Вы находитесь на странице: 1из 106

RENCANA AKSI

PANGAN DAN GIZI NASIONAL


2001-2005

PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA


BEKERJASAMA DENGAN
WORLD HEALTH ORGANIZATION
AGUSTUS, 2000
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000

KATA PENGANTAR

Keadaan gizi masyarakat ditentukan oleh banyak faktor yang berkaitan


mulai dari produksi pangan, distribusi dan pemasaran, hingga ke tingkat
konsumsi makanan dalam keluarga yang dipengaruhi oleh pengetahuan dan
perilaku. Oleh karena itu, perbaikan gizi harus merupakan rangkaian upaya terus
menerus mulai dari perumusan masalah, tujuan yang jelas, pemilihan prioritas,
penentuan strategi yang tepat, identifikasi kegiatan yang tepat, serta adanya
kejelasan tugas pokok dan fungsi institusi yang berperan di berbagai tingkat
administrasi.
Dalam kerangka pikir inilah Rencana Aksi Pangan dan Gizi Nasional
(RAPGN) 2001-2005 disusun. Materi yang digunakan dalam proses penyusunan
RAPGN ini antara lain meliputi Komitmen Global bidang Pangan dan Gizi; GBHN
1999-2004 dan penjabarannya dalam Program Pembangunan Nasional
(Propenas) Pertanian dan Ketahanan Pangan serta Kesehatan; dan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi bidang pangan dan gizi. Proses
penyusunan RAPGN, melibatkan berbagai fihak baik pemerintah maupun non-
pemerintah meliputi instansi terkait di tingkat Pusat maupun Daerah, lembaga
legislatif, perguruan tinggi, organisasi profesi, dan LSM.
RAPGN ini merupakan acuan utama bagi para pengambil keputusan dalam
penyusunan rencana program pangan dan gizi secara terkoordinasi baik di
tingkat Pusat, Propinsi dan Kabupaten/Kota.

Jakarta, Agustus 2000


Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat
Departemen Kesehatan RI
Selaku Sekretaris I - Pengarah
Tim Koordinasi Penanggulangan
Masalah Pangan dan Gizi Tingkat Pusat

Prof. Dr. dr. Azrul Azwar, MPH

i
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000

DAFTAR SINGKATAN

AKG = Angka Kecukupan Gizi


ASI = Air Susu Ibu
Balita = Bawah lima tahun
BBLR = Bayi Berat Lahir Rendah
BBSR = Berat Badan Sangat Rendah
Deptan = Departemen Pertanian
Depkes = Departemen Kesehatan
Depdiknas = Departemen Pendidikan Nasional
Ditjen POM = Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan
DOLOG = Depot Logistik
GAKY = Gangguan Akibat Kurang Yodium
GBHN = Garis-garis Besar Haluan Negara
HDI = Human Development Index
IDD = Iodine Deficiency Disorders
IKM = Industri Kecil dan Menengah
IMT = Indeks Massa Tubuh
IPB = Institut Pertanian Bogor
IQ = Intelligence Quotient
JPS = Jaring Pengaman Sosial
Kadarzi = Keluarga Mandiri Sadar Gizi
KEP = Kurang Energi dan Protein
KEK = Kurang Energi Kronis
KIA = Kesehatan Ibu dan Anak
KIE = Komunikasi, Informasi dan Edukasi
Kkal = Kilo Kalori
KLB = Kejadian Luar Biasa
KUT = Kredit Usaha Tani
KTA = Kelompok Tani Andalan
KVA = Kurang Vitamin A
Lila = Lingkar Lengan Atas
LSM = Lembaga Swadaya Masyarakat
Litbang = Penelitian dan Pengembangan
MP-ASI = Makanan Pendamping Air Susu Ibu
Naker = Tenaga Kerja
OPK = Operasi Pasar Khusus
PKG = Pemantauan Konsumsi Gizi
PSG = Pemantauan Status Gizi
PKK = Pembinaan Kesejahteraan Keluarga
PPH = Pola Pangan Harapan
PSKPG = Pusat Studi Kewaspadaan Pangan dan Gizi
PUGS = Pedoman Umum Gizi Seimbang

ii
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000

SKPG = Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi


SKRT = Survei Kesehatan Rumah Tangga
SUSENAS = Survei Sosial Ekonomi Nasional
SDM = Sumber Daya Manusia
TBABS = Tinggi Badan Anak Baru Masuk Sekolah
TGR = Total Goiter Rate
TPG = Tim Pangan dan Gizi
WUS = Wanita Usia Subur

iii
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ........................................................................................ i

DAFTAR SINGKATAN ..................................................................................... ii

DAFTAR ISI ................................................................................................. iv

SAMBUTAN:
Menteri Dalam Negeri RI ....................................................................... vi
Menteri Kesehatan RI............................................................................ ix
Menteri Pertanian RI ............................................................................. xi
Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI ........................................... xiii

RINGKASAN EKSEKUTIF ............................................................................... 1

I. PENDAHULUAN..................................................................................... 3
A. Latar Belakang ................................................................................ 3
B. Tujuan Penyusunan Rencana Aksi Pangan dan Gizi Nasional (RAPGN) 5
C. Ruang Lingkup ................................................................................ 6
D. Proses Penyusunan ......................................................................... 6
E. Pengguna ........................................................................................ 6

II. PERAN PANGAN DAN GIZI DALAM PEMBANGUNAN ................................. 7


A. Dampak Kurang Gizi terhadap Kualitas Sumber Daya Manusia ............ 8
B. Investasi Gizi dan Pembangunan Ekonomi .......................................12

III. ANALISIS SITUASI PANGAN DAN GIZI...................................................15


A. Produksi dan Ketersediaan Pangan ..................................................15
B. Mutu dan Keamanan Pangan ...........................................................19
C. Konsumsi Pangan ...........................................................................21
D. Status Gizi Masyarakat ....................................................................23
E. Ketersediaan Data tingkat Kabupaten/Kota ......................................28

IV. TUJUAN DAN SASARAN .......................................................................28


A. Tujuan Umum ................................................................................28
B. Tujuan Khusus ...............................................................................28
C. Sasaran .........................................................................................28

V. KEBIJAKAN DAN STRATEGI BIDANG PANGAN DAN GIZI ........................31


A. Kebijakan .......................................................................................31
B. Strategi ..........................................................................................32

iv
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000

Halaman

VI. PEMANTAAPAN DAN PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN...........................34


A. Pemantapan Kelembagaan ..............................................................34
B. Pengembangan Kelembagaan .........................................................36

VII. PROGRAM ...........................................................................................41


A. Pengembangan Kelembagaan Pangan dan Gizi .................................41
B. Pengembangan Tenaga Pangan dan Gizi .........................................44
C. Peningkatan Ketahanan Pangan ......................................................47
D. Kewaspadaan Pangan dan Gizi ........................................................50
E. Pencegahan dan Penanggulangan Gizi Kurang dan Lebih ..................53
F. Pencegahan dan Penanggulanagn Kurang Zat Gizi Mikro ...................56
G. Peningkatan Perilaku Keluarga Sadar Pangan dan Gizi ......................60
H. Pelayanan Gizi di Institusi ..............................................................64
I. Pengembangan Mutu dan Keamanan Pangan ...................................65
J. Penelitian Pengembangan Pangan dan Gizi .....................................67

LAMPIRAN ...........................................................................................71
Tabel Rencana Aksi Pangan dan Gizi Nasional 2001-2005 ..............................72
Tabel Produksi beberapa Komoditas pangan menurut propinsi .......................84
Tabel Ketersediaan Energi ..........................................................................85
Tabel Ketersediaan Protein ..........................................................................86
Tabel Konsumsi Energi dan Protein ..............................................................87
Peta Status Gizi Balita (Susenas 1999)
Prevalensi Gizi Kurang menurut Propinsi ...............................................88
Prevalensi Gizi Buruk menurut Propinsi .................................................89
Peta GAKY ...........................................................................................90

v
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000

SAMBUTAN MENTERI DALAM NEGERI

Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa pembangunan nasional sesuai


GBHN 1999-2004, bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia
yang dilakukan secara berkesinambungan dan berkelanjutan. Indonesia Sehat
2010 merupakan visi pembangunan nasional yang ingin dicapai melalui
pembangunan kesehatan. Visi pembangunan pangan adalah terciptanya sistem
kesehatan pangan yang andal dan bertumpu pada optimalisasi pemanfaatan
potensi keragaman pangan.
Secara garis besar beberapa perubahan paradigma tentang kebijakan
penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan sebagai berikut :

Pertama, perubahan manajemen pemerintahan dan pembangunan yang


selama ini sangat diwarnai dengan kecenderungan pemusatan proses
manajemen pemerintah dan pembangunan telah kembali menjadi kebijakan
dalam pola manajemen pemerintahan dan pembangunan berupa pendistribusian
proses manajemen pemerintahan dan pembangunan kepada daerah.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah, maka daerah Kabupaten/Kota memiliki otonomi yang sangat luas.
Daerah dimaksud memiliki kewenangan untuk menyelenggarakan semua urusan
pemerintahan kecuali urusan politik luar negeri, pertahanan, keamanan,
peradilan, moneter dan fiskal, agama serta kewenangan perintah lainnya yang
ditetapkan dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999.

Kedua, Perubahan paradigma yang menghendaki seluruh stakeholders


ikut terilbat dalam proses penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan.
Bersamaan dengan itu, pemerintah yang selama ini berperan sebagai penentu
dan pelaku utama pembangunan berangsur-angsur berubah menjadi fasilitator,
sedangkan posisi masyarakat berubah dari sekedar objek menjadi subyek
pembangunan. Dunia usaha berorientasi pada pengusaha untuk memperoleh

vi
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000

fasilitas berubah menjadi pengusaha mandiri yang berorientasi pasar. Tanpa


memahami kecenderungan perubahan ini, sulit bagi kita melakukan reposisi
secara proaktif ke arah yang lebih baik, terutama dalam menghadapi arus
perubahan global.

Ketiga, perubahan paradigma dari tatanan birokrasi yang rigid (kaku)


dan kurang responsif menjadi tatanan birokrasi yang profesional dan berorientasi
pada pelayanan. Tatanan birokrasi yang saya sebutkan terakhir ini memerlukan
kompetensi sumberdaya aparatur yang proaktif yang mampu mengintegrasikan
aspek humanware (SDM) dengan technoware (Iptek) dan aspek organware
(organisasi) dengan inforware (informasi). Tanpa memiliki persyaratan ini, maka
akan sulit bagi aparatur pemerintah daerah untuk meningkatkan kualitas kinerja
pelayanan publik melalui pemberdayaan masyarakat, pemerataan dan keadilan
serta pendayagunaan potensi yang berbasis kebinekaan daerah.

Dalam rangka menghadapi pelaksanaan otonomi daerah, maka diperlukan


tenaga-tenaga yang mampu menjawab tantangan masa depan. Untuk itu
peranan Pemerintah Daerah baik Propinsi maupun Kabupaten/Kota dituntut
untuk meningkatkan Sumberdaya Manusia yang lebih handal agar pelaksanaan
manajemen pemerintahan dan pembangunan serta pelayanan terhadap publik
dapat berjalan seoptimal mungkin.

Pembangunan Nasional pada hakekatnya adalah suatu upaya pemerintah


bersama masyarakat untuk mensejahterakan bangsa. Pangan dan gizi yang
cukup akan sangat memberikan pengaruh terhadap peningkatan kualitas
Sumberdaya Manusia. Dengan ketahanan pangan dan gizi yang tinggi, negara
dapat menjamin suatu kestabilan sosial yang merupakan prasyarat untuk
pembangunan ekonomi. Dengan kata lain bahwa terwujudnya ketahanan pangan
dan gizi yang tinggi merupakan salah satu syarat tercapainya kesejahteraan
rakyat.

vii
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000

Dalam rangka mewujudkan sinkronisasi diharapkan Rencana Aksi Pangan


dan Gizi Nasional 2001-2005, dapat digunakan sebagai acuan dalam menyusun
program pangan dan gizi baik di Propinsi maupun di Kabupaten/Kota, dengan
penyesuaian terhadap kebutuhan dan kondisi daerah masing-masing.

Menteri Dalam Negeri RI

Surjadi Soedirja

viii
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000

SAMBUTAN MENTERI KESEHATAN

Gizi merupakan salah satu penentu kualitas sumberdaya manusia. Kurang


gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik dan perkembangan
kecerdasan, menurunkan produktivitas, menurunkan daya tahan, meningkatkan
kesakitan dan kematian.

Upaya perbaikan gizi masyarakat yang dilaksanakan secara intensif


selama 30 tahun terakhir telah dapat menurunkan prevalensi beberapa masalah
gizi utama, khususnya Kurang Energi Protein (KEP) pada Balita dari 37.5% pada
tahun 1989 menjadi 26,4% pada tahun 1999, Kurang Vitamin A (KVA) yang
ditunjukkan oleh prevalensi xeropthalmia (X1b) menurun dari 1,3% pada tahun
1980 menjadi 0,3% pada tahun 1992, dan Gangguan Akibat Kurang Yodium
(GAKY) pada tahun 1980 secara nasional sebesar 37,2%, turun menjadi 9.8%
pada tahun 1998. Anemia gizi pada ibu hamil turun dari 73% pada tahun 1986
menjadi 50.9% pada tahun 1995.

Namun demikian dibandingkan dengan sasaran yang telah ditetapkan baik


sasaran global maupun regional keadaan gizi di Indonesia masih jauh
ketinggalan dibandingkan dengan negara lain. Apalagi krisis yang muncul pada
tahun 1997 berakibat buruk pada status gizi masyarakat. Masalah gizi yang
perlu diprioritaskan pada masa mendatang adalah Kurang Energi Protein
(khususnya gizi buruk), Anemia Gizi, GAKY dan KVA. Sedangkan kurang gizi
mikro lain seperti Seng (Zn) dan Selenium (Se) serta gizi lebih diantisipasi sesuai
dengan besaran masalah yang ada di daerah.

Masalah gizi dipengaruhi oleh banyak faktor yang saling mempengaruhi


secara kompleks. Di tingkat rumahtangga, keadaan gizi dipengaruhi oleh
kemampuan rumah tangga, menyediakan pangan dalam jumlah dan jenis yang
cukup, asuhan gizi ibu dan anak yang dipengaruhi oleh faktor pendidikan dan
perilaku, serta keadaan kesehatan anggota rumah tangga. Oleh karena itu

ix
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000

penanganan masalah gizi memerlukan pendekatan yang terpadu, yang


mengarah pada pemberdayaan ekonomi keluarga, peningkatan kemampuan dan
ketrampilan asuhan gizi keluarga serta peningkatan cakupan dan kualitas
pelayanan kesehatan.

Rencana Aksi Pangan dan Gizi Nasional yang berisi tujuan, sasaran,
strategi dan program pangan dan gizi merupakan dokumen yang sangat penting
di dalam menjamin tercapainya upaya perbaikan gizi masyarakat. Dengan
Rencana Aksi Pangan dan Gizi diharapkan adanya kesamaan persepsi, visi dan
misi program pangan dan gizi para penentu kebijakan dan perencana di tingkat
Kabupaten/Kota, Propinsi dan Pusat.

Mudah-mudahan dengan tersusunnya perencanaan program pangan dan


gizi yang baik di Kabupaten/Kota masalah gizi dapat segera diatasi. Sesuai
dengan kesepakatan dunia, masalah KEP, KVA, GAKY dan Anemia harus
dieliminasi minimal sepertiganya agar kualitas hidup manusia meningkat.

Menteri Kesehatan RI

Dr. Achmad Sujudi

x
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000

SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN

Ketahanan pangan merupakan satu pilar bagi pemantapan ketahanan


nasional. Oleh karena itu GBHN 1999-2004 mengamanatkan perwujudan
ketahanan pangan diletakkan sebagai salah satu prioritas pembangunan
nasional, dan dilaksanakan berbasis pada keragaman sumber daya, kelembagaan
dan budaya lokal. Sektor pertanian mempunyai peran strategis dalam
mewujudkan ketahanan pangan tersebut khususnya dibidang produksi pangan,
yang sekaligus memberdayaan masyarakat pertanian di pedesaan. Sehubungan
dengan itu Departemen Pertanian merumuskan dua program utama
pembangunan pertanian yaitu : (1) Peningkatan Ketahanan Pangan dan (2)
Pengembangan Agribisnis.

Program Peningkatan Ketahanan Pangan difokuskan untuk


mengkoordinasikan aspek-aspek penting ketahanan pangan yaitu : (1)
Ketersediaan dan cadangan pangan, (2) Distribusi dan harga pangan, (3)
Keanekaragaman konsumsi pangan, dan (4) Kewaspadaan pangan, termasuk
mutu dan keamanannya. Dalam hal ketersediaan pangan, kebijakan yang
ditempuh adalah sejauh mungkin memenuhi kebutuhan pangan utama yang
terus bertambahn dan semakin beragam dari produksi dalam negeri. Tantangan
dalam meningkatkan produksi ini cukup besar, karena sumberdaya lahan dan air
pemanfaatannya semakin kompetitif dengan penggunaan untuk kegiatan
ekonomi lainnya, seperti industri dan pemukiman.

Dalam rangka menjamin aksesibilitas seluruh warga masyarakat terhadap


pangan yang cukup dengan harga terjangkau, kelancaran dan efisiensi sistem
distribusi pangan serta stabilitas harga pangan pokok strategis perlu senantiasa
ditingkatkan. Sistem informasi ketahanan pangan yang handal perlu terus
dibangun untuk kelompok rawan pangan dan mengefektifkan penyaluran
bantuan pangan serta upaya pemupukan cadangan pangan yang sesuai dengan
kondisi lokal. Disamping itu insentif ekonomi dan dukungan prasarana diperlukan

xi
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000

agar mampu memfasilitasi peningkatan produksi dan penyediaan pangan yang


memberikan pendapatan layak bagi para pelakunya. Pengembangan
penganekaragaman pangan diupayakan dalam kerangka konsumsi pangan dan
gizi yang cukup dan berimbang, yang bersamaan dengan itu diharapkan
mengurangi ketergantungan pangan pokok terhadap beras. Hal ini diupayakan
dengan pengembangan teknologi yang inovatif untuk meningkatkan daya tarik
dan martabat komoditas pangan lokal, agar mampu mensubtitusi komoditas
pangan pokok seperti beras dan terigu.

Ketahanan pangan diwujudkan bersama-sama oleh pemerintah dan


masyarakat. Pemerintah berperan dalam perencanaan pengaturan, pengendalian
dan fasilitasi agar masyarakat dapat melaksanakan dengan baik proses produksi,
perdangangan/distribusi, peningkatan mutu dan keanekaragaman konsumsi,
serta pengembangan sistem kewaspadaan pangan dan gizi. Sehubungan dengan
itu, saya mendukung sepenuhnya upaya untuk mensinergikan buku Rencana
Aksi Pangan dan Gizi Nasional 2001-2005 ini menjadi acuan pemerintah pusat
dan daerah serta masyarakat dalam melaksanakan upaya-upaya mewujudkan
ketahanan pangan sebagaimana diuraikan di atas.

Semoga upaya kita semua mendapat ridho dan rakhmat dari Tuhan yang
maha kuasa, dan bermakna bagi pembangunan nasional.

Menteri Pertanian RI

Muhammad Prakosa

xii
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000

SAMBUTAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN

Saya menyambut gembira atas penerbitan buku Rencana Aksi Pangan


dan Gizi Nasional 2001-2005, dan penyusunan buku ini diharapkan dapat
dijadikan salah satu acuan bagi pengambil keputusan dalam penyusunan
rencana program perbaikan gizi secara terkoordinasi baik di tingkat pusat
maupun tingkat propinsi dan kabupaten.
Pangan yang dikonsumsi oleh masyarakat pada dasarnya mengalami
suatu mata rantai proses, mulai dari proses produksi, penyimpanan,
pengangkutan, peredaran sampai ke tangan konsumen, agar keseluruhan mata
rantai tersebut memenuhi persyaratan maka diperlukan sistem pengaturan,
pembinaan dan pengawasan yang efektif antara lain dibidang keamanan pangan,
mutu dan gizi serta label dan iklan dan juga perlindungan konsumen. Dalam hal
ini pemerintah sudah memulai dengan adanya UU RI No. 7 Tahun 1996 tentang
Pangan dan UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
Dalam upaya perbaikan mutu pangan, salah satu kebijakan pemerintah
telah ditempuh melalui program fortifikasi. Hal yang menggembirakan adalah
program tersebut telah dilakukan oleh beberapa produsen pada berbagai produk
makanan.
Selanjutnya mengenai distribusi pangan bagi industri dengan skala besar
pada umumnya mempunyai sistim distribusi yang baik, melalui distributor, agen
dan pengencer, sehingga pangan tersebut sampai ke konsumen tetap aman
dikonsumsi, sedangkan industri skala menengah dan kecil pada umumnya
didistribusikan melalui agen atau bahkan dilaksanakan sendiri pada sekitar lokasi
dengan waktu simpan yang relatif singkat. Dalam hal ini pembinaan dan
pengawasan terpadu ditingkat propinsi dan kabupaten diperlukan secara terus
menerus dan konsisten, sehingga pangan sebagai kebutuhan dasar manusia
senantiasa tersedia cukup setiap waktu, aman, bermutu, bergizi dan beragam
dengan harga yang terjangkau oleh daya beli masyarakat.

xiii
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000

Demikian, akhir kata saya ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah memungkinkan disusunnya buku ini, semoga dapat bermanfaat bagi kita
semua.
Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI

Luhut B. Pandjaitan

xiv
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000

RINGKASAN EKSEKUTIF

Kesepakatan global dalam bidang pangan dan gizi terutama World Summit
for Children 1990, International Conference on Nutrition 1992 di Roma, dan World
Food Summit 1996 menetapkan sasaran program pangan dan perbaikan gizi yang
harus dicapai oleh semua negara. Sasaran global tersebut sampai saat ini menjadi
salah satu acuan pokok di dalam pembangunan program pangan dan gizi di semua
negara, termasuk Indonesia.
Pembangunan program pangan dan gizi di Indonesia selama 30 tahun
terakhir menunjukkan hasil yang positif. Analisis penyediaan pangan tahun 1999
secara makro disimpulkan bahwa persediaan energi dan protein per kapita/hari
masing-masing sebesar 2890 Kkal dan 62,7 gram, telah memenuhi kecukupan yang
dianjurkan. Masalah pangan baru terlihat pada tingkat konsumsi rumahtangga.
Data tahun 1998 menunjukkan bahwa antara 49% sampai 53% rumahtangga di
berbagai daerah mengalami defisit energi (konsumsi <70% kebutuhan energi).
Defisit pangan di tingkat rumahtangga disertai distribusi pangan antar anggota
keluarga yang tidak baik didasari pengetahuan/perilaku gizi yang bleum memadai
berakibat munculnya masalah kurang gizi.
Gambaran makro perkembangan keadaan gizi masyarakat menunjukkan
kecenderungan yang sejalan. Prevalensi kurang energi protein pada balita turun
dari 37,5% pada tahun 1989 menjadi 26,4% pada tahun 1999. Penurunan serupa
juga terjadi pada prevalensi masalah gizi lain. Prevalensi gangguan akibat kurang
yodium, kurang vitamin A dan anemia gizi pada tahun 1998 masing-masing 9,8%,
0,3% dan 50,9%. Dibandingkan dengan sasaran global yang disepakati, keadaan
gizi masyarakat di Indonesia masih jauh ketinggalan. Sebagai contoh, pada tahun
2005 diharapkan terjadi penurunan prevalensi kurang energi protein menjadi 20%,
gangguan akibat kurang yodium menjadi 5%, anemia gizi menjadi 40%, dan bebas
masalah kebutaan akubat kurang vitamin A.
Krisis ekonomi yang terjadi sejak 1997 semakin memperburuk keadaan gizi
masyarakat. Selama krisis ada kecenderungan meningkatnya prevalensi gizi kurang
dan gizi buruk terutama pada kelompok umur 6-23 bulan. Munculnya kasus-kasus
marasmus, kwasiorkor merupakan indikasi adanya penurunan ketahanan pangan
tingkat rumahtangga.
Upaya untuk mencegah semakin memburuknya keadaan gizi masyarakat di
masa mendatang harus dilakukan segera dan direncanakan sesuai masalah daerah
sejalan dengan kebijakan pemerintah dalam pelaksanaan desentralisasi. Undang-
Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, Undang-Undang
Nomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat
dan Daerah, dan Peraturan Pemerintah Nomor 25 tahun 2000 tentang Kewenangan

1
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000

Pemerintah dan Propinsi sebagai Daerah Otonom, mengatur kewenangan


pemerintah Daerah dalam merencanakan dan melaksanakan pembangunan,
termasuk pembangunan di bidang Pangan dan Gizi. Iklim baru ini merupakan
peluang untuk percepatan pencapaian sasaran nasional dan global. Adanya
kebijakan dan strategi yang tepat, program yang sistematis mulai dari
perencanaan, pelaksanaann dan pemantauan akan sangat mendukung pencapaian
sasaran nasional.
Sejalan dengan sasaran global dan perkembangan keadaan pangan dan gizi
masyarakat, rumusan tujuan umum program pangan dan gizi 2001-2005 yaitu
menjamin ketahanan pangan tingkat keluarga, mencegah dan menurunkan
masalah gizi untuk mewujudkan hidup sehat dan status gizi optimal. Tujuan khusus
program pangan dan gizi 2001-2005 meliputi: (a) Meningkatnya ketersediaan
komoditas pangan pokok dalam jumlah yang cukup, kualitas yang memadai dan
tersedia sepanjang waktu melalui peningkatan produksi dan penganekaragaman
serta pengembangan produk olahan; (b) Meningkatkan penganekaragaman
konsuumsi pangan untuk memantapkan ketahanan pangan tingkat rumahtangga;
(c) meningkatkan pelayanan gizi untuk mencapai keadaan gizi yang baik dengan
menurunkan prevalensi gizi-kurang dan gizi-lebih; dan (d) Meningkatkan
kemandirian keluarga dalam upaya perbaikan status gizi mencapai hidup sehat.
Menyadari faktor penyebab masalah gizi yang sangat komplek dan arah
kebijakan desentralisasi, perlu dirumuskan strategi program pangan dan gizi.
Secara spesifik strategi program pangan dan gizi 2001-2005 meliputi; (1)
Pemberdayaan keluarga dan masyarakat; (2) Pemantapan Kelembagaan Pangan
dan Gizi; (3) Pemantapan Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG); (4)
Advokasi dan Mobilisasi Sosial; (5) Penerapan sanksi terhadap pelanggaran
peraturan perundangan tentang pangan dan gizi termasuk fortifikasi pangan dan
peraturan tentang iklan dan label pangan.
Untuk mencapai tujuan dan sasaran yang ditetapkan, aksi pangan dan gizi
dijabarkan dalam 10 program yaitu (a) Pengembangan Kelembagaan Pangan dan
Gizi; (b) Pengembangan Tenaga Pangan dan Gizi; (c) Peningkatan Ketahanan
Pangan; d) Kewaspadaan Pangan dan Gizi; (e) Pencegahan dan Penanggulangan
Gizi-kurang dan Gizi-lebih; (f) Pencegahan dan Penanggulangan Kurang Zat
Gizimikro; (g) Peningkatan Perilaku Sadar Pangan dan Gizi; (h) Pelayanan Gizi di
Institusi; (i) Pengembangan Mutu dan Keamanan Pangan dan (j); Penelitian dan
Pengembangan Pangan dan Gizi. Di bagian akhir dari dokumen setiap program
diuraikan lebih rinci mencakup strategi yang lebih operasional, kelompok sasaran,
kegiatan dan indikator keberhasilan.

