Вы находитесь на странице: 1из 39

TUTORIAL KLINIK ASFIKSIA

BAB I

PENDAHULUAN

I. SKENARIO
NYAWA TAK BERDOSA JADI KORBAN
Hari ini, para warga yang tinggal dibantaran sungai dikejutkan dengan
temuan seorang bayi yang sudah tak bernyawa tersangkut dionggokan sampah
dimuara sungai dalam posisi terlungkup. Polisi meminta kepada dokter Rumah
Sakit untuk melakukan pemeriksaan terhadap jenazah. Dari hasil pemeriksaan
luar jenazah tampak bayi masih terhubung dengan tali pusat dan plasentanya,
dengan panjang tubuh 49cm, tedapat luka-luka lecet disekujur tubuh korban,
terutama lutut, kepala dan siku, juga ditemukan busa halus pada hidung dan
mulut serta cutis anserina. Kemudian dokter melakukan pemeriksaan lanjutan
mengingat polisi memintanya untuk menetapkan bahwa ini merupkan sutu
pembunuhan atau bukan.

Karena pihak kepolisian sigap menanggapi kasus ini, maka beberapa hari
kemudian sudah ada dugaan tersangka yaitu seorang permpuan berinisial
WNT berusia 20 tahun yang merupakan warga sekitar tempat kejadian.
Sebenarnya warga sudah mencurigai perempuan tersebut karena perubahan
bentuk badannya terutama perutnya yang belakangan tampak buncit tiba-tiba
kembali seperti biasa. Padahal warga mengatakan bahwa perempuan ini
tingga seorang diri, tanpa kekasih maupun suami. Ketika polisi mendatangi
rumah tersangka, mereka mendapati seorang laki-laki berinisial LK yang
sedang mengerang kesakitan dengan luka dibagian paha kanan, menurut
pengakuan laki-laki tersebut, dia ditembak oleh WNT. LK ditembak karen
tidak mau mengakui telah menghamili WNT.

Menurut cerita LK, WNT adalah perempuan nakal, WNT sering


berganti-ganti pasangan dan melakukan hubungan suami istri dengan

ILMU KEDOKTERAN FORENSIK


RS BHAYANGKARA
SEMARANG
2017 1
TUTORIAL KLINIK ASFIKSIA

pasangannya. LK saat berhubungan suami istri dengan WNT adalah atas dasar
suka sama suka tanpa paksaan. Oleh karena itu LK tidak yakin kalau WNT
hamil karena perbuatannya. LK adalah PNS yang telah mempunyai istri.
Menurut pengetahuan LK sesungguhnya pada bulan kedua kehamilannya,
WNT ingin menggugurkan kandungannya dengan meminum obat yang
menurut temannya dapat meluruhkan janin didalam kandungan. Tetapi
keguguran tidak terjadi, bahkan semakin lama janinnya bertumbuh semakin
besar. Hingga tiba saatnya, ia melahirkan sendiri tanpa bantuan siapapun
dirumahnya dan langsung membekap bayinya kemudian melemparnya
kesungai belakang rumah.

Warga menghendaki agar pelaku mendapat hukuman yang sesuai dengan


perbuatannya. Apa yang dapat saudara pelajari dari kasus ini?

II. UNFAMILIAR TERMS


1. Jenazah : jasad tubuh manusia yang telah dinyatakan mati dan
ditemukan tanda pasti kematian
2. Cutis anserina : bintik pada kulit yang menyerupai kulit angsa,
disebabkan perubahan suhu yang lebih rendah
3. Janin : hasil fertilisasi dan tahap pengembangan embrio
4. Placenta : organ dalam kandungan yang memberi nutrisi pada janin
5. Luka lecet : luka pada permukaan kulit tanpa mengenai lapisan kulit
lebih dalam
III. PERUMUSAN MASALAH
1. Apa saja kemungkinan yang dapat menyebabkan luka lecet pada bayi
tersebut?
2. Mengapa ditemukan busa halus pada mulut dan hidung serta cutis
anserina?
3. Apakah pemeriksaan lanjutan yang dapat dilakukan oleh dokter untuk
menetapkan sebab kematian merupakan pembunuhan atau tidak?
4. Apa saja yang dapat menjadi dasar dalam penetapan tersangka dalam
kasus ini?
5. Apa saja yang dapat menjadi kriteria luka tembak?
6. Apakah persetubuhan yang dilakukan WNT dan LK melanggar
hukum?
ILMU KEDOKTERAN FORENSIK
RS BHAYANGKARA
SEMARANG
2017 2
TUTORIAL KLINIK ASFIKSIA

7. Bagaimana cara mengetahui bayi tersebut merupakan anak WNT dan


LK atau bukan?
8. Apa saja kemungkinan penyebab kematian pada bayi tersebut?
9. Apa saja tanda-tanda keguguran?
IV. CURAH PENDAPAT
1. Dapat disebabkan kekerasan fisik yang dilakukan ibunya sebelum
dibuang ke sungai, dapat juga disebabkan gesekan atau benturan
benda-benda yang terdapat di sungai.
2. Busa halus dapat disebabkan karena peningkatan usaha pernapasan.
Kutis anterina disebabkan karena kontraksi muskulus elektor vili
akibat perubahan suhu pada kulit merupakan tanda bahwa seseorang
masih hidup saat proses tenggelam.
3. Diatome, apung paru, apung lambung dan usus, otopsi jenazah.
4. Jenazah ditemukan bersama plasenta, sehingga dicurigai bayi dibunuh
oleh ibu kandungnya, pembunuhan dilakukan saat atau tidak lama
setelah melahirkan.
5. Tergantung dari jarak tembak akan ditemukan tanda-tanda yang sesuai,
seperti klim lecet, klim tatto, klim jelaga. Tedapat macam luka tembak
seperti masuk mauoun keluar.
6. Tidak melanggar hukum karena memenuhi kritrea persetubuhan legal,
yaitu wanita diatas usia 15 tahun, konsen dari wanita, wanita tidak
berstatus menikah, dan sehat secara akal.
7. Tes DNA
8. Pembekapan, penenggelaman, kekerasan fisik
9. Bercak darah, nyeri perut yang luar biasa gerakan janin tidak terasa.

V. MIND MAPPING

ILMU KEDOKTERAN FORENSIK


RS BHAYANGKARA
SEMARANG
2017 3
TUTORIAL KLINIK ASFIKSIA

VI. LEARNING OBJECTIVES


Mengetahui, mengerti, memhami, dan menjelaskan:
1. Menjelaskan definisi, etiologi, dan gejala umum asfiksia
2. Menjelaskan mekanisme terjadinya asfiksia akibat sumbatan pada saluran
pernafasan dan tenggelam
3. Hasil pemeriksaan jenazah pada asfiksia
4. Menjeaskan tanda-tanda kematian pada kasus tenggelam
5. Menjelaskan cara kematian pada kasus tenggelam
6. Menjelasakan pemeriksaan pada kasus tenggelam

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1.1 DEFINISI

Asfiksia adalah keadaan dimana terjadi gangguan pertukaran udara


pernafasan, oksigen dalam darah berkurang (hipoksia) disertai peningkatan karbon
dioksida (hiperkapnea)1,2

1.2 ETIOLOGI

ILMU KEDOKTERAN FORENSIK


RS BHAYANGKARA
SEMARANG
2017 4
TUTORIAL KLINIK ASFIKSIA

Asfiksia dalam konteks forensik paling sering disebabkan oleh jenis asfiksia
mekanik, misalnya trauma yang mengakibatkan sumbatan atau halangan pada
saluran napas, dibandingkan dengan penyebab lain seperti alamiah akibat penyakit
yang dapat menyumbat saluran nafas ataupun keracunan bahan yang
menyebabkan depresi pusat pernafasan seperti barbiturat atau narkotika.1,3

Bila tubuh berada dalam keadaan kekurangan oksigen, maka disebut


dengan anoksia yang dibagi menjadi 4 golongan 2,4:

a. Anoksia anoksik: keadaan dimana oksigen tidak dapat masuk ke dalam


paru-paru sehingga tidak mampu mencapai darah.
b. Anoksia anemik: keadaan yang disebabkan kurangnya hemoglobin sebagai
pengangkut oksigen, hal ini didapati pada anemia berat atau perdarahan
masif yang tiba-tiba.
c. Anoksia stagnan: keadaan yang disebabkan karena gangguan sirkulasi
darah sehingga oksigen tidak sampai ke jaringan walaupun sebenarnya
tekanan oksigen cukup tinggi. Keadaan ini dapat disebabkan oleh gagal
jantung atau syok.
d. Anoksia histotoksik: keadaan dimana jaringan tidak mampu menyerap
oksigen secara efektif.

