Вы находитесь на странице: 1из 19

PANDUAN & MATERI KETRAMPILAN KLINIK

PEMERIKSAAN PARU ABNORMAL

PENYUSUN :
MS ANAM
FATUR NURKHOLIS
LABORATORIUM KETRAMPILAN KLINIK (SKILLLAB)

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG 2015

PEMERIKSAAN FISIK PARU ABNORMAL

TUJUAN INSTRUKSIONAL KHUSUS :

Mahasiswa mampu mempraktekkan pemeriksaan fisik untuk mendiagnosis kelainan pada paru
Mahasiswa mampu mengenali kelainan-kelainan pada pemeriksaan fisik paru

BAHAN AJAR

Slide gambar-gambar kelainan bentuk thoraks, pola napas abnormal (dalam bentuk video atau
slide), video gerakan pernapasan abnormal, perkusi abnormal beserta contoh kelainannya
Video pemeriksaan palpasi dan perkusi paru abnormal
Rekaman suara abnormal paru Rhonki, Wheezing, Stridor

SATUAN ACARA PRAKTIKUM


(120 menit)
Instruktur mengecek presensi kehadiran mahasiswa (5 menit)
Instruktur memilih 3 mahasiswa secara acak untuk mempraktekkan pemeriksaan paru normal
meliputi inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi (25 menit)
Instruktur memandu mahasiswa untuk diskusi mengenai bahan ajar (instruktur dapat memilih salah
satu mahasiswa untuk memimpin diskusi) (40 menit)
Peserta mempraktekkan pemeriksaan fisik paru beserta temuan abnormalnya satu persatu dan
instruktur menilai sesuai checklist (170 menit)

DOKUMEN KELENGKAPAN INSTRUKTUR


Checklist Nama Mahasiswa
Checklist pemeriksaan paru normal
Checklist pemeriksaan paru abnormal
Ilustrasi kasus (3 kasus) (LAMPIRAN)
Flashdisk isi materi meliputi
o Slide kelainan thoraks, pola napas abnormal, slide perkusi abnormal
o Video pemeriksaan paru gerakan paru abnormal, palpasi, perkusi
o Suara paru abnormal

NAMA-NAMA NARASUMBER & INSTRUKTUR


Narasumber
1. Dr. Fatur Nurkholis, Sp.PD
2. Dr. MS Anam, MSi.Med, Sp.A

Instruktur
1. Dr. Fatur Nurkholis, Sp.PD
2. Dr. Noor Wijayahadi, Mkes
3. Dr. Dwi Marliyati, MSi.Med, Sp.THT-KL
4. Dr.dr. K Heri Nugroho Hario Seno, Sp.PD-KEMD
5. Dr. Dodik Pramono, MSi.Med
6. Dr. Purnomo Hadi, MSi.Med, Sp.MK
7. Dr. Nur Fahanah, MSi.Med, Sp.PD
8. Dr. Rina Pratiwi, MSi.Med, Sp.A
9. Dr. Ariosta
10. Dr. Dwi Retnoningrum
11. Dr. MS Anam, MSi.Med, Sp.A
12. Dr. Yuli Trisetiyono, Sp.OG
MATERI 1
PEMERIKSAAN FISIK PARU ABNORMAL
MS Anam, Fatur Nurkholis

PENDAHULUAN
Pemeriksaan paru meliputi inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi. Pemeriksaan dilakukan
dalam keadaan tenang dan senyaman mungkin untuk pasien, sebaiknya pasien diperiksa dalam keadaan
duduk atau setengah duduk, tetapi jika tidak memungkinkan dapat diperiksa dalam keadaan berbaring,
seperti sesak napas berat, penurunan kesadaran, atau keadaan trauma lain yang dapat memperparah
kondisi jika dilakukan mobilisasi pada pasien. Pemeriksa harus selalu cuci tangan sebelum melakukan
pemeriksaan fisik.
Sebelum melakukan pemeriksaan, pasien diberi tahu prosedur pemeriksaan dan diharapkan
pasien dapat mengikuti instruksi pemeriksa. Dalam keadaan tertentu pada kondisi pasien tidak dapat
mengikuti instruksi seperti, bayi atau anak kecil, penderita schizoprenia, penurunan kesadaran, sesak
napas berat, hasil pemeriksaan fisik perlu dilakukan beberapa kali dan merupakan tantangan tersendiri
bagi pemeriksa, karena hasilnya bisa tidak akurat. Pada bayi dan anak, bantuan dengan mainan atau
berada dekat dengan ibu atau pengasuh dapat membantu proses pemeriksaan paru, agar tenang dan
hasilnya lebih akurat. Pemeriksaan paru pada umumnya dilakukan dengan melepas pakaian atas atau
telanjang dada, perlu perhatian khusus untuk wanita dewasa atau anak yang sudah mulai masuk remaja
dilakukan ditempat dengan privasi tinggi.

