Вы находитесь на странице: 1из 18

MAKALAH

MATA KULIAH ORGANISASI MANAJEMEN KESEHATAN


MANAJEMEN LOGISTIK PUSKESMAS

Disusun Oleh :

4. Dormani Peronika N 25010111120054

Kelas A

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS DIPONEGORO
2012

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Keberhasilan organisasi mencapai tujuan didukung oleh pengelolaan factor-


faktor antara lain Man, Money, Machine, Methode dan Material. Pengelolaan yang
seimbang dan baik dari kelima factor tersebut akan memberikan kepauasan kepada
kostumer baik kostumer internal maupun eksternal. Rumah sakit yang telah
terakreditasi seharusnya telah memiliki pengelolaan yang baik dan terstandar
termasuk lima factor tersebut. Pada kesempatan ini, akan membahas secara khusus
tentang pengelolaan Material atau logistic dirumah sakit.Keberhasilan pengelolaan
logistik rumah sakit tergantung pada kompetensi dari manajer logistik rumah sakit.
Manajer berfungsi untuk mengelola logistik melalui fungsi antara lain mengidentifikasi,
merencanakan pengadaan, pendistribusian alat hingga mengembangkan sistem
pengelolaan logistik yang efektif dan efisien. Pengadaan alat yang tepat dan berfungsi
dengan baik akan memperlancar kegiatan pelayanan pasien sehingga berdampak
bagi peningkatan mutu pelayanan secara umum.
Manajer logistik juga harus mampu mengantisipasi kejadian darurat, membuat
skala prioritas serta melakukan perubahan yang dibutuhkan untuk pencapaian tujuan
umum rumah sakit. Manajemen logistik juga harus mencapai efisiensi dan efektifitas.
Manajer logistik memiliki kemampuan untuk mencegah atau meminimalkan
pemborosan, kerusakan, kadaluarsa, kehilangan alat tersebut yang akan memiliki
dampak kepada pengeluaran ataupun biaya operasional rumah sakit.Menurut
pemanfaatannya, bahan atau alat yang harus disediakan rumah sakit dikelompokkan
menjadi persediaan farmasi (antara lain: obat, bahan kimia, gas medik, peralatan
kesehatan), persediaan makanan, persediaan logistik umum dan teknik.

B.Tujuan Umum
1. Mengetahui manajemen logistik di Rumah Sakit
2. Mengidentifikasi keadaan manajemen logistik dalam satu pelayanan kesehatan
hingga memberikan usulan perbaikan yang diperlukan.
3. Mampu mengidentifikasi keadaan saat ini tentang pengelolaan logistik di Rumah
Sakit.
4. Membuat sistem pengelolaan logistik di Rumah Sakit mulai dari perencanaan
pengadaan, pemeliharaan, evaluasi dan pengembangan sistem tersebut.
5. Mengetahui manejemen obat di puskesmas

B. Manfaat
1. Memberikan penjelasan kepada pembaca tentang manajemen logistik di puskesmas
2. Mengetahui apa saja ruang lingkup manajemen logsitik serta fungsinya
3. Memberikan pengetahuan tentang manajemen obat di puskesmas
BAB II
ISI

A. Pengertian Manajemen Logistik


Manajemen logistik merupakan serangkaian kegiatan perencanaan,
pengorganisasian, dan pengawasan terhadap kegiatan pengadaan, pencatatan,
pendistribusian, penyimpanan, pemeliharaan dan penghapusan logistik guna
mendukung efektivitas dan efisiensi dalam upaya pencapaian tujuan organisasi.
The Council of Logistic Management (CLM), organisasi pelopor logistik di
Amerika Serikat yang memiliki anggota sekitar 15.000 orang mendefinisikan
manajemen logistik merupakan bagian dari proses supply chain yang berfungsi untuk
merencanakan, melaksanakan dan mengendalikan keefisienan dan kefektifan aliran
dan penyimpanan barang, pelayanan dan informasi terkait dari titik permulaan (point
of origin) hingga titik konsumsi (point of consumption) dalam tujuannya untuk
memenuhi kebutuhan para pelanggan.
Martin (1988) mengartikan manajemen logistik sebagai proses yang secara
strategik mengatur pengadaan bahan (procurement), perpindahan dan penyimpanan
bahan, komponen dan penyimpanan barang jadi (dan informasi terkait) melalui
organisasi dan jaringan pemasarannya dengan cara tertentu sehingga keuntungan
dapat dimaksimalkan baik untuk jangka waktu sekarang maupun waktu mendatang
melalui pemenuhan pesanan dengan biaya yang efektif.
Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat simpulkan bahwa manajemen
logistik merupakan kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan
pengawasan terhadap pengelolaan (siklus) logistik guna mendukung efektivitas dan
efisiensi dalam upaya pencapaian tujuan organisasi.