1.3 GEJALA KLINIK

Jika tubuh kekurangan oksigen maka gejala klinik yang akan terjadi bergatung
pada tingkat kekurangan zat tersebut. Gejala klinik tersebut ialah 5:

a. Dispneu
Pada stadium ini gerakan pernapasan menjadi lebih cepat dan berat, denyut
nadi lebih cepat, tekanan darah naik serta sianosis. Gejala-gejala tersebut terjadi
akibat rangsangan pusat pernafsan di medulla oleh kurangnya oksigen pada sel-sel
darah merah disertai penumpukan kadar co2.
b. Konvulsi

ILMU KEDOKTERAN FORENSIK


RS BHAYANGKARA
SEMARANG
2017 5
TUTORIAL KLINIK ASFIKSIA

Mula-mula terjadi konvulsi klonik, diikuti konvulsi tonik dan terjadi


spasme opistotonik. Pada stadium ini pupil melebar dan jantung menjadi lebih
lambat. Hal ini disebabkan adanya paralyse pada pusat syaraf yang letaknya lebih
tinggi.
c. Apneu
Pada stadium ini pusat pernapasan mengalami depresi yang berlebihan
sehingga gerakan napas menjadi sangat lemah atau berhenti. Penderita menjadi
tidak sadar dan dalam keadaan ini dapat terjadi pengeluaran sperma, urin atau
feses dikarenakan relaksasi sfingter.
d. Stadium Akhir
Pada stadium ini terjadi paralyse secara komplit dari pusat pernapasan.
Sebelum pernapasan berhenti sama sekali dapat terlihat gerakan napas oleh otot-
oto pernapasan sekunder atau otot pernapasan kecil pada leher. Jantung masih
berdenut beberapa saat setelah pernapasan berhenti.

Masa dari saat asfiksia timbul sampai terjadinya kematian sangat


bervariasi. Umumnya berkisan antara 4-5 menit fase 1 dan 2 berlangsung lebih
kurang 3-4 menit, tergantung dari tingkat pneghalang oksigen, bila tidak 100%
maka waktu kematian akan lebih lama dan tanda-tanda asfiksia akan lebih jelas
dan lengkap.

1.4 TANDA-TANDA ASFIKSIA PADA JENAZAH ASFIKSIA

Pada jenazah yang meninggal dunia akibat asfiksia akan dapat ditemukan
tanda-tanda umum sebagain berikut 5 :

1. Cyanosis
Kurangnya oksigen akan menyebabkan darah menjadi encer dan
gelap. Warna kulit dan mukosa terlihat lebih gelap, demikian juga lebam
mayat.
Perlu diketahui bahwa setiap proses kematian pada akhirnya akan
terjadi juga keadaan anoksia jaringan. Oleh sebab itu keadaan cyanosis
dalam berbagai tingkat dapat juga terjadi pada kematian yang tidak

ILMU KEDOKTERAN FORENSIK


RS BHAYANGKARA
SEMARANG
2017 6
TUTORIAL KLINIK ASFIKSIA

disebabkan karena asfiksia. Dengan kata lain keadaan cyanosis bukan


merupakan tanda yang khas pada asfiksia
2. Kongesti vena (venous congestion)
Kongesti yang terjadi di paru-paru pada kematian karena asfiksia
bukan merupakan tanda yang khas. Kongesti yang khas yaitu kongesti
sistemik yang terjadi di kulit dan organ selain paru-paru. Sebagai akibat
dari kongesti vena ini akan terlihat adanya bintik-bintik perdarahan
(petechial haemorrhage atau sering juga disebut Tardieu spot). Bintik-
bintik perdarahan ini lebih mudah terjadi pada jarinan longgar, seperti
misalnya jaringan bawah kelopak mata. Penekanan pada vena dileher
(misalnya akibat strangulasi) akan menyebabkan timbulnya bintik-bintik
perdarahan pada mata dan muka. Bintik-bintik perdarahan ini lebih mudah
dilihat pada organ yang memiliki membrane transparan; seperti misalnya
pleura, pericardium, atau kelenjar timus. Pada asfiksia yang hebat bintik-
bintik perdarahan dapat terlihat pada faring atau laring.
3. Edema

Kekurangan oksigen yang berlangsung lama akan mengakibatkan


kerusakan pada pembuluh darah kapiler sehiingga permeabilitasnya
meningkat. Keadaan ini akan menyebabkan timbulnya edema, terutama
edema paru. Pada strangulasi juga dapat terlihat adanya edema pada muka,
lidah, faring.

1.5 KASUS-KASUS PENYEBAB ASFIKSIA


1.5.1 Penjeratan (strangulation)

Penjeratan adalah penekanan benda asing berupa tali, ikat


pinggang, rantai, kawat, kabel, kaos kaki, dan sebagainya, melingkari atau
mengikat leher yang makin lama makin kuat sehingga saluran pernapasan
tertutup.Mekanisme kematian pada penjeratan adalah akibat asfiksia atau
refleks vaso-vagal (perangsangan reseptor pada carotid body).1

ILMU KEDOKTERAN FORENSIK


RS BHAYANGKARA
SEMARANG
2017 7
TUTORIAL KLINIK ASFIKSIA

Terdapat dua jenis simpul jerat, yaitu simpul hidup (lingkar jerat
dapat diperbesar atau diperkecil). Simpul mati (lingkar jerat tidak dapat
diubah). Simpul harus diamankan dengan pengikatan dengan benang agar
tidak berubah pada waktu mengangkat jerat.
Untuk mengangkat jerat dari leher, jerat harus digunting serong
(jangan melintang) pada tempat yang berlawanan dari letak simpul,
sehingga dapat direkonstruksikan kembali di kemudian hari. Kedua ujung
jerat harus diikat sehingga bentuknya tidak berubah.
Etiologi kematian pada penjeratan:
1. Asfiksia
2. Iskemia
3. Vagal refleks
Cara kematian pada penjeratan :
1) Bunuh diri (self strangulation)
Pada kasus bunuh diri dengan jeratan, dilakukan dengan melilitkan
sebuah tali secara berulang dimana satu ujung difiksasi (simpul)
dan ujung lainnya ditarik.
2) Pembunuhan
Pembunuhan pada kasus jeratan dapat ditemukan pada bayi ynag
terjerat oleh tali pusat sering terdapat pada infantiside dengan
menggunakan tali pusat. Pengikatan biasanya simpul mati dan
sering terlihat bekas luka pada leher.
3) Kecelakaan
Kecelakaan pada kasus jeratan dapat ditemukan dengan dengan bayi yang
terjerat oleh tali pakaian.

1.5.2 PENCEKIKAN (MANUAL STANGULATION)

Pencekikan adalah penekanan leher dengan tangan, yang menyebabkan


dinding saluran nafas bagian atas tertekan dan terjadi penyempitan saluran nafas
sehingga udara pernafasan tidak dapat lewat.1

Mekanisme kematian pada pencekikan:

1. Asfiksia

ILMU KEDOKTERAN FORENSIK


RS BHAYANGKARA
SEMARANG
2017 8
TUTORIAL KLINIK ASFIKSIA

2. Refleks vagal, terjadi sebagai akibat rangsangan pada reseptor nervus


vagus pada corpus caroticus (carotid body) dipercabangan arteri karotis
interna dan eksterna. Refleks vagal ini jarang terjadi.

Pada pemeriksaan jenazah ditemukan perbendungan pada muka dan kepala


karena turut tertekan pembuluh darahvena dan arteri yang superfisial, sedangkan
arteri vertebralis tidak terganggu.

Tanda-tanda kekerasan pada leher ditemukan dengan distribusi berbeda-beda,


tergantung pada cara mencekik: luka-luka lecet pada kulit, berupa luka lecet kecil,
dangkal, berbentuk bulan sabit akibat penekanan kuku jari.

Luka-luka memar pada kulit, bekas tekanan jari, merupakan petunjuk


berharga untuk menentukan bagaimana posisi tangan pada saat mencekik. Akan
menyulitkan bila terdapat memar subkutan luas, sedangkan pada permukaan kulit
hanya nampak memar berbintik.

Memar atau perdarahan pada otot-otot bagian dalam leher, dapat terjadi akibat
kekerasan langsung. Perdarahan pada otot sternokleido-mastoideus dapat
disebabkan oleh kontraksi yang kuat pada otot tersebut saat korban melawan.

Fraktur pada tulang lidah (os hyoid) dan kornu superior rawan gondok yang
unilateral lebih sering terjadi pada pencekikan, namun semuanya tergantung pada
besar tenaga yang dipergunakan saat pencekikan. Patah tulang lidah kadang-
kadang merupakan satu-satu bukti adanya kekerasan, bila mayat sudah lama
dikubur sebelum diperiksa.

Pada pemeriksaan jenazah, bila mekanisme kematian adalah asfiksia, maka


akan ditemukan tanda-tanda asfiksia. Tetapi bila mekanisme kematian adalah
refleks vagal, yang menyebabkan jantung tiba-tiba berhenti, sehingga tidak ada
tekanan intravaskuler untuk dapat menimbulkan perbendungan. Diagnosis
kematian akibat refleks vagal hanya dapat dibuat perekslusionam.

