Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
JURUSAN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
INDRALAYA
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan
A. Tanaman
I. Sistematika
Menurut klasifikasi dalam tata nama (sistem tumbuhan) tanaman cabai
termasuk kedalam :
kingdom : Plantae (Tumbuhan)
divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
ordo : Solanales
famili : Solanaceae (suku terung terungan)
genus : Capsicum
spesies : Capsicum annum L.
II. Botani
1. Akar
Menurut (Harpenas, 2010), cabai adalah tanaman semusim yang berbentuk perdu
dengan perakaran akar tunggang. Sistem perakaran tanaman cabai agak menyebar,
panjangnya berkisar 25-35 cm. Akar ini berfungsi antara lain menyerap air dan zat makanan
dari dalam tanah, serta menguatkan berdirinya batang tanaman. Sedangkan menurut
(Tjahjadi, 1991) akar tanaman cabai tumbuh tegak lurus ke dalam tanah,
berfungsi sebagai penegak pohon yang memiliki kedalaman 200 cm serta berwarna coklat.
Dari akar tunggang tumbuh akar- akar cabang, akar cabang tumbuh horisontal didalam tanah,
dari akar cabang tumbuh akar serabut yang berbentuk kecil- kecil dan membentuk masa yang
rapat.
2. Batang
Batang utama cabai menurut (Hewindati, 2006) tegak dan pangkalnya berkayu
dengan panjang 20-28 cm dengan diameter 1,5-2,5 cm. Batang percabangan berwarna hijau
dengan panjang mencapai 5 7 cm, diameter batang percabangan mencapai 0,5 1 cm.
Percabangan bersifat dikotomi atau menggarpu, tumbuhnya cabang beraturan secara
berkesinambungan. Batang cabai memiliki Batang berkayu, berbuku-buku, percabangan
lebar, penampang bersegi, batang muda berambut halus berwarna hijau. Menurut (Tjahjadi,
1991) tanaman cabai berbatang tegak yang bentuknya bulat. Tanaman cabai dapat tumbuh
setinggi 50 150 cm, merupakan tanaman perdu yang warna batangnya hijau dan beruas-ruas
yang dibatasi dengan buku-buku yang panjang tiap ruas 5 10 cm dengan diameter data 5
2 cm.
3. Daun
Daun cabai menurut (Dermawan, 2010) berbentuk hati , lonjong, atau agak bulat
telur dengan posisi berselang-seling. Sedangkan menurut (Hewindati, 2006), daun cabai
berbentuk memanjang oval dengan ujung meruncing atau di istilahkan dengan oblongus
acutus, tulang daun berbentuk menyirip dilengkapi urat daun. Bagian permukaan daun bagian
atas berwarna hijau tua, sedangkan bagian permukaan bawah berwarna hijau muda atau hijau
terang. Panjang daun berkisar 9-15 cm dengan lebar 3,5-5 cm. Selain itu daun cabai
merupakan Daun tunggal, bertangkai (panjangnya 0,5-2,5 cm), letak tersebar. Helaian daun
bentuknya bulat telur sampai elips, ujung runcing, pangkal meruncing, tepi rata, petulangan
menyirip, panjang 1,5-12 cm, lebar 1-5 cm, berwarna hijau.
4. Bunga
Menurut (Hendiwati, 2006), bunga tanaman cabai berbentuk terompet kecil,
umumnya bunga cabai berwarna putih, tetapi ada juga yang berwarna ungu. Cabai berbunga
sempurna dengan benang sari yang lepas tidak berlekatan. Disebut berbunga sempurna
karena terdiri atas tangkai bunga, dasar bunga, kelopak bunga, mahkota bunga, alat kelamin
jantan dan alat kelamin betina. Bunga cabai disebut juga berkelamin dua atau hermaphrodite
karena alat kelamin jantan dan betina dalam satu bunga. Sedangkan bunga cabai merupakan
bunga tunggal, berbentuk bintang, berwarna putih, keluar dari ketiak daun. (Tjahjadi, 2010)
menyebutkan bahwa posisi bunga cabai menggantung. Warna mahkota putih, memiliki
kuping sebanyak 5-6 helai, panjangnya 1- 1,5 cm, lebar 0,5 cm, warna kepala putik kuning.
