Вы находитесь на странице: 1из 19

46

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan disajikan hasil dan pembahasan dari penelitian yang

sudah dilakukan. Hasil penelitian ini meliputi analisa univariat dengan

menampilkan karakteristik responden yaitu usia, usia menarche, lama siklus

menstruasi, dan lama menstruasi. Kedua, analisa bivariat meliputi ada tidaknya

pengaruh yoga dalam mengurangi skala nyeri dismenore, ada tidaknya pengaruh

kompres hangat dalam mengurangi skala nyeri dismenore, ada tidaknya

pengaruh aromaterapi dalam mengurangi skala nyeri dismenore. Ketiga, analisa

multivariat untuk mengetahui perbedaan efektifitas yoga, kompres hangat dan

aromaterapi dalam penanganan dismenore primer.

Penelitian ini dimulai pada bulan April 2014 sampai bulan Mei 2014. Populasi

yang masuk dalam penelitian sejumlah 426 siswi dengan jumlahsiswi yang

mengalami dismenore primersebanyak 171 siswi. Responden yang memenuhi

kriteria inklusi dan eksklusi sebanyak 110 siswa. Responden akan dibagi 3

kelompok paparan, yaitu paparan kompres hangat, paparan yoga dan paparan

aromaterapi. Setiap kelompok paparan diberikan perlakuan sesuai dengan

kriteria instrumen yang sudah dibuat, tetapi ada 8 responden dropouts dari

melakukan paparan yoga kurang dari 3 kali. Jumlah responden akhir ada 102,

dengan jumlah responden paparan kompres hangat 34 siswa, jumlah responden

paparan yoga 34 siswa dan jumlah responden paparan aromaterapi 34 siswa.


47

A. Gambaran Umum Tempat Penelitian

Sekolah Menengah Pertama Negeri I Wangon berdiri tahun 1961

merupakan sekolah yang terakreditasi A dan merupakan Sekolah Standar

Nasional (SSN). Sekolah ini terletak Jln. Raya Utara No. 106 Wangon Desa /

Kecamatan Wangon, Kab / Kota Banyumas. Awalnya, sekolah ini bernama

SMP Dharmabakti yang berstatus swasta. Tahun ajaran 2013/2014, sekolah

dipimpin oleh Bapak Suharto, S.Pd. SMP Negeri I Wangon mempunyai

jumlah Guru Tetap (PNS) 29 orang, jumlah Guru Tidak Tetap (Wiyata Bhakti)

4 orang dan staf Tata Usaha berjumlah 15 orang.

Luas wilayah SMP Negeri I Wangon adalah 8.228 m 2, dengan luas

bangunan sebesar 2.706 m2. Fasilitas yang tersedia adalah Ruang Kelas,

Ruang Guru, Ruang Kepala Sekolah, Perpustakaan, Ruang Keterampilan,

Asrama Guru, Ruang Media/ICT, Laboratorium IPA Fisika, Laboratorium

Bahasa, Laboratorium Komputer, Ruang Kesenian, Laboratorium IPA Biologi,

Aula, Ruang MCK, Ruang UKS. SMP Negeri I Wangon saat ini mempunyai

jumlah 21 ruang kelas, yang terbagi kelas VII 7 kelas, kelas VIII 7 kelas, dan

kelas IX 7 kelas.

Fasilitas sekolah yang berkaitan dengan kesehatan seluruh siswa

adalah keberadaan ruangan UKS. Penggunaan UKS hanya sebatas pada

pengelolaan sakit dalam derajat ringan misalnya pusing, cedera lecet saat

kegiatan olahraga maupun ekstrakurikuler dan lain sebagainya. Untuk sakit

derajat sedang dan berat, pengelolaan biasanya langsung dirujuk ke

Puskesmas I Wangon dikarenakan tempatnya yang dekat.

Hal ini berpengaruh pada ketersediaan obat-obatan dan keterampilan

siswa yang kurang dalam menangani masalah kesehatan. Utamanya dalam


48

hal penanganan dismenore, jika rasa sakitnya sampai mengganggu proses

belajar maka pihak sekolah akan meminta untuk izin pulang atau di rawat di

puskesmas.