KEADAAN UMUM
Pertama-tama pasien diamati keadaan umumnya meliputi kesadaran, pernapasan apakah tampak
sesak atau tidak, posisi pasien dapat menunjukkan tingkat keparahan, seperti pada pasien dengan
serangan asma berat biasanya dalam keadaan menopang berat badan dengan kedua lengan atau tripod
position. Pasien dapat juga datang dengan memegang kedua dadanya yang menunjukkan nyeri dada atau
sesak napas berat. Pasien dengan penyakit paru kronik terlihat lebih kurus atau mengalami gangguan
nutrisi. Sianosis dibibir atau ekstremitas menunjukkan kondisi hipoksia berat.
Pola napas dapat dinilai dengan melihat regularitas pernapasannya apakah cepat dan dalam
(Kussmaull) pada kondisi asidosis berat, irreguler ( cheyne stokes) pada keadaan depresi pusat
pernapasan, periodic apneic atau pernapasan yang terhenti, atau ataxic.
Respiratory Rate
Menghitung laju pernapasan, sebaiknya dilakukan pada kondisi tenang terutama pada anak karena dapat
mempengaruhi hasil penilaian, laju napas dihitung selama 1 menit, pada keadaan tertentu dapat dihitung
dalam 15 detik kemudian dikalikan 4. Laju napas normal dewasa adalah 16-18 x/menit, pada neonatus
40x/menit dan secara gradual menurun sesuai usia.
Takipnea : laju napas lebih dari 24x/menit pada orang dewasa, sedangkan pada anak menurut kriteria
WHO 2001 dikatakan takipnea jika usia 0-2 bulan > 60x/menit, usia 2-12 bulan > 50 x/menit, usia 1-5 tahun
> 40x/menit, 5-8 tahun > 30x/menit.
Bradipneu : dikatakan bradipnea atau napas melambat jika lajunya < 12 x/menit biasanya terjadi pada
keadaan anestesi dalam, atau penggunaan sedasi, dan peningkatan tekanan intrakranial.
Kedalaman pernapasan : Hypopnea atau napas dangkal terjadi pada kelemahan pernapasan, ascites, atau
kegemukan. Hyperpnea atau napas dalam terjadi saat kelelahan, overventilasi atau alkalosis respirasi.

Pola pernapasan
1. Cheyne Stokes. Pola napas mula-mula pelan dan semakin lama semakin dalam kemudian secara
progresif kembali pelan kemudian diikuti oleh periode apnea (berhenti napas) yang dapat
berlangsung selama 30 detik. Satu siklus bisa sampai 2 menit atau lebih. Penyebabnya adalah
depresi pusat pernapasan seperti pada penderita stroke, trauma otak, tumor otak, keracunan
karbon monoksida (CO), dan ensefalopati metabolik. Dapat juga terjadi pada orang normal yang
mengalami trauma ketinggian (high altitude sickness) dan pemberian morfin.

Gambar. Pola napas Cheyne Stokes

2. Biots. Pola napas yang ditandai dengan pernapasan cepat secara reguler dan diikuti oleh periode
apnea. Terjadi pada keadaan kerusakan medulla oblongata akibat stroke atau trauma batang otak,
tekanan pada medulla oblongata akibat herniasi uncal atau tentorial. Pernapasan ini dapat juga
terjadi pada keracunan opioid dalam jangka panjang.

Gambar. Pola napas Biots

3. Kussmaul. Pola napas hiperventilasi dengan karakteristik pernapasan cepat dan dalam.
Disebabkan karena asidosis metabolik berat seperti pada diabetic ketoasidosis, sepsis berat.
Gambar. Pola napas Kussmauls

4. Apneustic. Ditandai dengan memanjangnya periode inspirasi dan dikuti pula oleh memanjangnya
ekspirasi yang dikenal dengan fase apneic. Penyebabnya adalah kerusakan bagian atas PONS
(bagian atas batang otak) yang juga merupakan pusat pernapasan.

Gambar. Pola napas Apneustic

5. Ataxic. Pola napas irreguler, dangkal, dalam, cepat dan lambat tidak beraturan. Terjadi pada
keadaan kerusakan medulla oblongata akibat stroke atau trauma. Pola napas ini menunjukkan
prognosis yang buruk.

Gambar. Pola napas Ataxic

Pemeriksaan keadaan umum juga menilai keadaan lain yang berhubungan dengan pernapasan
seperti clubbing fingers atau jari tabuh, fine tremors yaitu pemeriksa meminta pasien untuk meluruskan
kedua lengan sejajar kedepan dan menilai ada tidaknya getaran halus yang biasanya terjadi pada
penderita yang menggunakan obat golongan beta agonis dalam jangka waktu lama.

