Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
PENDAHULUAN
Genus lumut Usnea tersebar luas di seluruh dunia dan diketahui menguraikan
sejumlah metabolit yang menarik. Kawasan Himalaya timur India dan yang lebih
khusus lagi, daerah Sikkim-Gangtok kaya akan spesies Usnea dengan 20 spesies yang
telah tercatat sejauh ini. Usnea longissima biasa ditemukan di daerah ini namun juga
tersebar luas di daerah boreal Asia, Eropa dan Amerika Utara.
Tumbuhan memiliki banyak kandungan senyawa kimia yang dapat dimanfaatkan
sebagai bahan obat. Terkadang, banyak penyakit yang tidak dapat disembuhkan
dengan obat kimia melainkan dapat disembuhkan dengan obat alami dari tumbuhan.
(Hodkinson, 2012)
Asam usnat adalah salah satu jenis asam yang diperoleh dari lumut kerak genus
Usnea, juga dapat diperoleh dari lumut kerak lain dari genus Ramalina (Usneaceae)
dan Cladonia (Cladoniaceae). Di antara flora ulat (lumut-lumutan berkulit keras) yang
sangat banyak jumlahnya, hanya beberapa saja yang digunakan dalam industri jamu
di Indonesia. Semuanya termasuk marga Usnea. Di Indonesia jenisjenis tanaman
Usnea hanya diperoleh di daerah pegunungan pada ketinggian 1000 meter. Usnea
tumbuh secara epifit pada cabang kayu. Berbagai jenis Usnea banyak digunakan
sebagai obat untuk berbagai penyakit di berbagai negara termasuk Indonesia. Asam
usnat ditemukan dalam beberapa produk jamu di Indonesia. (Kim, 2007)
Asam usnat adalah salah satu jenis asam yang diperoleh dari lumut kerak genus
Usnea, juga dapat diperoleh dari lumut kerak lain dari genus Ramalina (Usneaceae)
dan Cladonia (Cladoniaceae). Di antara flora ulat (lumut-lumutan berkulit keras) yang
sangat banyak jumlahnya, hanya beberapa saja yang digunakan dalam industri jamu
di Indonesia. Di Indonesia terutama di jumpai di daerah pegunungan, namun dapat
pula dijumpai di dataran rendah dengan kelembaban udara yang cukup tinggi. Kayu
angina tumbuh sebagai epifit di dahan kayu yang tinggi sebab cahaya dan
kelembaban tinggi merupakan factor yang mutlak bagi perkembangannya. (Kim,
2007)
1.2 TUJUAN
1. Mengetahui dan mepraktekkan cara mengisolasi senyawa golongan fenolik.
2. Mengetahui cara mengidentifikasi senyawa golongan fenolik.
1.3 MANFAAT
1. Mampu mepraktekkan cara mengisolasi senyawa golongan fenolik.
2. Mampu mengidentifikasi senyawa golongan fenolik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Usnea sp
2.1 KLASIFIKASI
Divisi : Thalophyta
Sub Divisi : Lichenes
Kelas : Ascholichenes
Sub Kelas : Hymenoascolichenes
Ordo : Lecanorineae
Famili : Usneaceae
Genus : Usnea
Spesies : Usnea sp (Winarto, 2003)
2.2 MORFOLOGI
Kayu angin bukanlah termasuk tumbuhan tinggi, tetapi termasuk sejenis lumut,
hidup menggantung pada ranting pohon namun tunbuhan dia tidak mengambil
makanan dari Induk Semangnya (disebut Epiphyt). Bentuk seperti jenggot
menggantung seperti cemara, berwarna hijau putih keabuan. Untuk hidupnya
memerlukan kelembaban yang cukup tinggi. (Deng, 2017)
Kayu angin merupakan dua organisme yang terdiri atas cendawan dan ganggang
protococcus yang bersimbiosis membentuk suatu kesatuan individu. Keseluruhan
tumbuhan umumnya berwarna hijau pucat kebiruan, tumbuhan tegak atau berjumbal,
dan panjangnya sampai 30 cm atau lebih. Cabang-cabangnya pejal atau
kosong,membentuk thallus berupabenang atau ranting, bentuknya bulat memanjang,
cabang bervariasi, sering kali kasar, berwarna hijau kelabu atau hijau kekuningan. Di
