Вы находитесь на странице: 1из 36

BAB IV

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Preeklampsia dan eklampsia merupakan salah satu komplikasi kehamilan


yang disebabkan langsung oleh kehamilan itu sendiri.1,2,3

Preeklampsia adalah timbulnya hipertensi, oedema disertai proteinuria akibat


kehamilan, setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah persalinan.
Gejala ini dapat timbul sebelum 20 minggu bila terjadi penyakit trofoblastik.1,2,3

Eklampsia adalah kelainan akut pada wanita hamil, dalam persalinan atau
nifas yang ditandai dengan timbulnya kejang atau koma. Sebelumnya wanita tadi
menunjukkan gejala-gejala Preeklampsia.1,2,3

B. EPIDEMIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO

Kejadian preeklampsia di Amerika Serikat berkisar antara 2-6% dari ibu


hamil nulipara yang sehat. Di negara berkembang, kejadian preeklampsia berkisar
antara 4-18%. Penyakit preeklampsia ringan terjadi 75% dan preeklampsia berat
terjadi 25%. Dari seluruh kejadian preeklampsia, sekitar 10% kehamilan umurnya
kurang dari 34 minggu. Kejadian preeklampsia meningkat pada wanita dengan
riwayat preeklampsia, kehamilan ganda, hipertensi kronis dan penyakit ginjal.
Pada ibu hamil primigravida terutama dengan usia muda lebih sering menderita
preeklampsia dibandingkan dengan multigravida. Faktor predisposisi lainnya
adalah usia ibu hamil dibawah 25 tahun atau diatas 35 tahun, mola hidatidosa,

polihidramnion dan diabetes.(2)

11
Walaupun belum ada teori yang pasti berkaitan dengan penyebab terjadinya
preeklampsia, tetapi beberapa penelitian menyimpulkan sejumlah faktor yang

mempengaruhi terjadinya preeklampsia. Faktor risiko tersebut meliputi:(3)

a. Usia
Insidens tinggi pada primigravida muda, meningkat pada primigravida tua.
Pada wanita hamil berusia kurang dari 25 tahun insidens > 3 kali lipat. Pada
wanita hamil berusia lebih dari 35 tahun, dapat terjadi hipertensi yang menetap.
b. Paritas
Angka kejadian tinggi pada primigravida, muda maupun tua, primigravida tua
risiko lebih tinggi untuk preeklampsia berat.
c. Faktor Genetik
Jika ada riwayat preeklampsia/eklampsia pada ibu/nenek penderita, faktor
risiko meningkat sampai 25%. Diduga adanya suatu sifat resesif (recessive
trait), yang ditentukan genotip ibu dan janin. Terdapat bukti bahwa
preeklampsia merupakan penyakit yang diturunkan, penyakit ini lebih sering
ditemukan pada anak wanita dari ibu penderita preeklampsia. Atau mempunyai
riwayat preeklampsia/eklampsia dalam keluarga.
d. Diet/gizi
Tidak ada hubungan bermakna antara menu/pola diet tertentu (WHO).
Penelitian lain : kekurangan kalsium berhubungan dengan angka kejadian yang
tinggi. Angka kejadian juga lebih tinggi pada ibu hamil yang obese/overweight.
e. Tingkah laku/sosioekonomi
Kebiasaan merokok : insidens pada ibu perokok lebih rendah, namun merokok
selama hamil memiliki risiko kematian janin dan pertumbuhan janin terhambat
yang jauh lebih tinggi. Aktifitas fisik selama hamil atau istirahat baring yang
cukup selama hamil mengurangi kemungkinan/insidens hipertensi dalam
kehamilan.

12
f. Hiperplasentosis
Proteinuria dan hipertensi gravidarum lebih tinggi pada kehamilan kembar,
dizigotik lebih tinggi daripada monozigotik.
g. Mola hidatidosa
Degenerasi trofoblas berlebihan berperan menyebabkan preeklampsia. Pada
kasus mola, hipertensi dan proteinuria terjadi lebih dini/pada usia kehamilan
muda, dan ternyata hasil pemeriksaan patologi ginjal juga sesuai dengan pada
preeklampsia.
h. Obesitas
Hubungan antara berat badan wanita hamil dengan resiko terjadinya
preeklampsia jelas ada, dimana terjadi peningkatan insiden dari 4,3% pada

wanita dengan Body Mass Index (BMI) < 20 kg/m2 manjadi 13,3% pada wanita

dengan Body Mass Index (BMI) > 35 kg/m2.

i. Kehamilan multiple
Preeklampsia dan eklampsia 3 kali lebih sering terjadi pada kehamilan ganda
dari 105 kasus kembar dua didapat 28,6% preeklampsia dan satu kematian ibu
karena eklampsia. Dari hasil pada kehamilan tunggal, dan sebagai faktor
penyebabnya ialah dislensia uterus. Dari penelitian Agung Supriandono dan
Sulchan Sofoewan menyebutkan bahwa 8 (4%) kasus preeklampsia berat
mempunyai jumlah janin lebih dari satu, sedangkan pada kelompok kontrol, 2
(1,2%) kasus mempunyai jumlah janin lebih dari satu.(3)

C. ETIOLOGI

Apa yang menjadi penyebab terjadinya preeklampsia hingga saat ini belum
diketahui. Terdapat banyak teori yang ingin menjelaskan tentang penyebab dari
penyakit ini tetapi tidak ada yang memberikan jawaban yang memuaskan. Teori
yang dapat diterima harus dapat menjelaskan tentang mengapa preeklampsia

13
meningkat prevalensinya pada primigravida, hidramnion, kehamilan ganda dan
mola hidatidosa. Selain itu teori tersebut harus dapat menjelaskan penyebab
bertambahnya frekuensi preeklampsia dengan bertambahnya usia kehamilan,
penyebab terjadinya perbaikan keadaan penderita setelah janin mati dalam
kandungan, dan penyebab timbulnya gejala-gejala seperti hipertensi, edema,
proteinuria, kejang dan koma. Banyak teori-teori yang dikemukakan oleh para ahli
yang mencoba menerangkan penyebabnya, oleh karena itu disebut penyakit
teori. Namun belum ada yang memberikan jawaban yang memuaskan. Teori
sekarang yang dipakai sebagai penyebab preeklampsia adalah teori iskemia
plasenta. Teori ini pun belum dapat menerangkan semua hal yang berkaitan

dengan penyakit ini.(2,4)

Adapun teori-teori tersebut adalah:


1. Peran Prostasiklin dan Tromboksan
Pada preeklampsia dan eklampsia didapatkan kerusakan pada endotel
vaskuler, sehingga sekresi vasodilatator prostasiklin oleh sel-sel endotelial
plasenta berkurang, sedangkan pada kehamilan normal, prostasiklin meningkat.
Sekresi tromboksan oleh trombosit bertambah sehingga timbul vasokonstriksi
generalisata dan sekresi aldosteron menurun. Akibat perubahan ini
menyebabkan pengurangan perfusi plasenta sebanyak 50%, hipertensi dan

penurunan volume plasma.(3,4)

2. Peran Faktor Imunologis


Preeklampsia sering terjadi pada kehamilan pertama karena pada
kehamilan pertama terjadi pembentukan blocking antibodies terhadap antigen
plasenta tidak sempurna sehingga timbul respons imun yang tidak
menguntungkan terhadap Histikompatibilitas Plasenta. Pada preeklampsia
terjadi kompleks imun humoral dan aktivasi komplemen. Hal ini dapat diikuti

dengan terjadinya pembentukan proteinuria.(3,4)

14
3. Peran Faktor Genetik
Menurut Chesley dan Cooper (1986) bahwa Preeklampsia/eklampsia
bersifat diturunkan melalui gen resesif tunggal. Beberapa bukti yang
menunjukkan peran faktor genetik pada kejadian Preeklampsia-Eklampsia
antara lain:
a) Preeklampsia hanya terjadi pada manusia.
b) Terdapatnya kecendrungan meningkatnya frekuensi Preeklampsia-
Eklampsia pada anak-anak dari ibu yang menderita Preeklampsia-Eklampsia.