INSPEKSI THORAKS
Pemeriksaan inspeksi thoraks sebaiknya dilakukan dalam keadaan pasien telanjang dada untuk
melihat bentuk dada secara jelas dan pola napas yang mungkin belum terlihat pada keadaan umum, pola
napas normal dewasa adalah thorakal (dominan thoraks), sedangkan pada bayi dan anak muda abdominal
(dominan abdominal) dikuti oleh thorakoabdominal pada usia sampai 5-6 tahun. Pada pemeriksaan
inspeksi mula-mula dilihat apakah dada simetris atau tidak, kemudian melihat bentuk dada apakah ada
kelainan bentuk seperti dada tong atau barrel chest atau pectus carinatum atau pectus excavatus, fusi
costae suatu kelainan kongenital yang ditandai dengan bersatunya costa-costa terdekat kadang dapat
terlihat dari pemeriksaan inspeksi.

Pectus Excavatus/funnel chest


Depresi dari sternum bagian anterior biasanya asimetris, bervariasi berat ringannya, dapat mengakibatkan
gangguan pengembangan paru. Terjadi karena kelainan kongenital akibat pertumbuhan kartilago
costosternal. Pectus excavatus ringan dapat juga terjadi akibat sesak napas kronik biasanya disebabkan
kelainan jantung bawaan, kelainan paru berat, atau laringomalasia berat.

Gambar. Pectus Excavatus

Pectus Carinatum
Penonjolan sternum bagian anterior, bervariasi ringan beratnya jika berat penonjolan dapat terjadi sampai
tulang xyphoid. Penyebab utamanya tidak diketahui diduga terjadi karena pertumbuhan abnormal dari
chosto-chondral junction.

Gambar. Pectus Carinatum

Barrel chest
Pada orang dengan bentuk dada normal perbandingan diameter antero-posterior dan transversal adalah
1:2, sedangkan pada pasien dengan barrel chest perbandingannya menjadi 1:1 diameter
anteroposteriornya meningkat. Hal ini dapat terjadi pada penderita acromegali (suatu sindrom yang
disebabkan oleh peningkatan berlebihan hormon pertumbuhan/growth hormone), dapat juga terjadi pada
osteoarthritis pada individu tertentu. Penyebab yang relatif sering dijumpai pada bentuk dada emfisematus
akibat kelainan paru kronik seperti penderita asma, atau dapat juga ditemukan pada anak penderita
kelainan jantung bawaan tertentu.
Gambar. Barrel chest
Scoliosis
Kelainan bentuk tulang belakang atau spinal. Kelainan ini terjadi akibat pertumbuhan yang abnormal dari
tulang dan atau ligamentum spinalis, atau juga bisa disebabkan kelainan saraf yang mengontrol otot-otot
spinalis akibat infeksi seperti tuberkulosis, pembengkakan, atau tumor di saluran spinalis

Gambar. Scoliosis
POLANDS syndrome
Kelainan bentuk thoraks akibat tidak adanya otot-otot thoraks sebagian atau unilateral biasanya otot
pectoralis mayor yang tidak terbentuk, akibat gangguan pada masa embriogenesis. Dada tampak tidak
simetris jika dilakukan inspeksi. Kelainan dapat juga terjadi akibat tidak terbentuknya otot latisimus dorsi
pada masa pembentukan otot. Kelainan ini bersifat familial herediter.
Gambar. POLANDS syndrome

Pada pemeriksaan inspeksi dilihat juga pergerakan dinding dada saat bernapas apakah simetris
atau ada bagian yang tertinggal saat inspirasi maupun ekspirasi, pada keadaan trauma yang berat
menyebabkan fraktur costae dapat terlihat napas yang tertinggal.

PALPASI THORAKS
Pemeriksaan palpasi thoraks menggunakan telapak tangan atau buku jari-jari yang dirapatkan
bagian yang dipalpasi adalah bagian atas tengah dan bagian bawah lateral, untuk menilai stem fremitus
atau getaran pernapasan. Pada keadaan hambatan aliran udara pernapasan dapat teraba getaran yang
menurun atau stem fremitus menurun dilokasi kelainan yang terjadi. Saat palpasi juga dapat teraba ada
tidaknya benjolan atau nyeri yang terasa saat penekanan akibat fraktur tulang dada. Palpasi bagian depan
dan belakang dada. Palpasi payudara tidak akan dibicarakan pada makalah ini.
Penilaian yang dilakukan pada pemeriksaan palpasi dada adalah:
Ekspansi thoraks. Menilai pengembangan dada dengan cara meletakkan telapak tangan dibagian anterior
dan inferior dada, kanan dan kiri ibu jari sejajar tepi sternum. Bagian ini adalah bagian yang termudah
untuk menilai pengembangan dada, kemudian pasien diminta untuk inspirasi dalam rasakan perbedaan
pengembangan dada kanan dan kiri dibagian ibu jari dan telapak tangan selama inspirasi. Penurunan atau
tidak simetrisnya pergerakan dada disebabkan oleh efusi pleura yang berat, penebalan pleura, dan
atelektasis dan lain-lain.
Vocal fremitus/tactile fremitus. Yang dinilai adalah getaran yang teraba akibat aliran udara yang melewati
bronchovesikuler sistem ke dinding dada. Minta pasien untuk berbicara yee.. atau tujuh-puluh tujuh atau
sembilan-puluh sembilan jika kurang terasa minta pasien untuk mengeraskan suaranya. Bandingkan
kanan dan kiri pada seluruh area tangan pemeriksa. Identifikasi, deskripsikan dan lokalisasikan penurunan
atau peningkatan fremitus di area dada tersebut. Fremitus normal akan lebih meningkat diarea
inetrscapular dibandingkan bagian paru bawah, dan lebih jelas diparu kanan dibandingkan kiri. Dan tidak
akan teraba dibawah diafragma. Fremitus menurun atau menghilang pada keadaan obstruksi bronkhus,
chronic obstructive pulmonary disease/COPD, efusi pleura, fibrosis, penumothoraks, tumor, atau dinding
dada yang terlalu tebal. Fremitus meningkat pada keadaan paru yang terkonsolidasi seperti pada
pneumonia.
Gambar. Area palpasi dada depan dan belakang