B. Ruang Lingkup Manajemen Logistik


1. Kegiatan manajerial
a. Perencanaan
b. Pengorganisasian
c. Pelaksanaan
d. Pengawasan/pengendalian
2. Kegiatan operasional
a. Perencanaan kebutuhan dan penganggaran
Yaitu kegiatan merumuskan rincian kebutuhan barang milik negara untuk
menghubungkan pengadaan barang yang telah lalu dengan keadaan yang sedang
berjalan sebagai dasar dalam melakukan tindakan yang akan datang.
b. Pengadaan
Yaitu kegiatan untuk memperoleh barang/jasa oleh Kementerian/Lembaga yang
prosesnya dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh
kegiatan untuk memperoleh barang/jasa.
c. Penggunaan
Yaitu kegiatan yang dilakukan oleh pengguna barang dalam mengelola dan
menatausahakan Barang Milik Negara yang sesuai dengan tugas pokok dan fungsi
satker Polri yang bersangkutan.
d. Pemanfaatan
Yaitu pendayagunaan Barang Milik Negara yang tidak dipergunakan sesuai dengan
tugas pokok dan fungsi Kementerian Negara/Lembaga dalam bentuk sewa, pinjam
pakai, kerja sama pemanfaatan, dan bangun guna serah/bangun serah guna dengan
tidak mengubah status kepemilikan.
e. Pengamanan dan pemeliharaan
Yaitu kegiatan yang berkaitan dengan upaya mempertahankan kondisi teknis, daya
guna dan daya hasil barang milik negara serta menjamin jangka waktu pemakaian
barang mencapai batas waktu yang optimal.
f. Penilaian
Yaitu suatu proses kegiatan penelitian yang selektif didasarkan pada data/ fakta yang
objektif dan relevan dengan menggunakan metode/ teknik tertentu untuk memperoleh
nilai barang milik negara.
g. Penghapusan
Yaitu tindakan menghapus Barang Milik Negara dari daftar barang dengan
menerbitkan Surat Keputusan dari pejabat yang berwenang untuk membebaskan
Pengguna Barang dan/atau Kuasa Pengguna Barang dan/ atau Pengelola Barang
dari tanggung jawab administrasi dan fisik atas barang yang berada dalam
penguasaannya.
h. Pemindahtanganan
Yaitu pengalihan kepemilikan Barang Milik Negara sebagai tindak lanjut dari
penghapusan dengan cara dijual, dipertukarkan, dihibahkan atau disertakan sebagai
modal pemerintah.
i. Penatausahaan
Yaitu rangkaian kegiatan yang meliputi pembukuan, inventarisasi, dan pelaporan
barang milik negara sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
j. Pembinaan, pengawasan dan pengendalian
Yaitu rangkaian kegiatan yang meliputi penetapan kebijakan teknis, pemantauan,
penertiban, melakukan pengauditan serta investigasi atas pelaksanaan siklus logistik/
pengelolaan barang milik negara.
3. Objek
a. Perbekalan umum
b. Peralatan
c. Fasilitas dan konstruksi
d. Komunikasi dan elektronika
e. Bekal kesehatan

C. Fungsi Manajemen Logistik


Penyelenggaraan logistik senantiasa berkaitan dengan proses yang di
dalamnya akan melibatkan orang-orang/badan yang harus melakukan kegiatan/usaha
secara efektif dan efisien selama jangka waktu tertentu untuk tercapainya suatu
sasaran yang ditetapkan, dengan demikian maka misi ini tidak dapat direalisasikan
tanpa diterapkannya fungsi-fungsi manajemen dalam penyelenggaraan logistik.
Pada dasarnya fungsi-fungsi manajemen yang diterapkan dalam
penyelenggaraan logistik adalah fungsi-fungsi manajemen yang bersifat umum dan
mutlak diperlukan pada seluruh aspek kegiatan, meliputi :
1. Perencanaan
Perencanaan logistik merupakan dasar untuk pengarahan dan pengkoordinasian
dalam pembinaan sumber-sumber dan pedoman bagi setiap tindak logistik, secara
umum perencanaan logistik didasarkan pada :
a. Program pembangunan kekuatan jangka panjang (25 tahun)
b. Program pembangunan kekuatan jangka sedang (5 tahun)
c. Program pembangunan kekuatan 1 tahun
d. Penajaman prioritas sasaran yang dikonsentrasikan pada kemampuan operasional
yang diharapkan.
e. Hasil evaluasi data masukan dari satuan bawah dan fungsi-fungsi terkait yang
diakomodasikan dalam evaluasi penyelenggaraan logistik.
2. Pengorganisasian
Pengorganisasian setiap kegiatan logistik pada dasarnya merupakan satu sistem atau
tatanan yang harus berorientasi kepada tugas dengan program yang jelas namun
kenyal. Pengorganisasian logistik dilaksanakan dengan memperhatikan berbagai hal
serta dengan pendekatan sebagai berikut :
a. Pengorganisasian yang diselenggarakan berdasarkan pendekatan tugas
b. Pengorganisasian yang diselenggarakan berdasarkan pendekatan komoditi.
c. Pengorganisasian yang diselenggarakan dengan rentang kendali sependek mungkin.
d. Pengorganisasian yang diselenggarakan berdasarkan eselonisasi penanggung jawab
pengemban fungsi logistik sesuai struktur organisasi yang berlaku.
3. Pengawasan dan pengendalian
Pengawasan dan pengendalian sebagai fungsi organik pembinaan,yaitu
menyelenggarakan usaha, kegiatan dan pekerjaan untuk menjamin tercapainya
tujuan secara efektif, efisien dan sesuai dengan ketentuan/peraturan yang berlaku
melalui pengarahan, pengkoordinasian, pengawasan, pemeriksaan dan tindakan
pengendalian yang diperlukan sehingga penyimpangan-penyimpangan yang terjadi
dapat ditekan sekecil mungkin atau minimum dapat dikurangi. Dalam
penyelenggaraan pengawasan dan pengendalian perlu memperhatikan hal-hal
sebagai berikut :
a. Pengawasan dan pengendalian harus berdasarkan pada rencana yang telah
ditetapkan.
b. Pengawasan dilaksanakan melalui jalur pengawasan struktural maupun fungsional.
c. Pengawasan dan pengendalian dilaksanakan terpusat sesuai strata demi tercapainya
kesatuan dan keterpaduan upaya