EMPAT FAKTOR UNTUK MENCAPAI GIZI


PENDUDUK YANG OPTIMAL:
1) CUKUP PANGAN, 2) POLA ASUH UNTUK KELOMPOK
RAWAN, 3) HIDUP SEHAT, 4) LINGKUNGAN SEHAT
2
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000

I. PENDAHULUAN Gizi yang baik diperlukan


untuk hidup sehat

A. Latar belakang
Tujuan utama pembangunan nasional adalah peningkatan kualitas sumber
daya manusia yang dilakukan secara berkelanjutan. Indonesia Sehat 2010
merupakan visi pembangunan nasional yang ingin dicapai melalui pembangunan
kesehatan. Visi pembangunan gizi adalah Mewujudkan keluarga mandiri
sadar gizi1 untuk mencapai status gizi masyarakat/keluarga yang
optimal. Visi pembangunan pangan adalah Terciptanya sistem ketahanan
pangan2 yang andal dan bertumpu pada optimalisasi pemanfaatan
potensi produksi dan keragaman pangan nasional. Untuk mencapai visi
pangan dan gizi tersebut dibutuhkan suatu rencana aksi (plan of action) nasional
yang dapat digunakan sebagai acuan untuk lembaga pemerintah dan lembaga non-
pemerintah di tingkat Pusat, Propinsi, Kabupaten/Kota.

Mengikuti komitmen global:The Global Strategy for Health for All 1981, The
World Summit for Children 1990, The World Declaration and Plan of Action for
Nutrition 1992, The Forty-eight World Health Assembly 1995, World Food Summit
1996, Health for All in the Twenty-first Century 1998, yang pada khususnya
kesepakatan semua negara untuk menghapuskan kelaparan dan memberikan
mandat ketahanan pangan dan peningkatan gizi anak, maka Indonesia perlu
menyusun secara konkrit kebijakan, strategi dan program di bidang pangan dan
gizi.

Dari rencana aksi nasional ini selanjutnya dapat disusun rencana aksi daerah
dengan pemikiran bahwa kebutuhan dan masalah gizi penduduk sangat bervariasi

1
Keluarga Mandiri Sadar Gizi adalah keluarga yang menerapkan perilaku gizi yang baik dan benar,
dapat mengenali masalah gizinya sendiri, mampu mengidentifikasi potensi sumber daya yang dimiliki
keluarga, mampu mengambil langkah-langkah untuk mengatasi masalah yang ada.
2
Ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari
tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau.

3
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000

antar Propinsi dan kabupaten/kota, bahkan antar kecamatan. Masalah gizi-kurang3


atau berat badan rendah yang diderita oleh lebih dari 6 juta anak balita sampai
dengan akhir tahun 1999 akan berdampak negatif pada keadaan gizi dari sepertiga
anak usia sekolah. Keadaan ini akan mengurangi tingkat produktivitas pada usia
berikutnya. Secara nasional hasil analisis pemantauan konsumsi gizi (1995-1998)
menunjukkan bahwa rata-rata asupan energi dan protein mendekati Angka
Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan: 2.150 Kkal dan 46,2 gram protein. Akan
tetapi masih terdeteksi 43-50% rumahtangga masih mengkonsumsi energi kurang
dari 1500 Kkal dan 32 gram protein (<70% AKG). Lebih lanjut hasil analisis ini
menunjukkan bahwa krisis ekonomi memperburuk ketahanan pangan tingkat
rumahtangga dengan berkurangnya konsumsi sumber pangan hewani dan juga
buah-buahan. Dengan ketahanan pangan tingkat rumahtangga yang masih rendah
ini, tidak heran kalau masalah kurang energi dan protein, anemia gizi, kurang
vitamin A, gangguan akibat kurang yodium dan kurang zat gizi mikro lainnya masih
menjadi fokus utama dalam upaya perbaikan gizi untuk masa mendatang.

Deklarasi dunia di Roma The World Declaration and Plan of Action for
Nutrition, 1992 mencirikan bahwa masalah gizi berdimensi luas dan memerlukan
pendekatan multisektor untuk menanggulanginya. Untuk mengurangi dan
menghilangkan masalah gizi diperlukan kebijakan dan strategi yang kuat dan
menyeluruh. Deklarasi Dunia 1992 ini memberikan 9 goal dan 9 strategi untuk gizi
yang dapat digunakan sebagai acuan dalam memformulasi rencana kerja nasional.
Goal yang ingin dicapai adalah:
1. Menghilangkan kelaparan dan kematian akibat kelaparan
2. Menghilangkan berbagai jenis kelaparan dan penyakit yang berhubungan
dengan kurang gizi4 sebagai akibat dari bencana alam
3. Menghilangkan masalah kurang yodium dan vitamin A
4. Mengurangi kelaparan kronis
5. Mengurangi gizi-kurang, terutama pada bayi, balita, wanita usia subur
6. Mengurangi masalah kurang zat gizi mikro lainnya, termasuk zat besi
7. Mengurangi penyakit infeksi dan non-infeksi yang erat kaitannya dengan
makanan yang dikonsumsi.
8. Mengurangi berbagai masalah sosial berkaitan dengan peningkatan
penggunaan ASI
9. Mengurangi keadaan kesehatan diri dan lingkungan yang tidak memadai,
termasuk peningkatan penggunaan air bersih

Dan strategi yang direkomendasikan adalah:

3
Istilah gizi-kurang digunakan untuk merujuk pada masalah kurang energi protein (KEP). Khususnya
pada penentuan status gizi menggunakan indeks berat badan menurut umur. Digunakan dua
pengelompokan: gizi-kurang dengan berat badan rendah dan gizi-kurang dengan berat badan
sangat rendah.
4
Istilah kurang gizi digunakan untuk mengartikan kekurangan gizi secara umum.

4
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000

1. Menyatukan tujuan, kebijakan dan strategi berkaitan dengan gizi ke


dalam pengembangan kebijakan dan program pembangunan nasional
2. Meningkatkan ketahanan pangan tingkat rumahtangga
3. Melindungi konsumen melalui peningkatan kualitas dan keamanan
pangan
4. Mencegah dan meningkatkan tata laksana penyakit infeksi
5. Mempromosikan ASI dan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)
6. Meningkatkan pola asuh untuk kelompok rawan
7. Mencegah masalah kurang zat gizi mikro
8. Mempromosikan gizi seimbang dan hidup sehat
9. Memantau, menilai dan menganalisis situasi gizi secara terus menerus.

Berdasarkan uraian di atas penanggulangan masalah pangan dan gizi harus


mendapatkan prioritas utama. Dalam menetapkan rencana kerja, acuan yang
digunakan adalah komitmen global, tujuan/sasaran yang tertuang dalam GBHN
1999-2004, dan Propenas 2001-2005. Seiring dengan perubahan di bidang
administrasi ketatanegaraan dengan diterbitkannya UU no 22 tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah, UU no 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Daerah, dan PP nomor 25 tahun 2000 tentang
Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom, maka
diperlukan upaya-upaya yang cermat dalam penyusunan rencana pembangunan
daerah.

B. Tujuan Penyusunan Rencana Aksi Pangan dan Gizi Nasional (RAPGN)

Tujuan Umum:
Memberikan panduan dan arahan bagi penentu kebijakan di tingkat pusat,
Propinsi dan kabupaten/kota dalam menyusun rencana aksi untuk penurunan dan
pencegahan masalah pangan dan gizi.

Tujuan Khusus:
1. Mengembangkan wawasan penentu kebijakan dalam menilai dan menentukan
masalah pangan dan gizi dan prioritas penanganannya melalui implementasi
rencana kegiatan yang efektif dan efisien.
2. Meningkatkan kemampuan dalam merumuskan perencanaan, pelaksanaan dan
pemantauan program yang didukung oleh metodologi, standarisasi, norma dan
kriteria yang dapat dipertanggung jawabkan menurut besarnya masalah pangan
dan gizi di wilayah kerjanya.
3. Mempromosikan upaya menjaga kesinambungan program pangan dan gizi
kepada penentu kebijakan.
4. Memantapkan keterpaduan program melalui sistem pemantauan secara terus
menerus terhadap berbagai bentuk masalah pangan, efektivitas program, dan
kemajuan yang dicapai sesuai dengan indikator keberhasilan.

5
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000

C. Ruang Lingkup

Rencana aksi ini meliputi bidang pangan dan gizi berdasarkan pada besar
dan luas masalah pangan dan gizi yang mengacu pada GHBN, Propenas, serta
komitmen global. Secara rinci diuraikan peran pangan dan gizi dalam
pembangunan, analisis situasi pangan dan gizi. Pada bab berikutnya diuraikan
tujuan umum dan tujuan khusus, kebijakan dan strategi, kelembagaan, serta
program dan kegiatan.

D. Proses penyusunan

Penyusunan RAPGN didahului dengan pertemuan lintas sektor dan


pengkajian situasi pangan dan gizi. Presentasi draft dilakukan beberapa kali dengan
menerima usulan dari berbagai pihak (universitas, pemerintah, swasta, LSM,
organisasi profesi dan lintas sektor terkait tingkat pusat dan propinsi).

E. Pengguna

Rencana aksi pangan dan gizi nasional ini ditujukan untuk penentu kebijakan
di tingkat Pusat, Propinsi, kabupaten/kota, baik pemerintah, badan non-
pemerintah/swasta/LSM yang akan melaksanakan program perbaikan pangan dan
gizi.

Rencana aksi ini diharapkan akan menjadi dokumen nasional yang


menyatukan tujuan, kebijakan, strategi operasional, sasaran dan indikator
keberhasilan program pangan dan gizi yang tercantum pada Propenas 2001-2005
dalam bidang pertanian, kesehatan, industri.

Pada bagian akhir dari RAPGN ini disajikan tabel yang berisikan program,
kelompok sasaran, indikator, strategi, kegiatan dan instansi pelaksana dari
program pangan dan gizi di tingkat nasional. Setiap Propinsi, Kabupaten/Kota perlu
menyusun tabel serupa berdasarkan besaran masalah pangan dan gizi yang ada di
masing-masing daerah untuk menyusun Rencana Aksi Pangan dan Gizi Daerah
(RAPGD).

6
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000

Pangan merupakan
kebutuhan dasar bagi
II. PERAN PANGAN DAN GIZI kehidupan manusia
DALAM PEMBANGUNAN
Hak setiap orang untuk
memperoleh pangan
yang aman dan bergizi

Pembangunan suatu bangsa pada hakekatnya adalah suatu upaya


pemerintah bersama masyarakat untuk mensejahterakan bangsa. Pangan
merupakan kebutuhan dasar bagi kehidupan manusia. Dunia internasional dalam
World Food Summit tahun 1996 telah menegaskan kembali hak setiap orang untuk
memperoleh pangan yang aman dan bergizi, sama prinsipnya dengan hak untuk
memperoleh pangan yang cukup dan hak azasi setiap manusia untuk bebas dari
kelaparan. Berdasarkan hal tersebut, pemerintahan setiap negara peserta termasuk
Indonesia, mempunyai komitmen untuk memenuhi kecukupan pangan bagi setiap
warganya.

Kecukupan pangan bagi setiap orang hanya akan dicapai apabila suatu
negara atau daerah dapat mencapai suatu ketahanan pangan atau food security.
Menurut Undang-Undang No.7 tahun 1996 tentang Pangan, yang dimaksud dengan
ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang
tercermin dari tersedianya pangan yang cukup baik jumlah maupun mutunya,
aman, merata, dan terjangkau. Secara internasional, oleh FAO (1996) ketahanan
pangan diartikan bahwa semua rumah tangga mempunyai akses terhadap pangan
baik secara pisik maupun ekonomi sehingga setiap keluarga tidak beresiko
kekurangan gizi.

Dengan pengertian diatas diketahui adanya kaitan erat antara ketahanan


pangan dan status gizi masyarakat. Dalam konteks ini masalah pangan tidak cukup
ditinjau dari segi produksi tetapi juga memerlukan peninjauan aspek ketersediaan
pangan, keterjangkauannya terhadap daya beli, dan kestabilan harga. Sebagai
contoh, sejak Indonesia mencapai swasembada beras tahun 1984, poduksi pangan
khususnya beras, rata-rata nasional cukup bahkan pernah melebihi rata-rata
kebutuhan penduduk. Tetapi data menunjukkan bahwa pada masa tersebut
prevalensi gizi-kurang pada kelompok penduduk tertentu, terutama wanita hamil
dan anak balita, masih tinggi. Dengan contoh tersebut dapat dipahami juga bahwa

7
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000

dengan ketahanan pangan, masalah pangan tidak cukup hanya ditinjua pada
tingkat nasional dan regional, seperti yang selama ini dilakukan, tetapi juga di
tingkat daerah, kelompok masyarakat sampai tingkat keluarga.

Dengan pemahaman seperti diatas, terwujudnya ketahanan pangan


merupakan salah satu syarat tercapainya kesejahteraan rakyat. Salah satu tanda
atau indikator kesejahteraan rakyat adalah apabila setiap orang baik laki-laki
maupun perempuan, anak, dewasa dan lanjut usia, kaya dan miskin, semuanya
berstatus gizi baik. Artinya mereka semuanya tercukupi kebutuhan pangannya,
serta dalam keadaan sehat jasmani dan rohani. Mereka yang keadaan gizinya baik,
adalah mereka yang terbebas dari masalah gizi yaitu masalah yang timbul akibat
kekurangan gizi atau kelebihan gizi. Akibat kekurangan gizi atau kurang gizi
menimbulkan gangguan kesehatan atau penyakit gizi-kurang, sedang akibat
kelebihan gizi menimbulkna gangguan kesehatan atau penyakit gizi-lebih. Oleh
karena di Indonesia masalah kekurangan gizi masih lebih besar daripada masalah
kelebihan gizi, maka pembahasan dalam buku ini ditekankan pada masalah gizi-
kurang. Sedang masalah gizi-lebih hanya disinggung seperlunya.

A. Dampak Kurang Gizi terhadap Kualitas Sumber Daya Manusia

Paradigma pembangunan nasional yang berorientasi global dan berwawasan


ilmu pengetahuan dan teknologi, tidak akan terlaksana tanpa peningkatan kualitas
sumberdaya manusia (SDM). Salah satu indikator pengukur tinggi rendahnya
kualitas SDM adalah indeks kualitas hidup (Human Developmen Index-HDI). Tahun
2000, peringkat HDI Indonesia sangat rendah yaitu urutan ke-109 dari 174 negara.
Sedangkan HDI negara-negara ASEAN berada urutan lebih tinggi , seperti Malaysia
56, Filipina 77, Thailand 67, Singapura 22, dan Brunai 25. Tiga faktor utama
penentu HDI yang dikembangkan oleh UNDP adalah pendidikan, kesehatan, dan
ekonomi. Ketiga faktor tersebut erat kaitannya dengan status gizi masyarakat.

Status gizi masyarakat dapat digambarkan terutama pada status gizi anak
balita dan wanita hamil. Secara umum dapat dikatakan bahwa suatu bangsa yang
kelompok penduduk balita dan wanita hamilnya banyak menderita gizi-kurang,
maka bangsa itu akan menghadapi berbagai masalah sumber daya manusia.
Masalah tersebut antara lain:

1) Tingginya angka bayi yang lahir dengan berat badan lahir rendah (BBLR) akibat
ibunya menderita kurang energi dan protein waktu hamil. BBLR berkaitan
dengan tingginya angka kematian bayi dan balita. BBLR juga dapat berpengaruh
pada gangguan pertumbuah fisik dan mental anak. Gizi-buruk pada anak balita
juga dapat berdampak pada penurunan tingkat kecerdasan atau IQ. Setiap anak
bergizi buruk mempunyai resiko kehilangan IQ 10-13 poin. Pada tahun 1999
diperkirakan terdapat kurang lebih 1,7 juta anak bergizi buruk. Berarti terdapat

8
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000

potensi kehilangan IQ sebesar 22 juta poin IQ. Potensi kehilangan IQ sebesar


50 poin IQ per orang juga terdapat pada penduduk yang tinggal di daerah
rawan gangguan akibat kurang yodium (GAKY). Diperkirakan terdapat 42 juta
orang tinggal di daerah rawan GAKY, sehingga dari kelompok penduduk
tersebut potensi kehilangan IQ sebesar 190 juta poin IQ.
2) Banyak anggota masyarakat dewasa yang produktivitasnya rendah, karena
menderita kurang zat besi. Buruh yang kurang zat besi produktivitasnya dapat
menurun antara 10-30 persen dari mereka yang sehat. Kurang zat besi pada
wanita hamil meningkatkan risiko kematian wanita waktu melahirkan, dan
meningkatkan resiko bayi yang dilahirkan juga kurang zat besi. Bayi yang
kurang zat besi dapat berdampak pada gangguan bertumbuhan sel-sel otak
yang kemudian hari juga dapat mengurangi IQ anak.
3) Kurang vitamin A yang juga banyak diderita anak balita selain berdampak pada
resiko kebutaan juga resiko kematian balita karena infeksi. Dengan kata lain
kurang vitamin A ikut berperan pada tingginya angka kematian balita di
Indonesia dan berpotensi terhadap rendahnya produktivitas kerja orang dewasa
karena tuna netra.
4) Secara umum gizi-kurang pada anak balita dan wanita hamil dapat menciptakan
generasi yang secara fisik dan mental lemah. Generasi yang demikian akan
menjadi beban masyarakat dan pemerintah. Telah dibuktikan keluarga dan
pemerintah mengeluarkan biaya kesehatan yang tinggi, karena banyak
warganya yang mudah jatuh sakit karena kurang gizi. Selain itu merupakan aib
bangsa karena banyaknya bayi, balita, dan ibu melahirkan meninggal yang
seharusnya dapat dicegah apabila keadaan gizinya baik.

Mengapa banyak anak balita menderita kurang gizi. Banyak faktor


menyebabkan timbulnya kurang gizi. Bagan dibawah ini menyajikan berbagai
faktor penyebab kurang gizi yang diperkenalkan UNICEF dan telah digunakan
secara internasional. Dari bagan ini terlihat tahapan penyebab timbulnya kurang
gizi pada anak balita, yaitu penyebab langsung, tidak langsung, akar masalah dan
pokok masalah. Oleh Soekirman (2000) bagan tersebut dijelaskan sebagai berikut.

9
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000

Dampak KURANG GIZI

Penyebab Makan Penyakit Infeksi


langsung Tidak Seimbang

Sanitasi dan Air


Penyebab Tidak Cukup Pola Asuh Anak Bersih/Pelayanan
Tidak langsung Persediaan Pangan Tidak Memadai Kesehatan Dasar
Tidak Memadai

Kurang Pendidikan, Pengetahuan dan Keterampilan

Pokok Masalah Kurang pemberdayaan wanita


di Masyarakat dan keluarga, kurang pemanfaatan
sumberdaya masyarakat

Pengangguran, inflasi, kurang pangan dan kemiskinan

Akar Masalah
Krisis Ekonomi, Politik,
(nasional)
dan Sosial

Bagan 1. Penyebab Kurang Gizi


(Disesuaikan dari bagan UNICEF, 1998: The State of the Worlds Children 1998. Oxford Univ. Press)

Pertama, penyebab langsung yaitu makanan anak dan penyakit infeksi yang
mungkin diderita anak. Timbulnya gizi-kurang tidak hanya karena makanan yang
kurang, tetapi juga karena penyakit. Anak yang mendapat makanan yang cukup
baik tetapi sering diserang diare atau demam, akhirnya dapat menderita kurang
gizi. Demikian juga pada anak yang makan tidak cukup baik, maka daya tahan
tubuhnya (imunitas) dapat melemah. Dalam keadaan demikian mudah diserang
infeksi yang dapat mengurangi nafsu makan, dan akhirnya dapat menderita kurang

10
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000

gizi. Dalam kenyataan keduanya (makanan dan penyakit) secara bersama-sama


merupakan penyebab kurang gizi.
Kedua, penyebab tidak langsung yaitu: ketahanan pangan di keluarga, pola
pengasuhan anak, serta pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan.
Ketahanan pangan di keluarga (household food security) adalah kemampuan
keluarga untuk memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota keluarganya dalam
jumlah yang cukup baik jumlah maupun mutu gizinya. Pola pengasuhan adalah
kemampuan keluarga dan masyarakat untuk menyediakan waktu, perhatian, dan
dukungan terhadap anak agar dapat tumbuh kembang dengan sebaik-baiknya
secara fisik, mental dan sosial. Pelayanan kesehatan dan kesehatan lingkungan,
adalah tersedianya air bersih dan sarana pelayanan kesehatan dasar yang
terjangkau oleh setiap keluarga yang membutuhkan. Ketiga faktor ini saling
berhubungan. Ketiga faktor penyebab tidak langsung tersebut berkaitan dengan
tingkat pendidikan, pengetahuan dan ketrampilan keluarga. Makin tinggi
pendidikan, pengetahuan dan ketrampilan, terdapat kemungkinan makin baik
tingkat ketahanan pangan keluarga, makin baik pola pengasuhan anak, dan makin
banyak keluarga memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada. Demikian juga
sebaliknya.
Ketahanan pangan keluarga terkait dengan ketersediaan pangan (baik dari hasil
produksi sendiri maupun dari pasar atau sumber lain), harga pangan dan daya beli
keluarga, serta pengetahuan tentang gizi dan kesehatan. Sebagai contoh, air susu
ibu (ASI) adalah makanan bayi utama yang seharusnya tersedia di setiap keluarga
yang mempunyai bayi. Makanan ini seharusnya dapat dihasilkan oleh keluarga
tersebut sehingga tidak perlu dibeli. Namun tidak semua keluarga dapat
memberikan ASI kepada bayinya oleh karena berbagai masalah yang dialami ibu.
Akibatnya, bayi tidak diberikan ASI atau diberi ASI dalam jumlah yang tidak cukup
sehingga harus diberikan tambahan makanan pendamping ASI (MP-ASI). Timbul
masalah apabila oleh berbagai sebab, misalnya kurangnya pengetahuan dan atau
kemampuan, MP-ASI yang diberikan tidak memenuhi persyaratan. Dalam keadaan
demikian, dapat dikatakan bahwa ketahanan pangan keluarga ini rawan karena
karena tidak mampu menyediakan makanan yang baik bagi bayinya sehingga
berisiko tinggi menderita kurang gizi.
Pola pengasuhan anak berupa sikap dan perilaku ibu atau pengasuh lain dalam
hal kedekatannya dengan anak, memberikan makan, merawat, kebersihan,
memberi kasih sayang dan sebagainya. Kesemuanya berhubungan dengan keadaan
ibu dalam hal kesehatan (fisik dan mental), status gizi, pendidikan umum,
pengetahuan dan ketrampilan tentang pengasuhan anak yang baik, peran dalam
keluarga atau di masyarakat, sifat pekerjaan sehari-hari, adat kebiasaan keluarga
dan masyarakat, dan sebagainya dari si ibu atau pengasuh anak.
Pelayanan kesehatan, adalah akses atau keterjangkauan anak dan keluarga
terhadap upaya pencegahan penyakit dan pemeliharaan kesehatan seperti

11
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000

iimunisasi, pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan, penimbangan anak,


penyuluhan kesehatan dan gizi, serta sarana kesehatan yang baik seperti
posyandu, puskemas, praktek bidan atau dokter, rumah sakit, dan persediaan air
bersih. Ketidak terjangkauan pelayanan kesehatan (karena jauh dan atau tidak
mampu membayar), kurangnya pendidikan dan pengetahuan, merupakan kendala
masyarakat dan keluarga memanfaatkan secara baik pelayanan kesehatan yang
tersedia Hal ini dapat berdampak juga pada status gizi anak..
Berbagai faktor langsung dan tidak langsung diatas, berkaitan dengan pokok
masalah yang ada di masyarakat dan akar masalah yang bersifat nasional.
Pokok masalah di masyarakat antara lain berupa ketidak berdayaan masyarakat
dan keluarga mengatasi masalah kerawanan ketahanan pangan keluarga, ketidak
tahuan pengasuhan anak yang baik, serta ketidak mampuan memanfaatkan
pelayanan kesehatan yang tersedia. Meningkatnya jumlah anak yang bergizi buruk
sampai 1,7 juta anak di Indonesia, dan prevalensi gizi buruk di daerah pengungsian
di NTT sebanyak 24 persen pada tahun 1998/1999 sejalan dengan meningkatnya
jumlah keluarga miskin akibat krisis ekonomi, politik dan keresahan sosial yang
melanda Indonesia sejak tahun 1997, seperti digambarkan pada bagan yang
diuraikan diatas.

B. Investasi Gizi dan Pembangunan Ekonomi5


Kebanyakan para ahli ekonomi berpendapat bahwa investasi ekonomi
merupakan salah satu cara untuk memperbaiki keadaan gizi masyarakat. Pendapat
tersebut didasarkan atas adanya kaitan antara masalah gizi-kurang dengan
kemiskinan seperti telah disinggung diatas. Namun demikian, perkembangan iptek
gizi pada dasawarsa terakhir memungkinkan perbaikan gizi dengan lebih cepat
tanpa harus menunggu perbaikan ekonomi. Beberapa negara dengan PDB (Product
Domestic Bruto) yang sama ternyata mempunyai angka prevalensi gizi-kurang pada
anak balita yang berbeda-beda. Zimbabwe misalnya, PDBnya lebih rendah dari
Namibia, tetapi status gizi anak balitanya lebih baik. Cina, PDBnya lebih rendah
dibanding negara-negara ASIA lainnya tetapi prevalensi balita gizi-kurangnya paling
rendah.
Perbaikan gizi masyarakat merupakan salah satu investasi pembangunan
ekonomi. Sampai tahun 1980-an banyak ahli ekonomi dan ahli perencanaan
pembangunan, termasuk Bank Dunia, mengartikan investasi dalam arti sempit.
Investasi pembangunan ekonomi artinya penanaman modal untuk membangun
industri barang dan jasa untuk menciptakan lapangan kerja. Titik berat investasi
adalah untuk membangun prasarana ekonomi seperti jalan, jembatan dan
transportasi. Pada waktu itu jarang sekali para perencana regional dan daerah

5
Disarikan dari Soekirman (2000). Ilmu Gizi dan Aplikasinya untuk Keluarga di Masyarakat (dalam
pencetakan)

12
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000

memasukkan perbaikan gizi, kesehatan dan pendidikan sebagai bagian suatu


investasi ekonomi.
Memasuki era tahun 1990-an, keadaan ini mulai berubah. Bank Dunia
misalnya, dalam tahun 1992 menyatakan bahwa perbaikan gizi merupakan salah
satu prioritas dalam memberikan pinjaman kepada negara berkembang sebagai
suatu investasi pembangunan. Dinyatakan oleh Bank Dunia bahwa: "Sumber daya
yang dialokasikan untuk perbaikan gizi adalah suatu investasi dengan keuntungan
jangka pendek dan jangka panjang yang nyata. Hasil investasi di bidang gizi
mendukung kebijakan pinjaman Bank Dunia yang ditujukan untuk menanggulangi
kemiskinan dan mendorong pertumbuhan ekonomi"

Adanya keterkaitan upaya perbaikan gizi dengan pembangunan ekonomi juga


dikemukakan oleh Sekretaris Jendral PBB Kofi Annan. Dalam salah satu pidatonya
dikatakan bahwa "Gizi yang baik dapat merubah kehidupan anak, meningkatkan
pertumbuhan fisik dan perkembangan mental, melindungi kesehatannya, dan
meletakkan fondasi untuk masa depan produktivitas anak".

