Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
ABSTRAK
Sampel permukaan tanah dari 60 lokasi pengambilan sampel sepanjang rel kereta api di jalan
wilayah Srem (bagian barat Provinsi Otonom Vojvodina, Serbia) dikumpulkan dan dianalisis
untuk polychlorinated biphenyls (PCB) dan sepuluh berat logam untuk melihat bagaimana jarak
dari kereta api mempengaruhi konsentrasi beberapa polutan organik dan anorganik di dalam
tanah. Hasilnya PCB tidak hanya terdeteksi hanya di dua lokasi. Rata-rata konsentrasi total PCB
untuk semua lokasi pengambilan sampel adalah 0,0043 ppm. Menurut nilai indeks polusi
Nemerow Cu, Co, Zn dan Ni adalah logam berat yang paling banyak ditemui di daerah dekat jalur
kereta api. Berdasarkan hasil ini, bisa dikatakan bahwa transportasi kereta api merupakan sumber
potensial PCB dan beberapa logam berat yang mangakibatkan penurunan kualitas tanah.
Penurunan kualitas tanah juga disebabkan sejumlah besar pestisida sebagai akibat dari
penggunaan yang berlebihan pada pemberantasan hama pertanian. Tiga cara yang utama di mana
pestisida-pestisida mengalami degradasi dalam atau di atas tanah adalah degradasi kimia, reaksi
fotokimia, dan yang paling penting adalah biodegradasi. Selain akibat dari pencemaran tanah,
kualitas tanah juga akan menurun dengan adanya erosi dan pelumpuran serta penumpukan
sampah. Untuk menanggulangi pencemaran tanah akibat penumpukan sampah dapat dilakukan
melalui berbagai cara seperti melalui program 3 R, yaitu Reduce, Reuse, Recycle.
Kata kunci: pencemaran tanah, bahan organik, degradasi kimia, reaksi fotokimia, biodegradasi,
aktivitas pertanian, reaksi asam basa, ion exchange, aktivitas kesehatan, erosi, pelumpuran,
sampah
PENDAHULUAN
Tanah merupakan salah satu sumber daya alam yang paling penting. Inilah alasan mengapa
kita mampu mempertahankan diri. Tapi, sayangnya pencemaran tanah merupakan hal yang biasa
akhir-akhir ini. Dalam beberapa tahun terakhir para peneliti tertarik pada serangkaian faktor restriktif
yang mengancam kualitas tanah seperti degradasi sifat kimia, fisika dan biologi tanah (Baumhardt et
al., 2015). Jika degradasi tanah tidak mendapat perhatian memadai, apalagi saat kita membicarakan
kontaminasi logam berat, pestisida dan polutan organik lainnya, mungkin akan terjadi bom waktu
kimiawi.
Sumber kontaminasi polutan dapat berasal dari berbagai hal, salah satunya adalah
transportasi. Transportasi yang saat ini menjadi tren penelitian tentang polutan pada tanah adalah
kereta api. Pada jalur-jalur kereta api sering ditemukan Polychlorinated Biphenyls (PCB) dan logam
berat (Cu, Co, Zn, Ni dan Hg) yang tidak sedikit (Liu et al., 2017; Stojic, et al., 2017; Wierzbicka &
Kaabun, 2015; Zhang, et al., 2012). Oleh karena itu, penting untuk mempelajari tanah dan segala
permasalahannya.
SIFAT-SIFAT TANAH
Tanah merupakan campuran dari berbagai mineral, bahan organik, dan air yang dapat
mendukung kehidupan tanaman. Tanah umumnya mempunyai struktur yang lepas dan mengandung
bahan-bahan padat dan ronga-rongga udara. Bagian-bagian mineral dari tanah dibentuk dari batuan
induk oleh proses-proses pelapukan fisik, kimia dan biologis. Beberapa jenis tanah seperti tanah
gambut dapat mengandung bahan organik sampai 95%, jenis tanah lainnya ada yang hanya
mengandung 1 bahan organik.
Jenis-jenis tanah tertentu mempunyai lapisan-lapisan yang berbeda bila tanah itu semakin ke
dalam. Lapisan-lapisan ini disebut horizon. Lapisan atas umumnya terdiri dari ketebalan sampai
beberapa inci dan dikenal sebagai horizon A atau tanah atas (top soil). Lapisan ini merupakan lapisan
dimana aktivitas biologis berjalan secara maksimum dan mengandung paling banyak bahan organik.