D. Manajemen Obat di Puskesmas


Agar tercapai tujuan ideal dari suatu pengobatan atau pelayanan kesehatan,
idelanya obat harus tersedia, artinya cukup dalam jumlah dan jenisnya. Kemudian
obat itu harus ada setiap saat, sehingga dapat diberikan kepada yang membutuhkan
saat itu juga, dan pasien tidak perlu menunggu lama, mengorbankan waktu hanya
demi menunggu obat. Terakhir, dan yang terpenting, obat itu harus terjamin mutunya
dan harganya harus terjangkau. Jika obat ada setiap saat dan lengkap, namun sudah
kadaluwarsa, itu tidak ada artinya. Sama juga jika obat generic yang disediakan
sangat sedikit. Tentu hal ini akan sangat memberatkan pasien yang kebanyakan
adalah warga kurang mampu.
Namun seringkali idealisme terbentur dengan realita. Selalu saja ada
hambatan-hambatan yang menghalangi terwujudnya idelaisme yang baik itu.
Hambatan yang dihdapi dalam hal ini diantaranya adalah dana yang terbatas, padahal
kebutuhan masyarakat bisa dikatakan tidak terbatas. Kita tidak mungkin melarang
orang lain sakit kanker misalnya. Penyakit-penyakit tersebut bisa datang tanpa
diundang, mendadak, dan tanpa izin. Akhirnya kita tidak pernah tahu penyakit apa
yang akan menyerang di kemudian hari dan obat apa saja yang dibutuhkan untuk
menanggulanginya. Meskipun tentu saja, upaya preventif dan promotif bisa dilakukan
untuk menekan angka kejadian penyakit, namun tetap saja, hasil yang diharapkan
belum tentu dapat tercapai dan kemungkinan berbagai penyakit yang muncul tidak
dapat kita duga dengan akurat.
Untuk mengatur ketersediaan obat di puskesmas, pemerintah membentuk
KONAS. Kebijakan Obat Nasional (KONAS) bertujuan untuk menjamin ketersediaan
obat baik dari segi jumlah dan jenis yang mencukupi, juga pemeratan, pendistribusian
dan penyerahan obat-obatan harus sesuai dengan kebutuhan masing-masing
Puskesmas. Dengan adanya pengelolaan obat yang baik diharapkan pelayanan
kesehatan kepada masyarakat menjadi lebih maksimal. Implementasi desentralisasi
kebijakan obat membawa implikasi berupa perubahan mekanisme pembiayaan.
Sebelum desentralisasi, anggaran dihitung berdasarkan jumlah penduduk dan
persentase penduduk miskin, sedangkan pasca desentralisasi anggaran ditetapkan
masing-masing daerah menurut kebutuhan dan permasalahan kesehatan yang
dihadapi. Perubahan ini menimbulkan masalah dalam alokasi dan distribusi terutama
di daerah dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) relatif kecil. Alokasi menjadi sangat
dipengaruhi oleh besar kecilnya Dana Alokasi Umum (DAU) serta kemampuan
manajer obat di daerah mengelola dana obat ini, oleh karena itu perlu memperhatikan
aspek-aspek yang tercakup didalamnya antara lain perencanaan obat harus
berdasarkan data pengelolaan obat yang akurat.
Manajemen obat di Puskesmas merupakan salah satu aspek penting dari
Puskesmas karena ketidakefisienan akan memberikan dampak negatif terhadap
biaya operasional Puskesmas, karena bahan logistik obat merupakan salah satu
tempat kebocoran anggaran, sedangkan ketersediaan obat setiap saat menjadi
tuntutan pelayanan kesehatan maka pengelolaan yang efesien sangat menentukan
keberhasilan manajemen Rumah Sakit secara keseluruhan. Tujuan manajemen obat
adalah tersedianya obat setiap saat dibutuhkan baik mengenai jenis,jumlah maupun
kualitas secara efesien, dengan demikian manajemen obat dapat dipakai sebagai
sebagai proses penggerakan dan pemberdayaan semua sumber daya yang
dimiliki/potensial yang untuk dimanfaatkan dalam rangka mewujudkan ketersediaan
obat setiap saat dibutuhkan untuk operasional efektif dan efesien. Ketidakcukupan
obat-obatan disebabkan oleh berbagai faktor. Salah satu faktor yang sangat
menentukan yaitu faktor perencanaan/perhitungan perkiraan kebutuhan obat yang
