Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Saat itu pertama masuk sekolah aku sangat semangat sekali, karena ketika itu aku dan teman-
teman berangkat ke sekolah beramai-ramai naik sepeda (sambil nggodain cewe-cewe yang naik
sepeda padahal jika dipikir-pikir perjalanan dari rumah ke sekolah sangatlah jauh, tapi karena
ada kekompakan antara aku dan teman-teman jauhnya perjalanan tidak terasakan, jarak dari
rumah ke sekolah kurang lebih ada 5km, jauh banget bukan ??
Kalo sekarang disuruh kaya gitu lagi ya cukup bilang : OGAHHH !!!
Baiklah lanjut ke cerita cinta di kelas I (satu).. kisah di kelas I (satu) langsung saja ke kelas II (dua)
saja ya karena di kelas I (satu) belum ngerti tentang cinta alias culun banget
Di kelas II (dua) aku mulai mengerti siapa bidadari di bumi ini alias cewe cantik,, heee
Entah kenapa saat melihat cewe yang menurut aku cantik jantungku selalu bergetar tetterett
tetetttttt nah saat itu pertama kali aku belajar memahaminya, nah ketika aku memahami
perasaan tersebut timbul rasa yang menggetarkan celana eh jiwa saat aku bertemu dengan
seorang gadis.. siapa dia ?? dia adalah anak desa sebelah dan namanya Siti Rifaah dn biasa aku
memanggil dia dengan sapaan Ah/dua huruf terahir dari namanya, maksudku memanggil dia
dengan sapaan Ah ya tidak lain agar dia tergoda,, coba kalo manggil dia dua kali kan jadinya Ah
Ah, coba kalo tiga kali ..???.. hahhaaaa parno ..
rasa terkagum-kagum ketika melihat senyumannya tak berahir samapai aku memasuki kelas
III(tiga), Senyumannya itu dapat membelah dadaku sampai terlihat hatiku yang bertuliskan YA
TUHANNN,, RIFAAH CANTIK BANGETTTT :) hahahaaa lelebayyy.com
Hal seperti ini sangan menggangguku, karena aku gak bisa konsen memikirkan hal lain, yang ada
difikarnku adalah dia dia dia dia dannnn diaaaa .. okelah di kelas II(dua) berahir sudah karena di
kelad II(dua) aku hanya mengagumi kecantikan seorang wanita
Di kelas III(tiga) aku mulai mengenal mata kelinci(playboy , maksudnya adalah aku mulai ga
melirik satu cewe, tapi mulai lirak lirik cewe-cewe di SMP itu, nah saat itu aku mulai nakal
dengan tercemarnya otak pintarku menjadi otak mesum.. huuhhhh sangat gak banget dech
Dikala itu aku memang mulai mengerti cewe tapi bukan berarti aku ngerti yang namanya
pacaran lho, tentang pacaran aku saat itu sangat sawam banget, dan ada satu kisah ketika aku di
dekati sama dua cewe, siapa dia ?? dia adalah gadis desa sebelah dan yang satu tetangga blok,
siapa namanya ??
namanya adalah Wiwin dan Wiga, dua anak ini selalu menggodaku dengan kata-kata
manis+suara mendesah, misalnya kaya gini Awiii, maem yokkkk (dengan suara menggoda)
atau jika aku lagi bareng temen-temen terus dia lewat langsung bilang Awiiiiii (sambil bibir
tersenyum dan mata menggoda ).. huftttt kalo saja peristiwa itu terjadi disaat sekarang atau
sudah mengerti cinta pasti bakalan kikuk kikukk.. hahhaaaa
Tapi sayang ya itu terjadi dikala aku masih culun, tapi yasudahlah gapapa mungkin itu memang
sudah digariskan oleh tuhan
Di kelas III(tiga) aku juga mengalami banyak hal yang tak terlupakan, misalnya;
>>di intip cewe waktu pipis ( malu banget tuh, soalnya itu tersebar sampai ke guru-guru )
>>liat cedal(celana dalam) temen cewe waktu dia jatuh, xixiiii
>>nabrak anak orang waktu pulang sekolah sampai kakinya penuh dengan darah. Oowoowww
>>dan masih banyak lagi cerita gokil lainyya yang aku alami
Oke cerita di kelas III(tiga) berahir sudah sampai ahirnya aku masuk bangku SMA dan berpisah
dengan temen-temenku, karena aku ga boleh sekolah di Palembang, ahirnya orang tuaku
mengirim aku ke jawa tepatnya di tegal, disitu aku mulai memasuki dunia yang baru tapi harus
menginggalkan dunia lama yang penuh dengan keceriaan + otak pintar yang tercemar menjadi
otak mesum
kisahku ini kayak novel cinta aja ya, atau cerita lucu ?? tapi ga lulu-lucu banget deh, kaya cerita
remaja juga engga ,, mungkin posting berikutnya akan saya tulis tentang cerita cinta sedih, cerita
cinta romantis atau mungkin cerita cinta sejati,, heheee
http://bocah-geleng.blogspot.co.id/2014/07/novel-cerita-cinta-saat-smp.html
Berlibur ke Pantai
Pada hari Kamis setelah Idul Fitri, tepatnya pukul 08.30 pagi, aku dan keluargaku
berlibur ke Pantai Carita. Sebelum kami berangkat ke pantai Carita, aku mempersiapkan
makanan dan minuman untuk kami nikmati di sana. Sedangkan keluargaku mempersiapkan
kendaraan yang akan kami pakai. Setelah semuanya siap, kami langsung berangkat menuju
pantai Carita.