Perubahan kebijakan pinjaman Bank Dunia dan perhatian PBB terhadap


pembangunan perbaikan gizi dibuktikan dengan meningkatnya alokasi pinjaman
Bank Dunia untuk proyek-proyek perbaikan gizi di negara berkembang yang
meningkat 18 kali lipat dari hanya US$50 juta tahun 1980-an menjadi US$900 juta
tahun 1990-an. Sejalan dengan beberapa badan PBB yang dipelopori oleh UNICEF
dalam berbagai konperensi internasional dalam tahun 1990-an merokemendasikan
agar 20 persen anggaran pembangunan dari PBB (global), nasional, regional dan
lokal, serta 20 persen dana negara donor, dialokasikan untuk pembangunani sektor
sosial, termasuk gizi dan kesehatan. Saran alokasi anggaran pembangunan untuk
sektor sosial atau pembangunan SDM ini dikenal dengan saran alokasi twenty-
twenty (20/20).

Kebijakan baru Bank Dunia dan pernyataan Sekjen PBB pada hakekatnya
memperkuat hasil riset para pakar gizi dan kesehatan mengenai adanya hubungan
antara pangan, gizi, kesehatan dan pembangunan ekonomi. Mekanisme hubungan
tersebut digambarkan secara sederhana oleh Martorell (1996), seorang pakar gizi
dari Amerika Serikat, dalam bagan sebagai berikut:

13
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000

Kemiskinan Ekonomi
Kurang Meningkat

Peningkatan Investasi Sektor


Perbaikan Gizi,
Produktivitas Sosial (Gizi, Kes,
tumbuh kembang
Pendidikan)
fisik & mental anak

Peningkatan Kualitas SDM

Bagan 2
Faktor yang berkaitan dengan upaya peningkatan sumber daya manusia

Dalam bagan tersebut nampak bahwa investasi di sektor sosial (gizi,


kesehatan, pendidikan) akan memperbaiki keadaan gizi masyarakat yang
merupakan salah satu faktor penentu untuk meningkatnya kualitas SDM. Dengan
meningkatnya kualitas SDM, akan meningkatan produktivitas kerja, yang
selanjutnya akan meningkatkan keadaan ekonomi. Dengan terjadinya perbaikan
ekonomi maka akan mengurangi kemiskinan dan selanjutnya akan meningkatkan
keadaan gizi, meningkatkan kualitas SDM, meningkatkan produktivitas dan
seterusnya.

14
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000

III. ANALISIS SITUASI


PANGAN DAN GIZI

Analisis situasi pangan dan gizi yang dipaparkan dalam dokumen ini meliputi
empat bidang yaitu: Produksi dan ketersediaan pangan, Konsumsi pangan, Mutu
dan keamanan pangan dan Gizi masyarakat.

Data yang digunakan dalam mengkaji situasi pangan dan gizi ini didasarkan
pada data laporan sektor terkait baik yang dari hasil pemantauan berkala maupun
dari hasil survei atau studi terserak yang direview dari berbagai lembaga penelitian.

A. Produksi dan Ketersediaan Pangan

Secara umum selama periode 1995-1998 produksi pangan nasional


cenderung menurun kecuali untuk komoditas jagung, ubi kayu dan ikan yang
cenderung meningkat (Tabel 1). Permasalahan produksi pangan yang serius
tampak pada komoditas pangan yang selama tahun 1995-1998 tidak mampu
mencapai laju produksi 2,0%, yang berarti laju peningkatan produksi dibawah 2.0%
tidak mampu mengimbangi laju peningkatan permintaan penduduk terhadap
komoditas pangan yang terus berkembang.

Produksi komoditas pangan yang dianggap menjadi ancaman bagi perbaikan


konsumsi pangan sekaligus juga ancaman bagi pembangunan ekonomi nasional
adalah kacang-kacangan terutama kedele, sayur, buah, daging, telur dan susu
(Tabel 1). Penyebab utama penurunan produksi pangan tersebut adalah lemahnya
kebijakan makroekonomi yang kurang berpihak pada pembangunan pangan dan
pertanian.

15
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000

Tabel 1. Produksi Pangan Tahun 1995 1998

Produksi (000 Ton)


Jenis Pangan Laju
1995 1996 1997 1998
(%)

1. Padi 49.744 51.102 49.377 49.237 -0,2

2. Palawija
a. Jagung 8.246 9.307 8.771 10.169 7,6
b. Ubi kayu 15.441 17.002 15.134 14.696 4,9
c. Ubi jalar 2.171 2.018 1.847 1.935 - 3,7
d. Kedelai 1.680 1.517 1.357 1.306 - 7,9
e. Kacang hijau 325 301 262 306 -0,8
f. Kacang tanah 760 738 688 692 -3,8

3. Sayur dan Buah


a. Sayuran 9.595 8.925 7.117 7.825 -6,1
b. Buah-buahan 10.922 8.292 8.175 7.257 -12,2

4. Daging
a. Daging ternak 632 654 656 605 -1,3
b. Daging unggas 876 947 899 621 -9,1

5. Telur dan Susu


a. Telur 736 780 765 530 -9,0
b. Susu 433 441 424 375 -4,5

6. Ikan
a. Ikan laut 3.293 3.384 3.561 3.616 3,2
b. Ikan darat 970 1.069 989 1.149 10.2

Sumber: Deptan (1997) dan BPS (1999)

Penurunan produksi beras cukup tajam terjadi pada tahun 1997 (49.4 juta
ton) dan 1998 (49.2 juta ton) sebagai akibat penurunan luas panen dari 11,57 juta
ha pada tahun 1996 menjadi 11,14 juta ha pada tahun 1997 dan penurunan
produktivitas dari 4,42 ton/ha tahun 1996 menjadi 4,20 ton pada tahun 1998.

Terjadinya penurunan luas panen dan produktivitas ini khususnya


disebabkan oleh: (1) mundurnya musim tanam akibat musim kemarau panjang
pada triwulan II tahun 1997 dan (2) meningkatnya harga sarana produksi secara
tajam pada saat krisis ekonomi (1997/98) yang mengakibatkan turunnya daya beli
petani terhadap sarana produksi (pupuk, obat-obatan dan pestisida, serta benih).

16
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000

Berbagai upaya untuk meningkatkan produksi pangan dan menanggulangi


kekeringan telah dilaksanakan, antara lain melalui rehabilitasi irigasi desa,
perluasan areal tanam di daerah transmigrasi, lahan perkebunan, lahan pasang
surut serta melalui penekanan kehilangan pasca panen, peningkatan penyediaan
sarana produksi dan kemudahan dalam memperoleh modal melalui kredit usaha
tani (KUT).

Produksi pangan hewani hasil ternak (daging ternak dan unggas, serta telur
dan susu) menunjukkan kecenderungan menurun selama lima tahun terakhir (Tabel
1). Menurunnya produksi daging, telur dan susu disebabkan oleh meningkatnya
harga pakan dan obat-obatan sebagai akibat krisis moneter, yang mengakibatkan
bangkrutnya usaha peternakan kecil dan menengah.

Sejalan dengan penurunan produksi berbagai jenis pangan utama seperti


yang disajikan pada Tabel 1, impor berbagai jenis pangan juga cenderung bertahan
bahkan meningkat selama kurun waktu 1995-1998. Impor pangan yang cukup
siknifikan dalam konteks pengurasan devisa adalah impor gandum/terigu, beras,
kedele, daging, sayur dan buah (Tabel 2). Total nilai impor pangan tersebut pada
tahun 1998 adalah sekitar 131 juta US dollar atau sekitar 1.2 triliyun rupiah yang
setara dengan anggaran belanja Departemen Kesehatan 1999/2000 dari APBN.
Situasi ketergantungan pada impor pangan ini dalam jangka panjang akan
meningkatkan kerentanan pada masalah pangan dan gizi.

Pada level ketersediaan, ketersediaan pangan nasional perkapita pertahun


dalam kurun waktu 1995-1998 cenderung menurun untuk komoditas beras,
kedele, daging, telur dan susu. Sebaliknya ketersediaan jagung, ubi kayu dan ikan
relatif tetap (Tabel 3).

Tabel 2. Impor Komoditas Pangan Utama Tahun 1995-1998 (000 Ton)

Jenis Pangan 1995 1996 1997 1998

1. Gandum 4.252,3 4.207,1 3.669,1 3.499,7


2. Beras 1.807,9 2.149,1 1.098,0 2.899,7
3. Jagung 969,1 616,9 349,7 297,5
4. Ubi kayu 0 0 0 0
5. Kedele 486,9 743,5 800.0 800.0
6. Daging 22,1 29,0 33,2 16,2
7. Telur 0,7 0,2 0,2 0,1
8. Susu 66,1 51,8 48,8 32,7
9. Ikan/kaleng 10,9 10,1 12,5 5,5
10. Tepung ikan 128,9 126,8 116,7 115,2
11. Sayur 101,2 126,3 107,4 163,5
12. Buah 113,6 90,7 175,5 46,6
Sumber: Deptan diolah Oleh PSKPG IPB dan Kantor Meneg Pangan dan Hortikultura (1999)

17
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000

Tabel 3. Ketersediaan (kg/kap/th) Beberapa Komoditas Pangan


Tahun 1995-1998

Jenis Pangan 1995 1996 1997 1998


1. Beras
152,1 159,8 149,1 147,2
2. Jagung
34,2 35,1 34,4 35,8
3. Ubi
57,8 61,9 60,2 56,9
kayu
11,0 11.1 9.0 6.8
4. Kedele
5,6 5,8 5,5 4,2
5. Daging
3,3 3,6 3,5 2,3
6. Telur
7,0 5,7 5,3 4,1
7. Susu
16,3 15,9 16,4 17,1
8. Ikan
Sumber: Deptan diolah Oleh PSKPG IPB dan Kantor Meneg Pangan dan Hortikultura (1999)

Seiring dengan fluktuasi ketersediaan pangan, ketersediaan energi dan


protein selama lima tahun terakhir (1995-1998) juga berfluktuasi, meski secara
umum masih dapat memenuhi, bahkan melebihi angka kecukupan pangan yang
dianjurkan menurut Widya Karya Pangan dan Gizi ke VI tahun 1998 sebesar 2550
Kalori/kapita/hari. (Tabel 4).

Dari segi komposisi, secara umum ketersediaan pangan masih dapat


dikatakan belum seimbang. Hal ini antara lain dicirikan oleh sangat tingginya
kontribusi pangan sumber karbohidrat, tidak hanya sebagai sumber energi tetapi
juga sebagai sumber protein, serta rendahnya ketersediaan pangan sumber protein,
vitamin dan mineral (kacang-kacangan, pangan hewani, sayuran dan buah-
buahan).

Tabel 4. Ketersediaan dan Tingkat Ketersediaan Energi dan Protein


Tahun 1995-1998
Energi Protein
Tahun Ketersediaan Tingkat Ketersediaan Tingkat
(kkal/kap/hr) Ketersediaan (g/kap/hr) Ketersediaan
(%)a) (%)a)
1995 3098 121,5 69,8 126,9
1996 3193 125,2 71,8 130.6
1997 2899 113,7 66,7 121,3
1998 2890 113,3 62,7 114,0
Sumber: Deptan diolah Oleh PSKPG IPB dan Kantor Meneg Pangan dan Hortikultura (1999)
Keterangan : a)% terhadap angka kecukupan energi dan protein pada tingkat ketersediaan yaitu
2550 kkal/kap/hari untuk energi dan 55 gr/kap/hari untuk protein

18
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000

Selama kurun waktu 1995-1998, kelompok padi-padian menyumbang energi


sebesar 62-66 persen, dan protein sebesar 56-61 persen (Tabel 5). Kacang-
kacangan sebagai kontributor protein kedua setelah beras menyumbang 19 persen
dari total ketersediaan protein. Ketersediaan protein dari pangan hewani
menunjukkan angka yang relatif tetap yaitu sekitar 10-11 g/org/hr. Angka tersebut
belum memenuhi anjuran ketersediaan protein dari pangan hewani sebesar 15
g/org/hr yang komposisinya terdiri atas 9 g protein ikan dan 6 g protein ternak.

Tabel 5. Komposisi Ketersediaan Pangan berdasarkan Kontribusi


Energi dan Protein Kelompok Pangan 1995-1998

Kelompok Bahan Kontribusi Energi (%) Kontribusi Protein (%)


Makanan 1995 1996 1997 1998 1995 1996 1997 1998
Padi-padian 62.46 63.7 66.15 64.83 56.45 58.07 58.58 60.82
Makanan berpati 6.33 6.8 7.25 6.86 2.51 2.68 2.74 2.78
Gula 5.2 5.39 5.77 4.19 0.06 0.06 0.06 0.05
Buah biji berminyak &
7.59 7.3 7.12 6.24 21.37 20.77 18.73 16.10
kacang-kacangan
Buah-buahan 2.1 1.6 1.83 1.73 1.09 0.84 0.93 0.89
Sayur-sayuran 1.58 1.28 1.14 1.35 3.54 2.96 2.49 3.09
Daging 1.26 1.28 1.31 0.97 3.61 2.93 3.84 3.17
Telur 0.42 0.47 0.48 0.35 1.52 1.6 1.65 1.16
Susu 0.36 0.28 0.31 0.24 0.87 0.7 0.69 0.59
Ikan 1.1 1.1 1.28 1.25 8.87 9.3 10.29 11.28
Minyak dan lemak 1.62 10.8 7.36 11.99 0.11 0.08 0.01 0.06

Jumlah 100,0 100,0 100,0 100.00 100,0 100,0 100,0 100,0


Sumber: Deptan diolah Oleh PSKPG IPB dan Kantor Meneg Pangan dan Hortikultura (1999)

Ketersediaan Energi dan protein per kapita per hari menurut propinsi tahun
1998 dapat dilihat pada Lampiran Tabel Ketersediaan Energi dan Ketersediaan
Protein.

B. Mutu dan Keamanan Pangan

Gambaran keadaan mutu dan keamanan pangan selama beberapa tahun


terakhir masih menunjukkan adanya permasalahan yang diindikasikan oleh:

1. Masih adanya peredaran produk pangan yang tidak memenuhi persyaratan,


khususnya dalam penggunaan bahan tambahan makanan seperti pewarna
berbahaya (rhodamin B, methanil yellow dan amaranth), pemanis buatan yang
digunakan untuk makanan jajanan (siklamat dan sakarin), formalin dan boraks
untuk mengawetkan beberapa produk pangan.

19
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000

2. Dalam hal label dan iklan, hasil survei Ditjen POM Departemen Kesehatan tahun
1998/1999 menemukan sebanyak 22.5 persen dari contoh produk pangan yang
diperiksa tidak memenuhi persyaratan label. Sedangkan survei pada tahun
1999/2000 menemukan sebanyak 13.70 persen produk pangan tidak memenuhi
persyaratan dan informasi label kurang lengkap. Disamping label yang tidak
memenuhi syarat, di pasaran masih cukup banyak ditemukan beredarnya
produk pangan yang telah kedaluwarsa.

3. Masih banyak dijumpai kasus keracunan makanan. Pada tahun 1995 dilaporkan
sejumlah 1.795 kasus dengan 37 korban yang meninggal. Selanjutnya pada
tahun 1998 dilaporkan 1.078 kasus keracunan dengan 9 kasus yang meninggal
(Tabel 6).
Tabel 6. Jumlah Kasus Keracunan dan Kematian karena
Ketidakamanan Pangan
Tahun Jumlah kasus keracunan Jumlah kematian
1995 1.795 37
1996 2.308 31
1997 3.919 6
1998 1.078 9
Sumber: Profil Kesehatan Indonesia, Depkes (1996-1999)

4. Masih rendahnya tanggungjawab dan kesadaran produsen serta distributor


tentang keamanan pangan yang diproduksi/diperdagangkannya, yang
diindikasikan oleh masih rendahnya penerapan cara bertani yang baik, cara
penanganan pangan yang baik dan cara pengolahan pangan yang baik dan
pengendalian titik kritis dan analisis bahaya, dan pendistribusian yang baik.
Pemeriksaan terhadap sarana produksi makanan/minuman dari 506 unit skala
rumahtangga, 1818 menengah dan besar pada tahun 1999/2000 menemukan
sejumlah masing-masing 44,9% dan 60,5% sarana tidak memenuhi persyaratan
higiene dan sanitasi. Pemeriksaan terhadap sarana distribusi produk pangan
dalam hal sanitasi, bangunan dan fasilitas yang digunakan, serta produk yang
dijual tahun 1999/2000 menemukan sebanyak 18,33% sarana yang tidak
memenuhi syarat sebagai distributor makanan.

5. Masih kurangnya kepedulian dan pengetahuan konsumen terhadap keamanan


pangan yang dicerminkan dari sedikitnya konsumen yang menuntut produsen
untuk menghasilkan produk pangan dan bermutu serta klaim konsumen jika
produk pangan yang dibeli tidak sesuai dengan informasi yang tercantum pada
label maupun iklan.

20
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000

C. Konsumsi Pangan
Informasi konsumsi pangan tingkat rumahtangga diperoleh dari hasil kajian
pemantauan konsumsi gizi (PKG) yang dilakukan setiap tahun oleh Direktorat Gizi
Masyarakat. Kajian konsumsi energi dan protein juga dilakukan berdasarkan data
Susenas tahun 1996 dan 1999 yang disajikan menurut Propinsi.

Menurut hasil PKG ditemukan secara umum rata-rata konsumsi energi dan
protein dari tahun 1995 sampai dengan 1998 tidak mengalami perubahan yang
nyata dan berkisar antara 2.150 KKal dan 46,2 gram protein (Tabel 7).

Tabel 7. Rata-rata dan tingkat kecukupan konsumsi Energi dan Protein


per kapita per hari (PKG 1995-1998)

Tahun Energi Protein


Rata2 %AKG Rata2 %AKG
1995 1999 93,0 46,0 99,6
1996 1969 91,6 49,5 106,5
1997 2050 95,3 49,9 108,0
1998 1990 92,6 49,1 106,3

Ketahanan pangan tingkat rumahtangga terlihat bermasalah setelah dihitung


jumlah rumahtangga yang mengkonsumsi energi kurang dari 1500 Kkal atau
kurang dari 32 gram protein per kapita per hari (<70% dari Angka Kecukupan Gizi).
Pada tahun 1995 terdeteksi 49% rumahtangga di wilayah perkotaan dan 53% di
wilayah pedesaan mengalami defisit energi. Ada tendensi pengurangan prevalensi
tahun 1996, akan tetapi rumahtangga dengan defisit energi ini meningkat lagi dari
tahun 1997 ke tahun 1998.

Dampak krisis terlihat pada beberapa wilayah Propinsi dari meningkatnya


prevalensi rumahtangga dengan defisit eenrgi dari tahun 1997 ke tahun 1998.
Masalah ketahanan pangan tingkat rumahtangga ini semakin jelas terutama pada
keluarga dengan anggota rumahtangga 8 atau lebih. Pola yang sama terjadi pada
defisit protein, dimana masalah ketahanan pangan sudah muncul dengan tingginya
prevalensi rumahtangga defisit protein pada tahun 1995, berkurang pada tahun
1996 dan mulai meningkat lagi pada tahun 1997 dan 1998.

Pola pangan penduduk Indonesia masih di warnai dengan tingginya


kontribusi karbohidrat terhadap total energi yang dikonsumsi sehari-hari, dengan
tendensi yang tidak berubah semenjak tahun 1995. Kontribusi protein terhadap
total energi masih sekitar 9-10% semenjak tahun 1995, dengan kontribusi lemak
yang cenderung cukup semenjak tahun 1995 (12-17%).

21
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000

Untuk zat gizi mikro, penilaian dilakukan dengan melihat gambaran umum
asupan vitamin: A, B1, dan C; serta asupan mineral: Kalsium, Fosfor dan Zat Besi.
Disimpulkan asupan rata-rata vitamin A sudah melebihi ketentuan Angka
Kecukupan Gizi (AKG), sementara asupan Vitamin B1 hanya 50% AKG dan asupan
vitamin C mendekati AKG. Sedangkan asupan mineral sangat bermasalah untuk
Kalsium dan Zat besi. Asupan kalsium kurang dari 50% AKG sedangkan zat besi
berkisar antara 70% AKG.

Walaupun secara umum asupan rata-rata energi maupun protein tidak


terpengaruh dari krisis, akan tetapi masalah ketahanan pangan tingkat
rumahtangga masih cukup serius. Dari dampak krisis, terlihat adanya gejala
perubahan pola pangan yang cenderung mengkonsumsi lebih banyak jenis padi-
padian dan berkurangnya pangan hewani dan buah-buahan. Adanya
kecenderungan kurangnya asupan Vitamin B1, Kalsium dan Zat besi dari sebelum
dan selama krisis, dibutuhkan intervensi segera untuk ketiga jenis zat gizi mikro
tersebut.

Hasil kajian terhadap data Susenas menunjukkan bahwa secara nasional


rata-rata tingkat konsumsi pada tahun 1996 berturut-turut sebesar 91,8% AKG
untuk energy dan 109,0% AKG untuk protein, sedangkan pada tahun 1999 sebesar
84,0% AKG untuk energi dan 97,4% AKG untuk protein. Data tingkat nasional ini
menunjukkan adanya penurunan tingkat konsumsi untuk energi dan protein yang
cukup bermakna (Lihat Lampiran Tabel Konsumsi Energi dan Protein Per Kapita per
hari menurut Propinsi tahun 1996-1999). Hal ini sejalan dengan temuan kajian
data PKG tingkat rumahtangga yang menunjukkan penurunan rata-rata konsumsi
energi dan meningkatnya jumlah rumahtangga defisit energi.

Pembandingan hasil PKG 1995 dan Susenas 1996 dan PKG 1998 dengan
Susenas 1999 di atas masih dimungkinan karena pelaksanaan pengumpulan data
kedua jenis survei tersebut terpaut 2-3 bulan. PKG biasanya dilakukan pada bulan-
bulan September-Oktober, dan Susenas dilakukan pada bulan-bulan Januari-
Februari.

22
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000

D. Status Gizi Masyarakat

Data keadaan masyarakat yang disajikan di bawah diperoleh dari hasil survei
gizi nasional (vitamin A, GAKY, KEP), survei sosio-ekonomi nasional (SUSENAS),
survei kesehatan rumahtangga (SKRT), dan dari survei gizi lainnya yang bersifat
terserak.

1. Kurang Energi dan Protein (KEP)

Data Susenas6 menunjukan data gizi-kurang menurun dari 37,5%, 35,6%,


31,6%, 29,5% dan 26,4% berturut-turut dari tahun 1989, 1992, 1995, 1998 dan
1999. Tetapi untuk kasus gizi buruk terjadi peningkatan pada tahun 1989 dari 6,3%
menjadi 11,4% tahun 1995 (Lihat Gambar 1). Untuk prevalensi menurut propinsi
berdasarkan Susenas 1999, dapat dilihat pada lampiran Peta Prevalensi Gizi Kurang
dan Gizi Buruk pada balita menurut Propinsi.

Pada tahun 1998 prevalensi gizi buruk relatif tetap dan kemudian menurun
sedikit pada tahun 1999. Data ini menunjukkan bahwa sebelum krisis ekonomi
melanda Indonesia keadaan gizi sudah memburuk (1995). Data ini juga
mengindikasikan adanya prakondisi sebagai pemicu lahirnya marasmus dan
kwashiorkor pada saat Indonesia dilanda krisis ekonomi. Menurunnya keadaan gizi
ini lebih terlihat pada kelompok anak usia 6-23 bulan.

Pada tahun 1999 diperkirakan sekitar 1,7 juta balita di Indonesia menderita
keadaan gizi buruk menurut berat badan dan umur. Sekitar 10% dari 1,7 juta balita
ini (sekitar 170.000 balita) menderita gizi buruk tingkat berat seperti marasmus,
kwashiorkor atau bentuk kombinasi marasmik-kwashiorkor. Data jumlah balita gizi
buruk tingkat berat yang tercatat di Departemen Kesehatan sampai akhir 1999
berdasarkan laporan KLB-gizi buruk hanya sekitar 24.000 balita7.

Ledakan gizi buruk pada saat terlanda krisis ekonomi mengisyaratkan


lemahnya ketahanan pangan di rumahtangga terutama golongan miskin. Secara
teoritis melemahnya ketahanan pangan dapat mengakibatkan menurunnya
konsumsi zat gizi baik makro maupun mikro untuk kebutuhan hidup sehari-hari.

6
Jahari, A. dkk. Perkembangan keadaan gizi balita pada sebelum dan selama krisis.
7
Pusat Data dan Informasi Kesehatan. Laporan KLB Gizi buruk sampai dengan akhir 1999.

23
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000

GAMBAR 1
KECENDERUNGAN KURANG ENERGI PROTEIN (GIZI-KURANG) PADA BALITA
(SUSENAS 1989-1999)

40 37.5
35.6
35 31.6 Berat Badan Rendah :
29.5
30 26.4
25 turun dari 37.5 % (1989)
20 menjadi 26.4 % (1999)
15 11.6
10.1
10 6.3 7.2 8.1 Berat Badan Sangat
5 Rendah :
0 meningkat sejak 1995
1989 1992 1995 1998 1999 dan turun pada tahun
1999.

Dampak KEP pada anak balita berkelanjutan pada anak usia sekolah. Hasil
Survei Tinggi Badan anak Baru masuk Sekolah (TB-ABS) di lima Propinsi (Jawa
Barat, Jawa Tengah, NTT, Maluku dan Irian Jaya) pada tahun 1994 dan tahun 1998
menunjukan prevalensi gangguan pertumbuhan anak usia 5-9 tahun masing-
masing 42,4% dan 37,8%. Terjadi penurunan 4,6% yang cukup berarti, tetapi
secara umum, prevalensi gangguan pertumbuhan ini masih sangat tinggi8.

2. Kurang Energi Kronis (KEK) pada Dewasa

Data Susenas tahun 1999 menunjukkan bahwa status gizi pada wanita usia
subur (WUS) yang menderita risiko KEK (Lila <23,5 cm) sebanyak 24,2%, dimana
keadaan di pedesaan sedikit lebih buruk dari perkotaan, yaitu 25,9% di pedesaan
dan 22,5% di perkotaan. Hal ini tidak jauh berbeda dengan data Survei Demografi
Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 1994. Ibu hamil yang menderita KEK berisiko
melahirkan bayi berat lahir rendah (BBLR); diperkitakan prevalensi BBLR sebesar 10
14%.

Hasil analisis IMT pada 27 ibukota Propinsi menunjukkan KEK pada wanita
dewasa (IMT<18,5) sebesar 15,1%9. Studi terbatas di Jawa Tengah pada wanita

8
Dit. Gizi Masyarakat, 2000. Hasil analisis data TBABS di lima provinsi tahun 1994-1998.
9
Dit. Gizi Masyarakat, 1999. Hasil analisis IMT di 27 Ibukota Provinsi.

24
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000

usia produktif menunjukan angka KEK (IMT <18,5) meningkat 2 kali lipat diikuti
dengan ibu yang menderita anemi gizi meningkat sebanyak 5%10.