belum tepat, belum efektif dan kurang efisien.
Permintaan / pengadaan obat juga merupakan suatu aspek dimana permintaan
dilakukan harus sesuai dengan kebutuhan obat yang ada agar tidak terjadi suatu
kelebihan atau kekurangan obat. Kelebihan obat atau kekosongan obat tertentu ini
dapat terjadi karena perhitungan kebutuhan obat yang tidak akurat dan tidak rasional,
agar hal-hal tersebut tidak terjadi maka pengelolaan obat puskesmas perlu dilakukan
sesuai yang ditetapkan dan diharapkan dimana dalam pengelolaan harus
memperhatikan penerimaan, penyimpanan serta pencatatan dan pelaporan yang
baik.
Terjaminnya ketersediaan obat di pelayanan kesehatan akan menjaga citra
pelayanan kesehatan itu sendiri, sehingga sangatlah penting menjamin ketersediaan
dana yang cukup untuk pengadaan obat esensial, namun lebih penting lagi dalam
mengelola dana penyediaan obat secara efektif dan efisien.
Terjadinya ketidakcukupan obat atau penyediaan stok obat yang berlebihan
merupakan suatu masalah yang sering dijumpai di Puskesmas, dimana masalah
tersebut bukan hanya dipengaruhi oleh faktor dana tetapi juga dipengaruhi oleh
proses pengelolaan obat yang meliputi perencanaan, permintaan/pengadaan,
pendistribusian dan penggunaan obat. Proses pengelolaan akan berjalan efektif dan
efisien bila ditunjang dengan sistem informasi manajemen obat untuk menggalang
keterpaduan pelaksanaan kegiatan-kegiatan dalam pengelolaan obat.
Melihat dari beberapa permasalahan manajemen obat di atas, menunjukkan
pentingnya sebuah solusi dalam manajemen obat di puskesmas. Secara ringkas,
solusi tersebut ada 6 macam, yaitu Seleksi obat, Penerapan Pedoman Pengobatan,
Penggunaan obat rasional, Seleksi supplier, Systematic cost reduction, dan
Advokasi. Seleksi obat menjadi penting karena hal ini yang menentukan obat mana
yang baik diberikan kepada pasien di puskesmas dan mana yang tidak. Dengan
seleksi ini,dapat dihindari adanya obat-obatan yang tidak cocok atau tidak layak
diberikan. Untuk para tenaga medis, perlu adanya pedoman pengobatan yang baik
dan sesuai standar yang diakui internasional. Pemberian obat tentu saja tidak boleh
sembarangan. Ada aturan dan sistematika yang harus ditaati oleh seluruh tenaga
kesehatan yang bertanggung jawab memberikan pengobatan. Pedoman pengobatan
ini sabgat mudah didapatkan di internet, buku, dan jurnal. Badan yang
mengeluarkannya pun harus badan yang resmi, secara internasional maupun diakui
secara nasional.
Setelah pedoman tersebut diaplikasikan, maka yang penting lagi adalah
penggunaan obat secara rasional. Penggunaan obat secara rasional sangat penting
untuk kesembuhan pasien dan efisiensi biaya dan sumber daya yang dibutuhkan
untuk pengobatan. Hal ini penting untuk mencegah pengeluaran dana yang berlebih,
multifarmasi, dan polifarmasi. Pemilihan supplier obat juga menjadi hal yang tidak
kalah pentingnya. Karena supplier obat yang baik menentukan kualitas obat yang
didistribusikan. Kriteria supplier yang baik adalah yang masuk ke dalam kriteria :
Quality, Cost, Delivery, Flexibillity, Responsiveness. Biaya yang dikeluarkan oleh
puskesmas dalam upaya mengatur ketersediaan obat dan biaya pasien dalam
mengeluarkan dana untuk membeli obat juga harus dikurangi. Namun hal ini tidak
berarti mengurangi kualitas. Sebaliknya, kualitas harus ditingkatkan. Efisiensi di sini
diartkan sebagai upaya untuk menekan biaya-biaya yang tidak perlu dikeluarkan.
Harapannya, semua upaya kesehatan yang dilakukan dapat tepat sasaran dan dana
tidak terbuang percuma. Terakhir, untuk melancarkan dan memuluskan tujuan utama
yaitu manajemen obat yang baik, perlua adanya upaya advokasi ke pemerintah.
Advokasi ini bisa bermacam-macam. Mulai dari dana, SK, dan kebijakan lainnya.