ILMU KEDOKTERAN FORENSIK


RS BHAYANGKARA
SEMARANG
2017 9
TUTORIAL KLINIK ASFIKSIA

1.5.3 Gantung (hanging)


Gantung adalah keadaan dimana leher dijerat dengan ikatan, daya jerat ikatan
tersebut memanfaatkan berat badan tubuh atau kepala. Ada pula yang
mendefinisikan sebagai suatu keadaan dimana terjadi konstriksi dari leher oleh
alat penjerat yang ditimbulkan oleh berat badan seluruhnya atau sebagian. Dengan
demikian berarti alat penjerat sifatnya pasif, sedangkan berat badan sifatnya aktif
sehingga terjadi konstriksi pada leher.10,18
Penyebab atau mekanisme kematian pada penggantungan
a. Asfiksia Merupakan penyebab kematian yang paling sering
b. Apopleksia (kongesti pada otak) Tekanan pada pembuluh darah vena
menyebabkan kongesti pada pembuluh darah otak dan mengakibatkan kegagalan
sirkulasi
c. Kombinasi dari asfiksia dengan apopleksia
d. Iskemia serebral hal ini akibat penekanan dan hambatan pembuluh darah
arteri yang memperdarahi otak
e. Syok vaso vagal perangsangan pada sinus caroticus menyebabkan henti
jantung
f. Fraktur atau dislokasi vertebra servikalis Pada korban yang dihukum
gantung pada keadaan dimana tali yang menjerat leher cukup panjang, kemudian
korbannya secara tiba-tiba dijatuhkan dari ketinggian 1,52 meter maka akan
mengakibatkan fraktur atau dislokasi vertebra servikalis yang akan menekan
medulla oblongata dan mengakibatkan terhentinya pernafasan. Biasa yang terkena
adalah vertebra servikalis ke-2 dan ke-3.
Posisi korban saat Gantung:

1. Kedua kaki tidak menyentuh lantai (hanging complete)


2. Duduk berlutut (hanging parsial)
3. Berbaring

Jenis Gantung diri:

1. Typical hanging: titik gantung terletak diatas darah oksiput dan tekanan
pada arteri karotis paling besar.

ILMU KEDOKTERAN FORENSIK


RS BHAYANGKARA
SEMARANG
2017 10
TUTORIAL KLINIK ASFIKSIA

2. Atypical hanging: Titik penggantungan di samping, sehingga leher dalam


posisi sangat miring (fleksi lateral) yang akan mengakibatkan hambatan pada
arteri karotis dan arteri vertebralis.
3. Kasus dengan titik gantung didepan atau dagu

ILMU KEDOKTERAN FORENSIK


RS BHAYANGKARA
SEMARANG
2017 11
TUTORIAL KLINIK ASFIKSIA

Perbedaan antara penggantungan antemortem dan postmortem 6

NO Penggantungan antemortem Penggantungan postmortem

1 Tanda-tanda penggantungan Tanda-tanda post-mortem menunjukkan


antemortem bervariasi. Tergantung kematian yang bukan disebabkan
dari cara kematian korban penggantungan

2 Tanda jejas jeratan miring, berupa Tanda jejas jeratan biasanya berbentuk
lingkaran terputus (non-continuous) lingkaran utuh (continuous), agak sirkuler
dan letaknya pada leher bagian atas dan letaknya pada bagian leher tidak begitu
tinggi

3 Simpul tali biasanya tunggal, Simpul tali biasanya lebih dari satu
terdapat pada sisi leher diikatkan dengan kuat dan diletakkan pada
bagian depan leher
4 Ekimosis tampak jelas pada salah Ekimosis pada salah satu sisi jejas
satu sisi dari jejas penjeratan. Lebam penjeratan tidak ada atau tidak jelas. Lebam
mayat tampak di atas jejas jerat dan mayat terdapat pada bagian tubuh yang
pada tungkai bawah menggantung sesuai dengan posisi mayat
setelah meninggal

5 Pada kulit di tempat jejas penjeratan Tanda parchmentisasi tidak ada atau tidak
teraba seperti perabaan kertas begitu jelas
perkamen, yaitu tanda
parchmentisasi

6 Sianosis pada wajah, bibir, telinga, Sianosis pada bagian wajah, bibir, telinga
dan lain-lain sangat jelas terlihat dan lain-lain tergantung dari penyebab
terutama jika kematian karena kematian
asfiksia

7 Wajah membengkak dan mata Tanda-tanda pada wajah dan mata tidak
mengalami kongesti dan agak terdapat, kecuali jika penyebab kematian
menonjol, disertai dengan gambaran adalah pencekikan (strangulasi) atau

ILMU KEDOKTERAN FORENSIK


RS BHAYANGKARA
SEMARANG
2017 12
TUTORIAL KLINIK ASFIKSIA

pembuluh dara vena yang jelas pada sufokasi


bagian kening dan dahi

8 Lidah bisa terjulur atau tidak sama Lidah tidak terjulur kecuali pada kasus
sekali kematian akibat pencekikan

9 Penis. Ereksi penis disertai dengan Ereksi penis dan cairan sperma tidak ada.
keluarnya cairan sperma sering Pengeluaran feses juga tidak ada
terjadi pada korban pria. Demikian
juga sering ditemukan keluarnya
feses Penis.

10 Air liur. Ditemukan menetes dari Air liur tidak ditemukan yang menetes pada
sudut mulut, dengan arah yang kasus selain kasus penggantungan.
vertikal menuju dada. Hal ini
merupakan pertanda pasti
penggantungan ante-mortem
Gambaran post-mortem
Pemeriksaan luar 7
a. Tanda penjeratan pada leher. Hal ini sangat penting diperhatikan oleh
dokter, dan keadaannya bergantung kepada beberapa kondisi:
- Tanda penjeratannya jelas dan dalam jika tali yang digunakan kecil
dibandingkan jika menggunakan tali yang besar
- Bentuk jeratannya berjalan miring ( oblik ) pada bagian depan leher, dimulai
pada leher bagian atas diantara kartilago tiroid dengan dagu, lalu berjalan miring
sejajar dengan garis rahang bawah menuju belakang telinga. Tanda ini semakin
tidak jelas pada bagian belakang
- Tanda penjeratan tersebut berwarna coklat gelap dan kulit tampak kering,
keras dan berkilat. Pada perabaan, kulit terasa seperti perabaan kertas perkamen,
disebut tanda parchmentisasi
ILMU KEDOKTERAN FORENSIK
RS BHAYANGKARA
SEMARANG
2017 13
TUTORIAL KLINIK ASFIKSIA

- Pada tempat dimana terdapat simpul tali yaitu pada kulit di bagian bawah
telinga, tampak daerah segitiga pada kulit di bawah telinga
- Pinggirannya berbatas tegas dan tidak terdapat tanda-tanda abrasi di
sekitarnya
- Jumlah tanda penjeratan. Kadang-kadang pada leher terlihat 2 buah atau
lebih bekas penjeratan. Hal ini menunjukkan bahwa tali dijeratkan ke leher
sebanyak 2 kali
b. Kedalaman dari bekas penjeratan menunjukkan lamanya tubuh tergantung
c. Jika korban lama tergantung, ukuran leher menjadi semakin panjang
d. Tanda-tanda asfiksia. Mata menonjol keluar, perdarahan berupa
petekiatampak pada wajah dan subkonjungtiva. Lidah menjulur menunjukkan
adanya penekanan pada bagian leher
e. Air liur mengalir dari sudut bibir di bagian yang berlawanan dengan tempat
simpul tali. Keadaan ini merupakan tanda pasti penggantungan ante-mortem
f. Lebam mayat paling sering terlihat pada tungkai
g. Posisi tangan biasanya dalam keadaan tergenggam
h. Urin dan feses bisa keluar

Pemeriksaan dalam 7
a. Jaringan yang berada di bawah jeratan berwarna putih, berkilat dan
perabaanseperti perkamen karena kekurangan darah, terutama jika mayat
tergantung cukup lama. Pada jaringan di bawahnya mungkin tidak terdapat cedera
lainnya
b. Platisma atau otot lain di sekitarnya mungkin memar atau ruptur pada
beberapa keadaan. Kerusakan otot ini lebih banyak terjadi pada kasus
penggantungan yang disertai dengan tindakan kekerasan
c. Lapisan dalam dan bagian tengah pembuluh darah mengalami laserasi
ataupun ruptur. Resapan darah hanya terjadi di dalam dinding pembuluh darah
d. Fraktur tulang hyoid jarang terjadi. Fraktur ini biasanya terdapat pada
penggantungan yang korbannya dijatuhkan dengan tali penggantung yang panjang
dimana tulang hyoid mengalami benturan dengan tulang vertebra. Adanya efusi
darah di sekitar fraktur menunjukkan bahwa penggantungannya ante-mortem.

ILMU KEDOKTERAN FORENSIK


RS BHAYANGKARA
SEMARANG
2017 14
TUTORIAL KLINIK ASFIKSIA

e. Fraktur kartilago tiroid jarang terjadi


f. Fraktur 2 buah tulang vertebra servikalis bagian atas. Fraktur ini sering
terjadi pada korban hukuman gantung.