3. Anemia Gizi

Data anemia yang tersedia berdasarkan Survei Kesehatan Rumahtangga


(SKRT 1995) menunjukkan bahwa 50,9% ibu hamil, 40,5% balita, 47,3% anak usia
sekolah, 57,1% remaja puteri, 39,5% WUS, 48,9% Usia produktif dan 57,9 usia
lanjut menderita anemi gizi. Sedangkan berdasarkan beberapa studi terbatas
diperkirakan 30% tenaga kerja wanita menderita anemia. (Lihat tabel 7)

Studi terbatas menurut survei di Jawa Barat menunjukkan prevalensi anemia


gizi sebesar 62,2% pada ibu hamil. Sedangkan survei di Jawa Tengah menunjukkan
prevalensi anemia gizi sebesar 57,7% pada ibu hamil dan 63,9% pada anak balita.

Tabel 7
Prevalensi Anemia Gizi, Indonesia (SKRT 1995)
Kelompok Umur Laki-laki Perempuan Total
Balita 35,7 45,2 40,5
Usia sekolah 46,4 48,0 47,3
10-14 tahun 45,8 57,1 51,5
15-44 tahun 58,3 39,5 48,9
45-54 tahun 53,7 39,5 48,9
55-64 tahun 62,5 40,5 51,5
>65 tahun 70,0 45,8 57,9
Ibu hamil 50,9
Ibu menyusui 45,1

4. Kurang Vitamin A (KVA)

Walaupun pada tahun 1992 bahaya kebutaan akibat kekurangan Vitamin A


mampu diturunkan secara bermakna (X1b<0,5%), tetapi 50,2% balita masih
menderita KVA sub klinis (serum retinol <20 Ug/dl). Selama krisis ekonomi melanda
Indonesia terdapat indikasi meningkatnya masalah kurang Vitamin A pada ibu dan
balita di daerah miskin perkotaan.

5. Gangguan Akibat Kurang Yodium (GAKY)

Survei pemetaan nasional GAKY 1998 National menunjukkan sebanyak 9.8%


anak usia sekolah menderita Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY). Survei
ini juga menunjukkan bahwa sebanyak 653 kecamatan dikategorikan daerah
10
HKI 1999. Crisis Bulletin. Issue 7, November 1999.

25
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000

endemik berat dan sedang, 1169 kecamatan dengan kategori endemik ringan, dan
2186 kecamatan non-endemik. Secara keseluruhan terdapat sekitar 73,6 juta
penduduk tinggal di daerah risiko GAKY. (Lihat Lampiran Peta Prevalensi Gondok
Anak Sekolah 1998 menurut Propinsi). Untuk rincian jumlah kecamatan dan jumlah
penduduk berisiko GAKY dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 8
Jumlah Kecamatan dan Penduduk berisiko GAKY, 1996/1998

Endemisitas Kecamatan Penduduk Berisiko


Jumlah % Jumlah %
Berat 354 8,8 11.209.169 5,6
Sedang 299 7,5 12.251.805 6,1
Ringan 1169 29,2 50.182.152 25,1
Non-Endemik 2186 54,5 126.356.874 63,2
Sumber: Puslitbang Gizi, Hasil Survei Pemetaan GAKY, 1996/1998.

6. Masalah Kurang Zat Gizi Mikro lainnya

Masalah zat gizi mikro lainnya yang sudah teridentifikasi pada beberapa
lokasi adalah masalah kurang seng (Zn). Dari hasil studi skala kecil (tahun 1997-
1999) di Jawa Barat, Jawa Tengah dan Lombok ditemukan sebanyak 6-39,8% bayi
menderita kurang seng. Studi lain di NTT tahun 1996 menunjukkan sebanyak 72%
Ibu hamil menderita kurang seng. Sedangkan di Jawa Tengah (Satoto, 1998)
ditemukan sebanyak 70% Ibu hamil menderita kurang Seng. Data terserak tersebut
menunjukkan bahwa masalah kurang Seng sudah harus mendapat perhatian serius.

7. Masalah gizi di Institusi

Masalah gizi seperti anemia gizi yang mengakibatkan rendahnya


produktivitas kerja masih banyak ditemukan di Institusi, seperti Pabrik dan Sekolah.
Demikian juga masalah KEP masih banyak cukup tinggi ditemukan dikalangan anak
sekolah. Kasus-kasus ini menunjukkan bahwa keadaan gizi di Institusi masih belum
terjangkau dengan baik oleh program. Oleh karena itu, upaya perbaikan gizi di
Institusi perlu ditingkatkan.

8. Masalah Gizi-lebih

Masalah gizi-lebih sudah mulai terlihat terutama di kota besar. Survei IMT
pada 27 Ibukota Propinsi menunjukkan prevalensi gizi-lebih sebesar 6,8 pada laki-
laki dewasa dan 13,5% pada perempuan dewasa. Sedangkan menurut Susenas
1999 prevalensi gizi-lebih pada balita sebesar 5,2%.

26
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000

9. Masalah Gizi di tempat pengungsian

Akhir-akhir ini banyak terjadi kerusuhan sosial ataupun bencana alam yang
diikuti oleh banyak penduduk yang mengungsi. Di tempat pengungsian tidak selalu
tersedia sarana dan prasarana yang memadai untuk hidup layak. Sebagai
konsekuensinya, diduga akan banyak masalah yang dihadapi oleh pengungsi
termasuk diantaranya masalah kesehatan dan gizi. Hasil survei cepat yang
dilakukan UNICEF di lokasi pengungsian NTT tahun 1999 menunjukkan bahwa
sekitar 24% anak balita menderita gizi-kurang akut (diukur dengan berat badan
menurut tinggi badan). Menurut UNHCR, tingkat prevalensi sebesar ini sudah
berada pada keadaan gizi yang kritis (di atas 15%). Oleh karena itu, perlu antisipasi
pelayanan kesehatan dan gizi yang memiliki mobilitas cepat untuk penanganan
masalah gizi yang dialami oleh para pengungsi.

E. Ketersediaan Data tingkat Kabupaten/Kota

Untuk menjalankan program yang baik diperlukan perencanaan yang baik.


Selanjutnya untuk membuat perencanaan yang baik diperlukan keberadaan
informasi /data permasalahan pangan dan gizi yang memadai dan berkualitas di
setiap tingkat administrasi.

Seperti diketahui bahwa buku RAPGN ini banyak didasarkan pada


data/informasi yang bersifat nasional. Sehingga informasi yang ada dalam buku ini
tidak bisa digunakan untuk membuat Rencana Aksi Pangan dan Gizi Daerah
(RAPGD). Dilain pihak informasi/data yang tersedia di tingkat kabupaten/kota ke
bawah, banyak yang tidak lengkap (tidak tersedia dengan baik), atau kualitasnya
kurang baik. Oleh karena itu, untuk dapat menyusun RAPGD perlu dilakukan
pembenahan terhadap ketersediaan data, kualitas data dan sumber informasinya.
Beberapa cara untuk menanggulangi masalah ketersediaan data di atas dapat
dilakukan melalui : a) Survei Cepat; b) Kajian dari hasil laporan Posyandu; c)
Pembenahan sistim pencatatan dan pelaporan data.

27
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000

IV. TUJUAN DAN SASARAN

A. Tujuan umum
Menjamin ketahanan pangan tingkat keluarga, mencegah, dan menurunkan
masalah gizi, untuk mewujudkan hidup sehat dan status gizi optimal.

B. Tujuan khusus

1. Meningkatkan ketersediaan pangan dalam jumlah yang cukup, kualitas yang


memadai dan tersedia sepanjang waktu, melalui peningkatan produksi,
produktivitas dan penganekaragaman serta pengembangan produk olahan.
2. Meningkatkan penganekaragaman konsumsi pangan untuk memantapkan
ketahanan pangan tingkat rumahtangga.
3. Meningkatkan pelayanan gizi untuk mencapai keadaan gizi yang baik dengan
menurunkan prevalensi gizi-kurang dan gizi-lebih.
4. Meningkatkan kemandirian keluarga dalam upaya perbaikan status gizi untuk
mencapai hidup sehat.

C. Sasaran

Untuk mencapai tujuan tersebut, ditetapkan sasaran nasional pembangunan


di bidang pangan dan gizi tahun 2001-2005. Sedangkan sasaran di tingkat daerah
harus direncanakan sesuai dengan potensi daerah dan status gizi yang akan
dicapai. Sasaran di tingkat nasional adalah sebagai berikut:
1. Meningkatnya produksi padi sebesar 2.21 persen per tahun (dari 50,07 juta ton
tahun 2000 menjadi 55,85 juta ton tahun 2005) secara berkelanjutan untuk
memantapkan ketahanan pangan nasional.

2. Meningkatnya produksi pangan sumber karbohidrat alternatif non-beras yang


berakar pada sumberdaya dan budaya lokal :

1) jagung sebesar 7,19 persen per tahun dari 9,17 juta ton menjadi 12,87 juta
ton;

28
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000

2) ubikayu sebesar 2,84 persen per tahun, dari 15,53 juta ton menjadi 17,86
juta ton;
3) ubijalar sebesar 6,21 persen per tahun, dari 1,51 juta ton menjadi 2,01 juta
ton

3. Meningkatnya produksi pangan sumber protein, vitamin dan mineral untuk


memenuhi kebutuhan gizi masyarakat.

1) Protein nabati
a) kedelai sebesar 9,70 persen per tahun, dari 1,20 juta ton menjadi 1,85
juta ton;
b) kacang tanah sebesar 3,63 persen per tahun, dari 649,0 ribu ton menjadi
771,7 ribu ton;
c) kacang hijau sebesar 3,65 persen per tahun, dari 262,8 ribu ton menjadi
311,9 ribu ton

2) Protein hewani
a) daging sebesar 2,03 persen per tahun, dari 1,25 juta ton menjadi 1,56
juta ton;
b) telur sebesar 1,93 persen per tahun, dari 537,1 ribu ton menjadi 664,2
ribu ton;
c) susu sebesar 0,97 persen per tahun, dari 390,0 ribu ton menjadi 429,2
ribu ton)

3) Vitamin dan mineral


a) sayuran meningkat sebesar 11,87 persen per tahun, dari 626,1 ribu ton;
b) buah-buahan meningkat sebesar 18,52 persen per tahun, dari 622,8 ribu
ton

4. Tercapainya konsumsi gizi seimbang dengan rata-rata konsumsi energi sebesar


2.200 kkal per kapita per hari dan protein 50 gram per kapita per hari

5. Meningkatnya ketersediaan aneka ragam pangan di tingkat wilayah dengan


volume yang sesuai kebutuhan gizi masyarakat di wilayah yang bersangkutan.

6. Meningkatnya ketersediaan aneka ragam pangan di tingkat rumahtangga sesuai


dengan kebutuhan pangan dan gizinya

7. Meningkatnya keanekaragaman dan kualitas konsumsi pangan masyarakat

8. Menurunnya prevalensi gizi-kurang pada anak balita dari 26,4% (1999) menjadi
20% (2005) dan gizi buruk dari 8,1% (1999) menjadi 5% (2005).

29
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000

9. Menurunnya prevalensi GAKY berdasarkan TGR menjadi setinggi-tingginya 5%


dan eliminasi kretin baru.

10. Menurunnya anemia gizi pada ibu hamil menjadi 40% dan kurang energi kronis
(KEK) ibu hamil menjadi 20%

11. Tidak ditemukan KVA pada balita dan ibu hamil.

12. Mencegah meningkatnya prevalensi gizi-lebih pada anak balita dan dewasa
menjadi setinggi-tingginya 3% dan 10%

13. Menurunnya prevalensi bayi berat lahir rendah (BBLR) menjadi setinggi-
tingginya 7%.

14. Meningkatnya jumlah rumahtangga yang mengkonsumsi garam beryodium


menjadi 90%

15. Meningkatnya pemberian ASI eksklusif menjadi 80%

16. Meningkatnya pemberian MP-ASI yang baik mulai usia bayi 4 bulan

17. Sekurang-kurangnya 80% keluarga telah mandiri sadar gizi

18. Meningkatnya mutu dan keamanan pangan

30
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000

V. KEBIJAKAN DAN STRATEGI


BIDANG PANGAN DAN GIZI

Mengingat penyebab langsung maupun penyebab tidak langsung masalah


gizi yang sangat kompleks, seperti terilhat pada bagan 1, maka kebijakan pangan
dan gizi harus mencakup berbagai faktor dan menjangkau berbagai faktor dan
menjangkau berbagai sektor yang komprehensif. Rancangan program yang tepat
akan memberi kontribusi langsung pada percepatan penurunan masalah gizi,
meningkatkan dampak intervensi dan meningkatkan efektivitas pendayagunaan
sumberdaya.

Sebagai contoh, pengalaman sektor pertanian skala kecil dengan


pemberdayaan perempuan dalam kepemilikan tanah dan perolehan pendapatan
disertai akses pada air bersih, pendidikan dan pelayanan kesehatan yang bermutu
secara nyata telah memberikan dampak positif pada gizi masyarakat. Disamping itu
program kesejahteraan sosial yang terarah pada kelompok miskin dan kelompok
rawan dan peraturan perundangan yang kondusif bagi sektor swasta yang berperan
serta dalam menangani masalah gizi bahkan akan meningkatkan investasi
sumberdaya untuk menanggulangi masalah pangan dan gizi.

A. KEBIJAKAN

1. Ketahanan pangan di tingkat rumah tangga.

Mengembangkan sistem ketahanan pangan yang berbasis keluarga dan


kemampuan produksi, keragaman sumberdaya bahan pangan serta kelembagaan
dan budaya lokal.

2. Pengembangan agribisnis

Mengembangkan agribisnis komoditas pangan yang berorientasi global


dengan membangun keunggulan kompetitif produk-produk daerah berdasarkan
kompetensi dan keunggulan komparatif sumberdaya alam dan sumberdaya
manusia daerah yang bersangkutan.

31
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000

3. Pola pengasuhan

Kemampuan perempuan untuk mengambil keputusan yang berdampak luas


pada kehidupan seluruh anggota keluarga menjadi dasar penyediaan pola
pengasuhan yang tepat dan bermutu pada anak termasuk asuhan nutrisi.

4. Desentralisasi

Pendelegasian wewenang yang lebih besar kepada pemerintah daerah untuk


mengatur sistem pemerintahan sendiri dan menyelenggarakan upaya penanganan
masalah pangan dan gizi harus mulai dari masalah dan potensi spesifik masing-
masing daerah.

5. Pertumbuhan ekonomi dan pengentasan kemiskinan.

Masalah gizi mempunyai asosiasi kuat dengan Produk Domestik Bruto dan
mempunyai variasi luas pada tingkat pendapatan keluarga. Pada dasarnya
kemampuan daya beli pangan dan akses pelayanan sosial sangat mempengaruhi
keadaan gizi masyarakat.

B. Strategi

Untuk melaksanakan kebijakan pangan dan gizi akan ditempuh strategi


pokok sebagai acuan pembangunan pangan dan gizi nasional maupun daerah,
sebagai berikut:

1. Pemberdayaan keluarga dan masyarakat

Upaya perbaikan gizi dilakukan dengan meningkatkan kemandirian melalui


kegiatan yang berbasis masyarakat dengan fokus keluarga sadar gizi agar mereka
dapat mengenal dan mencoba mencari penyelesaian masalah pangan dan gizi.
Secara khusus perhatian harus diarahkan pada kelompok rentan yaitu bayi, anak
balita, dan wanita usia subur termasuk ibu hamil dan ibu menyusui. Dalam
kehidupan bermasyarakat harus timbul kepedulian pada lingkungan termasuk
kebersamaan memerangi kelaparan dan peduli gizi buruk. Dengan demikian
sumberdaya masyarakat dapat digali secara nasional untuk kesejahteraan sosial
lingkungannya.

2. Pemantapan kelembagaan pangan dan gizi.

Keberadaan lembaga yang berfungsi mengakomodasi kerjasama berbagai


sektor termasuk pemerintah, swasta dan LSM sangat penting untuk mendeteksi
kelemahan program yang sedang berjalan dan mengintensifkan koordinasi upaya

32
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000

penanggulangannya. Dengan sinergi yang mantap diharapkan masalah pangan dan


gizi diselesaikan dalam waktu cepat dan tepat sehingga ancaman penurunan
kualitas SDM dimasa mendatang dapat dicegah.

3. Pemantapan sistem kewaspadaan pangan dan gizi (SKPG).

Pemantapan SKPG harus tetap dilaksanakan agar selalu berjalan pada setiap
kondisi baik krisis maupun tidak. SKPG yang berjalan dengan baik memungkinkan
akses pada informasi untuk pengambilan keputusan yang cepat dan benar,
sehingga prinsip deteksi dini masalah dapat segera diantisipasi.

4. Advokasi dan mobilisasi sosial.

Semua kebijakan pembangunan nasional yang sedang dan atau akan


diselenggarakan harus berdampak pada tingkat kesejahteraan dan kesehatan
masyarakat. Untuk terselenggaranya pembangunan yang memberikan kontribusi
positif pada kesehatan perlu dilaksanakan advokasi dan sosialisasi sehingga semua
pihak yang terkait (stake holders) memahami dan mampu menjabarkan secara
operasional dan terukur untuk pencapaian hasil dan dampak yang diharapkan.

5. Penerapan sanksi terhadap pelanggaran peraturan perundangan tentang


pangan dan gizi termasuk fortifikasi pangan dan peraturan tentang iklan dan
label pangan.

Berbagai regulasi harus diterapkan untuk melindungi masyarakat sebagai


konsumen pangan dan makanan olahan termasuk perlindungan terhadap hak asasi
bayi untuk memperoleh air susu ibu. Pengawasan mutu dan keamanan pangan
menjadi sangat penting agar pemerintah tegas dalam penerapan sanksi untuk
melindungi masyarakat disatu pihak dan dilain pihak tetap memberikan iklim
kondusif bagi produsen untuk berpartisipasi dalam penyediaan pangan dan
perbaikan gizi masyarakat.

6. Peningkatan mutu dan cakupan pelayanan gizi melalui penerapan paradigma


sehat dan profesionalisme petugas untuk mempercepat pencapaian Indonesia
sehat 2010, Propinsi sehat, Kabupaten/Kota sehat.

33
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000

..

VI. PEMANTAPAN DAN


PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN .

A. PEMANTAPAN KELEMBAGAAN

Masalah pangan dan gizi bersifat multi dimensi, oleh karena itu
penanganannya harus bersifat multi sektoral dan multi disiplin: Pertanian,
Kesehatan, Industri-Perdagangan, dan Pendidikan dengan pemberdayaan
masyarakat termasuk Lembaga Swadaya Masyarakat dan Swasta. Agar supaya
pelaksanaan program pangan dan gizi berdaya guna dan berhasil guna, maka
upaya tersebut perlu dilaksanakan secara terkoordinasi mulai dari penetapan
kebijakan, perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan sampai pada monitoring
dan evaluasi.

Berkaitan dengan hal tersebut, diperlukan adanya kelembagaan yang


spesifik, dengan tugas pokok dan fungsi yang jelas, baik di pusat maupun di
daerah. Kelembagaan yang diperlukan meliputi :

1. Kelembagaan dengan tugas pokok dan fungsi dalam bidang perumusan


kebijakan;
2. Kelembagaan dengan tugas pokok dan fungsi dalam bidang penelitian;
3. Kelembagaan dengan tugas pokok dan fungsi dalam bidang pendidikan dan
pelatihan;
4. Kelembagaan dengan tugas pokok dan fungsi pelaksanaan;
5. Kelembagaan dengan tugas pokok dan fungsi dalam bidang KIE
(Komunikasi, Informasi dan Edukasi); dan
6. Kelembagaan dengan tugas pokok dan fungsi dalam bidang pendampingan
dan pemberdayaan masyarakat termasuk LSM dan Swasta.

Dewasa ini kelembagaan khusus yang mempunya tugas pokok dan fungsi
dalam bidang penelitian, pendidikan dan pelatihan, serta pelaksanaan program
telah ada dan telah melaksanakan kegiatan sesuai dengan tugas pokok dan
fungsinya. Sedangkan kelembagaan khusus yang mempunyai tugas pokok dan
fungsi dalam bidang penetapan kebijakan serta kelembagaan yang mempunyai
tugas pokok dan fungsi dalam bidang KIE dan bidang

34
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000

pendampingan/pemberdayaan masyarakat belum terwujud. Kegiatan dalam bidang


penetapan kebijakan, pendampingan dan pemberdayaan masyarakat dilaksanakan
oleh berbagai kelembagaan yang ada tersebut bersamaan dengan pelaksanaan
fungsi dan tugas pokok masing-masing.

Mengingat luasnya dan kompleknya masalah pangan dan gizi, yang akan
berdampak pada pembangunan kualitas Sumber Daya Manusia, maka
penanganannya perlu mendapat prioritas denga seksama secara terkoordinasikan.
Untuk mewujudkan hal tersebut. Dalam jangka pendek kelembagaan-kelembagaan
yang perlu diberdayakan secara optimal. Agar hasil yang dicapai oleh masing-
masing lembaga tersebut lebih berdaya guna dan berhasil guna, perlu dilakukan
upaya pemantapan bai terhadap kelembagaan yang ada ditingkat Pusat maupun
yang ada di Daerah. Upaya tersebut meliputi :

1. Penguatan tugas pokok dan fungsi


2. Penguatan sumber daya (fisik dan manusia)
3. Penguatan metode dan sistem termasuk sistem informasi.

1. Penguatan tugas pokok dan fungsi kelembagaan ditingkat Pusat :

a. Peningkatan tugas dan fungsi Tim SKPG Pusat menjadi Tim Pangan dan Gizi
Nasional dengan tugas pokok membantu Menteri terkait dalam merumuskan
kebijakan pangan dan gizi, standarisasi, akreditasi, dan terkoordinasi dalam
pelaksanaan serta monitoring dan evaluasi program.

b. Mengintegrasikan berbagai kegiatan dalam bidang KIE, pendampingan dan


pemberdayaan masyarakat ke dalam lembaga-lembaga yang mempunyai
tugas pokok dan fungsi dalam pelaksanaan di sektor terkait, baik Pemerintah
maupun Non Pemerintah.

c. Penajaman tugas dan fungsi lembaga penelitian bidang pangan dan gizi
untuk penyediaan data terkini bagi perumusan kebijakan.

d. Penajaman tugas dan fungsi lembaga pendidikan dalam menghasilkan


tenaga multi strata di bidang pangan dan gizi yang bermutu sesuai dengan
kebutuhan program.

2. Penguatan tugas pokok fungsi kelembagaan di tingkat Daerah :

a. Penguatan tugas pokok dan fungsi Tim Pangan dan Gizi (TPG) Daerah dalam
perumusan kebijakan pangan dan gizi setempat, dan koordinasi dalam
pelaksanaan program dan evaluasi.

35
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000

b. Pemberdayaan lembaga penelitian dan pendidikan yang ada di daerah untuk


menunjang perumusan kebijakan dan pelaksanaan program.

c. Penguatan tugas pokok dan fungsi sektor terkait dalam pelaksanaan


program pangan dan gizi di daerah melalui penyediaan dan peningkatan
sumber daya (fisik dan manusia) sesuai misi masing-masing sektor yang
berbasis pada pemberdayaan masyarakat dalam rangka menuju visi yang
sama.

B. PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN

Untuk masa mendatang dan sesuai dengan rencana pelaksanaan UU No 22


dan No 25 tahun 1999 serta PP No 25 tahun 2000 yang penerapannya akan
dimulai pada tahun 2001, diperlukan pengembangan kelembagaan pangan dan gizi
di Pusat maupun di Daerah. Berdasarkan ketentuan tersebut tugas dan fungsi
kelembagaan tingkat Pusat lebih ditekankan pada perumusan kebijakan,
pengembangan koordinasi, advokasi, standarisasi, sertifikasi, akreditasi, monitoring
dan evaluasi serta pengaturan bantuan luar negeri.

Bertolak dari pemikiran tersebut, maka perlu dilakukan upaya pemantapan


dan pengembangan kelembagaan dibidang pangan dan gizi yang sesuai dengan
fungsi-fungsi tersebut di atas, sehingga di masa mendatang kelembagaan di bidang
pangan dan gizi akan meliputi 6 (enam) kelembagaan seperti telah disebutkan
diatas, yaitu : Kelembagaan di bidang penetapan kebijakan, penelitian, pelaksanaan
program, pendidikan dan pelatihan, KIE, dan pemberdayaan/ pendampingan
masyarakat.

1. Pengembangan kelembagaan di tingkat Pusat

Kelembagaan di bidang pangan dan gizi yang perlu dikembangkan adalah :

a. Kelembagaan yang mempunyai tugas dan fungsi dalam penetapan


kebijakan.

Oleh karenanya perlu dibentuk suatu Instansi/Lembaga non struktural, yang


berfungsi memberi nasihat dan membantu Pemerintah dalam perumusan kebijakan,
mengkoordinasikan kegiatan standarisasi, sertifikasi, akreditasi, monitoring dan
evaluasi. Keanggotaannya terdiri dari : (1) para pakar berbagai disiplin ilmu terkait,
seperti pangan, gizi, kemasyarakatan, pendidikan, kesehatan, kependudukan,
pertanian, industri, tehnologi, dll.; (2) Organisasi Profesi; (3) LSM; (4) Swasta; (5)
Perwakilan sektor terkait, seperti Departemen Pertanian, Kesehatan, Pendidikan,
Industri/Perdagangan, BULOG, BKKBN, dll.

36
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000

Tugas dan fungsi Instansi/Lembaga tersebut adalah membantu Pemerintah dalam :

1). Merumuskan kebijakan pangan dan gizi nasional,


2). Mengkoordinasikan implementasi kebijakan dan perumusan standarisasi,
akreditasi,sertifikasi, monitoring dan evaluasi,
3). Mengembangan sistem informasi pangan dan gizi nasional sebagai basis
indentifikasi masalah dan perumusan kebijakan pangan dan gizi nasional secara
rutin,
4). Mengembangan model-model intervensi dan kaji tindak untuk pengembangan
kebijakan dalam pencegahan dan penanggulangan masalah pangan dan gizi.
5). Memberikan masukan bagi perumusan kebijakan pelatihan dan orientasi bagi
tenaga pangan, gizi dan kesehatan.
6). Mengintegrasikan program penelitian dari berbagai pusat-pusat studi pangan,
gizi dan kesehatan.

Implementasi kebijakan yang dirumuskan oleh Instansi/Lembaga tersebut


dilaksanakan oleh sektor-sektor terkait seperti Kesehatan, Pertanian, Industri,
Perdagangan, Pendidikan, dll.

b. Kelembagaan yang mempunyai tugas dan fungsi dalam bidang


penelitian.

Di samping keberadaan lembaga-lembaga penelitian yang telah dibentuk, di


masa mendatang perlu dibentuk pusat-pusat studi dan pengembangan (R&D) dari
berbagai bidang ilmu terkait dengan pangan dan gizi dalam satu wadah, sehingga
kebijakan yang bersifat nasional mempunyai dukungan akademik yang cukup kuat.

c. Kelembagaan yang mempunyai tugas dan fungsi KIE.

Agar supaya seluruh lapisan masyarakat dapat memahami, menghayati dan


melakukan tindakan yang mendukung keberhasilan program, perlu dibentuk suatu
Instansi/Lembaga pemerintah yang didukung LSM, dengan tugas pokok
mensosiaisasikan upaya peningkatan gizi masyarakat. Dengan demikian tugas dan
fungsi Instansi/Lembaga tersebut adalah :

1). Menyebar luaskan informasi tentang pangan, gizi dan kesehatan secara
luas, baik kepada institusi maupun kepada masyarakat.
2). Melakukan advokasi kepada sektor dalam pemerintah dan organisasi lain
dalam bidang pangan dan gizi.