Lapisan berikutnya adalah horizon B atau (sub soil). Lapisan ini menerima material-material seperti
bahan organik, garam-garam, dan partikel-partikel Clay yang merembes dari lapisan tanah atas.
Horizon C tersusun dari pelapukan batuan induk dimana tanah berasal.
Tanah bertindak sebagai suatu buffer dan menahan perubahan pH. Oksidasi dari pyrit dalam tanah
menyebabkan pembentukan asam sulfat yang disebut Cat Clay
FeS2 + 312 O2 + H2O Fe2+ + 2H+ + 2SO42-
Dalam suatu lahan dengan curah hujan rendah, tanah akan cenderung menjadi sangat basa karena
terdapatnya garam-garam seperti Na2CO3. Tanah bersifat basa ini dapat dihilangkan dengan jalan
menambahkan aluminium atau besi sulfat, yang melepaskan asam dalam proses hidrolisis :
2Fe3+ + 3SO42- + 6H2O 2Fe (OH)3 + 6H+ + 3SO42-
Untuk menghilangkan sulfat basa dari tanah bisa juga dilakukan dengan menambahkan belerang.
Belerang yang ditambahkan ke dalam tanah dioksidasi oleh bakteri sebagai mediator reaksi
pembentukan asam sulfat:
S + 1 O2 + H2O 2H+ + SO42-
Proses penurunan/penghilangan sifat kebasaan tanah dengan tambahan belerang diatas lebih
ekonomis.
PENCEMARAN TANAH
Tanah merupakan tempat penampungan berbagai bahan kimia. Banyak gas SO2 yang dihasilkan
dari perubahan bahan bakar batu bara atau bensin berakhir dengan sulfat yang masuk kedalam tanah
atau tertampung di atas tanah. Nitrogen Oksida (NO) yang diubah di atmosfer menjadi nitrat akhirnya
akan terdeposit di tanah. Tanah menyerap NO dan NO2 dengan cepat dan gas-gas tersebut mengalami
oksidasi menjadi nitrat dalam tanah. Karbon monoksida dirubah menjadi CO2 oleh bakteri dan
ganggang dalam tanah. Partikel timbal (Pb), yang berasal dari gas buang kendaraan bermotor
ditemukan pada lapisan atas tanah sepanjang jalan raya yang padat lalu lintas. Timbal di lapisan atas
tanah ditemukan juga di daerah yang dekat dengan penambangan dan peleburan timbal.
Tanah juga sebagai tempat penampungan banyak limbah-limbah dari rembesan penumpukan
sampah (landfill), kolam lumpur (lagoon), dan sumber-sumber lainnya. Dalam beberapa kasus, lahan
pertanian dari bahan-bahan organik berbahaya yang dapat mengurai juga merupakan tempat
pembuangan yang menyebabkan pencemaran tanah terjadi. Hal ini terjadi karena bahan organik tadi
di dalam tanah diuraikan oleh mikroba-mikroba tanah. Selain itu pembuangan kotoran dan
penumpukan yang berlebih dapat menambah pencemaran tanah.
Senyawa-senyawa organik menguap (VOC), seperti benzen, toluen, xeylen, diklorometana,
trikloroetana, dan trikloroetena, merupakan bahan pencemar tanah yang umum dikeluarkan industri
atau daerah perdagangan bahan-bahan tersebut. Salah satu dari sumber kontaminan yang paling
umum adalah kebocoran dari bagian bawah tangki penyimpan limbah cair.
Beberapa bahan pencemar senyawa organik terlihat pada humus pada waktu terjadi proses
pembentukan humus dalam tanah. Bahan-bahan ini menetap dalam humus sehingga menyebabkan
terjadi pencemaran pada humus yang akan terbentuk. Pengikatan terjadi terhadap senyawa-senyawa
yang mempunyai kemiripan sruktur dengan humus, seperti senyawa-senyawa fenol dan anilin.
HO Cl H2N Cl
2,4-diklorofenol 4-kloroanilin
Senyawa seperti ini akan terikat secara kovalen dengan molekul-molekul bahan humus cukup
banyak, melalui aktivitas dari enzim-enzim mikroba. Setelah terjadi ikatan, bahan-bahan ini sangat
resisten terhadap kehidupan dalam tanah dan reaksi kimia.
Tanah menerima sejumlah besar pestisida sebagai akibat dari penggunaan yang berlebihan pada
pemberantasan hama pertanian. Secara global diperkirakan pestisida digunakan sebanyak 2,5 juta ton
per tahun, Degradasi sejumlah besar dari pestisida dalam tanah sangat memberikan pengaruh terhadap
lingkungan. Pengaruh-pengaruh detail dari berbagai pestisida terhadap lingkungan saat ini
dibutuhkan untuk lisensi atau perizinan dari pestida baru (di U.S dilakukan oleh "Federal Insecticide,
Fungicide, dan Rodenticide act, FIFRA"). Faktor-faktor yang merupakan bahan penilaian antara lain:
penyerapan pestisida oleh tanah, perembesan atau leaching dari pestisida ke dalam air yang
berhubungan dengan potensinya terhadap pencemaran air, efek dari pestisida terhadap
mikroorganisme dan kehidupan binatang dalam tanah, dan kemungkinan terjadinya sifat toksik yang
lebih tinggi dari hasil proses degradasi.
Adaptasi oleh tanah merupakan suatu langkah penting dalam degradasi dari suatu pestisida.
Intensitas dari absorbsi dan kecepatan serta tingkat degradasi ditentukan oleh berbagai faktor.
Beberapa dari padanya adalah : kelarutan, penguapan, muatan, kepolaran, ukuran dan struklur
molekul, serta beberapa sifat dari medium. Absorbsi dari pestisida oleh komponen-komponen tanah
dapat memberikan berbagai pengaruh. Toksisitas dari suatu herbisida terhadap tanaman sangat
dipengaruhi oleh proses tersebut.
Proses pengikatan suatu pestisida kepada tanah dapat terjadi melalui berbagai bentuk absorbsi
secara fisik melalui energi van der wall yang terbentuk dan interaksi dipole-dipole antara molekul
pestisida dan muatan dari partikel-partikel tanah. Proses tukar-ion (ion exchange) sangat efektif dalam
penggabungan senyawa-senyawa organik kationic seperti herbisida paraquat,
H3C CH3
+H2N NH2+
kepala partikel-partikel tanah anionik. Beberapa pestisida yang bersifat netral dapat besifat kationik
bila berikatan dengan H+ dan terlibat sebagai spesi dengan bentuk muatan positif. Ikatan hidrogen
merupakan mekanisme lain di mana beberapa pestisida terikat pada tanah. Dalam beberapa kasus,
suatu pestisida dapat berfungsi sebagai suatu ligan koordinasi terhadap logam-logam dalam bahan
mineral tanah.
Tiga cara yang utama di mana pestisida-pestisida mengalami degradasi dalam atau di atas tanah
adalah degradasi kimia, reaksi fotokimia, dan yang paling penting adalah biodegradasi.
Dampak negatif dari sampah-sampah tersebut dapat terjadi di tempat penampungan sementara
(TPS) yang terdapat di setiap wilayah seperti di setiap RW atau kelurahan, pasar, dan sebagainya
maupun di tempat penampungan akhir (TPA). Dampak negatif di TPS biasanya dalam bentuk bau
yang kurang sedap, karena terjadi penguraian secara anaerop, kumpulan sampah di atas sampah yang
dapat menimbulkan berjangkitnya penyakit dan estetika.
Tempat penampungan sampan akhir (TPA) dalam bentuk penimbunan sampah terbuka akan
menimbulkan dampak negatif yang lebih besar karena selain bau yang tidak sedap yang berasal dari
penguraian secara anaerob dari komponen-komponen sampah, seperti gas H2S, NH3, CH4 dapat
terjadi rembesan dari proses leaching logam-logam berbahaya ke dalam air tanah atau sumber air.
Untuk menanggulangi pencemaran tanah akibat penumpukan sampah ini dapat dilakukan
melalui berbagai cara seperti melalui program 3 R, yaitu Reduce, Reuse, Recycle. Program Reduce
artinya mengurangi atau mereduksi sampah yang akan terbentuk. Hal ini dapat dilakukan bila ibu-ibu
rumah tangga kembali kepola lama yaitu membawa keranjang belanja ke pasar. Dengan demikian
jumlah kantong plastik yang dibawa ke rumah akan berkurang (tereduksi). Selain itu bila setiap orang
menggunakan kembali saputangan dari pada tissue, disamping akan mengurangi sampahnya, dengan
tidak menggunakan tissue dapat terjadi penghematan terhadap bahan baku untuk tissue, yang tidak
lain adalah kayu dari hutan. Kalau setiap orang melakukan hal tersebut, berapa ton sampah yang akan
tereduksi perbulan dan berapa ha hutan yang dapat terselamatkan.
Re-use, adalah program pemakaian kembali sampah yang sudah terbentuk seperti penggunaan
bahan-bahan plastik/ kertas bekas untuk benda-benda souvenir, bekas ban untuk tempat pot atau kursi
taman, botol-botol minuman yang telah kosong diisi kembali dan sebagainya.
Proses Recycle agak bebeda dengan kedua program sebelumnya. Dalam hal ini sampah sebelum
di gunakan perlu diolah ulang terlebih dulu. Bahan-bahan yang dapat direcycle atau didaur-ulang
seperti kertas atau plastik bekas, pecahan-pecahan gelas atau kaca, besi atau logam bekas dan sampah
organik yang berasal dari dapur atau pasar dapat didaur ulang menjadi kompos (pupuk). Proses daur-
ulang ini juga dapat mengubah sampah menjadi energi panas yang dikenal dengan proses insenerasi.
Insenerasi sederhana sudah dilakukan oleh beberapa industri di Jakarta yaitu menggunakan limbah
padat dalam bentuk lumpur hasil akhir pcngolahan air limbahnya tidak dibuang ke tanah tapi
digunakan sebagai bahan bakar setelah mengalami pengeringan.
Untuk mendaur ulang bahan-bahan kertas, plastik, atau logam, dibutuhkan sampah dalam
keadaan bersih artinya tidak tercampur antara satu bahan dengan bahan lainnya. Ini berarti setiap
orang harus memilah sampah sebelum dibuang ke tempat sampah. Pemisahan sampah dapat
dilakukan antara sampah organik biodegradable seperti sampah dapur dengan nonbiodegradable
seperti plastik. Selain itu dipisahkan antara kertas bekas, plastik bekas, karton, dan sebagainya dari
pecahan kaca atau logam. Hal ini telah dilakukan oleh beberapa negara maju seperti Australia, Canada
(yang dikenal dengan Blue Box System), dan negara-negara Eropa. Dengan sistein kota biru ini yaitu
pemilihan sampah untuk didaur ulang yang dilakukan ibu-ibu rumah tangga di Ontario-Canada pada
tahun 1990 telah menghasilkan 14 % dari seluruh sampahnya dapat didaur ulang atau sekitar 260.000
ton sampah.
Oleh karena itu sudah waktunya penghuni setiap rumah di Indonesia khususnya di kota-kota
besar untuk melakukan pemilahan sampahnya scbelum dibuang ke tempat pembuangan sementara
(TPS) nya masing-masmg. Selain itu juga diharapkan dapat turut serta dalam program Reduce dan
Reuse sampah. Dengan demikian, bila seluruh warga melaksanakan ketiga program tersebut (3R),
maka masalah pencemaran tanah oleh sampah akan berkurang.
PCB
(Cl)x Cl Cl
Cl
Cl Cl
Pertama kali ditemukan sebagai polutan lingkungan pada tahun 1966, senyawa PCB telah
ditemukan di seluruh dunia dalam air, sedimen, jaringan burung, dan jaringan ikan. Senyawa ini
merupakan kelas penting limbah khusus. Mereka dibuat dengan mensubstitusi 1 sampai 10 atom Cl
ke struktur aril bifenil seperti yang ditunjukkan di sebelah kiri pada Gambar 1. Substitusi ini dapat
menghasilkan 209 senyawa yang berbeda (congeners), yang satu contohnya ditunjukkan di sebelah
kanan pada Gambar 1.
Bifenil polychlorinated memiliki stabilitas kimia, termal, dan biologis yang sangat tinggi;
tekanan uap rendah; dan konstanta dielektrik tinggi. Sifat-sifat ini menyebabkan penggunaan PCB
sebagai cairan insulasi pendingin pada transformer dan kapasitor; untuk impregnasi kapas dan asbes;
sebagai peliat; dan sebagai aditif untuk beberapa cat epoxy. Sifat yang sama yang membuat PCB
yang sangat stabil sangat berguna juga berkontribusi terhadap penyebaran dan akumulasi luas
senyawa ini di lingkungan. Dengan peraturan yang dikeluarkan di Amerika Serikat yang berada di
bawah wewenang Undang-Undang Pengawasan Zat Beracun yang dikeluarkan pada tahun 1976,
pembuatan PCB dihentikan di Amerika Serikat, dan penggunaan dan pembuangannya dikontrol
dengan ketat. Beberapa tingkat biodegradasi PCB di lingkungan tidak terjadi.
