Вы находитесь на странице: 1из 10

LAPORAN PRAKTIKUM

OPERASI TEKNIK KIMIA 1


MIXING

DISUSUN OLEH:
Muhammad Afnan M. (5213414022)
Wahyu Tri Wibowo (5213414030)
Nur Kiara Setyawidianingsih (5213414050)

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG


TAHUN AJARAN 2016/2017
BAB IV
MIXING
A. TUJUAN
1. Mengetahui jenis pola alir dari berbagai impeller.
2. Menghitung torsi dari proses pengadukan.
3. Menghitung power dari proses pengadukan.
4. Menganalisis fenomena vorteks pada tangki pengaduk.
5. Menganalisis Froude numbers.
B. ALAT DAN BAHAN
1. Alat:
a. Gelas beker 1000 ml
b. Mixer
c. Impeller Propeller
d. Impeller 4 blade pitch blade Turbine
2. Bahan:
Air Gliter Perakitan alat (impeller propeller)
a. Air
b. Gliter
3. Rangkaian Alat:
Feed (gelas beker) Pengaturan Clearence

Switch On

S Pengaturan kecepatanS
(variabel)

Pengamatan
W
H W
H
C C
D D
Switch Of
Dt Dt
Gambar IV.1 Serangkaian Alat Mixing Impeller Propeller dan Impeller Turbine
Keterangan :
H : Tinggi Cairan Perakitan alat (impeller turbine)
W : Tinggi Impeller
D : Diameter Impeller
Dt : Diameter Tangki
C : Clearence Pengaturan Clearence
S : Shaft
C. SKEMA KERJA
Switch On

Pengaturan kecepatan
(variabel)

Pengamatan

Switch Of
Gambar IV.2 Skema kerja mixing

D. DATA PENGAMATAN
Tabel IV.1 Data pengamatan mixing menggunakan impeller propeller

Kecepatan (Rpm) Pola aliran Tinggi vortex (cm)

60 Axial, 0
Tangensial
120 Axial, 0
Tangensial
180 Axial, 0,2
Tangensial
240 Axial, 0,3
Tangensial
300 Axial, 1,1
Tangensial

Tabel IV.2 Data pengamatan mixing menggunakan impeller turbine

Kecepatan (Rpm) Pola aliran Tinggi vortex (cm)

60 Radial, 0
Tangensial
120 Radial, 0,3
Tangensial
180 Radial, 0,5
Tangensial
240 Radial, 0,9
Tangensial
300 Radial, 1,2
Tangensial

Data perhitungan yang diketahui:


L/d =1
Clearence (C) = 1/8 L
Diameter gelas beker (d) = 10,5 cm
Tinggi cairan (L) = 10,5 cm
Volume (v) = 878,44 cm3
Asumsi T = 30 0C
Densitas ( = 995,68 Kg/m3
Viskositas ( = 8,007 x 10-4 Kg/ms
Percepatan Gravitasi (g) = 1 m/s2
Diameter Impeller (D)
a. Propeller (4 cm)
b. Impeller 4 blade pitch blade turbine (5 cm)

Data perhitungan yang dicari:


1. Kecepatan dalam satuan Rps (N)
N (Rps) = N(Rpm) / 60
2. Reynold Number (Re)
Re = ( x D2 x N) /
3. Number Power (Np)
Nilai Np diperoleh dari grafik pada figure 9.12 untuk impeller turbine dan
figure 9.13 impeller propeller dengan cara mempoltkan bilangan Re pada
grafik (McCabe, Warren L.1993).
4. Power (P)
P = (Np x x N3 x D5) / g
5. Torsi ()
= P / (2 x pi x N)
6. Froude Number (Nfr)
Nfr = (N2 x D) / g

Hasil Perhitungan
Tabel IV.3 Hasil perhitungan mixing menggunakan impeller propeller