1.5.4 Sufokasi

Sufokasi merupakan bentuk asfiksia akibat obstruksi pada saluran udara


menuju paru - paru yang bukan karena penekanan pada leher atau tenggelam.
Sufokasi meruapkan suatu keadaan yang ditandai dengan terjadnya gangguan
pertukaran udara pernafasan, mengakibatkan oksigen darah berkurang (hipoksia)
disertai dengan peningkatan karbon dioksida (hiperkapnia). Dengan demikian
organ ubuh mengalami kekurangan oksigen dan terjadi kematian 5.
Jenis - jenis Sufokasi berdasarkan penyebabnya dibedakan atas:
a. Pembekapan ( smoothering ) Keadaan ini biasanya adalah
kecelakaan berupa asfiksia pada anak atau bayi karena ibu yang
kurang berpengalaman. Bayi didekap terlalu erat pada dada ibu
sewaktu menyusui. Jarang sekali hal ini terjadi sebagai upaya
pembunuhan. Orang dewasa juga sangat jarang mengalami kematian
akibat pembekapan.
b. Tersedak benda asing ( gagging and choking ) Yaitu jika terdapat
benda asing di dalam saluran pernafasan. Misalnya biji kopi. Hal ini
lebih sering akibat kecelakaan, yaitu karena adanya makanan, tulang,
biji - bijian atau cairan yang diaspirasi dari saluran pernafasan
sehingga menyebabkan asfiksia parsial.
c. Penekanan pada dada Keadaan ini sering terjadi akibat kecelakaan
dan jarang sekali merupakan upaya pembunuhan. Pada kasus
pembunuhan maka akan tampak tanda - tanda perlawanan.
Penekanan pada dada akan disertai dengan cedera dada dan fraktur
tulang iga.

ILMU KEDOKTERAN FORENSIK


RS BHAYANGKARA
SEMARANG
2017 15
TUTORIAL KLINIK ASFIKSIA

d. Inhalasi gas - gas berbahaya Gas yang sering terhirup adalah karbon
dioksida, karbon monoksida dan sulfur dioksida. Hal ini bisa
disebabkan karena kecelakaan ataupun bunuh diri. Jika seluruh
ruangan penuh berisi gas yang berbahaya, akan mengakibatkan
sufokasi yang fatal.
Penyebab kematian pada sufokasi adalah asfiksia dan syok ( jarang ).
Biasanya dalam waktu 4 - 5 menit setelah mengalami sufokasi komplit. Pada
beberapa kasus terjadi kematian mendadak.
Pada pemeriksaan luar dapat ditemukan jejas bekas jari / kuku di sekitar
wajah, dagu, pinggir rahang, hidung, lidah dan gusi. Ujung lidah juga dapat
mengalami memar atau cedera. Kadang - kadang hal ini merupakan satu - satunya
pertanda pada pemeriksaan post mortem.

1.5.5 Pembekapan (Smothering)

Pembekapan (Smothering) merupakan bentuk asfiksia yang disebabkan


oleh penutupan lubang hidung dan mulut1 (saluran nafas eksternal) yang
menghambat pemasukan udara ke paru-paru8 yang dapat dilakukan dengan tangan
atau sesuatu benda yang lunak (misalnya bantal.1,9,10

Pembekapan dapat diklasifikasikan menurut cara kematiannya, yaitu :

1. Bunuh diri (suicide)

Bunuh diri dengan cara pembekapan masih mungkin terjadi misalnya pada
penderita penyakit jiwa, orang tahanan, orang dalam keadaan mabuk, yaitu
Dengan membenamkan wajahnya ke dalam kasur, atau menggunakan bantal,
pakaian, yang diikatkan menutupi hidung dan mulut. Bisa juga dengan
menggunakan plester yangmenutupi hidung dan mulut.1

2. Kecelakaan (accidental smothering)

ILMU KEDOKTERAN FORENSIK


RS BHAYANGKARA
SEMARANG
2017 16
TUTORIAL KLINIK ASFIKSIA

Kecelakaan dapat terjadi misalnya pada bayi dalam bulan-bulan pertama


kehidupannya, terutama bayi prematur bila hidung dan mulut tertutup oleh bantal
atau selimut. Anak-anak dan dewasa muda yang terkurung dalam suatu tempat
yang sempit dengan sedikit udara, misalnya terbekap dengan atau dalam kantong
plastik. Orang dewasa yang terjatuh waktu bekerja atau pada penderita epilepsi
yangmendapat serangan dan terjatuh, sehingga mulut dan hidung tertutup dengan
pasir, tepung dan sebagainya. 1

3. Pembunuhan (homicidal smothering)

Biasanya terjadi pada kasus pembunuhan anak sendiri. Pada orang dewasa
hanya terjadi pada orang yang tidak berdaya seperti orangtua, orang sakit berat,
orang dalam pengaruh obat atau minuman keras.1

Gambaran Post Mortem Pembekapan

Pemeriksaan Luar

Tanda kekerasan yang dapat ditemukan tergantung dari jenis benda yang
digunakan dan kekuatan menekan. Kekerasan yang mungkin dapat ditemukan
adalah luka lecet jenis tekan atau geser, jejas bekas jari/kuku di sekitar wajah,
dagu, pinggir rahang, hidung, lidah dan gusi,yang mungkin terjadi akibat korban
melawan. Luka memar atau lecet dapat ditemukan pada bagian/permukaan dalam
bibir akibat bibir yang terdorong dan menekan gigi, gusi dan lidah. Ujung lidah
juga dapat mengalami memar atau cedera. Bila pembekapan terjadi dengan benda
yang lunak, misal dengan bantal, maka
pada pemeriksaan luar jenazah mungkin tidak ditemukan tandatanda kekerasan.
Memar atau luka masih dapat ditemukan pada bibir bagian dalam. Pada
pembekapan dengan mempergunakan bantal, bila tekanan yang dipergunakan
cukup besar, dan orang yang dibekap kebetulan memakai gincu (lipstick), maka
pada bantal tersebut akan tercetak bentuk bibir yang bergincu tadi, yang tidak
jarang sampai merembes ke bagian yang lebih dalam, yaitu ke bantalnya sendiri.

ILMU KEDOKTERAN FORENSIK


RS BHAYANGKARA
SEMARANG
2017 17
TUTORIAL KLINIK ASFIKSIA

Pada anak-anak oleh karena tenaga untuk melakukan pembekapan tersebut tidak
terlalu besar, kelainan biasanya minimal; yaitu luka lecet tekan dan atau
memar pada bibir bagian dalam yang berhadapan dengan gigi dan rahang.
Pembekapan yang dilakukan dengan satu tangan dan tangan
yang lain menekan kepala korban dari belakang, yang dapat pula terjadi pada
kasus pencekikan dengan satu tangan; maka dapat ditemukan adanya lecet
atau memar pada otot leher bagian belakang, yang untuk membuktikannya kadang
kadang harus dilakukan sayatanuntuk melihat otot bagian dalamnya, atau membuk
a seluruh kulit yang menutupi daerah tersebut. Bisa didapatkan luka memar atau
lecet pada bagian belakang tubuh korban.

Pemeriksaan Dalam Jenazah1,8,9,10

a. Darah yang encer dan gelap. Darah yang tetap cair ini sering
dihubungkan dengan aktivitas fibrinolisin.
Pendapat lain dihubungkan dengan factor
faktor pembekuan yang ada diekstravaskuler, dan tidak sempat masuk ke dal
am pembuluh darah oleh karena cepatnya proses kematian.

b. Kongesti (pembendungan yang sistemik). Kongesti pada paru-


paru yang disertai dengan dilatasi jantung kanan merupakan ciri klasik pada
kematian karena asfiksia. Pada pengirisan mengeluarkan banyak darah.

c. Edema pulmonum. Edema pulmonum atau pembengkakan paru-paru


sering terjadi pada kematianyang berhubungan dengan hipoksia.

d. Perdarahan Berbintik (Petechial haemorrhages). Dapat ditemukan pada


mukosa usus halus, epikardium pada bagian
belakang jantung daerah aurikuloventrikular, subpleura visceralis paru teruta
ma dilobus bawah pars diafragmatika dan fisura interlobaris, kulit kepala
sebelah dalam terutama daerah otot temporal, mukosa epiglottis dan daerah
subglotis.

ILMU KEDOKTERAN FORENSIK


RS BHAYANGKARA
SEMARANG
2017 18
TUTORIAL KLINIK ASFIKSIA

e. Bisa juga didapatkan busa halus dalam saluran pernafasan.

Gambaran Mikroskopis

Pemeriksaan mikroskopik sangat penting dilakukan untuk melihat reaksi


intravitalitas yang merupakan reaksi tubuh manusia yang hidup terhadap luka.
Reaksi ini penting untuk membedakan apakah luka terjadi pada saat seseorang
masih hidup atau sudah mati. Reaksi vital yang umum berupa perdarahan yaitu
ekimosis, petekie dan emboli.

Gangguan jalan napas pada pembekapan akan menimbulkan suatu keadaan


dimana oksigen dalam darah berkurang yang disertai dengan peningkatan kadar
karbondioksida .Pemeriksaan secara histopatologi pada parenkim paru dapat
meminimalisir diagnosis bandingdari beberapa kasus kematian yang disebabkan
karena asfiksia.