Selama di perjalanan, aku sangat kagum dengan keindahan alamnya. Jalannya yang
berkelok-kelok seperti gelombang, sawahnya yang berjejer dengan rapih, dan suasana
pegunungan yang sangat indah. Ternyata begitu besar Karunia yang telah Allah berikan untuk
kita semua.
Sesampainya di pantai, kami langsung mencari tempat yang teduh. Kebetulan hari itu
cuacanya cukup panas jadi kami harus mencari tempat yang nyaman untuk beristirahat. Setelah
mendapatkan tempat yang cocok, aku dan sepupuku langsung bergegas menuju pantai. Kami
langsung berenang sambil menikmati deburan ombak yang menghampiri tubuh kami.
Saat aku sedang menikmati suasana pantai, tiba-tiba aku mendengar suara seseorang
meminta tolong. Tolongtolong.! Ternyata suara itu adalah suara sepupuku. Betapa
terkejutnya aku melihat ia terbawa ombak. Aku dan orang-orang disekitar langsung
menolongnya. Aku melihat wajah sepupuku begitu pucat, ia takut sekali tenggelam.
Setelah kejadian itu, orang tuaku meminta kami untuk berhenti berenang dan segera
membersihkan badan kami yang penuh dengan pasir. Mereka tidak mau hal-hal yang tidak
diinginkan terjadi kembali. Tentu saja kami mengikuti permintaan mereka.
Sebelum kami pulang, tak lupa kami menikmati makanan dan minuman yang telah kami
persiapkan dari rumah. Setelah semuanya merasa puas bermain, kami memutuskan untuk segera
pulang.
Liburan kali ini memberikan kenangan tersendiri bagiku. Semoga aku tidak akan
mengalami musibah yang menimpa sepupuku.
http://sayasukabahasaindonesia.blogspot.co.id/2011/10/berlibur-ke-pantai.html
Sinar mentari telah cukup tinggi untuk dapat mengintip menembus jendela kamar Senna. Ia
terbangun dari tidur dan bergegas bangkit dari ranjang. Raut muka bahagia terpancar menyapa
liburan kali ini. Hari kemarin, ia telah menyiapkan kebutuhan sandang untuk beberapa hari
kedepan. Senna, Ibu, dan kedua kakaknya akan beranjak dari kota ini untuk menjejakkan kaki di
Daerah Istimewa Yogyakarta.
Setelah selesai mempersiapkan diri, Senna segera menghampiri keluarga yang telah menunggu di
meja makan.
Ayo, cepat makan agar kita tidak ketinggalan kereta, perintah Ibu yang disambut dengan
anggukan tanda setuju sebagai jawaban.
Tepat pada pukul 7 pagi, Senna dan keluarganya berangkat ke tempat singgahnya kereta yang
akan ditumpangi, Stasiun Sudimara. Sebelum tiba di Yogyakarta, mereka singgah di Stasiun
Senen, Jakarta untuk berpindah ke kereta yang akan melaju ke tujuan mereka. Sudah menunggu
sekian jam, kereta belum datang juga. Hal itu sedikit mematahkan semangat liburan Senna.
Kapan, kereta kita datang, bu? Tanya Senna yang mulai tidak sabar.