Kurang maksimalnya penanganan dismenore pada SMP Negeri I

Wangon juga disebabkan oleh kurangnya informasi tentang dismenore itu

sendiri dan cara penanganannya, terutama penanganan secara non-

farmakologis. Tidak semua siswa menyadari arti pentingnya penanganan

nyeri ini.

Pihak sekolah yang memahami kondisi tersebut. Dengan pedoman

kurikulum 2013 yang diterapkan, maka yang berkaitan dengan optimalisasi

UKS sebagai peningkatan kesehatan siswa SMP Negeri I Wangon,

dimasukkan sebagai bagian dari pembelajaran IPA-Biologi. Dengan

demikian, ada jam tambahan setiap jumat dan sabtu untuk pengembangan

pembelajaran sebagai bagian dari implementasi usaha peningkatan

pengetahuan siswa, salah satunya adalah peningkatan tentanga kesehatan

siswa itu sendiri.

B. Hasil Penelitian

1. Karakteristik Responden Dismenore Primer

Responden dari penelitian ini adalah siswi SMP Negeri I Wangon

yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Karakteristik responden

dismenore primer dapat dilihat pada tabel berikut ini :


49

Tabel 4.1 Karakteristik Siswi Dismenore Primer di SMP Negeri I Wangon

No Karakteristik Responden Frekuensi Prosentase (%)

1 Usia
a. <13 tahun 28 27,45
b. 13-14 tahun 55 53,92
c. >14 tahun 19 18,63
2 Usia Menarche
a. <10 tahun 61 58,80
b. 10-13 tahun 37 36,27
c. >13 tahun 4 3,92
3 Lama Siklus Menstruasi
a. <21 hari - 00,00
b. 21-28 hari 64 57,84
c. 28-35 hari 38 42,16
4 Lama Menstruasi
a. <3 hari - 00,00
b. 3-6 hari 65 63,73
c. >6 hari 37 36,27
Sumber: Data Primer Penelitian

Berdasarkan tabel 4.1 di atas dapat diketahui bahwa sebagian

besar responden yang mengalami dismenore primer adalah pada usia

13-14 tahun (53,92%), mengalami menarche usia <10 tahun (59,80),

lama siklus menstruasi 21-28 hari (57,84%) dan lama menstruasi 3-6

hari sebanyak 63,73%.

2. Penurunan Nyeri Dismenore Primer dengan Paparan Yoga, Kompres

Hangat dan Aromaterapi

a. Hasil pengukuran nyeri dismenore primer sebelum dan sesudah

diberikan paparan yoga.

Yoga merupakan salah satu instrumen yang diberikan dalam

usaha menurunkan tingkat nyeri dismenore primer pada siswa SMP

Negeri I Wangon. Penilaian terakhir didasarkan pada responden


50

dismenore primer yang melakukan yoga saat nyeri dismenore,

sebagai upaya penurunan tingkat nyeri dismenore primer, sebanyak

3 kali pelaksanaan yoga. Hasil yang didapatkan setelah pengukuran

dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 4.2 Pengukuran Nyeri Dismenore Sebelum dan Sesudah


Perlakuan Yoga di SMP Negeri I Wangon

Sebelum Sesudah
Nyeri Dismenore
Primer Prosentase Prosentase
Frekuensi Frekuensi
(%) (%)
Tidak Nyeri - 00,00 - 00,00
Nyeri Ringan - 00,00 7 20,59
Nyeri Sedang 30 88,24 26 76,47
Nyeri Berat 4 11,76 1 2,94
Total 34 100,00 34 100,00
Sumber: Data Primer Penelitian

Tabel 4.2 di atas menunjukkan bahwa perbedaan tingkatan

nyeri sebelum dan setelah perlakuan yoga pada siswa putri SMP

Negeri I Wangon. Dalam hal ini ada penurunan tingkatan nyeri yakni

berkurangnya jumlah yang menderita nyeri berat dan nyeri sedang

sekitar 20,59%.