4. Iskemik dari uterus.


Sperof (1973) menyatakan bahwa dasar terjadinya Preeklampsia adalah
iskemik uteroplasentar, sehingga terjadi ketidakseimbangan antara massa
plasenta yang meningkat dengan aliran perfusi sirkulasi darah plasenta yang
berkurang. Disfungsi plasenta juga ditemukan pada preeklampsia, sehingga
terjadi penurunan kadar 1 -25 (OH)2 dan Human Placental Lagtogen (HPL),
akibatnya terjadi penurunan absorpsi kalsium dari saluran cerna. Untuk
mempertahankan penyediaan kalsium pada janin, terjadi perangsangan kelenjar
paratiroid yang mengekskresi paratiroid hormon (PTH) disertai penurunan
kadar kalsitonin yang mengakibatkan peningkatan absorpsi kalsium tulang
yang dibawa melalui sirkulasi ke dalam intra sel. Peningkatan kadar kalsium
intra sel mengakibatkan peningkatan kontraksi pembuluh darah, sehingga

terjadi peningkatan tekanan darah.(3)

Pada preekslampsia terjadi perubahan arus darah di uterus, koriodesidua


dan plasenta adalah patofisiologi yang terpenting pada preeklampsia, dan
merupakan faktor yang menentukan hasil akhir kehamilan. Perubahan aliran
darah uterus dan plasenta menyebabkan terjadi iskemia uteroplasenter,

15
menyebabkan ketidakseimbangan antara massa plasenta yang meningkat
dengan aliran perfusi darah sirkulasi yang berkurang. Selain itu hipoperfusi
uterus menjadi rangsangan produksi renin di uteroplasenta, yang
mengakibatkan vasokonstriksi vaskular daerah itu. Renin juga meningkatkan
kepekaan vaskular terhadap zat-zat vasokonstriktor lain (angiotensin,
aldosteron) sehingga terjadi tonus pembuluh darah yang lebih tinggi. Oleh
karena gangguan sirkulasi uteroplasenter ini, terjadi penurunan suplai oksigen
dan nutrisi ke janin. Akibatnya terjadi gangguan pertumbuhan janin sampai

hipoksia dan kematian janin.(3)

5. Disfungsi dan aktivasi dari endotelial.


Kerusakan sel endotel vaskuler maternal memiliki peranan penting dalam
pathogenesis terjadinya preeklampsia. Fibronektin dilepaskan oleh sel endotel
yang mengalami kerusakan dan meningkat secara signifikan dalam darah
wanita hamil dengan preeklampsia. Kenaikan kadar fibronektin sudah dimulai
pada trimester pertama kehamilan dan kadar fibronektin akan meningkat sesuai

dengan kemajuan kehamilan.(2)

Jika endotel mengalami gangguan oleh berbagai hal seperti shear stress
hemodinamik, stress oksidatif maupun paparan dengan sitokin inflamasi dan
hiperkolesterolemia, maka fungsi pengatur menjadi abnormal dan disebut
disfungsi endotel. Pada keadaan ini terjadi ketidakseimbangan substansi
vasoaktif sehingga dapat terjadi hipertensi. Disfungsi endotel juga
menyebabkan permeabilitas vaskular meningkat sehingga menyebabkan edema
dan proteinuria. Jika terjadi disfungsi endotel maka pada permukaan endotel
akan diekspresikan molekul adhesi. seperti vascular cell adhesion molecule-1
(VCAM-1) dan intercellular cell adhesion molecule-1 (ICAM-1). Peningkatan
kadar soluble VCAM-1 ditemukan dalam supernatant kultur sel endotel yang
diinkubasi dengan serum penderita preeklampsia, tetapi tidak dijumpai

16
peningkatan molekul adhesi lain seperti ICAM-1 dan E-selektin. Oleh karena

itu diduga VCAM-1 mempunyai peranan pada preeklampsia.(2)

Namun belum diketahui apakah tingginya kadar sVCAM-1 dalam serum


mempunyai hubungan dengan beratnya penyakit. Disfungsi endotel juga
mengakibatkan permukaan non trombogenik berubah menjadi trombogenik,
sehingga bisa terjadi aktivasi koagulasi. Sebagai petanda aktivasi koagulasi
dapat diperiksa D-dimer, kompleks trombin-antitrombin, fragmen protrombin 1

dan 2 atau fibrin monomer.(5)

D. PATOFISIOLOGI

Patogenesis terjadinya Preeklamsia dapat dijelaskan sebagai berikut:


1. Penurunan kadar angiotensin II dan peningkatan kepekaan vaskuler
Pada preeklamsia terjadi penurunan kadar angiotensin II yang
menyebabkan pembuluh darah menjadi sangat peka terhadap bahan-bahan
vasoaktif (vasopresor), sehingga pemberian vasoaktif dalam jumlah sedikit saja
sudah dapat menimbulkan vasokonstriksi pembuluh darah yang menimbulkan
hipertensi. Pada kehamilan normal kadar angiotensin II cukup tinggi. Pada
preeklamsia terjadi penurunan kadar prostacyclin dengan akibat meningkatnya
thromboksan yang mengakibatkan menurunnya sintesis angiotensin II sehingga

peka terhadap rangsangan bahan vasoaktif dan akhirnya terjadi hipertensi.(2)

2. Hipovolemia Intravaskuler
Pada kehamilan normal terjadi kenaikan volume plasma hingga mencapai
45%, sebaliknya pada preeklamsia terjadi penyusutan volume plasma hingga
mencapai 30-40% kehamilan normal. Menurunnya volume plasma
menimbulkan hemokonsentrasi dan peningkatan viskositas darah. Akibatnya
perfusi pada jaringan atau organ penting menjadi menurun (hipoperfusi)

17
sehingga terjadi gangguan pada pertukaran bahan-bahan metabolik dan
oksigenasi jaringan. Penurunan perfusi ke dalam jaringan utero-plasenta
mengakibatkan oksigenasi janin menurun sehingga sering terjadi pertumbuhan
janin yang terhambat (Intrauterine growth retardation), gawat janin, bahkan

kematian janin intrauterin.(2)

3. Vasokonstriksi pembuluh darah


Pada kehamilan normal tekanan darah dapat diatur tetap meskipun
cardiac output meningkat, karena terjadinya penurunan tahanan perifer. Pada
kehamilan dengan hipertensi terjadi peningkatan kepekaan terhadap bahan-
bahan vasokonstriktor sehingga keluarnya bahan- bahan vasoaktif dalam tubuh
dengan cepat menimbulkan vasokonstriksi. Adanya vasokonstriksi menyeluruh
pada sistem pembuluh darah arteriole dan pra kapiler pada hakekatnya
merupakan suatu sistem kompensasi terhadap terjadinya hipovolemik. Sebab
bila tidak terjadi vasokonstriksi, ibu hamil dengan hipertensi akan berada
dalam syok kronik. Perjalanan klinis dan temuan anatomis memberikan bukti
presumtif bahwa preeklampsi disebabkan oleh sirkulasi suatu zat beracun
dalam darah yang menyebabkan trombosis di banyak pembuluh darah halus,
selanjutnya membuat nekrosis berbagai organ. Gambaran patologis pada fungsi
beberapa organ dan sistem, yang kemungkinan disebabkan oleh vasospasme
dan iskemia, telah ditemukan pada kasus-kasus preeklampsia dan eklampsia
berat. Vasospasme bisa merupakan akibat dari kegagalan invasi trofoblas ke
dalam lapisan otot polos pembuluh darah, reaksi imunologi, maupun radikal
bebas. Semua ini akan menyebabkan terjadinya kerusakan/jejas endotel yang
kemudian akan mengakibatkan gangguan keseimbangan antara kadar
vasokonstriktor (endotelin, tromboksan, angiotensin, dan lain-lain) dengan
vasodilatator (nitritoksida, prostasiklin, dan lain-lain). Selain itu, jejas endotel
juga menyebabkan gangguan pada sistem pembekuan darah akibat kebocoran

18
(2,6)
endotelial berupa konstituen darah termasuk platelet dan fibrinogen.