1.5.6 Pengumpatan (choking/gagging)

Chocking/gagging merupakan jenis asfiksia yang disebabkan blokade


jalan nafas eksternal oleh benda asing yang datangnya dari luar ataupun dari
dalam tubuh, seperti misalnya inhalasi tumpahan, tumor, jatuhnya lidah ke
belakang ketika dalam keadaan tidak sadar, bekuan darah atau gigi yaang lepas
pada gaging sumbatan terdapat dalam orofaring, sedangkan pada choking
sumbatan terdapat lebih dalam pada laringofaring.1,8,9,10

Mekanisme Kematian

Mekanisme kematian yang mungkin terjadi adalah asfiksia atau refleks


vagal akibat ransangan pada reseptor nervus vagus di arkus faring yang
menimbulkan inhibisi kerja jantung dengan akibat cardiac arrest dan kematian.

Cara Kematian

Kematian dapat terjadi sebagai akibat:


ILMU KEDOKTERAN FORENSIK
RS BHAYANGKARA
SEMARANG
2017 19
TUTORIAL KLINIK ASFIKSIA

a. Bunuh diri (suicide)

Hal ini jarang terjadi karena sulit untuk memasukan bendaasing ke dalam
mulut sendiri disebabjan adanya refleks batuk atau muntah. Umumnya korban
adalah penderita sakit mental atau tahanan.

b. Pembunuhan (homicodal choking)

Umumnya korban adalah bayi, orang denganfisik lemah atau tidak


berdaya.

c. Kecelakaan (accidental choking )


Pada bolus death yang terjadi bila tertawa atau
menangis saat makan, sehingga makanan tersedak ke dalam saluran pernapasan.
mungkin pula terjadi akibat regurgitasi makanan yang kemudian masuk ke dalam
saluran pernapasan.

Post Mortem Tersedak

Pada pemeriksaan jenazah dapat ditemukan tanda-tanda asfiksia baik pada


pemeriksaan.luar maupun pembedahan jenazah. Dalam rongga mulut ( orofaring
atau laringofaring ) ditemukan sumbatan yang biasanya bisa berupa sapu tangan,
kertas koran, gigi palsu, bahkan pernah ditemukan arang, batu dan lain
lainnya. Bila benda asing tidak ditemukan, cari kemungkinan adanya tanda
kekerasan yang diakibatkan oleh benda asing.

1.5.7 Crush asfiksia: tekanaan pada dada oleh benda berat &
desakan

Crush asphyxia disebabkan oleh karena dada dan perut mendapat tekanan
secara bersamaan oleh suatu kekuatan, seperti misalnya pohon yang tumbang atau
tebing yang runtuh. Bila terjadi desak mendesak yang meliputi orang banyak yang

ILMU KEDOKTERAN FORENSIK


RS BHAYANGKARA
SEMARANG
2017 20
TUTORIAL KLINIK ASFIKSIA

sedang panik, beberapa diantaranya ada yang terjepit hingga dada tidak lagi dapat
dikembang-kempiskan.1

Kematian akibat crush asfiksia atau asfiksia traumatic terjadi karena


penekanan dari luar pada dinding dada yang menyebabkan dada terfiksasi dan
menimbulkan gangguan gerak pernapasan, misalnya tertimbun pasir, tanah,
runtuhan tembok atau tergencet saat saling berdesakan. Mekansime kematian
dapat diakibatkan oleh kegagalan pernapasan dan sirkulasi. 1

Pada pemeriksaan post mortem akan terlihat adanya tanda-tanda umum


asfiksia, seperti misalnya sianosis, bintik-bintik perdarahan pada bagian atas dari
tubuh, edema serta pembengkakan pada bola mata dan kongesti pada tubuh
sebelah atas akibat darah terdorong keatas oleh kompresi. Jika benda yang
menekan itu sangat berat maka kemungkinan kematiannya bukan karena asfiksia,
tetapi karena sebab lain, seperti perdarahan karena hancurnya organ dalam.1

1.6 Hasil pemeriksaan jenazah pada asfiksia

Pada pemeriksaan luar jenzah dapat di temukan sianosis pada bibir, ujung-
ujung jari dan kuku. Pembendungan sistemik mauoun pulomoner dan dilatasi
jantung kanan merupakan tanda klasik pada kametian akibat asfiksia.Warna lebam
mayat merah kebiruan gelap dan terbentuk lebih cepat. Distribusi lebam lebih
luas akibat kadar CO2 yang tinggi dan aktivitas fibrinolisin dalam darah sehingga
darah sukar membeku dan mudah mengalir. Terdapat Busa halus pada hidung dan
mulut yang timbul akibat penigkatan aktivitas pernapasan pada fase 1 yang
disertai sekresi selaput lender saluran napas bagian atas. Keluar masuknya udara
yang cepat dan dalam dalam saluran sempit akan menimbulkan busa

Gambaran pembendungan pada mata berupa pelebaran pembuluh darah


konjungtiva bulbi dan palpebral yang terjadi pada fase 2. Akibatnya tekanan
hidrostatik dalam pembuluh darah meningkat terutama dalam vena, venula dan
kapiler. Selain itu, hipoksia dapat merusak endotel kapiler sehingga dinding

ILMU KEDOKTERAN FORENSIK


RS BHAYANGKARA
SEMARANG
2017 21
TUTORIAL KLINIK ASFIKSIA

kapiler yang terdiri dar selapis sel akan oeccah dan timbul bintik bintik
perdarahan yang dinamakan tardieu spot.

Kelainan yang umum di temukan pada pembedahan jenazah korban mati


akibat asfiksia adalah :

1. Darah berwarna lebih gelap dan encer karena fibrinolosin darah yang
menignkat pasca mati.

2. Busa halus di dalam saluran pernapasan

3. pembendungan sirkulasi pada sleuruh organ dalam tubuh sehingga menjadi


lebih berat, berwarna lebih gelap dan saat pengirisan banyak mengeluarkan darah.

4. petekie dapat di temukan pada mukosa usus halus, epikardium pada bagia
belakang jantung daerah aurikuloventrikular

5. edema paru sering terjadi pada kematian yang berhubugan dengan hipoksia

BAB III
PEMBAHASAN
1. ASFIKSIA

1.1 Definisi
Asfiksia adalah suatu keadaan yang ditandai dengan terjadinya gangguan
pertukaran udara pernapasan, mengakibatkan oksigen darah berkurang (hipoksia)
disertai dengan peningkatan karbon dioksida (hiperkapnea). Dengan demikian
organ tubuh mengalami kekurangan oksigen (hipoksia hipoksik) dan terjadi

ILMU KEDOKTERAN FORENSIK


RS BHAYANGKARA
SEMARANG
2017 22
TUTORIAL KLINIK ASFIKSIA

kematian (Ilmu Kedokteran Forensik, 1997). Secara klinis keadaan asfiksia sering
disebut anoksia atau hipoksia (Amir, 2008).

1.2 Etiologi Asfiksia


Dari segi etiologi, asfiksia dapat disebabkan oleh hal berikut:
a. Penyebab alamiah, misalnya penyakit yang menyumbat saluran pernapasan
seperti laringitis difteri atau menimbulkan gangguan pergerakan paru seperti
fibrosis paru.
b. Trauma mekanik yang menyebabkan asfiksia mekanik, misalnya trauma yang
mengakibatkan emboli udara vena, emboli lemak, pneumotoraks bilateral;
sumbatan atau halangan pada saluran napas, penekanan leher atau dada, dan
sebagainya.
c. Keracunan bahan kimiawi yang menimbulkan depresi pusat pernapasan,
misalnya karbon monoksida (CO) dan sianida (CN) yang bekerja pada
tingkat molekuler dan seluler dengan menghalangi penghantaran oksigen ke
jaringan.

1.3 Fisiologi Asfiksia


Secara fisiologi dapat dibedakan 4 bentuk anoksia, yaitu:
1. Anoksia Anoksik (Anoxic anoxia)
Pada tipe ini O2 tidak dapat masuk ke dalam paru-paru karena:
- Tidak ada atau tidak cukup O2. Bernafas dalam ruangan tertutup, kepala
di tutupi kantong plastik, udara yang kotor atau busuk, udara lembab,
bernafas dalam selokan tetutup atau di pegunungan yang tinggi. Ini di
kenal dengan asfiksia murni atau sufokasi.
- Hambatan mekanik dari luar maupun dari dalam jalan nafas seperti
pembekapan, gantung diri, penjeratan, pencekikan, pemitingan atau
ILMU KEDOKTERAN FORENSIK
RS BHAYANGKARA
SEMARANG
2017 23
TUTORIAL KLINIK ASFIKSIA

korpus alienum dalam tenggorokan. Ini di kenal dengan asfiksia


mekanik.
2. Anoksia Anemia (Anemia anoxia)
Di mana tidak cukup hemoglobin untuk membawa oksigen. Ini
didapati pada anemia berat dan perdarahan yang tiba-tiba. Keadaan ini
diibaratkan dengan sedikitnya kendaraan yang membawa bahan bakar ke
pabrik.
3. Anoksia Hambatan (Stagnant anoxia)
Tidak lancarnya sirkulasi darah yang membawa oksigen. Ini bisa
karena gagal jantung, syok dan sebagainya. Dalam keadaan ini tekanan
oksigen cukup tinggi, tetapi sirkulasi darah tidak lancar. Keadaan ini
diibaratkan lalu lintas macet tersendat jalannya.
4. Anoksia Jaringan (Hystotoxic anoxia)
Gangguan terjadi di dalam jaringan sendiri, sehingga jaringan atau
tubuh tidak dapat menggunakan oksigen secara efektif. Tipe ini dibedakan
atas:
- Ekstraseluler
Anoksia yang terjadi karena gangguan di luar sel. Pada keracunan
Sianida terjadi perusakan pada enzim sitokrom oksidase, yang dapat
menyebabkan kematian segera. Pada keracunan Barbiturat dan hipnotik
lainnya, sitokrom dihambat secara parsial sehingga kematian
berlangsung perlahan.
- Intraselular
Di sini oksigen tidak dapat memasuki sel-sel tubuh karena penurunan
permeabilitas membran sel, misalnya pada keracunan zat anastetik yang
larut dalam lemak seperti kloform, eter dan sebagainya.
- Metabolik
Di sini asfiksia terjadi karena hasil metabolik yang mengganggu
pemakaian O2 oleh jaringan seperti pada keadaan uremia.