Hasil pengukuran diuji dengan paired sample t test (uji t test

untuk sampel yang berpasangan atau berkorelasi) yang kemudian

diperoleh hasil sebagai berikut : Dari hasil perhitungan didapatkan

nilai t-hitung adalah 3.708 dan nilai t-tabel 1.69236. Hal ini

menunjukkan bahwa nilai t-hitung lebih besar daripada nilai t-tabel.

Hasil tersebut menunjukkan bahwa ada pengaruh yoga terhadap

penurunan nyeri dismenore primer.


51

b. Hasil pengukuran nyeri dismenore primer sebelum dan sesudah

diberikan paparan kompres hangat.

Kompres hangat merupakan salah satu instrumen yang

diberikan dalam usaha menurunkan tingkat nyeri dismenore primer

pada siswa SMP Negeri I Wangon. Penilaian terakhir didasarkan

pada responden dismenore primer yang melakukan kompres

hangat pada bagian perut saat nyeri dismenore, sebagai upaya

penurunan tingkat nyeri dismenore primer, dalam satu waktu

tersebut. Hasil yang didapatkan setelah pengukuran dapat dilihat

pada tabel di bawah ini :

Tabel 4.3 Pengukuran Nyeri Dismenore Sebelum dan Sesudah


Perlakuan Kompres Hangat di SMP N I Wangon

Sebelum Sesudah
Nyeri Dismenore
Primer Prosentase Prosentase
Frekuensi Frekuensi
(%) (%)
Tidak Nyeri - 00,00 - 00,00
Nyeri Ringan - 00,00 8 23,53
Nyeri Sedang 24 70,59 21 61,76
Nyeri Berat 10 29,41 5 14,71
Total 34 100,00 34 100,00
Sumber: Data Primer Penelitian

Tabel 4.3 di atas menunjukkan bahwa perbedaan jumlah yang

mengalami nyeri sedang dan nyeri berat sebelum dan sesudah

diberikan kompres hangat pada siswi SMP Negeri I Wangon.

Perbedaan itu terlihat pada jumlah penurunan yang menderita nyeri

berat dan sedang. Penurunan itu berkisar antara 23,53%.

Hasil pengukuran diuji dengan paired sample t test (uji t test

untuk sampel yang berpasangan atau berkorelasi) yang kemudian

diperoleh hasil sebagai berikut : Dari hasil perhitungan didapatkan


52

nilai t-hitung adalah 5.745 dan nilai t-tabel 1.69236. Hal ini

menunjukkan bahwa nilai t-hitung lebih besar daripada nilai t-tabel.

Hasil tersebut menunjukkan bahwa ada pengaruh kompres hangat

terhadap penurunan nyeri dismenore primer.

c. Hasil pengukuran nyeri dismenore primer sebelum dan sesudah

diberikan paparan aromaterapi.

Pemberian aromaterapi merupakan salah satu instrumen yang

diberikan dalam usaha menurunkan tingkat nyeri dismenore primer

pada siswa SMP Negeri I Wangon. Penilaian terakhir didasarkan

pada responden dismenore primer yang melakukan pemberian

aromaterapi dengan dibaui atau dihirup saat nyeri dismenore

berlangsung, sebagai upaya penurunan tingkat nyeri dismenore

primer, dalam satu waktu tersebut. Hasil yang didapatkan setelah

pengukuran dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 4.4 Pengukuran Nyeri Dismenore Sebelum dan Sesudah


Perlakuan Aromaterapi di SMP N I Wangon

Sebelum Sesudah
Nyeri Dismenore Prosentase Prosentase
Frekuensi Frekuensi
Primer (%) (%)
Tidak Nyeri - 00,00 - 00,00
Nyeri Ringan - 00,00 3 8,82
Nyeri Sedang 27 79,41 27 79,41
Nyeri Berat 7 20,59 4 11,76
Total 34 100,00 34 100,00
Sumber: Data Primer Penelitian

Tabel 4.12 menunjukkan ada perbedaan jumlah siswi SMP

Negeri I Wangon yang mengalami penurunan tingkatan nyeri

dismenore primer setelah pemberian terapi aromaterapi. Penurunan

jumlah tersebut sebanyak 3 orang atau sekitar 8,82%.