Vasokontriksi yang meluas akan menyebabkan terjadinya gangguan pada


fungsi normal berbagai macam organ dan sistem. Gangguan ini dibedakan atas
efek terhadap ibu dan janin, namun pada dasarnya keduanya berlangsung
secara simultan. Gangguan ibu secara garis besar didasarkan pada analisis
terhadap perubahan pada sistem kardiovaskular, hematologi, endokrin dan
metabolisme, serta aliran darah regional. Sedangkan gangguan pada janin

terjadi karena penurunan perfusi uteroplasenta.(6)

E. PERUBAHAN FISIOLOGI PATOLOGIK

Otak
Tekanan darah yang tinggi dapat menyebabkan autoregulasi tidak berfungsi.
Pada saat autoregulasi tidak berfungsi sebagaimana mestinya, jembatan penguat
endotel akan terbuka dan dapat menyebabkan plasma dan sel-sel darah merah
keluar ke ruang ekstravaskular. Hal ini akan menimbulkan perdarahan petekie
atau perdarahan intrakranial yang sangat banyak. Pada penyakit yang belum

berlanjut hanya ditemukan edema dan anemia pada korteks serebri.(2,4)

Diaporkan bahwa resistensi pembuluh darah dalam otak pada pasien


hipertensi dalam kehamilan lebih meninggi pada eklampsia. Pada pasien
preeklampsia, aliran darah ke otak dan penggunaan oksigen otak masih dalam

batas normal. Pemakaian oksigen pada otak menurun pada pasien eklampsia.(2)

Perubahan Kardiovaskuler.
Gangguan fungsi kardiovaskuler yang parah sering terjadi pada
preeklampsia dan eklampsia. Berbagai gangguan tersebut pada dasarnya berkaitan

19
dengan peningkatan afterload jantung akibat hipertensi, preload jantung yang
secara nyata dipengaruhi oleh berkurangnya secara patologis hipervolemia
kehamilan atau yang secara iatrogenic ditingkatkan oleh larutan onkotik atau
kristaloid intravena, dan aktivasi endotel disertai ekstravasasi ke dalam ruang

ektravaskular terutama paru.(4)

Mata
Pada preeklampsia tampak edema retina, spasmus setempat atau
menyeluruh pada satu atau beberapa arteri, jarang terjadi perdarahan atau eksudat.
Spasmus arteri retina yang nyata dapat menunjukkan adanya preeklampsia yang
berat, tetapi bukan berarti spasmus yang ringan adalah preeklampsia yang ringan.
Pada preeklampsia dapat terjadi ablasio retina yang disebabkan edema intraokuler
dan merupakan indikasi untuk dilakukannya terminasi kehamilan. Ablasio retina
ini biasanya disertai kehilangan penglihatan. Selama periode 14 tahun, ditemukan
15 wanita dengan preeklampsia berat dan eklampsia yang mengalami kebutaan

(2)
yang dikemukakan oleh Cunningham (1995).

Skotoma, diplopia dan ambliopia pada penderita preeklampsia merupakan


gejala yang menunjukan akan terjadinya eklampsia. Keadaan ini disebabkan oleh
perubahan aliran darah dalam pusat penglihatan di korteks serebri atau dalam

retina.(2)

Paru
Edema paru biasanya terjadi pada pasien preeklampsia berat dan eklampsia
dan merupakan penyebab utama kematian. Edema paru bisa diakibatkan oleh
kardiogenik ataupun non-kardiogenik dan biasa terjadi setelah melahirkan. Pada
beberapa kasus terjadinya edema paru berhubungan dengan adanya peningkatan
cairan yang sangat banyak. Hal ini juga dapat berhubungan dengan penurunan
tekanan onkotik koloid plasma akibat proteinuria, penggunaan kristaloid sebagai

20
(2)
pengganti darah yang hilang, dan penurunan albumin yang dihasilkan oleh hati.

Hati
Pada preeklampsia berat terkadang terdapat perubahan fungsi dan integritas
hepar, termasuk perlambatan ekskresi bromosulfoftalein dan peningkatan kadar
aspartat aminotransferase serum. Sebagian besar peningkatan fosfatase alkali
serum disebabkan oleh fosfatase alkali tahan panas yang berasal dari plasenta.
Pada penelitian yang dilakukan Oosterhof dkk (1994), dengan menggunakan
sonografi Doppler pada 37 wanita preeklampsia, terdapat resistensi arteri

hepatika.(2)

Nekrosis hemoragik periporta di bagian perifer lobulus hepar kemungkinan


besar penyebab terjadinya peningkatan enzim hati dalam serum. Perdarahan pada
lesi ini dapat menyebabkan ruptur hepatika, atau dapat meluas di bawah kapsul

hepar dan membentuk hematom subkapsular.(2)

Ginjal
Selama kehamilan normal, aliran darah dan laju filtrasi glomerulus
meningkat cukup besar. Dengan timbulnya preeklampsia, perfusi ginjal dan
filtrasi glomerulus menurun. Lesi karakteristik dari preeklampsia,
glomeruloendoteliosis, adalah pembengkakan dari kapiler endotel glomerular
yang menyebabkan penurunan perfusi dan laju filtrasi ginjal. Konsentrasi asam

urat plasma biasanya meningkat, terutama pada wanita dengan penyakit berat.(2)

Pada sebagian besar wanita hamil dengan preeklampsia, penurunan ringan


sampai sedang laju filtrasi glomerulus tampaknya terjadi akibat berkurangnya
volume plasma sehingga kadar kreatinin plasma hampir dua kali lipat
dibandingkan dengan kadar normal selama hamil (sekitar 0,5 ml/dl). Namun pada
beberapa kasus preeklampsia berat, keterlibatan ginjal menonjol dan kreatinin

21
plasma dapat meningkat beberapa kali lipat dari nilai normal ibu tidak hamil atau
berkisar hingga 2-3 mg/dl. Hal ini kemungkinan besar disebabkan oleh perubahan
intrinsik ginjal yang ditimbulkan oleh vasospasme hebat yang dikemukakan oleh

Pritchard (1984) dalam Cunningham (2005).(2)

Kelainan pada ginjal yang penting adalah dalam hubungan proteinuria dan
retensi garam dan air. Taufield (1987) dalam Cunningham (2005) melaporkan
bahwa preeklampsia berkaitan dengan penurunan ekskresi kalsium melalui urin
karena meningkatnya reabsorpsi di tubulus. Pada kehamilan normal, tingkat
reabsorpsi meningkat sesuai dengan peningkatan filtrasi dari glomerulus.
Penurunan filtrasi glomerulus akibat spasmus arteriol ginjal mengakibatkan
filtrasi natrium melalui glomerulus menurun, yang menyebabkan retensi garam

dan juga retensi air.(2)

Untuk mendiagnosis preeklampsia atau eklampsia harus terdapat


proteinuria. Namun, karena proteinuria muncul belakangan, sebagian wanita
mungkin sudah melahirkan sebelum gejala ini dijumpai. Meyer (1994)
menekankan bahwa yang diukur adalah ekskresi urin 24 jam. Mereka
mendapatkan bahwa proteinuria +1 atau lebih dengan dipstick memperkirakan
minimal terdapat 300 mg protein per 24 jam pada 92% kasus. Sebaliknya,
proteinuria yang samar (trace) atau negatif memiliki nilai prediktif negatif hanya
34% pada wanita hipertensif. Kadar dipstick urin +3 atau +4 hanya bersifat

prediktif positif untuk preeklampsia berat pada 36% kasus.(2)

Seperti pada glomerulopati lainnya, terjadi peningkatan permeabilitas


terhadap sebagian besar protein dengan berat molekul tinggi. Maka ekskresi
Filtrasi yang menurun hingga 50% dari normal dapat menyebabkan diuresis turun,
bahkan pada keadaan yang berat dapat menyebabkan oligouria ataupun anuria.
Lee (1987) dalam Cunningham (2005) melaporkan tekanan pengisian ventrikel
normal pada tujuh wanita dengan preeklampsia berat yang mengalami oligouria

22
(2)
dan menyimpulkan bahwa hal ini konsisten dengan vasospasme intrarenal.