Indonesia, terutama di jumpai di daerah pegunungan,namun dapat pula di jumpai di
dataran rendah dengan kelembapan udara yang cukup tinggi. Kayu angin tumbuh
sebagai epifit di dahan kayu yang tinggi sebab cahaya dan kelembapan yang tinggi
merupakan faktor yang mutlak bagi perkembangannya. (Deng, 2017)
Sebagai epifit kayu angin hidup menempel pada cabang atau kulit pepohonan di
daerah pegunungan. Keberadaannya sangat bergantung pada tumbuhan inang serta
lingkungan yang menjadi tempat tumbuhnya. Kayu angina merupakan obat yang
sangat penting dan banyak digunakan sebagai ramuan obat tradisional. Tanaman ini
Bergelantung di udara, menempelpadapohon-pohon di pegunungan,tidak bergantung
pada dataran tinggi,tempat hidupnya mulai dari permukaan laut oleh karena itu lichen
dapat ditemukan mulai dari dataran rendah sampai pada dataran tinggi. (Halici, 2010)
Asam usnat adalah salah satu jenis asam yang diperoleh dari lumut kerak genus
Usnea, juga dapat diperoleh dari lumut kerak lain dari genus Ramalina (Usneaceae)
dan Cladonia (Cladoniaceae). Di antara flora ulat (lumut-lumutan berkulit keras) yang
sangat banyak jumlahnya, hanya beberapa saja yang digunakan dalam industri jamu
di Indonesia. Semuanya termasuk marga Usnea. Di Indonesia jenisjenis tanaman
Usnea hanya diperoleh di daerah pegunungan pada ketinggian 1000 meter. Usnea
tumbuh secara epifit pada cabang kayu. Berbagai jenis Usnea banyak digunakan
sebagai obat untuk berbagai penyakit di berbagai negara termasuk Indonesia. Asam
usnat ditemukan dalam beberapa produk jamu di Indonesia. (Choudhary, 2009)
Genus Usnea (Usneaceae) adalah lumut rambut gantung yang besar (bagian
jamur, alga bagian) yang tumbuh di seluruh daerah beriklim utara, terutama sub-
Arktik. Dan hutan hujan pantai Eropa, Asia dan Amerika Utara. Karena tradisi
penggunaannya sebagai agen antimikroba oleh masyarakat adat seperti Andes
Venezuela. Lumut telah menarik perhatian sebagai sumber antibiotik baru. Spesies
Usnea juga telah digunakan secara tradisional untuk menghilangkan nyeri dan
pengendalian demam. Mereka juga efektif dalam TB, dan juga infeksi saluran
pernapasan bagian bawah lainnya. (Choudhary, 2009)
Studi fitokimia sebelumnya pada Usnea longissima Linn., Yang juga dikenal
sebagai Jambu Tua, menghasilkan isolasi beberapa asam lichen, dengan anti-
peradangan, analgesik, antipiretik, anti-tumor, anti-kolesterol dan nematosidal. Isolasi
dua senyawa fenolik baru, longissiminone A dan longissiminone B. Glutinol diisolasi
untuk pertama kalinya dari lumut ini. (Choudhary, 2009)
2.4 CARA EKSTRAKSI
Bahan lumut (75 g) dikeringkan dengan udara, diolah dan diekstraksi berturut-
turut dengan heksana dan metanol dalam ekstraktor Soxhlet selama 12 jam. Pekatkan
ekstrak heksana dan metanol di bawah vakum memberikan residu masing-masing
(1,0 dan 5,3 g). Karena profil KLT dari dua residu cukup berbeda, mereka dipisahkan
secara terpisah dengan kromatografi kolom. Residu dari ekstrak heksan diaplikasikan
pada kolom silika gel (100-200 mesh) dan dielusi dengan pelarut yang meningkatkan
polaritas dari campuran heksana sampai heksana-etil asetat. Ini melengkapi tiga
senyawa polaritas yang meningkat, yaitu asam usnat, asam barbatat, dan ergosterol-
5b,8b-peroxide. (Mallavadhani, 2009)
PROSEDUR PERCOBAAN
Alat : Wadah untuk maserasi, corong, botol 500 mL, botol 100 mL, vial,
pipet tetes, seperangkat alat rotary evaporator, chamber, penotol.