PERKUSI THORAKS
Perkusi dinding thoraks dilakukan pada sela iga sisi demi sisi dimulai dari bagian anterior dada
menggunakan jari tangan bagian distal (distal interphalang) sebagai sandaran, ketuk menggunakan jari
tengah, bandingkan suara perkusi kanan dan kiri, pada bagian lateral minta pasien untuk mengangkat
tangannya. Suara normal perkusi thoraks adalah sonor (resonance) menunjukkan bagian paru yang
berisi udara, dinding dada dan jaringan dibawahnya dengan suara yang tidak terlalu nyaring tapi mudah
didengarkan, memiliki durasi panjang sering disebut low pitched sound. Hasil penilaiain perkusi lain adalah:
Hipersonor (hiprresonance) : lebih panjang durasinya dibandingkan dengan bunyi sonor, keras dan
sangat mudah didengar. Terjadi akibat tekanan paru menurun, berisi udara lebih banyak seperti pada
keadaan emfisematus pada pasien asma, atau bronkiektasis.
Tympani : puncaknya lebih tinggi dibandingkan dengan hieprsonor, durasinya moderate, dengan intensitas
yang sedang, seperti perkusi daerah abdomen, mengandung udara yang banyak. Pada keadaan kavitas
yang besar dengan diameter lebih dari 3-4 cm, dan lokasinya dekat dengan dinding dada suara timpani
dapat terdengar seperti pada tuberkulosis paru dengan cavitas, abses paru liquefacient, kista paru atau
pada kondisi hernia diafragmatika. Jika kavitas sangat besar dan lokasi sangat dekat dengan dinding dada
seperti pada pneumothoraks, bunyi perkusi timpani dengan suara nyaring dan bergema disebut
Amprophony
Dullness (Redup) : berlawanan dengan sonor, durasi tidak terlalu lama, puncak dan intensitas derajat
sedang, sensasi tahanan tinggi. Dijumpai pada keadaan kandungan udara yang berkurang pada daerah
paru, seperti penumonia, atelektasis, infark pneumonia, edema pulmo, tumor, efusi pleura, dan penebalan
pleura.
Flatness (Pekak) : menunjukkan bunyi tanpa resonansi, seperti suara mengetuk tong berisi air. Sering
disebut redup ekstrim. Durasi pendek. Penyebab sama dengan redup dengan derajat penurunan udara
pada bagian paru tersebut lebih rendah bahkan tidak ada udara sama sekali, pada kondisi pneumonia
dengan konsolidasi yang tebal, efusi pleura masif, tumor besar, dan lain-lain.
Dulltympani (gabungan antara redup dan timpani) : udara dalam paru menurun, seperti pada atelektasis,
pneumonia stadium kongesti dan resolusi, edema paru, bunyi perkusi lokal merupakan campuran antara
redup dan timpani.
Kadang pada pemeriksaan perkusi paru kita mendapatkan berbagai macam bunyi yang
merupakan gabungan bunyi-bunyi perkusi diatas pada satu kelainan, sebagai contoh efusi pleura, jika efusi
nya sedang tanpa adanya penebalan pleura atau perlengketan, pasien dalam keadaan duduk dan perkusi
dilakukan pada daerah damoiseau curve yang terbentuk akibat efusi, akan menghasilkan bunyi dulltympani
disekeliling efusi. Sudut segitiga yang terbentuk (Garland dan Grocco triangle) yang terbentuk oleh cairan
efusi, tulang belakang, dan lobus bawah paru menunjukkan jumlah cairan yang terkandung dalam efusi
pleura tersebut.

Gambar. Teknik perkusi

Gambar. Area perkusi bagian thoraks anterior dan posterior

Gambar. A. anterior B. right postero-lateral postur. 1.Compressive Atelektasis 2. Cairan 3. Damoiseau 4.Garland
triangle
Gambar. Ilustrasi skematis pada efusi pleura menunjukkan Garlands dan Groccos triangle. Hipersonor dibagian paru
sebelah atas efusi akibat kompensasi emfisematus. Redup/dullness tepat diatas cairan efusi akibat kolaps jaringan
pari (Groccos triangle). Redup/dullness pada bagian berlawanan dengan cairan efusi (Garlands triangle) akibat
pergeseran mediastinum.

