumpul ditengah
Gejala klinis, demam setiap 4 hari sekali, spenomegali, anemia, komplikasi
nefrosi(gangguan ginjal).
P. malariae pada darah.
2.5.7 Penyakit Malaria
Penyakit Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa parasit yang
merupakan golongan Plasmodium, dimana proses penularannya melalui gigitan nyamuk
Anopheles. Protozoa parasit jenis ini banyak sekali tersebar di wilayah tropik, misalnya di
Amerika, Asia dan Afrika.
Ada empat type plasmodium parasit yang dapat menginfeksi manusia, namun yang
seringkali ditemui pada kasus penyakit malaria adalah Plasmodium falciparum and
Plasmodium vivax. Lainnya adalah Plasmodium ovale dan Plasmodium malariae.
a. Tanda dan Gejala Penyakit malaria
Masa tunas atau inkubasi penyakit ini dapat beberapa hari sampai beberapa bulan
yang kemudian barulah muncul tanda dan gejala yang dikeluhkan oleh penderita seperti
demam, menggigil, linu atau nyeri persendian, kadang sampai muntah, tampak pucat atau
anemis, hati serta limpa membesar, air kencing tampak keruh atau pekat karena mengandung
Hemoglobin (Hemoglobinuria), terasa geli pada kulit dan mengalami kekejangan.
Namun demikian, tanda yang klasik ditampakkan adalah adanya perasaan tiba-tiba
kedinginan yang diikuti dengan kekakuan dan kemudian munculnya demam dan banyak
berkeringat setelah 4 sampai 6 jam kemudian, hal ini berlangsung tiap dua hari. Diantara
masa tersebut, mungkin penderita merasa sehat seperti sediakala. Pada usia anak-anak
serangan malaria dapat menimbulkan gejala aneh, misalnya menunjukkan gerakan atau
postur tubuh yang abnormal sebagai akibat tekanan rongga otak. Bahkan lebih serius lagi
dapat menyebabkan kerusakan otak.
b. Penggolongan Manifestasi Penyakit Malaria
Ada beberapa bentuk manifestasi penyakit malaria, antara lain :
a) Malaria tertiana, disebabkan oleh Plasmodium vivax, dimana penderita merasakan
demam muncul setiap hari ketiga.
b) Malaria quartana, disebabkan oleh Plasmodium malariae, penderita merasakan
demam setiap hari keempat.
c) Malaria serebral, disebabkan oleh Plasmodium falciparum, penderita mengalami
demam tidak teratur dengan disertai gejala terserangnya bagian otak, bahkan
memasuki fase koma dan kematian yang mendadak.
d) Malaria pernisiosa, disebabkan oleh Plasmodium vivax, gejala dapat timbul sangat
mendadak, mirip Stroke, koma disertai gejala malaria yang berat.
c. Menegakkan Diagnosa Penyakit Malaria
Dengan adanya tanda dan gejala yang dikeluhkan serta tampak oleh Tim kesehatan,
maka akan segera dilakukan pemeriksaan laboratorium (khususnya pemeriksaan darah) untuk
memastikan penyebabnya dan diagnosa yang akan diberikan kepada penderita.
d. Pengobatan Penyakit Malaria
Berdasarkan pemeriksaan, baik secara langsung dari keluhan yang timbul maupun
lebih berfokus pada hasil laboratium maka dokter akan memberikan beberapa obat-obatan
kepada penderita. Diantaranya adalah pemberian obat untuk menurunkan demam seperti
paracetamol, vitamin untuk meningkatkan daya tahan tubuh sebagai upaya membantu
kesembuhan.
Sedangkan obat antimalaria biasanya yang dipakai adalah Chloroquine, karena
harganya yang murah dan sampai saat ini terbukti efektif sebagai penyembuhan penyakit
malaria di dunia. Namun ada beberapa penderita yang resisten dengan pemberian
Chloroquine, maka beberapa dokter akan memberikan antimalaria lainnya seperti Artesunate-
Sulfadoxineataupyrimethamine, Artesunate-amodiaquine, Artesunat-piperquine, Artemether-
lumefantrine, dan Dihidroartemisinin-piperquine.

