Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
DIABETES MELLITUS
Definisi dan Klasifikasi Diabetes Mellitus
Diabetes Mellitus (DM) adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang
disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar glukosa darah akibat penurunan sekresi
insulin yang progresif dilatarbelakangi oleh resistensi insulin (Soegondo, 2008). Hormon insulin
berfungsi untuk mengatur keseimbangan kadar gula dalam darah sebagai akibat dari gangguan
produksi hormon insulin, akan terjadi kenaikan kadar gula darah di atas batas normal (Yunir,
2007). Hiperglikemi atau peningkatan kadar gula dalam darah merupakan efek yang biasa terjadi
pada DM yang tidak terkontol dan apabila hal ini bertahan dalam waktu yang lama (WHO,2008).
DM dapat menjadi penyebab aneka penyakit seperti hipertensi, stroke, jantung koroner, gagal
ginjal, katarak, glaukoma, kerusakan retina mata yang dapat membuat buta, impotensi, gangguan
fungsi hati, dan luka yang lama sembuh mengakibatkan infeksi, sehingga harus diamputasi
terutama pada kaki (Dinkes, 2009). Diabetes mellitus merupakan penyakit endokrin yang paling
umum ditemukan. Penyakit ini ditandai dengan naiknya kadar gula darah (hiperglikemia) dan
tingginya kadar gula dalam urin (glikosuria). Diabetes mellitus merupakan penyakit yang
disebabkan menurunnya hormon insulin yang diproduksi kelenjar pankreas. Penurunan hormon
insulin ini mengakibatkan seluruh gula (glukosa) yang dikonsumsi tubuh tidak dapat diproses
secara sempurna, sehingga kadar glukosa dalam tubuh meningkat (Utami, 2003).
Kriteria diagnosis diabetes mellitus diambil dari keputusan WHO, yaitu berdasarkan
kadar gula gula atau glukosa darah. Diagnosis diabetes dapat dilakukan dengan mengukur kadar
glukosa darah ketika puasa (10 jam) dan 1-2 jam setelah minum larutan glukosa 75 gram (tes
toleransi glukosa oral). Kadar glukosa puasa tinggi menunjukkan bahwa produksi insulin tidak
mencukupi, meskipun hanya untuk kebutuhan tubuh yang bersifat basal atau dasar (Utami,
2003). Komisi diabetes dari WHO mengklasifikasikan konsentrasi glukosa darah baik setelah
puasa ataupun setelah dua jam diberi glukosa sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 2.
Tabel 2. Klasifikasi diabetes berdasarkan konsentrasi glukosa (WHO, 2001)
Sampel Darah Konsentrasi Glukosa (mg/100 mL)
Bukan Penderita Penderita Diabetes
Diabetes
Darah vena <110 >130
Darah kapiler <120 >140
Plasma darah <135 >155
Sedangkan American Diabetes Association (ADA) menetapkan target glikemik (glukosa darah)
dari terapi diabetes sebagaimana ditunjukkan pada tabel 3.
Tabel 3. Glycemic Goals of Therapy berdasarkan ADA (DiPiro, 2015)
Indeks Biokimia Target Glikemik Terapi
A1C <7% (<0,07)
Glukosa darah puasa (preprandial) 70-130 mg/dL (3,9-7,2 mmol/L)
Glukosa darah setelah makan (postprandial) <180 mg/dl (<10 mmol/L)
Penderita diabetes diakui sebagai kelompok yang mengalami bermacam-macam
kerusakan dengan ditandai oleh adanya hiperglikemia dan intoleransi glukosa, yang merupakan
manifestasi dari defisiensi insulin, kurang efektifnya kerja insulin, dan keduanya. Diabetes
mellitus yang diklasifikasikan berdasarkan etiologi dan keadaan klinis, dibagi menjadi empat
tipe, yaitu: Diabetes tipe 1, Diabetes tipe 2, Gestational diabetes mellitus (GDM) dan diabetes
lainnya (Harris dan Zimmet; Alberti; Zimmet, Dfronzo, dan Keen, 1997 dalam IDF, 2000). Di
Indonesia, Askandar pada tahun 1996 dan 1998 mencoba membuat suatu klasifikasi praktis
untuk diabetes mellitus dan membagi menjadi lima kelompok: IDDM, NIDDM, MODY, DM
tipe X1 dan X2 yang identik dengan DM tipe 1 (Zimmet, 1993 dalam Soegondo, 2002) dan
DM tipe 3 identik dengan LADA(Latent Autoimmune Diabetes of Adult) (Tuomi, 1993 dalam
Soegondo, 2002). American Diabetes Association (ADA) sendiri mengklasifikasikan diabetes
berdasarkan etiologinya sebagaimana ditunjukkan pada tabel 4.