Menurut jadwal, kita akan berangkat dari sini pukul 12, jawab Ibu yang disambut dengan
helaan napas dari Senna.
Sabar Senna, kami tahu kamu sudah tidak sabar. Balas kakak Senna. Senna hanya
membalasnya dengan anggukan malas.
Saat matahari berada sejajar dengan kepala, kereta tujuan Yogyakarta datang. Seketika semangat
Senna membuncah kembali saat kakinya menyentuh lantai kereta. Senyumnya mengembang tak
terbendung disertai mata yang berbinar.
Di perjalanan, mata Senna tak henti-hentinya memandang menembus jendela. Sejak dulu, Senna
sangat mengagumi keindahan alam ciptaan Tuhan. Tak jarang pula, kedua kakaknya mengajak
Senna bersenda gurau. Mereka sangat menikmati perjalanan mereka menuju Yogyakarta.
Tak terasa, mentari mulai menyembunyikan sinarnya. Pemandangan terbenamnya sang surya
yang dihiasi dengan semburat gradasi jingga kemerahan di ufuk barat kini telah berubah menjadi
hitam kelam. Jarum jam telah menunjukkan pukul 8.00 malam.
Selamat Malam, untuk penumpang kereta tujuan Stasiun Lempuyangan diharapkan untuk
segera memeriksa barang bawaan anda dan hati-hati melangkah. Terimakasih, suara dari pusat
informasi telah menyebut stasiun yang dituju Senna.
Senna, tolong bantu bawa tas yang ini, perintah Ibu sembari menunjuk tas yang berukuran
lebih kecil dari yang lainnya. Kedua kakak Senna juga membantu membawa tas bawaan mereka.
Senna berjalan di belakang Ibu dan kedua kakaknya menuruni kereta. Mereka berjalan ke luar
stasiun. Senna menaruh pandang ke sekitar stasiun yang tidak terlalu ramai malam itu.
Aku mau membeli minum di sana dulu, ya! Seru kakak pertama Senna, Mbak Kintan yang
sepertinya telah menahan dahaganya sejak saat di kereta.
Kita titip teh botolan, ya, mbak! Kini mbak Tasya yang membalas.
Sembari menunggu minuman, Senna mengeluarkan telepon genggam dan mengupdate media
sosialnya. Hal itu menuai banyak komentar dari teman-teman Senna. Mulai dari yang
mengingatkan Senna untuk hati-hati, hingga yang menanti buah tangan khas Yogyakarta dari
Senna.
Ini Senna minuman kamu, Mbak Kintan menghampirinya dan memberikan satu botol teh.
Ayo kita langsung panggil taksi dan mencari hotel! Ajak Ibu sembari berdiri dan langsung
berjalan ke luar stasiun diikuti oleh ketiga anaknya.
Senna, Ibu, Mbak Kintan, dan Mbak Tasya menaiki taksi untuk menuju hotel. Mereka akan
bermalam di Hasian Hotel. Hotel yang berposisi tidak jauh dari Jl. Malioboro itu adalah hotel
pilihan Mbak Tasya.
Sesampainya di hotel, Mbak Kintan memesan kamar untuknya, Ibu, dan adik adiknya. Senna dan
kedua kakaknya lalu membantu Ibu merapikan barang-barang bawaan mereka di kamar yang
akan menjadi tempat beristirahat selama berada di Kota Gudeg ini.
Bagaimana kalau setelah ini kita jalan-jalan ke Malioboro? usul Senna penuh semangat.
Ibu pikir kita harus istirahat sekarang, Senna. Ini sudah pukul 8.30, lho, balas Ibu.
Mbak Tasya ikut membuka suara, Menurutku usul Senna bagus, Bu. Kita, kan belum makan
malam. Kita bisa mencari makan malam sekaligus menikmati Jalan Malioboro malam hari, Bu.
Ibu terlihat berpikir sejenak sebelum akhirnya menganggukan kepalanya seraya mengangkat
ujung-ujung bibirnya,
Baiklah, mandilah dulu baru kita bisa pergi. Ucap Ibu yang disambut gerakan cepat ketiga
anaknya menuju kamar mandi.
Setelah semua siap, mereka meninggalkan hotel dan bergegas ke Jalan Malioboro. Mereka pergi
dengan berjalan kaki karena Hotel Hasian dengan Jalan yang paling diminati para wisatawan itu
hanya berjarak kurang lebih 50 meter.