Protein albumin juga disertai protein-protein lainnya seperti hemoglobin,


globulin dan transferin. Biasanya molekul-molekul besar ini tidak difiltrasi oleh
glomerulus dan kemunculan zat-zat ini dalam urin mengisyaratkan terjadinya
proses glomerulopati. Sebagian protein yang lebih kecil yang biasa difiltrasi

kemudian direabsorpsi juga terdeksi di dalam urin.(2)

Darah
Kebanyakan pasien dengan preeklampsia memiliki pembekuan darah yang
normal. Perubahan tersamar yang mengarah ke koagulasi intravaskular dan
destruksi eritrosit (lebih jarang) sering dijumpai pada preeklampsia menurut Baker
(1999) dalam Cunningham (2005). Trombositopenia merupakan kelainan yang
sangat sering, biasanya jumlahnya kurang dari 150.000/l yang ditemukan pada
15-20% pasien. Level fibrinogen meningkat sangat aktual pada pasien
preeklampsia dibandingkan dengan ibu hamil dengan tekanan darah normal. Level
fibrinogen yang rendah pada pasien preeklampsia biasanya berhubungan dengan

terlepasnya plasenta sebelum waktunya (placental abruption).(2)

Pada 10 % pasien dengan preeklampsia berat dan eklampsia menunjukan


terjadinya HELLP syndrome yang ditandai dengan adanya anemia hemolitik,
peningkatan enzim hati dan jumlah platelet rendah. Sindrom biasanya terjadi tidak
jauh dengan waktu kelahiran (sekitar 31 minggu kehamilan) dan tanpa terjadi
peningkatan tekanan darah. Kebanyakan abnormalitas hematologik kembali ke
normal dalam dua hingga tiga hari setelah kelahiran tetapi trombositopenia bisa

menetap selama seminggu.(2)

Sistem Endokrin dan Metabolism Air dan Elektrolit


Selama kehamilan normal, kadar renin, angiotensin II dan aldosteron

23
meningkat. Pada preeklampsia menyebabkan kadar berbagai zat ini menurun ke
kisaran normal pada ibu tidak hamil. Pada retensi natrium dan atau hipertensi,
sekresi renin oleh aparatus jukstaglomerulus berkurang sehingga proses
penghasilan aldosteron pun terhambat dan menurunkan kadar aldosteron dalam

darah.(2)

Pada ibu hamil dengan preeklampsia juga meningkat kadar peptida


natriuretik atrium. Hal ini terjadi akibat ekspansi volume dan dapat menyebabkan
meningkatnya curah jantung dan menurunnya resistensi vaskular perifer baik pada
normotensif maupun preeklamptik. Hal ini menjelaskan temuan turunnya

resistensi vaskular perifer setelah ekspansi volume pada pasien preeklampsia.(2)

Pada pasien preeklampsia terjadi hemokonsentrasi yang masih belum


diketahui penyebabnya. Pasien ini mengalami pergeseran cairan dari ruang
intravaskuler ke ruang interstisial. Kejadian ini diikuti dengan kenaikan
hematokrit, peningkatan protein serum, edema yang dapat menyebabkan
berkurangnya volume plasma, viskositas darah meningkat dan waktu peredaran
darah tepi meningkat. Hal tersebut mengakibatkan aliran darah ke jaringan

berkurang dan terjadi hipoksia.(2)

Pada pasien preeklampsia, jumlah natrium dan air dalam tubuh lebih banyak
dibandingkan pada ibu hamil normal. Penderita preeklampsia tidak dapat
mengeluarkan air dan garam dengan sempurna. Hal ini disebabkan terjadinya
penurunan filtrasi glomerulus namun penyerapan kembali oleh tubulus ginjal

tidak mengalami perubahan.(2)

Plasenta dan Uterus


Menurunnya aliran darah ke plasenta mengakibatkan gangguan fungsi
plasenta. Pada hipertensi yang agak lama, pertumbuhan janin terganggu dan pada
hipertensi yang singkat dapat terjadi gawat janin hingga kematian janin akibat

24
(2)
kurangnya oksigenisasi untuk janin.

Kenaikan tonus dari otot uterus dan kepekaan terhadap perangsangan sering
terjadi pada preeklampsia. Hal ini menyebabkan sering terjadinya partus
prematurus pada pasien preeklampsia. Pada pasien preeklampsia terjadi dua
masalah, yaitu arteri spiralis di miometrium gagal untuk tidak dapat
mempertahankan struktur muskuloelastisitasnya dan atheroma akut berkembang
pada segmen miometrium dari arteri spiralis. Atheroma akut adalah nekrosis
arteriopati pada ujung-ujung plasenta yang mirip dengan lesi pada hipertensi
malignan. Atheroma akut juga dapat menyebabkan penyempitan kaliber dari
lumen vaskular. Lesi ini dapat menjadi pengangkatan lengkap dari pembuluh

darah yang bertanggung jawab terhadap terjadinya infark plasenta.(2)

F. KLASIFIKASI

Preeklampsia terbagi atas dua yaitu Preeklampsia Ringan dan


Preeklampsia Berat berdasarkan Klasifikasi menurut American College of
Obstetricians and Gynecologists, yaitu:
1) Preeklampsia ringan, bila disertai keadaan sebagai berikut:
Tekanan darah 140/90 mmHg, atau kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih,
atau kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih setelah 20 minggu kehamilan
dengan riwayat tekanan darah normal.
Proteinuria kuantitatif 300 mg perliter dalam 24 jam atau kualitatif 1+
atau 2+ pada urine kateter atau midstream.
2) Preeklampsia berat, bila disertai keadaan sebagai berikut:
Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih.
Proteinuria 5 gr atau lebih perliter dalam 24 jam atau kualitatif 3+ atau 4+.
Oligouri, yaitu jumlah urine kurang dari 500 cc per 24 jam/kurang dari 0,5
cc/kgBB/jam.

25
Adanya gangguan serebral, gangguan penglihatan, dan rasa nyeri di
epigastrium.
Terdapat edema paru dan sianosis
Hemolisis mikroangiopatik

Trombositopeni (< 100.000 sel/mm3 atau penurunan trombosit dengan

cepat)
Gangguan fungsi hati.
Pertumbuhan janin terhambat.
Sindrom HELLP.

G. DIAGNOSIS

Gejala subjektif
Pada preeklampsia didapatkan sakit kepala di daerah frontal, skotoma,
diplopia, penglihatan kabur, nyeri di daerah epigastrium, mual atau muntah-
muntah. Gejala-gejala ini sering ditemukan pada preeklampsia yang meningkat
dan merupakan petunjuk bahwa eklampsia akan timbul (impending eklampsia).
Tekanan darah pun akan meningkat lebih tinggi, edema dan proteinuria bertambah

(7)
meningkat.

Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik didapatkan peningkatan tekanan sistolik 30 mmHg
dan diastolik 15 mmHg atau tekanan darah meningkat 140/90 mmHg pada
preeklampsia ringan dan 160/110 mmHg pada preeklampsia berat. Selain itu
kita juga akan menemukan takikardia, takipneu, edema paru, perubahan
kesadaran, hipertensi ensefalopati, hiperefleksia, sampai tanda-tanda pendarahan

otak.(7)

26
Penemuan Laboratorium
Penemuan yang paling penting pada pemeriksaan laboratorium penderita
preeklampsia yaitu ditemukannya protein pada urine. Pada penderita preeklampsia
ringan kadarnya secara kuantitatif yaitu 300 mg perliter dalam 24 jam atau
secara kualitatif +1 sampai +2 pada urine kateter atau midstream. Sementara pada
preeklampsia berat kadanya mencapai 500 mg perliter dalam 24 jam atau secara

kualitatif +3.(7)

Pada pemeriksaan darah, hemoglobin dan hematokrit akan meningkat akibat


hemokonsentrasi. Trombositopenia juga biasanya terjadi. Penurunan produksi
benang fibrin dan faktor koagulasi bisa terdeksi. Asam urat biasanya meningkat
diatas 6 mg/dl. Kreatinin serum biasanya normal tetapi bisa meningkat pada
preeklampsia berat. Alkalin fosfatase meningkat hingga 2-3 kali lipat. Laktat
dehidrogenase bisa sedikit meningkat dikarenakan hemolisis. Glukosa darah dan

elektrolit pada pasien preeklampsia biasanya dalam batas normal.(2)

H. PENATALAKSANAAN

Tujuan utama penanganan preeklampsia adalah mencegah terjadinya


preeklampsia berat atau eklampsia, melahirkan janin hidup dan melahirkan janin
dengan trauma sekecil-kecilnya, mencegah perdarahan intrakranial serta

mencegah gangguan fungsi organ vital.(8)

1. Preeklampsia Ringan
Istirahat di tempat tidur merupakan terapi utama dalam penanganan
preeklampsia ringan. Istirahat dengan berbaring pada sisi tubuh menyebabkan
aliran darah ke plasenta dan aliran darah ke ginjal meningkat, tekanan vena
pada ekstrimitas bawah juga menurun dan reabsorpsi cairan di daerah tersebut
juga bertambah. Selain itu dengan istirahat di tempat tidur mengurangi
kebutuhan volume darah yang beredar dan juga dapat menurunkan tekanan