53

Hasil pengukuran diuji dengan paired sample t test (uji t test

untuk sampel yang berpasangan atau berkorelasi) yang kemudian

diperoleh hasil sebagai berikut : Dari hasil perhitungan didapatkan

nilai t-hitung adalah 2.659 dan nilai t-tabel 1.69236. Hal ini

menunjukkan bahwa nilai t-hitung lebih besar daripada nilai t-tabel.

Hasil tersebut menunjukkan bahwa ada pengaruh aromaterapi

terhadap penurunan nyeri dismenore primer.

3. Perbedaan Efektifitas Yoga, Kompres Hangat dan Aromaterapi pada

Penanganan Nyeri Dismenore Primer

Dalam penelitian ini ditujukan untuk mengetahui adanya perbedaan

atau tidak antara kelompok paparan yoga, kompres hangat dan

aromaterapi terhadap penurunan tingkat nyeri pada dismenore primer.

Hasil yang didapat setelah pengukuran adalah sebagai berikut ini :

Tabel 4.5 Perbandingan Hasil Setelah Pemberian Terapi Aromaterapi,


Kompres Hangat Dan Yoga

Nyeri Sebelum Sesudah


Dismenore Kompres Aroma Kompres Aroma F P
Primer Yoga Yoga
Hangat terapi Hangat Terapi
Tidak Nyeri - - - - - -
Nyeri Ringan - - - 7 8 3
Nyeri
30 24 27 26 21 27 11.675 0.00
Sedang
Nyeri Berat 4 10 7 1 5 4
Total 34 34 34 34 34 34
Sumber: Data Primer Penelitian

Analisa ini menggunakan Uji ANOVA dikarenakan mempunyai lebih

dari 2 variabel. Uji ini membandingkan efektivitas dari yoga, kompres

hangat dan aromaterapi sebagai penanganan penurunan nyeri

dismenore primer.
54

Masing-masing perlakuan memiliki respon yang berbeda dari setiap

hasil penurunan skala nyeri. Hal ini terlihat dalam tabel di bawah ini :

Tabel 4.6 Distribusi Total Penurunan Skala Nyeri Responden Pada Ketiga
Kelompok Penelitian

Penurunan Skala Yoga Kompres Hangat Aromaterapi


Nyeri Frek % Frek % Frek %
0 19 55,88 10 29,41 16 47,06
1 11 32,35 18 52,94 15 44,11
2 4 11,77 6 17,65 3 8,82
>3 - 00,00 - 00,00 - 00,00

Tabel 4.6 menunjukkan bahwa yang paling banyak mengalami

penurunan nyeri adalah kompres hangat yakni pada penurunan nyeri 1

skala sebanyak 52,94% dan pada penurunan nyeri 2 skala sebanyak

17,65%.

Hasil dari uji ANOVA adalah sebagai berikut : Dari hasil perhitungan

uji ANOVA didapatkan ada perbedaan penurunan nyeri dismenore

primer antara perlakuan yoga, kompes hangat dan aromaterapi.

Diperoleh nilai p (p-value) = 0,000 dan nilai F = 11,675 yang nilainya

lebih besar dari df tabel. Dengan demikian pada taraf nyata = 0,05

menolak Ho dan Ha diterima, sehingga kesimpulan yang didapatkan

adalah ada perbedaan yang bermakna terhadap penurunan nyeri

dismenore primer dengan perlakuan yoga, kompres hangat dan

aromaterapi.

C. Pembahasan

Terjadinya dismenore primer (nyeri haid) merupakan hal fisiologis yang

terjadi saat menstruasi. Penyebab nyeri haid bermacam-macam, dipengaruhi

faktor fisik maupun psikis seseorang. Rasa nyeri pada dismenore primer
55

disebabkan oleh pelepasan prostaglandin yang berlebihan dari sel-sel

uterus.

Seorang remaja putri diharapkan mampu untuk melakukan tindakan

pencegahan ataupun sedini mungkin melakukan penanganan saat terjadi

dismenore primer.