Perkusi untuk menentukan batas paru- jantung dan paru-hepar.


Mengetahui batas paru-hepar dilakukan pada hemithoraks kanan anterior dan posterior. Pada sisi anterior
di mulai perkusi dari apek paru menyusuri LMCD ke arah abdomen di dapatkan suara sonor paru hingga redup dan
pekak pada setinggi SIC 6 kanan. Perubahan suara perkusi dari sonor ke pekak tersebut merupakan area batas paru
dan hepar. Selanjutnya di lakukan penilain batas paru dan hepar di sisi posterior hemithoraks kanan dengan cara
perkusi dari apek paru belakang ke arah inferior, dan di dapatkan suara sonor dan berubah pekak pada setinggi
vertebrae thorakal 10. Selanjutnya untuk menilai peranjakan paru di lakukan penetapan batas paru baik depan dan
belakang dan di berikan tanda, selanjutnya pasien di minta untuk inspirasi dalam dan tahan nafas kemudian dari
batas paru hepar normal di perkusi di dapatkan suara sonor pekak dan di ukur dari batas paru hepar ke batas
peranjakan tersebut. Batas ukuran normal peranjakan paru hepar adalah 5 cm. Bila terjadi penyempitan peranjakan
karena adanya penambahan volume intra abdomen atau gangguan di paru dan pleura.
Batas paru-jantung di lakukan untuk menentukan antara batas paru dan kiri jantung dan menentukan antara
batas paru dengan kanan jantung. Menentukan batas paru dan kanan jantung di lakukan dengan cara menentukan
terlebih dahulu batas paru hepar ,selanjutnya dari batas paru hepar di naikkan satu SIC ke atas dan dari area
tersebut di lakukan perkusi dari lateral ke medial dengan hasil perkusi sonor ke pekak. Area di SIC 5 LPSD tersebut
merupakan batas paru dengan kanan jantung. Selanjutnya batas paru-kiri jantung di lakukan dengan terlebih dahulu
menentukan apek jantung, dan setinggi apek jantung tersebut di lakukan perkusi dari LAA ke arah mediah dan di
dapatkan suara perkusi dari sonor ke redup (batas jantung paru relatif/batas jantung di mana jaringan paru masih
menutupi sebagian jaringan jantung) dan selanjutnya perkusi di lanjutkan ke arah medial dan didapatkan redup dan
pekak (batas paru-jantung absolut). Batas atas jantung di lakukan dengan cara perkusi pada LPSK dari clavicula ke
arah bawah dan pada setinggi SIC 2 di dapatkan suara sonor ke redup merupakan batas atas jantung. Pinggang
jantung di tentukan dari linia mid clavikularis kiri setinggi SIC 3 dilakukan perkusi ke arah medial didapatkan sonor ke
redup pada LPSK setinggi SIC 3 merupakan batas pinggang jantung.