ILMU KEDOKTERAN FORENSIK


RS BHAYANGKARA
SEMARANG
2017 24
TUTORIAL KLINIK ASFIKSIA

1.4 Jenis-jenis Asfiksia


Adapun beberapa jenis kejadian yang dapat digolongkan sebagai asfiksia,
yaitu:
1. Strangulasi
a. Gantung (Hanging)
b. Penjeratan (Strangulation by Ligature)
c. Pencekikan (Manual Strangulation)
2. Sufokasi
3. Pembengkapan (Smothering)
4. Tenggelam (Drowning)
5. Crush Asphyxia
6. Keracunan CO dan SN

1.5 Patofisiologi Asfiksia


Dari pandangan patologi, kematian akibat asfiksia dapat dibagi dalam 2
golongan, yaitu:
1. Primer (akibat langsung dari asfiksia)
Kekurangan oksigen ditemukan di seluruh tubuh, tidak tergantung
pada tipe dari asfiksia. Sel-sel otak sangat sensitif terhadap kekurangan
oksigen. Bagian-bagian otak tertentu membutuhkan lebih banyak oksigen,
dengan demikian bagian tersebut lebih rentan terhadap kekurangan
oksigen. Perubahan yang karakteristik terlihat pada sel-sel serebrum,
serebellum, dan basal ganglia.
ILMU KEDOKTERAN FORENSIK
RS BHAYANGKARA
SEMARANG
2017 25
TUTORIAL KLINIK ASFIKSIA

Di sini sel-sel otak yang mati akan digantikan oleh jaringan glial,
sedangkan pada organ tubuh yang lain yakni jantung, paru-paru, hati,
ginjal dan yang lainnya perubahan akibat kekurangan oksigen langsung
atau primer tidak jelas.
2. Sekunder (berhubungan dengan penyebab dan usaha kompensasi dari
tubuh)
Jantung berusaha mengkompensasi keadaan tekanan oksigen yang
rendah dengan mempertinggi outputnya, akibatnya tekanan arteri dan vena
meninggi. Karena oksigen dalam darah berkurang terus dan tidak cukup
untuk kerja jantung, maka terjadi gagal jantung dan kematian berlangsung
dengan cepat. Keadaan ini didapati pada:
Penutupan mulut dan hidung (pembekapan).
Obstruksi jalan napas seperti pada mati gantung, penjeratan,
pencekikan dan korpus alienum dalam saluran napas atau pada
tenggelam karena cairan menghalangi udara masuk ke paru-paru.
Gangguan gerakan pernafasan karena terhimpit atau berdesakan
(Traumatic asphyxia).
Penghentian primer dari pernafasan akibat kegagalan pada pusat
pernafasan, misalnya pada luka listrik dan beberapa bentuk
keracunan.

ILMU KEDOKTERAN FORENSIK


RS BHAYANGKARA
SEMARANG
2017 26
TUTORIAL KLINIK ASFIKSIA

1.6 Gejala Klinis


Pada orang yang mengalami asfiksia akan timbul 4 (empat) Fase gejala klinis,
yaitu:
1. Fase Dispnea
Terjadi karena kekurangan O2 disertai meningkatnya kadar CO2 dalam
plasma akan merangsang pusat pernafasan di medulla oblongata, sehingga
gerakan pernafasan (inspirasi dan ekspirasi) yang ditandai dengan
meningkatnya amplitude dan frekuensi pernapasan disertai bekerjanya
otot-otot pernafasan tambahan. Wajah cemas, bibir mulai kebiruan, mata
menonjol, denyut nadi, tekanan darah meningkat dan mulai tampak tanda-
tanda sianosis terutama pada muka dan tangan. Bila keadaan ini berlanjut,
maka masuk ke fase kejang.
2. Fase Kejang
Akibat kadar CO2 yang naik maka akan timbul rangsangan susunan
saraf pusat sehingga terjadi kejang (konvulsi), yang mula-mula berupa
kejang klonik tetapi kemudian menjadi kejang tonik dan akhirnya timbul
spasme opistotonik. Pupil mengalami dilatasi, denyut jantung menurun,
dan tekanan darah perlahan akan ikut menurun. Efek ini berkaitan dengan
paralisis pusat yang lebih tinggi dalam otak, akibat kekurangan O2 dan
penderita akan mengalami kejang.
3. Fase Apnea
Korban kehabisan nafas karena depresi pusat pernafasan, otot
pernapasan menjadi lemah, kesadaran menurun, tekanan darah semakin
menurun, pernafasan dangkal dan semakin memanjang, akhirnya berhenti
bersamaan dengan lumpuhnya pusat-pusat kehidupan. Walaupun nafas
telah berhenti dan denyut nadi hampir tidak teraba, pada fase ini bisa
dijumpai jantung masih berdenyut beberapa saat lagi. Dan terjadi relaksasi
sfingter yang dapat terjadi pengeluaran cairan sperma, urin dan tinja secara
mendadak.
ILMU KEDOKTERAN FORENSIK
RS BHAYANGKARA
SEMARANG
2017 27
TUTORIAL KLINIK ASFIKSIA

4. Fase Akhir
Terjadi paralisis pusat pernapasan yang lengkap. Pernapasan berhenti
setelah berkontraksi otomatis otot pernapasan kecil pada leher. Jantung
masih berdenyut beberapa saat setelah pernapasan terhenti. Masa dari saat
asfiksia timbul sampai terjadinya kematian sangat bervariasi.
Masa dari saat asfiksia timbul sampai terjadinya kematian sangat
bervariasi. Umumnya berkisar antara 4-5 menit. Fase 1 dan 2 berlangsun g
lebih kurang 3-4 menit, tergantung dari tingkat penghalangan oksigen, bila
tidak 100% maka waktu kematian akan lebih lama dan tanda-tanda asfiksia
akan lebih jelas dan lengkap.

1.7 Tanda Kardinal (Klasik) Asfiksia


Selama beberapa tahun dilakukan autopsi untuk mendiagnosis kematian
akibat asfiksia, telah ditetapkan beberapa tanda klasik, yaitu:
1. Tardieus spot (Petechial hemorrages)
ILMU KEDOKTERAN FORENSIK
RS BHAYANGKARA
SEMARANG
2017 28
TUTORIAL KLINIK ASFIKSIA

Tardieus spot terjadi karena peningkatan tekanan vena secara akut


yang menyebabkan overdistensi dan rupturnya dinding perifer vena,
terutama pada jaringan longgar, seperti kelopak mata, dibawah kulit dahi,
kulit dibagian belakang telinga, circumoral skin, konjungtiva dan sklera
mata. Selain itu juga bisa terdapat dipermukaan jantung, paru dan otak.
Bisa juga terdapat pada lapisan viseral dari pleura, perikardium,
peritoneum, timus, mukosa laring dan faring, jarang pada mesentrium dan
intestinum.

Tardieus spot
Bintik perdarahan pada jantung

2. Kongesti dan Oedema


Ini merupakan tanda yang lebih tidak spesifik dibandingkan
dengan ptekie. Kongesti adalah terbendungnya pembuluh darah, sehingga
terjadi akumulasi darah dalam organ yang diakibatkan adanya gangguan
sirkulasi pada pembuluh darah. Pada kondisi vena yang terbendung, terjadi
peningkatan tekanan hidrostatik intravaskular (tekanan yang mendorong
darah mengalir di dalam vaskular oleh kerja pompa jantung) menimbulkan
perembesan cairan plasma ke dalam ruang interstitium. Cairan plasma ini
akan mengisi pada sela-sela jaringan ikat longgar dan rongga badan
(terjadi oedema).
3. Sianosis
ILMU KEDOKTERAN FORENSIK
RS BHAYANGKARA
SEMARANG
2017 29
TUTORIAL KLINIK ASFIKSIA

Merupakan warna kebiru-biruan yang terdapat pada kulit dan


selaput lendir yang terjadi akibat peningkatan jumlah absolut Hb tereduksi
(Hb yang tidak berikatan dengan O2). Ini tidak dapat dinyatakan sebagai
anemia, harus ada minimal 5 gram hemoglobin per 100 ml darah yang
berkurang sebelum sianosis menjadi bukti, terlepas dari jumlah total
hemoglobin.
Pada kebanyakan kasus forensik dengan konstriksi leher, sianosis
hampir selalu diikuti dengan kongesti pada wajah, seperti darah vena yang
kandungan hemoglobinnya berkurang setelah perfusi kepala dan leher
dibendung kembali dan menjadi lebih biru karena akumulasi darah.