37
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000

d. Kelembagaan yang mempunyai tugas dan fungsi pemberdayaan/


pendampingan masyarakat.

Keberhasilan program pangan dan gizi sangat dipengaruhi dan sangat


tergantung dari peran aktif masyarat, LSM dan Swasta. Oleh karenanya kelompok
tersebut perlu diberdayakan seoptimal mungkin. Untuk mewujudkan upaya tersebut
perlu dibentuk Instansi/Lembaga pemerintah yang mempunyai tugas khusus dalam
upaya peningkatan pemberdayaan, pembinaan dan bantuan teknis kepada
masyarakat, LSM dan Swasta.

2. Pengembangan kelembagaan di tingkat Daerah.

Instansi /Lembaga yang terkait dengan pangan dan gizi daerah yang telah
dibentuk perlu dimantapkan dan ditingkatkan fungsinya.

a. Tim Pangan dan Gizi daerah agar berfungsi sebagai instansi/lembaga yang
merumuskan kebijakan pangan dan gizi daerah; mengkoodinasikan
pelaksanaan program, advokasi, monitoring dan evaluasi; pengaturan bantuan-
bantuan serta meningkatkan upaya pemberdayaan masyarakat.
b. Daerah dapat mengembangkan kelembagaan yang mempunyai tugas dan fungsi
dalam bidang KIE, pemberdayaan dan pendampingan masyarakat sesuai
kebutuhan.

Untuk mewujudkan kelembagaan tersebut di masa mendatang diperlukan


langkah-langkah sebagai berikut:

a. Pengembangan rancangan kelembagaan yang mempunyai tugas dan fungsi


dalam bidang perumusan kebijakan pangan dan gizi nasional tingkat Pusat, dan
pengembangan tugas dan fungsi Tim Pangan dan Gizi Daerah. Penyusunan
rancangan tersebut dilakukan oleh satu tim lintas sektor dan organisasi profesi
yang terkait dengan pangan dan gizi.
b. Diseminasi dan pemasaran sosial rancangan. Untuk mendapat masukan serta
menampung aspirasi daerah maka rancangan tersebut perlu disebarluaskan ke
berbagai pihak di pusat maupun di daerah untuk mendapatkan tanggapan dan
saran-saran perbaikan.
c. Pertemuan ahli.
d. Pertemuan tersebut melalui suatu seminar, lokakarya yang dihadiri oleh para
ahli dari berbagai disiplin ilmu dan profesi untuk mendapat tanggapan dan
penyempurnaan.
e. Perumusan akhir rancangan oleh tim penyusun.
f. Pengusulan dan pengesahan rancangan.
g. Rancangan selanjutnya direkomendasikan kepada Pemerintah untuk diatur
dalam peraturan pemerintah dan diresmikan pembentukannya.

38
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000

Masalah pangan dan gizi bersifat multi dimensi, oleh karena itu
penanganannya harus bersifat multi sektoral dan multi disiplin seperti Pertanian,
Kesehatan, Industri-Perdagangan dan Pendidikan Kesehatan. Agar supaya
pelaksanaan program pangan dan gizi berdaya guna dan berhasil guna, maka
upaya tersebut perlu dilaksanakan secara terkoordinasi mulai dari penetapan
kebijaksanaan, perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan sampai pada
monitoring dan evaluasi.

Berkaitan dengan hal tersebut, diperlukan adanya kelembagaan yang


spesifik, dengan tugas pokok dan fungsi yang jelas, baik di pusat maupun di
daerah. Kelembagaan yang diperlukan meliputi :

1. Kelembagaan dengan tugas pokok dan fungsi dalam bidang perumusan


kebijaksanaan.
2. Kelembagaan dengan tugas pokok dan fungsi dalam bidang penelitian.
3. Kelembagaan dengan tugas pokok dan fungsi dalam bidang pendidikan dan
latihan.
4. Kelembagaan dengan tugas pokok dan fungsi pelaksanaan

Dewasa ini kelembagaan dimaksud telah ada dan telah melaksanakan fungsi
dan tugas pokoknya. Namun demikian tiap lembaga belum memisahkan antara
tugas penentu kebijakan dan tugas pelaksanaan serta bersifat sektoral. Di samping
itu pembentukan kelembagaan masih terfokus pada bidang pelaksanaan
penanganan masalah dan bidang pendukungnya yaitu penelitian, pendidikan dan
pelatihan. Sedangkan pembentukan kelembagaan yang menangani penentuan
kebijakan dan koordinasi pangan dan gizi belum terwujud.

Sehubungan dengan masalah tersebut di atas dan mengingat bahwa


program pangan dan gizi perlu dilaksananakan secara terkoordinasi, maka
kelembagaan yang ada dapat dimanfaatkan untuk pelaksanaannya. Agar
pelaksanaan program dapat berdaya guna dan berhasil guna perlu dilakukan upaya
pemantapan dan pengembangan secara bertahap baik di pusat maupun di daerah,
yang mencakup : 1) Penguatan tugas pokok dan fungsi, 2) Penguatan sumber daya
(fisik dan manusia), 3) Penguatan metode dan sistem termasuk sistem informasi.

Penguatan tugas pokok dan fungsi di tingkat pusat meliputi :

a. Penajaman tugas dan fungsi lembaga penelitian untuk penyediaan data terkini
bagi perumusan kebijakan.
b. Peningkatan tugas dan fungsi tim SKPG menjadi Tim Pangan dan Gizi Nasional
dengan tugas pokok merumuskan kebijaksanaan dan koordinasi dalam
pelaksanaan dan evaluasi program pangan dan gizi.

39
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000

c. Penajaman tugas dan fungsi lembaga pendidikan dalam menghasilkan tenaga


multi strata di bidang pangan dan gizi yang bermutu sesuai kebutuhan program.

Penguatan tugas pokok dan fungsi di tingkat daerah meliputi :

a. Penguatan tugas pokok dan fungsi Tim Pangan dan Gizi (TPG) daerah dalam
perumusan kebijaksanaan program, dan koordinasi dalam implementasi
program pangan dan gizi di daerah.
b. Penguatan tugas dan fungsi sektor masing-masing dalam pelaksanaan program
pangan dan gizi di daerah melalui penyediaan dan peningkatan sumber daya
(fisik dan manusia) sesuai misi masing-masing sektor yang berbasis
pemberdayaan masyarakat dalam rangka menuju visi yang sama.

40
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000

VII. P R O G R A M

Program-program yang mendukung aksi pangan dan gizi disusun dengan


mengacu kepada Program Pembangunan Nasional (Propenas 2001-2005) bidang
Pertanian, Kesehatan dan Industri. Program-program dalam aksi pangan dan gizi
ini dirancang sedemikian rupa, sehingga merupakan ramuan yang sinergis antara
ketiga bidang tersebut di atas, dengan tetap memberi ruang gerak yang luas dalam
implementasinya. Rincian program dimaksud adalah dapat dilhat pada Tabel 9.

A. PENGEMBANGAN KELEMBAGAAN PANGAN DAN GIZI

1. Peningkatan Kemampuan Kelembagaan Produksi Pangan


Tujuan :
Meningkatkan kemampuan kelembagaan produksi pangan
Strategi operasional :
a) Pemberdayaan kelembagaan petani, kelembagaan penyuluhan dan
kelembagaan pelayanan benih/bibit, perlindungan tanaman/hewan,
pelayanan teknologi
b) Pengembangan kemitraan antar lembaga produksi dan bisnis pangan.

Kelompok Sasaran :

a) Kelembagaan petani
b) Kelembagaan penyuluhan
c) Kelembagaan pelayanan usaha produksi dan agribisnis pangan.

Kegiatan :

a) Pelatihan petani, penyuluh, dan pengelola lembaga pelayanan usaha tani


b) Penyempurnaan sistem, metode, prasarana dan sarana lembaga produksi
dan pelayanan produksi pangan.
c) Peningkatan kerjasama antara produsen pangan dengan pengusaha hulu
dan hilir
d) Peningkatan kemampuan masyarakat untuk mengembangkan usaha jasa
pelayanan pertanian

41
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000

Indikator Keberhasilan :

a) Peningkatan kinerja kelembagaan produksi pangan


b) Peningkatan kinerja kelembagaan pelayanan agribisnis pangan

2. Peningkatan Kinerja kelembagaan distribusi, cadangan pangan dan


pemantauan situasi pangan

Tujuan :
Meningkatkan kinerja kelembagaan distribusi, cadangan pangan dan
pemantauan situasi pangan

Strategi operasional :
Pemberdayaan kelembagaan distribusi (logistik), cadangan pangan dan
pemantauan situasi pangan
Kelompok Sasaran :

a) Depot logistik.
b) Tim Pangan dan Gizi.
c) Lembaga Sosial Masyarakat, kelompok masyarakat.
d) Lembaga Usaha Produksi dan Perdagangan Pangan.

Kegiatan :
a) Peningkatan kemampuan SDM pengelola kelembagaan distribusi, cadangan
pangan dan pemantauan situasi pangan
b) Penyempurnaan sarana, prasarana kerja dan mekanisme kerja kelembagaan
distribusi, cadangan pangan dan pemantauan situasi pangan
c) Pengembangan kebijakan dan penyempurnaan tataniaga dan distribusi
pangan untuk meningkatkan efisiensi perdagangan/ distribusi pangan
d) Pengembangan kemampuan pengelolaan stok pangan oleh masyarakat,
antara lain pengembangan lumbung desa dan hutan cadangan pangan, dsb.
e) Koordinasi lintas lembaga dan lintas wilayah untuk kelancaran distribusi
pangan

Indikator Keberhasilan :

a) Peningkatan pengetahuan dan ketrampilan Sumber Daya Manusia pengelola


kelembagaan distribusi pangan
b) Peningkatan kemampuan membangun cadangan pangan
c) Kelancaran dan efisiensi distribusi pangan antar wilayah

42
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000

3. Pemantapan dan Pengembangan Kelembagaann Koordinasi Pangan


dan Gizi

Tujuan :
Meningkatkan peran kelembagaan pangan dan gizi melalui penguatan tugas
pokok dan fungsi, sumberdaya, metodologi dan sistem informasi.

Strategi operasional :
a) Penguatan kelembagaan dengan tugas pokok dalam bidang perumusan
kebijakan
b) Penguatan kelembagaan dengan tugas pokok dalam bidang penelitian
c) Penguatan kelembagaan dengan tugas pokok dalam bidang pendidikan dan
pelatihan
d) Penguatan kelembagaan dengan tugas pokok dan fungsi pelaksanaan
e) Penguatan kelembagaan dengan tugas pokok dalam bidang KIE
(Komunikasi, Informasi dan Edukasi)
f) Penguatan kelembagaan dengan tugas pokok dalam bidang pedampingan
dan pemberdayaan masyarakat termasuk LSM dan swasta

Kelompok Sasaran :
a) Para pengambil keputusan dibidang pangan dan gizi
b) Tim pangan dan gizi diberbagai tingkat

Kegiatan :
a) Pengembangan rancangan kelembagaan yang mempunyai tugas dan fungsi
dalam bidang perumusan kebijakan pangan dan gizi nasional tingkat pusat
dan pengembangan tugas dan fungsi tim pangan dan gizi daerah.
Penyusunan rancangan tersebut dilakukan oleh satu tim lintas sektor dan
organisasi profesi yang terkait dengan pangan dan gizi.
b) Diseminasi dan pemasaran sosial rancangan. Untuk mendapatkan masukan
serta menampung aspirasi daerah maka rancangan tersebut perlu
disebarluaskan ke berbagai pihak baik di pusat maupun di daerah untuk
mendapatkan tanggapan dan saran-saran perbaikan.
c) Pertemuan ahli
d) Perumusan akhir rancangan oleh tim penyusun
e) Pengusulan dan pengesahan rancangan. Rancangan selanjutnya
direkomendasikan kepada pemerintah untuk diatur dalam peraturan
pemerintah dan diresmikan pembentukannya.

43
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000

Indikator Keberhasilan :
Meningkatnya peran kelembagaan pangan dan gizi di pusat dan daerah yang
mempunyai tugas pokok dan fungsi dalam bidang:
a) Perumusan kebijakan
b) Penelitian
c) Pendidikan dan pelatihan
d) Pelaksanaan
e) KIE
f) Pedampingan dan pemberdayaan masyarakat termasuk LSM dan swasta

B. PENGEMBANGAN TENAGA PANGAN DAN GIZI


1. Pemberdayaan LSM

Tujuan :

Meningkatkan peranan LSM dan swasta dalam penanggulangan masalah pangan


dan gizi.

Strategi operasional :

a) Memantapkan kerja sama antara pemerintah dan LSM dalam menangani


masalah pangan dan gizi.
b) Meningkatkan kemampuan tenaga rofesional, LSM dan swasta dalam
pencegahan dan penanggulangan masalahpangan dan gizi.
c) Menggali dan memanfaatkan potensi sumber daya dari masyarakat untuk
menanggulangi masalah pangan dan gizi.

Kelompok Sasaran :

a) LSM dan swasta yang potensil yang berkaitan dengan pangan dan gizi.
b) Terbentuknya jaringan kerja sama antara pemerintah, LSM dan swasta.
c) Tersedianya program kerja sama antara pemerintah, LSM dan swasta.

Kegiatan :

a) Sosialisasi & advokasi masalah pangan dan gizi pada seluruh LSM dan
swasta.
b) Menggerakkan LSM dan swasta untuk berperan serta dalam
penanggulangan masalah pangan dan gizi.

44
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000

c) Menggali potensi sumber daya (tenaga, sarana, dana) yang ada pada LSM
dan swasta.

Indikator keberhasilan :

Jumlah LSM dan swasta yang berperan serta dalam penanggulangan


pangan dan gizi.

2. Pelatihan tenaga pangan dan gizi

Tujuan :

Meningkatkan jumlah dan kualitas tenaga pangan dan gizi untuk memenuhi
kebutuhan pelayanan pangan dan gizi yang baik

Strategi operasional :

a) Pemantapan kerja sama berbagai institusi pelatihan dan pendidikan dalam


meningkatkan jumlah dan mutu tenaga pangan dan gizi.
b) Memantapkan kemampuan profesional tenaga pangan dan gizi dalam
pencegahan dan penanggulangan masalah pangan dan gizi.

Kelompok Sasaran :

a) Terbentuknya jaringan kerjasama antar institusi pendidikan, lembaga


penelitian dan pengelola program gizi di pusat dan daerah
b) Tersedianya program pelatihan dan pendidikan multi strata sesuai dengan
kebutuhan program
c) Terselenggaranya kegiatan pengembangan profesi tenaga pangan dan gizi
melalui kerjasama institusi pendidikan dengan organisasi profesi.
d) Tersedianya tenaga pangan dan gizi S1 di semua kabupaten dan D3 di 50%
kecamatan

Kegiatan :

a) Penyusunan rencana kebutuhan tenaga pangan dan gizi.


b) Peningkatan mutu proses belajar mengajar di institusi pendidikan tenaga
pangan dan gizi
c) Peningkatan kerja sama institusi pendidikan, lembaga penelitian dan
pengelola program
d) Peningkatan jenis peminatan program pendidikan tenaga pangan dan gizi
e) Pelatihan dan seminar secara berkesinambungan
f) Penyusunan standarisasi dan jabatan fungsional tenaga pangan dan gizi

45
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000

Indikator keberhasilan:

a) Tersedianya tenaga pangan dan gizi yang memadai ditingkat pusat,


propinsi, kabupaten dan kecamatan sesuai dengan ruang lingkup kerja
b) Jumlah tenaga pangan dan gizi yang telah dilatih

3. Pendayagunaan tenaga pangan dan gizi

Tujuan :

Meningkatkan daya guna tenaga pangan dan gizi secara optimal.

Strategi operasional :

a) Identifikasi kebutuhan tenaga pangan dan gizi


b) Meningkatkan ketrampilan dan pengetahuan tenaga pangan dan gizi sesuai
kebutuhan
c) Pengembangan karir tenaga pangan dan gizi
d) Penetapan standar tenaga profesi di bidang pangan dan gizi

Kelompok Sasaran :

Seluruh tenaga pangan dan gizi yang sudah ada disektor pemerintahan dan
swasta

Kegiatan :

a) Inventarisasi tenaga pangan dan gizi di seluruh institusi yang terkait


terhadap pangan dan gizi
b) Menyalurkan tenaga pangan dan gizi yang belum didayagunakan
c) Meningkatkan mutu dan kualitas tenaga yang sudah didayagunakan
(termasuk jenjang karir)
d) Menyelenggarakan latihan dan pendidikan di dalam negri dan luar negri
e) Terbentuknya jaringan untuk memantau pendayagunaan tenaga pangan dan
gizi

Indikator keberhasilan

a) Jumlah tenaga pangan dan gizi yang ikut aktif dalam penanggulangan
masalah pangan dan gizi.
b) Rasio tenaga pangan dan gizi yang terlatih per wilayah.

46
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000

C. PENINGKATAN KETAHANAN PANGAN

4. Peningkatan Produksi dan Ketersediaan Aneka Pangan


Tujuan :
Meningkatkan produksi dan diversifikasi ketersediaan aneka ragam pangan

Strategi operasional :

a) Peningkatan ketersediaan pangan melalui produksi aneka ragam pangan


b) Pemberian insentif bagi peningkatan produksi aneka ragam pangan
c) Pengaturan sistem produksi pangan
d) Pengembangan sistem cadangan pangan nasional dan wilayah serta sistem
distribusi antar wilayah

Kelompok Sasaran :

Seluruh wilayah dan lapisan masyarakat

Kegiatan :

a) Optimalisasi pemanfaatan lahan pertanian melalui ekstensifikasi, konservasi,


intensifikasi dan rehabilitasi
b) Peningkatan produksi pangan sumber karbohidrat beras dan non beras,
sayuran dan buah, produk-produk peternakan, perikanan.
c) Peningkatan jaminan ketersediaan sarana produksi (bibit/benih, pupuk,
pestisida, alsintan, dan pakan)
d) Penyempurnaan sistem tata niaga, distribusi dan pemasaran produk pangan
e) Pengembangan sistem pengelolaan stok pangan tingkat nasional dan lokal
termasuk pengembangan lumbung dan hutan cadangan pangan
f) Pengembangan sistem penetapan harga dan tarif yang melindungi produsen
dan konsumen

Indikator keberhasilan :

a) Peningkatan produksi aneka pangan


b) Kecukupan pangan di tingkat nasional dan daerah
c) Stabilisasi harga pangan

47
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000

5. Pengembangan Agribisnis Komoditas Pangan

Tujuan :

Untuk meningkatkan dan memantapkan daya saing global produk pangan dan
menciptakan iklim yang kondusif bagi pengembangan agribisnis dan agroindustri
pangan.

Strategi operasional :

a) Peningkatan dan pemantapan daya saing global produk pangan


b) Peningkatan iklim yang kondusif bagi pengembangan agribisnis dan
agroindustri pangan
c) Pengembangan agribisnis yang berorientasi mutu dan nilai tambah

Kelompok Sasaran :

a) Komoditas pangan yang mempunyai nilai ekonomi tinggi


b) Wilayah yang mempunyai keunggulan kompetitif dan komparatif

Kegiatan :

a) Penumbuhan dan pemantapan sentra agribisnis komoditas unggulan,


khususnya komoditas pangan
b) Pengembangan teknologi tepat guna dan tepat usaha untuk pengolahan dan
penanganan pasca panen
c) Pengembangan standardisasi dan sertifikasi pangan/produk pertanian
d) Fasilitasi pengembangan pasar domestik dan internasional
e) Pemantapan kelembagaan dan infrastruktur untuk pembinaan dan
pengawasan keamanan produk-produk pangan

Indikator Keberhasilan :

a) Berkembangnya sentra-sentra komoditas unggulan


b) Meningkatnya nilai tambah produk-produk pangan melalui perbaikan kualitas
pengolahan dan penanganan pasca panen
c) Meningkatnya efektifitas pembinaan dan pengawasan, serta berkurangnya
kasus pelanggaran keamanan pangan

48
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000

6. Pengembangan Agroindustri Pendukung Ketahanan Pangan

Tujuan :

Mengembangkan Industri Kecil dan Menengah (IKM) pangan yang berbasis


potensi lokal untuk menunjang ketahanan pangan.

Strategi operasional :
a) Melibatkan seluruh potensi lokal yang ada dengan tetap berlandaskan
kepada prinsip-prinsp ekonomi dan manajerial yang handal.
b) Menciptakan sinkronisasi antara potensi dan kebutuhan
c) Meningkatkan nilai tambah hasil panen di pedesaan, baik untuk konsumsi
langsung maupun untuk bahan baku agroindustri pangan lanjutan.
d) Meningkatkan diversifikasi produk sebagai upaya penanggulangan kelebihan
produksi atau kelangkaan permintaan pada periode tertentu.

Kelompok Sasaran :

Aparat pemerintah daerah, pengusaha, masyarakat dan lembaga-lembaga LM3


(Lembaga Mandiri dan Mengakar pada Masyarakat).

Kegiatan :
a) Inventarisasi potensi lokal baik sumber daya alam, sumber daya manusia,
dukungan infra struktur dan faktor-faktor lain yang harus dipertimbangkan.
Hal ini dilakukan melalui pengkajian semua potensi yang ada di tingkat lokal.
b) Berdasarkan pada potensi wilayah (dilihat dari tanaman pokok pertanian dan
sosial budaya) serta makanan pokok masyarakat setempat, maka dengan
mudah dapat ditetapkan jenis IKM Pangan yang paling tepat.
c) Setelah jenis IKM yang paling tepat dapat diidentifikasi, maka dilakukan
upaya untuk mengimplementasinya. Implementasi sedapat mungkin
dilakukan melalui pemberdayaan IKM Pangan yang sudah ada.
d) Evaluasi impelementasi perbaikan mutu dan perumusan langkah-langkah
perbaikan.

Indikator keberhasilan :

a) Teridentifikasinya jenis IKM Pangan yang sesuai dengan potensi lokal dan
dapat mendukung ketahanan pangan.

49
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000

b) Terinventarisasinya IKM Pangan yang sudah ada dan dapat diberdayakan


menjadi IKM Pangan pendukung ketahanan pangan lokal.
c) Jumlah IKM Pangan yang dibina dalam rangka mendukung ketahahan
pangan.

d) Berdirinya IKM Pangan berbasis potensi lokal yang mendukung ketahanan


pangan yang kuat dan dinamis.
e) Terserapnya produk-produk pertanian lokal secara kontinyu dan harga yang
bersaing.
f) Terjadinya nilai tambah produk pertanian di tingkat lokal.

D. KEWASPADAAN PANGAN DAN GIZI

1. Pemantapan Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi

Tujuan :

Meningkatkan sistem penyediaan informasi pangan dan gizi secara kontinyu dan
berkala untuk pengambilan keputusan, perumusan kebijakan, perencanaan
program dan evaluasi.

Strategi operasional:

a) Peningkatan kemampuan, ketrampilan Tim SKPG dalam menanggulangi


masalah pangan dan gizi
b) Meningkatkan kualitas data
c) Peningkatan pemanfaatan SKPG oleh pemerintah daerah untuk
penanggulangan masalah pangan dan gizi

Kelompok Sasaran :

Tim Pangan dan Gizi tingkat Provinsi, Kabupaten, Kecamatan dan Desa

Kegiatan :

a) Advokasi terhadap pimpinan daerah, DPRD, lintas sektor serta lembaga


swadaya masyarakat
b) Pembinaan berjenjang tim pangan dan gizi
c) Pelatihan tehnis untuk TPG kabupaten termasuk instrumen data prosesing
d) Melakukan studi khusus berkaitan dengan pengembangan indikator
e) Pengumpulan, pengolahan dan analisis data

50
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000

f) Validasi dan cheking situasi pangan dan gizi


g) Desiminasi informasi dan publikasi
h) Pemanfaatan informasi untuk penentuan alternatif intervensi

Indikator keberhasilan:

a) Semua Kabupaten/kota sudah melaksanakan pemetaan, peramalan dan


pengamatan situasi pangan dan gizi di wilayahnya.
b) Sudah dimanfaatkannya informasi SKPG untuk pengambilan keputusan,
perumusan kebijakan, perencanaan program dan evaluasi
c) Tertanggulanginya masalah kerawanan pangan dan gizi buruk secara lebih
dini

2. Pencegahan dan Penanggulangan Kerawanan Pangan

Tujuan :

Mencegah dan menanggulangi kerawanan pangan melalui sistem pemantauan


pangan.

Strategi operasional :

a) Peningkatan efektivitas sistem pemantauan ketahanan pangan


b) Pemantapan sistem penanggulangan kerawanan pangan yang lebih
menekankan pada pembinaan kemandirian
c) Peningkatan pendapatan, kesempatan kerja dan kemampuan berusaha.

Kelompok Sasaran :

a) Wilayah miskin dan rawan pangan (daerah kumuh, daerah terisolir, daerah
lahan marjinal, daerah rawan kekeringan dan rawan banjir)
b) keluarga rawan pangan transien (daerah terkena bencana alam dan
kerusuhan).

Kegiatan :

a) Pengembangan indikator ketahanan pangan nasional, wilayah dan rumah


tangga
b) Pemantauan ketahanan pangan nasional, wilayah dan rumah tangga secara
periodik dan kontinyu melalui penerapan SKPG
c) Pengembangan sistem menanggulangi masalah kerawanan pangan melalui
kerjasama pemerintah, swasta dan masyarakat.

51
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000

d) Fasilitasi peningkatan pendapatan masyarakat antara lain melalui diversifikasi


usaha, konsolidasi usaha kelompok, perbaikan teknik dan manajemen usaha,
dukungan sarana dan pemodalan usaha.
e) Optimalisasi skim penyaluran subsidi pangan seperti OPK, dsb.

Indikator Keberhasilan :

a) Teridentifikasinya indikator ketahanan pangan wilayah dan rumah tangga.


b) Teridentifikasinya wilayah dan rumah tangga rawan pangan.
c) Teratasinya masalah-masalah kerawanan pangan di tingkat wilayah dan
rumah tangga.
d) Berkurangnya jumlah rumah tangga rawan pangan.

3. Penanggulangan Masalah Gizi dalam Keadaan Darurat

Tujuan :

Memberikan pelayanan gizi yang tepat pada tempat pengungsian sebagai akibat
dari gejolak sosial dan politik, bencana alam serta tempat darurat lainnya.

Strategi operasional:

a) Mengembangkan model intervensi gizi pada tempat pengungsian


b) Mengintegrasikan pelayanan gizi dengan kegiatan intervensi lain di tempat
pengungsian
c) Memantapkan pemantauan dan penilaian intervensi gizi yang dilakukan pada
tempat pengungsian

Kelompok Sasaran:

Penduduk yang terkena bencana dan penduduk pada tempat-tempat


pengungsian khusus.

Kegiatan:

a) Melakukan pengumpulan data untuk kebutuhan data dasar berkaitan


dengan status gizi pada setiap tempat pengungsian
b) Melakukan identifikasi kelompok risiko tinggi pada tempat pengungsian
c) Mengembangkan model intervensi gizi pada tempat pengungsian
d) Melaksanakan pelayanan gizi di tempat pengungsian
e) Pemantauan dan penilaian intervensi gizi yang dilakukan pada tempat
pengungsian

52
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000

Indikator keberhasilan:

a) Diketahuinya besaran masalah gizi pada tempat pengungsian


b) Terbentuknya model intervensi untuk penduduk dalam keadaan darurat.
c) Menurunnya kasus gizi-kurang di daerah pengungsian

E. PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN GIZI-KURANG DAN


GIZI-LEBIH

1. Pencegahan dan penanggulangan KEP

Tujuan :

a) Menurunkan jumlah penderita dan angka kematian gizi buruk


b) Meningkatkan status gizi bayi dan anak balita.

Strategi operasional :

a) Memantapkan upaya pencegahan memburuknya kondisi gizi


b) Pengembangan tatalaksana gizi buruk
c) Deteksi dini BBLR
d) Pengembangan paket pelayanan gizi yang terintegrasi dengan kegiatan lintas
program dan sektor.
e) Peningkatan jaringan pelayanan dan rujukan gizi.
f) Meningkatkan kemandirian keluarga dalam pola asuh anak.

Kelompok Sasaran :

a) Bayi
b) Anak balita

Kegiatan :

a) Pemantauan tumbuh kembang balita dengan KMS di Posyandu, Puskesmas


dan sarana pelayanan kesehatan lain.
b) Melakukan tata laksana gizi buruk
c) Setiap bayi lahir, berat badan ditimbang
d) Pembinaan keluarga dalam asuhan keperawatan dan gizi
e) Pemberian Makanan Tambahan (PMT) penyuluhan dan PMT pemulihan.
f) Melakukan pelayanan gizi terpadu dengan KIA, pelayanan kesehatan dan
program penanggulangan kemiskinan.

53
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000

Indikator Keberhasilan:

a) D/S dan N/S = 80%


b) Prevalensi gizi-kurang setinggi-tingginya 20%
c) Prevalensi gizi buruk setinggi-tingginya 5%

2. Pencegahan dan penanggulangan KEK

Tujuan :

a) Meningkatkan status gizi WUS dan ibu hamil


b) Mencegah BBLR

Strategi operasional :

a) Deteksi dini resiko KEK


b) Memantapkan upaya intervensi WUS dan ibu hamil KEK
c) Peningkatan koordinasi pelayanan gizi yang terintegrasi dengan kegiatan
lintas program dan sektor.
d) Peningkatan jaringan pelayanan dan rujukan gizi.
e) Meningkatkan kepedulian keluarga dalam kesehatan dan gizi.

Kelompok Sasaran :

a) WUS
b) Ibu hamil dan ibu nifas

Kegiatan :

a) Penapisan penderita risiko KEK dan KEK melalui pengukuran LILA dan IMT
b) Pelaksanaan intervensi terhadap penderita KEK melalui pendidikan gizi dan
pemberian makanan tambahan
c) Melakukan pelayanan gizi terpadu dengan KIA, pelayanan kesehatan dan
program penanggulangan kemiskinan.
d) Pembinaan keluarga dalam asuhan keperawatan dan gizi

Indikator keberhasilan

a) Penurunan prevalensi KEK setinggi-tinginya 20%


b) Prevalensi BBLR setinggi-tingginya 7%

54
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000

3. Pencegahan dan penanggulangan gizi-lebih

Tujuan :

Meningkatkan kualitas gaya hidup sehat di keluarga

Strategi operasional :

a) Mengembangkan model intervensi pada penderita gizi-lebih (misal: posyandu


usila, pusat kebugaran)
b) Peningkatan kualitas pelayanan pada penderita gizi-lebih
c) Peningkatan koordinasi pelayanan gizi yang terintegrasi dengan kegiatan
lintas program dan sektor.

Kelompok Sasaran:

a) Balita
b) Remaja
c) Anak Sekolah
d) Dewasa

Kegiatan :

a) Melaksanakan pemantauan secara berkala berat badan dan tinggi badan


b) Melaksanakan promosi gaya hidup sehat
c) Melakukan konseling gizi
d) Melaksanakan manajemen terpadu penanganan kasus gizi-lebih dan penyakit
degeneratif serta penyakit lainnya

Indikator keberhasilan:

a) Menurunkan prevalensi kegemukan setinggi-tingginya 3% pada balita


b) Menurunkan prevalensi kegemukan setinggi-tingginya 10% pada orang
dewasa dan usila

4. Asuhan dan Konseling Gizi

Tujuan :

Meningkatkan kemandirian anggota keluarga dalam pelayanan gizi

55
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000

Strategi operasional :

a) Peningkatan dan pengembangan fasilitas asuhan dan konseling gizi


b) Peningkatan tata laksana asuhan dan konseling gizi
c) Pemanfaatan tenaga profesional dalam asuhan dan konseling gizi

Kelompok Sasaran:

Anggota Keluarga

Kegiatan :

a) Menyusun standar tata laksana asuhan dan konseling gizi


b) Melaksanakan kegiatan asuhan dan konseling gizi di setiap sarana pelayanan
kesehatan
c) Melaksanakan kegiatan asuhan dan konseling gizi secara profesional

Indikator keberhasilan:

50% dari institusi pelayanan kesehatan telah melaksanakan asuhan


dan konseling gizi dengan tenaga profesional.

F. PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN KURANG ZAT GIZI


MIKRO

1. Pencegahan dan Penanggulangan GAKY

Tujuan :

a) Menurunkan jumlah penderita gondok


b) Bebas kretin baru

Strategi operasional :

a) Garam yodium untuk semua


b) Suplementasi kapsul minyak beryodium
c) Peningkatan koordinasi kegiatan lintas program dan lintas sektor
d) Membuka daerah terisolir

Kelompok Sasaran :

Seluruh penduduk

56
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000

Kegiatan :

a) Pengawasan dan peningkatan yodisasi garam


b) Membina petani garam
c) Pemantauan garam beryodium di tingkat produsen, distributor, pasar dan
masyarakat.
d) Menerapkan tindakan hukum berdasarkan undang-undang dan peraturan
pemerintah yang ada.
e) Promosi penggunaan garam beryodium
f) Melakukan intensifikasi dan akselerasi distribusi kapsul minyak beryodium
pada WUS, ibu hamil , ibu meneteki dan anak sekolah dasar di daerah
endemik berat dan sedang.
g) Melakukan pemetaan masalah GAKY
h) Pengembangan fortifikasi yodium pada bahan makanan dan yodisasi air
i) Peningkatan kualitas bahan makanan sebagai sumber zat yodium terutama
bahan makanan laut.

Indikator keberhasilan :

a) 90% keluarga mengkonsumsi garam cukup beryodium (> 30 ppm)


b) Penurunan prevalesi TGR dari 9,8 % menjadi 5 %

2. Pencegahan dan Penanggulangan Anemia Gizi

Tujuan :

a) Menurunkan penderita anemia


b) Meningkatkan kualitas produktifitas dan prestasi sumber daya manusia.
c) Menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu serta bayi

Strategi operasional :
a) Suplementasi tablet atau sirup besi
b) Meningkatkan konsumsi makanan kaya besi
c) Pemasaran sosial makanan kaya zat besi terutama sumber hewani
d) Fortifikasi bahan makanan dengan zat besi
e) Meningkatkan kemandirian masyarakat
f) Integrasi kegiatan gizi lintas program dan lintas sektor

Kelompok Sasaran :
a) Ibu Hamil / Ibu nifas
b) Wanita Usia Subur
c) Balita
d) Anak usia sekolah
e) Usia Lanjut

57
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000

Kegiatan :

a) Melakukan intensifikasi dan akselerasi distribusi tablet/sirup besi pada ibu


hamil dan balita
b) Promosi suplementasi tablet besi kepada remaja putri, calon pengantin
wanita dan tenaga kerja wanita.
c) Melakukan koordinasi dan kegiatan dalam pemberian TTD dan sirup besi
dengan kegiatan KIA serta pelayanan kesehatan lain.
d) Mengembangkan fortifikasi zat besi melalui bahan makanan (gandum)
e) Mengembangkan kegiatan penanggulangan anemia gizi pada kelompok usia
lanjut

Indikator keberhasilan :

Menurunkan prevalensi anemia pada


- bumil dan bufas dari 50,9% menjadi 40%
- balita dari 40,5% menjadi 30%
- WUS dari 39,5% menjadi 30%

3. Pencegahan dan penanggulangan kurang vitamin A

Tujuan :

a) Bebas kebutaan karena masalah kekurangan vitamin A


b) Meningkatkan daya tahan tubuh terhadap infeksi
c) Menurunkan angka kematian dan kesakitan balita

Strategi operasional :

a) Suplementasi kapsul vitamin A dosis tinggi


b) Peningkatan konsumsi makanan kaya vitamin A
c) Fortifikasi bahan makanan dengan vitamin A
d) Koordinasi lintas program dan lintas sektor

Kelompok Sasaran :

a) Bayi 6 - 11 bulan
b) Anak balita 1 - 5 tahun
c) Ibu nifas (< 30 hari )

58
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000

Kegiatan:

a) Akselerasi suplementasi kapsul vitamin A dosis tinggi ( 100.000


b) IU) untuk bayi dan 200.000 IU untuk anak balita.
c) Promosi bulan kapsul vitamin A (Pebruari dan Agustus )
d) Pemasaran sosial sumber vitamin A alami
e) Fortifikasi minyak sayur dengan vitamin A
f) Kerjasama pendistribusian kapsul vitamin A bersama kegiatan immunisasi
campak

Indikator keberhasilan :

Prevalensi xerophthalmia (X1b < 0,33 %)

4. Pencegahan dan Penanggulangan kurang zat Gizi Mikro Lain

Tujuan :

Mengetahui besaran dan sebaran masalah kurang gizi mikro lain pada kelompok
rentan

Strategi operasional :

a) Meningkatkan jaringan informasi masalah gizi mikro secara internasional dan


nasional
b) Survei dan penelitian
c) Pengembangan program

Kelompok Sasaran :

a) Ibu hamil
b) Bayi dan anak (6 - 24 bulan)

Kegiatan :

a) Mengembangkan pusat data dan informasi masalah kurang zat gizi mikro.
b) Mengkaji data sekunder dari berbagai sumber
c) Mengembangkan suplementasi multi gizi-mikro pada ibu hamil dan anak (6
24 bulan).

Indikator keberhasilan:

a) Teridentifikasinya masalah seng dan selenium

59
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000

b) Terwujudnya model intervensi suplementasi multi gizi-mikro terutama untuk


ibu hamil dan anak (6 - 24 bulan)

5. Fortifikasi pangan

Tujuan :

Meningkatkan mutu makanan dengan penambahan zat gizi mikro.

Strategi operasional:

a) Standardisasi dan regulasi fortifikasi bahan makanan


b) Advokasi dan koordinasi kegiatan fortifikasi lintas sektor, lintas program dan
industri

Kelompok Sasaran:

a) Industri Bahan Makanan


b) Masyarakat Sasaran

Kegiatan:

a) Memilih dan menetapkan bahan makanan sebagai wahana untuk fortifikasi


b) Fortifikasi bahan makanan dengan mikro nutrien sesuai standar (misal:
fortifikasi gandum dengan Fe, Zn , B1 dan B6; minyak dengan vitamin A)
c) Pengayaan bahan makanan dengan vitamin dan mineral

Indikator keberhasilan:

Terwujudnya fortifikasi Fe, Seng, Zn dan vitamin A

G. PENINGKATAN PERILAKU KELUARGA MANDIRI SADAR


PANGAN DAN GIZI

1. Peningkatan diversifikasi konsumsi pangan

Tujuan :

Peningkatan mutu dan gizi konsumsi pangan seluruh lapisan masyarakat.

60
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000

Strategi operasional :

a) Promosi konsumsi pangan dan gizi sesuai anjuran gizi seimbang.


b) Perubahan perilaku keluarga dan masyarakat dalam konsumsi pangan gizi .
c) Pemberdayaan tenaga pangan dan gizi serta masyarakat dalam promosi
diversifikasi konsumsi pangan.
d) Peningkatan daya beli keluarga.

Kelompok Sasaran :
Seluruh lapisan keluarga dan masyarakat baik di perkotaan maupun di
pedesaan.

Kegiatan :

a) Sosialiasi dan advokasi tentang diversifikasi pangan dan gizi.


b) Menggali teknologi tepat guna tentang pengembangan pengolahan aneka
pangan olahan.
c) Pelatihan gizi seimbang bagi tenaga lapang pertanian
d) Penyuluhan dan promosi diversifikasi pangan dan gizi padakeluarga dan
masyarakat.
e) Kajian pemetaan pola diversifikasi konsumsi pangan dan gizi.
f) Peningkatan peran serta masyarakat dalam pengembangan produk pangan
lokal serta penganekaragaman penyediaan dan konsumsi pangan
g) Koordinasi pengembangan teknologi untuk diversifikasi konsumsi pangan
dan nilai tambah produk pangan

Indikator Keberhasilan :

a) Berkembangnya aneka ragam pangan dan gizi pada keluarga dan


masyarakat.
b) Perubahan perilaku konsumsi pangan dan gizi pada keluarga dan
masyarakat.
c) Peningkatan keragaman konsumsi pangan.

2. Pemasyarakatan Gizi Seimbang

Tujuan :

Meningkatkan pengetahuan dan menanamkan sikap dan perilaku guna


mewujudkan keluarga mandiri sadar gizi.

61
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000

Strategi operasional :

a) Mengembangkan dan memasyarakatkan Gizi Seimbang


b) Mengembangkan dan memanfaatkan teknologi KIE yang tepat guna tentang
gizi seimbang pada keluarga.
c) Meningkatkan kerja sama lintas sektor/program terkait dan LSM/swasta.

Kelompok Sasaran :

Seluruh keluarga dan masyarakat

Kegiatan :
a) Pengkajian tentang besaran dan sebaran perilaku gizi seimbang pada
keluarga dan masyarakat.
b) Mengembangkan teknologi tepat guna tentang media KIE gizi seimbang
kepada keluarga dan masyarakat.
c) Peningkatan sosialisasi dan advokasi kampanye gizi seimbang.
d) Meningkatkan konseling pada anggota keluarga dan masyarakat.
e) Pelatihan dan pendidikan program pangan dan gizi dalam pembinaan
keluarga dan masyarakat.
f) Mengembangkan pesan-pesan spesifik gizi seimbang yang lebih operasional
dalam perbaikan gizi keluarga.
g) Memantapkan kerjasama institusi, program terkait, dan masyarakat dalam
promosi gizi seimbang

Indikator keberhasilan :

a) Jumlah % keluarga yang menerapkan perilaku gizi seimbang (% kadarzi).


b) Tersedianya media KIE secara spesifik menurut kondisi daerah
c) Jumlah institusi, lintas sektor dan program terkait, serta masyarakat yang
sudah terlibat dalam promosi gizi seimbang.

3. Peningkatan pemberian ASI (PP-ASI) dan Makanan Pendamping ASI


(MP-ASI)

Tujuan :

a) Meningkatkan penggunaan ASI secara ekslusif


b) Meningkatkan pemberian makanan pendamping ASI yang tepat waktu,
sesuai dengan persyaratan gizi serta meneruskan pemberian ASI hingga
anak berusia 2 tahun
c) Meningkatkan status gizi anak dibawah 2 tahun.

62
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000

Strategi operasional :

a) Meningkatkan kepedulian para pengambil keputusan, pelaksana, kelompok


profesi serta masyarakat luas tentang kebijaksanaan PP-ASI ditingkat pusat,
daerah serta sektor swasta/LSM.
b) Meningkatkan dan menerapkan legislasi yang mendukung dan melindungi
perilaku menyusui yang optimal
c) Mengupayakan agar semua petugas dan sarana kesehatan mendukung
perilaku menyusui yang optimal melalui penerapan 10 langkah menuju
keberhasilan menyusui
d) Memantapkan koordinasi lintas program, lintas sektor, LSM , swasta dan
kelompok potensial tentang kebijaksanaan dan legislasi, pendidikan dan
latihan, KIE, pelayanan kesehatan, pengembangan fasilitas pelayanan bagi
nakerwan, partisipasi masyarakat dan riset.
e) Meningkatkan kemampuan keluarga dalam meningkatkan kualitas MP-ASI
berdasarkan bahan makanan setempat
f) Mengembangkan dan menyediakan "MP-ASI generik" yang memenuhi syarat
gizi dan terjangkau oleh masyarakat berpenghasilan rendah

Kelompok Sasaran:

a) Ibu hamil/menyusui
b) Masyarakat & anggota keluarga.
c) Lembaga swadaya masyarakat, swasta, pengusaha dan organisasi profesi .

Kegiatan :

a) Advokasi kepada pengambil keputusan, pengusaha, LSM, organisasi profesi,


kelompok potensial tentang dukungannya pada program PP ASI dan MP ASI
b) Pelatihan petugas pangan dan gizi serta sektor terkait tentang PP ASI dan
MP-ASI
c) Meningkatkan kualitas MP-ASI berbasis pangan setempat
d) Penerapan Peraturan Pemerintah tentang pemasaran susu formula dan
peraturan pemerintah No. 69 tahun 1999 tentang labeling dan periklanan
beserta petunjuk pelaksanaanya.
e) Revitalisasi Rumah Sakit sayang bayi
f) Mengupayakan fasilitas yang mendukung PP ASI dan meningkatkan
pelaksanaan tempat kerja sayang ibu
g) Kampanye nasional PP ASI, ASI ekslusif dan MP-ASI
h) Meningkatkan kerjasama dengan swasta dalam menyediakan "MP-ASI
generik" yang memenuhi syarat gizi dan terjangkau oleh masyarakat
golongan ekonomi lemah.

63
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000

Indikator keberhasilan :

a) Cakupan ASI ekslusif 80%


b) 50% RS melaksanakan RS sayang bayi
c) Tersedianya MP-ASI generik yang terjangkau oleh masyarakat golongan
ekonomi lemah.
d) Jumlah keluarga yang mempunyai perilaku pemberian MP ASI yang baik (%
kadarzi).

H. PELAYANAN GIZI DI INSTITUSI

Tujuan:

Memberikan pelayanan gizi dan penyelenggaraan makanan yang berkualitas


bagi masyarakat yang di institusi

Strategi operasional:

a) Penentuan standar, mutu serta regulasi penyelenggaraan makanan di


institusi
b) Penentuan standar kecukupan gizi bagi warga di institusi
c) Peningkatan kualitas penyelenggaraan makanan di institusi
d) Pemberdayaan pengelola dan penyelenggara di institusi
e) Promosi pelayanan gizi di institusi
f) Masukan materi gizi kedalam kurikulum pendidikan dan pelatihan
g) Koordinasi lintas program dan lintas sektor

Kelompok Sasaran :

Pengelola, penyelenggara, pembina dan masyarakat yang berada di institusi,


yaitu :

a) Institusi pendidikan
b) Institusi rumah tahanan dan lembaga pemasyarakatan
c) Institusi Sosial (Panti asuhan, panti werdha dan rumah singgah, dll)
d) Institusi tempat kerja
e) Institusi olahraga (pusat latihan olahraga)
f) Institusi kesehatan (Rumah sakit, Puskesmas perawatan, rumah bersalin)
g) Institusi lain (matra, haji, transmigrasi dll)

Kegiatan :

a) Menyusun dan menetapkan standar serta regulasi

64
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000

b) penyelenggaraan makanan dan pelayanan gizi di intitusi


c) Melaksanakan kegiatan penyelenggaraan makanan dan pelayanan gizi sesuai
dengan standar (kecukupan gizi, tenaga profesional, sarana)
d) Advokasi dan sosialisasi pelayanan gizi di institusi
e) Melaksanakan asuhan dan konseling gizi di institusi (misal: pojok gizi di
puskesmas, konseling gizi bagi atlet di pusat olahraga, pasien di rumah sakit)
f) Melaksanakan kerjasama dengan lintas sektor, lintas program dan swasta
dalam kegiatan pelayanan gizi di institusi
g) Pelatihan dan pembinaan bagi petugas penyelenggara dan pengelola
makanan (misal: kantin, warung sekolah/penjaja makanan , jasa boga,
embarkasi/debarkasi haji dll).
h) Pengembangan materi gizi kedalam kurikulum pendidikan, pelatihan dan
penyuluhan (misal : kurikulum sekolah dasar, menengah dan sekolah lanjut
tingkat atas atau materi penyuluhan gizi tenaga kerja wanita dll )
i) Pembinaan terpadu gizi institusi
j) Pemantauan dan evaluasi secara periodik (misal: status gizi ,
penyelenggaraan,dll)

Indikator keberhasilan :

a) Jumlah institusi yang melaksanakan penyelenggaraan makanan sesuai


dengan standar dan regulasi
b) Jumlah institusi yang telah memasukkan materi gizi kedalam kurikulum
pendidikan dan pelatihan

I. PENGEMBANGAN MUTU DAN KEAMANAN PANGAN

1. Pemberdayaan Konsumen

Tujuan :
Meningkatkan pengetahuan dan kesadaran konsumen dalam memilih pangan
yang aman dan bermutu untuk memenuhi kebutuhan gizi keluarga.

Kelompok Sasaran :

Seluruh lapisan masyarakat sebagai konsumen

Kegiatan :

a) Pemasyarakatan peraturan perundang-undangan di bidang pangan.

65
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000

b) Penyusunan dan penyebar luasan informasi tentang :


cara memilih dan membeli makanan yang bermutu dan aman
cara mengolah dan menyajikan makanan yang aman
penanganan dan penyimpanan makanan yang aman
memilih makanan jajanan yang sehat dan aman bagi anak sekolah.
cara memahami informasi pada label dan kemasan pangan
penyakit yang dapat timbul melalui makanan (Food born diseases) .
c) Penyebarluasan informasi tentang cara penyampaian keluhan konsumen
serta lembaga yang dapat membantu menyelesaikan masalah yang berkaitan
dengan pangan.

Indikator keberhasilan :

a) peningkatan jumlah pemanfaatan sistem dan lembaga pengaduan


masyarakat ke instansi berwenang secara langsung atau melalui telepon,
fax, surat atau e-mail
b) peningkatan produk makanan yang memenuhi syarat
c) peningkatan sarana pengolahan makanan yang memenuhi persyaratan
perundang-undangan
d) peningkatan sarana distribusi yang memenuhi syarat
e) penurunan jumlah kasus keracunan dan penyakit yang timbul melalui
makanan

2. Perbaikan Mutu dan Keamanan produk Industri Pangan Kecil dan


Menengah

Tujuan :
Memperbaiki mutu dan keamanan produk pangan yang diproduksi oleh industri
kecil dan menengah.

Strategi operasional :

a) Menerapkan standar mutu dan keamanan pangan secara nasional secara


bertahap sesuai kemampuan daerah.

b) Memperkuat mekanisme pembinaan dan pengawasan penerapan standar


mutu.

c) Penumbuhan kesadaran tentang pentingnya mutu dan keamanan produk,


melalui penyuluhan dan praktek nyata.

66
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000

Kelompok Sasaran :
Kelompok sasaran program ini adalah para pengusaha industri pangan kecil,
menengah dan rumah tangga.

Kegiatan :
a) Inventarisasi produk industri pangan kecil dan menengah serta rumah
tangga yang memiliki kontribusi nyata terhadap status gizi konsumen serta
penilaian aspek mutu dan keamanannya.
b) Identifikasi potensi bahaya yang mungkin ada pada produk-produk butir 1
sesuai dengan kondisi setempat.
c) Perumusan strategi perbaikan mutu dan keamanan yang cocok untuk
industri setempat.
d) Impelementasi strategi perbaikan mutu dan keamanan.
e) Evaluasi impelementasi perbaikan mutu dan keamanan serta perumusan
langkah-langkah perbaikan jika diperlukan.

Indikator keberhasilan
a) Teridentifikasinya kemungkinani kemungkinan bahaya produk-produk
industri pangan kecil dan menengah yang berkontribusi nyata terhadap
status gizi masyarakat.
b) Jumlah industri yang dibina dalam rangka perbaikan mutu dan keamanan.
c) Jumlah industri yang menerapkan konsep perbaikan mutu dan keamanan.
d) Jumlah kasus keracunan dalam satuan waktu tertentu.
e) Pemakaian bahan-bahan tambahan pangan yang berbahaya.
f) Meningkatnya mutu dan keamanan produk pangan industri kecil dan
menengah yang memiliki kontribusi nyata dalam menentukan status gizi
masyarakat.
g) Tersosialisasinya konsep cara produksi yang baik (Good Manufacturing
Practice) di kalangan industri pangan kecil dan menengah.
h) Peningkatan daya saing industri pangan kecil dan menengah.

J. PENELITIAN PENGEMBANGAN PANGAN DAN GIZI

1. Bidang Pangan

Di bidang pangan, penelitian yang direncanakan 5 tahun mendatang


meliputi:

a). Penelitian terapan dan seleksi teknologi budidaya, panen dan paska panen
komoditas pangan yang mampu meningkatkan produktivitas usaha tani.

67
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000

b). Penelitian terapan dan seleksi teknologi pengolahan pengepakan penyajian


aneka ragam produk-produk pangan
c). Penelitian terapan dan seleksi prototipe alat dan mesin prapanen dan paska
panen produk-produk pangan
d). Penelitian terapan dan seleksi instrumen pelayanan sosial ekonomi sistim
usaha pertanian berbasis komoditas pangan.

2. Bidang Gizi

Di bidang Gizi, penelitian yang direncanakan 5 tahun mendatang diarahkan


untuk:

a. Bidang Penelitian Teknologi Pendidikan Gizi

1). Peningkatan penelitian tentang pedoman umum gizi seimbang (PUGS);


2). Peningkatan penelitian tentang pemberdayaan masyarakat dalam upaya
perbaikan gizi;
3). Peningkatan penelitian tentang gaya hidup dan kaitannya dengan status gizi
gizi untuk kelompok tertentu
4). Peningkatan penelitian tentang kesadaran masyarakat terhadap perilaku gizi
baik; dan
5). Peningkatan penelitian pengembangan pesan-pesan gizi kepada masyarakat

b. Bidang Penelitian Epidemiologi dan SKPG

1). Penyusunan desain penelitian gizi masyarakat


2). Peningkatan penelitian konsumsi zat gizi
3). Peningkatan penelitian penentuan stat. gizi secara epidemiologis
4). Peningkatan penelitian ttg alat ukur antropometri
5). Penyusunan modul pelatihan penentuan status gizi
6). Penyusunan modul pengolahan & analisis data penilaian status gizi
7). Peningkatan penelitian ttg sistem kewaspadaan pangan dan gizi
8). Penyusunan pedoman umum pemantapan Sistem Kewaspadaan Pangan dan
Gizi; dan
9). Penyusunan metoda sederhana untuk pemantauan status gizi

c. Bidang Penelitian Teknologi Makanan dan Potensi Gizi

1). Peningkatan penelitian di bidang teknologi pengolahan pangan dan


peningkatan mutu gizi pangan
2). Peningkatan penelitian di bidan bioteknologi pangan
3). Peningkatan penelitian di bidang keamanan pangan
4). Peningkatan penelitian tentang komposisi zat gizi pangan; dan

68
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000

5). Peningkatan penelitian di bidang tatalaksana gizi dan makanan dalam upaya
kesehatan kuratif

d. Bidang Penelitian Gizi Masyarakat

1). Peningkatan penelitian untuk identifikasi besarnya masalah gizi pada


masyarakat khusus
2). Peningkatan penelitian tentang faktor-faktor yang berperan dalam timbulnya
masalah gizi
3). Peningkatan penelitian gizi untuk meningkatkan keadaan gizi masyarakat
khusus
4). Pengembangan model intervensi gizi bagi masyarakat khusus
5). Pengembangan modul intervensi gizi untuk kelompok masyarakat pengungsi,
industri & anak balita penderita gizi buruk
6). Standardisasi instrumen pengukur tumbuh-kembang kelompok umur tertentu
seperti anak balita, ibu hamil, anak sekolah, dan manula; dan
7). Peningkatan penelitian gizi klinis pada kelompok masyarakat tertentu

e. Bidang Penelitian Biokimia dan Fisiologi Gizi

1). Peningkatan penelitian zat gizi makro dan zat gizi mikro
2). Peningkatan penelitian tentang angka kecukupan gizi
3). Standardisasi biokimia gizi untuk identifikasi masalah gizi makro dan mikro
4). Pengembangan indikator biokimia gizi
5). Mewujudkan laboratorium rujukan untuk vitamin A, yodium, zat gizi mikro
dan trace elements
6). Peningkatan penelitian di bidang absorpsi dan bioavilabilitas zat gizi mikro

69
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000

Tabel 9
Rincian Program Aksi Pangan dan Gizi Nasional
No Program Sub Program
A Pengembangan Peningkatan Kemampuan Kelembagaan Produksi Pangan
Kelembagaan Pangan Peningkatan Kinerja Kelembagaan Distribusi, Cadangan Pangan
dan Gizi dan Pemantauan Situasi Pangan
Pemantapan dan Pengembangan Kelembagaan
Koordinasi Pangan dan Gizi
B Pengembangan Tenaga Pemberdayaan LSM
Pangan dan Gizi Pelatihan Tenaga Pangan dan Gizi
Pendayagunaan Tenaga Pangan dan Gizi
C Peningkatan Ketahanan Peningkatan Produksi dan Ketersediaan Aneka Pangan
Pangan Pengembangan Agribisnis Komoditas Pangan
Pengembangan Agroindustri Pendukung Ketahahanan Pangan
D Kewaspadaan Pangan Pemantapan Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi
dan Gizi Pencegahan dan Penanggulangan Kerawanan Pangan
Penanggulangan Masalah Gizi dalam Keadaan Darurat
E Pencegahan dan Pencegahan dan Penanggulangan KEP
Penanggulangan Pencegahan dan Penanggulangan KEK
Gizi Kurang dan Gizi lebih Pencegahan dan Penanggulangan Gizi lebih
Asuhan dan Konseling Gizi
F Pencegahan dan Pencegahan dan Penanggulangan GAKY
Penanggulangan Kurang Pencegahan dan Penanggulangan Anemi Gizi
Zat Gizi Mikro Pencegahan dan Penanggulangan Kurang Vitamin A
Pencegahan dan Penanggulangan Zat Gizi Mikro Lain
Fortifikasi Pangan
G Peningkatan Perilaku Peningkatan Diverisifikasi Konsumsi Pangan
Keluarga Mandiri Sadar Pemasyarakatan Gizi Seimbang
Pangan dan Gizi Peningkatan Pemberian ASI dan MP-ASI
H Pelayanan Gizi di Pelayanan Gizi di Institusi Pendidikan
Institusi Pelayanan Gizi di Rutan/Lapas
Pelayanan Gizi di Institusi Sosial
Pelayanan Gizi di Tempat Kerja
Pelayanan Gizi Olah Raga
Pelayanan Gizi di Institusi Kesehatan
Pelayanan Gizi Matra
I Pengembangan Mutu Pemberdayaan Konsumen
dan Keamanan Pangan Perbaikan Mutu dan Keamanan Produk Industri
Pangan Kecil dan Menengah
J Penelitian Pengembangan Bidang Pangan
Pangan dan Gizi Bidang Gizi

70
RAPGN 2001-2005, Agustus 2000

LAMPIRAN

71
TABEL KETERSEDIAAN ENERGI
Per Kapita - Per Hari Menurut Propinsi
(Total, Nabati, Hewani)
Tahun 1998
* K E T E R S E D I A A N TAHUN 1998
NO. PROPINSI TOTAL NABATI HEWANI
KKal/Kap/Hari % a) KKal/Kap/Hari % b) KKal/Kap/Hari % b)
1. Aceh 4,585.0 179.8 4,530.0 98.8 55.0 1.2
2. Sumut - - - - - -
3. Sumbat 3,145.0 123.3 3,059.0 97.3 85.0 2.7
4. Riau 2,529.0 99.2 2,380.0 94.1 149.0 5.9
5. Jambi 2,312.0 90.7 2,240.0 96.9 73.0 3.2
6. Sumsel 5,414.0 212.3 5,317.0 98.2 97.0 1.8
7. Bengkulu 4,175.0 163.7 4,096.0 98.1 78.0 1.9
8. Lampung 2,647.0 103.8 2,581.0 97.5 66.0 2.5
9. DKI 2,530.0 99.2 2,359.0 93.2 172.0 6.8
10. Jabar 2,224.0 87.2 2,161.0 97.2 63.0 2.8
11. Jateng 3,223.0 126.4 2,790.0 86.6 433.0 13.4
12. DIY 2,733.0 107.2 2,663.0 97.4 70.0 2.6
13. Jatim 3,362.0 131.8 3,294.0 98.0 69.0 2.1
14. Bali 3,416.0 134.0 3,121.0 91.4 295.0 8.6
15. NTB 2,988.0 117.2 2,923.0 97.8 65.0 2.2
16. NTT - - - - - -
17. Kalbar 2,574.0 100.9 2,491.0 96.8 83.0 3.2
18. Kalteng 2,271.0 89.1 2,170.0 95.6 101.0 4.4
19. Kalsel 3,553.0 139.3 3,398.0 95.6 154.0 4.3
20. Kaltim 2,436.0 95.5 2,288.0 93.9 148.0 6.1
21. Sulut 2,260.0 88.6 2,079.0 92.0 181.0 8.0
22. Sulteng 2,876.0 112.8 2,706.0 94.1 170.0 5.9
23. Sutera 2,445.0 95.9 2,160.0 88.3 285.0 11.7
24. Sulsel 5,891.0 231.0 5,776.0 98.0 115.0 2.0
25. Maluku - - - - - -
26. Irian Jaya 2,024.0 79.4 1,786.0 88.2 238.0 11.8
Indonesia 2,888.0 113.3 2,802.0 97.0 86.0 3.0

Keterangan :
Sumber data = Deptan
* N B M Propinsi 1998
a) % Kecukupan Energi terhadap tingkat ketersediaan 2550 Kkal/Kap/hari
b) % terhadap total

85
TABEL KETERSEDIAAN PROTEIN
Per Kapita - Per Hari Menurut Propinsi
(Total, Nabati, Hewan)
Tahun 1998
* KETERSEDIAAN
NO. PROPINSI TOTAL NABATI HEWANI
Gr/Kap/Hari % a) Gr/Kap/Hari % b) Gr/Kap/Hari % b)
1. Aceh 65.1 118.4 59.4 91.2 5.6 8.6
2. Sumut - 0.0 0 0.0 0 0.0
3. Sumbar 55.5 100.9 10.3 18.6 45.2 81.4
4. Riau 58.5 106.4 40.1 68.5 18.3 31.3
5. Jambi 49.8 90.5 41.6 83.5 8.2 16.5
6. Sumsel 53.4 97.1 41.1 77.0 12.3 23.0
7. Bengkulu 82.3 149.6 72.6 88.2 9.7 11.8
8. Lampung 61.1 111.1 54.5 89.2 6.7 11.0
9. DKI 70.1 127.5 44.8 63.9 25.4 36.2
10. Jabar 50.4 91.6 42.1 83.5 8.3 16.5
11. Jateng 68.7 124.9 58.5 85.2 10.2 14.8
12. DIY 76.2 138.5 70.1 92.0 6.1 8.0
13. Jatim 76.9 139.8 70.5 91.7 6.4 8.3
14. Bali 79.1 143.8 62.8 79.4 16.2 20.5
15. NTB 87.1 158.4 77.9 89.4 9.2 10.6
16. NTT - 0.0 0 0.0 0 0.0
17. Kalbar 48.2 87.6 39.1 81.1 9.1 18.9
18. Kalteng 48.3 87.8 35.6 73.7 12.6 26.1
19. Kalsel 78.3 142.4 56.5 72.2 21.8 27.8
20. Kaltim 54.4 98.9 36.5 67.1 17.9 32.9
21. Sulut 59.9 108.9 39 65.1 21 35.1
22. Sulteng 67.1 122.0 42.7 63.6 24.4 36.4
23. Sutera 76.3 138.7 39.5 51.8 36.8 48.2
24. Sulsel 159.2 289.5 144.6 90.8 14.6 9.2
25. Maluku - 0.0 0 0.0 0 0.0
26 Irian Jaya 60.5 110.0 24.6 40.7 35.9 59.3
Indonesia 62.7 114.0 52.5 83.7 10.2 16.3

Keterangan :
Sumber data = Deptan
* N B M Propinsi 1998
a) % Kecukupan protein terhadap tingkat ketersediaan 55 Gr/Kap/hari
b) % terhadap Total

86
TABEL KONSUMSI ENERGI DAN PROTEIN
Per Kapita - Per Hari Menurut Propinsi
Tahun 1996 - 1999

ENERGI PROTEIN
NO. PROPINSI
1996 1999 1996 1999
Kkal/Kap/Hari % a) Kkal/Kap/Hari % a) Gr/Kap/Hari % b) Gr/Kap/Hari % b)
1. Aceh 2113.8 96.1 2,043.0 92.9 57.3 114.6 52.4 104.8
2. Sumut 2046.1 93.0 1,961.0 89.1 56.9 113.8 52.7 105.4
3. Sumbar 2250.9 102.3 2,030.0 92.3 58.4 116.8 51.5 103.0
4. Riau 2092.4 95.1 1,910.0 86.8 56.5 113.0 50.3 100.6
5. Jambi 2161.5 98.3 1,919.0 87.2 56.1 112.2 47.1 94.2
6. Sumsel 2123.6 96.5 1,891.0 86.0 56.1 112.2 47.1 94.2
7. Bengkulu 2118.8 96.3 1,894.0 86.1 55.1 110.2 48 96.0
8. Lampung 2081.8 94.6 1,894.0 86.1 53.2 106.4 46.3 92.6
9. DKI 1985.1 90.2 1,860.0 84.5 58.1 116.2 51.9 103.8
10. Jabar 2119.3 96.3 1,889.0 85.9 58.9 117.8 50.2 100.4
11. Jateng 1887.1 85.8 1,751.0 79.6 50.5 101.0 45.8 91.6
12. DIY 1972.9 89.7 1,755.0 79.8 51.5 103.0 45.3 90.6
13. Jatim 1850 84.1 1,720.0 78.2 48.7 97.4 45.8 91.6
14. Bali 2210.1 100.5 2,076.0 94.4 58.1 116.2 55.1 110.2
15. NTB 2001.2 91.0 1,875.0 85.2 54.2 108.4 49.5 99.0
16. NTT 2058.4 93.6 1,746.0 79.4 53.3 106.6 44 88.0
17. Kalbar 2055.5 93.4 1,915.0 87.0 54.2 108.4 50 100.0
18. Kalteng 2187.8 99.4 2,004.0 91.1 61.7 123.4 55.1 110.2
19. Kalsel 2119.7 96.4 1,915.0 87.0 58.6 117.2 50.6 101.2
20. Kaltim 2053.7 93.4 1,768.0 80.4 57.3 114.6 47.7 95.4
21. Sulut 2121.9 96.5 2,028.0 92.2 55.8 111.6 54.3 108.6
22. Sulteng 2246.7 102.1 1,974.0 89.7 57.5 115.0 48.6 97.2
23. Sutera 2178.7 99.0 1,953.0 88.8 59.3 118.6 52.4 104.8
24. Sulsel 2114.8 96.1 1,967.0 89.4 58.7 117.4 54.1 108.2
25. Maluku 1901.8 86.4 1,620.0 73.6 48.9 97.8 39.1 78.2
26. Irian Jaya 1988.3 90.4 1,736.0 78.9 44.7 89.4 40.8 81.6
Indonesia 2019.8 91.8 1,849.0 84.0 54.5 109.0 48.7 97.4

Keterangan :
Sumber data = Deptan
Diolah dari data Susenas 1996 dan 1999
a) % Angka kecukupan energi pada tingkat konsumsi yaitu 2200 Kkal/Kap/hari
b) % Angka kecukupan protein pada tingkat konsumsi yaitu 50 Kkal/Kap/hari

87
TABEL RENCANA AKSI PANGAN DAN GIZI NASIONAL (RAPGN) 2001-2005

No. Program Kelompok Sasaran Indikator Strategi Kegiatan Pelaksana


A. Pengembangan Kelembagaan
Panga dan Gizi
1. Peningkatan kemampuan - Kelembagaan petani - Peningkatan kinerja kelemba - Pemberdayaan kelembagaan - Pelatihan SDM petani, penyuluh dan - Pertanian
kelembagaan produksi - Kelembagaan penyuluhan gaan produksi pangan petani, kelembagaan penyuluhan pengelola lembaga pelayanan usaha - Bulog
pangan - Kelembagaan pelayanan - Peningkatan kinerja Kelemba - Pemberdayaan kelembagaan tani - LSM
usaha produksi dan agri gaan pelayaan agribisnis pelayanan benih/bibit, perlindungan - Penyempurnaan sistem, metode, pra - Menpan
bisnis pangan pangan tanaman/hewan, dan pelayanan sarana dan sarana lembaga produksi
teknologi dan pelayanan produksi pangan.
- Pengembangan kemitraaan - Peningkatan kerja sama antara pro
antar lembaga produksi dan dusen pangan dengan pengusaha
bisnis pangan. hulu dan hilir.
- Penigkatan kemampuan masyarakat
untuk mengembangkan usaha jasa
pelayanan pertanian.
2. Peningkatan kinerja ke - Depot logistik - Peningkatan pengetahuan - Pemberdayaan kelembagaan distri - Peningkatan kemampuan SDM penge - Bulog
lembagaan distribusi, - Tim Pangan dan Gizi dan ketrampilan sumber daya busi (logistrik) lola kelembagaan distribusi, cadangan - Pertanian
cadangan pangan dan pe - Lembaga sosial manusia pengelola kelembaga - Pemberdayaan cadangan pangan pangan dan pemantauan situasi pangan - Perindag
mantauan situasi pangan masyarakat an distribusi pangan - Pemberdayaan sistem pemantuan - Penyempurnaan sarana, prasaranan - Kesehatan
- Lembaga usaha produksi - Peningkatan kemampuan situasi pangan kerja dan mekanisme kerja kelembaga
dan perdagangan pangan membangun cadangan pangan an distribusi, cadangan pangan dan
- Kelancaran dan efisiensi dis pemantauan situasi pangan.
tribusi pangan antar wilayah - Pengembangan kebijakan dan penyem
purnaan tata niaga dan distribusi
pangan untuk meningkatkan efisiensi
perdagangan/ distribusi pangan.
- Pengembangan kemampuan penge
lolaan stok pangan oleh masyarakat,
antara lain pengembangan lumbung
desa dan hutan cadangan pangan,

81
No. Program Kelompok Sasaran Indikator Strategi Kegiatan Pelaksana
dan sebagainya.
- Koordinasi lintas lembaga dan lintas
wilayah untuk kelancaran distribusi
pangan.
3. Pemantapan dan pengembangan
- Para pengambil Meningkatnya peran kelembagaan - Penguatan kelembagaan dengan - Pengembangan rancangan
Kelembagaan koordinasi keputusan dibidang pangan dan gizi di pusat dan daerah tugas pokok dalam bidang kelembagaan yang mempunyai
pangan dan gizi pangan dan gizi yang mempunyai tugas pokok perumusan kebijakan tugas dan fungsi dalam bidang
- Tim pangan dan gizi dan fungsi dalam bidang : - Penguatan kelembagaan dengan perumusan kebijakan pangan gizi
di berbagai tingkat a. Perumusan kebijakan tugas pokok dalam bidang nasional tingkat pusat dan
b. Penelitian penelitian pengembangan dan fungsi tim
c. Pendidikan dan Pelatihan - Penguatan kelembagaan dengan pangan dan gizi daerah
d. Pelaksanaan tugas pokok dalam bidang - Desiminasi dan pemasaran sosial
e. KIE pendidikan dan pelatihan rancangan
f. Pedampingan dan - Penguatan kelembagaan dengan - Pertemuan ahli
pemberdayaan masyarakat tugas pokok dan fungsi pelaksanaan - Perumusan akhir rancang oleh
termasuk LSM dan swasta - Penguatan kelembagaan dengan tim penyusun
tugas pokok dalam bidang KIE - Pengusulan dan pengesahan
- Penguatan kelembagaan dengan rancangan
tugas pokok dalam bidang
pedampingan dan pemberdayaan
masyarakat termasuk LSM dan
swasta
B. Pengembangan Tenaga
Pangan dan Gizi
1. Pemberdayaan LSM LSM, swasta dikota Meningkatnya jumlah LSM dan - Memantapkan kerja sama antara - Sosialisasi dan advokasi masalah - Bappeda
dan desa yang potensil swasta yang berperanserta dalam pemerintah dan LSM serta swasta pangan dan gizi pada seluruh LSM - Kesehatan
penanggukangan pangan dan dalam menanggulangi masalah dan swasta. - Pertanian
gizi pangan dan gizi - Menggerakkan LSM dan swasta untuk - Universitas
- Meningkatkan kemampuan berperan serta dalam penanggulangan - LSM
tenaga profesional, LSM dan asalah pangan dan gizi - Swasta
swasta dalam pencegahan - Menggali potensi sumber daya

91
No. Program Kelompok Sasaran Indikator Strategi Kegiatan Pelaksana
dan penanggulangan masalah (tenaga,sarana dan dana) yang
pangan dan gizi ada pada LSM dan swasta.
- Menggali dan memanfaatkan
potensi sumber daya dari
masyarakat untuk menanggu-
langi masalah pangan dan gizi
2. Pelatihan tenaga pangan Seluruh tenaga pangan - Tersedianya tenaga pangan - Pemantapan kerja sama berbagai - Terbentuknya jaringan kerja sama - Institusi pendidikan
dan gizi dan gizi dan gizi di tingkat propinsi institusi pelatihan dan pendidikan antar institusi pendidikan lembaga pe- - Institusi pelatihan
kabupaten, kecamatan dalam meningkatkan jumlah dan nelitian dan pengeelola program pangan - LSM
- Jumlah tenaga pangan dan gizi mutu tenaga pangan dan gizi dan gizi.
yang terlatih. - Pemantapan kemampuan - Tersedianya program pelatihan pangan
profesional tenaga pangan dan gizi multi strata sesuai dengan
dan gizi dalam pencegahan kebutuhan program
dan penanggulangan masalah - Pengembangan profesi tenaga pangan
pangan dan gizi. dan gizi melalui kerja sama institusi
pendidikan dengan organisasi profesi
3. Pendayagunaan tenaga Seluruh tenaga pangan - Jumlah tenaga pangan dan - Identifikasi kebutuhan tenaga - Inventarisasi tenaga pangan dan gizi - Institusi pemerintah,
pangan dan gizi dan gizi. gizi yang ikut aktif dalam pangan dan gizi. diseluruh institusi yang terkait dengan - Lembaga
penanggulangan masalah - Meningkatkan ketrampilan dan dengan pangan dan gizi pendidikan
pangan dan gizi pengetahuan tenaga pangan dan - Menyalurkan tenaga pangan dan gizi
- Ratio tenaga pangan dan gizi gizi sesuai kebutuhan yang belum didayagunakan
yang terlatih per wilayah - Pengembangan karir tenaga - Peningkatan mutu dan kualitas
- Meningkatnya kualitas pela- pangan dan gizi. tenaga yang sudah didayagunakan
yanan dibidang pangan dan - Menetapkan standard tenaga (termasuk jenjang karir)
gizi yang terlatih per wilayah profesi dibidang pangan dan gizi - Menyelenggarakan pelatihan,
pendidikan dalam negeri maupun luar
negeri
- Terbentuknya jaringan untuk memantau
pendayagunaan tenaga pangan dan gizi

101
No. Program Kelompok Sasaran Indikator Strategi Kegiatan Pelaksana
C. Peningkatan Ketahanan
Pangan
1. Peningkatan produksi dan - Daerah pertanian - Meningkatnya produksi - Memantapkan ketersediaan - Optimalisasi pemanfaatan lahan - Pertanian
ketersediaan aneka - Komoditas utama : beras secara kontinyu pangan melalui peningkatan pertanian melalui ekstensifikasi, - Dep. PU
pangan padi, palawija, pangan - Meningakatnya produksi produksi aneka ragam pangan konservasi, intensifikasi dan reha - BPN
asal ternak, perikanan, aneka pangan lokal untuk - Mengembangkan sistem bilitasi - Perindag
sayur dan buah memenuhi konsumsi dan cadangan pangan nasional dan - Peningkatan produksi pangan - Bulog
- Kelembagaan Pangan substitusi import (padi, distribusi antar wilayah. sumber karbohidrat non beras, - Koperasi
lokal palawija, kacang-kacangan - Mengatur sistem produksi pangan asal ternak, perikanan, - Eksplorasi
- Keluarga tani pangan asal ternak, peri dan pengadaan pangan untuk sayur dan buah. Kelautan dan
kanan, sayur dan buah memberi insentive bagi pe- - Peningkatan jamiman keterse- Perikanan
- Stabilisasi harga ningkatan produksi padi dan diaan sarana produksi (bibit/benih,
aneka ragam pangan pupuk, pestisida, alsintan dan
pakan)
- Penyempurnaan sistem tata niaga,
distribusi dan pemasaran produk
pangan.
- Pengembangan sistem pengelolaan
stok pangan tingkat nasional dan
lokal termasuk pengembangan
lumbung dan hutan cadangan
pangan.
- Pengembangan sistem penetapan
harga dan tarif yang melindungi
produsen dan konsumen.
2. Pengembangan agribisnis - Komoditas pangan yang - Berkembangnya sentra- - Peningkatan dan pemantapan - Penumbuhan dan pemantapan - Pertanian
komoditas pangan mempunyai nilai sentra komoditas unggulan daya saing global produk pangan sentra agribisnis komoditas unggulan - Perindag
ekonomi tinggi - Meningkatnya nilai tambah - Peningkatan iklim yang kondusif khususnya komoditas pangan - Kesehatan
- Wilayah yg mempunyai produk-produk pangan bagi pengembangan agribisnis - Pengembangan teknologi tepat guna - Swasta
keunggulan kompotitif melalui perbaikan kualitas dan agroindustri pangan dan tepat usaha untuk pengolahan
dan komparatif pengolahan dan penanganan - Pengembangan agribisnis yang dan penanganan pasca panen

111
No. Program Kelompok Sasaran Indikator Strategi Kegiatan Pelaksana
pasca panen berorientasi mutu dan nilai tambah - Pengembangan standarisasi dan ser-
- Meningkatnya efektifitas tifikasi pangan/produk pertanian
pembinaan dan pengawasan - Fasilitasi pengembangan pasar
serta berkurangnya kasus pe domestik dan internasional
langgaran keamanan pangan - Pemantapan kelembagaan dan infra
struktur untuk pembinaan dan penga-
wasan keamanan produk-produk pangan
3. Pengembangan agroindus - Aparat pemerintah - Teridentifikasinya jenis IKM - Melibatkan seluruh potensi lokal - Inventarisasi potensi lokal baik sumber - Perindag
tri pendukung ketahanan daerah pangan yang sesuai dengan yang ada dengan tetap berlandas daya manusi, dukungan infra struktur dan- Tingkat
pangan - Pengusaha potensi lokal dan mendukung kan kepada prinsip-prinsip eko- faktor-faktor lain yang harus dipertimbang Kabupaten
- Masyarakat dan ketahanan pangan nomi dan manajerial yang handal kan. Hal ini dilakukan melalui pengkajian
Lembaga LM3 - Terinventarisasinya IKM - Menciptakan sinkronisasi antara semua potensi yang ada di tingkat lokal
pangan yang sudah ada dan potensi dan kebutuhan - Berdasarkan pada potensi wilayah
dapat diberdayakan menjadi - Meningkatkan nilai tambah hasil (dilihat dari tanaman pokok pertani-
IKM pangan pendukung panen di pedesaan, baik untuk an dan sosial budaya) serta makan-
ketahannan pangan lokal konsumsi langsung maupun untuk an pokok masyarakat setempat,
- Jumlah IKM pangan yang bahan baku agroindustri pangan maka dengan mudah dapat ditetap-
dibina dalam rangka mendukung lanjutan kan jenis IKM Pangan yg sudah ada
ketahanan pangan - Meningkatkan diversifikasi produk - Evaluasi implementasi perbaikan
- Berdirinya IKM pangan berbasis sebagai upaya penanggulangan perumusan langkah-langkah per -
potensi lokal yang mendukung kelebihan produksi atau kelang- baikan
ketahanan pangan yang kuat kaan permintaan pada periode
dan dinamis tertentu
- Terserapnya produk-produk
lokal secara kontinyu dan
harga yang bersaing
- Terjadinya nilai tambah produk
pertanian di tingkat lokal

121
No. Program Kelompok Sasaran Indikator Strategi Kegiatan Pelaksana
D. Kewaspadaan Pangan dan Gizi
1. Pemantapan Sistem Kewaspa- Tim Pangan dan Gizi - Semua kabupaten/kota sudah - Peningkatan kemapuan, ketrampilan - Advokasi terhadap pimpinan daerah, DPRD, - Kesehatan
daan Pangan dan Gizi tingkat Propinsi melaksanakan pemetaan, pera Tim SKPG dalam menanggulangi ma lintas sektor serta lembaga swadaya masy - Pertanian
- Tim Pangan dan Gizi malan dan pengamatan situasi salah pangan dan gizi rakat - Bappeda
tingkat Kabupaten pagan dan gizi di wilayahnya - Peningkatan pemanfaatan SKPG - Pembinaan berjenjang tim pangan dan gizi - Tim Pangan dan
- Tim Pangan dan Gizi - Sudah dimanfaatkannya informasi oleh pemerintah daerah. - Pengumpulan, pengolahan dan analisis data Gizi
tingkat Kecamatan SKPG untuk pengambilan keputu - Meningkatkan kualitas data - Melakukan studi kasus berkaitan dengan - BKKBN
- Tim Pangan dan Gizi san, perumusan kebijakan, pe- pengembangan indikator . - LSM
tingkat Desa rencanaan program dan evaluasi. - Pelatihan teknis untuk Tim Pangan dan Gizi - Universitas
- Tertanggulanginya masalah kera Kabupaten termasuk instrumen data prose - Bulog
wanan pangan dan gizi buruk sing. - Dagri
secara lebih dini - Desiminasi informasi dan publikasi
- Pemanfaatan informasi untuk penentuan
alternatif intervensi
2. Pencegahan dan penang- - Wilayah miskin dan - Teridentifikasinya indika- - Peningkatan efektifitas sistem - Pengembangan indikator ketahanan - Pertanian
gulangan kerawanan rawan pangan (daerah tor ketahanan pangan pemantauan ketahanan pangan pangan nasional, wilayah danRT - Kesehatan
pangan kumuh, daerah terisolir, wilayah dan rumah tangga - Pematapan sistem penanggu - Pemantauan ketahanan pangan - Perindag
daerah lahan marginal, - Teridentifikasinya wilayah langan kerawanan pangan yang nasional, wilayah, dan RT secara - Diknas
daerah rawan kekering- dan rumah tangga rawan lebih menekankan pada pem- periodik dan kontinyu melalui pene- - Dagri
an dan rawan banjir) pangan binaan kemandirian rapan SKPG - PKK
- Keluarga rawan pangan - Teratasinya masalah kera - Peningkatan pendapatan ,ke- - Pengembangan sistem menanggu- - Lintas Sektor
transien (daerah terkena wanan pangan ditingkat sempatan kerja dan kemampuan langi masalah kerawanan pangan
bencana alam dan keru wilayah dan RT berusaha melalui kerjasama pemerintah,swasta
suhan, dll) - Berkurangnya jumlah RT dan masyarakat
rawan pangan - Fasilitasi peningkatan pendapatan
masyarakat an.melalui diversifikasi
usaha, konsolidasi usaha kelompok,
perbaikan teknik dan manajemen
usaha, dukungan sarana dan permo
dalan usaha
- Optimalisasi skema penyaluran subsidi
pangan
3. Penanggulangan masalah gizi- Penduduk yang terkena - Diketahuinya besaran masalah - Menyediakan data dasar masalah - Melakukan pengumpulan data untuk kebu- Bappeda
dalam keadaan darurat bencana dan penduduk gizi pada tempat pengungsian, gizi pada tempat pengungsian. tuhan data dasar berkaitan dengan status- Kesehatan
pada tempat tempat - Terbentuknya model intervensi - melakukan indentifikasi kelompok gizi pada setiap tempat pengungsian - Pertanian
pengungsian khusus. untuk penduduk dalam keadaan risiko tinggi pada tempat - Mengembangkan model intervensi gizi pada- LSM
- Penduduk korban darurat pengungsian tempat pengungsian - Universitas
kerusuhan - Mengembangkan model intervensi - Bulog
gizi pada tempat pengungsian. - Dagri
- Melakukan pemantauan dan
penilaian intervensi gizi yang di
lakukan pada tempat pengungsian
E. Pencegahan dan

