Вы находитесь на странице: 1из 27

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kelahiran merupakan hal yang sangat membahagiakan bagi seorang ibu. Anak yang lahir
dengan kondisi sehat adalah harapan semua wanita. Tetapi tidak semua wanita melahirkan
secara normal serta mendapatkan bayi yang sehat. Terdapat berbagai komplikasi yang terjadi
pada saat persalinan. Dalam hal ini yang paling sering ditemukan adalah kasus asfiksia
neonatorum atau asfiksia pada bayi baru lahir.
Menurut WHO, setiap tahunnya , sekitar 3% (3,6 juta) dari 120 juta bayi lahir mengalami
asfiksia, hampir 1 juta bayi ini kemudian meninggal. Di Indonesia, dari seluruh kematian
balita, sebanyak 38% meninggal pada masa BBL (IACMEG, 2005). Kematian BBL di
Indonesia terutama disebabkan oleh prematuritas (32%), asfiksia (30%), infeksi (22%),
kelainan kongenital (7%), lain-lain (9%).
(WHO, 2007)
Hipoksia janin yang menyebabkan asfiksia neonatorum terjadi karena gangguan
pertukaran gas serta transpor oksigen dari ibu ke janin, sehingga terdapat gangguan dalam
persediaan oksigen dan dalam menghilangkan karbondioksida. Faktor-faktor predisposisi
pada asfiksia bayi baru lahir antara lain karena persalinan tindakan (ekstraksi forceps,
vacuum ekstraksi, dan seksio sesarea) dengan berbagai komplikainya yang bersifat depresi
terhadap pernafasan bayi baru lahir, hipertensi dan preeklamsia pada ibu, solusio plasenta,
maupun kompresi tali pusat bayi,sementara itu proses kelahiran sendiri selalu menimbulkan
asfiksia ringan yang bersifat sementara pada bayi (asfiksia transien). Proses ini dianggap
sangat perlu untuk merangsang kemoreseptor pusat pernafasan agar terjadi primary gasping
yang kemudian akan berlanjut dengan pernafasan teratur (Hasan .Ed.,dkk, 2007).
Upaya-upaya yang aman dan efektif untuk mencegah dan mengatasi penyebab utama
kematian BBL adalah pelayanan antenatal yang berkualitas, asuhan persalinan normal/dasar
dan pelayanan kesehatan neonatal oleh tenaga profesional. Untuk menurunkan kematian
BBL karena asfiksia, persalinan harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki
kemampuan dan ketrampilan manajemen asfiksia pada BBL. Kemampuan dan ketrampilan
ini digunakan setiap kali menolong persalinan. sehingga dapat meningkatkan kesehatan dan
taraf hidup ibu dan bayi yang pada akhirnya dapat menurunkan AKI dan AKB. Oleh karena

1
itu dalam makalah ini akan kami bahas mengenai asfiksia neonatorum serta penatalaksanaan
pada kasus asfiksia neonatorum.
(JNPK-KR, 2008)

B. Rumusan masalah
1. Apa definisi dari asfiksia ?
2. Bagaimana klasifikasi dari asfiksia ?
3. Bagaimana etiologi pada asfiksia ?
4. Bagaimana manifestasi klinis pada asfiksia ?
5. Bagaimana patofisiologi pada asfiksia ?
6. Bagaimana patways pada asfiksia ?
7. Bagaimana pemeriksaan penunjang pada asfiksia ?
8. Bagaimana penatalaksanaan pada asfiksia ?
9. Bagaimana kompliksai pada asfiksia ?
10. Bagaimanana asuhan keperawatan pada anak asfiksia ?

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu membuat asuhan keperawatan pada klien dengan masalah asfiksia
neonatorum.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui definisi asfiksia
b. Untuk mengetahui klasifikasi asfiksia
c. Untuk mengetahui etiologi asfiksia
d. Untuk mengetahui manifestasi klinis asfiksia
e. Untuk mengetahui patofisiologi asfiksia
f. Untuk mengetahui patways asfiksia
g. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang asfiksia
h. Untuk mengetahui penatalaksanaan asfiksia
i. Untuk mengetahui komplikasi asfiksia
j. Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada anak asfiksia

2
C. Manfaat
1. Bagi Mahasiswa
Dengan adanya makalah yang membahas mengenai materi asfeksia diharapkan kepada

mahasiswa agar dapat mengetahui penyebab asfeksia dan pencegahannya agar terhindar

dari asfeksia baik untuk dirinya sendiri maupun keluarga

2. Bagi Institusi
Dengan adanya makalah ini diharapkan dapat bermanfaat dan menjadi refrensi untuk
mendapat pengetahuan tentang bahayanya penyakit asfeksia yang dapat menyebabkan
kematian

3
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pengertian Asfiksia Neonatorum
Asfiksia neonatus adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak dapat bernafas secara

spontan dan teratur dalam satu menit setelah lahir.