5. Buah dan Biji
Buah cabai buahnya buah buni berbentuk kerucut memanjang, lurus atau bengkok,
meruncing pada bagian ujungnya, menggantung, permukaan licin mengkilap, diameter 1-2
cm, panjang 4-17 cm, bertangkai pendek, rasanya pedas. Buah muda berwarna hijau tua,
setelah masak menjadi merah cerah. Sedangkan untuk bijinya biji yang masih muda berwarna
kuning, setelah tua menjadi cokelat, berbentuk pipih, berdiameter sekitar 4 mm. Rasa
buahnya yang pedas dapat mengeluarkan air mata orang yang menciumnya, tetapi orang tetap
membutuhkannya untuk menambah nafsu makan.
III. Syarat Tumbuh
Budidaya cabai memang tergolong beresiko tinggi. Namun resiko ini bisa
diminimalisir dengan memperhatikan beberapa hal yang terkait dengan budidayanya. Salah
satunya adalah dengan memperhatikan syarat tumbuh tanaman cabai tersebut. Syarat tumbuh
cabai ditentukan oleh dua hal yaitu iklim dan tanah.
1. Iklim
Curah hujan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan produksi cabai. Curah hujan
yang ideal untuk bertanam cabai adalah 1500 2500 mm/ tahun dengan distribusi merata.
Curah hujan yang rendah menyebabkan tanaman kekeringan dan membutuhkan air untuk
penyiraman. Sebaliknya, curah hujan yang tinggi bisa merusak tanaman cabai serta membuat
lahan penanaman becek dan kelembabannya tinggi.
Suhu udara yang cocok pada saat penanaman tanaman cabai adalah berkisar antara 160 C
320 C. Kelembaban yang cocok bagi tanaman cabai berkisar antara 70 80 %, terutama saat
pembentukan bunga dan buah. Pada saat pembungaan sampai dengan pemasakan buah
cahaya matahari harus cukup ( 10-12 jam ). Kelembaban yang melebihi 80% memacu
pertumbuhan cendawan yang berpotensi menyerang dan merusak tanaman. Sebaliknya, iklim
yang kurang dari 70% membuat cabai kering dan mengganggu pertumbuhan generatifnya,
terutama saat pembentukan bunga, penyerbukan, dan pembentukan buah.
2. Tanah
Tanaman cabai sebaiknya ditanam pada tanah remah/ gembur dan banyak mengandung
unsur hara. Cabai tumbuh optimal di tanah regosol dan andosol. Penambahan bahan organik,
seperti pupuk kandang dan kompos, saat pengolahan tanah atau sebelum penanaman dapat
diaplikasikan untuk memperbaiki struktur tanah serta mengatasi tanah yang kurang subur
atau miskin unsur hara. Sebaiknya pilih lahan penanaman yang agak miring untuk
menghindari genangan air. Namun, tingkat kemiringan lahan tidak lebih dari 25%. Lahan
yang terlalu miring menyebabkan erosi dan hilangnya pupuk, karena tercuci oleh air hujan.
Tanah yang terlalu datar harus dibuatkan saluran pembuangan air. Lahan penanaman harus
terbuka atau tidak ada naungan. Kadar keasaman (pH) tanah yang cocok untuk penanaman
cabai secara intensif adalah 5,5- 7,0. Tanah dengan pH rendah atau asam harus dinetralkan
dulu dengan cara menebarkan kapur pertanian. Sebaliknya, tanah yang terlalu basa atau pH-
nya tinggi bisa dinetralkan dengan cara menaburkan belerang ke lahan penanaman. Saat ini
ketinggian lahan tidak lagi menjadi masalah untuk menanam cabai. Secara umum, cabai bisa
ditanam pada ketinggian lahan dari 1 2.000 m dpl. Ketinggian tempat berpengaruh pada
jenis hama dan penyakit yang menyerang cabai. Di dataran tinggi, penyakit yang menyerang
biasanya disebabkan oleh cendawan atau jamur. Sedangkan di lahan dataran rendah biasanya
penyakit yang menyerang dipicu oleh bakteri.
B. Penyakit Tanaman
I. Gejala Serangan
Menurut (Hewindati, 2006) selain hama, musuh tanaman cabai adalah penyakit yang
umumnya disebabkan oleh jamur /cendawan ataupun bakteri. Setidaknya ada lima penyakit
yang kerap menyerang tanaman cabai yaitu:
1. Bercak Daun Serkospora (Cercospora capsicii heald et walf)
Gejala akan nampak pada daun, tangkai dan batang. Bercak daun Cercospora dapat
menimbulkan defoliasi. Bercak berbentuk oblong (bulat) sirkuler dimana bagian tengahnya
mengering berwarna abu - abu tua dan warna coklat di bagian pinggirannya, dan daun
menjadi tua (menguning) sebelum waktunya. Bercak beukuran 0,25 cm atau lebih besar bagi
yang menyatu, bercak menyerupai mata kodok sehingga penyakit ini sering disebut bintik
mata kodok (frog eyes). Pada penampakan satu tanaman banyak daun yang menguning
sebelum waktunya.
