Вы находитесь на странице: 1из 18

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Metronidazol

2.1.1 Sifat fisika kimia metronidazol

Struktur kimia metronidazol dapat dilihat pada Gambar 2.1 dibawah ini:

NO2

OH
N

N
CH3

Gambar 2.1 Struktur kimia metronidazol

Rumus molekul metronidazol adalah C9H9N3O3 dengan nama kimia

(1-hidroksi-etil)-2-metil-5-nitromidazol, mempunyai berat molekul 171,16.

Pemeriannya antara lain: Serbuk hablur; putih atau kuning gading; bau lemah;

rasa pahit dan agak asin. Larut dalam 100 bagian air, dalam 200 bagian etanol

(95%) P dan dalam 250 bagian klorofom P; sukar larut dalam eter P.(Ditjen

POM, 1995).

2.1.2 Farmakologi

Metronidazol adalah antimikroba dengan aktivitas yang sangat baik

terhadap bakteri anaerob dan protozoa. Spektrum antiprotozoanya mencakup

Trikomonasi Gardnerella Vaginalis,Entamoeba Histolytica, dan Guardian

Lamblia. Aktifitas antibakterinya sangat bermanfaat untuk sepsis pada kasus

bedah dan ginekologis terutama bacteroides fragilis. Mekanisme kerjanya

yakni berinteraksi dengan DNA menyebabkan perubahan struktur helik DNA

Universitas Sumatera Utara


dan putusnya rantai sehingga sintesa protein dihambat dan kematian sel.

(Sukandar, dkk.,2008).

2.1.3 Farmakokinetik

Absorbsi metronidazol berlangsung dengan sangat baik sesudah

pemberian oral. Metronidazole diserap dengan baik secara oral dengan

eliminasi plasma dengan waktu paruh mulai 6-7 jam (Mourya, et al., 2010).

Pada beberapa kasus terjadi kegagalan karena disebabkan oleh absorbsi yang

buruk atau metabolisme yang terlalu cepat. Obat ini diekskresi dalam urin

dalam bentuk asal dan bentuk metabolis hasil oksidasi dan glukoronidasi.

Metronidazol juga diekskresi melalui air liur, air susu, cairan vagina dan lain-

lain (Sukandar, dkk.,2008).

2.2 Alginat

Alginat merupakan karbohidrat, seperti gula dan selulosa dan

merupakan polimer struktural pada ganggang laut sama seperti selulosa pada

tanaman. Alginat adalah kopolimer anionik yang terdiri dari residu asam -D-

manuronat dan asam -L-guluronat dalam ikatan 1,4. (Dornish and Dessen,

2004). Alginat komersial paling banyak diproduksi dari Laminaria hyperborea,

Macrocystis pyrifera, Laminaria digitata, Ascophyllum nodosum, Laminaria

japonica, Eclonia maxima, Lessonia nigrescens, Durvillea antarctica, dan

Sargassum sp (Draget, et al., 2005) .

Tabel 2.1 menunjukkan perbandingan asam uronat dalam berbagai

sepsies alga yang ditentukan dengan spektroskopi NMR high-field.

Universitas Sumatera Utara


Tabel 2.1 Perbandingan asam uronat dalam berbagai spesies alga

Perbandingan asam uronat (%)


Nama Spesies Asam Guluronat Asam
(G) Manuronat (M)
Laminaria hyperborean (blade) 55 45
Macrocystis pyrifera 39 61
Laminaria digitata 41 59
Ascophyllum nodosum (old tissue) 36 64
Laminaria japonica 35 65
Eclonia maxima 45 55
Lessonia nigrescens 38 62
Durvillea Antarctica 29 71

Perbandingan yang bervariasi dari asam uronat menyebabkan

perbedaan sifat produk yang dihasilkan. Alginat yang mengandung asam

guluronat yang tinggi akan cenderung mempunyai struktur yang kaku (rigid)

serta mempunyai porositas yang besar, sedangkan yang mengandung asam

mannuronat yang tinggi mempunyai struktur yang tidak kaku atau lebih

fleksibel (Draget, et al., 2005).

2.2.1 Struktur kimia alginat

Alginat merupakan sebuah kopolimer tak bercabang yang dibentuk dari

2 monomer, asam -D-manuronat (M) dan epimer C-5nya asam -L-guluronat

(G), yang dihubungkan oleh ikatan 1 4 glikosida. Telah ditemukan bahwa

alginat dibentuk dari monomer-monomer M dan G. Hal ini mengimplikasikan

tiga tipe urutan blok yang dapat ditemukan dari molekul alginat yaitu

homopolimerik blok M (M-M-M), homopolimerik blok G (G-G-G), dan

heteropolimerik (G-M-G-M) yang ditunjukkan oleh Gambar 2.2.

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.2 Struktur kimia alginat

Jumlah relatif dari dua monomer asam uronat dan pengaturan urutan dari kedua

monomer tersebut sepanjang rantai polimer sangat bervariasi, tergantung pada

jenis alginate (Dornish and Dessen, 2004).

2.2.2 Sifat alginat

Kelarutan alginat dalam air ditentukan dan dibatasi oleh tiga parameter

berikut, antara lain:

- pH pelarut merupakan parameter penting karena akan menentukan adanya

muatan elektrostatik pada residu asam uronat.

- Kekuatan ionik total zat terlarut juga memainkan peranan penting (efek

salting-out kation-kation non-gelling), dan

- Kandungan dari ion-ion pembentuk gel dalam pelarut membatasi kelarutan

(Draget, et al., 2005).

Universitas Sumatera Utara


Dasar dari sifat pembentuk gel alginat ialah karakteristik spesifik

pengikatan ion. Eksperimen yang mencakup dialisis kesetimbangan alginat

telah menunjukkan bahwa pengikatan selektif dari ion-ion logam alkali tanah

tertentu (contoh. Pengikatan Ca2+ dengan alginat lebih kuat dan kooperatif

dibanding dengan Mg2+) meningkat tajam dengan adanya peningkatan

kandungan residu -L-guluronat dalam rantai. Blok-blok poli-mannuronat dan

blok-blok selang-seling hampir tanpa selektivitas (Draget, et al., 2005).

Asam alginat tidak larut dalam air, karena itu yang digunakan dalam

industri adalah dalam bentuk garam natrium dan garam kalium. Natrium

alginat merupakan produk pemurnian karbohidrat yang diekstraksi dari alga

coklat (Phaeophyceae) dengan menggunakan basa lemah Natrium alginat larut

dengan lambat dalam air, membentuk larutan kental, tidak larut dalam etanol

dan eter Salah satu sifat dari natrium alginat adalah mempunyai kemampuan

membentuk gel dengan penambahan larutan garam-garam kalsium seperti

kalsium glukonat, kalsium tartrat dan kalsium sitrat. Pembentukan gel alginat

dengan ion kalsium, disebabkan oleh adanya ikatan silang membentuk khelat

antara ion kalsium dan anion karboksilat pada blok G-G melalui mekanisme

antar rantai. Natrium alginat mempunyai rantai poliguluronat menunjukkan

sifat pengikatan ion kalsium yang lebih besar (Morris, et al., 1980).

Untuk kepentingan farmasetik digunakan natrium alginat, dimana

larutannya dalam air bereaksi netral sampai asam lemah. Sediaan alginat paling

stabil pada daerah pH 6-7, pada pH 4,5 asam bebasnya akan mengendap.

Pemanasan yang kuat dan lama, terutama >70oC dihindari, karena akan

Universitas Sumatera Utara


mengalami kehilangan viskositas akibat terjadinya polimerisasi. Sediaan

disimpan dingin dan dilindungi dari cahaya dalam wadah tertutup baik (Voight,

1995).

2.3 Kitosan

Kitin adalah polisakarida yang paling melimpah di alam, yang kedua

setelah selulosa. Tulang punggung gulanya mengandung glukosamin ikatan -

1,4 dengan tingkatan N-asetilasi yang tinggi, strukturnya sangat mirip dengan

selulosa, perbedaan satu-satunya ialah pemindahan beberapa hidroksil oleh

gugus amino. Biopolimer polikationik ini merupakan komponen struktural

rangka luar krustasea dan serangga, dan juga ada dalam beberapa fungi.

Sumber utama kitin untuk industri adalah sampah kulit udang, lobster, dan

kepiting, yang mana sampah-sampah tersebut mengandung senyawa organik

sebanyak 70% (Felt, et al., 1998).

Turunan kitin dinamakan kitosan, yang biasanya dihasilkan oleh

deasetilasi alkali, kedua polimer dibedakan oleh ketidaklarutan atau kelarutan

dalam larutan cairan asam encer. Dikarenakan kitosan memiliki sifat biologi

yang disukai seperti tidak toksik, biokompatibilitas dan biodegradabilitas,

sehingga kitosan menarik perhatian yang besar dalam bidang farmasetikal dan

biomedis. Secara biomedis, kitosan dilaporkan memilliki sifat-sifat

farmakologi seperti aksi hipokolesterolemik, antasida dan aktivitas antiulkus.

Sebagai tambahan, karakter polikationik memberikan kitosan kemampuan

untuk mengikat dengan kuat beberapa sel-sel mamalia, yang mengarah kepada

Universitas Sumatera Utara


banyaknya kegunaan, termasuk kegunaan hemostatik dan spermisidal (Felt, et

al., 1998).

2.3.1 Struktur kimia kitosan

Kitosan merupakan biopolimer yang linear, tidak bercabang, polimer

yang dibangun dari monomer-monomer glukosamin dan N-asetilglukosamin

yang terikat pada pola -(14). Hasil deasetilasi kitin terdapat sebagai distribusi

acak unit-unit glukosamin sepanjang rantai polimer.

Struktur kimia dari kitin dan kitosan ditunjukkan seperti pada Gambar

2.3.

Gambar 2.3 Struktur kimia kitin dan kitosan

2.3.2 Sifat kitosan

Dalam larutan, garam kitosan membawa muatan positif melalui

protonisasi gugus amino bebas pada glukosamin. Kationik alam kitosan

memberi polimer ini sifat bioadhesif. Sebagai tambahan untuk mempengaruhi

sifat bioadhesif kitosan, tingkat deasetilasi juga mempengaruhi kelarutan.

Sebagai contoh, kitosan dengan deasetilasi 95% akan larut sempurna pada pH 5

Universitas Sumatera Utara


tetapi tidak larut sama sekali pada pH 6,5. Kitosan dengan tingkatan deasetilasi

yang rendah, sebagai contoh 63% akan mudah larut pada pH 7, sedang kitosan

dengan deasetilasi 40% akan tetap tinggal pada pH 7 (Dornish and Dessen,

2004).

Salah satu sifat kitosan yang penting untuk aplikasi penyampaian obat

(contoh penyampaian obat nasal) adalah kemampuannya untuk menginduksi

pembukaan jaringan ikat sementara pada lapisan epithelial. Hal ini telah

ditunjukkan untuk bergantung pada bobot molekul dan tingkat deasetilasi

(Dornish and Dessen, 2004).

2.4 Kalsium Alginat-Kitosan

Alginat merupakan poliasam natural dan memiliki sifat yang unik

dalam pembentukan gel dengan adanya kation multivalent seperti ion-ion

kalsium dalam medium cair. Hal ini tampak melalui pengikatan ion-ion

kalsium dalam rongga residu-residu asam guluronat, membentuk mikrokapsul

polianion. Penambahan polikation seperti kitosan dengan karakteristik

polikation yang unik, menuntun kepada interaksi kuat dengan alginat yang

bermuatan negatif (Farahani, et al., 2006).

Ketika butiran kalsium-alginat ditambahkan ke dalam larutan kitosan,

interaksi elektrostatik gugus karboksilat dari alginat dengan gugus amin dari

kitosan menghasilkan pembentukan sebuah membran. Proses ini telah banyak

digunakan dalam pembuatan membran alginat-kitosan dengan inti gel kalsium-

alginat yang padat. Ada banyak keuntungan penyalutan dengan kitosan, seperti

Universitas Sumatera Utara


peningkatan jumlah muatan obat dan sifat bioadesif, juga sifat pelepasan obat

yang diperlama (Farahani, et al., 2006).

2.5 Matriks

Matriks dapat digambarkan sebagai zat pembawa padat inert yang di

dalamnya obat tercampur secara merata. Suatu matriks dapat dibentuk secara

sederhana dengan mengempa atau menyatukan obat dengan bahan matriks

bersama-sama. Umumnya, obat ada dalam persen yang lebih kecil agar matriks

memberikan perlindungan yang lebih besar terhadap air dan obat berdifusi

keluar secara lambat. Sebagian besar bahan matriks tidak larut dalam air

meskipun ada beberapa bahan yang dapat mengembang secara lambat dalam

air. Jenis matriks dari pelepasan obat dapat dibentuk menjadi suatu tablet atau

butir-butir kecil bergantung pada komposisi formula (Shargel, dkk., 1999).

Lachman, dkk. (1994), menyatakan matriks digolongkan menjadi tiga

jenis yaitu:

a. Matriks tidak larut, inert

Polimer inert yang tidak larut seperti polietilen, polivinil klorida dan

kopolimer akrilat, etil selulosa dirancang untuk tidak pecah dalam saluran

cerna. Bentuk tablet dengan matriks ini tidak dapat digunakan untuk formulasi

bahan aktif dalam miligram yang tinggi, dan obat yang sukar larut dalam air

dimana disolusi dalam matriks sebagai pembatas laju disolusinya.

b. Matriks tidak larut, dapat terkikis

Matriks jenis ini mengontrol pelepasan melalui difusi pori dan erosi.

Oleh karena itu karakteristik penglepasan lebih peka terhadap komposisi cairan

Universitas Sumatera Utara


pencernaan dibandingkan dengan matriks polimer yang tidak larut secara

keseluruhan. Pelepasan obat total dari matriks ini tidak mungkin terjadi,

karena fraksi tertentu dari dosis tersebut disalut dengan lapisan tipis yang tidak

permeabel. Penglepasan obat dari jenis matriks ini dikontrol lebih efektif

dengan penambahan surfaktan atau zat pengikat dalam bentuk polimer-polimer

hidrofilik, yang mendorong penetrasi air dan erosi matriks yang berurutan.

Bahan-bahan yang termasuk dalam golongan ini adalah asam stearat, stearil

alkohol, malam carnauba dan polietilen glikol.

c. Matriks hidrofilik

Penglepasan obat dikontrol oleh penetrasi air melalui suatu lapisan gel,

yang dihasilkan dari hidrasi polimer dan difusi obat melalui matriks terhidrasi

yang mengalami pengembangan, disamping erosi dari lapisan gel. Besarnya

erosi dan difusi yang mengontrol penglepasan tergantung pada polimer yang

dipilih untuk formulasi, dan juga pada perbandingan obat:polimer. Matriks

jenis ini diantaranya adalah metal selulosa, Hidroksietil selulosa,

Hidroksipropil metilselulosa, Natrium karboksimetilselulosa, Natrium alginat,

Xanthan gum dan karbopol,

Sebuah sistem matriks memiliki kandungan aktif dan tidak aktif yang

dicampur secara homogen dalam bentuk dosis. Hal tersebut yang jarang dari

yang paling umum digunakan dalam teknologi oral controlled release, dan

popularitas dari sistem matriks dapat dikaitkan kepada beberapa faktor.

Pertama, tidak seperti sistem reservoir dan osmotic, produk-produk dengan

dasar rancangan matriks dapat dibuat menggunakan proses dan peralatan

Universitas Sumatera Utara


konvensional. Kedua, waktu perkembangan dan biaya yang bersesuaian dengan

sistem matriks umumnya kelihatan seperti yang diharapkan, dan tidak ada

tambahan modal investasi yang diharuskan. Terakhir, sistem matriks mampu

mengakomodasi baik kandungan obat berdosis rendah maupun yang tinggi dan

mampu mengakomodasi kandungan aktif dengan kisaran sifat-sifat fisik dan

kimia yang cukup luas.

Sebagaimana dengan teknologi yang lain, sistem matriks juga memiliki

keterbatasan tertentu. Pertama, sistem matriks memiliki sifat yang kurang

fleksibel dalam penambahan tingkat dosis konstan yang mengalami perubahan,

seperti yang disyaratkan oleh studi klinis ke depan. Saat kekuatan dosis baru

dipandang perlu, lebih sering terjadi dan bukanlah formulasi baru sehingga

dengan demikian diharapkan sumber daya tambahan. Lebih lanjut, untuk

beberapa produk yang membutuhkan profil pelepasan yang unik (misalnya

pelepasan ganda dua atau pelepasan tertunda tambah pelepasan diperpanjang),

teknologi bahan berdasar matriks yang lebih kompleks seperti tablet selaput

(misal Alegra D) akan dibutuhkan kemudian.

2.5.1 Pengembangan matriks

Sifat pengembangan matriks polimerik dapat berpengaruh terhadap

kinetika pelepasan obat dan sifat dosis muatan, juga perubahan sediaan dan

kegunaan dari sistem pelepasan. Untuk polimer-polimer netral, jumlah pelarut

yang dapat diabsorbsi bergantung kepada afinitas pelarut kimia untuk polimer

dan sifat elastik jaringan polimer yang telah mengembang, yang mana

sebaliknya, sangat bergantung kepada jumlah ikatan-ikatan intermolekular,

Universitas Sumatera Utara


yaitu densitas ikatan silang. Pada kasus polimer dengan muatan,

kesetimbangan pengembangan matriks polimerik lebih rumit sebagaimana hal

tersebut sangat bergantung juga pada kekuatan ionik. (Grassi and Grassi,

2005).

2.5.2 Pelepasan obat dari matriks

Kinetika pelepasan obat dapat dipengaruhi oleh banyak faktor seperti

pengembangan polimer, erosi polimer, kelarutan obat atau karakteristik difusi,

distribusi obat dalam matriks, perbandingan obat:polimer dan sistem geometri

dari matriks (silinder maupun bulat). Selama mengalami sentuhan dengan

cairan yang dilepaskan (air atau media fisiologis), polimer matriks

mengembang dan pelarutan obat dapat terjadi. Seketika setelah konsentrasi

pelarut di sekitarnya melebihi ambang batas, ikatan polimerik terlepas sehingga

terjadi perubahan polimer dari seperti kaca atau karet menjadi kelihatan seperti

lapisan gel. Perubahan ini mengimplikasikan perubahan molekular rantai-rantai

polimerik yang cenderung mencapai kondisi kesetimbangan yang baru

sedangkan yang lama pecah oleh adanya pelarut yang datang. Perubahan dari

bentuk seperti kaca ke bentuk seperti karet menghasilkan peningkatan yang

besar terhadap mobilitas rantai-rantai polimer, sehingga lubang-lubang jaring

bertambah besar dan obat tersebut dapat larut dan berdifusi melalui lapisan gel.

Secara singkat pelepasan obat dari sistem matriks dapat diamati dari tiga

bidang utama yang muncul selama proses penglepasan yaitu bidang yang

terkikis, bidang yang mengembang dan bidang yang mengalami difusi (Grassi

and Grassi, 2005).

Universitas Sumatera Utara


Higuchi mengusulkan suatu persamaan untuk menggambarkan

kecepatan pelepasan obat yang terdispersi dalam suatu matriks yang padat dan

inert.

Keterangan :

M = Jumlah obat yang dilepaskan dari matriks


= Porositas matriks.
= Tortuositas matriks.
Ca = Kelarutan obat dalam medium pelepasan.
Ds = Koefisiensi difusi dalam medium pelepasan.
Co = Jumlah total persen obat per unit dalam matriks.

Persamaan diatas dapat ditulis menjadi sangat sederhana, yaitu:

Dengan k adalah konstanta. Jika suatu plot dibuat antar M (jumlah total

obat yangdilepaskan) versus akar waktu (t1/2) maka hubungan yang linier akan

diperoleh (Grassi and Grassi, 2005).

2.6 Disolusi

Disolusi merupakan tahapan yang membatasi atau tahap yang mengontrol

laju bioabsorbsi obat-obat yang mempunyai kelarutan rendah, karena tahapan ini

seringkali merupakan tahapan yang paling lambat dari berbagai tahapan yang ada

dalam pelepasan obat dari bentuk sediaannya dan perjalanannya ke dalam sirkulasi

sistemik (Martin, dkk., 2008).

Gambar 2.4 Disolusi obat dari suatu padatan matriks (Martin, dkk., 2008)

Universitas Sumatera Utara


Faktor-faktor yang mempengaruhi disolusi dibagi atas 3 kategori yaitu:

a. Faktor-faktor yang berhubungan dengan sifat fisikokimia obat, meliputi:

i. Efek kelarutan obat. Kelarutan obat dalam air merupakan faktor utama

dalam menentukan laju disolusi. Kelarutan yang besar menghasilkan

laju disolusi yang cepat.

ii. Efek ukuran partikel. Ukuran partikel berkurang dapat memperbesar

luas permukaan obat yang berhubungan dengan medium, sehingga

laju disolusi meningkat.

b. Faktor-faktor yang berhubungan dengan sediaan obat, meliputi:

i. Efek formulasi. Laju disolusi suatu bahan obat dapat dipengaruhi

bila dicampur dengan bahan tambahan. Bahan pengisi, pengikat dan

penghancur yang bersifat hidrofil dapat memberikan sifat hidrofil

pada bahan obat yang hidrofob, oleh karena itu disolusi bertambah,

sedangkan bahan tambahan yang hidrofob dapat mengurangi laju

disolusi.

ii. Efek faktor pembuatan sediaan. Metode granulasi dapat

mempercepat laju disolusi obat-obat yang kurang larut. Penggunaan

bahan pengisi yang bersifat hidrofil seperti laktosa dapat menambah

hidrofilisitas bahan aktif dan menambah laju disolusi.

c. Faktor-faktor yang berhubungan dengan uji disolusi, meliputi :

i. Tegangan permukaan medium disolusi. Tegangan permukaan

mempunyai pengaruh nyata terhadap laju disolusi bahan obat.

Surfaktan dapat menurunkan sudut kontak, oleh karena itu dapat

Universitas Sumatera Utara


meningkatkan proses penetrasi medium disolusi ke matriks.

Formulasi tablet dan kapsul konvensional juga menunjukkan

penambahan laju disolusi obat-obat yang sukar larut dengan

penambahan surfaktan kedalam medium disolusi.

ii. Viskositas medium. Semakin tinggi viskositas medium, semakin

kecil laju disolusi bahan obat.

iii. pH medium disolusi. Larutan asam cenderung memecah tablet

sedikit lebih cepat dibandingkan dengan air, oleh karena itu

mempercepat laju disolusi (Gennaro, 2000).

United States Pharmacopeia (USP) XXI memberi beberapa metode

resmi untuk melaksanakan uji pelarutan yaitu:

a. Metode Keranjang (Basket )

Metode keranjang terdiri atas keranjang silindrik yang ditahan oleh

tangkai motor. Keranjang menahan cuplikan dan berputar dalam suatu labu

bulat yang berisi media pelarutan. Keseluruhan labu tercelup dalam suatu bak

yang bersuhu konstan 37oC. Kecepatan berputar dan posisi keranjang harus

memenuhi rangkaian syarat khusus dalam USP yang terakhir beredar. Tersedia

standar kalibrasi pelarutan untuk meyakinkan bahwa syarat secara mekanik dan

syarat operasi telah dipenuhi.

b. Metode Dayung (Paddle)

Metode dayung terdiri atas suatu dayung yang dilapisi khusus, yang

berfungsi memperkecil turbulensi yang disebabkan oleh pengadukan. Dayung

diikat secara vertikal ke suatu motor yang berputar dengan suatu kecepatan

Universitas Sumatera Utara


yang terkendali. Tablet atau kapsul diletakkan dalam labu pelarutan yang

beralas bulat yang juga berfungsi untuk memperkecil turbulensi dari media

pelarutan. Alat ditempatkan dalam suatu bak air yang bersuhu konstan, seperti

pada metode basket dipertahankan pada 37oC. Posisi dan kesejajaran dayung

ditetapkan dalam USP. Metode dayung sangat peka terhadap kemiringan

dayung. Pada beberapa produk obat, kesejajaran dayung yang tidak tepat secara

drastis dapat mempengaruhi hasil pelarutan. Standar kalibrasi pelarutan yang

sama digunakan untuk memeriksa peralatan sebelum uji dilaksanakan.

c. Metode Disintegrasi yang Dimodifikasi

Metode ini dasarnya memakai disintegrasi USP basket and rack

dirakit untuk uji pelarutan. Bila alat ini dipakai untuk pelarutan maka cakram

dihilangkan. Saringan keranjang juga diubah sehingga selama pelarutan

partikel tidak akan jatuh melalui saringan. Metode ini jarang digunakan dan

dimasukkan dalam USP untuk suatu formulasi obat lama. Jumlah pengadukan

dan getaran membuat metode ini kurang sesuai untuk uji pelarutan yang tepat.

2.7 Sistem Penghantaran Obat Pelepasan Terkontrol (Gennaro, 2000)

Istilah pelepasan terkontrol menunjukkan bahwa pelepasan obat dari

bentuk dari bentuk sediaan terjadi sesuai yang direncanakan, dapat diramalkan

dan lebih lambat dari biasanya. Lebih tepatnya, pelepasan terkendali dapat

didefinisikan sebagai:

1. Pelepasan berkesinambungan (sustained drug action) pada laju yang

telah ditetapkan dengan mempertahankan tingkat obat yang efektif

Universitas Sumatera Utara


relatif konstan dalam tubuh dengan meminimalkan efek samping yang

tidak diinginkan

2. Aksi obat terlokalisir (localized drug action) pada tempat kerja tertentu

berdekatan atau dalam jaringan yang sakit atau organ.

3. Kerja obat bertarget (targeted drug action) dengan menggunakan

pembawa atau turunan kimia untuk memberikan obat pada target jenis

sel tertentu.

4. Menyediakan suatu sistem obat yang pelepasannya terkendali secara

fisiologi maupun terapeutik.

Tujuan ideal dalam perancangan sistem pelepasan terkendali adalah

untuk memberikan obat pada tempat yang diinginkan pada tingkat yang sesuai

dengan kebutuhan tubuh. Semua produk pelepasan terkendali bertujuan untuk

meningkatkan terapi obat pada pasien. Kepatuhan pasien telah diakui sebagai

komponen penting dalam keberhasilan terapi semua obat yang diberikan.

Meminimalkan atau menghilangkan masalah kepatuhan pasien adalah

keuntungan nyata dari terapi pelepasan terkendali. Karena sifat alamiah dari

pelepasan kinetika, sistem pelepasan terkendali harus dapat menggunakan

jumlah obat yang lebih sedikit selama waktu terapi dari sediaan konvensional.

Keuntungan dari hal ini adalah penurunan atau penghapusan efek samping baik

lokal maupun sistemik, mengurangi potensiasi atau pengurangan aktivitas obat

dengan penggunaan kronis dan meminimalkan akumulasi drug dalam jaringan

tubuh dengan dosis kronis.

Universitas Sumatera Utara


Alasan yang paling penting untuk terapi obat pelepasan terkendali

untuk meningkatkan efisiensi dalam pengobatan, terapi dioptimalkan. Hasil

dari perolehan kadar obat dalam darah yang konstan dari sistem pelepasan

terkontrol adalah untuk segera mencapai efek yang diinginkan dan

mempertahankannya untuk jangka waktu yang diperpanjang. Selain itu, metode

pelepasan terkendali dapat meningkatkan bioavailabilitas beberapa obat.

Misalnya, obat rentan terhadap inaktivasi enzimatik atau bakteri pengurai dapat

dilindungi dengan sistem polimer enkapsulasi yang cocok untuk pelepasan

terkendali. Untuk obat yang memiliki jendela khusus untuk penyerapan,

peningkatan bioavailabilitas dapat dicapai dengan lokalisasi sistem pengiriman

pelepasan terkendali di daerah tertentu dari saluran pencernaan.

Universitas Sumatera Utara

Вам также может понравиться