N (Rps) Re Np P (watt) (Nm) Nfr


1 1989,619 8,2 0,000836 0,000133 0,04
2 3979,238 7,8 0,006362 0,000507 0,16
3 5968,857 7 0,01927 0,001023 0,36
4 7958,476 6,8 0,044372 0,001766 0,64
5 9948,095 6,5 0,082841 0,002638 1
Tabel IV.4 Hasil perhitungan mixing menggunakan impeller turbine
N (Rps) Re Np P (watt) (Nm) Nfr
1 3108,78 3,3 0,001027 0,000164 0,05
2 6217,56 2,5 0,006223 0,000495 0,2
3 9326,339 2 0,016802 0,000892 0,45
4 12435,12 1,75 0,034849 0,001387 0,8
5 15543,9 1,2 0,046673 0,001486 1,25

E. PEMBAHASAN
Prinsip dari mixing yaitu mencampurkan dua senyawa yang berbeda atau
lebih untuk memperoleh campuran yang homogen. Pada praktikum ini
mencampurkan dua bahan yang berbeda fase yaitu air (liquid) dan gliter
(solid). Penggunaan gliter bertujuan untuk mempermudah pengamatan pada
pola aliran yang terjadi.
Pola Aliran
Berdasarkan data pengamatan, pola aliran yang terjadi pada praktikum ini
yaitu axial dan radial. Perbedaan pola aliran yang terjadi dipengaruhi oleh
impeller yang digunakan. Penggunaan impeller jenis propeller menghasilkan
pola aliran axial dan Tangensial, sedangkan impeller jenis 4 blade pitch blade
turbine menghasilkan pola aliran radial dan Tangensial. fungsi dari impeller itu
sendiri untuk mempercepat proses mixing sehingga dalam waktu tertentu akan
mencapai viskositas yang seragam dan tergantung pada kecepatan putaran dari
impeller tersebut. Jarak antara impeller dengan dasar gelas beker 1/8 dari
tinggi campuran. Hal tersebut bertujuan untuk menghasilkan distribusi aliran
yang merata sehingga campuran homogen dan diperoleh viskositas yang
seragam disetiap titik.

Gambar IV.3 Pola aliran axial


Pola aliran yang terbentuk dengan
menggunakan impeller jenis propeller terlihat
seperti pada gambar IV.3. dimana
pergerakan gliter sejajar dengan sumbu poros impeller. Percobaan yang
dilakukan dengan variasi kecepatan putaran, tetap menghasilkan pola aliran
yang sama, yang membedakan yaitu terbentuknya vortex. Pada kecepatan
putaran lambat akan lebih mudah diamati pola alirannya. Impeller jenis
propeller biasanya digunakan untuk pancampuran bahan yang viskositasnya
rendah (McCabe, 1985).

Gambar IV.4 Pola


Aliran
Tangensial
Pola aliran
yang dihasilkan dengan menggunakan impeller jenis 4 blade pitch blade
turbine dan propeller terlihat seperti pada gambar IV.4. Dimana gliter bergerak
secara acak. Pada gambar sebelah kiri menunjukkan terbentuknya vortex
tampak samping, sedangkan gambar sebelah kanan menunjukkan pola aliran
tampak atas. Percobaan dengan variasi kecepatan putaran menunjukkan pola
aliran yang sama. Perbedaannya yaitu terbentuknya vortex. Di sekitar impeller
terdapat zona arus deras yang sangat turbulen dengan geseran yang kuat, arus
utamanya bersifat radial dan tangensial. (McCabe, 1985).
Gambar IV.5 Pola Aliran Radial

