Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
BAB 1
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui dan memahami asuhan keperawatan pada klien dengan emfisema.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui dan memahami definisi emfisema.
2. Mengetahui dan memahami etiologi emfisema.
3. Mengetahui dan memahami patofisiologi emfisema.
4. Mengetahui dan memahami manifestasi klinis yang dapat ditemukan pada klien dengan emfisema.
5. Mengetahui dan memahami penatalaksanaan klien dengan emfisema.
6. Mengetahui dan memahami WOC dari emfisema.
7. Mengetahui dan memahami komplikasi dari emfisema.
8. Mengetahui dan memahami asuhan keperawatan pasien dengan emfisema.
1.4 Manfaat
Mahasiswa mampu membuat perencanaan asuhan keperawatan pada kasus emfisema.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.2 Etiologi
1. Faktor Genetik
Faktor genetik mempunyai peran pada penyakit emfisema. Faktor genetik diataranya adalah atopi yang ditandai
dengan adanya eosinifilia atau peningkatan kadar imonoglobulin E (IgE) serum, adanya hiper responsive bronkus,
riwayat penyakit obstruksi paru pada keluarga, dan defisiensi protein alfa 1 anti tripsin.
2. Hipotesis Elastase-Anti Elastase
Didalam paru terdapat keseimbangan antara enzim proteolitik elastase dan anti elastase supaya tidak terjadi kerusakan
jaringan.Perubahan keseimbangan menimbulkan jaringan elastik paru rusak. Arsitektur paru akan berubah dan timbul
emfisema.
3. Rokok
Rokok adalah penyebab utama timbulnya emfisema paru. Rokok secara patologis dapat menyebabkan gangguan
pergerakan silia pada jalan nafas, menghambat fungsi makrofag alveolar, menyebabkan hipertrofi dan hiperplasia
kelenjar mukus bronkus dan metaplasia epitel skuamus saluran pernapasan.
4. Infeksi
Infeksi saluran nafas akan menyebabkan kerusakan paru lebih hebat sehingga gejalanya lebih berat. Penyakit infeksi
saluran nafas seperti pneumonia, bronkiolitis akut dan asma bronkiale, dapat mengarah pada obstruksi jalan nafas,
yang pada akhirnya dapat menyebabkan terjadinya emfisema. Infeksi pernapasan bagian atas pasien bronkitis kronik
selalu menyebabkan infeksi paru bagian dalam, serta menyebabkan kerusakan paru bertambah. Bakteri yang di isolasi
paling banyak adalah haemophilus influenzae dan streptococcus pneumoniae.
5. Polusi
Polutan industri dan udara juga dapat menyebabkan emfisema. Insiden dan angka kematian emfisema bisa dikatakan
selalu lebih tinggi di daerah yang padat industrialisasi, polusi udara seperti halnya asap tembakau, dapat menyebabkan
gangguan pada silia menghambat fungsi makrofag alveolar. Sebagai faktor penyebab penyakit, polusi tidak begitu
besar pengaruhnya tetapi bila ditambah merokok resiko akan lebih tinggi.
6. Faktor Sosial Ekonomi
Emfisema lebih banyak didapat pada golongan sosial ekonomi rendah, mungkin kerena perbedaan pola merokok, selain
itu mungkin disebabkan faktor lingkungan dan ekonomi yang lebih jelek.
7. Pengaruh usia
2.3 Patofisiologi
Emfisema merupakan kelainan di mana terjadi kerusakan pada dinding alveolus yang akan menyebebkan overdistensi
permanen ruang udara. Perjalanan udara akan tergangu akibat dari perubahan ini. Kerja nafas meningkat dikarenakan
terjadinya kekurangan fungsi jaringan paru-paru untuk melakukan pertukaran O2 dan CO2. Kesulitan selama ekspirasi
pada emfisema merupakan akibat dari adanya destruksi dinding (septum) di antara alveoli, jalan nafas kolaps sebagian,
dan kehilangan elastisitas untuk mengerut atau recoil. Pada saat alveoli dan septum kolaps, udara akan tertahan di
antara ruang alveolus yang disebut blebs dan di antara parenkim paru-paru yang disebut bullae. Proses ini akan
menyebabkan peningkatan ventilatory pada dead space atau area yang tidak mengalami pertukaran gas atau darah.
Emfisema juga menyebabkan destruksi kapiler paru-paru, selanjutnya terjadi penurunan perfusi O2 dan penurunan
ventilasi. Emfisema masih dianggap normal jika sesuai dengan usia, tetapi jika hal ini timbul pada pasien yang berusia
muda biasanya berhubungan dengan bronkhitis dan merokok.