AUSKULTASI
Mendengarkan suara napas dengan bagian diafragma stetoskop pada bagian paru anterior dan posterior, untuk
apeks lebih mudah terdengar dengan bagian bell. Pasien diminta untuk bernapas normal dengan mulut terbuka.
Lokasi untuk mendengarkan suara sama seperti lokasi saat perkusi dari sisi ke sisi bandingkan kanan dan kiri secara
simetris. Dengarkan minimal satu kali hembusan napas disetiap lokasi, jika diperlukan dapat diulang pernapasan 1-2
kali. Jika tidak terdengar jelas, pasien diminta untuk bernapas lebih dalam. Suara paru normal terdiri dari:
Vesicular. Suara lunak dengan nada rendah, terdengar saat inspirasi dan berlanjut tanpa berhenti pada fase
ekspirasi dengan perbandingan inspirasi/ekspirasi adalah 1:3. Kekuatannya bergantung jenis kelamin, usia,
kedalaman pernapasan, elastisitas paru, dan ketebalan dinding dada.
Bronchial. Suara kasar yang dihasilkan oleh aliran udara melewati glottis, trakea atau bronkus utama, seperti suara
ketika ekspirasi melalui mulut dengan lidah ditekuk keatas. Puncaknya tinggi, durasi inspirasi lebih pendek
dibandingkan dengan ekspirasi, karena inspirasi merupakan pergerakan aktif, glottis melebar, udara masuk cepat,
sedangkan ekspirasi adalah pergerakan pasif, glottis menyempit, hingga aliran udara melambat. Terdapat jeda
singkat antara inspirasi dan ekspirasi. Pada orang normal suara bronkhial dapat terdengar diatas supra sternal,
dekat dengan area vertebra cervicalis ke-6 dan 7, dan vertebra thorakalis 1 dan 2.
Bronchovesicular. Merupakan gabungan antara suara vesiculer dan bronchial, puncak tinggi dan nyaring. Jeda
sangat singkat antara inspirasi dan ekspirasi, dengan durasi inspirasi dan ekspirasi sama panjangnya. Suara
bronchovesiculer dapat etrdengar di sela iga 1 dan 2 para sternal kanan dan kiri, setinggi vertebrae thorakalis ke-3
dan ke-4, juga didaerah sekeliling apeks paru. Jika terdengar suara tersebut diarea lain, biasanya abnormal dan
menunjukkan adanya pross patologis didaerah bersangkutan.
Suara Napas Abnormal
1. Suara vesiculer abnormal
Suara vesikuler menurun atau hilang. Berhubungan dengan menurunnya atau melambatnya aliran
udara dibagian paru, penyebabnya adalah a) keterbatasan gerakan pernapasan akibat nyeri dada,
penulangan kartilago dan reseksi iga. b) kelainan otot respirasi seperti pada myasthenia gravis,
paralisis diafragma, dan spasme otot diafragma. c) obstruksi bronkhus, seperti pada bronchitis
kronik, striktur bronkhus. d) gangguan ekspansi paru seperti pada efusi pleura, atau
penumothorkas. e) kelainan abdomen, seperti ascites permagna/masif, tumor besar di abdomen.
Suara vesikuler yang meningkat. Akibat gerakan pernapasan dan ventilasi yang berlebihan,
ditandai dengan aliran udara yang lebih banyak dan cepat kedalam paru. Penyebabnya adalah: a)
peningkatan kebutuhan oksigen dan respirasi dalam, lama dan cepat, seperti pada exercise,
demam dan peningkatan metabolisme tubuh b) rangsangan pada pusat pernapasan akibat
anoksia seperti pada anemia c) keasaman darah meningkat, asidosis
Ekspirasi memanjang. Terjadi akibat obstruksi parsial, spasme atau striktur pada saluran
pernapasan bagian bawah, seperti pada bronchitis, asma bronchial, atau akibat elastisitas paru
yang terganggu, seperti pada COPD
Suara napas terputus. Inflamasi paru segmental atau striktur bronchus menyebabkan aliran udara
pada saluran napas tidak harmonis menyebabkan suara napas terputus, seperti pada TB paru atau
pneumonia. Dapat juga terjadi pada keadaan nyeri, cemas dan ini biasanya tidak berhubungan
dengan kelainan respirasi tertentu
Suara napas kasar. Biasanya terdengar pada stadium awal inflamasi bronchus atau paru akibat
edema atau inflamasi dinding bronkhus, menyebabkan kelenturan dinding saluran napas
terganggu
2. Suara bronchial abnormal. Suara bronchial yang terdengar didaerah dimana seharusnya terdengar
vesikuler adalah abnormal, sering disebut suara napas tubular. Penyebabnya adalah a) konsolidasi jaringan
paru, menyebabkan aliran udara melewati bagian keras akibat inflamasi, lokasi, area dan kekerasan
berbanding lurus dengan lokasi dan kedalaman lesi, semakin luas lesi semakin nyaring suara terdengar.
Pada penumonia stadium konsolidasi kadang dapat terdengar keras tanpa stetoskop b) kavitas paru yang
besar. Daerah sekeliling kavitas mengalami inflamasi sehingga terdengar suara bronchial disekitarnya,
seperti pada abses paru atau TB paru c) atelektasis lokalis yang etrjadi akibat tekanan, seperti pada efusi
pelura
3. Suara bronchovesiculer abnormal. Suara bronchovesikuler yang terdengar diarea seharusnya vesikuler
merupakan sebuah patologi. Terjadi pada keadaan inflamasi dimana masih terdapat jaringan paru normal