4.1 HASIL
1. Organoleptis
Bentuk : Kristal
Warna : Kuning kecokelatan
Bau :-
Rasa :-
2. Perhitungan
Berat Kristal = 0,1198 gram
Berat Sampel
20 gram
= 1,028%
Rf = Jarak noda
Jarak pengembangan
= 1,78 cm
4 cm
= 0,445
Hasil KLT Usnea sp
Isolasi senyawa fenolik asam usnat dari kayu angin (Usnea sp) menggunakan
tanaman kayu angin yang telah kering. Tujuan sampel dikeringkan agar air yang
terkandung di dalam jaringan berkurang. Hal ini bertujuan untuk inaktivasi kerja
enzim serta untuk mencegah tumbuhnya jamur.
Metode ekstraksi yang digunakan untuk mengisolasi asam usnat dari Usnea sp
adalah maserasi. Metode ini dipilih karena prosesnya sederhana yaitu hanya dengan
perendaman selama tiga hari. Guna maserasi yaitu untuk memecah sel dari tumbuhan
tersebut, sehingga metabolit sekundernya keluar. Selain itu sampel yang digunakan
dalam jumlah yang banyak yaitu 60 gram. Pelarut yang digunakan adalah etil asetat.
Etil asetat yang digunakan pada praktikum ini sebanyak 500 ml untuk melarutkan 60
gram kayu angin.
Hasil dari maserasi menggunakan etil asetat yaitu berupa maserat berwarna
cokelat kemerahan. Maserat disaring untuk memisahkan senyawa dari komponen
pengotornya.
Ekstrak dari kayu angin dikentalkan dengan rotary evaporator secara in vacuo,
karena dalam keadaan vakum tekanan uap pelarut akan turun dan pelarut akan
mendidih pada suhu lebih rendah dari titik didihnya. Temperatur saat pengerjaan
rotari harus selalu dijaga serendah mungkin yaitu di bawah 40C yang bertujuan agar
dapat mencegah rusaknya senyawa-senyawa yang tidak tahan panas. Metoda rotary
evaporator dipilih karena metoda ini dapat memisahkan senyawa dengan pelarut
secara cepat tanpa merusak senyawa.
Filtrat yang telah didapat kemudian diuapkan dari pelarutnya menggunakan alat
rotary evaporator. Prinsip dari alat rotary evaporator adalah penurunan tekanan
sehingga pelarut dapat menguap pada suhu di bawah titik didihnya dan terpisah dari
sumbernya dengan pemanasan secara vakum. Rotary Evaporator mampu menguapkan
pelarut dibawah titik didih sehingga zat yang terkandung di dalam pelarut tidak rusak
oleh suhu yang tinggi. Penggunan alat rotary evaporator juga harus diperhatikan dan
dijaga karena dapat terjadi bumping, dimana senyawa flavanoid yang bergabung
dengan pelarut karena suhu dan tekanan yang tinggi, sehingga pemisahan dengan
rotary evaporator harus diulang dari awal kembali.
Hasil yang didapat dari penguapan maserat yang telah disaring tadi adalah
ekstrak kental berwarna kuning kecoklatan. Ekstrak tersebut belum sepenuh nya
senyawa murni. Sehingga harus di rekristalisasi terlebih dahulu. Maserat kental hasil
pemisahan dengan etil kemudian direkristalisasi.
Hasil yang didapatkan dari percobaan ini yaitu berat kristal asam usnat murni
adalah 0,1198 gram. Rendemen yang didapatkan yaitu %. Dari rendemen yang
didapatkan dapat diketahui dari 60 gram sampel kayu angin mengandung fenolik
asam usnat sebanyak % nya yaitu 0,1198 gram.
PENUTUP
5.1 KESIMPULAN
1. Jumlah kristal yang didapat dari proses isolasi adalah 0,1198 g
2. Nilai Rf dari senyawa rutin adalah 0,445
5.2 SARAN
1. Hati-hati dalam bekerja
2. Pahami cara kerja
DAFTAR PUSTAKA
Lohezic L, Devehat F and Launert E (2007). Stictic acid derivatives from the
lichen Usnea articulate and their antioxidant activities. J Natr Prod 70: 1218-1220.
Mitrovi, T., Stamenkovi, S., Cvetkovi, V., Toi, S., Stankovi, M., Radojevi, I.,
Stefanovi, O., omi, Lj., ai, D., uri, M., Markovi, M. 2011: Antioxidant,
antimicrobial and antiproliferative activities of five lichen species. Int. J. Mol. Sci.,
12: 5428-5448.