131
No. Program Kelompok Sasaran Indikator Strategi Kegiatan Pelaksana
Penanggulangan Gizi
Kurang dan Gizi Lebih
1. Pencegahan dan penang - Bayi - D/S dan N/S = 80% - Memantapkan upaya pence- - Pemantauan tumbuh kembang balita - Kesehatan
gulangan KEP - Anak balita - Prevalensi gizi kurang gahan memburuknya kondisi gizi dengan KMS di posyandu, puskesmas - Pertanian
setinggi-tinnginya 20% - Pengembangan tata laksana dan sarana pelayanan kesehatan lain - BKKBN
- Prrevalesi gizi buruk se- gizi buruk - Melakukan tata laksana gizi buruk - Depdagri
tinggi-tingginya 5 % - Deteksi dini BBLR - Setiap bayi lahir berat badan ditimbang - Organisasi profesi
- Pengembangan paket pelayanan - Pembinaan keluarga dalam asuhan - LSM
gizi yg terintegrasi dengan kegia- keperawatan dan gizi - Pemberdayaan
tan lintas program dan sektor - Pemberian makanan tambahan Wanita
- Peningkatan jaringan pelayanan (PMT) penyuluhan dan PMT pemulihan - Litbang
dan rujukan gizi - Melakukan pelayanan gizi terpadu - Perguruan Tinggi
- Meningkatkan kemandirian keluarga dengan KIA, pelayanan kesehatan dan
dalam pola asuh anak program penanggulangan kemiskinan
2. Pencegahan dan penang - WUS - Penurunan prevalensi KEK - Deteksi dini resiko KEK - Penapisan penderita resiko KEK dan
gulangan KEK - Ibu hamil dan ibu setinggi-tingginya 20% - Memantapkan upaya intervensi melalui pengukuran LILA dan IMT
nifas - Prevalensi BBLR setinggi- WUS dan ibu hamil KEK - Pelaksanaan intervensi terhadap
tingginya 7% - Peningkatan koordinasi pelayanan penderita KEK melalui pendidikan
gizi yg terintegrasi dengan kegiatan gizi dan pemberian makanan tambahan
lintas program dan sektor - Melakukan pelayanan gizi dengan - Pertanian
- Peningkatan jaringan pelayanan KIA, pelayanan kesehatan dan program - Perindag
dan rujukan gizi penanggulangan miskin - PKK
- Meningkatkan kepedulian keluarga - Pembinaan keluarga dalam asuhan - Kesehatan
dalam kesehatan dan gizi keperawatan dan gizi - Diknas
- Lintas sektor
3. Pencegahan dan pe- - Balita - Menurunkan prevalensi - Mengembangkan model intervensi - Melaksanakan pemantauan secara - Kesehatan
nanggulangan gizi lebih - Anak sekolah kegemukan setinggi-tingginya pada penderita gizi lebih (misal : berkala berat badan dan tinggi badan - LSM
- Remaja 3 % pada balita posyandu usila, pusat kebugaran) - Melaksanakan promosi gaya hidup - Swasta
- Dewasa - Menurunkan prevalensi ke - Peningkatan kualitas pelayanan sehat - Masyarakat
gemukan setinggi-tingginya pada penderita gizi lebih - Melakukan konseling gizi - Organisasi profesi
10% pd orang dewasa usila - Melaksanakan manajemen terpadu
- Peningkatan koordinasi pelayanan penanganan kasus gizi lebih dan
gizi yang terintegrasi dengan penyakit degeneratif serta penyakit
kegiatan lintas program dan sektor lainnya
4. Asuhan dan konseling Anggota keluarga 50% dari institusi pelayanan - Menyusun standar tatalaksana - Menyusun standar tatalaksana asuhan - Kesehatan
gizi kesehatan telah melaksanakan asuhan dan konseling gizi dan konseling gizi - LSM
asuhan dan konseling gizi - Melaksanakan kegiatan asuhan - Melaksanakan kegiatan asuhan dan - Organisasi profesi
dengan tenaga profesional dan konseling gizi disetiap sarana konseling gizi disetiap sarana - BKKBN
pelayanan kesehatan pelaynan kesehatan - Swasta
- Melaksanakan kegiatan asuhan - Melaksanakan kegiatan asuhan dan
dan konseling gizi secara profesional konseling gizi secara profesional
F. Pencegahan dan
Penanggulangan Zat Gizi

141
No. Program Kelompok Sasaran Indikator Strategi Kegiatan Pelaksana
Mikro
1. Pencegahan dan penang- Seluruh penduduk - 90% keluarga mengkonsumsi - Garam yodium untuk semua - Pengawasan dan peningkatan - Kesehatan
gulangan GAKY garam cukup beryodium - Suplementasi kapsul minyak yodisasi garam - Perindag
(>30ppm) beryodium - Membina petani garam - Koperasi
- Penurunan prevalensi - Peningkatan koordinasi kegiatan - Pemantauan garam beryodium - Dagri
TGR dari 9,8% menjadi 5% lintas program dan lintas sektor ditingkat produsen, distributor, - PKK
- Membuka daerah terisolir pasar, dan masyarakat - Organisasi profesi
- menerapkan tindakan hukum - LSM
berdasarkan undang-undang
dan peraturan pemerintah yang ada
- Promosi penggunaan garam beryodium
- melakukan intensifikasi dan akselerasi
distribusi kapsul minyak beryodium
pada WUS, ibu hamil, ibu meneteki dan
anak sekolah dasar di daerah endemik
berat dan sedang
- melakukan pemetaan masalah GAKY
- Pengembangan fortifikasi yodium
pada bahan makanan dan yodisasi air
- Peningkatan kualitas bahan makanan
sebagai sumber zat yodium terutama
bahan makanan laut
2. Pencegahan dan penang- - Ibu hamil/ibu nifas Menurunkan prevalensi ane- - Suplementasi tablet/sirup besi - Melakukan intensifikasi dan akselerasi - Kesehatan
gulangan anemia gizi - WUS mia: - Meningkatkan konsumsi makanan distribusi tablet/sirup besi pada bumil - Perindag
- Balita - Bumil dan bufas dari kaya besi dan balita - Agama
- Anak usia sekolah 50,9% menjadi 40% - Pemasaran sosial makanan kaya - Promosi suplementasi tablet besi pada - BKKBN
- Usia lanjut - Balita dari 40,5% men zat besi terutama sumber hewani remaja putri, catin, dan nakerwan - Diknas
jadi
jadi30%
30% - Fortifikasi bahan makanan dengan - Melakukan koordinasi dan kegiatan - Sosial
WUS
-WUSdaridari39,5%
39,5%men
men zat besi dalam pemberian TTD dan sirup - Dagri
- Meningkatkan kemandirian besi dengan kegiatan KIE serta
masyarakat pelayanan kesehatan lain
- Integrasi kegiatan gizi lintas program - Mengembangkan fortifikasi zat besi
program dan lintas sektor besi melalui bahan makanan (gandum)
- Mengembangkan kegiatan pe-
nanggulangan anemia gizi pada
kelompok usia lanjut

151
No. Program Kelompok Sasaran Indikator Strategi Kegiatan Pelaksana
3. Pencegahan dan penang- - Bayi (6-11 bulan) Prevalensi xeropthalmia - Suplementasi kapsul Vit. A dosis - Akselerasi suplementasi Kapsul - Kesehatan
gulangan vitamin A - Anak balita (1-5 th) (X1b<0,33%) tinggi Vit. A dosis tinggi (100.000 IU) - Perindag
- Ibu nifas (<30 hr) - Peningkatan konsumsi makanan untuk bayi dan 200.000 IU untuk - Swasta
kaya Vit. A anak balita - PKK
- Fortifikasi bahan makanan dengan - Promosi bulan kapsul Vit. A - Dagri
Vit. A (Pebruari dan Agustus)
- Koordinasi lintas program dan lintas - Pemasaran sosial sumber Vit. A alami
sektor - Fortifikasi minyak sayur dengan Vit. A
- Kerjasama pendistribusian kapsul
Vit. A bersama kegiatan imunisa
si campak
4. Pencegahan dan pe- - Ibu hamil - Teridentifikasinya masalah - Meningkatkan jaringan informasi - Pengembangan pusat data dan - Kesehatan
nanggulangan kurang - Bayi dan anak (6- seng dan selenium masalah gizi mikro secara informasi masalah kurang zat - Swasta
gizi mikro lain 24 bulan) - Terwujudnya model intervensi internasional dan nasional gizi mikro - Organisasi profesi
suplementasi multi gizi mikro - survei dan penelitian - Mengkaji data sekunder dari ber- - LSM
terutama untuk ibu hamil dan - Pengembangan program bagai sumber
anak (6 - 24 bulan) - Mengembangkan suplementasi
multi gizi mikro pada ibu hamil
dan anak (6 - 24 bulan)
5. Fortifikasi pangan - Industri bahan Terwujudnya fortifikasi - Standardisasi dan regulasi - Memilih dan menetapkan bahan - Kesehatan
makanan Fe, Seng, Zn dan vit A fortifikasi bahan makanan makanan sebagai wahana untuk - Perindag
(garam,mie, minyak) - Advokasi dan koordinasi fortifikasi - Swasta
- Masyarakat sasaran kegiatan fortifikasi lintas - Fortifikasi bahan makanan dengan - Dagri
sektor, lintas program dan industri mikronutrient sesuai standar (misal : - Organisasi profesi
fortifikasi gandum dengan Fe, Zn, B1 - BUMN
dan B6, minyak dengan Vit. A)
- Pengayaan bahan makanan dengan
vitamin dan mineral
G. Peningkatan Perilaku
Keluarga Mandiri Sadar
Pangan dan Gizi

1. Peningkatan diversifikasi - Seluruh wilayah - Meningkatnya keragaman - Peningkatan produksi dan pe- - Pengembangan pengolahan aneka - LSM/swasta.
konsumsi pangan dan gizi - Seluruh lapisan masya ketersediaan dan konsumsi ngembangan aneka pangan pangan khususnya pangan olahan - Pertanian
rakat pangan olahan (non beras dan makanan non beras dan makanan tradisional - Kesehatan
- Berkembangnya aneka ragam tradisional) - Pelatihan gizi seimbang bagi tenaga - Perindag
pangan pokok olahan pengganti - Pengembangan pendidikan gizi penyuluh lapangan - Diknas
beras seimbang mencakup penyuluhan - Penyuluhan dan promosi gizi seim- - PKK
- Perubahan perilaku konsumsi dan promosi bang bagi kelompok tani dan masya - Dagri
pangan menuju PUGS - Pemberdayaan masyarakat dalam rakat
- Peningkatan keragaman penyuluhan diversifikasi konsumsi - Kajian pemetaan pola diversifikasi
konsumsi pangan pangan konsumsi pangan serta kecenderungnya
- Pengembangan teknologi dalam - Peningkatan peran serta masyarakat

161
No. Program Kelompok Sasaran Indikator Strategi Kegiatan Pelaksana
rangka diversifikasi pangan dalam pengembangan produk pangan
lokal serta penganekaragaman
penyediaan dan konsumsi pangan
- Koordinasi pengembangan teknologi
untuk diversifikasi konsumsi pangan
dan nilai tambah produk pangan
2. Pemasyarakatan gizi Seluruh keluarga dan - umlah keluarga yang mene- - Pengembangan dan pema- - Pengkajian besaran & sebaran - Lintas program
seimbang masyarakat rapkan perilaku gizi seimbang syarakatan gizi seimbang . perilaku gizi seimbang. - lintas sektor terkait
(% kadarzi) - Mengembangkan teknologi - Kampanye , sosialisasi dan advokasi - LSM/swasta.
- Tersedianya media KIE secara KIE tepat guna tentang gizi - Pelatihan dan pendidikan tenaga
spesifik menurut kondisi daerah seimbang pada keluarga. - Mengembangkan media dan pesan-
- Jumlah institusi, sektor dan - Meningkatkan kerja sama lintas pesan spesifik yang tepat guna
program terkait yang telah program, lintas sektor, LSM/ - Kerja sama lintas sektor dan lintas
terlibat dalam promosi gizi swasta. program, LSM / swasta.
seimbang - Mengembangkan mutu pelayanan - Meningkatkan mutu pelayanan gizi
gizi keluarga. keluarga melalui puskesmas,
- Memantapkan kelembagaan posyandu dan lain-lain.
kadarzi.
3. Peningkatan pemberian - Bayi - Peningkatan persentase - Peningkatan kerjasama pelayanan - Peningkatan Rumah sakit dan tempat - Kesehatan
ASI dan MP-ASI - Balita pemberian ASI eksklusif kesehatan, industri dan tenaga kerja sayang ibu - Swasta
- Ibu hamil menjadi 80% kerja - Peningkatan peran organisasi wanita - Pertanian
- Ibu menyusui - Peningkatan pemberian - Kerjasama pemerintah, swasta dan - Peningkatan kualitas MP-ASI yang - PKK
MP-ASI yang berkualitas industri dalam pengembangan terjangkau daya beli masyarakat - Perindag
mulai umur 4 bulan MP-ASI - Pengembangan industri MP-ASI - Hukum dan
- Peningkatan KIE melalui media di tingkat propinsi dan kabupaten Perundang -
massa - Peningkatan kampanye penggunaan Undangan
ASI ekslusif dan MP-ASI - LSM
- Pengawasan dan monitoring pembuatan - Organisasi profesi
dan penggunaan susu formula
- advokasi terhadap pengambil kepu-
tusan, masyarakat industri, LSM dan
media massa
H. Pelayanan Gizi di Institusi
- Institusi pendidikan - Jumlah institusi yang - Penentuan standar mutu serta - Menyusun dan menetapkan standar
- Institusi rumah tahan melaksanakan penye - regulasi penyelenggaraan serta regulasi penyelenggaraan
an & Lembaga pema- lenggaraan sesuai dengan makanan makanan dan pelayanan gizi di
syarakatan standar dan regulasi - Penenuan standar kecukupan institusi
- Institusi Sosial (panti - Jumlah institusi yang gizi bagi warga di Institusi - Melaksanakan kegiatan pe-
asuhan,wredha,rumah telah memasukkan materi - Peningkatan kualitas pe- nyelenggaraan makanan dan
singgah dll) gizi kedalam kurikulum nyelenggaraan makanan pelayanan gizi sesuai dengan standar
- Institusi tempat kerja pendidikan dan pelatihan banyak di institusi (kecukupan gizi, tenaga profesional,
- Institusi olahraga - pemberdayaan pengelola sarana)
(pusat pelat.olahraga) dan penyelenggara di institusi - Advokasi dan sosialisasi pelayanan

171
No. Program Kelompok Sasaran Indikator Strategi Kegiatan Pelaksana
- Institusi kesehatan - Promosi pelayanan gizi gizi di institusi
(rumah sakit, puskes- di institusi - Melaksanakan asuhan dan konseling
mas perawatan,ru- - pengembangan materi materi gizi di institusi (pojok gizi di
mah besalin) kedalam materi pendidikan dan puskesmas, konseling gizi bagi atlet
- Institusi lain (matra pelatihan di pusat olahraga, pasien di
haji, transmigrasi dll) - koordinasi lintas program dan rumah sakit)
lintas sektor - Melaksanakan kerjasama dengan
lintas sektor, lintas prgram dan swasta
dalam kegiatan pelayanan gizi di
institusi
- Pelatihan dan pembinaan bagi petugas
penyelenggara dan pengelola makanan
(misal: kantin, warung sekolah/penjaja
makanan, jasa boga, embarkasi/
debarkasi haji dll)
I. Pengembangan Mutu
dan Keamanan Pangan
1. Pemberdayaan Konsumen Seluruh lapisan masyarakat - Peningkatan jumlah pemanfaatan - Pemasayarakatan peraturan
sistem dan lembaga perundang-undangan bidang pangan.
pengaduan masyarakat ke - Penyusunan dan penyebarluasan
instansi berwenang informasi tentang : cara memilih,
- Peningkatan produk makanan membeli, menglah, menyajikan,
yang memenuhi syarat penyimpanan dan penanganan
- Peningkatan sarana makanan yang aman.
pengolahan makanan yang - Cara memahami informasi pada label
memenuhi syarat dan kemasan pangan, penyakit yang
perudang-undangan timbul melalui makanan.
- Peningkatan sarana distribusi - Penyebarluasan informasi tentang
yang memenuhi syarat penyampaian keluhan konsumen dan
- Penurunan jumlah kasus lembaga yang dapat membantu
keracunan dan penyakit yang menyelesaikan masalah.
timbul melalui makanan
2. Perbaikan Mutu dan Para pengusaha industri - Teridentifikasinya kemungkinan - Menerapkan standar mutu dan - Inventarisasi produksi pangan
Keamanan Pangan Produk kecil menengah dan bahaya produk-produk industri keamanan pangan secara - Identifikasi potensi bahaya
Industri Pangan Kecil dan rumah tangga yang berkontribusi dengan nasional dan bertahap Perumusan strategi perbaikan mutu
Menengah status gizi masyarakat - Memperkuat mekanisme dan keamanan pangan
- Jumlah industri yang dibina pembinaan dan pengawasan - Implementasi strategi perbaikan mutu
- Jumlah industri yang menerap penerapan standar mutu dan keamanan
kan konsep perbaikan mutu - Penumbuhan kesadaran tentang - Evaluasi implementasi
dan keamanan pentingnya mutu dan keamanan
- Jumlah kasus keracunan produk melalui penyuluhan dan
- Pemakaian bahan tambahan praktek
pangan berbahaya

181
No. Program Kelompok Sasaran Indikator Strategi Kegiatan Pelaksana
- Meningkatnya mutu dan
keamanan produk pangan
industri
- Tersosialisasinya konsep cara
produksi yang baik
- Peningkatan daya saing
industri
J. Penelitian dan
Pengembangan Pangan
dan Gizi
1. Bidang pangan - Penelitian penerapan dan seleksi
teknologi budidaya, panen dan pasca
panen komoditas pangan yang mampu
meningkatkan produktivitas tani
- Penelitian penerapan dan seleksi
teknologi pengolahan pengepakan
penyajian aneka ragam pangan
produk-produk pangan.
- Penelitian penerapan dan seleksi
Prototipe alat dan mesin pra panen
dan pasca panen produk pangan
- Penelitian penerapan dan seleksi
Instrumen pelayanan sosial ekonomi
sistem usaha pertanian berbasis
komoditas pangan
2. Bidang Gizi - Penelitian teknologi pendidikan gizi
- Penelitian epidemiologi dan SKPG
- Penelitian teknologi makanan dan
potensi gizi
- Penelitian gizi masyarakat
- Penelitian biokimia dan fisiologi gizi

191
PREVALENSI GIZI KURANG PADA BALITA
MENURUT PROPINSI, SUSENAS 1999
11

12
64 71
14
13 61

15 72
62 81
16 63 73
17
<15% 74 82
18
31
15-19.9%

>=20% 32 33
35 51 52
34
53

Kode Provinsi Prev Kode Provinsi Prev Kode Provinsi Prev Kode Provinsi Prev
11 DI Aceh 15.18 31 DKI-Jkt 12.71 61 Kalbar 23.15 81 Maluku 15.31
12 Sumut 17.58 32 Jabar 17.40 62 Kalteng 19.54 82 Papua 15.59
13 Sumbar 19.74 33 Jateng 19.12 63 Kalsel 21.97
14 Riau 16.28 34 DI Jogja 12.05 64 Kaltim 18.04
15 Jambi 18.19 35 Jatim 18.26 71 Sulut 11.86
16 Sumsel 15.30 51 Bali 11.84 72 Sulteng 21.10
17 Bengkulu 15.10 52 NTB 22.22 73 Sulsel 20.10
18 Lampung 15.95 53 NTT 23.09 74 Sultra 17.18

Sumber : Depkes, 1999


88
PREVALENSI GIZI BURUK PADA BALITA
MENURUT PROPINSI, SUSENAS 1999
11

12

14 64 71
13 61

15 72
62 81
16 63 73
17
74 82
18
<5% 31

5-9.9% 32 33
35 51 52
>=10% 34
53

Kode Provinsi Prev Kode Provinsi Prev Kode Provinsi Prev Kode Provinsi Prev
11 DI Aceh 10.95 31 DKI-Jkt 5.72 61 Kalbar 11.48 81 Maluku 7.34
12 Sumut 11.36 32 Jabar 6.16 62 Kalteng 7.56 82 Papua 9.67
13 Sumbar 7.55 33 Jateng 5.42 63 Kalsel 8.23
14 Riau 8.40 34 DI Jogja 3.58 64 Kaltim 7.57
15 Jambi 9.69 35 Jatim 7.78 71 Sulut 8.24
16 Sumsel 5.93 51 Bali 3.98 72 Sulteng 7.23
17 Bengkulu 9.82 52 NTB 10.64 73 Sulsel 9.01
18 Lampung 8.46 53 NTT 10.13 74 Sultra 5.63

Sumber : Depkes, 1999 89


Prevalensi Gondok Anak Sekolah di Indonesia 1998
Menurut Propinsi
11

12

14 64 71
13 61
15 72
62 81

17 16 63 73
Keterangan 74 82
18
31
< 5 %
5 - 19.9 % 32 33
35 51 52
20-29.9 % 34
53
> 30 %

11 Aceh 5.4% 31 Jakarta 2.0% 61 Kalimatan Barat 2.3% 81 Maluku 33.3%


12 Sumatera Utara 6.7% 32 Jawa Barat 4.5% 62 Kalimatan Tengah 8.1% 82 Papua 13.0%
13 Sumatera Barat 20.5% 33 Jawa Tengah 4.4% 63 Kalimatan Selatan 1.7%
14 Riau 1.1% 34 Yogyakarta 6.1% 64 Kalimatan Timur 3.1%
15 Jambi 3.7% 35 Jawa Timur 1 6.3% 71 Sulawesi Utara 3.0%
16 Sumatera Seleatan 7.3% 51 Bali 12.0% 72 Sulawesi Tengah 16.5%
17 Bengkulu 7.9% 52 Nusa Tenggara Barat 19.7% 73 Sulawesi Selatan 10.1%
18 Lampung 11.9% 53 Nusa Tenggara Timur 38.1% 74 Sulawesi Tenggara 24.9%
90
54 Timor Timur 21.4%
TABEL PRODUKSI BEBERAPA KOMODITAS PANGAN MENURUT PROPINSI
(Kg/kap/thn)

KOMODITAS
No. PROPINSI Beras a) Jagung a) Ubi Kayu Kedele a) Daging Daging Ikan Ikan
a) Ternak a) Unggas a) Laut b) Darat b)
1. D.I. Aceh 222.6 18.3 17.3 18.9 2.8 5.6 28.7 3.1
2. Sumatra Utara 179.5 47.4 38.7 2.2 1.7 5.6 25.9 3.1
3. Sumatra Barat 246.6 12.9 20.2 2.4 3.1 4.0 19.8 5.7
4. Riau 63.8 10.8 15.8 1.1 2.1 3.9 58.4 3.7
5. Jambi 131.6 11.3 51.8 4.5 2.2 2.0 12.2 3.4
6. Sumatra Selatan 139.6 12.6 67.7 2.6 1.8 3.0 19.2 3.7
7. Bengkulu 149.7 39.7 61.0 3.4 1.3 2.9 11.9 2.9
8. Lampung 163.7 161.7 376.9 5.3 1.1 3.8 16.1 7.1
9. DKI Jakarta 1.4 0.01 0.1 0.0 4.0 1.4 7.8 0.1
10. Jawa Barat 160.5 9.1 45.3 2.0 2.4 2.9 4.2 5.2
11. Jawa Tengah 177.7 51.0 105.8 6.8 2.0 4.1 10.2 2.4
12. D.I. Yogyakarta 132.3 50.6 213.3 24.3 3.4 4.4 0.5 2.5
13. Jawa Timur 161.2 83.2 94.4 12.5 3.5 3.7 9.4 4.4
14. Bali 168.9 32.1 59.0 8.6 22.9 2.6 50.4 1.1
15. NTB 220.7 18.1 27.9 30.3 1.9 1.0 20.2 2.9
16. NTT 60.2 135.9 68.9 0.8 2.9 2.7 17.9 0.2
17. Kalbar 137.8 9.7 31.1 1.6 3.5 4.5 15.9 6.8
18. Kalteng 127.5 5.1 53.7 2.2 0.4 0.9 29.3 23.4
19. Kalsel 249.5 10.8 39.3 3.7 2.2 3.2 33.4 22.9
20. Kaltim 71.3 5.2 37.7 1.3 4.4 2.9 30.5 21.3
21. Sulut 73.3 53.3 31.0 4.6 8.2 1.8 45.6 2.6
22. Sulteng 154.5 16.7 22.7 2.3 4.3 3.7 43.3 1.5
23. Sulsel 302.0 98.8 66.2 6.6 2.8 2.5 34.4 14.2
24. Sultra 108.1 50.3 102.7 4.1 3.3 4.6 89.5 9.7
25. Maluku 11.5 5.1 88.0 1.1 2.5 1.8 156.7 0.1
26. Irja 18.8 4.3 22.2 6.9 3.0 1.1 66.1 2.2
INDONESIA 155.6 44.1 74.5 6.2 3.0 3.4 17.9 4.8

Keterangan :
a) Diturunkan dari Angka Produksi Tahun 1999 (Produksi dibagi jumlah penduduk tiap propinsi tahun 1999)
b) Diturunkan dari Angka Produksi Tahun 1997 (Produksi dibagi jumlah penduduk tiap propinsi tahun 1997)

84
We are guilty of many errors and many faults,
but our worst crime is abandoning the children,
neglecting the fountain of life.

Many of the thing we need can wait,


the child can not.

Right now is the time,


his bones are being formed,
his blood being made, and
his sense are being developed.

To him we can not answer tomorrow,

his name is TODAY!!!!


- Gabriel Mistral

Вам также может понравиться