Penyempitan saluran nafas terjadi pada emfisema paru. Yaitu penyempitan saluran nafas ini disebabkan elastisitas paru
yang berkurang. Penyebab dari elastisitas yang berkurang yaitu defiensi Alfa 1-anti tripsin. Dimana AAT merupakan
suatu protein yang menetralkan enzim proteolitik yang sering dikeluarkan pada peradangan dan merusak jaringan paru.
Dengan demikian AAT dapat melindungi paru dari kerusakan jaringan pada enzim proteolitik. Didalam paru terdapat
keseimbangan paru antara enzim proteolitik elastase dan anti elastase supaya tidak terjadi kerusakan. Perubahan
keseimbangan menimbulkan kerusakan jaringan elastic paru. Arsitektur paru akan berubah dan timbul emfisema.
Sumber elastase yang penting adalah pankreas. Asap rokok, polusi, dan infeksi ini menyebabkan elastase bertambah
banyak. Sedang aktifitas system anti elastase menurun yaitu system alfa- 1 protease inhibator terutama enzim alfa -1
anti tripsin (alfa -1 globulin). Akibatnya tidak ada lagi keseimbangan antara elastase dan anti elastase dan akan terjadi
kerusakan jaringan elastin paru dan menimbulkan emfisema. Sedangkan pada paru-paru normal terjadi keseimbangan
antara tekanan yang menarik jaringan paru keluar yaitu yang disebabkan tekanan intra pleural dan otot-otot dinding
dada dengan tekanan yang menarik jaringan paru ke dalam yaitu elastisitas paru.
Pada orang normal sewaktu terjadi ekspirasi maksimal, tekanan yang menarik jaringan paru akan berkurang sehingga
saluran nafas bagian bawah paru akan tertutup. Pada pasien emfisema saluran nafas tersebut akan lebih cepat dan
lebih banyak yang tertutup. Cepatnya saluran nafas menutup serta dinding alveoli yang rusak, akan menyebabkan
ventilasi dan perfusi yang tidak seimbang. Tergantung pada kerusakannya dapat terjadi alveoli dengan ventilasi
kurang/tidak ada akan tetapi perfusi baik sehingga penyebaran udara pernafasan maupun aliran darah ke alveoli tidak
sama dan merata. Sehingga timbul hipoksia dan sesak nafas.
Emfisema paru merupakan suatu pengembangan paru disertai perobekan alveolus-alveolus yang tidak dapat pulih,
dapat bersifat menyeluruh atau terlokalisasi, mengenai sebagian atau seluruh paru. Pengisian udara berlebihan dengan
obstruksi terjadi akibat dari obstrusi sebagian yang mengenai suatu bronkus atau bronkiolus dimana pengeluaran udara
dari dalam alveolus menjadi lebih sukar dari pemasukannya. Dalam keadaan demikian terjadi penimbunan udara yang
bertambah di sebelah distal dari alveolus.
2.4 Komplikasi
2.6 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan emfisema paru terbagi atas:
1. Penyuluhan, Menerangkan pada para pasien hal-hal yang dapat memperberat penyakit, hal-hal yang harus
dihindarkan dan bagaimana cara pengobatan dengan baik.
2. Pencegahan
a. Rokok, merokok harus dihentikan meskipun sukar.Penyuluhan dan usaha yang optimal harus dilakukan
b. Menghindari lingkungan polusi, sebaiknya dilakukan penyuluhan secara berkala pada pekerja pabrik, terutama pada
pabrik-pabrik yang mengeluarkan zat-zat polutan yang berbahaya terhadap saluran nafas.
c. Vaksin, dianjurkan vaksinasi untuk mencegah eksaserbasi, terutama terhadap influenza dan infeksi pneumokokus.
3. Terapi Farmakologi, tujuan utama adalah untuk mengurangi obstruksi jalan nafas yang masih mempunyai
komponen reversible meskipun sedikit. Hal ini dapat dilakukan dengan:
a. Pemberian Bronkodilator,
Golongan teofilin, biasanya diberikan dengan dosis 10-15 mg/kg BB per oral dengan memperhatikan kadar teofilin
dalam darah. Konsentrasi dalam darah yang baik antara 10-15mg/L.
Golongan agonis B2, biasanya diberikan secara aerosol/nebuliser. Efek samping utama adalah tremor,tetapi menghilang
dengan pemberian agak lama.
b. Pemberian Kortikosteroid, pada beberapa pasien, pemberian kortikosteroid akan berhasil mengurangi obstruksi
saluran nafas. Hinshaw dan Murry menganjurkan untuk mencoba pemberian kortikosteroid selama 3-4 minggu. Kalau
tidak ada respon baru dihentikan.
c. Mengurangi sekresi mukus
Minum cukup, supaya tidak dehidrasi dan mukus lebih encer sehingga urine tetap kuning pucat. Ekspektoran, yang
sering digunakan ialah gliseril guaiakolat, kalium yodida, dan amonium klorida. Nebulisasi dan humidifikasi dengan uap
air menurunkan viskositas dan mengencerkan sputum. Mukolitik dapat digunakan asetilsistein atau bromheksin.