Penanganan yang dilakukan antara lain adalah penggunaan terapi

dengan prinsip non-farmmakologi. Salah satunya adalah terapi pengalihan

rasa nyeri dengan cara distraksi maupun relaksasi. Teknik relaksasi yang

digunakan antara lain yoga, kompres hangat dan aromaterapi.

Karakteristik remaja yang mengalami dismenore primer di SMP Negeri I

Wangon antara lain :

1. Karakteristik Responden Dismenore Primer

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar siswa yang

mengalami dismenore primer adalah siswa dengan usia 13 tahun

sampai 14 tahun. Hal ini terlihat dari banyaknya siswa yang berusia 13-

14 tahun yang mengeluhkan nyeri saat menstruasi, dan tak jarang juga

ada yang mengurangi aktifitasnya dikarenakan ketidaknyamanan saat

merasakan nyeri haid.

Hal ini sesuai dengan teori bahwa dismenore primer dimulai

sebelum usia 20 tahun (Graber, Toth & Herting : 2006). Hal ini

menunjukkan bahwa yang berperan dalam nyeri dismenore primer

adalah tingginya hormon protaglandin yang disekresi oleh rahim dan

menyebabkan kontraksi miometrium yang kuat dan mampu

menyempitkan pembuluh darah sehingga mengakibatkan nyeri (Morgan

& Hamilton, 2009).


56

Hasil penelitian ini berbeda dengan Novia & Puspitasari (2008)

bahwa angka kejadian dismenore primer terjadi antara usia 15 tahun

sampai dengan 25 tahun. Hal ini dikarenakan pada usia ini terjadi

optimalisasi fungsi saraf uterus sehingga sekresi prostaglandin

meningkat yang akhirnya menimbulkan rasa nyeri saat menstruasi.

Dari hasil penelitian ini, didapat bahwa usia mempengaruhi kejadian

dismenore primer.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswi SMP Negeri I Wangon

yang paling banyak mengalami dismenore primer adalah yang

mendapatkan menstruasi pertama (menarche) pada usia kurang dari 10

tahun. Sebagian besar siswi mendapatkan menstruasi pertama saat

sekolah dasar dan menjumpai nyeri menstruasi setelah masuk ke

sekolah menengah pertama.

Hasil penelitian menunjukkan kesesuain dengan teori bahwa

dismenore primer terjadi 1-3 tahun setelah menstruasi pertama

(menarche) (Hendrik, 2006; Morgan & Hamilton, 2009), dan pada poin

usia (a) dan usia menarche (b) ada kesesuaian bahwa paling banyak

menarche terjadi pada usia di bawah 10 tahun dan paling banyak yang

mengalami dismenore primer adalah pada usia 13-14 tahun.

Ada ketidaksesuaian dengan teori bahwa pada umumnya menarche

terjadi 12-13 tahun dan bahkan beberapa tahun lalu usia menarche

terjadi pada usia 15 tahun. Perbedaan ini disebabkan adanya pengaruh

komunikasi dan globalisasi yang menyebabkan usia menarche semakin

muda (Manuaba, 2007).


57

Dari hasil penelitian ini didapat bahwa usia menarche (menstruasi

pertama) mempengaruhi kejadian dismenore primer pada siswa putri

SMP Negeri I Wangon.

Hasil yang ditunjukkan dari penelitian terhadap siswi SMP Negeri I

Wangon menyatakan bahwa yang mengalami nyeri saat menstruasi

adalah yang mengalami siklus menstruasi antara 21 hari sampai 28 hari

atau siklus yang teratur setiap bulannya.

Morgan & Hamilton (2009) menyebutkan bahwa dismenore primer

ini berkaitan dengan wanita yang mempunyai siklus yang teratur (21 hari

sampai 35 hari) dan tidak terjadi pada siklus di bawah 21 hari. Hal ini

disebabkan pada siklus di bawah 21 hari terjadi siklus anovulatori (tidak

terjadi ovulasi) dan nyeri dismenore merupakan manifestasi dari

kontraksi miometrium yang dirangsang prostaglandin selama siklus

ovulatori (Isselbacher et.al., 2009)

Hal yang tidak sama ditunjukkan pada Widjanarko (2006) yang

menyebutkan bahwa yang menjadi salah satu faktor terjadinya

dismenore primer adalah yang mempunyai siklus menstruasi yang

memanjang yaitu lebih dari 35 hari.