Pola aliran yang dihasilkan dengan menggunakan impeller jenis 4 blade


pitch blade turbine terlihat seperti pada gambar IV.5. Komponen radial pada
arah tegak lurus terhadap tangkai pengaduk. Dimana dilihat bahwa beberapa
gliter pada pola aliran ini terdapat pada dasar bawah pengaduk tersebut.
Power
Besarnya daya atau power (P) untuk operasi pengadukan akan
mempengaruhi besarnya gradien kecepatan yang dihasilkan. Bila suatu sistem
pengadukan telah ditentukan nilai gradien kecepatannya, maka daya
pengadukan dapat dihitung. Daya pengadukan dihasilkan oleh suatu sistem
pengadukan, misalnya alat pengaduk dan kecepatan putarannya, aliran air,
hembusan udara, dan sebagainya. Perhitungan daya pengadukan berbeda
beda bergantung pada jenis pengadukannya. Pada pengadukan mekanis yang
berperan menghasilkan daya adalah bentuk dan ukuran alat pengaduk serta
kecepatan rotasi alat pengaduk tersebut . Menurut hasil percobaan pada tabel
IV.3 dan tabel IV.4 nilai power yang didapatkan dengan menggunakan impeller
propeller lebih kecil daripada yang menggunakan impeller turbine. Hal ini
disebabkan karena perbedaan diameter dari impeller yang akhirnya
berpengaruh pada kecepatan agitasi pengadukan.
Torsi
Torsi adalah kemampuan suatu benda untuk berputar, dimana torsi ini
dipengaruhi oleh daya yang diberikan. Sehingga daya berbanding lurus dengan
torsi. Dalam penerapannya torsi digunakan untuk memutar benda dengan gaya
yang bekerja mengelilingi sebuah titik. Perubahan tekanan akibat distribusi
aliran pada permukaan pengaduk dapat diintegrasikan menghasilkan torsi total
dan kecepatan pengaduk. Berdasarkan hasil pengamatan dan perhitungan pada
tabel IV.3 dan IV.4 menunjukkan bahwa semakin tinggi kecepatan aliran maka
daya pengadukan semakin besar sehingga menyebabkan nilai torsi juga
semakin besar.
Analisis fenomena vortex pada tangki berpengaduk.
Vorteks

Gambar IV.6 Fenomena Vortex


Vortex adalah putaran air yang membentuk aliran yang bergerak secara
tangensial. Vorteks merupakan hal yang dihindari dalam proses pencampuran
(mixing), karena dapat menyebabkan penggumpulan fluida. Maka, dapat
menyebabkan waktu untuk mencapai homogenitas lebih lama. Untuk
menghindari vorteks saat pencampuran, dapat menggunakan baffle.
Salah satu variasi dasar dalam proses pengadukan dan pencampuran
adalah kecepatan putaran pengaduk yang digunakan. Variasi kecepatan putaran
pengaduk bisa memberikan gambaran mengenai pola aliran yang dihasilkan
dan daya listrik yang dibutuhkan dalam proses pengadukan dan pencampuran.
Terbentuknya vorteks mulai terjadi pada variabel ke-3 yaitu pada
kecepatan rotasi 180 Rpm yang menggunakan impeller propeller, sedangkan
pada penggunaan impeller turbine vortex mulai terbentuk pada variabel ke-2
yaitu pada kecepatan rotasi 240 Rpm. Hal ini ditandai dengan adanya pola
aliran melingkar di sekitar pengaduk. Aliran melingkar disebut juga dengan
komponen tangensial. Komponen tangensial atau rotasional, bekerja dalam
arah garis singgung lintasan melingkar sekeliling sumbu. Jika tangki tidak
bersekat, maka pengaduk jenis aliran axial maupun radial akan menghasilkan
aliran melingkar. Karena pusaran itu terlalu kuat, pola aliran akan sama saja
untuk semua jenis pengaduk dan vorteks yang terbentuk akan mencapai
pengaduk, sehingga gas diatas permukaan akan terhisap.
Analisis froude number
Bilangan Froude merupakan ukuran rasio tegangan inersia terhadap gaya
gravitasi per satuan luas yang bekerja pada fluida dalam tangki. Hal ini
terdapat dalam situasi dimana terdapat gerakan gelombang yang tidak dapat
diabaikan pada permukaan zat cair.
Bilangan Froude bukan merupakan variabel yang signifikan. Bilangan ini
hanya diperhitungkan pada sistem pengadukan dalam tangki tidak bersekat.
Pada sistem ini bentuk permukaan cairan dalam tangki akan dipengaruhi
gravitasi sehingga membentuk pusaran (vortex). Vortex menunjukkan
keseimbangan antara gaya gravitasi dengan gaya inersia.
Hasil perhitungan bilangan Froude dari masing-masing impeller dengan
kecepatan putar 1-5 rps tercantum pada tabel IV.3 dan tabel IV.4. Dapat
diketahui bahwa menurut teori, bilangan Froude >1 baru menghasilkan vorteks
di sekitar pengaduk (impeller). Tetapi berdasarkan pengamatan dan
perhitungan yang telah dilakukan. Data perhitungan bilangan Froude >1 pada
variabel 5 pada semua jenis impeller yang digunakan, tetapi berdasarkan
pengamatan terjadinya vorteks sudah terjadi pada variabel 3 untuk impeller
propeller dan pada variabel 2 untuk impeller turbine. Ketidaksesuaian dengan
teori disebabkan karena pengertian dari bilangan Froude sendiri yaitu ukuran
rasio tegangan inersia terhadap gaya gravitasi per satuan luas yang bekerja
pada fluida dalam tangki. Luas tangki yang digunakan dalam praktikum kami
lebih kecil dibandingkan dengan teori yang menyatakan bilangan Froude >1
baru bisa menghasilkan vorteks. Semakin besar luas tangki yang digunakan
semakin besar pula bilangan Froude yang diperoleh untuk digunakan sebagai
parameter terbentuknya vorteks. Dan perbedaan ini disebabkan karena
kesalahan dalam mengukur diameter impeller yang digunakan, karena diameter
impeller sangat berpengaruh pada perhitungan bilangan Froude.