4. Fisioterapi dan Rehabilitasi, tujuan fisioterapi dan rehabilitasi adalah meningkatkan kapasitas fungsional dan kualitas
hidup dan memenuhi kebutuhan pasien dari segi social, emosional dan vokasional. Program fisioterapi yang
dilaksanakan berguna untuk :
a. Mengeluarkan mukus dari saluran nafas.
b. Memperbaiki efisiensi ventilasi.
c. Memperbaiki dan meningkatkan kekuatan fisis
5. Pemberian O2 dalam jangka panjang, akan memperbaiki emfisema disertai kenaikan toleransi latihan. Biasanya
diberikan pada pasien hipoksia yang timbul pada waktu tidur atau waktu latihan. Menurut Make, pemberian O2 selama
19 jam/hari akan mempunyai hasil lebih baik dari pada pemberian 12 jam/hari.
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksan radiologis, pemeriksaan foto dada sangat membantu dalam menegakkan diagnosis dan menyingkirkan
penyakit-penyakit lain. Foto dada pada emfisema paru terdapat dua bentuk kelainan, yaitu:
a. Gambaran defisiensi arter
Overinflasi, terlihat diafragma yang rendah dan datar,kadang-kadang terlihat konkaf. Oligoemia, penyempitan
pembuluh darah pulmonal dan penambahan corakan kedistal.
b. Corakan paru yang bertambah, sering terdapat pada kor pulmonal, emfisema sentrilobular dan blue bloaters.
Overinflasi tidak begitu hebat.
2. Pemeriksaan fungsi paru, pada emfisema paru kapasitas difusi menurun karena permukaan alveoli untuk difusi
berkurang.
3. Analisis Gas DarahVentilasi, yang hampir adekuat masih sering dapat dipertahankan oleh pasien emvisema paru.
Sehingga PaCO2 rendah atau normal.Saturasi hemoglobin pasien hampir mencukupi.
4. Pemeriksaan EKG, Kelainan EKG yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung. Bila sudah terdapat kor pulmonal
terdapat defiasi aksis ke kanan dan P-pulmonal pada hantaran II, III, dan aVF.Voltase QRS rendah.Di V1 rasio R/S lebih
dari 1 dan di V6 rasio R/S kurang dari 1.
a) Sinar x dada: dapat menyatakan hiperinflasi paru-paru; mendatarnya diafragma; peningkatan area udara
retrosternal; penurunan tanda vaskularisasi/bula (emfisema); peningkatan tanda bronkovaskuler (bronkitis), hasil
normal selama periode remisi (asma).
b) Tes fungsi paru: dilakukan untuk menentukan penyebab dispnea, untuk menentukan apakah fungsi abnormal
adalah obstruksi atau restriksi, untuk memperkirakan derajat disfungsi dan untuk mengevaluasi efek terapi, misalnya
bronkodilator.
c) TLC: peningkatan pada luasnya bronkitis dan kadang-kadang pada asma; penurunan emfisema.
d) Kapasitas inspirasi: menurun pada emfisema.
e) Volume residu: meningkat pada emfisema, bronkitis kronis, dan asma.
f) FEV1/FVC: rasio volume ekspirasi kuat dengan kapasitas vital kuat menurun pada bronkitis dan asma.
g) GDA: memperkirakan progresi proses penyakit kronis. Bronkogram: dapat menunjukkan dilatasi silindris bronkus
pada inspirasi, kollaps bronkial pada ekspirasi kuat (emfisema); pembesaran duktus mukosa yang terlihat pada
bronchitis.
h) JDL dan diferensial: hemoglobin meningkat (emfisema luas), peningkatan eosinofil (asma).
i) Kimia darah: Alfa 1-antitripsin dilakukan untuk meyakinkan defisiensi dan diagnosa emfisema primer.
j) Sputum: kultur untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasi patogen; pemeriksaan sitolitik untuk
mengetahui keganasan atau gangguan alergi.
k) EKG: deviasi aksis kanan, peninggian gelombang P (asma berat); disritmia atrial (bronkitis), peninggian
gelombang P pada lead II, III, AVF (bronkitis, emfisema); aksis vertikal QRS (emfisema).
l) EKG latihan, tes stres: membantu dalam mengkaji derajat disfungsi paru, mengevaluasi keefektifan terapi
bronkodilator, perencanaan/evaluasi program latihan.