Tabel 4. Klasifikasi Diabetes Mellitus Berdasarkan Etiologinya (ADA, 2003)
No. Tipe Diabetes Mellitus Penjelasan/Keterangan
Pada dasarnya ada dua pendekatan dalam penatalaksanaan diabetes, yang pertama
pendekatan tanpa obat dan yang kedua adalah pendekatan dengan obat. Dalam penatalaksanaan
DM, langkah pertama yang harus dilakukan adalah penatalaksanaan tanpa obat berupa
pengaturan diet dan olah raga. Apabila dengan langkah pertama ini tujuan penatalaksanaan
belum tercapai, dapat dikombinasikan dengan langkah farmakologis berupa terapi insulin atau
terapi obat hipoglikemik oral, atau kombinasi keduanya.
1. Terapi Tanpa Obat (Non-Farmakologi):
a. Diet yang baik
Diet yang baik merupakan kunci keberhasilan penatalaksanaan diabetes. Diet yang
dianjurkan adalah makanan dengan komposisi yang seimbang dalam hal karbohidrat,
protein dan lemak, sesuai dengan kecukupan gizi baik sebagai berikut:
Karbohidrat : 60-70%
Protein : 10-15%
Lemak : 20-25%
Jumlah kalori disesuaikan dengan pertumbuhan, status gizi, umur, stres akut dan kegiatan
fisik, yang pada dasarnya ditujukan untuk mencapai dan mempertahankan berat badan
ideal.
Penurunan berat badan telah dibuktikan dapat mengurangi resistensi insulin dan
memperbaiki respons sel-sel terhadap stimulus glukosa. Dalam salah satu penelitian
dilaporkan bahwa penurunan 5% berat badan dapat mengurangi kadar HbA1c sebanyak
0,6% (HbA1c adalah salah satu parameter status DM), dan setiap kilogram penurunan
berat badan dihubungkan dengan 3-4 bulan tambahan waktu harapan hidup.
Selain jumlah kalori, pilihan jenis bahan makanan juga sebaiknya diperhatikan. Masukan
kolesterol tetap diperlukan, namun jangan melebihi 300 mg per hari. Sumber lemak
diupayakan yang berasal dari bahan nabati, yang mengandung lebih banyak asam lemak
tak jenuh dibandingkan asam lemak jenuh. Sebagai sumber protein sebaiknya diperoleh
dari ikan, ayam (terutama daging dada), tahu dan tempe, karena tidak banyak
mengandung lemak. Masukan serat sangat penting bagi penderita diabetes, diusahakan
paling tidak 25 g per hari. Disamping akan menolong menghambat penyerapan lemak,
makanan berserat yang tidak dapat dicerna oleh tubuh juga dapat membantu mengatasi
rasa lapar yang kerap dirasakan penderita DM tanpa risiko masukan kalori yang berlebih.
Disamping itu makanan sumber serat seperti sayur dan buah-buahan segar umumnya
kaya akan vitamin dan mineral.
b. Berolahraga
Berolah raga secara teratur dapat menurunkan dan menjaga kadar gula darah tetap
normal. Saat ini ada dokter olah raga yang dapat dimintakan nasihatnya untuk mengatur
jenis dan porsi olah raga yang sesuai untuk penderita diabetes. Prinsipnya, tidak perlu
olah raga berat, olah raga ringan asal dilakukan secara teratur akan sangat bagus
pengaruhnya bagi kesehatan. Olahraga yang disarankan adalah yang bersifat CRIPE
(Continuous, Rhytmical, Interval, Progressive, Endurance Training). Sedapat mungkin
mencapai zona sasaran 75-85% denyut nadi maksimal (220-umur), disesuaikan dengan
kemampuan dan kondisi penderita. Beberapa contoh olah raga yang disarankan, antara
lain jalan atau lari pagi, bersepeda, berenang, dan lain sebagainya. Olahraga aerobik ini
paling tidak dilakukan selama total 30-40 menit per hari didahului dengan pemanasan 5-
10 menit dan diakhiri pendinginan antara 5-10 menit. Olah raga akan memperbanyak
jumlah dan meningkatkan aktivitas reseptor insulin dalam tubuh dan juga meningkatkan
penggunaan glukosa.
2. Terapi dengan Obat (Farmakologi)
Apabila penatalaksanaan terapi tanpa obat (pengaturan diet dan olah raga) belum berhasil
mengendalikan kadar glukosa darah penderita, maka perlu dilakukan langkah berikutnya
berupa penatalaksanaan terapi obat, baik dalam bentuk terapi obat hipoglikemik oral,
terapi insulin, atau kombinasi keduanya.
a. Terapi Insulin
Walaupun sebagian besar penderita DM Tipe 2 tidak memerlukan terapi insulin,
namun hampir 30% ternyata memerlukan terapi insulin disamping terapi hipoglikemik
oral.