(Mansjoer, 2009)

Asfiksia neonatus adalah keadaan bayi yang tidak dapat bernafas spontan dan teratur,
sehingga dapat meurunkan O2 dan makin meningkatkan CO2 yang menimbulkan akibat buruk
dalam kehidupan lebih lanjut.
(Manuaba, 2008)
Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi baru lahir yang tidak dapat bernafas secara
spontan dan teratur dalam satu menit setelah lahir.
(Aziz Alimul,2009)

B. Klasifikasi
Penilaian menurut score APGAR merupakan tes sederhana untuk memutuskan apakah
seorang bayi yang baru lahir membutuhkan pertolongan. Tes ini dapat dilakukan dengan
mengamati bayi segera setelah lahir (dalam menit pertama), dan setelah 5 menit. Lakukan hal
ini dengan cepat, karena jika nilainya rendah, berarti tersebut membutuhkan tindakan.
Observasi dan periksa :
A = Appearance (penampakan) perhatikan warna tubuh bayi.
P = Pulse (denyut). Dengarkan denyut jantung bayi dengan stetoskop atau palpasi denyut
jantung dengan jari.
G = Grimace (seringai). Gosok berulang-ulang dasar tumit ke dua tumit kaki bayi dengan
jari. Perhaitkan reaksi pada mukanya. Atau perhatikan reaksinya ketika lender pada
mukanya. Atau perhatikan reaksinya ketika lender dari mulut dan tenggorokannya dihisap.
A = Activity. Perhatikan cara bayi yang baru lahir menggerakkan kaki dan tangannya atau
tarik salah satu tangan/kakinya. Perhatikan bagaimana kedua tangan dan kakinya bergerak
sebagai reaksi terhadap rangsangan tersebut.

4
R = Repiration (pernapasan). Perhatikan dada dan abdomen bayi. Perhatikan
pernapasannya.

Tanda 0 1 2 Jumlah Nilai


Frekuensi Tidak Ada Kurang dari Lebih dari
Jantung 100 100
X/menit X/menit
Usaha Tidak Ada Lambat, Menangis
Bernafas Tidak Kuat
Teratur
Tonus Lumpuh Ekstremitas Gerakan
Otot Fleksi Aktif
Sedikit
Refleks Tidak Ada Gerakan Menangis
Sedikit
Warna Biru/Pucat Tubuh Tubuh dan
Kulit Kemerahan, Ekstremitas
Ekstremitas Kemerahan
Biru

a. Nilai 0-3 : Asfiksia bearat


b. Nilai 4-6 : Asfiksia sedang
c. Nilai 7-10 : Normal
Dilakukan pemantauan nilai apgar pada menit ke-1 dan menit ke-5, bila nilai apgar 5 menit
masih kurang dari 7 penilaian dilanjutkan tiap 5 menit sampai skor mencapai 7. Nilai apgar
berguna untuk menilai keberhasilan resusitasi bayi baru lahir dan menentukan prognosis,
bukan untuk memulai resusitasi karena resusitasi dimulai 30 detik setelah lahir bila bayi tidak
menangis. (bukan 1 menit seperti penilaian skor apgar)
Asfiksia neonatorum di klasifikasikan :
1. Asfiksia Ringan ( vigorus baby)
Skor APGAR 7-10, bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan tindakan istimewa.

5
2. Asfiksia sedang ( mild moderate asphyksia)
Skor APGAR 4-6, pada pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi jantung lebih dari
100/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, reflek iritabilitas tidak ada.
3. Asfiksia Berat
Skor APGAR 0-3, pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung kurang dari 100 x
permenit, tonus otot buruk, sianosis berat, dan kadang-kadang pucat, reflek iritabilitas
tidak ada. Pada asphyksia dengan henti jantung yaitu bunyi jantung fetus menghilang
tidak lebih dari 10 menit sebelum lahir lengkap atau bunyi jantung menghilang post
partum, pemeriksaan fisik sama pada asphyksia berat.

(Yeyeh Rukiah,2007)

C. Etiologi
1. Faktor ibu
a. Hipoksia ibu
Dapat terjadi karena hipoventilasi akibat pemberian obat analgetik atau anestesi dalam,
dan kondisi ini akan menimbulkan hipoksia janin dengan segala akibatnya.
b. Gangguan aliran darah uterus
Berkurangnya aliran darah pada uterus akan menyebabkan berkurangnya aliran oksigen
ke plasenta dan juga ke janin, kondisi ini sering ditemukan pada anemia, hipotensi
mendadak pada ibu karena perdarahan,
2. Faktor plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi plasenta, asfiksia janin
dapat terjadi bila terdapat gangguan mendadak pada plasenta, misalnya perdarahan plasenta,
solusio plasenta.
3. Faktor fetus
Kompresi umbilikus akan mengakibatkan terganggunya aliran darah dalam pembuluh darah
umbilikus dan menghambat pertukaran gas antara ibu dan janin. Gangguan aliran darah ini
dapat ditemukan pada keadaan tali pusat yang tertekan, menumbung,dll.

6
4. Faktor neonates
Depresi pusat pernapasan pada bayi baru lahir dapat terjadi karena beberapa hal yaitu
pemakaian obat anestesi yang berlebihan pada ibu terus-menerus menghadapi keadaan denyut
jantung dalam persalinan.
(Aziz Alimul,2009)
D. Manifestasi Klinis
Pada asfiksia tingkat selanjutnya akan terjadi perubahan kardiovaskuler yang disebabkan oleh
beberapa keadaan diantaraya :
a. Fungsi jantung terganggu akibat peningkatan beban kerja jantung
b. Pengisian udara alveolus yang kurang adekuat akan menyebabkan tetap tingginya resistensi
pembuluh darah paru sehingga sirkulasi darah mengalami gangguan.
Gejala klinis :
Bayi yang mengalami kekurangan O2 akan terjadi pernafasan yang cepat dalam periode yang
singkat apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan berhenti, denyut jantung juga mulai
menurun, sedangkan tonus neuromuscular berkurang secara berangsur-agsur berkurang dari bayi
memasuki periode apneu primer.
Gejala dan tanda pada asfiksia neunatorum yang khas antara lain meliputi pernafasan cepat,
pernafasan cuping hidung, sianosis, nadi cepat
Gejala lanjut pada asfiksia :
1. Pernafasan megap-megap yang dalam.
2. Denyut jantung terus menurun.
3. Tekanan darah mulai menurun.
4. Bayi terlihat lemas (flaccid).
5. Menurunnya tekanan O2 (PaO2).
6. Meningginya tekanan CO2 (PaO2).
7. Terjadinya perubahan sistem kardiovaskuler.
(Wong Donna L,2009)
E. Patofisiologi
Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah, timbulah rangsangan terhadap nervus
vagus sehingga DJJ (denyut jantung janin) menjadi lambat. Jika kekurangan O2 terus
berlangsung maka nervus vagus tidak dapat dipengaruhi lagi. Timbulah kini rangsangan dari

7
nervus simpatikus sehingga DJJ menjadi lebih cepat akhirnya ireguler dan menghilang. Janin
akan mengadakan pernafasan intrauterin dan bila kita periksa kemudian terdapat banyak air
ketuban dan mekonium dalam paru, bronkus tersumbat dan terjadi atelektasis. Bila janin lahir,
alveoli tidak berkembang.
Apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan ganti, denyut jantung mulai menurun
sedangkan tonus neuromuskuler berkurang secara berangsur-angsur dan bayi memasuki periode
apneu primer. Jika berlanjut, bayi akan menunjukkan pernafasan yang dalam, denyut jantung
terus menurun , tekanan darah bayi juga mulai menurun dan bayi akan terluhat lemas (flascid).
Pernafasan makin lama makin lemah sampai bayi memasuki periode apneu sekunder. Selama
apneu sekunder, denyut jantung, tekanan darah dan kadar O2 dalam darah (PaO2) terus menurun.
Bayi sekarang tidak bereaksi terhadap rangsangan dan tidak akan menunjukkan upaya
pernafasan secara spontan. Kematian akan terjadi jika resusitasi dengan pernafasan buatan dan
pemberian tidak dimulai segera.
(Wong Donna L,2009)

8
F. Patways

Faktor ibu faktor plasenta faktor fetus faktor neonatus

(hipoksia ibu, gangguan

Aliran darah uterus) pendarahan lilitan tali pusat, pemakaian obat

Plasenta tali pusat menumbung anastesi

Asfiksia

Janin kekuranagan O2 dan paru-paru terisi air

Kadar CO2 meningkat


Bersihan jalan
nafas tidak
efektif
Nafas cepat suplai O2 keparu

G3 metabolisme

Apneu kerusakan otak &perubahan asam basa

DJJ & TD menurun Resiko cidera Asidosis respiratorik

Pola nafas Suplai O2 dalam darah G3 perfusi ventilasi

Tidak efektif

Resiko nafas cuping hidung,


ketidakseimbangan
suhu tubuh sianosis,hipoksia

Kerusakan pertukaran gas

9
G. Pemeriksaan penunjang
1. Denyut jantung janin
Frekuensi normal adalah antara 120 dan 160 denyutan dalam semenit. Selama his frekuensi
ini bisa turun, tetapi di luar his kembali lagi kepada keadaan semula. Peningkatan kecepatan
dunyut jantung umumnya tidak banyak artinya, akan tetapi apabila frekuensi turun sampai
dibawah 100 semenit di luar his, dan lebih-lebih jika tidak teratur, hal ini merupakan tanda
bahaya.
2. Mekonium dalam air ketuban
Pada presentasi kepala mungkin menunjukkan gangguan oksigenasi dan harus menimbulkan
kewaspadaan. Adanya mekonium dalam air ketuban pada presentasi kepala dapat merupakan
indikasi untuk mengakhiri persalinan bila hal itu dapat dilakukan dengan mudah.
3. Pemeriksaan darah janin
Alat yang digunakan : amnioskop yang di masukkan lewat serviks di buat sayatan kecil pada
kulit kepala janin, dan diambil contoh darah janin. Darah ini di periksa pH-nya. Adanya
asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu turun sampai di bawah 7,2, hal itu
dianggap sebagai tanda bahaya. Selain itu kelahiran bayi yang telah menunjukkan tanda-
tanda gawat janin mungkin disertai dengan asfiksia neonatorum, sehingga perlu diadakan
persiapan untuk menghadapi keadaan tersebut jika terdapat asfiksia, tingkatnya perlu dikenal
untuk dapat melakukan resusitase yang sempurna. Untuk hal ini di perlukan cara penilaian
menurut APGAR.
4. Laboratorium
Pemeriksaan darah rutin meliputi hemoglobin/hematokrit (HB/Ht) : kadar Hb 15-20 gr.
5. Tes combs langsung pada daerah tali pusat. Menentukan adanya kompleks antigen-antibodi
pada membran sel darah merah, menunjukkan kondisi hemolitik
(Anik maryunani, 2008)

10
H. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan keperawatan
Penatalaksanaan bayi baru lahir dengan asfiksia sedang menurut Wiknjosastro (2005) adalah
sebagai berikut :
a. Tindakan umum
1) Pengawasan suhu
Bayi baru lahir secara relatif kehilangan panas yang diikuti oleh penurunan suhu tubuh,
sehingga dapat mempertinggi metabolisme sel jaringan sehingga kebutuhan oksigen
meningkat, perlu diperhatikan untuk menjaga kehangatan suhu BBL dengan :
a) Mengeringkan bayi dari cairan ketuban dan lemak.
b) Menggunakan sinar lampu untuk pemanasan luar.
c) Bungkus bayi dengan kain kering.
2) Pembersihan jalan nafas
Saluran nafas bagian atas segera dibersihkan dari lendir dan cairan amnion, kepala bayi
harus posisi lebih rendah sehingga memudahkan keluarnya lendir.
3) Rangsangan untuk menimbulkan pernafasan
Rangsangan nyeri pada bayi dapat ditimbulkan dengan memukul kedua telapak kaki
bayi, menekan tendon achilles atau memberikan suntikan vitamin K. Hal ini berfungsi
memperbaiki ventilasi.

b. Tindakan khusus
1) Asfiksia berat (nilai apgar 0-3)
Resusitasi aktif dalam hal ini harus segera dilakukan yaitu dengan :
a) Memperbaiki ventilasi paru-paru dengan memberikan O2 secara langsung dan
berulang atau dengan melakukan intubasi endotracheal dan O2 dimasukkan dengan
tekanan tidak lebih dari 30 ml.
b) Memberikan natrikus bikarbonat dengan dosis 2-4 mEQ/kg BB
c) Masase jantung dikerjakan dengan melakukan penekanan diatas tulang dada secara
teratur 80-100 x/mnt. Tindakan ini berselingan dengan nafas buatan, yaitu setiap 5 x
masase diikuti 1x pemberian nafas.

11
d) Memberikan obat-obatan 1/10.000 andrelin dengan dosis 0,5- 1 cc secara intravena
(sebegai obat inotropik) dan kalsium glukonat 50-100 mm/kg BB secara intravena,
untuk meningkatkan frekuensi jantung.

2) Asfiksia sedang (Nilai Apgar 4-6)


Dilakukan rangsangan untuk menimbulkan reflek pernafasan dengan:
a) Melakukan rangsangan 30-60 detik setelah penilaian APGAR 1 menit.
b) Melakukan nafas buatan dengan memasukkan pipa ke dalam hidung, O2 dialirkan
dengan kecepatan 1-2 liter/menit.
c) Melakukan pernafasan mulut ke mulut yag seharusnya dalam mulut bayi dimasukkan
pharingeal airway yang berfungsi mendorong pangkal lidah ke depan, sebelum mulut
penolong diisi O2 sebelum peniupan, peniupan dilakukan secara teratur dengan
frekuensi 20-30 x/menit.
b. Penatalaksanaan medis

1. Epinefrin : Indikasi : Denyut jantung bayi < 60 x/m setelah paling tidak 30 detik
dilakukan ventilasi adekuat dan pemijatan dada. Asistolik. Dosis : 0,1-0,3 ml/kg BB
dalam larutan 1 : 10.000 (0,01 mg-0,03 mg/kg BB) Cara : i.v atau endotrakeal. Dapat
diulang setiap 3-5 menit bila perlu.
2. Volume ekspander : Indikasi : Bayi baru lahir yang dilakukan resusitasi mengalami
hipovolemia dan tidak ada respon dengan resusitasi. Hipovolemia kemungkinan akibat
adanya perdarahan atau syok. Klinis ditandai adanya pucat, perfusi buruk, nadi
kecil/lemah, dan pada resusitasi tidak memberikan respon yang adekuat. Jenis cairan :
Larutan kristaloid yang isotonis (NaCl 0,9%, Ringer Laktat). Transfusi darah golongan O
negatif jika diduga kehilangan darah banyak. Dosis : Dosis awal 10 ml/kg BB i.v pelan
selama 5-10 menit. Dapat diulang sampai menunjukkan respon klinis.
3. Bikarbonat : Indikasi : Asidosis metabolik, bayi-bayi baru lahir yang mendapatkan
resusitasi. Diberikan bila ventilasi dan sirkulasi sudah baik. Penggunaan bikarbonat pada
keadaan asidosis metabolik dan hiperkalemia harus disertai dengan pemeriksaan analisa
gas darah dan kimiawi. Dosis : 1-2 mEq/kg BB atau 2 ml/Kg BB (4,2%) atau 1 ml/kg bb
(8,4%). Cara : Diencerkan dengan aquabides atau dekstrose 5% sama banyak diberikan

12
secara intravena dengan kecepatan minimal 2 menit. Efek samping : Pada keadaan
hiperosmolaritas dan kandungan CO2 dari bikarbonat merusak fungsi miokardium dan
otak.
4. Nalokson : Nalokson hidrochlorida adalah antagonis narkotik yang tidak menyebabkan
depresi pernafasan. Sebelum diberikan nalakson ventilasi harus adekuat dan stabil.
Indikasi : Depresi pernafasan pada bayi baru lahir yang ibunya menggunakan narkotik 4
jam sebelum persalinan. Jangan diberikan pada bayi baru lahir yang ibunya baru dicurigai
sebagai pemakai obat narkotika sebab akan menyebabkan tanda with drawl tiba-tiba pada
sebagian bayi. Dosis : 0,1 mg/kg BB (0,4 mg/ml atau 1 mg/ml). Cara : Intravena,
endotrakeal atau bila perpusi baik diberikan i.m atau s.c
5. Suportif: Jaga kehangatan. Jaga saluran napas agar tetap bersih dan terbuka. Koreksi
gangguan metabolik (cairan, glukosa darah dan elektrolit)

(Aziz Alimul, 2009)

I. Komplikasi
Komplikasi yang muncul pada asfiksia neonatus antara lain :
1. Hipoksia dan iskemia otak
Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah berlarut sehingga
terjadi renjatan neonatus, sehingga aliran darah ke otak pun akan menurun, keadaaan ini
akan menyebabkan hipoksia dan iskemik otak.
2. Anuria atau oliguria
Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia, keadaan ini dikenal
istilah disfungsi miokardium pada saat terjadinya, yang disertai dengan perubahan
sirkulasi. Pada keadaan ini curah jantung akan terganggu sehingga darah yang seharusnya
dialirkan keginjal menurun. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya pengeluaran urine
sedikit.
3. Koma
Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan menyebabkan koma
karena beberapa hal diantaranya hipoksemia dan perdarahan pada otak.
(Wong Donna L, 2009)

13
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian keperawatan
1.Pengkajian
Pengkajan adalah data dasar utama proses keperawatan yang tujuannya adalah untuk
memberikan gambaran secara terus menerus mengenai keadaan kesehatan klien yang
memungkinkan perawat asuhan keperawatan kepada klien

a. Identitas Pasien

yaitu: mencakup nama pasien, umur, agama, alamat, jenis kelamin, pendidikan, perkerjaan,
suku, tanggal masuk, no. MR, identitas keluarga, dll.

b. Keluhan Utama

biasanya bayi setelah partus akan menunjukkan tidak bias bernafas secara spontan dan teratur
segera setelah dilahirkan keadaan bayi ditandai dengan sianosis, hipoksia, hiperkapnea, dan
asidosis metabolic

c. Riwayat kehamilan dan kelahiran

1) Prenatal
Kemungkinan ibu menderita penyakit infeksi akut, infeksi kronik, keracunan karena
obat-obat bius, uremia, toksemia gravidarum, anemia berat, bayi mempunyai resiko
tinggi terhadap cacat bawaan dan tejadi trauma pada waktu kehamilan.

2) Intranatal
asfiksia neonatus dikarenakan kekurangan o2 sebab partus lama, rupture uteri yang
memberat, tekanan terlalu kuat dari kepala anak pada placenta, prolaps fenikuli tali
pusat, pemberian obat bius terlalu banyak dan tidak tepat pada waktunya, perdarahan
bayak, placenta previa, sulitio plasenta, persentase janin abnormal, lilitan tali pusat,
dan kesulitan lahir

3) Postnatal
Biasanya ditandai dengan adanya hipoksia, hiperkapnea, asidosis metabolic, perubahan
fungsi jantung, kegagalan system multi organ.

d. Riwayat kesehatan

1. Riwayat kesehatan dahulu


Kemungkinan ibu menderita penyakit infeksi akut, infeksi kronik, keracunan karena obat-
obat bius, uremia, toksemia gravidarum, anemia berat, bayi mempunyai resiko tinggi
terhadap cacat bawaan dan tejadi trauma pada waktu kehamilan.

14
2. Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya bayi akan menunjukkan warna kulit membiru, terjadi hipoksia, hiperkapnea,
asidosis metabolic, usaha bernafas minimal atau tidak ada, perubahan fungsi jantung,
kegagalan system multi organ, kejang, nistagmus dan menagis kurang baik atau tidak
menangis.
3. RKK
biasanya faktor ibu meliputi amnionitis, anemia, diabetes, hipertensiyang diinduksi oleh
kehamilan dan obat-obat infeksi.

e. Pemeriksaan fisik

1. Kulit

warna kulit tubuh merah, sedangkan ekstremitas berwarna biru, pada bayi preterm
terdapat lanugo dan verniks.

2. Kepala

Kemungkinan ditemukan caput succedaneum atau cephal haematom, ubun-ubun besar


cekung atau cembung.

3. Mata

Warna konjungtiva anemis/tidak anemis, tidak ada bleeding konjungtiva, warna sclera
tidak kuning, pupil menunjukkan refleksi terhadap cahaya.

4. Hidung

Terdapat pernafasan cuping hidung dan terdapat penumpukan lendir.

5. Mulut

Bibir berwarna pucat atau merah, ada lendir atau tidak.

6. Telinga

Perhatikan kebersihannya dan adanya kelaina

7. Leher

Perhatikan kebersihannya karena leher neonatus pendek.

8. Thorax

Bentuk simetris, terdapat tarikan intercostal, perhatikan suara wheezing dan ronchi,
frekuensi bunyi jantung lebih dari 100 x/menit.

15
9. Abdomen

Bentuk silindris, hepar bayi terletak 1-2 cm dibawah arcus costae pada garis papilla
mamae, lien tidak teraba, perut buncit berarti adanya asites/tumor, perut cekung adanya
hernia diafragma, bising usus timbul 1-2 jam setelah masa kelahiran bayi,
sering terdapat retensi karena GI Tract belum sempurna.

10. Umbilikus

Tali pusat layu, perhatikan ada perdarahan/tidak, adanya tanda- tanda infeksi pada tali
pusat.

11. Genitalia

Pada neonatus aterm testis harus turun, lihat adakah kelainan letak muara uretra pada
neonatus laki-laki, neonatus perempuan lihat labia mayor dan labia minor, adanya
sekresi mucus keputihan, kadang perdarahan.

12. Anus

Perhatikan adanya darah dalam tinja, frekuensi buang air besar serta warna dari faeces.

13. Ekstremitas
Warna biru, gerakan lemah, akral dingin, perhatikan adanya patah tulang atau adanya
kelumpuhan saraf atau keadaan jari-jari tangan serta jumlahnya.

14. Refleks

Pada neonates preterm post asfiksia berat reflek moro dan sucking lemah. Reflek moro
dapat memberi keterangan mengenai keadaan susunan saraf pusat atau adanya patah
tulang.

PENGKAJIAN POLA GORDON

1. Persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan


Sebelum sakit:
a. Bagaimana klien menjaga kesehatan?
b. Bagaimana cara menjaga kesehatan?
Saat sakit:
a. Apakah klien tahu tentang penyakitnya?
b. Tanda dan gejala apa yang sering muncul jika terjadi rasa sakit?
c. Apa yang dilakukan jika rasa sakitnya timbul?
d. Apakah pasien tahu penyebab dari rasa sakitnya?
e. Tanda dan gejala apa yang sering muncul jika terjadi rasa sakit?

16
2. Nutrisi metabolik
Sebelum sakit:
a. Makan/minum; frekuensi, jenis, waktu, volume, porsi?
b. Apakah ada mengkonsumsi obat-obatan seperti vitamin?
Saat sakit:
a. Apakah klien merasa mual/muntah/sulit menelan?
b. Apakah klien mengalami anoreksia?
c. Makan/minum: frekuensi, jenis, waktu, volume, porsi?
3. Eliminasi
Sebelum sakit:
a. Apakah buang air besar atau buang air kecil: teratur, frekuensi, warna,
konsistensi, keluhan nyeri?
b. Apakah mengejan saat buang air besar atau buang air kecil sehingga berpengaruh
pada pernapasan?
Saat sakit:
a. Apakah buang air besar atau buang air kecil: teratur, frekuensi, waktu, warna,
konsistensi, keluhan nyeri?
4. Aktivitas dan latihan
Sebelum sakit:
a.Apakah bisa melakukan aktivitas sehari-hari dalam memenuhi kebutuhan sehari-
hari?
b. Apakah mengalami kelelahan saat aktivitas?
c. Apakah mengalami sesak nafas saat beraktivitas?
Saat sakit:
a. Apakah memerlukan bantuan saat beraktivitas (pendidikan kesehatan, sebagian,
total)?
b. Apakah ada keluhan saat beraktivitas (sesak, batuk)?
5. Tidur dan istirahat
Sebelum sakit:
a. Apakah tidur klien terganggu?
b. Berapa lama, kualitas tidur (siang dan/atau malam ?
c. Kebiasaan sebelum tidur?
Saat sakit:
a. Apakah tidur klien terganggu, penyebab?
b. Berapa lama, kualitas tidur (siang dan/ atau malam) ?
c. Kebiasaan sebelum tidur?
6. Kognitif dan persepsi sensori
Sebelum sakit:
a. Bagaimana menghindari rasa sakit?
b. Apakah mengalami penurunan fugsi pancaindera, apa saja?
c. Apakah menggunakan alat bantu (kacamata)?
Saat sakit:
a. Bagaimana menghindari rasa sakit?
b. Apakah mengalami nyeri (PQRST)?
c. Apakah mengalami penurunan fugsi pancaindera, apa saja?
d. Apakah merasa pusing?

17
7. Persepsi dan konsep diri
Sebelum sakit:
a. Bagaimana klien menggambarkan dirinya?
Saat sakit:
a.Bagaimana pandangan pasien dengan dirinya terkait dengan penyakitnya?
b. Bagaimana harapan klien terkait dengan penyakitnya?
8. Peran dan hubungan dengan sesama
Sebelum sakit:
a. Bagaimana hubungan klien dengan sesama?
Saat sakit:
a.Bagaimana hubungan dengan orang lain (teman, keluarga, perawat, dan dokter)?
b. Apakah peran/pekerjaan terganggu, siapa yang menggantikan?
9. Reproduksi dan seksualitas
Sebelum sakit:
a. Apakah ada gangguan hubungan seksual klien?
Saat sakit:
a. Apakah ada gangguan hubungan seksual klien?
10. Mekanisme koping dan toleransi terhadap stres
Sebelum sakit:
a. Bagaimana menghadapi masalah?
b. Apakah klien stres dengan penyakitnya?
c. Bagaimana klien mengatasinya?
d. Siapa yang biasa membantu mengatasi/mencari solusi?
Saat sakit:
a. Bagaimana menghadapi masalah?
b. Apakah klien stres dengan penyakitnya?
c. Bagaimana klien mengatasinya?
d. Siapa yang biasa membantu mengatasi/mencari solusi?
11. Nilai dan kepercayaan
Sebelum sakit:
a. Bagaimana kebiasaan dalam menjalankan ajaran Agama?
Saat sakit:
a. Apakah ada tindakan medis yang bertentangan kepercayaan?
b. Apakah penyakit yang dialami mengganggu dalam menjalankan ajaran Agama
yang dianut?
c. Bagaimana persepsi terkait dengan penyakit yang dialami dilihat dari sudut
pandang nilai dan kepercayaan?

18
APGAR SCORE
Skor Apgar yang biasanya dinilai satu menit setalah bayi lahir lengkap yaitu pada saat bayi telah
diberi lingkungan yang baik serta telah dilakukan penghisapan lendir untuk menetukan tingkat
asfeksia berat, sedang atau ringan/normal dapat dipakai penilaian apgar skor. Dibawah ini tabel
untuk menentukan apakah bayi asfeksia atau tidak:

TANDA 0 1 2

Frekuensi Tidak ada <100 x/menit >100 x/menit


jantung

Usaha nafas Tidak ada Lambat tidak teratur Menangis kuat

Tonus otot Lumpuh Exstermitas fleksi Gerakan aktif

Reflek Tidak ada Gerakan sedikit Gerakan kuat/


melawan

Warna Biru/pucat Tubuh kemerahan ekstermitas Seluruh tubuh


biru kemerahan

Ket: 0-3 : asfeksia berat, 4-7: asfeksia sedang , 7-10 : Normal. Pemantauan : bila skor Apgar 5
menit kurang dari 7, penilaian dilanjutkan setiap 5 menit, sampai mencapai skor 7.

(Nursalam, 2009)

B. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d produksi mukus banyak.
2. Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi/ hiperventilasi
3. Kerusakan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi.
4. Risiko cedera b.d anomali kongenital tidak terdeteksi atau tidak teratasi pemajanan pada
agen-agen infeksius.
5. Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh b.d kurangnya suplai O2 dalam darah.
(Doenges, 2009)

19
C. Intervensi
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d produksi mukus banyak.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan
jalan nafas lancar.
Kriteria hasil :
1. Tidak menunjukkan demam
2. Tidak menunjukkan cemas.
3. Rata-rata repirasi dalam batas normal.
4. Pengeluaran sputum melalui jalan nafas.
5. Tidak ada suara nafas tambahan.

Intervensi :
1. Tentukan kebutuhan oral/ suction tracheal
Rasional : pengumpulan data untuk perawatan optimal
2. Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah suction
Rasional : membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk klien
3. Bersihkan daerah bagian tracheal setelah suction selesai dilakukan
Rasional : meminimaliasi penyebaran mikroorganisme
4. Monitor status oksigen pasien, status hemodinamik segera sebelum, selama dan sesudah
suction
Rasional : untuk mengetahui efektifitas dari suction
5. Memberitahu keluarga tentang suction
Rasional : Sebelum melakukan tindakan berikan penkes kepada keluarga agar tidak
terjadi kepanikan/ kesalahpahaman
6. Melakukan hisap mulut dan nasopharing dengan spuit sesuai kebutuhan
Rasional : Untuk membersihkan sisa sisa air ketuban untuk mencegah terjadinya
aspirasi
7. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
Rasional : Untuk melancarkan pernafasan
8. Auskultrasi suara nafas, catat bila adanya suara tambahan
Rasional : Membantu mengevaluasi keefektifan suara nafas klien

20
9. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
Rasional : Membantu mengevaluasi keefektifan pemasangan alat jalan nafas buatan
10. Monitor respirasi dan O2
Rasional : Mengevaluasi pernafasan pasien
(Doenges, 2009)

2. Pola nafas tidak efektif b.d hipoventilasi/ hiperventilasi


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan pola
nafas menjadi efektif.
kriteria hasil :
1. Pasien menunjukkan pola nafas yang efektif
2. Ekspansi dada simetris.
3. Tidak ada bunyi nafas tambahan.
4. Kecepatan dan irama respirasi dalam batas normal.

Intervensi :
1. Pertahankan kepatenan jalan nafas dengan melakukan pengisapan lendir
Rasional : untuk membersihkan jalan nafas
2. Pantau status pernafasan dan oksigenasi sesuai dengan kebutuhan
Rasional : guna meningkatkan kadar oksigen yang bersirkulasi dan memperbaiki status
kesehatan
3. Auskultasi jalan nafas untuk mengetahui adanya penurunan ventilasi
Rasioanal : membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk klien
4. Kolaborasi dengan dokter untuk pemeriksaan AGD dan pemakaian alat bantu nafas
Rasional : perubahan AGD dapat mencetuskan disritmia jantung
5. Berikan oksigenasi sesuai kebutuhan
Rasional : terapi oksigen dapat membantu mencegah gelisah bila klien menjadi dispneu,
dan ini juga membantu mencegah edema paru
6. Pantau irama, kedalaman dan frekuensi nafas
Rasional : mengetahui status pernafasan
7. Posisikan ekstensi

21
Rasional : memperlancar proses pernafasan
8. Pantau hasil pemeriksaan AGD
Rasional : AGD menunjukan status oksigenasi
9. Pertahankan jalan nafas tetap baik
Rasional : jalan nafas yang baik dapat menjamin lancarnya proses inspirasi dan ekspirasi
10. Berikan rangsangan taktil
Rasional : rangsangan taktil dapat merangsang terjadinya usaha nafas spontan
(Doenges, 2009)

3. Kerusakan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi.


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan
pertukaran gas terasi.
kriteria hasil :
1. Tidak sesak nafas
2. Fungsi paru dalam batas normal
Intervensi :
1. Kaji bunyi paru, frekuensi nafas, kedalaman nafas dan produksi sputum
Rasional : membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk klien
2. Auskultasi bunyi nafas, catat area penurunan aliran udara dan / bunyi tambahan
Rasional : membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk klien
3. Pantau hasil Analisa Gas Darah
Rasional : perubahan AGD dapat mencetuskan disritmia jantung
4. Kaji status pernafasan,perhatikan tanda-tanda distres pernafasan(mis, takipnea, pernafsan
cuping hdung, mengorok, retraksi,ronki, atau krekels).
Rasional : Takipnea menandakan distress pernafasan,khususnya bila pernfasan lebih dari
60 x/i setelah 5 jam pertama kehidupan
5. Gunakan pemantauan oksigen transkutan atau oksimeter nadi. Catat kadar setiap jam.
Ubah sisi alat setiap 3-4 jam
Rasional : Memberikan pemantauan noninvasif konstan terhadap kadar oksigen
6. Hisap hidung dan orofaring dengan hati-hati,sesuai kebutuhan

22
Rasional : Mungkin perlu untuk mempertahankan kepatenan jalan nafas, khususnya pada
bayi yang menerima ventilasi terkontrol
7. Pertahankan kenetralan suhu tubuh
Rasional : Stres dingin meningkatkan konsumsi oksigen bayi,dapat meningkatkan
asidosis, dan selanjutnya kerusakan produksi surfaktan
8. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
Rasional : Membantu mengevaluasi keefektifan pemasangan alat jalan nafas buatan
9. Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
Rasional : Untuk melancarkan pernafasan
10. Monitor respirasi dan O2
Rasional : Mengevaluasi pernafasan pasien
(Doenges, 2009)

4. Risiko cidera b.d anomali kongenital tidak terdeteksi atau tidak teratasi pemajanan pada
agen-agen infeksius
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan
risiko cidera dapat dicegah.
Kriteria hasil :
1. Bebas dari cidera/ komplikasi.
2. Mendeskripsikan aktivitas yang tepat dari level perkembangan anak.
3. Mendeskripsikan teknik pertolongan pertama

Intervensi :
1. Cuci tangan setiap sebelum dan sesudah merawat bayi
Rasional : untuk mencegah infeksi nosokomial
2. Pakai sarung tangan steril
Rasional : untuk mencegah infeksi nosokomial
3. Lakukan pengkajian fisik secara rutin terhadap bayi baru lahir, perhatikan pembuluh
darah tali pusat dan adanya anomaly
Rasional : untuk mencegah keadaan yang lebih buruk.