2. Busuk Phytoptora (Phytoptora capsicii Leonian)
Seluruh bagian tanaman dapat terinfeksi oleh penyakit ini. Infeksi pada batang dimulai dari
leher batang menjadi busuk basah berwarna hijau setelah kering warna menjadi
coklat atau hitam. Serangan yang sama dapat terjadi pada bagian batang lainnya, gejala
melanjut dengan kelayuan yang serentak dan tiba-tiba dari bagian tanaman lainnya.Penyakit
ini mematikan tanaman muda, gejala lanjut busuk batang menjadi kering mengeras dan
seluruh daun menjadi layu. Gejala pada daun di awali dengan bercak putih seperti tersiram air
panas berbentuk sirkuler atau tidak beraturan. Bercak tersebut melebar mengering seperti
kertas dan akhirnya memutih karena warna masa spora yang putih. Dilapangan tanaman layu
secara sporadis.
3. Antraknosa / Patek
Cendawan ini hidup didalam biji cabai. Menyebabkan bercak hitam yang meluas dan
menyebabkan kebusukan. Mati pucuk yang berlanjut ke bagian bawah. Daun, ranting dan
cabang busuk kering berwarna coklat kehitam-hitaman. Pada batang acervuli cendawan
terlihat berupa benjolan.
4. Layu Bakteri (Pseudomonas solanacearum (E.F) Sm)
Bakteri ini hidup didalam jaringan batang, menyebabkan pemucatan tulang daun sebelah atas,
tangkai menunduk. Tanaman muda layu yang dimulai dari pucuk, selanjutnya seluruh bagian
tanaman layu dan mati.
5. Layu Fusarium (Fusarium oxysporium F. sp. Capsici schlecht)
Gejala yang paling menonjol adalah daun kekuningan dan layu yang dimulai dari daun
bagian atas. Kelayuan ini terjadi secara bertahap sampai terjadi kelayuan permanen beberapa
waktu kemudian dan daun tetap menempel pada batang. Jaringan vaskular berwarna coklat
terutama pada batang bagian bawah dekat akar. Menjelang kematian tanaman tidak ada
perubahan warna, secara external pada batang maupun akar, jaringan kortikal masih tetap
utuh. Gejala yang sama akan nampak pada tanaman dalam masa generatif.
II. Patogen
III. Pengendalian
C. Cara Kerja
1. Bawahlah mahasiswa praktikum ke lapangan disekitar kampus unsri dan amatilah
tanaman tanaman yang ada di lapangan tersebut.
2. Bloklah tanaman yang sakit tersebut, dan berilah penjelasan mengenai
cara perhitungan kerusakan mutlak (persentase kerusakan) dan kerusakan bervariasi
(intensitas serangan).
= 15 X 100 %
40
= 37,5 %
Tanaman 9
Persentase serangan penyakit
P = n X 100%
N
= 5 X 100% = 25 %
20
Intensitas serangan penyakit
I = ( n x v ) X 100 %
ZxN
I = (1 x 0) + ( 1 x 1 ) + (1 x 2) + ( 1x 3 ) + (1 x 4) X 100 %
4x5
= 10 X 100 %
20
= 50 %
Tanaman 10
Persentase serangan penyakit
P = n X 100%
N
= 5 X 100% = 71,42 %
7
Intensitas serangan penyakit
I = ( n x v ) X 100 %
ZxN
I = (0 x 0) + ( 2 x 1 ) + (1 x 2) + ( 2x 3 ) + (0 x 4) X 100 %
4x7
= 10 X 100 %
28
= 35,71 %
B. Pembahasan
Hambatan paling besar menanam cabai biasanya datang dari keberadaan hama dan
penyakit yang seringkali membuat tanaman rusak pada bagian tertentu yang bisa
menyebabkan gagal produksi. Cukup banyak jenis penyakit yang menyerang tanaman cabai
ini dari fase benih sampai panen. Namun hanya beberapa yang utama dan paling merusak.
Berikut adalah pembahasan mengenai penyakit utama pada tanaman cabai yang diamati.