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN DENGAN EMFISEMA
Identitas Klien
Nama : Tuan A
TTL : 17/11/1970
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 40 tahun, 5 hari
Pekerjaan : Buruh bangunan
Nama Ayah/ Ibu : Tn. M (Alm) / Ny.M
Pekerjaan Istri : Ibu rumah tangga
Alamat : Jl. Kedinding 78, Surabaya
Agama : Islam
Suku bangsa : Jawa
Pendidikan terakhir : SD
Pendidikan terakhir Istri : SD
Diagnosa : Emfisema
Tuan A tinggal bersama istri dan dua anaknya. Tuan A mengeluh sesak napas, batuk, dan nyeri di daerah dada
sebelah kanan pada saat bernafas. Banyak sekret keluar ketika batuk, berwarna kuning kental. Tuan A tampak kebiruan
pada daerah bibir dan dasar kuku. Tuan A merasakan sedikit nyeri pada dada. Tuan A cepat merasa lelah saat
melakukan aktivitas.
3. Riwayat Penyakit dahulu :
Tuan A selama 3 tahun terakhir mengalami batuk produktif dan pernah menderita pneumonia
4. Riwayat Keluarga :
Tidak Ada
6. Muskuloskeletal/integument B6 (bone)
Turgor kulit : Berkeringat
Massa otot : menurun
Analisa Data
No Data Etiologi Masalah
1. DS: - Infeksi / pneumonia Gangguan
Klien mengeluh sesak napas - Polusi pertukaran gas
DO: - Usia
a) pO2 : 75 mmHg () - Ekonomi rendah
b) pCO2 : 50 mmHg () - Merokok
c) SO3 : 100%
Inflamasi
Pelebaran ruang
udara di dalam paru (bronkus terminal
menggembung)
CO2 meningkat /
udara terperangkap dalam paru
- Sesak
- RR > 20 x/menit
- CO2 hiperkapnia
- O2 hipoksia
Penurunan ventilasi
3.
Peningkatan upaya menangkap O2
Peningkatan RR
Reflek batuk
DS : menurun
Klien selalu mengeluh kelelahan dan
lemas Sekret tertahan Intoleransi
DO ; aktivitas
- RR meningkat setelah melakukan
aktivitas Ronchi
- Cepat lelah saat beraktivitas
Ventilasi menurun
RR meningkat
Kelelahan
Intoleransi aktivitas
1. Anjurkan untuk
air hangat
2. Bantu klien untu
melakukan latiha
batuk efektif bila
memungkinkan
3. Lakukan suction
diperlukan, batas
lamanya suction
dari 15 detik dan
lakukan pemberi
oksigen 100% se
melakukan sucti
4. Pasien lebih nya
karena dapat me
kelancaran pola
nafasnya
5. Air hangat dapat
mengencerkan se
6. Batuk efektif aka
membantu
mengeluarkan se
7. Jalan nafas bersi
3.8 Implementasi
Lakukan tindakan sesuai dengan intervensi yang akan diberikan.
3.9 Evaluasi
1. Diagnosa 1 : a. Pasien bisa bernapas normal tanpa menggunakan otot tambahan pernapasan
b. Pasien tidak mengatakan nyeri saat bernapas.
2. Diagnosa 2: a. Pasien memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektif dan mengalami
perbaikan pertukaran gas pada paru.
b. Pasien menyatakan faktor penyebab, jika mengetahui.
3. Diagnosa 3: Sekret encer dan jalan napas bersih
4. Diagnosa 4: a. Pasien bisa mengidentifikasikan faktor-faktor yang menurunkan toleran
aktivitas.
b. Pasien memperlihatkan kemajuan khususnya dalam hal mobilitas.
c. Pasien memperlihatkan turunnya tanda-tanda
3.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat kami ambil dari penjelasan isi makalah diatas adalah sebagai berikut :
1. Emphysema (emfisema) adalah penyakit paru kronis yang dicirikan oleh kerusakan pada jaringan paru,
sehingga paru kehilangan keelastisannya. Gejala utamanya adalah penyempitan (obstruksi) saluran napas,
karena kantung udara di paru menggelembung secara berlebihan dan mengalami kerusakan yang luas.
2. Terdapat 3 (tiga) jenis emfisema utama, yang diklasifikasikan berdasarkan perubahan yang terjadi dalam
paru-paru : PLE (Panlobular Emphysema/panacinar), CLE (Sentrilobular Emphysema/sentroacinar), Emfisema
Paraseptal.
3. Asuhan keperawatan pada penderita emfisema secara garis besar adalah membantu menjaga keseimbangan
antara kebutuhan dan suplai oksigen klien.
3.2 Saran
Sebagai perawat diharapkan mampu untuk melakukan asuhan keperawatan terhadap penderita emfisema. Perawat
juga harus mampu berperan sebagai pendidik. Dalam hal ini melakukan penyuluhan mengenai pentingnya hal-hal yang
dapat memperberat penyakit, hal-hal yang harus dihindarkan dan bagaimana cara pengobatan dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA