Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
TERNAK DASAR
Materi minggu ke-3
Identifikasi, karakteristik fisik dan kimia kulit segar
Prof. Dr. Suharjono Triatmojo, MS
Nanung Agus Fitriyanto, S.Pt., M.Sc., Ph.D
PENDAHULUAN
PETERNAKAN/POTENSI KULIT
Kulit hewan. Kulit ternak bersumber dari berbagai
macam/jenis ternak. Kulit Sapi, Kerbau, Kambing,
Domba, Kuda, dan Babi. Kulit aneka ternak antara
lain dari Kelinci, Marmut, Katak. Kulit lainnya, dari
Harimau, Beruang, hewan berbulu halus, Buaya,
Ular, Biawak, dll. Kulit hewan besar atau hides, kulit
hewan kecil atau skins, anak dari hewan besar
kulitnya dimasukkan kulit hewan kecil.
Berbagai macam kulit tersebut, merupakan bahan
baku untuk industri kulit. Macam/Jenis/Asal kulit
akan menentukan untuk produksi barang jadi kulit
apa, kulit mana yang paling cocok untuk itu.
Populasi Ternak. Ternak yang hidup dan
berkembang biak di Indonesia, populasi dari
masing-masing jenis bangsa ternak sangat
berbeda jumlah dan jenisnya.
Perbedaan tersebut antara lain disebabkan oleh
macam atau jenis ternak dan bangsa ternaknya,
yang berkaitan dengan sifatnya masing-masing,
antara lain kecepatan pertumbuhannya, dewasa
tubuh dan dewasa kelamin, penampilan
reproduksi, ratio umur muda, dewasa dan anak,
managemen beternak, perbedaan pengaruh
lingkungan hidup (suhu, kelembaban,
ketersediaan pakan, sumber/ketersediaan air, dll).
Potensi produksi kulit. Potensi kulit secara
mutlak adalah maksimal sama dengan jumlah
atau populasi ternak. Kalau ternyata konsumsi
daging penduduk Indonesia meningkat, dapat
terjadi populasi ternak sangat menurun, bahkan
dapat habis. Kebijakan pemerintah diperlukan
agar dapat terjadi keseimbangan antara ternak
yang dipotong dengan populasi ternak, apakah
mau ditingkatkan populasinya sekaligus juga
konsumsi daging juga meningkat.
Maksimal agar populasi tetap, konsumsi daging
dan yang untuk diternakkan lagi/replecement
tidak melampaui peningkatan/kenaikan populasi
rata-rata/tahun.
Produksi riil kulit sebagai bahan baku
industri. Sebagaimana diketahui, bahwa kulit
ternak diperoleh setelah ternaknya dipotong.
Banyaknya kulit yang dihasilkan tergantung
konsumsi/kebutuhan masyarakat akan daging.
Kebutuhan protein hewani, bukan dari ikan, dari
daging di Indonesia masih rendah dibandingkan
dengan sesama Negara Asean. Konsumsi daging
berkaitan erat dengan daya beli masyarakat.
Pada saat ini, pemotongan ternak karena
konsumsi daging/kapita masih rendah, belum
mengkhawatirkan akan populasi ternak.
Pemotongan Ternak
Kulit dihasilkan dari pemotongan ternak. Kualitas
kulit tergantung dari kesehatan dan kondisi ternak
yang akan dipotong, persyaratan, dan proses
pemotongan dengan pengulitannya.
Proses Pengulitan. Pengulitan dilakukan dengan teknik
yang benar, membuka kulit dan melepas kulit dari tubuh
dilakukan dengan menggunakan pisau yang sesuai. Hasil
pengulitan yang baik akan diperoleh luas kulit yang
optimal, cacat karena tertusuk dan tergores seminimal
mungkin dan pada tempat lembar kulit di luar bagian
bahu (shoulder) dan punggung (butt/croupon).
Pemotongan ternak pada umumnya dilakukan di
rumah potong hewan (RPH). Pada RPH yang besar
dan modern, setelah pengulitan dilakukan fleshing
atau memisahkan subkulit, sisa daging dan lemak
yang masih melekat pada kulit.
Pengaruh suhu lingkungan. Mempercepat
perkembang biakan mikrobia, mempercepat
terjadinya proses lisis, mengurangi kadar air
karena mempercepat penguapan air. Terhadap
protein/serabut kolagen penyusun utama kulit
akan menyebabkan struktur helix serabut
kolagen akan terurai sebagian pada suhu urai
(tm/melting temperature, sekitar 38C) dan suhu
kerat (ts/shringkage temperature, sekitar 64C)
struktur helix tropokolagen akan seluruhnya
terurai.
Bahkan kalau suhu ts berlanjut/lebih tinggi lagi
protein kolagen akan mengalami denaturasi
menjadi protein gelatin.
Pengaruh Kelembaban. Mempercepat/memperlambat
penguapan air. Kalau suhu dibawah tm, kelembaban
rendah, air dalam kulit cepat menguap. Pada kadar air
tertentu (tinggal air terikat) mikrobia tidak akan dapat
berkembang biak bahkan mati. Enzim tidak aktif, lisis
berhenti, karena proses lisis dapat berlangsung dalam
suasana cukup air, dimana enzim yang bekerja bersifat
hidrolase.
Pengaruh pH. Makin rendah pH, terjadi pengumpulan
protein, mikrobia terbunuh, lisis akan terjadi. Pada proses
pengawetan dengan di asam, ditambah garam, agar
tidak merusak protein/serabut kolagen.
Pengaruh Pencemaran Mikrobia. Kalau lingkungan
kulit mendukung, akan cepat terjadi lisis. Proses
pengawetan berusaha untuk menghentikan, kembang
biaknya terhenti, dan lisis di hambat.
Pengaruh Musim. Pada musim penghujan, suhu rendah,
kelembaban tinggi, tidak dilakukan pengawetan secara
dikeringkan, lebih tepat pengawetan secara di garam, di
asam, atau wet blue.
TINGKATAN KUALITAS KULIT
Tingkatan/kualitas
kulit, mulai yang terbaik
sampai yang ditolak adalah primes, grade,
first, second, third, dan reject.
Tingkatan kualitas kulit diperlukan oleh
industri pengolahan kulit, sesuai dengan
yang diproduksi dapat menggunakan tingkat
yang mana/diperlukan agar produksinya
layak diterima oleh konsumen, sesuai
dengan mutu barang jadi yang diinginkan
yang harga jualnya masih menjanjikan.
Penentuan kualitas kulit, dititik beratkan pada
luas, bentuk side kiri dan kanan sebangun, tidak
berbau amis, bulu/rambut tidak mudah dicabut,
sedikit cacat yang timbul karena tusukan atau
goresan pisau (penilaian untuk kulit kering dan
garaman).
Permukaan (grain surface) profilnya masih utuh,
tidak menunjukkan bercak-bercak karena cacat.
Sudah menunjukkan ada rongga-rongga kosong
(void space) dalam korium kulit, berkas serabut
dan serabut kolagen masih utuh (dilihat dibawah
mikroskop dengan potongan sejajar dan tegak
lurus permukaan kulit/penilaian untuk kulit
awetan secara di asam, dan secara wet blue.
HUBUNGAN ANTARA JENIS/BANGSA HEWAN DENGAN
KUALITAS, DAN UNTUK PRODUK MACAM KULIT JADI
YANG MANA/APA
Air : 64%
Protein : 33%
Lemak : 0.5%
Mineral : 0.5%
Substansi lain : 0.5%
(pigmen dll)
Keratin
Tidak larut dalam air, larutan garam netral, asam dan
basa encer
Tinggi kand S nya, aa sistin dan methionin
Basa kuat memecah ikatan disulfida
Agen perduksi (Na2S) memecah sistin sistein
Pengaruh basa tgt pada suhu dan lama reaksi, sifat
basa dan konsentrasinya
LANJUTAN PROTEIN
Kolagen
Tidak larut dalam air, asam dan basa encer
Bila kering mudah menyerap air, dan mudah
patah
Dalam larutan asam/basa kuat akan
membengkak
Ekstraksi (hidrolisis) bertingkat gelatin
Mengkerut pada suhu >55oC
Relatif tahan thd enzim proteolitik, kecuali
kolagenase
Kaya aa glisin, prolin, dan hidroksiprolin
AIR-1
Selamaperjalanan (dari sb air ke tempat
penampungan) air akan tercemar.
Sumber air dikelompokkan menjadi
Air hujan tercemar gas
Air gunungtercemar kapur, asam
Air sungai, danau, kolamtercemar bo dan
manure
Air sumur dangkaltcm sampah dan kotoran
Air sumur dalam baik untuk air minum
Air mineralgaram (besi)
Air laut tcm garam (NaCl, CaSO4, MgSO4, CaCO3,
dll)
AIR-3
Kesadahan
Garam2 Ca dan Mg bikarbonat, klorida dan sulfat
kesadahan
Garam2 Ca dan Mg bikarbonat dapat hilang dengan
perebusan (kesadahan temporer)
Garam2 Ca dan Mg sulfat, nitrat, dan sulfat tdk dapat
hilang (kesadahan permanen)
Dengan adanya kesadahan mengganggu proses
penyamakan