Setelah sedikit berjalan, Senna akhirnya melihat papan nama Jalan Malioboro. Ia mengajak
keluarganya mengambil beberapa gambar mereka berada di depan papan nama jalan tersebut.
mereka lalu melanjutkan mencari kudapan makan malam dan memilih nasi kucing di warung
kecil sekitar Jalan Malioboro.
Santapan malam telah habis dimakan. Senna dan keluarganya menyusuri Jalan Malioboro
sembari melihat-lihat dagangan yang dijajakan penjual dengan harga yang sangat miring. Senna
menaruh perhatiannya ke tas berwarna cokelat yang memiliki desain sederhana dan santai.
Tas ini berapaan, Bu? Tanya Senna saat dirinya telah berada di depan berbagai macam tas
yang dijual.
Lima puluh rIbu, jawab sang penjual dengan logat medok.
Tiga puluh, boleh? Senna berusaha bernegosiasi harga dengan penjual.
Penjaja tas tersebut berpikir sesaat sebelum akhirnya menyetujui kesepakatan harga yang ditawar
Senna,
Ya, ya sudah, boleh, dik.
Senna lalu merogoh saku celananya dan meraih tiga lembar uang kertas sepuluh ribu dan
memberikannya ke penjual. Setelah mendapatkan tas tersebut, ia langsung menghampiri
keluarganya dengan gembira. Senna memperlihatkan tas yang baru didapatkannya. Kedua
kakaknya juga menunjukkan barang yang baru dibeli kepada Senna. Saat dirasa penat, Senna dan
keluarganya kembali menuju hotel untuk mengistirahatkan tubuh mereka guna menyambut hari
esok.
Di awal keesokan hari, Ibu membangunkan ketiga buah hatinya untuk bersiap-siap pergi ke
destinasi wisata selanjutnya, Candi Borobudur. Mereka sangat senang dan bersemangat untuk
mengunjungi candi. Memang, kali ini bukan yang pertama untuk ketiga bersaudara itu. Akan
tetapi, antusias mereka tidak berkurang sedikitpun.
Sebelumnya, Ibu telah menyewa mobil dan supir yang akan mengantar mereka hari ini. Ya, Ibu
memang sosok yang sangat memperhatikan segala sesuatu dengan detail. Mereka berangkat dari
hotel pada pukul 7 pagi agar dapat menikmati suasana candi sebelum manfaat mentari pagi yang
memiliki berbagai khasiat hilang sudah.
Sesampainya di sana, Senna dan kedua kakaknya langsung menuju candi dan mengambil gambar
stupa-stupa Candi Prambanan. Senna sangat menikmati keindahan seni relief yang terpampang di
dinding candi. Ia merasa sedang mengikuti suatu cerita dari gambar gambar pada relief tersebut.
Senna, ayo ke bagian sana! Seru Mbak Tasya yang sedang menyusul ibu dan kakaknya ke
bagian lain candi.
Iya, sebentar, Senna kembali mengikuti alur cerita sejarah Hindu-Buddha yang ada. Ia terus
memperhatikan gambar-gambar tersebut hingga saat tersadar, mata Senna tidak dapat
menangkap sosok Ibu dan kedua kakaknya. Rasa panik menjalar di tubuh Senna. Ia mencoba
berjalan ke bagian lain candi tetapi keluarganya tidak juga ia temukan.
Di sisi lain, Ibu dan kedua kakak Senna juga tengah mencarinya. Mereka mendatangi tempat
terakhir bersama Senna, tetapi Senna sudah tak lagi berada di sana. Takut nantinya semakin
terpecah, mereka memutuskan untuk tidak berpencar. Telah dicarinya ke seluruh penjuru candi,
Senna tak juga ditemukan.
Ibu menemukan ide untuk memanggil Senna dari pusat informasi agar lebih mudah
menemukannya. Mereka pun menuju pusat informasi yang berada di luar bagian candi.
Mas, saya terpisah dengan anak saya, Senna. Apa bisa minta tolong melakukan panggilan dari
pusat informasi? Tanya ibu kepada pengawas yang berada di ruang pusat informasi.
Oh, iya boleh bu. Silahkan ditulis nama anak ibu, jawab petugas ramah.