4. Tetap cairnya darah


Terjadi karena peningkatan fibrinolisin paska kematian. Gambaran
tentang tetap cairnya darah yang dapat terlihat pada saat autopsi pada
kematian akibat asfiksia adalah bagian dari mitologi forensik. Pembekuan
yang terdapat pada jantung dan sistem vena setelah kematian adalah
sebuah proses yang tidak pasti, seperti akhirnya pencairan bekuan tersebut
diakibatkan oleh enzim fibrinolitik. Hal ini tidak relevan dalam diagnosis
asfiksia

1.8 Gambaran Umum Post Mortem Asfiksia


a. Pemeriksaan Luar
Pada pemeriksaan luar jenazah didapatkan:
1. Sianosis pada bibir, ujung-ujung jari dan kuku.
2. Pembendungan sistemik maupun pulmoner dan dilatasi jantung kanan
merupakan tanda klasik pada kematian akibat asfiksia.
3. Warna lebam mayat merah-kebiruan gelap dan terbentuk lebih cepat.
Distribusi lebam mayat lebih luas akibat kadar karbondioksida yang
tinggi dan aktivitas fibrinolisin dalam darah sehingga darah sukar
membeku dan mudah mengalir.
ILMU KEDOKTERAN FORENSIK
RS BHAYANGKARA
SEMARANG
2017 30

Lebam mayat (livor mortis)


TUTORIAL KLINIK ASFIKSIA

4. Terdapat busa halus pada hidung dan mulut yang timbul akibat
peningkatan aktivitas pernapasan pada fase dispneu yang disertai
sekresi selaput lendir saluran napas bagian atas. Keluar masuknya
udara yang cepat dalam saluran sempit akan menimbulkan busa yang
kadang-kadang bercampur darah akibat pecahnya kapiler.
5. Kapiler yang lebih mudah pecah adalah kapiler pada jaringan ikat
longgar, misalnya pada konjungtiva bulbi, palpebra dan subserosa lain.
Kadang-kadang dijumpai pula di kulit wajah.
6. Gambaran pembendungan pada mata berupa pelebaran pembuluh
darah konjungtiva bulbi dan palpebra yang terjadi pada fase kejang.
Akibatnya tekanan hidrostatik dalam pembuluh darah meningkat
terutama dalam vena, venula dan kapiler. Selain itu, hipoksia dapat
merusak endotel kapiler sehingga dinding kapiler yang terdiri dari
selapis sel akan pecah dan timbul bintik-bintik perdarahan yang
dinamakan sebagai Tardieus spot.

b. Pemeriksaan Dalam
Pada pemeriksaan dalam (Autopsi) jenazah didapatkan:
1. Darah berwarna lebih gelap dan lebih encer, karena fibrinolisin darah
yang meningkat paska kematian.
2. Busa halus di dalam saluran pernapasan.

ILMU KEDOKTERAN FORENSIK


RS BHAYANGKARA
SEMARANG
2017 31
TUTORIAL KLINIK ASFIKSIA

3. Pembendungan sirkulasi pada seluruh organ dalam tubuh sehingga


menjadi lebih berat, berwarna lebih gelap dan pada pengirisan banyak
mengeluarkan darah.
4. Petekie dapat ditemukan pada mukosa usus halus, epikardium pada
bagian belakang jantung belakang daerah aurikuloventrikular,
subpleura viseralis paru terutama di lobus bawah pars diafragmatika
dan fisura interlobaris, kulit kepala sebelah dalam terutama daerah otot
temporal, mukosa epiglotis dan daerah sub-glotis.
5. Edema paru sering terjadi pada kematian yang berhubungan dengan
hipoksia.
6. Kelainan-kelainan yang berhubungan dengan kekerasan, seperti fraktur
laring langsung atau tidak langsung, perdarahan faring terutama bagian
belakang rawan krikoid (pleksus vena submukosa dengan dinding
tipis).

II. PEMBEKAPAN
II.1 Definisi
Pembekapan berarti obstruksi mekanik terhadap aliran udara dari lingkungan
ke dalam mulut dan atau lubang hidung, yang biasanya dilakukan dengan
menutup mulut dan hidung dengan menggunakan kantong plastik. Pembekapan
dapat terjadi secara sebagian atau seluruhnya, dimana yang terjadi secara sebagian
mengindikasikan bahwa orang tersebut yang dibekap masih mampu untuk
menghirup udara, meskipun lebih sedikit dari kebutuhannya.
Normalnya, pembekapan membutuhkan paling tidak sebagian obstruksi baik
dari rongga hidung maupun mulut untuk menjadi asfiksia. Pembekapan
merupakan salah satu bentuk mati lemas, dimana pada pembekapan baik mulut
maupun lubang hidung tertutup sehingga proses pernafasan tidak dapat
berlangsung.
Korban pembekapan umumnya wanita yang gemuk, orang tua yang lemah,
orang dewasa yang berada di bawah pengaruh obat atau anak-anak. Kelainan yang

ILMU KEDOKTERAN FORENSIK


RS BHAYANGKARA
SEMARANG
2017 32
TUTORIAL KLINIK ASFIKSIA

terjadi karena Pembekapan adalah berbentuk luka lecet dan atau luka memar
terdapat di mulut, hidung, dan daerah sekitarnya. Sering juga didapatkan memar
dan robekan pada bibir, khususnya bibir bagian dalam yang berhadapan dengan
gigi.

II.2 Cara Kematian


Pembekapan dapat diklasifikasikan menurut cara kematiannya, yaitu :
1. Bunuh diri (suicide)
Bunuh diri dengan cara pembekapan masih mungkin terjadi misalnya
pada penderita penyakit jiwa, orang tahanan, orang dalam keadaan mabuk,
yaitu Dengan membenamkan wajahnya ke dalam kasur, atau menggunakan
bantal, pakaian, yang diikatkan menutupi hidung dan mulut. Bisa juga dengan
menggunakan plester yang menutupi hidung dan mulut.

2. Kecelakaan (accidental smothering)


Kecelakaan dapat terjadi misalnya pada bayi dalam bulan-bulan
pertama kehidupannya, terutama bayi prematur bila hidung dan mulut
tertutup oleh bantal atau selimut. Selain itu juga dapat terjadi kecelakaan
dimana seorang anak yang tidur berdampingan dengan orangtuanya dan
secara tidak sengaja orangtuanya menindih si anak sehingga tidak dapat
bernafas. Keadaan ini disebut overlying. Pada anak-anak dan dewasa muda
bisa terjadi kecelakaan terkurung dalam suatu tempat yang sempit dengan
sedikit udara, misalnya terbekap dengan atau dalam kantong plastik. Orang
ILMU KEDOKTERAN FORENSIK
RS BHAYANGKARA
SEMARANG
2017 33
TUTORIAL KLINIK ASFIKSIA

dewasa yang terjatuh waktu bekerja atau pada penderita epilepsi yang
mendapat serangan dan terjatuh, sehingga mulut dan hidung tertutup dengan
pasir, gandum, tepung, dan sebagainya.

3. Pembunuhan (homicidal smothering)


Biasanya terjadi pada kasus pembunuhan anak sendiri. Pada orang
dewasa hanya terjadi pada orang yang tidak berdaya seperti orangtua, orang
sakit berat, orang dalam pengaruh obat atau minuman keras.
Pada pembunuhan dengan pembekapan biasanya dilakukan dengan cara
hidung dan mulut diplester, bantal ditekan ke wajah, kain atau dasi yang
dibekapkan pada hidung dan mulut.
Pembunuhan dengan pembekapan dapat juga dilakukan bersamaan
dengan menindih atau menduduki dada korban. Keadaan ini dinamakan
burking.