2.6 Entamoeba Histolytica


Entamoeba histolytica adalah protozoa parasit anaerob, bagian genus Entamoeba.
Dominan menjangkiti manusia dan kera, E. histolytica diperkirakan menulari sekitar 50 juta
orang di seluruh dunia. Banyak buku tua menyatakan bahwa 10% dari populasi dunia
terinfeksi protozoa ini. Namun sumber lain menyatakan: setidaknya 90% dari infeksi ini
adalah karena spesies Entamoeba kedua yaitu E. dispar. Mamalia seperti anjing dan kucing
bisa menjadi transit infeksi, tetapi tidak ada bukti mengenai kontribusi nyata untuk terjadinya
penularan dari kedua hewan ini.
2.6.1 Penularan
Tahapan perkembangan amuba yang aktif (trophozoit) hanya ada di dalam host dan
feses yang masih baru dikeluarkan; cysta amuba hidup di luar host yaitu dalam air, tanah dan
pada makanan, terutama dalam kondisi basah. Cysta amuba mudah dibunuh oleh suhu panas
dan dingin, dan hanya bertahan selama beberapa bulan di luar host. Ketika cysta tertelan,
mereka bisa menyebabkan infeksi melalui excysting (tahap pelepasan trophozoit) dalam
sistem pencernaan. Pada tahap ini trophozoit mudah mati dalam lingkungan asam
lambung/perut.
2.6.2 Pathogenesis
E. histolytica, sesuai namanya (histo-lytic = menghancurkan jaringan), adalah
patogen; infeksi dapat mengakibatkan disentri amoeba atau liver abscess amoeba. Gejala
dapat termasuk disentri, diare berdarah, penurunan berat badan, kelelahan, sakit perut, dan
amoeboma (suatu komplikasi yang mengakibatkan luka di usus). Amoeba sebenarnya dapat
menggali ke dalam dinding usus, menyebabkan luka dan penyakit usus lainnya, dan dapat
mencapai aliran darah. Dari sana, ia dapat menjangkau berbagai organ vital tubuh manusia
lainnya, biasanya hati, tapi kadang-kadang paru-paru, otak, limpa, dan lain sebagainya. Hasil
invasi amuba umum pada jaringan sel adalah liver abscess yang bisa berakibat fatal jika
tidak diobati. Sel darah merah kadang-kadang dimakan oleh sitoplasma sel amoeba.
2.6.3 Diagnosis
Penyakit ini dapat didiagnosis melalui sampel kotoran tetapi penting untuk diketahui
bahwa beberapa jenis lainnya mustahil dapat dibedakan hanya dengan melalui mikroskop.
Tes ELISA atau RIA dapat digunakan untuk mendeteksi penyakit ini.
2.6.4 Terapi
Metronidazole untuk invasi trophozoites bagi mereka yang masih dalam usus kecil.
Paromomycin (Humatin) adalah obat pilihan lumenal, sejak Diloxanide furoate (Furamide)
tidak komersial tersedia di AS atau Kanada (hanya tersedia di CDC-US). Dosis:
Metronidazole 750mg tid oral, selama 5 sampai 10 hari diikuti oleh Paromomycin
30mg/kg/day sama secara oral juga dalam 3 dosis selama 5 sampai 10 hari atau Diloxanide
furoate 500mg tid oral selama 10 hari untuk memusnahkan lumenal amoebae dan mencegah
kekambuhan.

2.7 Tania Solium


Taksonomi Taenia solium
Kingdom : Animalia
Filum : Platyhelminthes
Kelas : Cestoda
Ordo : Cyclophyllidea
Famili : Taeniidae
Genus : Taenia
Spesies : Taenia solium

Pengertian Taenia solium Taenia solium merupakan parasit yang termasuk dalam
kelas cestoda yang hidup dalam usus manusia dan dapat menyebabkan penyakit Taeniasis
solium dan larvanya menyebabkan penyakit cysticercosis cellulosae. Cacing ini disebut juga
dengan the pork tapeworm atau cacing pita babi. Hospes definitifnya adalah manusia
sedangkan hospes intermediernya adalah babi atau beruang hutan.
Siklus Hidup Taenia solium Siklus hidup Taenia Proglotid yang matang (proglotid
gravid) keluar bersama tinja atau bergerak aktif menuju anus cabang-cabang uterus
anterior pecah dan telur keluar melalui pinggiran anterior jika telur termakan hospes
intermedier (sapi) di dalam usus embriofore terdesintegrasi oleh asam lambung hexacanth
embrio meninggalkan kulit telur dan menembus dinding usus bersama limfe/darah berbagai
organ dalam yang paling sering adalah otot lidah, masseter diafragma, jantung, juga hati,
ginjal, paru-paru, otak dan mata babi tumbuh menjadi cysticercus cellulosa (cacing
gelembung) dengan ukuran 5 mm x 8 10 mm dimana didalamnya terdapat scolex yang
mengalami invaginasi, scolex ini telah dilengkapi dengan kait-kait dan batil isap
bila cysticercus hidup ditelan manusia maka oleh enzim-enzim pencernaan cysticercus ini
dibebaskan scolex mengadakan evaginasi dan menempel pada mukosa jejunum
tumbuh menjadi cacing dewasa dalam 3 bulan, cacing dewasa dapat hidup lebih dari 25
tahun.
Pada cysticercus cellulosa infeksi terjadi karena manusia makan telur Taenia
solium atau karena proglotid masuk ke lambung baik karena regurgitasi (anti peristaltik)
maupun sebab ikut bersama makanan. Di dalam usus hexacanth embrio dibebaskan dan
bersama aliran darah atau aliran limfe ke organ-organ dan membentuk cysticercus cellulosae.
Morfologi Taenia solium Scolex Taenia solium (sumber : http://www.cdc.gov/)
Proglotid gravid Taenia solium Ciri-ciri cacing dewasa Taenia solium : Cacing dewasa
mempunyai panjang 2 4 meter, kadang sampai 8 m Cacing ini terdiri dari scolex, leher, dan
strobila Scolex dilengkapi dengan 2 baris kait yang terdiri atas kait panjang dan pendek,
jumlahnya mencapai 25 30 buah. Diameter scolex 1 mm terdapat 4 buah batil isap yang
berbentuk mangkok Mempunyai 800 1000 segmen dengan lubang kelamin pada sisi lateral
kanan ata kiri tidak beraturan Uterus gravid mempunyai cabang lateral mengandung 30 50
butir telur Ovarium terdiri atas 2 lobus lateral dan satu lobus kecil Telur Taenia sp. Ciri-ciri
telur Taenia sp. : Ukuran : panjang 30 40 m dan lebar 20 30 m Berwarna coklat
tengguli Lapisan embriofore bergaris-garis radier Di dalamnya terdapat hexacanth embrio.
Gejala Klinis Taeniasis solium Cacing dewasa biasanya hanya menyebabkan
peradangan setempat pada mukosa usus, kerusakan yang lebih berat ditimbulkan oleh bentuk
larvanya (cysticercus cellulosae). Penderita taeniasis solium mungkin hanya mengeluh
tentang gangguan pencernaan yang sifatnya ringan tetapi menahun, misalnya rasa sakit perut
yang tidak begitu nyata, diare, konstipasi bergantian, serta dapat terjadi eosinofilia mencapai
28%. Pada cysticercosis gejala yang terjadi tergantung pada lokasi cysticercus cellulosae.
Cysticercus cellulosae bisa terdapat di kulit, otot, otak dan mata, sering kali bersifat multiple
dan tempat yang paling sering dihinggapi adalah otot bergaris dan otak. Kista yang sedang
tumbuh menimbulkan reaksi peradangan dan akhirnya fibrosis atau perkapuran. Pada stadium
infasi tidak ada gejala prodormal atau sakit otot ringan dan suhu sedikit meninggi. Terjadi
pembentukan kapsul dengan perubahan vaskuler. Kadang-kadang parasit ini diserap atau
diganti jaringan ikat. Keadaan ini dapat menyebabkan adanya suatu fokus epilepsi. Mungkin
juga terjadi perkapuran dan penyerapan sebagai parasit. Gejala dini yang mungkin terjadi
adalah adanya tanda oleh karena adanya proses desak ruang atau adanya sumbatan dari cairan
otak. Gejala lambat yang menonjol adalah epilepsi tipe Jackson. Cysticercosis di berbagai
bagian otak menimbulkan berbagai macam gejala tergantung letak cysticercus cellulosae.
Cara Diagnosis Taeniasis solium Diagnosis taeniasis solium ditegakkan dengan
menemukan proglotid gravid atau telur dalam tinja atau daerah perianal dengan cara swab.
Telur Taenia solium sulit dibedakan dengan telur Taenia saginata tetapi proglotid gravidnya
dapat dibedakan berdasarkan jumlah lateral uterus atau scolexnya yang tidak mempunyai
kait-kait. Sedangkan cysticercosis ditegakkan dengan menemukan cysticercus dalam benjolan
dan dengan reaksi imunologi.
Pencegahan dan Pengobatan Taeniasis saginata Pencegahan taeniasis saginata :
Memasak daging babi sampai matang sempurna Memeriksa daging babi akan
adanya cysticercosis Menghilangkan sumber infeksi dengan mengobati dan mencegah
kontaminasi tanah dengan tinja manusia Pengobatan taeniasis saginata : Praziquantel adalah
obat yang paling sering digunakan untuk mengobati taeniasis. Dosis yang diberikan adalah 5-
10 mg/kg secara oral untuk sekali minum pada orang dewasa dan 5-10 mg/kg pada anak-
anak. Jika pasien memiliki cysticercosis selain taeniasis, praziquantel harus digunakan
dengan hati-hati. Praziquantel adalah obat cysticidal yang dapat menyebabkan peradangan di
sekitar tempat cysticercosis, serta dapat menyebabkan kejang atau gejala lainnya. Obat
alternatifnya adalah Niklosamida, yang diberikan pada 2 gram secara oral untuk sekali
minum pada orang dewasa dan 50 mg/kg pada anak-anak. Setelah pengobatan, tinja harus
dikumpulkan selama 3 hari untuk mencari proglotid cacing pita untuk identifikasi spesies.
Pemeriksaan tinja harus dikaji ulang untuk telur taenia dalam waktu 1 dan 3 bulan setelah
pengobatan untuk memastikan sudah tidak terinfeksi taeniasis. Epidemiologi Taenia solium
Taenia solium dapat dijumpai di seluruh dunia terutama di daerah yang banyak
mengkonsumsi daging babi dan mempunyai sanitasi yang buruk.