Sementara itu, Senna yang lelah sudah karena mengelilingi candi duduk di tepian candi. Ia
sangat bingung harus bagaimana. Air mata yang sedari tadi berusaha dibendungnya, tak tertahan
lagi sudah. Senna meneteskan air mata dan segera mengelapnya dengan punggung tangan.
tes.. tes..
wah, Bu, maaf sepertinya ada kendala teknis. Mic kami sedang tidak bekerja. Saya akan
mengirim informasi ke bagian sarana prasarana untuk mengecek dan mebenarkannyya dengan
segera. Petugas terlihat langsung menelepon seseorang setelah member kabar buruk itu kepada
Ibu.
Kekhawatiran Ibu memuncak sudah. Sedari tadi, Ibu dan kedua kakak Senna berdoa agar mereka
dapat bertemu kembali dengan Senna.
tes.. tes.. terdengar suara menggema dari dalam ruang informasi diikuti oleh speaker.
Kepada Senna Putri untuk menuju ruang pusat informasi barat. Sekali lagi, kepada Senna Putri
untuk segera menuju ruang pusat informasi karena keluarga menunggu. Terima kasih.
Micnya sudah bekerja, Bu. Senna pasti akan mendengarnya. Seru Mbak Kintan kegirangan.
Senna yang sedang duduk di pinggiran candi segera menuju ke tempat yang telah disebutkan
dengan kecepatan tinggi setelah mendengar pengumuman tersebut. Sesampainya di sana, ia
malah semakin dibuat heran karena keluarganya tidak terlihat barang sedikit. Dengan masih
berharap akan bertemu keluarganya di sana, ia bertanya kepada salah satu petugas.
Mas, saya Senna Putri yang tadi dipanggil ke ruang pusat informasi. Dimana keluarga saya, ya
mas?
Kalau saya tidak salah, adik dipanggil ke ruang pusat informasi Barat, ya? Di sini adalah ruang
pusat informasi Timur. Jelas petugas tersebut.
Senna mengucap terima kasih dan langsung kembali berlari ke tempat yang berseberangan
menembus candi. Rasa penat hilang sudah setelah ruang pusat informasi terlihat. Dilihatnya pula
keluarganya yang sedang duduk menunggu kedatangannya. Senna langsung menghampiri
mereka dan memeluk Ibu terlebih dahulu, dilanjutkan dengan memeluk kedua kakaknya.
Senna, maaf ya, kami tidak seharusnya meninggalkanmu tadi. Kami seharusnya menunggumu,
Ucap Mbak Tasya saat memeluk Senna. Ia sangat merasa bersalah karena tidak menunggunya
terlebih dahulu untuk menyusuk Ibu dan kakaknya.
Maafin Senna juga Bu, mbak. Senna sudah menyusahkan. Senna seharusnya tidak memisahkan
diri seperti ini, Balas Senna yang juga merasa bersalah kepada Ibu dan saudara-saudaranya.
Sudah, kita tidak perlu menyalahkan diri sendiri. Kita ambil hikmahnya saja dari kejadian ini,
ibu menasihati mereka.
Ayo, kita sebaiknya kembali ke hotel, Mbak Kintan berniat menyudahi perjalanan wisata hari
ini. Ia mengkhawatirkan kejadian lain-lain akan terjadi. Selain itu, sinar mentari sudah mulai
terasa panas di kulit.
Usul Mbak Kintan disetujui seluruh anggota keluarga. Mereka berjalan berdekatan satu sama
lain menuju mobil.
Perjalanan kembali menuju hotel terasa sunyi. Semua kelelahan akibat kejadian yang tidak
begitu mengenakkan hari ini. Senna dan Ibu tertidur di kursi tengah sedangkan kedua kakak
Senna duduk dalam diam menatap ke luar jendela.
Sesampainya di hotel, mereka merencanakan ulang jadwal mereka hari ini. Tadinya, Ibu akan
mengajak mereka ke pantai. Tetapi, mereka memikirkan ulang rencana itu.
Sebaiknya kita ke Malioboro lagi saja, ucap Senna.
Atau kita tetap di hotel untuk sisa hari ini, Mbak Kintan berusul
Baiklah, kita akan tetap di hotel dan ke Jalan Malioboro malam nanti, Ibu akhirnya membuat
keputusan yang langsung disetujui ketiga anaknya.
Semenjak kejadian itu, Senna tidak lagi suka mengunjungi candi. Ia akan melihat gambar-
gambar candi di buku atau internet untuk mengetahui kisah sejarah masa Hindu-Buddha.
http://cerpenmu.com/cerpen-keluarga/liburan-di-yogyakarta.html