II.3 Gambaran Post Mortem Pembekapan


1. Pemeriksaan Luar Jenazah
a. Tanda kekerasan yang dapat ditemukan tergantung dari jenis benda yang
digunakan dan kekuatan menekan.
b. Kekerasan yang mungkin dapat ditemukan adalah luka lecet jenis tekan
atau geser, jejas bekas jari/kuku di sekitar wajah, dagu, pinggir rahang,
hidung, lidah dan gusi, yang mungkin terjadi akibat korban melawan.
c. Luka memar atau lecet dapat ditemukan pada bagian/permukaan dalam
bibir akibat bibir yang terdorong dan menekan gigi, gusi dan lidah.
Ujung lidah juga dapat mengalami memar atau cedera.
d. Bila pembekapan terjadi dengan benda yang lunak, misal dengan bantal,
maka pada pemeriksaan luar jenazah mungkin tidak ditemukan
tandatanda kekerasan. Memar atau luka masih dapat ditemukan pada
bibir bagian dalam. Pada pembekapan dengan mempergunakan bantal,
bila tekanan yang dipergunakan cukup besar, dan orang yang dibekap

ILMU KEDOKTERAN FORENSIK


RS BHAYANGKARA
SEMARANG
2017 34
TUTORIAL KLINIK ASFIKSIA

kebetulan memakai gincu (lipstick), maka pada bantal tersebut akan


tercetak bentuk bibir yang bergincu tadi, yang tidak jarang sampai
merembes ke bagian yang lebih dalam, yaitu ke bantalnya sendiri. Pada
anak-anak oleh karena tenaga untuk melakukan pembekapan tersebut
tidak terlalu besar, kelainan biasanya minimal; yaitu luka lecet tekan dan
atau memar pada bibir bagian dalam yang berhadapan dengan gigi dan
rahang.
e. Pembekapan yang dilakukan dengan satu tangan dan tangan yang lain
menekan kepala korban dari belakang, yang dapat pula terjadi pada kasus
pencekikan dengan satu tangan; maka dapat ditemukan adanya lecet atau
memar pada otot leher bagian belakang, yang untuk membuktikannya
kadang-kadang harus dilakukan sayatan untuk melihat otot bagian
dalamnya, atau membuka sluruh kulit yang menutupi daerah tersebut.
Bisa didapatkan luka memar atau lecet pada bagian belakang tubuh
korban.
f. Selanjutnya ditemukan tanda-tanda asfiksia baik pada pemeriksaan luar
maupun pada pembedahan jenazah. Perlu pula dilakukan pemeriksaan
kerokan bawah kuku korban, adakah darah atau epitel kulit si pelaku.

II.4 Pemeriksaan Dalam Jenazah


a. Tetap cairnya darah
Darah yang tetap cair ini sering dihubungkan dengan aktivitas
fibrinolisin. Pendapat lain dihubungkan dengan faktor-faktor pembekuan
yang ada di ekstravaskuler, dan tidak sempat masuk ke dalam pembuluh
darah oleh karena cepatnya proses kematian
b. Kongesti (pembendungan yang sistemik)
Kongesti pada paru-paru yang disertai dengan dilatasi jantung
kanan merupakan ciri klasik pada kematian karena asfiksia. Pada
pengirisan mengeluarkan banyak darah.
c. Edema pulmonum
ILMU KEDOKTERAN FORENSIK
RS BHAYANGKARA
SEMARANG
2017 35
TUTORIAL KLINIK ASFIKSIA

Edema pulmonum atau pembengkakan paru-paru sering terjadi


pada kematian yang berhubungan dengan hipoksia.
d. Perdarahan Berbintik (Petechial haemorrhages)
Dapat ditemukan pada mukosa usus halus, epikardium pada bagian
belakang jantung daerah aurikuloventrikular, subpleura visceralis paru
terutama di lobus bawah pars diafragmatika dan fisura interlobaris, kulit
kepala sebelah dalam terutama daerah otot temporal, mukosa epiglottis
dan daerah subglotis.
e. Bisa juga didapatkan busa halus dalam saluran pernafasan.

II.5 Gambaran Mikroskopis


Pemeriksaan mikroskopik sangat penting dilakukan untuk melihat reaksi
intravitalitas yang merupakan reaksi tubuh manusia yang hidup terhadap luka.
Reaksi ini penting untuk membedakan apakah luka terjadi pada saat seseorang
masih hidup atau sudah mati. Reaksi vital yang umum berupa perdarahan yaitu
ekimosis, petekie dan emboli.
Gangguan jalan napas pada pembekapan akan menimbulkan suatu keadaan
dimana oksigen dalam darah berkurang yang disertai dengan peningkatan kadar
karbondioksida. Pemeriksaan secara histopatologi pada parenkim paru dapat
meminimalisir diagnosis banding dari beberapa kasus kematian yang disebabkan
karena asfiksia.

ILMU KEDOKTERAN FORENSIK


RS BHAYANGKARA
SEMARANG
2017 36
TUTORIAL KLINIK ASFIKSIA

BAB IV
KESIMPULAN

Berdasarkan diskusi yang telah dituliskan maka pembekapan merupakan


penyebab kematian yang menimbulkan asfiksia, sehingga pada saat terjadi
pembekapan tubuh akan kehilangan. Pemeriksaan luar dan dalam secara forensik
harus dilakukan untuk menentukan penyebab kematian.

DAFTAR PUSTAKA

ILMU KEDOKTERAN FORENSIK


RS BHAYANGKARA
SEMARANG
2017 37
TUTORIAL KLINIK ASFIKSIA

1. Bagian Kedokteran Forensik. 1997. Kematian Akibat Asfiksia Mekanik. In: Ilmu
Kedokteran Forensik. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 55-64.
2. Bagian Kedokteran Forensik. 2012. Asfiksia. In: Tanya Jawab Ilmu Kedokteran
Forensik. Semarang: Balai Penerbit Universitas Diponegoro, 16.
3. Knight, B., 1996. Forensic Pathology. 2nd ed. New York: Oxford University
Press, Inc, 347-351.
4. Amir, A., 2008. Asfiksia Mekanik. In: Amir, A., 2nd ed. Rangkaian Ilmu
Kedokteran Forensik. Medan: Fakulatas Kedokteran Universitas Sumatera Utara,
129- 133.
5. Bagian Kedokteran Forensik. 1997. Kematian Akibat Asfiksia Mekanik. In: Ilmu
Kedokteran Forensik. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 55-64.
6. Nurhantari, Y., 2005. Tanatologi. Makalah pada Pelatihan Instruktur Blok
Medikolegal FK UII, Yogyakarta. Tidak dipublikasikan
7. Soegandhi, R. , 2001. Pedoman Pemeriksaan Jenazah Forensik dan Kesimpulan
Visum et Repertum di RSUP Dr. Sardjito. Ed-2. Bagian Ilmu Kedokteran Forensik
FK UGM, Yogyakarta
8. Dahlan S, Ilmu Kedokteran Forensik; Asfiksia , Badan Penerbit Universitas
Diponegoro, Semarang: 2000.
9. K Bernard, Saukko P. Knights Forensic Pathology 3 rd Edition; Suffocation and
asphyxia , Edward Arnold, UK : 2004.
10. Biswas G, Reciew of Forensic Medicine and Toxicology 2 nd edition; Asphyxia,
Jaypee Brothers Medical Publishers: 2012.
11. Rao NG. Textbook of Forensic Medicine & Toxicology. 2nd ed. Jaypee Brohers
Medical Publishers: India; 2010.
12. Farrugia A, Ludes B. Diagnostic of Drowning in Forensic Medicine. INTECH
Open Access Publisher: 2011.
13. Dahlan S. Ilmu kedokteran Forensik. Badan Penerbit Universitas Diponegoro :
Semarang; 2000.
14. http://www.forensicpathologyonline.com/EBook/asphyxia/drowning
15. Bardale R. Principles of Forensic Medicine and Toxicology. Jaypee Brohers
Medical Publishers: India; 2011.
16. Saukko P, Knight B. Knights Forensic Pathology. 3rd ed. Edward Arnold Ltd:
Great Britain; 2004.
17. Munim I. Pedomain Ilmu Kedokteran Forensik. Banirupa Aksara: Jakarta; 1997.

ILMU KEDOKTERAN FORENSIK


RS BHAYANGKARA
SEMARANG
2017 38
TUTORIAL KLINIK ASFIKSIA

18. Reddy KSN. The Essentials of Forensic Medicine & Toxicology. 29th ed. India:
Medical Book Coy; 2010:296-297.
19. Michel H.A. Piette , Els A. De Letter Drowning: Still a difficult autopsy
diagnosis, Forensic Science International 163 (2006) 19
20. Ghent University, Department of Forensic Medicine, Jozef Kluyskensstraat 29,
9000 Gent, Belgium
21. A.J. Peabody, Diatoms and drowning. A review, Med. Sci. Law 20 (1980) 254
261.
22. P. Fornes, G. Pepin, D. Heudes, D. Lecomte, Diagnosis of drowning by
combined computer-assisted histomorphometry of lungs with blood strontium
determination, J. Forensic Sci. 43 (1998) 772776.
23. J.A. Hadley, D.R. Fowler, Erratum to Organ weight effects of drowning and
asphyxiation on the lungs, liver, brain, heart, kidneys and spleen, Forensic Sci.
Int. 137 (2003) 239246.
24. I. Morild, Pleural effusion in drowning, Am. J. Forensic Med. Pathol. 16 (1995)
253256.
25. DiMaio DJ, DiMaio VJM (1989) Drowning. In: DiMaio DJ, DiMaio VJM, eds.
Forensic
pathology. Elsevier, Amsterdam pp. 357-365
26. Audrey Farrugia and Bertrand Ludes., 2011., Diagnostic of Drowning in Forensic
Medicine Institute of Legal Medicine, 11 rue Humann 67085,Strasbourgedex
France

ILMU KEDOKTERAN FORENSIK


RS BHAYANGKARA
SEMARANG
2017 39

Вам также может понравиться