disekelilingnya, seperti pada bronchopneumonia, TB paru stadium dini, atau area paru diatas efusi pleura.
4. Suara Tambahan paru: tidak terdapat pada keadaan normal. Bukan terjadi akibat perubahan suara dasar
paru
RHONKHI (RALES ATAU CRACKLES)
Terjadi akibat aliran udara yang melewati cairan saluran napas seperti eksudat, sputum, darah,
mukus, atau pus. Disebut juga crackles yang disebabkan oleh terbukanya kembali bronkhus saat
inspirasi ketika dinding bronchiolus merapat dan menutup karena sekret yang padat saat ekspirasi.
Karakteristik RHONKHI : suara tambahan, dengan ciri-ciri pendek, serial, terdengar nyata saat
inspirasi atau diakhir fase inspirasi, kadang-kadang ada saat awal ekspirasi, lokasi tidak berubah,
kualitas tidak bervariasi, ronki halus dan sedang kadang simultan, dan berkurang atau menghilang
setelah batuk.
Klasifikasi: berdasarkan keras lemahnya 1) nyaring: biasanya pada pneumonia, abses paru atau
cavitas TB paru, akibat jaringan sekitar yang meradang dan keras sehingga mempunya sifat
konduktor yang kuat. 2) tidak nyaring: suara lemah karena masih banyak jaringan sehat
disekitarnya.
Klasifikasi berdasarkan kasar, sedang, halus atau krepitasi tergantung ukuran lumen saluran
napas dan jumlah sekret. 1) rhonki kasar; sering terjadi pada awal fase inspirasi, terdengar di
daerah trachea, bronkhus dan cavitas, pada penyakit bronkiektasis, edema paru, TB paru atau
cavitas abses paru. Pasien dalam keadaan koma tidak mampu untuk mengeluarkan sekret dari
saluran napas, rhonki kasar kadang terdengar meski tanpa stetoskop disebut juga death rattle. 2)
rhonki sedang, pada bronkus medius, pada tengah fase inspirasi, terdengar pada penyakit
bronchitis, bronchopneumonia. 3) rhonki halus, lokasi di bronkiolus pada akhir fase inspirasi, pada
bronchiolitis, bronchopneumonia 4) krepitasi: rhonki yang sangat halus dan harmonis, sering pada
akhir fase inspirasi seperti suara menggesekkan rambut dekat dengan telinga, terjadi akibat
adanya sekret di bronkhiolus dan alveoli, saat inhalasi mereka merapat dan melekat, kemudian
terbuka kembali menghasilkan suara nada tinggi. Biasanya terdapat pada pneumonia atau
alveolitis. Krepitasi dapat juga terdengar pada pasien geriatri bed rest lama dan terdengar di
bagian basal kedua paru, yang akan menghilang dengan napas dalam dan batuk, tanpa adanya
kelainan klinis lain. Rhonki yang terdengar dilokasi tertentu menunjukkan lesi di tempat tersebut,
seperti pneumonia, TB paru atau bronkiektasis. Rhonki yang tedengar dikedua lapangan paru
terjadi akibat kongesti paru karena gagal jantung dan bronchopneumonia. Rhonki yang terdengar
diseluruh lapangan paru kanan dan kiri biasanya terdapat pada edema paru akut dan
bronchopneumonia berat.
WHEEZING (beberapa kepustakaan menyebutkan dengan RHONKHI)
Terjadi akibat adanya stricture atau obstruksi parsial trachea, bronchus, atau bronchiolus, aliran
udara yang melewati daerah tersebut mengalami turbulensi, patologinya terjadi akibat edema
dinding saluran napas dan oversekresi; spasme otot bronkhus; obstruksi akibat tumor dan benda
asing pada lumen bronkhus; dan striktur akibat tekanan ekstralumen seperti pembesaran kelenjar
limfe atau tumor mediastinal.
Karakteristik wheezing terus menerus, biasanya durasi panjang, dan musikal. Nada tinggi dengan
frekuensi 300 500 Hz. Terdengar saat ekspirasi, dapat juga terdengar saat inspirasi pada
keadaan berat. Biasanya terdapat pada asma bronkhial, bronchitis kronis, asma kardial.
STRIDOR
Suara napas kasar akibat hambatan aliran udara yang melewati saluran napas atas atau saluran
napas besar. Nyaring terdengar, dapat terjadi pada fase inspirasi (stridor inspirasi) atau ekspirasi
(stridor ekspirasi). Contoh mendengkur atau ngorok, pasien obesitas, peradangan pada laring atau
trakhea, antara lain sindroma croup yaitu laringitis, epiglotitis, trakeitis, ataupun laringotrakeitis
yang sering dijumpai pada anak kurang dari 2 tahun.
PLEURAL FRICTION RUB
Dalam keadaan normal pleura parietalis dan visceralis tidak bersuara karena adanya sedikit cairan
di cavum pleura. Jika permukaannya inflamasi dan terdapat eksudat fibrin, gesekan keduanya
akan menimbulkan suara friksi. Dapat terdengar saat inspirasi maupun ekspirasi. Menekan
stetoskop akan mempermudah terdengarnya pleural friction rub. Lokasinya sering terdengar di
dinding anterolateral bagian bawah, daerah mobilitas thoraks paling besar. Pleural friction rub
dapat menghilang dengan perubahan posisi, atau pada keadaan efusi pleura yang banyak karena
jarak visceralis dan parietalis menjauh. Biasanya terdengar pada pasien dengan efusi pleura
ringan, fibrous pleurisy, infark paru, tumor pleura dan uremia.