F. SIMPULAN DAN SARAN


Simpulan
Berdasarkan data pengamatan, pola aliran yang dihasilkan dengan
menggunakan impeller propeller yaitu axial, sedangkan pola aliran yang
dihasilkan dengan menggunakan impeller turbine yaitu radial dan tangensial.
Berdasarkan data perhitungan, power dan torsi yang dihasilkan berbanding
lurus dengan kecepatan rotasi impeller. Semakin besar kecepatan rotasinya,
semakin besar pula power dan torsi yang dihasilkan. Pada penggunaan impeller
propeller, vortex mulai terbentuk pada kecepatan rotasi 180 Rpm, sedangkan
pada penggunaan impeller turbine, vortex mulai terbentuk pada kecepatan
rotasi 120 Rpm. Apabila dianalisis dengan bilangan froude yang dihasilkannya,
maka tidak sesuai dengan teori, karena bilangan froude yang dihasilkan pada
kedua kecepatan rotasi tersebut masih kurang dari 1, dimana teori tersebut
menyatakan bahwa terbentuknya votex terjadi apabila bilangan froude lebih
dari 1. Ketidaksesuaian ini dikarenakan luas area tangki pada percobaan ini
lebih besar dari pada luas area tangki pada teori. Semakin luas area tangki
maka semakin besar pula bilangan froude yang diperoleh sehingga vortex lebih
cepat terbentuk.
Saran
Pelajari terlebih dahulu mengenai pola-pola aliran, hal ini bertujuan untuk
mempermudah pada saat mengamati pola aliran yang terjadi dalam percobaan.

DAFTAR PUSTAKA

Mc. Cabe, W.L. 1985. Unit Operation of Chemical Engineering. Tioon Well
Finishing Co. Ltd. Singapura.
Brown, George Granger. 1893. Unit Operations. New Delhi: CBS Publishers and
Distributors.
Geankoplis, Christie J. 1993. Transport Processes and Unit Operations. New
Jersey: Prentice-Hall International, Inc.

Вам также может понравиться