Sebagai budidaya, tentu saja pengembangan tanaman cabai tidak bisa terlepas dari
pengendalian penyakit. Meskipun komoditas ini sangat menjanjikan, namun tidak sedikit dari
para petani yang mengeluh akibat kehadiran pengganggu keberhasilan budidayanya.
Kerugian yang diakibatkan penyakit telah membuat tidak sedikit para petani yang bangkrut
dan tidak mau membudidayakan tanaman cabai lagi.
Dari hasil pengamatan yang dilakukan, tingkat serangan penyakit tanaman terhadap tanaman
yang diamati adalah :
Pada tanaman 1, kerusakan bervariasi adalah 10% dan kerusakan mutlak sebesar 32%,
terhadap tanaman atau bagian yang diamati. Pada tanaman 2, kerusakan bervariasi adalah
36,53% dan kerusakan mutlak sebesar 53,84, hal ini menunjukkan bahwa terdapat serangan
dengan skala skor 2 dan skor 3. Pada tanaman 3, kerusakan bervariasi adalah 36,53% dan
kerusakan mutlak sebesar 53,84%, hal ini menunjukkan terdapat serangan dengan skala skor
3. Pada tanaman 4, kerusakan bervariasi adalah 32,14% dan kerusakan mutlak sebesar
57,14%, hal ini menunjukkan bahwa tanaman cabai tersebut terdapat serangan dengan skala
skor 3.
Pada tanaman 5, kerusakan bervariasi adalah 43,83% dan kerusakan mutlak sebesar 50%,
kerusakan bervariasi dan juga mutlak berada dibawah 50%, hal ini menunjukkan serangan
penyakit tanaman belum begitu berbahaya.
Pada tanaman 6, kerusakan bervariasi adalah 32,14 % dan kerusakan mutlak sebesar 66,66 %,
hal ini menunjukkan bahwa tanaman cabai tersebut terdapat serangan dengan skala skor 3.
Pada tanaman 7, kerusakan bervariasi adalah 36,53% dan kerusakan mutlak sebesar 53,84%,
hal ini menunjukkan bahwa tanaman telah mengalami intensitas serangan dengan skala skor
3. Pada tanaman 8, kerusakan bervariasi adalah 37,5% dan kerusakan mutlak sebesar 50%,
hal ini menunjukkan bahwa tanaman cabai tersebut terdapat serangan terhadap tanaman
dengan skor 2.
Pada tanaman 9, kerusakan bervariasi adalah 50% dan kerusakan mutlak sebesar 25%,
kerusakan bervariasi dan juga mutlak berada dibawah 50%, hal ini menunjukkan serangan
penyakit tanaman belum begitu berbahaya.
Pada tanaman 10, kerusakan bervariasi adalah 35,71% dan kerusakan mutlak sebesar 71,42%,
hal ini menunjukkan bahwa tanaman telah mengalami kerusakan yang sangat membahayakan
tanaman tersebut atau dapat dikatakan hampir mencapai ambang batas serangan penyakit.
V. PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada tanaman cabai, hambatan terbesar yang dapat menurunkan hasil produksi
tanaman adalah dengan adanya hama dan penyakit tanaman yang menyerang tanaman
tersebut.
Pengendalian hama dan penyakit tanaman cabai sangat diperlukan agar tidak terjadi puso
pada tanaman cabai.
Pengendalian penyakit tanaman dapat dilakukan dengan cara kultur teknis,
pemilihan bibit/ benih yang unggul serta dapat juga dilakukan dengan cara kimia yaitu
dengan menggunakan zat zat kimia.
Suhu udara yang cocok pada saat penanaman tanaman cabai adalah berkisar
antara 160 C 320 C dan kelembaban yang cocok bagi tanaman cabai berkisar antara 70
80 %, terutama saat pembentukan bunga dan buah.
Kadar keasaman (pH) tanah yang cocok untuk penanaman cabai secara intensif
adalah 5,5- 7,0.
B. Saran
Pada pengendalian penyakit tanaman pada cabai, sebaiknya penanaman cabai dilakukan di
akhir musim hujan dan pada awal musim kemarau (Maret April) hal ini dimaksudkan agar
tanaman cabai dapat terhindar dari serangan penyakit misalnya antraknosa. Selain penanaman
yang dilakukan pada awal musim kemarau, sebaiknya tanaman cabai ditanam dilahan yang
agak miring agar tidak terjadi genangan air.
DAFTAR PUSTAKA