Secara skematis pembagian suara tambahan paru dapat juga dibagi menjadi:

RHONKHI
Hambatan aliran udara di saluran napas

BASAH KERING
cairan bukan cairan

WHEEZING
KASAR SEDANG HALUS

KETERANGAN:
Rhonki basah : hambatan berupa cairan
Rhonki kering : hambatan selain cairan, seperti edema dinding bronkhus, inflamasi, konstriksi otot
bronkhus, penekanan dari luar lumen (tumor, kelenjar limfe, dll) disebut juga Wheezing
Rhonki Basah Kasar : sekret atau cairan berada di saluran napas besar trakea, bronkhus kanan dan kiri
Rhonki Basah Sedang : sekret atau cairan berada di saluran napas menengah seperti cabang bronkhus
medius sampai tersier
Rhonki Basah Halus : sekret atau cairan berada di bronkhiolus atau alveoli, berdasarkan intensitasnya
dibagi menjadi RBH Nyaring dan tidak nyaring
DAFTAR BACAAN (BIBLIOGRAFI)

1. Barbara Bates
2. Harrison. Internal medicine
3. Nelson textbook of pediatric
4. Kendig. Disorder of tract respiratory in children
5. Landau.
CHECKLIST
PEMERIKSAAN PARU NORMAL

PENILAIAN
NO PEMERIKSAAN Dilakuka
Tidak
n
PENDAHULUAN
1 Menyapa pasien, memperkenalkan diri, menjelaskan prosedur yang akan
dilakukan
2 Cuci tangan
3 Meminta pasien untuk duduk, jika tidak memungkinkan tetap berbaring.
Meminta pasien melepaskan baju
INSPEKSI
4 Memeriksa pasien secara umum, menilai kesadaran, pola napas spontan
atau tidak?
5 Mengukur respiratory rate
6 Menilai bentuk thoraks simetris?
PALPASI
7 Palpasi toraks menilai fremitus, pasien diminta berbicara, bagian atas,
tengah, dan bawah lateral. Bagian depan dan belakang
PERKUSI
8 Perkusi apeks paru, normal sonor
9 Perkusi lapangan paru kanan dan kiri, normal sonor
10 Perkusi lapangan paru belakang, normal sonor
11 Perkusi batas paru hepar depan belakang dan peranjakan paru (normal
5 cm)
12 Perkusi batas paru jantung kanan, kiri serta atas dan pinggang jantung
AUSKULTASI
13 Auskultasi apeks paru kanan dan kiri, menggunakan stetoskop bagian bel
14 Auskultasi lapangan paru depan kanan dan kiri, sisi demi sisi,
dibandingkan kanan dan kiri, menggunakan stetoskop bagian membran
15 Auskultasi bagian punggung belakang, sisi demi sisi, dibandingkan kanan
dan kiri, menggunakan stetoskop bagian membran
PENUTUP
16 Mencatat temuan di rekam medik
17 Menyampaikan kepada pasien pemeriksaan telah selesai dan
menjelaskan hasilnya

CHECKLIST
PEMERIKSAAN PARU ABNORMAL

PENILAIAN
NO PEMERIKSAAN Dilakuka
Tidak
n
I. PENDAHULUAN
1 Menyapa pasien, memperkenalkan diri, menjelaskan prosedur yang akan
dilakukan
2 Cuci tangan
3 Meminta pasien untuk duduk, jika tidak memungkinkan tetap berbaring. Meminta
pasien melepaskan baju
II. NSPEKSI
4 Memeriksa pasien secara umum, menilai kesadaran
5 Mengukur respiratory rate, bradipnea? Takipnea?
6 Menilai pola napas pasien, irreguler, Biots, Cheyne stokes, kussmaul
7 Menilai bentuk thoraks simetris? Pectus ekscavatus, pectus carinatum ?
8 Menilai pergerakan dinding dada saat bernapas? Simetris? Ada bagian
tertinggal?
III. PALPASI
9 Palpasi toraks menilai fremitus, pasien diminta berbicara, bagian atas, tengah,
dan bawah lateral. Bagian depan dan belakang
10 Menilai adakah penurunan atau peningkatan fremitus dibagian paru tertentu?
IV. PERKUSI
11 Perkusi apeks paru, normal sonor? Adakah suara perkusi redup? Hipersonor?
Atau timpani?
12 Menilai perkusi bagian paru depan? Adakah hipersonor? (pada pneumothoraks?
Adakah suara redup? (pada efusi pleura) adakah suara timpani? (hernia
diafrgmatika?
13 Menilai perkusi paru, adakah suara pekak? (pada masa paru)
14 Melakukan perkusi paru disela-sela iga, sisi demi sisi, dibandingkan kanan dan
kiri, dan menentukan lokasi perubahan suara perkusi
15 Adakah penyempitan peranjakan? Perubahan batas paru hepar?
16 Adakah perubahan atau pergeseran batas paru jantung?
V. AUSKULTASI
15 Mendengarkan tanpa stetoskop adakah terdengar suara tambahan paru?
Stridor? Wheezing? Hipersekresi/gurgling?
16 Auskultasi paru menentukan suara dasar paru Vesikuler? (bagian
alveoli/diseluruh lapangan paru) Bronkhial? (bagian bronkhus kanan dan kiri/di
SIC 2-3 LPS kanan dan kiri), Trakeal? (bagian trakea/superior sternum)
17 Auskultasi paru menentukan suara tambahan paru? Stridor? (inspirasi atau
ekspirasi) rhonki basah? (pada pneumonia) Wheezing? (pada asma)
18 Menentukan lokasi temuan suara paru abnormal, bagian kanan atau kiri?
Anterior/posterior?
VI. PENUTUP
19 Mencatat temuan di rekam medik
20 Menyampaikan kepada pasien pemeriksaan telah selesai dan menjelaskan
hasilnya

Вам также может понравиться