Вы находитесь на странице: 1из 6

CARA MENINGKATKAN NILAI IBADAH

Sungguh dengan kehendakNya, Allah telah menciptakan dan


menempatkan manusia di muka bumi untuk satu tujuan saja
yaitu beribadah atau mengabdi kepada-Nya. Tidak ada
kegunaan lain. Allah berfirman : Wamaa khalaqtul jinna wal
insa illaa liyabuduun Dan Aku tidaklah menciptakan jin dan
manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku (Q.S
adz Dzaariat 56).

Dalam menjalani kehidupan dimuka bumi, manusia memang


memiliki berbagai keadaan dan posisi. Ada yang memiliki
banyak harta ada yang sedikit harta. Ada yang berpangkat
ada pula yang tidak berpangkat ataupun keadaan yang
lainnya. Tapi ketahuilah bahwa semua keadaan dan posisi itu
haruslah dalam rangka untuk mengabdi atau beribadah
kepada Allah.

Alhamdulillah, kita telah berusaha melakukan kewajiban kita


untuk mengabdi kepada Allah melalui ibadah fardhu dan
ibadah ibadah sunnah. Namun demikian sangatlah penting
bagi kita untuk tidak lupa memeriksa, melakukan evaluasi
atau muhasabah setiap saat terhadap ibadah ibadah yang
telah kita lakukan. Barangkali masih ada yang kurang nilai
atau kualitasnya.

Evaluasi ini sangat diperlukan sebagai salah satu upaya


untuk meningkatkan nilai ibadah kita dari waktu waktu selama
umur masih ada. Bukankah kita sungguh sungguh ingin
mempersembahkan ibadah dan pengabdian terbaik kita
kepada Allah Subhanahu wa Taala. Harapan kita semua
adalah semakin baik ibadah kita maka akan semakin baik
pula ganjaran yang akan kita peroleh.

Allah berfirman : Hal jazaa-ul ihsani illal ihsaan Tidak ada


balasan kebaikan melainkan kebaikan (pula). Q.S ar Rahman
60.

Sungguh, ada banyak cara dan usaha yang bisa dilakukan


untuk meningkatkan nilai ibadah seorang hamba disisi Allah,
diantaranya adalah :

Pertama : Selalu menjaga dan meningkatkan keikhlasan.


Ketahuilah bahwa keikhlasan merupakan landasan paling
pokok dalam melakukan amal ibadah, bahkan merupakan
salah satu syarat sahnya amalan seorang hamba. Sungguh
keikhlasan seorang hamba dalam beribadah akan melipat
gandakan pahala atau nilai ibadahnya.

Allah berfirman : Wallahu yudhaifu limaiyasyaa-u, wallahu


waasiun aliim Dan Allah melipat gandakan (pahala) bagi
siapa yang dia kehendaki. Dan Allah Mahaluas dan
Mahamengetahui. (Q.S al Baqarah 261).

Imam Ibnu Katsir menjelaskan bahwa pelipat gandaan pahala


ini adalah berdasarkan keikhlasannya dalam beramal.

Dari Abu Hurairah berkata, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam


bersabda: "Apabila seorang dari kalian memperbaiki keIslamannya
maka dari setiap kebaikan akan ditulis baginya sepuluh (kebaikan)
yang serupa hingga tujuh ratus tingkatan, dan setiap satu kejelekan
yang dikerjakan akan ditulis satu kejelekan saja yang serupa
dengannya". (H.R Imam Bukhari dan Imam Muslim).
Imam Ibnu Rajab al Hambali berkata tentang hadits ini : Bahwa
pelipat gandaan sampai sepuluh kali lipat pasti terjadi. Sedangkan
tambahan yang lebih dari itu tergantung kepada kebaikan nilai
Islam seseorang dankeikhlasan niatnya serta keutamaan amalan
tersebut.

Kedua : Perhatian yang sungguh sungguh terhadap


ittiba
Makna ittiba adalah mengikuti. Dalam hal ini yang dimaksud
dengan ittiba adalah mengikuti cara beragama (manhaj)
Rasulullah salallahu alaihi wasallam.
Para ulama tidak berbeda pendapat bahwa salah satu syarat
diterimanya ibadah adalah ittiba yaitu mengikuti apa yang
diajarkan oleh Rasulullah salallahu alaihi wasallam.
Allah berfirman : Wamaa aataakumur rasuulu fa khudzuuhu,
wamaa nahaakum anhu fantahuu,wattaqullaha, innallaha
syadiidul iqaab Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka
terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka
tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh Allah
sangat keras hukuman-Nya. (Q.S al Hasyr 7).

Allah berfirman : Qul inkuntum tuhibbunallaha fat tabiunii,


yuhbibkumullahu wa yaghfir lakum dzunuubakum, wallahu
ghafuurur rahiim. Katakanlah (Muhammad), jika kamu
(benar benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah akan
mencintaimu dan mengampuni dosa dosamu. Allah
Mahapengampun, Mahapenyayang. (Q.S Ali Imran 31).

Imam Ibnu Katsir mengatakan bahwa ayat ini sebagai


pemutus hukum bagi setiap orang yang mengaku cinta
kepada Allah namun tidak mau menempuh jalan Rasulullah
Salallahu alaihi Wasallam, maka orang tersebut dusta
dalam pengakuannya, sampai dia mengikuti syariat dan
agama yang dibawa Rasulullah Salallahu aalaihi Wasallam
dalam semua ucapan dan perbuatannya.

Rasulullah bersabda : Man amila amalan laisa alaihi


amrunaa fahuwa raddun. Barang siapa beramal yang tidak
ada perintahnya dari kami maka amalannya tertolak. (H.R
Imam Muslim)

Andaikata seseorang melakukan suatu amalan yang tidak


ada petunjuknya atau tidak dicontohkan atau tidak dilakukan
oleh Rasulullah, lalu cara beramal siapa yang dia ikuti dan dia
kerjakan. Lalu kepada siapa pula dia akan meminta ganjaran
kebaikan atas amal ibadahnya itu.Jadi janganlah seorang
hamba melakukan suatu ibadah melainkan dengan apa yang
telah disyariatkan Allah melalui Rasul-Nya.

Ketahuilah bahwa orang orang yang menyelisihi Rasulullah


dalam beribadah, bukan saja tertolak amalnya, tapi
Allah memberi peringatan kepadanya. Allah berfirman : Fal
yahdzaril ladzina yukhaalifuuna an amrihii an tushiibahum
fitnatun au yushiibahum adzabun aliim Maka hendaklah
orang orang yang menyelisihi perintah Rasul-Nya takut akan
mendapat cobaan atau ditimpa adzab yang pedih. (Q.S an
Nuur 63)

Ketiga : Utamakan amalan wajib dan beri perhatian


sangat khusus padanya.
Allah berfirman dalam sebuah hadits qudsi : Tidaklah
seorang hamba mendekatkan diri kepadaKu dengan
sesuatu yang paling Aku cintai daripada kewajiban yang
Aku bebankan kepadanya. Dan senantiasa (terus menerus,
istiqamah) hambaKu mendekatkan diri kepadaKu dengan
amalan amalan sunnah hingga Aku mencintainya (H.R Imam
Bukhari).

Abu Bakar ash Shiddiq pernah berwasiat kepada Umar bin


Khaththab : Sesungguhnya Allah tidak akan menerima ibadah
sunnah kecuali apabila amalan wajib telah ditunaikan.

Syakhul Islam Ibnu Taimiyah berkata : Oleh karena itu wajib


bertaqarrub kepada Allah dengan amalan amalan yang
fardhu sebelum menjalankan amalan yang sunnah.
Mendekatkan diri kepada Allah dengan amalan amalan yang
sunnah terhitung sebagai ibadah jika amalan yang fardhu
sudah dikerjakan. (Majmu al Fatawa).

Keempat : Beramal secara terus menerus.


Allah Taala telah memerintahkan agar kita beramal terus
menerus sampai datang kematian. Allah berfirman : Wabud
rabbaka hattaa yatiyakal yaqiin Dan sembahlah Rabbmu
sampai yakin (ajal) datang kepadamu. (Q.S al Hijr 99).

Sayikh as Sadi berkata : Al yaqin yaitu sampai ajal tiba.


Maksudnya, kontinyulah engkau (Muhammad) untuk
mendekatkan diri kepada Allah dengan segala macam ibadah
disetiap waktu. Maka beliau mentaati perintah Rabb-nya dan
senantiasa membiasakan beribadah sampai datang al yaqin
(ajal) dari Rabbnya. (Kitab Tafsir Karimur Rahman)

Sungguh amalan yang sedikit tapi kontinyu, terus menerus


dilakukan lebih utama daripada amalan yang banyak tapi
terputus putus. Diantaranya contohnya adalah bahwa ada
seseorang yang pada bulan Ramadhan sangat bersemangat
membaca bahkan mengkhatamkan al Qur an satu kali atau
dua kali bahkan lebih. Lalu setelah Ramadhan tidak lagi
membiasakan diri membaca al Qur an. Mungkin menunggu
Ramadhan yang berikutnya.

Dari Aisyah Radiallahu anha, bahwa Rasulullah


bersabda : Ahabbu amali ilallahi adwaamuhaa wa
inqalla Amalan yang paling dicintai Allah adalah yang
kontinyu (terus menerus) dikerjakan walaupun sedikit. (H.R
Imam Bukhari dan Imam Muslim).
Semoga Allah memberi kekuatan kepada kita untuk selalu
meningkatkan nilai ibadah kita kepada-Nya.

Вам также может понравиться