Ini menunjukkan bahwa ada hubungan antara lamanya siklus

menstruasi dengan kejadian dimenore primer di SMP Negeri I Wangon.

Hasil penelitian menyebutkan bahwa paling banyak siswi SMP

Negeri I Wangon yang mengalami dismenore primer atau nyeri saat

menstruasi adalah yang mempunyai lama menstruasi 3-6 hari.

Hasil penelitian menunjukkan hal yang berbeda dengan teori yang

menyebutkan bahwa salah satu faktor predisposisi angka kejadian


58

dismenore adalah aliran menstruasi yang lama (Morgan & Hamilton,

2009), yakni lebih dari aliran menstruasi rata-rata sekitar 5 hari (Bobak,

2004).

Menstruasi memanjang (heavy or prolonged menstrual flow)

merangsang sekresi prostaglandin pada miometrium dengan berlebihan

sehingga mengakibatkan iskemia yang lebih lama dan nyeri yang lebih

berat saat menstruasi berlangsung (Price & Wilson, 2004; Corwin,

2009).

Dalam hal ini, lama mestruasi tidak mempengaruhi terjadinya

dismenore primer pada siswa putri SMP Negeri I Wangon.

2. Penurunan Nyeri Dismenore Terhadap Pemberian Terapi Yoga, Komprs

Hangat dan Aromaterapi

Salah satu yang sering menjadi pilihan untuk mengobati nyeri

dismenore primer pada siswa SMP Negeri I Wangon adalah dengan

mengkonsumsi obat-obatan pereda nyeri seperti Asam Mefenamat

ataupun jamu-jamuan seperti jamu kunyit asam. Terbatasnya

pengetahuan yang mereka miliki terhadap penanganan nyeri dismenore

primer dengan penanganan non-farmakologis merupakan salah satu

yang mendasari mereka.

Teknik penanganan non-farmakologis yang dipilih adalah teknik

relaksasi dengan penggunaan Yoga, Kompres Hangat dan Aromaterapi.

Penggunaan ketiga teknik tersebut dipilih dikarenakan kemudahan

menggunakan (tanpa alat), bahan yang mudah dijumpai serta biaya

yang murah.
59

Penurunan nyeri pada teknik relaksasi ini dianalisis dengan

menggunakan uji-t untuk sampel yang berpasangan atau berkorelasi.

Hasil yang ditunjukkan dalam penggunaan teknik relaksasi tersebut

ditunjukkan sebagai berikut :

a. Penurunan nyeri dismenore primer pada siswa putri SMP Negeri I

Wangon dengan teknik yoga

Yoga merupakan salah satu bentuk dari teknik relaksasi yang

dapat menurunkan nyeri dengan cara merelaksasikan otot-otot

skelet yang mengalami spasme yang disebabkan oleh peningkatan

prostaglandin sehingga terjadi vasodilatasi pembuluh darah dan

akan meningkatkan aliran pembuluh darah ke daerah yang

mengalami spasme dan iskemik.

Penelitian yang dilakukan terhadap siswa putri SMP Negeri I

Wangon, diharapkan mampu untuk mengetahui adanya penurunan

nyeri dismenore pada perlakuan yoga. Pada penderita dismenore

primer, yoga dilakukan beberapa hari sebelum menstruasi. Untuk

pemula, dilakukan minimal 3 kali pelaksanaan yoga dan minimal

waktu 10 menit untuk 1 kali rangkaian kegiatan yoga.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada penurunan tingkat

nyeri dismenore primer pada siswa SMP Negeri I Wangon dengan

perlakuan yoga. Hal ini senada dengan Sindu (2010) dan

Rohimawati (2009) yang menyatakan bahwa melakukan yoga

dalam jangka waktu 10 menit mampu mengubah pola penerimaan

rasa sakit ke fase yang lebih menenangkan tubuh dengan


60

merangsang tubuh untuk melepaskan opioid endogen yaitu

endorphin dan enkefalin (senyawa yang menghambat rasa nyeri).