Sediaan insulin saat ini tersedia dalam bentuk obat suntik yang umumnya dikemas
dalam bentuk vial. Kecuali dinyatakan lain, penyuntikan dilakukan subkutan (di bawah
kulit). Penyerapan insulin dipengaruhi oleh beberapa hal. Penyerapan paling cepat terjadi
di daerah abdomen, diikuti oleh daerah lengan, paha bagian atas dan bokong. Bila
disuntikkan secara intramuskular dalam, maka penyerapan akan terjadi lebih cepat, dan
masa`kerjanya menjadi lebih singkat. Kegiatan fisik yang dilakukan segera setelah
penyuntikan akan mempercepat waktu mula kerja (onset) dan juga mempersingkat masa
kerja. Selain dalam bentuk obat suntik, saat ini juga tersedia insulin dalam bentuk pompa
(insulin pump) atau jet injector, sebuah alat yang akan menyemprotkan larutan insulin ke
dalam kulit. Sediaan insulin untuk disuntikkan atau ditransfusikan langsung ke dalam
vena juga tersedia untuk penggunaan di klinik. Penelitian untuk menemukan bentuk baru
sediaan insulin yang lebih mudah diaplikasikan saat ini sedang giat dilakukan.
Diharapkan suatu saat nanti dapat ditemukan sediaan insulin per oral atau per nasal.
Untuk terapi, ada berbagai jenis sediaan insulin yang tersedia, yang terutama berbeda
dalam hal mula kerja (onset) dan masa kerjanya (duration).
Sediaan insulin untuk terapi dapat digolongkan menjadi 4 kelompok, yaitu:
1. Insulin masa kerja singkat (Short-acting/Insulin), disebut juga insulin reguler
2. Insulin masa kerja sedang (Intermediate-acting)
3. Insulin masa kerja sedang dengan mula kerja cepat
4. Insulin masa kerja panjang (Long-acting insulin)
b. Terapi Obat Hipoglikemik Oral
Obat-obat hipoglikemik oral terutama ditujukan untuk membantu penanganan pasien
DM Tipe II. Pemilihan obat hipoglikemik oral yang tepat sangat menentukan
keberhasilan terapi diabetes. Bergantung pada tingkat keparahan penyakit dan kondisi
pasien, farmakoterapi hipoglikemik oral dapat dilakukan dengan menggunakan satu jenis
obat atau kombinasi dari dua jenis obat. Pemilihan dan penentuan rejimen hipoglikemik
yang digunakan harus mempertimbangkan tingkat keparahan diabetes (tingkat glikemia)
serta kondisi kesehatan pasien secara umum termasuk penyakit-penyakit lain dan
komplikasi yang ada.
Berdasarkan mekanisme kerjanya, obat-obat hipoglikemik oral dapat dibagi menjadi 3
golongan, yaitu:
a) Obat-obat yang meningkatkan sekresi insulin, meliputi obat hipoglikemik oral
golongan sulfonilurea dan glinida (meglitinida dan turunan fenilalanin).
b) Sensitiser insulin (obat-obat yang dapat meningkatkan sensitifitas sel terhadap
insulin), meliputi obat-obat hipoglikemik golongan biguanida dan tiazolidindion,
yang dapat membantu tubuh untuk memanfaatkan insulin secara lebih efektif.
c) Inhibitor katabolisme karbohidrat, antara lain inhibitor -glukosidase yang bekerja
menghambat absorpsi glukosa dan umum digunakan untuk mengendalikan
hiperglikemia post-prandial (post-meal hyperglycemia). Disebut juga starch-
blocker.
c. Terapi Kombinasi
Pada keadaan tertentu diperlukan terapi kombinasi dari beberapa OHO atau OHO
dengan insulin. Kombinasi yang umum adalah antara golongan sulfonilurea dengan
biguanida. Sulfonilurea akan mengawali dengan merangsang sekresi pankreas yang
memberikan kesempatan untuk senyawa biguanida bekerja efektif. Kedua golongan obat
hipoglikemik oral ini memiliki efek terhadap sensitivitas reseptor insulin, sehingga
kombinasi keduanya mempunyai efek saling menunjang. Pengalaman menunjukkan
bahwa kombinasi kedua golongan ini dapat efektif pada banyak penderita diabetes yang
sebelumnya tidak bermanfaat bila dipakai sendiri-sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
American Diabetes Association. 2003. Treatment of Hypertension in Adults with Diabetes.
http://dx.doi.org/10.2337/diacare.26.2007.S80. Diakses tanggal 11 Desember 2016.
Departemen Kesehatan RI. 2005. Pharmaceutical Care untuk Penyakit Diabetes Mellitus.
Jakarta: Departemen Kesehatan RI
Dinas Kesehatan RI. 2009. Profil Kesehatan Jateng. www.dinkes.go.id. Diakses tanggal 11
Desember 2016.
DiPiro JT, Wells BG, Schwinghammer TL, DiPiro CV. 2015. Pharmacotherapy Handbook 9th
ed. USA: McGraw Hill
Moehyi S. 1997. Pengaturan Makanan dan Diet untuk Penyembuhan Penyakit. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama.
Yunir, E. 2007. Mengenal Penyakit Diabetes Melitus dalam Kliping Humas Universitas
Indonesia. FKUI. Jakarta. pp: 35