27
darah dan kejadian edema. Penambahan aliran darah ke ginjal akan
meningkatkan filtrasi glomeruli dan meningkatkan dieresis. Diuresis dengan
sendirinya meningkatkan ekskresi natrium, menurunkan reaktivitas
kardiovaskuler, sehingga mengurangi vasospasme. Peningkatan curah jantung
akan meningkatkan pula aliran darah rahim, menambah oksigenasi plasenta,

dan memperbaiki kondisi janin dalam rahim.(2,8)

Pada preeklampsia tidak perlu dilakukan restriksi garam sepanjang fungsi


ginjal masih normal. Pada preeklampsia ibu hamil umumnya masih muda,
berarti fungsi ginjal masih bagus, sehingga tidak perlu restriksi garam. Diet
yang mengandung 2 gram natrium atau 4-6 gram NaCl (garam dapur) adalah
cukup. Kehamilan sendiri lebih banyak membuang garam lewat ginjal, tetapi
pertumbuhan janin justru membutuhkan komsumsi lebih banyak garam. Bila
komsumsi garam hendak dibatasi, hendaknya diimbangi dengan komsumsi
cairan yang banyak, berupa susu atau air buah. Diet diberikan cukup protein,
rendah karbohidrat, lemak, garam secukupnya dan roboransia prenatal. Tidak
diberikan obat-obat diuretik antihipertensi, dan sedative. Dilakukan
pemeriksaan laboratorium HB, hematokrit, fungsi hati, urin lengkap dan fungsi
ginjal. Apabila preeklampsia tersebut tidak membaik dengan penanganan
konservatif, maka dalam hal ini pengakhiran kehamilan dilakukan walaupun

janin masih prematur.(2,8)

Rawat inap
Keadaan dimana ibu hamil dengan preeklampsia ringan perlu dirawat di
rumah sakit ialah a) Bila tidak ada perbaikan : tekanan darah, kadar proteinuria
selama 2 minggu b) adanya satu atau lebih gejala dan tanda-tanda preeklampsia
berat. Selama di rumah sakit dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
laboratorik. Pemeriksaan kesejahteraan janin berupa pemeriksaan USG dan
Doppler khususnya untuk evaluasi pertumbuhan janin dan jumlah cairan
amnion. Pemeriksaan nonstress test dilakukan 2 kali seminggu dan konsultasi

28
(8)
dengan bagian mata, jantung dan lain lain.

Perawatan obstetrik yaitu sikap terhadap kehamilannya


Menurut Williams, kehamilan preterm ialah kehamilan antara 22 minggu
sampai 37 minggu. Pada kehamilan preterm (<37 minggu) bila tekanan darah
mencapai normal, selama perawatan, persalinannya ditunggu sampai aterm.
Sementara itu, pada kehamilan aterm (>37 minggu), persalinan ditunggu
sampai terjadi onset persalinan atau dipertimbangkan untuk melakukan induksi
persalinan pada taksiran tanggal persalinan. Persalinan dapat dilakukan secara

spontan, bila perlu memperpendek kala II.(8)

Pada 10 % pasien dengan preeklampsia berat dan eklampsia menunjukan


terjadinya HELLP syndrome yang ditandai dengan adanya anemia hemolitik,
peningkatan enzim hati dan jumlah platelet rendah. Sindrom biasanya terjadi tidak
jauh dengan waktu kelahiran (sekitar 31 minggu kehamilan) dan tanpa terjadi
peningkatan tekanan darah. Kebanyakan abnormalitas hematologik kembali ke
normal dalam dua hingga tiga hari setelah kelahiran tetapi trombositopenia bisa

menetap selama seminggu.(2)

Sistem Endokrin dan Metabolism Air dan Elektrolit


Selama kehamilan normal, kadar renin, angiotensin II dan aldosteron
meningkat. Pada preeklampsia menyebabkan kadar berbagai zat ini menurun ke
kisaran normal pada ibu tidak hamil. Pada retensi natrium dan atau hipertensi,
sekresi renin oleh aparatus jukstaglomerulus berkurang sehingga proses
penghasilan aldosteron pun terhambat dan menurunkan kadar aldosteron dalam

darah.(2)

Pada ibu hamil dengan preeklampsia juga meningkat kadar peptida

29
natriuretik atrium. Hal ini terjadi akibat ekspansi volume dan dapat menyebabkan
meningkatnya curah jantung dan menurunnya resistensi vaskular perifer baik pada
normotensif maupun preeklamptik. Hal ini menjelaskan temuan turunnya

resistensi vaskular perifer setelah ekspansi volume pada pasien preeklampsia.(2)

Pada pasien preeklampsia terjadi hemokonsentrasi yang masih belum


diketahui penyebabnya. Pasien ini mengalami pergeseran cairan dari ruang
intravaskuler ke ruang interstisial. Kejadian ini diikuti dengan kenaikan
hematokrit, peningkatan protein serum, edema yang dapat menyebabkan
berkurangnya volume plasma, viskositas darah meningkat dan waktu peredaran
darah tepi meningkat. Hal tersebut mengakibatkan aliran darah ke jaringan

berkurang dan terjadi hipoksia.(2)

Pada pasien preeklampsia, jumlah natrium dan air dalam tubuh lebih banyak
dibandingkan pada ibu hamil normal. Penderita preeklampsia tidak dapat
mengeluarkan air dan garam dengan sempurna. Hal ini disebabkan terjadinya
penurunan filtrasi glomerulus namun penyerapan kembali oleh tubulus ginjal

tidak mengalami perubahan.(2)

Plasenta dan Uterus


Menurunnya aliran darah ke plasenta mengakibatkan gangguan fungsi
plasenta. Pada hipertensi yang agak lama, pertumbuhan janin terganggu dan pada
hipertensi yang singkat dapat terjadi gawat janin hingga kematian janin akibat

kurangnya oksigenisasi untuk janin.(2)

Kenaikan tonus dari otot uterus dan kepekaan terhadap perangsangan sering
terjadi pada preeklampsia. Hal ini menyebabkan sering terjadinya partus
prematurus pada pasien preeklampsia. Pada pasien preeklampsia terjadi dua
masalah, yaitu arteri spiralis di miometrium gagal untuk tidak dapat
mempertahankan struktur muskuloelastisitasnya dan atheroma akut berkembang

30
pada segmen miometrium dari arteri spiralis. Atheroma akut adalah nekrosis
arteriopati pada ujung-ujung plasenta yang mirip dengan lesi pada hipertensi
malignan. Atheroma akut juga dapat menyebabkan penyempitan kaliber dari
lumen vaskular. Lesi ini dapat menjadi pengangkatan lengkap dari pembuluh

darah yang bertanggung jawab terhadap terjadinya infark plasenta.(2)

F. KLASIFIKASI

Preeklampsia terbagi atas dua yaitu Preeklampsia Ringan dan


Preeklampsia Berat berdasarkan Klasifikasi menurut American College of
Obstetricians and Gynecologists, yaitu:
1) Preeklampsia ringan, bila disertai keadaan sebagai berikut:
Tekanan darah 140/90 mmHg, atau kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih,
atau kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih setelah 20 minggu kehamilan
dengan riwayat tekanan darah normal.
Proteinuria kuantitatif 300 mg perliter dalam 24 jam atau kualitatif 1+
atau 2+ pada urine kateter atau midstream.
2) Preeklampsia berat, bila disertai keadaan sebagai berikut:
Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih.
Proteinuria 5 gr atau lebih perliter dalam 24 jam atau kualitatif 3+ atau 4+.
Oligouri, yaitu jumlah urine kurang dari 500 cc per 24 jam/kurang dari 0,5
cc/kgBB/jam.
Adanya gangguan serebral, gangguan penglihatan, dan rasa nyeri di
epigastrium.
Terdapat edema paru dan sianosis
Hemolisis mikroangiopatik

Trombositopeni (< 100.000 sel/mm3 atau penurunan trombosit dengan

cepat)

31
Gangguan fungsi hati.
Pertumbuhan janin terhambat.
Sindrom HELLP.

G. DIAGNOSIS

Gejala subjektif
Pada preeklampsia didapatkan sakit kepala di daerah frontal, skotoma,
diplopia, penglihatan kabur, nyeri di daerah epigastrium, mual atau muntah-
muntah. Gejala-gejala ini sering ditemukan pada preeklampsia yang meningkat
dan merupakan petunjuk bahwa eklampsia akan timbul (impending eklampsia).
Tekanan darah pun akan meningkat lebih tinggi, edema dan proteinuria bertambah

meningkat.(7)

Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik didapatkan peningkatan tekanan sistolik 30 mmHg
dan diastolik 15 mmHg atau tekanan darah meningkat 140/90 mmHg pada
preeklampsia ringan dan 160/110 mmHg pada preeklampsia berat. Selain itu
kita juga akan menemukan takikardia, takipneu, edema paru, perubahan
kesadaran, hipertensi ensefalopati, hiperefleksia, sampai tanda-tanda pendarahan

otak.(7)

Penemuan Laboratorium
Penemuan yang paling penting pada pemeriksaan laboratorium penderita
preeklampsia yaitu ditemukannya protein pada urine. Pada penderita preeklampsia
ringan kadarnya secara kuantitatif yaitu 300 mg perliter dalam 24 jam atau
secara kualitatif +1 sampai +2 pada urine kateter atau midstream. Sementara pada
preeklampsia berat kadanya mencapai 500 mg perliter dalam 24 jam atau secara

32
(7)
kualitatif +3.