23
4. Ajarkan keluarga tentang tanda dan gejala infeksi dan melaporkannya pada pemberi
pelayanan kesehatan
Rasional : untuk meningkatkan pengetahuan keluarga dalam deteksi awal suatu penyakit
5. Berikan agen imunisasi sesuai indikasi (imunoglobulin hepatitis B dari vaksin hepatitis)
Rasional : mencegah terjadinya kelainan pada bayi
6. Sediakan lingkungan yang nyaman untuk bayi
Rasional : Memberi kenyamanan pada bayi
7. Menghindarkan lingkungan yang berbahaya
Rasional : Memberi ketenangan pada bayi
8. Menyediakan tempat tidur yang nyaman dan bersih untuk bayi
Rasional : Memberi kenyamanan pada bayi
9. Membatasi pengunjung
Rasional : Memberi ketenangan pada bayi dan sekitarnya
10. Mengontrol lingkungan dari kebisingan
Rasional : Meningkatkan ketenangan pada bayi dan sekitarnya
(Doenges, 2009)

5. Risiko ketidakseimbangan suhu tubuh b.d kurangnya suplai O2 dalam darah


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama proses keperawatan diharapkan suhu
tubuh normal.
Kriteria Hasil :
1. Temperatur badan dalam batas normal.
2. Tidak terjadi distress pernafasan.
3. Tidak gelisah.
4. Perubahan warna kulit.
5. Bilirubin dalam batas normal.

Intervensi :
1. Hindarkan pasien dari kedinginan dan tempatkan pada lingkungan yang hangat
Rasional : untuk menjaga suhu tubuh agar stabil

24
2. Monitor gejala yang berhubungan dengan hipotermi, misal fatigue, apatis, perubahan warna
kulit dll
Rasional : untuk mendeteksi lebih awal perubahan yang terjadi guna mencegah komplikasi
3. Monitor TTV
Rasional : peningkatan suhu dapat menunjukkan adanya tanda-tanda infeksi
4. Monitor adanya bradikardi
Rasional : penurunan frekuensi nadi menunjukkan terjadinya asidosis resporatori karena
kelebihan retensi CO2
5. Monitor status pernafasan.
Rasional : mengetahui irama pernafasan
6. Monitor tanda-tanda hipertermi dan hipotermi
Rasional : Untuk mendeteksi lebih awal tentang tanda-tanda hipertemi & hipotermi
7. Selimuti pasien untuk mencegah hilangnya kehangatan tubuh
Rasional : Mencegah tejadinya hilangnya kehangatan tubuh bayi
8. Monitor suara paru
Rasional : Mengetahui keadaan paru-paru
9. Monitor suara pernafasan abnormal
Rasional : Mengetahui irama pernafasan yang abnormal
10. Diskusikan tentang pentingnya pengaturan suhu dan kemungkinan efek negative dari
kedinginan
Rasional : Untuk mengetahui tentang pentingnya pengaturan suhu pada pasien
(Doenges, 2009)

25
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Asfiksia neonatus adalah keadaan bayi yang tidak dapat bernafas spontan dan teratur,
sehingga dapat meurunkan O2 dan makin meningkatkan CO2 yang menimbulkan akibat
buruk dalam kehidupan lebih lanjut.
2. Factor terjadinya asfiksia antara lain : faktor ibu ( hipoksia ibu, gangguan aliran darah
uterus ), faktor plasenta, faktor fetus, faktor neonates.
3. Tanda dan gejala asfiksia pernafasan yang megap-megap, denyut jantung yang terus
menurun, tekanan darah mulai menurun, bayi terlihat lemah, menurunnya tekanan O2,
meningginya tekanan CO2, dan terjadinya perubahan system kardiovaskuler.
4. Untuk pemeriksaan penunjang di antaranya : analisa gas darah, elektrolit darah, gula
darah, berat bayi, USG kepala, penilaian APGAR score, pemeriksaan ct-scan.
5. Penatalaksanaan ada 2 : penatalaksanaan keperawatan dan penatalaksanaan medis.
B. SARAN
1. Bagi mahasiswa
Mahasiswa keperawatan hendaknya dapat menerapkan asuhan keperawatan yang telah
didapatkan secara teoritis yang telah disajikan dalam penulisan kasus ini dan mampu
memberikan informasi kepada masyarakat mengenai penyakit asfiksia dengan
mengadakan suatu penyuluhan atau pendidikan kesehatan.
2. Bagi masyarakat
Di harapkan dapat memanfaatkan makalah ini untuk menambah pengetahuan tentang
asfiksia pada bayi.
3. Bagi tenaga kesehatan
Di harapka dapat memberikan penanganan dan asuhan keperawatan yang tepat dan sesuai
dengan standar operasinal prosedur tindakan dalam menangani klien dengan asfiksia.

26
DAFTAR PUSTAKA

Arif, Mansjoer, 2008. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. Jakarta: FKUI.

Alimul, Aziz H.2009. Pengantar Ilmu Keperawatan 1, Jakarta : Salemba Medika.

Maryunani, Anik. Asuhan Bayi Baru Lahir Normal, Jakarta, 2008, Trans Info Media, Jakarta

Ai Yeyeh Rukiah dan Lia Yulianti, Am. Keb,MKM, Asuhan Neonatus, Bayi dan Anak Balita,

Jakarta, 2007, Trans Info Media Jakarta

Doenges E Marilynn. Rencana Asuhan Keperawatan; Jakarta, 2009. Penerbit Buku Kedokteran

ECG.

Nursalam, dkk. 2009. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak. Jakarta : Salemba Medika

Wong Donna L, dkk. Buku Ajar Keperawatan Pediatri, Edisi 6 vol 2; Jakarta, 2009. Penerbit

Buku Kedokteran ECG.

27

Вам также может понравиться