E. Perencanaan Obat
Perencanaan adalah suatu kegiatan yang dilakukan dalam rangka menyusun
daftar kebutuhan obat yang berkaitan dengan suatu pedoman atas dasar konsep
kegiatan yang sistematis dengan urutan yang logis dalam mencapai sasaran atau
tujuan yang telah ditetapkan. Proses perencanaan terdiri dari perkiraan kebutuhan,
menetapkan sasaran dan menentukan strategi, tanggung jawab dan sumber yang
dibutuhkan untuk mencapai tujuan. Perencanaan dilakukan secara optimal sehingga
perbekalan farmasi dapat digunakan secara efektif dan efisien.
Beberapa tujuan perencanaan dalam farmasi adalah untuk menyusun
kebutuhan obat yang tepat dan sesuai kebutuhan untuk mencegah terjadinya
kekurangan atau kelebihan persediaan farmasi serta meningkatkan penggunaan
persediaan farmasi secara efektif dan efisien.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan untuk mencapai tujuan
perencanaan obat, yaitu :
1. Mengenai dengan jelas rencana jangka panjang apakah program dapat mencapai
tujuan dan sasaran.
2. Persyaratan barang meliputi : kualitas barang, fungsi barang, pemakaian satu merk
dan untuk jenis obat narkotika harus mengikuti peraturan yang berlaku.
3. Kecepatan peredaran barang dan jumlah peredaran barang.
4. Pertimbangan anggaran dan prioritas.

Tahap perencanaan kebutuhan obat meliputi :


1. Tahap Persiapan
Perencanaan dan pengadaan obat merupakan suatu kegiatan dalam rangka
menetapkan jenis dan jumlah obat sesuai dengan pola penyakit serta kebutuhan
pelayanan kesehatan, hal ini dapat dilakukan dengan membentuk tim perencanaan
pengadaan obat yang bertujuan meningkatkan efisiensi dan efektifitas penggunaan
dana obat melalui kerjasama antar instansi yang terkait dengan masalah obat.
2. Tahap perencanaan
a. Tahap pemilihan obat : tahap ini untuk menentukan obat-obat yang sangat
diperlukan sesuai dengan kebutuhan, dengan prinsip dasar menentukan jenis obat
yang akan digunakan atau dibeli
b. Tahap perhitungan kebutuhan obat : tahap ini untuk menghindari masalah
kekosongan obat atau kelebihan obat. Dengan koordinasi dari proses perencanaan
dan pengadaan obat diharapkan obat yang dapat tepat jenis, tepat jumlah dan tepat
waktu. Metode yang biasa digunakan dalam perhitungan kebutuhan obat, yaitu :
- Metode konsumsi : Secara umum metode konsumsi menggunakan konsumsi obat
individual dalam memproyeksikan kebutuhan yang akan datang berdasarkan analisa
data konsumsi obat tahun sebelumnya.
- Metode morbiditas : Memperkirakan kebutuhan obat berdasarkan jumlah kehadiran
pasien, kejadian penyakit yang umum, dan pola perawatan standar dari penyakit yang
ada.
- Metode penyesuaian konsumsi : Metode ini menggunakan data pada insiden
penyakit, konsumsi penggunaan obat.
- Metode proyeksi tingkat pelayanan dari keperluan anggaran
Metode ini digunakan untuk menaksir keuangan keperluan pengadaan obat
berdasarkan biaya per pasien yang diobati setiap macam-macam level dalam sistem
kesehatan yang sama.

F. Sistem Distribusi Obat


Sistem distribusi obat di rumah sakit digolongkan berdasarkan ada tidaknya
satelit/depo farmasi dan pemberian obat ke pasien rawat inap. Berdasarkan ada atau
tidaknya satelit farmasi, sistem distribusi obat dibagi menjadi dua sistem, yaitu:
1. Sistem pelayanan terpusat (sentralisasi)
Sentralisasi adalah sistem pendistribusian perbekalan farmasi yang dipusatkan pada
suatu tempat instalasi farmasi. Seluruh kebutuhan perbekalan unit farmasi disuplai
langsung dari pusat pelayanan farmasi tersebut.
2. Sistem pelayanan terbagi (desentralisasi). Berdasarkan distribusi obat bagi pasien
rawat inap, digunakan empat sistem, yaitu
a. Sistem distribusi obat resep individual atau permintaan tetap
b. Sistem distribusi obat persediaan lengkap di ruang
c. Sistem distribusi obat kombinasi resep individual dan persediaan lengkap di ruang
d. Sistem distribusi obat dosis unit.