Pengganti PCB untuk aplikasi kelistrikan telah dikembangkan. Pembuangan PCB dari peralatan
listrik yang dibuang dan sumber lainnya menyebabkan masalah, terutama karena PCB dapat bertahan
dalam pembakaran biasa dengan melepaskan diri sebagai uap melalui cerobong asap. Namun, PCB
bisa dihancurkan dengan proses insinerasi khusus.
PCB sangat menonjol sebagai polutan di sedimen Sungai Hudson sebagai akibat dari
pembuangan limbah dari dua pabrik manufaktur kapasitor yang beroperasi sekitar 60 km ke hulu dari
bendungan paling selatan di sungai dari tahun 1950 sampai 1976. Sedimen sungai di hilir dari pabrik
pameran PCB tingkat sekitar 10 ppm, 1-2 kali lipat lebih tinggi dari tingkat yang dijumpai di sungai
dan sedimen muara. Pada tahun 2002, General Electric Co diperintahkan untuk mengeruk dan
mendekontaminasi bagian-bagian di Sungai Hudson yang tercemar PCB dengan biaya melebihi $ 100
juta. Pada tahun 2009, pembersihan sebenarnya hampir tidak berlangsung (Manahan, 2010).
KESIMPULAN
o Sifat-sifat tanah yaitu horizon A sbg aktivitas biologis, horizon B menerima material seperti
bahan organik, garam-garam dan partikel-partikel tanah, horizon C tersusun dari pelapukan
batuan induk.
o Air diperlukan untuk memproduksi sebgian terbesar bahan-bahann tanaman, sedangkan udara
dalam tanah mengandung lebih sedikit oksigen.
o Bahan organik dalam tanah yaitu polisakarida, gula-gula amino, nukleosida, belerang organik,
serta senyawa-senyawa fosfor, sedangkan bahan anorganik dalam tanah meliputi nitrogen,
fosfor, kalium
o Oksidasi dari pyrit dalam tanah menyebabkan pembentukan asam sulfat tanah, curah hujan
rendah dapat menyebabkan tanah akan cendering menjadi sangat basa karena terdapatnya
garam_garam seperti Na2CO3
o Tanah merupakan tempat penampungan berbagai bahan kimia dan limbah-limbah dari rembesan
penumpukan sampah (landfill), kolam lumpur (lagoon), dan sumber-sumber lainnya. Bahan
kimia seperti senyawa organik menguap (VOC), merupakan bahan pencemar tanah yang umum
dikeluarkan industri. Senyawa organik terlihat pada humus pada waktu terjadi proses
pembentukan humus dalam tanah. Tanah juga menerima sejumlah besar pestisida sebagai akibat
dari penggunaan yang berlebihan pada pemberantasan hama pertanian. Tiga cara yang utama di
mana pestisida-pestisida mengalami degradasi dalam atau di atas tanah adalah degradasi kimia,
reaksi fotokimia, dan yang paling penting adalah biodegradasi. Selain akibat dari pencemaran
tanah, kualitas tanah juga akan menurun dengan adanya erosi dan pelumpuran serta penumpukan
sampah. Untuk menanggulangi pencemaran tanah akibat penumpukan sampah dapat dilakukan
melalui berbagai cara seperti melalui program 3 R, yaitu Reduce, Reuse, Recycle.
DAFTAR RUJUKAN
Baumhardt, R.L., Stewart, B.A., Sainju, U. M. 2015. North American Soil Degradation: Processes,
Practices, and Mitigating Strategies. Sustainability 7: 29362960.
Manahan, Stanley E. 2010. Environmental Chemistry 9th ed. Boca Raton: CRC Press.
Zhang, H., Wang, Z., Zhang, Y., & Hu, Z. 2012. The effects of the Qinghai Tibet railway on Heavy
Metals Enrichment in Soils. Science of the Total Environment, 493: 240 248.
Stojic, N., Pucarevic, M. & Stojic, G. 2017. Railway Transportation as a Source of Soil Pollution.
Transportation Research Part D, 57: 124129.
Wierzbicka, M. & Kaabun, C. O. 2015. Multidimensional Evaluation of Soil Pollution from Railway
Tracks. Ecotoxicology, 24:805822.