Pada pemeriksaan darah, hemoglobin dan hematokrit akan meningkat akibat


hemokonsentrasi. Trombositopenia juga biasanya terjadi. Penurunan produksi
benang fibrin dan faktor koagulasi bisa terdeksi. Asam urat biasanya meningkat
diatas 6 mg/dl. Kreatinin serum biasanya normal tetapi bisa meningkat pada
preeklampsia berat. Alkalin fosfatase meningkat hingga 2-3 kali lipat. Laktat
dehidrogenase bisa sedikit meningkat dikarenakan hemolisis. Glukosa darah dan

elektrolit pada pasien preeklampsia biasanya dalam batas normal.(2)

H. PENATALAKSANAAN

Tujuan utama penanganan preeklampsia adalah mencegah terjadinya


preeklampsia berat atau eklampsia, melahirkan janin hidup dan melahirkan janin
dengan trauma sekecil-kecilnya, mencegah perdarahan intrakranial serta

mencegah gangguan fungsi organ vital.(8)

1. Preeklampsia Ringan
Istirahat di tempat tidur merupakan terapi utama dalam penanganan
preeklampsia ringan. Istirahat dengan berbaring pada sisi tubuh menyebabkan
aliran darah ke plasenta dan aliran darah ke ginjal meningkat, tekanan vena
pada ekstrimitas bawah juga menurun dan reabsorpsi cairan di daerah tersebut
juga bertambah. Selain itu dengan istirahat di tempat tidur mengurangi
kebutuhan volume darah yang beredar dan juga dapat menurunkan tekanan
darah dan kejadian edema. Penambahan aliran darah ke ginjal akan
meningkatkan filtrasi glomeruli dan meningkatkan dieresis. Diuresis dengan
sendirinya meningkatkan ekskresi natrium, menurunkan reaktivitas
kardiovaskuler, sehingga mengurangi vasospasme. Peningkatan curah jantung
akan meningkatkan pula aliran darah rahim, menambah oksigenasi plasenta,

33
(2,8)
dan memperbaiki kondisi janin dalam rahim.

Pada preeklampsia tidak perlu dilakukan restriksi garam sepanjang fungsi


ginjal masih normal. Pada preeklampsia ibu hamil umumnya masih muda,
berarti fungsi ginjal masih bagus, sehingga tidak perlu restriksi garam. Diet
yang mengandung 2 gram natrium atau 4-6 gram NaCl (garam dapur) adalah
cukup. Kehamilan sendiri lebih banyak membuang garam lewat ginjal, tetapi
pertumbuhan janin justru membutuhkan komsumsi lebih banyak garam. Bila
komsumsi garam hendak dibatasi, hendaknya diimbangi dengan komsumsi
cairan yang banyak, berupa susu atau air buah. Diet diberikan cukup protein,
rendah karbohidrat, lemak, garam secukupnya dan roboransia prenatal. Tidak
diberikan obat-obat diuretik antihipertensi, dan sedative. Dilakukan
pemeriksaan laboratorium HB, hematokrit, fungsi hati, urin lengkap dan fungsi
ginjal. Apabila preeklampsia tersebut tidak membaik dengan penanganan
konservatif, maka dalam hal ini pengakhiran kehamilan dilakukan walaupun

janin masih prematur.(2,8)

Rawat inap
Keadaan dimana ibu hamil dengan preeklampsia ringan perlu dirawat di
rumah sakit ialah a) Bila tidak ada perbaikan : tekanan darah, kadar proteinuria
selama 2 minggu b) adanya satu atau lebih gejala dan tanda-tanda preeklampsia
berat. Selama di rumah sakit dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
laboratorik. Pemeriksaan kesejahteraan janin berupa pemeriksaan USG dan
Doppler khususnya untuk evaluasi pertumbuhan janin dan jumlah cairan
amnion. Pemeriksaan nonstress test dilakukan 2 kali seminggu dan konsultasi

dengan bagian mata, jantung dan lain lain.(8)

Perawatan obstetrik yaitu sikap terhadap kehamilannya


Menurut Williams, kehamilan preterm ialah kehamilan antara 22 minggu

34
sampai 37 minggu. Pada kehamilan preterm (<37 minggu) bila tekanan darah
mencapai normal, selama perawatan, persalinannya ditunggu sampai aterm.
Sementara itu, pada kehamilan aterm (>37 minggu), persalinan ditunggu
sampai terjadi onset persalinan atau dipertimbangkan untuk melakukan induksi
persalinan pada taksiran tanggal persalinan. Persalinan dapat dilakukan secara

spontan, bila perlu memperpendek kala II.(8)

2. Preeklampsia Berat
Pada pasien preeklampsia berat segera harus diberi sedativa yang kuat
untuk mencegah timbulnya kejang. Apabila sesudah 12-24 jam bahaya akut
sudah diatasi, tindakan selanjutnya adalah cara terbaik untuk menghentikan

kehamilan.(2)

Preeklampsia dapat menyebabkan kelahiran awal atau komplikasi pada


neonatus berupa prematuritas. Resiko fetus diakibatkan oleh insufisiensi
plasenta baik akut maupun kronis. Pada kasus berat dapat ditemui fetal distress

baik pada saat kelahiran maupun sesudah kelahiran.(8)

Pengelolaan preeklampsia dan eklampsia mencakup pencegahan kejang,


pengobatan hipertensi, pengelolaan cairan, pelayanan supportif terhadap
penyulit organ yang terlibat, dan saat yang tepat untuk persalinan. Pemeriksaan
sangat teliti diikuti dengan observasi harian tentang tanda tanda klinik berupa :
nyeri kepala, gangguan visus, nyeri epigastrium dan kenaikan cepat berat
badan. Selain itu perlu dilakukan penimbangan berat badan, pengukuran
proteinuria, pengukuran tekanan darah, pemeriksaan laboratorium, dan

pemeriksaan USG dan NST.(8)

Perawatan preeklampsia berat sama halnya dengan perawatan


preeklampsia ringan, dibagi menjadi dua unsur yakni sikap terhadap
penyakitnya, yaitu pemberian obat-obat atau terapi medisinalis dan sikap

35
terhadap kehamilannya ialah manajemen agresif, kehamilan diakhiri

(terminasi) setiap saat bila keadaan hemodinamika sudah stabil.(8)

Medikamentosa
Penderita preeklampsia berat harus segera masuk rumah sakit untuk
rawat inap dan dianjurkan tirah baring miring ke satu sisi (kiri). Perawatan
yang penting pada preeklampsia berat ialah pengelolaan cairan karena
penderita preeklampsia dan eklampsia mempunyai resiko tinggi untuk
terjadinya edema paru dan oligouria. Sebab terjadinya kedua keadaan tersebut
belum jelas, tetapi faktor yang sangat menentukan terjadinya edema paru dan
oligouria ialah hipovolemia, vasospasme, kerusakan sel endotel, penurunan
gradient tekanan onkotik koloid/pulmonary capillary wedge pressure. Oleh
karena itu monitoring input cairan (melalui oral ataupun infuse) dan output
cairan (melalui urin) menjadi sangat penting. Artinya harus dilakukan
pengukuran secara tepat berapa jumlah cairan yang dimasukkan dan
dikeluarkan melalui urin. Bila terjadi tanda tanda edema paru, segera dilakukan
tindakan koreksi. Cairan yang diberikan dapat berupa a) 5% ringer dextrose
atau cairan garam faal jumlah tetesan:<125cc/jam atau b) infuse dekstrose 5%
yang tiap 1 liternya diselingi dengan infuse ringer laktat (60-125 cc/jam) 500

cc.(8)

Di pasang foley kateter untuk mengukur pengeluaran urin. Oligouria


terjadi bila produksi urin < 30 cc/jam dalam 2-3 jam atau < 500 cc/24 jam.
Diberikan antasida untuk menetralisir asam lambung sehingga bila mendadak
kejang, dapat menghindari resiko aspirasi asam lambung yang sangat asam.