G. Evaluasi Obat
Evaluasi suatu obat berarti mengidentifikasi dan menentukan kualitas dan
kemurnian suatu obat tersebut. Identifikasi suatu obat bisa dengan membuat obat
tersebut dengan mengambil dari tumbuhan atau hewan yang telah teridentifikasi
mengandung obat tersebut. Para peneliti haruslah mutlak yakin keaslian dari contoh
sampel mereka. Sekarang kebun obat sering didirikan oleh institusi-institusi yang
berhubungan dengan penelitian pharmakognosi. Metoda lain identifikasi adalah
dengan membandingkan sampel yang tidak diketahui dengan deskripsi obat yang
telah diterbitkan dan sample obat yang asli.
Kualitas mengacu pada nilai interinsik obat tersebut, i.e., jumlah dari prinsip
obat atau ketetapan aktif yang sekarang. Ada ketetapan yang tergolong kedalam grup-
grup sel non-protoplasmik dan bisa ditemukan dibagian dalam bab ini pada Klasifikasi
obat. Ada juga kelompok berisikan karbohidrat, glykosid, tannin, lemak, steroid,
alkaloid, hormon peptin, enzim dan protein lainnya, vitamin, antibiotik, biologik,
allergen dan lain sebagainya.
Obat dengan mutu dan kualits adalah hal terpenting dan diusahakan haruslah
dibuat untuk memperolah dan memelihara kualitas ini. Evaluasi suatu obat haruslah
dilakukan dengan beberapa metode yang digolongkan antara lain :
1. Organoleptis
Organoleptis mengacu pada evaluasi obat dengan indra perasa dan termasuk tampak
makroskopis obat tersebut, baik bau dan rasa obat, biasanya suara atau derak dari
obat dan rasa dari obat dengan sentuhan
2. Mikroskopis
Mikroskopis tidak hanya untuk mempelajari serbuk obat yang berasal dari tumbuhan
dan hewan tapi juga harus ada dalam identifikasi kemurnian serbuk obat. Serbuk obat
memiliki beberapa ciri mikroskopik yang istimewa dari identidikasi selain warna,
seperti bau, dan rasa. Pada saat ini karakteristik mikroskopis sangatlah penting.
3. Biologi
Kegiatan farmakologi tentang obat telah diterapkan sebagai evaluasi dan standarisasi.
Pengujian kadar obat pada hewan hidup dilakukan baik secara utuh atau pada
potongan organ biasanya mengidikasikan kekuatan obat atau kesiapannya. Karena
makhluk hidup yang digunakan, maka pengujian ini disebut dengan pengujian biologis
atau uji biologi.
4. Kimia
Karena ketetapan aktif dari obat-obat bahan alam memiliki keterbatasan, maka
metoda kimia adalah evaluasi crud obat dan produknya yang berguna dan sebagi
konsekuensinya disebarluaskan. Untuk beberpa obat, representasi uji kimia adalah uji
terbaik dari penentuan potensi secara resmi.
5. Fisika
Penerapan ciri khas fisika crud sangatlah jarang. Bagaimanapun, fisika tetap luas
penggunaannya untuk prinsip obat aktif seperti golongan alkaloid, minyak atsiri,
minyak dan lain sebagainya.

H. Klasifikasi Obat
Dalam farmakognosi, obat diklasifikasikan berdasarkan :
1. Morfologi
2. Taksonomi hewan dan tumbuhan dimana diambil
3. Penerapan terapikal
4. Ketetapan kimiawinya
Setiap klasifikasi metode tersebut memiliki keuntungan dan kerugian masing-
masing, dan penekanannya tergantung pada hasil akhir tiap individu. Jika seseorang
ingin mengidentifikasi obat secara khusus dan untuk mengetahui zat pada obat
tersebut, penerapan klasifikasi morfologi dipakai disini. Pada sistem ini, obat
dikelompokan berdasarkan bagian dari hewan dan tumbuhan itu sendiri seperti akar,
daun, organ atau kelenjar. Bagimanapun, bentuk artikel komersil tidak selalu dapat
dibedakan dan tidak bisa dibaca dan ditempatkan dalam katagori besar.
Berdasarkan hubungan alam dan filogenik tumbuhan dan hewan memberikan
tambahan bagi klasifikasi taksonomi. Pada saat ini, pengetahuan tentang
pengembangan evaluasi pada makhluk hidup, penyusunan ini telah dilakukan dalam
beberapa tahun. Jumlah besar dari famili tumbuhan memiliki perbedaan karakteristik
yang diperbolehkan utnuk obat dari familinya untuk dipelajari pada waktu yang sama;
lalu, obat yang terkandung dari buah cremocarp (biji adas, adas, biji) diperbandingkan
dengan anggota lain dari obat umbrelliferae diambil dari tumbuhan yang memiliki daun
alternatif, bunga cymose dan buat yang memiliki kapsul atau pelindung (belladona,
hyoscymus, stramonium) dianggap dengan solanaceae dan obat dengan akar
persegi, daun berlawanan dan daun bilabite (papermint, spearmint, thyme) yang
dianggap dengan labiatae. Penyusunan tipe ini terkadang disebut dengan
penyusunan botani untuk tumbuhan obat atau penyusunan zoologis untuk obat
hewani. Dalam penyusunan kata, semua golongan antropod seperti mamalia, ikan
dan tipe phylogenik alam.
Oleh karena itu obat dikerjakan medikal karena efek terapinya, metode ketiga yang
dipelajari adalah pharmakologi atau kalsifikasi pengobatan. Semua karakteristik obat
diasosiasikan dengan klasifikasi tak terlihat ini atau morphologi, taksonomi atau
hubungan kimia. Lalu, cascara sagrada, senna, podophyllum dan minyak castor
dianggap satu waktu karena reaksinya dalam bidang intestinal. Sama halnya digitalis,
trophanthus dan squill yang kelompoknya sama karena memiliki efek di otot kardinal.
Tipe ini tergolong bentuk dasar dari ilmu pengetahuan pharmakologi.
Farmasis tidak selama mengumpulkan obat hewani dan nabatinya seniri. Farmasis
jarang sekali menemukan obat untuk diidentifikasi dan menentukan kemurnian dari
krud obat itu, dan dia tidak pernah melakukan uji serbuk obat secara mikroskopik.
Bagaimanapun juga farmasi itu tahu kimia alam dar obat tersebut, tidak berhubungan
dengan bhan alam atau sintetinya, jadi farmasi mungkin memprediksikan kecocokan
daya larutnya, patabilitas dan efek terapi dan efek racunnya. Farmasi modern
berkonsultasi dengan anggota profesi kesehatan lainnya.
Sekitar tiga abad yang lalu, apoteker london, James Pertiver mempublikasikan
hasil dari eksperimennya yang mendemonstrasikan kedekatan ubungan atara
tanaman yang memliki kesamaan kativitas philogenik, atau dia melekatakkan,
tumbuhan sama dibuat.seperti kebajikan. Sekarang dia menemukan
ketidakcocokan, untuk mengetahui tumbuhan itu mengandung kesamaan atau
ketetapan identitas kimiawi juga memilki kesamaan bahan obat. Lalu, karena semua
spesies cinchona nebgabdubg qinin, semuanya digunakan untuk pengobatan malaria.
Samahalnya, dalam daftar tumbuhan yang sering digunakan orang banyak.
Pemahaman dari fakta yang membawa kepada perkembangan dari cabang baru
ilmu pengetahuan yang dikenal dengan chemataksonomi atau biokimia sistematik.
Asas dan penemuan dan penelitian interes dari siswa pharmakognosi, yang mungkin
membolehkan mereka untuk menentukan sumber potensial dari obat yang tidak
diketahui atau untuk dieksplorasi area kerajaan biologi yang mana satu yang baru
diteliti. Kompilasi Tyler dari karakteristik kimiawi dari famili tumbuhan obat merupakan
sediaan penting yang berguna untuk titik awal.