2.8 Echinococcus Granulosus


Kerajaan : Animalia
Phylum :Platyhelminthes
Class : Cestoda
Order : Cyclophyllidea
Family : Taeniidae
Genus : Echinococcus
Species : E. granulosus

2.8.1 Hospes dan Nama Penyakit


Hospes cacing ini adalah anjing dan karnivora lainnya.
Parasit ini dapat menyebabkan hidatidosis.
Kista hidatid paru sangat berbahaya dan fatal terutama apabila kista ini pecah dapat
menyebabkan shock yang berat.
2.8.2 Morfologi
Cacing dewasa adalah cacing kecil yang berukuran 3-6 mm.
Skoleks bukat, dilengkapi 4 batil isap dan rostelum dengan kait-kait, mempunyai leher.
Mempunyai 1 proglotid imatur, 1 proglotid matur, 1 proglotid gravid
2.8.3Daurhidup
Cacing dewasa di usus anjing Telur dikeluarkan bersama tinja telur tertelan hospes
perantara telur menetas di rongga duodenum embrio yang dikeluarkan menembus
dinding usus masuk ke saluran limfe peredaran darah alat-alat tubuh (terbentuk kista
hidatid) kista termakan anjing cacing dewasa

2.8.4 Patologi dan Gejala Klinis


Ada beberapa hal gejala, yaitu:
1. Desakan kista hidatid
2. Cairan kista yang dapat menmbulkan reaksi alergi
3. Pecahnya kista, cairan kista masuk peredaran darah, dapat menimbulkan renjatan
anaflaktik yang dapat menyebabkan kematian
Gejala-gejala lain: hemoptisis ringan, batuk, dispnea, sakit dada yang tidak menetap,
palpitasi, urtikaria.
Infeksi ditandai dengan adanya pembentukan kista tunggal unilokular atau majemuk yang
membesar.
2.8.5 Pencegahan
Infeksi dapat dicegah dengan menghindari kontak dengan tinja anjing, terutama pada anak-
anak.
Meningkatkan kesadaran higienis dan sanitasi air.
Menjaga kebersihan dan kesehatan hewan piaraan terutama anjing dan kucing.
Cara terbaik untuk menghindari infeksi manusia adalah menghindari menelan makanan atau
bahan lain yang terkontaminasi dengan kotoran anjing.
2.8.6 Pengobatan
Dilakukan dengan pembedahan yang hanya berhasil pada penderita dengan kista unilokuler.
Dengan mebendazol selama jangka waktu panjang pada dosis rendah.