Diet yang cukup protein, rendah karbohidrat, lemak dan garam.(8)

36
(8)
Pemberian obat antikejang

MgSO4
Pemberian magnesium sulfat sebagai antikejang lebih efektif dibanding
fenitoin, berdasar Cochrane review terhadap enam uji klinik yang melibatkan
897 penderita eklampsia.
Magnesium sulfat menghambat atau menurunkan kadar asetilkolin pada
rangsangan serat saraf dengan menghambat transmisi neuromuskular.
Transmisi neuromuskular membutuhkan kalsium pada sinaps. Pada pemberian
magnesium sulfat, magnesium akan menggeser kalsium, sehingga aliran
rangsangan tidak terjadi (terjadi kompetitif inhibition antara ion kalsium dan
ion magnesium). Kadar kalsium yang tinggi dalam darah dapat menghambat
kerja magnesium sulfat. Magnesium sulfat sampai saat ini tetap menjadi
pilihan pertama untuk antikejang pada preeklampsia atau eklampsia.
Cara pemberian MgSO4
- Loading dose : initial dose 4 gram MgSO4: intravena, (40 % dalam 10 cc)
selama 15 menit
- Maintenance dose : Diberikan infuse 6 gram dalam larutan ringer/6 jam;
atau diberikan 4 atau 5 gram i.m. Selanjutnya maintenance dose diberikan 4
gram im tiap 4-6 jam

Syarat-syarat pemberian MgSO4


- Harus tersedia antidotum MgSO4, bila terjadi intoksikasi yaitu kalsium
glukonas 10% = 1 gram (10% dalam 10 cc) diberikan iv 3 menit
- Refleks patella (+) kuat
- Frekuensi pernafasan > 16x/menit, tidak ada tanda tanda distress nafas

Dosis terapeutik dan toksis MgSO4


- Dosis terapeutik : 4-7 mEq/liter atau 4,8-8,4 mg/dl

37
- Hilangnya reflex tendon 10 mEq/liter atau 12 mg/dl
- Terhentinya pernafasan 15 mEq/liter atau 18 mg/dl
- Terhentinya jantung >30 mEq/liter atau > 36 mg/dl

Magnesium sulfat dihentikan bila ada tanda tanda intoksikasi atau setelah
24 jam pascapersalinan atau 24 jam setelah kejang terakhir. Pemberian
magnesium sulfat dapat menurunkan resiko kematian ibu dan didapatkan 50 %
dari pemberiannya menimbulkan efek flushes (rasa panas)
Contoh obat-obat lain yang dipakai untuk antikejang yaitu diazepam atau
fenitoin (difenilhidantoin), thiopental sodium dan sodium amobarbital. Fenitoin
sodium mempunyai khasiat stabilisasi membrane neuron, cepat masuk jaringan
otak dan efek antikejang terjadi 3 menit setelah injeksi intravena. Fenitoin
sodium diberikan dalam dosis 15 mg/kg berat badan dengan pemberian
intravena 50 mg/menit. Hasilnya tidak lebih baik dari magnesium sulfat.
Pengalaman pemakaian fenitoin di beberapa senter di dunia masih sedikit.

Diuretikum
Diuretikum tidak diberikan secara rutin, kecuali bila ada edema paru-
paru, payah jantung kongestif atau anasarka. Diuretikum yang dipakai ialah
furosemida. Pemberian diuretikum dapat merugikan, yaitu memperberat
hipovolemia, memperburuk perfusi uteroplasenta, meningkatkan
hemokonsentrasi, memnimbulkan dehidrasi pada janin, dan menurunkan berat
janin.

Antihipertensi
Masih banyak pendapat dari beberapa negara tentang penentuan batas
(cut off) tekanan darah, untuk pemberian antihipertensi. Misalnya Belfort
mengusulkan cut off yang dipakai adalah 160/110 mmhg dan MAP 126
mmHg.

38
Di RSU Dr. Soetomo Surabaya batas tekanan darah pemberian
antihipertensi ialah apabila tekanan sistolik 180 mmHg dan/atau tekanan
diastolik 110 mmHg. Tekanan darah diturunkan secara bertahap, yaitu
penurunan awal 25% dari tekanan sistolik dan tekanan darah diturunkan
mencapai < 160/105 atau MAP < 125. Jenis antihipertensi yang diberikan
sangat bervariasi. Obat antihipertensi yang harus dihindari secara mutlak yakni
pemberian diazokside, ketanserin dan nimodipin.
Jenis obat antihipertensi yang diberikan di Amerika adalah hidralazin
(apresoline) injeksi (di Indonesia tidak ada), suatu vasodilator langsung pada
arteriole yang menimbulkan reflex takikardia, peningkatan cardiac output,
sehingga memperbaiki perfusi uteroplasenta. Obat antihipertensi lain adalah
labetalol injeksi, suatu alfa 1 bocker, non selektif beta bloker. Obat-obat
antihipertensi yang tersedia dalam bentuk suntikan di Indonesia ialah clonidin
(catapres). Satu ampul mengandung 0,15 mg/cc. Klonidin 1 ampul dilarutkan
dalam 10 cc larutan garam faal atau larutan air untuk suntikan.
Antihipertensi lini pertama
- Nifedipin. Dosis 10-20 mg/oral, diulangi setelah 30 menit, maksimum 120
mg dalam 24 jam
Antihipertensi lini kedua
- Sodium nitroprussida : 0,25g iv/kg/menit, infuse ditingkatkan 0,25g
iv/kg/5 menit.
- Diazokside : 30-60 mg iv/5 menit; atau iv infuse 10 mg/menit/dititrasi.

Kortikosteroid
Pada preeklampsia berat dapat terjadi edema paru akibat kardiogenik
(payah jantung ventrikel kiri akibat peningkatan afterload) atau non
kardiogenik (akibat kerusakan sel endotel pembuluh darah paru). Prognosis
preeclampsia berat menjadi buruk bila edema paru disertai oligouria.
Pemberian glukokortikoid untuk pematangan paru janin tidak merugikan

39
ibu. Diberikan pada kehamilan 32-34 minggu, 2x 24 jam. Obat ini juga
diberikan pada sindrom HELLP.

Sikap terhadap kehamilannya


Berdasar William obstetrics, ditinjau dari umur kehamilan dan
perkembangan gejala-gejala preeclampsia berat selama perawatan, maka sikap
terhadap kehamilannya dibagi menjadi:
1. Aktif : berarti kehamilan segera diakhiri/diterminasi bersamaan dengan
pemberian medikamentosa.
2. Konservatif (ekspektatif): berarti kehamilan tetap dipertahankan bersamaan
dengan pemberian medikamentosa.

Perawatan konservatif
Indikasi perawatan konservatif ialah bila kehamilan preterm 37 minggu
tanpa disertai tanda tanda impending eklampsia dengan keadaan janin baik.
Diberi pengobatan yang sama dengan pengobatan medikamentosa pada
pengelolaan secara aktif. Selama perawatan konservatif, sikap terhadap
kehamilannya ialah hanya observasi dan evaluasi sama seperti perawatan aktif,
kehamilan tidak diakhiri. Magnesium sulfat dihentikan bila ibu sudah mencapai
tanda-tanda preeclampsia ringan, selambat-lambatnya dalam waktu 24 jam.
Bila setelaah 24 jam tidak ada perbaikan keadaan ini dianggap sebagai
kegagalan pengobatan medikamentosa dan harus diterminasi. Penderita boleh
dipulangkan bila penderita kembali ke gejala-gejala atau tanda tanda
preeklampsia ringan.