Hal yang sama juga ditunjukkan pada penelitian Purwanti

(2013), bahwa ada penurunan rasa nyeri pada penderita dismenore

primer dengan perlakuan yoga.

b. Penurunan nyeri dismenore primer pada siswa putri SMP Negeri I

Wangon dengan teknik kompres hangat

Pemberian kompres hangat pada perut pada saat

berlangsungnya nyeri akan menyebabkan terjadinya pelebaran

pembuluh darah (vasodilatasi) sehingga dapat meningkatkan

sirkulasi darah, meredakan iskemia pada sel-sel endometrium

menurunkan kontraksi otot polos meningkatkan relaksasi otot

dan mengurangi nyeri akibat spasme.

Kompres hangat merupakan salah satu alternatif untuk

menurunkan rasa nyeri saat dismenore primer. Penggunaan

kompres hangat juga relatif lebih mudah dibandingkan dengan

penggunaan yoga. Hal ini dikarenakan terapi dengan menggunakan

kompres hangat dilakukan hanya dengan menempelkan buli-buli air

hangat pada perut selama 10 menit. Kompres hangat juga

memudahkan penderita dismenore primer siswa putri di SMP Negeri

I Wangon dikarenakan bahan yang mudah didapat serta tidak

memerlukan latihan khusus.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan kompres

hangat selama 10 menit pada siswa putri SMP Negeri I Wangon,

dapat menurunkan tingkat nyeri dismenore primer.


61

Hasil ini senada dengan teori yang menyatakan bahwa panas

dapat meredakan iskemia dengan menurunkan kontraksi otot uterus

dan meningkatkan sirkulasi darah pada daerah yang terkena

iskemia. Kompres hangat dapat menyebabkan pelepasan endorfin

tubuh sehingga memblok transmisi stimulasi nyeri (Smeltzer & Bare,

2002). Menurut teori gate-control kompres hangat dapat

mengaktifkan (merangsang) serat-serat non-nosiseptif yang

berdiameter besar ( A- dan A-) untuk menutup gerbang' bagi

serat-serat yang berdiameter kecil ( A- dan C) yang berperan

dalam menghantarkan nyeri, sehingga nyeri dapat dikurangi (Price

& Wilson, 2006).

Hal yang sama juga ditunjukkan dalam penelitian Oktaviana &

Imron (2012) bahwa ada penurunan nyeri dismenore primer dengan

perlakuan kompres hangat.

c. Penurunan nyeri dismenore primer pada siswa putri SMP Negeri I

Wangon dengan teknik aromaterapi

Terapi aroma merupakan tindakan terapeutik dengan

menggunakan minyak essensial yang bermanfaat untuk

meningkatkan keadaan fisik maupun psikologi pemakainya.

Penggunaan aromaterapi dapat mempengaruhi aktivitas

fungsi kerja otak melalui sistem saraf yang berhubungan

dengan indera penciuman. Bau diubah menjadi impuls yang

diteruskan ke otak lewat sistem olfaktorius. Semua impuls

mencapai sistem limbik. Sistem limbik adalah bagian otak yang

dikaitkan dengan suasana hati, emosi. Selain itu, dapat


62

mempengaruhi keseimbangan hormon dalam tubuh. Bau harum

yang menenangkan juga akan menstimulasi talamus untuk

mengeluarkan enkefalin yang berfungsi sebagai penghilang rasa

sakit alami.

Pada penelitian terungkap bahwa ada penurunan tingkat nyeri

dismenore primer pada siswa putri SMP Negeri I Wangon dengan

menggunakan teknik aromaterapi. Aromaterapi juga merupakan

pilihan terbanyak pada pola penanganan nyeri dismenore

dikarenakan cukup mudah (bisa dilakukan dimana saja), biaya

murah dan tanpa adanya latihan.

Hal ini senada dengan teori yang menyebutkan bahwa

aromaterapi dapat digunakan sebagai terapi relaksasi dengan

merangsang indra penciuman untuk meredakan sakit dan nyeri

(Morgan & Hamilton, 2009).