2.9 ParagonimusWestermani
2.9.1 HOSPES
1. Hospes definitif : Manusia, kucing, anjing
2. Hospes perantara I : Keong air / siput (Melania/Semisulcospira spp)
3. Hospes perantara II : Ketam / kepiting
2.9.2 PENYAKIT: Paragonimiasis
2.9.3 MORFOLOGI
Telur:
1. Ukuran : 80 120 x 50 60 mikron
2. Bentuk oval cenderung asimetris.
3. Terdapat operkulum pada kutub yang mengecil.
4. Ukuran operkulum relatif besar, sehingga kadang tampak telurnya seperti terpotong.
5. Berisi embrio
2.9.4 Cacing dewasa:
Bersifat hermaprodit. Sistem reproduksinya ovivar. Bentuknya menyerupai
daunberukuran 7 12 x 4 6 mm dengan ketebalan tubuhnya antara 3 5 mm.Memiliki batil
isap mulut dan batil isap perut.Uterus pendek berkelok-kelok.Testis bercabang, berjumlah 2
buah.Ovarium berlobus terletak di atas testis.Kelenjar vitelaria terletak di 1/3 tengah badan
2.9.5 Siklus Hidup
Telur dikeluarkan bersama feses Telur yang masuk dalam air akan
menetas mirasidium akan keluar dan mencari hospes perantara pertama yaitu keong air
(siput Bulinus / Semisulcospira). Dalam tubuh keong mirasidium berkembang menjadi
sporokista dan kemudian menjadi redia. Redia akan menghasilkan serkaria. Serkaria akan
akan keluar dari tubuh siput dan mencari hospes perantara ke-2, yiatu ketam/kepiting Setelah
masuk ke tubuh kepiting, serkaria akan melepaskan ekornya dan membentuk kista
(metaserkaria.) didalam kulit di bawah sisik. Metaserkaria akan masuk ke tubuh manusia
yang mengkonsumsi kepiting yang mengandung metaserkaria yang dimasak kurang
matang. Metaserkaria akan mengalami proses ekskistasi di duodenum dan keluarlah
larva. Larva menembus dinding usus halus rongga perut diafragma menuju paru
paru
2.9.6 Patologi dan Gejala Klinis
Gejala pertama di mulai dengan adanya batuk kering yang lama kelamaan menjadi
batuk darah cacing dewasa dapat pula bermigrasi ke alat alat lain dan menimbulkan abses
pada alat tersebut misalnya pada hati dan empedu .Saat larva masuk dalam saluran empedu
dan menjadi dewasa, parasit ini dapat menyebabkan iritasi pada saluran empedu, penebalan
dinding saluran, peradangan sel hati dan dalam stadium lanjut akan menyebabkan sirosis hati
yang disertai oedema. Luasnya organ yang mengalami kerusakan tergantung pada jumlah
cacing yang terdapat di saluran empedu dan lamanya infeksi.
Gejala yang muncul dapat dikelompokkan menjadi 3 tahap, yaitu :
1. Stadium ringan : tidak ditemukan gejala.
2.Stadium progresif : terjadi penurunan nafsu makan, perut terasa penuh, diare.
3. Stadium lanjut : didapatkan sindrom hipertensi portal yang terdiri dari pembesaran hati,
ikterus, oedema dan sirosis hepatis
2.9.7 DIAGNOSA
Diagnosis dibuat dengan menemukan telur dalam sputum atau cairan pleura. Kadang-
kadang telur juga di temukan dalam tinja
2.9.8 PENCEGAHAN
Tidak memakan ikan/kepiting mentah. Apabila menkonsumsi harus sudah dimasak
secara sempurna sehingga bisa dihindari terinfeksi oleh metaserkaria dalam ikan/kepiting
tersebut
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan tulisan di atas, maka dapat ketahui penggolongan parasit, penggolongan
hospes/host, menyebutkan dan menjelaskan hewan-hewan yang termasuk parasit. Serta
perlunya menjaga pola hidup dan menghindari makanan-makanan mentah untuk menghindari
mikroorganisme masuk ke dalam tubuh.
DAFTAR PUSTAKA
1. Theander TG, Kurtzhals JA. Parasitologi. InParasitologi 2014. FADL's Forlag.
2. Gandahusada S, Ilahude HD, Pribadi W. Parasitologi kedokteran. Jakarta: FKUI.
1998.
3. Natadisastra D, Agoes R. Parasitologi kedokteran ditinjau dari organ tubuh yang
diserang. Jakarta: EGC. 2009.
4. Sutanto I, Ismid IS, Sjarifuddin PK, Sungkar S. Parasitologi kedokteran. Edisi IV.
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta. 2008.
5. Zulkoni A. Parasitologi. Yogyakarta: Nuha Medika. 2011.
6. PPM&PL D. Modul Parasitologi Malaria 2.
7. Irianto, Koes. Parasitologi Medis.2013.
8. Safar R. Parasitologi Kedokteran. Bogor (ID): Yrama Widya. 2010.
9. Widodo H. Parasitologi Kedokteran. D-Medika. Yogyakarta. 2013.

Вам также может понравиться