Perawatan aktif
Indikasi perawatan aktif bila didapatkan satu atau lebih keadaan di bawah
ini, yaitu:
Ibu

40
1. Umur kehamilan 37 minggu
2. Adanya tanda-tanda/gejala-gejala impending eklampsia
3. Kegagalan terapi pada perawatan konservatif, yaitu: keadaan klinik dan
laboratorik memburuk
4. Diduga terjadi solusio plasenta
5. Timbul onset persalinan, ketuban pecah atau perdarahan

Janin
1. Adanya tanda-tanda fetal distress
2. Adanya tanda-tanda intra uterine growth restriction
3. NST nonreaktif dengan profil biofisik abnormal
4. Terjadinya oligohidramnion
Laboratorik
1. Adanya tanda-tanda sindroma HELLP khususnya menurunnya trombosit
dengan cepat

3. Eklampsia

Eklampsia adalah kelainan akut pada wanita hamil, dalam persalinan atau
nifas yang ditandai dengan timbulnya kejang atau koma. Sebelumnya wanita tadi
menunjukkan gejala-gejala Preeklampsia.1,2,3

Pada umumnya kejang didahului oleh makin memburuknya preeklampsia dan


terjadinya gejala nyeri kepala di daerah frontal, gangguan penglihatan, mual keras,
nyeri di epigastrium, dan hiperefleksia. 1,2,3

Konvulsi pada eklamsia dibagi menjadi 4:

41
1. Tingkat awal atau aura. Berlangsung 30 detik. Mata penderita terbuka tanpa
melihat, kelopak mata bergetar demikian pula tangannya, dan kepala diputar
ke kanan atau ke kiri.
2. Kejang tonik yang berlangsung 30 detik. Pada saat ini otot jadi kaku, wajah
kelihatan kaku, tangan menggenggam, kaki membengkok kedalam.pernapasan
berhenti, muka menjadi sianotik, lidah dapt tergigit.
3. Kejang klonik berlangsung 1-2 menit. Semua otot berkontraksi dan berulang-
ulang dalam tempo yang cepat.
4. Tingkatan koma.

Pengelolaan eklamsi
a. Sikap dasar pengelolaan eklamsi : semua kehamilan dengan eklamsi harus
diakhiri (diterminasi) tanpa memandang umur kehamilan dan keadaan janin.
Berarti sikap terhadap kehamilannya adalah aktif.
b. Saat pengakhiran kehamilan, ialah bila sudah terjadi stabilisasi (pemulihan)
hemodinamika dan metabolisme ibu.
c. Stabilisasi dicapai selambat-lambatnya dalam : 4-8 jam, setelah salah satu atau
lebih keadaan seperti dibawah ini, yaitu setelah :
1). Pemberian obat anti kejang terakhir
2). Kejang terakhir
3). Pemberian obat-obat anti hipertensi terakhir
4). Penderita mulai sadar (dapat dinilai dari Glasgow-Coma-Scale yang meningkat)

Perawatan kejang
a. Tempatkan penderita di ruang isolasi atau ruang khusus dengan lampu terang
(tidak diperkenalkan ditempatkan di ruangan gelap, sebab bila terjadi sianosis
tidak dapat diketahui)
b. Tempat tidur penderita harus cukup lebar, dapat diubah dalam posisi
trendelenburg, dan posisi kepala lebih tinggi

42
c. Rendahkan kepala ke bawah : diaspirasi lendir dalam orofaring guna mencegah
aspirasi pneumonia
d. Sisipkan spatel-lidah antara lidah dan gigi rahang atas
e. Fiksasi badan harus kendor agar waktu kejang tidak terjadi fraktur
f. Rail tempat tidur harus dipasang dan terkunci dengan kuat

Perawatan koma
a. Derajat kedalaman koma diukur dengan Glasgow-Coma Scale
b. Usahakan jalan nafas atas tetap terbuka
c. Hindari dekubitus
d. Perhatikan nutrisi

Cara persalinan
Bila sudah diputuskan untuk melakukan tindakan aktif terhadap kehamilannya,
maka dipilih cara persalinan yang memenuhi syarat pada saat tersebut.
Perawatan pasca persalinan
Tetap di monitor tanda vital
Pemeriksaan laboratorium lengkap 24 jam pasca persalinan

I. DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis diferensial pre-eklampsia:


1.Hipertensi menahun
2.Penyakit ginjal
Diagnosis diferensial eklamsia :
1. Epilepsi
2. Kejangan karena obat anastesia
3. Koma karena sebab lain : perdarahan otak, meningitis, ensefalitis.

43
J. KOMPLIKASI

Komplikasi terberat kematian pada ibu dan janin. Usaha utama ialah melahirkan
bayi hidup dari ibu yang menderita preeklampsi. Komplikasi yang biasa terjadi9:
1. Solutio plasenta, terjadi pada ibu yang menderita hipertensi
2. Hipofibrinogenemia, dianjurkan pemeriksaan fibrinogen secara berkala.
3. Nekrosis hati, akibat vasospasmus arteriol umum.
4. Sindroma HELLP, yaitu hemolisis,elevated liver enzymes dan low platelet.
5. Kelainan ginjal
6. DIC.
7. Prematuritas, dismaturitas, kematian janin intra uterine

K. PROGNOSIS

Kriteria yang dipakai untuk menentukan prognosis eklamsia adalah kriteria Eden10:
1. Koma yang lama.
2. Nadi > 120x/menit.
3. Suhu > 40 C
4. TD sistolik > 200 mmHg.
5. Kejang > 10 kali.
6. Proteinuria > 10 gr/dl.
7. Tidak terdapat oedem.
Dikatakan buruk bila memenuhi salah satu kriteria di atas.

44
L. PENCEGAHAN

Pemeriksaan antenatal yang teratur dan teliti dapat menemukan tanda-tanda


dini preeklampsia, dalam hal ini harus dilakukan penanganan preeklampsia
tersebut. Walaupun preeklampsia tidak dapat dicegah seutuhnya, namun frekuensi
preeklampsia dapat dikurangi dengan pemberian pengetahuan dan pengawasan

yang baik pada ibu hamil.(2)

Pengetahuan yang diberikan berupa tentang manfaat diet dan istirahat yang
berguna dalam pencegahan. Istirahat tidak selalu berarti berbaring, dalam hal ini
yaitu dengan mengurangi pekerjaan sehari-hari dan dianjurkan lebih banyak
duduk dan berbaring. Diet tinggi protein dan rendah lemak, karbohidrat, garam
dan penambahan berat badan yang tidak berlebihan sangat dianjurkan. Mengenal
secara dini preeklampsia dan merawat penderita tanpa memberikan diuretika dan
obat antihipertensi merupakan manfaat dari pencegahan melalui pemeriksaan

antenatal yang baik.(2)

45
KESIMPULAN

1. Diagnosis pasien ini adalah G2P1A0 Hamil 35 minggu belum inpartu JTH preskep
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang
2. Pemilihan terapi konservatif pada pasien ini sudah sesuai dengan rekomendasi POGI
karena usia kehamilan belum mencapai 37 minggu dan pasien belum terdapat tanda-
tanda inpartu
3. Pada pasien ini terjadi overtreatment dengan pemberian dexamethasone karena pada
pasien tidak terdapat HELLP syndrome, dan untung pematangan paru sendiri
dengan usia kehamilan 35 minggu sudah tidak bermanfaat lagi.

4. Pemilihan terminasi kehamilan dengan seksio saesaria sudah tepat karena gagal
terapi konservatif dan gawat janin.

46

Вам также может понравиться

  • Case Report Peb Cover
    Case Report Peb Cover
    Документ1 страница
    Case Report Peb Cover
    Agustia Pratiwi
    Оценок пока нет
  • Daftar Hadir Dokter Internship
    Daftar Hadir Dokter Internship
    Документ1 страница
    Daftar Hadir Dokter Internship
    Agustia Pratiwi
    Оценок пока нет
  • Bab Iv
    Bab Iv
    Документ36 страниц
    Bab Iv
    Agustia Pratiwi
    Оценок пока нет
  • Bab Iii
    Bab Iii
    Документ3 страницы
    Bab Iii
    Agustia Pratiwi
    Оценок пока нет
  • Case Report Asma
    Case Report Asma
    Документ47 страниц
    Case Report Asma
    Agustia Pratiwi
    Оценок пока нет
  • B.A.P Lapkas
    B.A.P Lapkas
    Документ1 страница
    B.A.P Lapkas
    Agustia Pratiwi
    Оценок пока нет
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Документ6 страниц
    Bab Ii
    Agustia Pratiwi
    Оценок пока нет
  • Bab I
    Bab I
    Документ2 страницы
    Bab I
    Agustia Pratiwi
    Оценок пока нет