I. Alur mekanisme perencanaan penerimaan


Kegiatan perencanaan pengadaan obat bertujuan untuk menetapkan jenis
dan jumlah obat yang sesuai dengan pola penyakit dan kebutuhan pelayanan
kesehatan dasar termasuk program kesehatan yang telah ditetapkan. Tahapan
persiapan dan pengadaan obat meliputi :

a) Tahap persiapan yang meliputi :


- Pembentukan Tim Terpadu : yang terdiri dari Kepala Depkes Dati II, Kepala Dinkes
Dati II, Ka GF Dati II, Ka. Sie Yankes Dinkes Dati II, Ka. Sie. P3 Dinkes Dati II, Ka
Puskesmas, RSUD, Beppeda Dati II, Pemda Tk II (Bag. Kesra & perencanaan
program), PT. Askes Indonesia Dati II, Kantor Transmigrasi, dll.

- Penyiapan dan pengumpulan data :


Mengkompilasikan data pemakaian obat dari seluruh unit pelayanan kesehatan /
Puskesmas dari LPLPOB
Menyusun data 10 penyakit terbesar
Menyiapkan data pencacahan obat pada akhir tahun anggaran untuk tingkat GFK dan
Puskesmas
Menyiapkan data tentang obat yang akan diterima pada tahun berjalan
Menyiapkan daftar harga setiap jenis obat (digunakan harga patokan obat inpres tahun
lalu)

b) Pengadaan
Merupakan proses untuk penyediaan obat yang dibutuhkan di unit
pelayanan kesehatan. Tujuan pengadaan obat adalah agar tersedianya obat dengan
jenis dan jumlah yang cukup sesuai kebutuhan dengan mutu yang terjamin serta dapat
diperoleh pada saat diperlukan. Langkah langkah dalam pengadaan barang :
Pemilihan metode pengadaan
Pemilihan pemasok
Pemantauan status pesanan
Penentuan waktu pengadaan dan kedatangan obat
Penerimaan dan pemeriksaan obat
Metoda pengadaan obat ada 4 macam, yaitu :
o Pelelangan umum
o Pelelangan terbatas
o Pemilihan langsung
o Pembelian / pengadaan langsung
Kegiatan penerimaan dan pemeriksaan obat :
Penyusunan rencana pemasukan obat
Penerimaan obat
Pemeriksaan mutu obat
Pengisian berita acara pemeriksaan dan penerimaan obat
Pencatatan harian penerimaan obat
Pengisian formulir realisasi pengadaan obat
J. Mekanisme pertanggungjawaban
1. Pertanggungjawaban
- laporan berkala
- laporan pertanggung jawaban masa jabatan
2. Puskesmas bertanggung jawab atas terlaksananya pencatatan dan pelaporan obat
yang tertib dan lengkap serta tepat waktu untuk mendukung pelaksanaan seluruh
pengelolaan obat.
3. Sarana yang digunakan untuk pencatatan dan pelaporan obat di Puskesmas adalah
LPLPO (Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat ) dan kartu stok
Pencatatan dan Pelaporan
Pencatatan dan pelaporan data obat di Gudang Farmasi Kabupaten / Kotamadya
merupakan rangkaian kegiatan dalam rangka penatausahaan obat-obatan secara
tertib, baik obat-obatan yang diterima, disimpan, didistribusikan maupun yang
digunakan di unit-unit pelayanan, di Puskesmas dan Rumah Sakit.
Tujuan Pencatatan dan Pelaporan adalah tersedianya data mengenai jenis dan
jumlah penerimaan, persediaan, pengeluaran / penggunaan dan data mengenai
waktu dari seluruh rangkaian kegiatan mutasi obat.
1. Pencatatan dan Pengolahan Data Untuk Mendukung Perencanaan Pengadaan Obat.
a. Kartu Rencana Distribusi.
b. Perhitungan tingkat kecukupan obat per UPK.