Pada penelitian Riniasih, (2008) juga menunjukkan kesamaan

yakni ada penurunan terhadap nyeri dismenore primer yang

signifikan terhadap perlakuan aromaterapi.

3. Perbedaan Efektifitas Pemberian Terapi Yoga, Kompres Hangat dan

Aromaterapi pada Penurunan Derajat Dismenore

Penurunan nyeri pada setiap paparan berbeda-beda. Hal ini

dikarenakan nyeri merupakan persepsi yang bersifat subjektif. Selain

dipengaruhi oleh usia dikarenakan bertambahnya usia mempengaruhi

perkembangan seseorang bereaksi terhadap nyeri. Persepsi nyeri juga

dipengaruhi oleh transmisi impuls nyeri. Persepsi yang baik akan dapat
63

meningkatkan ambang batas terhadap nyeri saat terjadi dismenore

primer.

Hal-hal lain yang mempengaruhi ambang batas nyeri seseorang,

yakni faktor psikis seseorang. Faktor psikis dapat memperberat nyeri

yang dirasakan. Hal ini dikarenakan tekanan psikis dapat meningkatkan

produksi kotekolamin dan vasopresin sehingga dapat meningkatkan

produksi prostaglandin, vasokontriksi dan iskemia pada sel-sel uterus.

Setiap responden memiliki respon yang berbeda terhadap setiap

perlakuan. Hal ini terlihat dari penurunan skala nyeri dari ketiga

perlakuan sebagai penanganan dismenore primer. Penurunan skala ini

bisa menjadi acuan untuk penurunan tingkatan nyeri dismenore lanjutan

jika perlakuan ini dilanjutkan sebagai terapi.

Penurunan yang paling banyak terlihat pada penurunan nyeri

dismenore 1 skala. Jika dibandingkan dengan hasil penurunan tingkatan

nyeri, hasilnya menunjukkan perbedaan. Hal ini dikarenakan pada

beberapa responden menunjukkan penurunan skala nyeri namun masih

dalam tingkatan yang sama.

Perbedaan lainnya juga terlihat dari perlakuan aromaterapi dan

yoga. Dalam hal penurunan skala aromaterapi lebih banyak mengalami

penurunan skala, baik penurunan 1 skala maupun 2 skala. Namun pada

yoga tingkatan dan keefektifan lebih tinggi. Hal ini dikarenakan pada

perubahan pada yoga mempengaruhi perubahan tingkatan nyeri

sedangkan pada yoga tidak mempengaruhi tingkatan nyeri.

Dari analisis uji ANOVA didapatkan bahwa ada perbedaan yang

signifikan terhadap efektifitas penurunan tingkat nyeri dismenore primer.


64

Ketiga perlakuan tersebut memiliki perbedaan efektifitas satu sama

lainnya. Yang paling efektif dalam hal penurunan skala nyeri dan

tingkatan nyeri dismenor adalah perlakuan kompres hangat. Hal ini

dikarenakan panas yang dihasilkan kompres hangat langsung

mempengaruhi daerah yang merespon nyeri.

Hal ini sama dengan penelitian Wahju, Imavike dan Indah (2010)

yang menyatakan bahwa ada perbedaan yang cukup signifikan pada

pemakaian aromaterapi dan kompres hangat.

D. Keterbatasan Penelitian

1. Pada penelitian ini seharusnya seorang responden mendapatkan 3

perlakuan yoga, kompres hangat, dan aromateri agar dapat

membandingkan dengan akurat efektivitas dari pemakaian yoga,

kompres hangat dan aromaterapi dalam rangka penurunan tingkat nyeri

dismenore.

2. Terbatasnya pemakaian aromaterapi dari bahan yang memang sudah

diteliti kegunaannya dalam penurunan nyeri, seperti halnya aroma

lavender, melati dan minyak kayu putih.

3. Kontrol pada pemakaian terapi pada saat dismenore primer tidak dapat

dilakukan dengan baik sehingga memungkinkan pemakaian terapi tidak

dilakukan dengan benar.

Вам также может понравиться