Kegiatan ini perlu dilakukan untuk memastikan bahwa rencana distribusi akan dapat
didukung sepenuhnya oleh sisa stok obat dalam gudang penyimpanan Gudang
Farmasi.

2. Laporan Pengelolaan Obat.


Sebagai unit kerja yang secara fungsional berada di bawah dan langsung
bertanggung jawab kepada Kepala Dinas Kesehatan Tingkat II, maka Gudang
Farmasi memiliki kewajiban untuk melaporkan kegiatan pengelolaan obat yang
dilaksanakan.
Laporan yang perlu disusun GFK terdiri dari :
Laporan Mutasi Obat.
Laporan Kegiatan Distribusi.
Laporan Pencacahan Persediaan Akhir Tahun Anggaran.
Laporan Tahunan / Profile Pengelolaan Obat Dati II.

BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Manajemen logistik merupakan serangkaian kegiatan perencanaan,
pengorganisasian, dan pengawasan terhadap kegiatan pengadaan, pencatatan,
pendistribusian, penyimpanan, pemeliharaan dan penghapusan logistik guna
mendukung efektivitas dan efisiensi dalam upaya pencapaian tujuan organisasi.
Penyelenggaraan logistik senantiasa berkaitan dengan proses yang di
dalamnya akan melibatkan orang-orang/badan yang harus melakukan kegiatan/usaha
secara efektif dan efisien selama jangka waktu tertentu untuk tercapainya suatu
sasaran yang ditetapkan.
Perencanaan adalah suatu kegiatan yang dilakukan dalam rangka menyusun
daftar kebutuhan obat yang berkaitan dengan suatu pedoman atas dasar konsep
kegiatan yang sistematis dengan urutan yang logis dalam mencapai sasaran atau
tujuan yang telah ditetapkan. Proses perencanaan terdiri dari perkiraan kebutuhan,
menetapkan sasaran dan menentukan strategi, tanggung jawab dan sumber yang
dibutuhkan untuk mencapai tujuan. Perencanaan dilakukan secara optimal sehingga
perbekalan farmasi dapat digunakan secara efektif dan efisien.

B. Saran
Untuk melakukan manejemen logistic di Rumah Sakit maka Manajer logistik
juga harus mampu mengantisipasi kejadian darurat, membuat skala prioritas serta
melakukan perubahan yang dibutuhkan untuk pencapaian tujuan umum rumah sakit.
Manajemen logistik juga harus mencapai efisiensi dan efektifitas.
DAFTAR PUSTAKA
Anief Moh.Apa yang perlu diketahui tentang obat,Gadjah Mada University
Press,Yogyakarta,2003.Keputusan Menteri Kesehtan RI Nomor:1375
a/Menkes/SK/IX/2002
Ayu, Ratu. Bahan Kuliah Manajemen Logistik Farmasi. Departemen AKK
Fakultas Kesehatan Masyarakat UI 2007
Departemen Kesehatan RI, Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan,
Pedoman Pengelolaan Obat Daerah Tingkat II, Jakarta 1996
Dapartemen Kesehatan Republik Indonesia.Standar Pelayanan Minimal Rumah
Sakit.Jakarta:Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik Depertemen
Kesehtan Republik Indonesia:2007
Departemen Kesehatan RI, Badan Pengawasan Obat dan Makanan, Pengolahan Obat
Kabupaten/Kota, Jakarta, 2001. Dalam :
http://jdih.bpk.go.id/wp-content/uploads/2011/03/Ada_Alkes.pdf diakses tanggal 2
Desember 2012
Imron TA, Moch, Drs, MM, MBA.2010. Manajemen Logistik Rumah Sakit. Jakarta:
Sagung Seto
Siregar Charles, J.P., Lia Amalia, Teori & Penerapan Farmasi Rumah Sakit, Penerbit
Buku Kedokteran, EGC.
Sri Suryawati,Efisiensi Pengelolaan ObAT DI Rumah Sakit Tesis.MMR
UGM,Yogjakarta,1997
http://bahankuliahkesehatan.blogspot.com/2011/05/manajemen-logistik-
puskesmas-dan-rumah.html . diakses tanggal 13 November 2012
http://shangrila12.wordpress.com/2010/12/03/evaluasi-obat/ diakses pada tanggal 30
November 2012
http://buletinfarmasi.blogspot.com/2011/11/perencanaan-pengadaan-dan-
distribusi.html diakses pada t

Вам также может понравиться