Вы находитесь на странице: 1из 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.2 Rumusan Masalah


a. Apa pengertian dari buta warna ?
b. Apa saja klasifikasidari buta warna ?
c. Apa etiologi dari buta warna ?
d. Bagaimana patofisiologi dari buta warna ?
e. Bagaiman manifestasi klinis dari buta warna ?
f. Apa saja pemeriksaan penunjang buta warna ?
1.3 Tujuan
a. Mengetahui pengertian dari buta warna
b. Mengetahui klasifikasidari buta warna
c. Mengetahui etiologi dari buta warna
d. Mengetahui patofisiologi dari buta warna
e. Mengetahui manifestasi klinis dari buta warna
f. Mengetahui pemeriksaan penunjang buta warna
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Dari Buta Warna

Buta warna merupakan kelainan genetik / bawaan yang diturunkan dari orang tua
kepada anaknya, kelainan ini sering juga disebut sex linked, karena kelainan ini dibawa
oleh kromosm X. Artinya kromosom Y tidak membawa faktor Buta warna. Hal inilah
yang membedakan antara penderita buta warna pada laki dan wanita. seorang wanita
terdapat istilah 'pembawa sifat' hal ini menujukkan ada satu kromosom X yang membawa
sifat buta warna. Wanita dengan pembawa sifat, secara fisik tidak mengalami kelainan
buta warna sebagaimana wanita normal pada umumnya. Tetapi wanita dengan pembawa
sifat berpotensi menurunkan faktor buta warna kepada anaknya kelak.

Apabila pada kedua kromosom X mengandung faktor buta warna maka seorang
wanita tsb menderita buta warna. Buta warna merupakan penyakit keturunan yang
terekspresi para pria, tetapi tidak pada wanita. Wanita secara genitis sebagai carrier.
Istilah buta warna atau colour blind sebetulnya salah pengertian dan menyesatkan, karena
seorang penderita buta warna tidak buta terhadap seluruh warna. Akan lebih tepat bila
disebut gejala defisiensi daya melihat warna tertentu saja atau colour vision difiency.

Seseorang yang menderita difisiensi penglihatan warna tersebut otaknya tidak


mampu menerima beberapa jenis warna secara normal. Tidak semua penderitanya
mengalami masalah dan sifat-sifat yang sama. Secara umum dan pasti dapat dinyatakan
bahwa defisiensi penglihatan warna tidak berarti buta terhadap segala warna. Yang
sebenarnya terjadi adalah reseptor mata mereka sering terkecoh (confuse) terhadap warna
yang mereka pandang.
Pada umumnya, terjadinya buta warna disebabkan oleh adanya reseptor warna
dalam retina mata yang kurang berfungsi secara normal (mal function). Pada dasarnya, di
dalam retina mata kita terdapat tiga tipe/jenis reseptor warna, yaitu merah, biru, dan hijau.
Anomali warna terjadi sebagai hasil akibat kekurangan satu atau lebih dari reseptor warna
tersebut.

Persepsi warna adalah suatu aspek dari penglihatan visual yang membuat
sescorang dapat membeakan dua struktur bidang bebas dan pandangannya terhadap suatu
bentuk dan ukuran yang disebabkan oleh perbedaan dalam komposisi spektal dan
pancaran energi yang diamati.
Buta warna adalah kelainan warisan. Karena gen untuk pigmen visual merah dan
hijau terdapat pada kromosom X, buta warna merah atau hijau umumnya terjadi pada
laki-laki. Tidak seperti wanita, laki-laki hanya memiliki satu kromosom X sehingga tidak
ada salinan cadangan yang bisa mengganti gen cacat yang sesuai. Seorang wanita harus
memiliki cacat pada kedua-kromosom X agar menjadi buta warna merah atau hijau. Bila
hal itu terjadi, anak laki-lakinya juga pasti buta warna, karena dia mewarisi kromosom X
dari ibunya. Selain karena keturunan, bentuk buta warna yang ringan juga disebabkan
oleh mutasi gen opsin pada kromosom X.
Cedera otak atau stroke dapat mengganggu pengolahan warna di otak. Jika buta
warna baru terjadi di usia remaja atau dewasa, penyebabnya adalah penyakit di makula,
misalnya karena degenerasi makula atau kerusakan saraf optik di belakangnya
Sebagian besar orang menganggap buta warna bukan merupakan suatu masalah
yang serius, sehingga sering diabaikan meskipun dapat mengganggu pekerjaan. Buta
warna (color vision deficiency) adalah ketidakmampuan mata untuk membedakan
sebagian atau seluruh warna. Dapat terjadi secara kongenital maupun sekutider akibat
penyakit tertentu yang menyebabkan kelainan pada makula, seperti retinitis sentral dan
degenerasi makula sentral (age related macular degeneration). Buta warna kongenital
biasanya berhubungan dengan kromosom X yang menyebabkan buta warna merah-hijau.
buta warna merah-hijau merupakan bentuk yang sering ditemukan, hampir mencapai
99% Tetapi buta warna yang didapat atau sekunder biasanya birukuning, hanya l %.
Akibatnya hanya bermakna dalam pekerjaan yang mernbutuhkan penyesuaian warna
secara akurat misalnya pekerjaan penyesuaian gradasi warna intan.
Buta warna total sangat jarang terjadi. Sehingga kelainan yang sering disebut
delisiensi penglihatan wama (color vision dficiency) Bentuk defisiensi yang sering
ditemukan adalah trikromat anomaly. Pada orang dengan buta warna total atau
akromatopsia terdapat keluhan silau dan nistagmus serta bersifat autosomal resesif.
Buta warna yang diturunkan tidak bersifat progresif dan tidak dapat diobati, dan
biasanya dapat menyebabkan gangguan yang nyata. Sehingga dapat mengakibatkan
penderita menjadi putus asa. Karena buta warna merah-hijau kadangkadang merupakan
syarat untuk dapat rnengerjakan pekerjaan tertentu seperti di bidang kedokteran, farmasi,
konveksi dan pengawas lalu lintas serta pekerjaan yang membutuhkan penglihatan
membedakan warna.
Buta warna terdiri dan beberapa tipe dan tingkatan. Banyak orang berpikir bahwa
mereka yang menderita buta warna hanya dapat melihat warna hitam dan putih, layaknya
menonton acara televisi hitam-putih, hal ini merupakan kesalahan dalam mengkonsepsi
suatu pemikiran dan ini tidak benar. Meskipun kondisi ini dapat terjadi, namun sangat
jarang. Suatu keadaaan yang extrim ditemukan buta warna total (monokromasi tidak
adanya sensasi wama secara komplit).
Buta warna dapat menyulitkan atau bahkan membuat seseorang tidak mampu
melakukan pekerjaan tertentu yang membutuhkan persepsi warna dalam tanggung
jawabnya, seperti pilot karena banyak aspek penerbang-an bergantung pada pengodean
warna. Prevalensi buta warna di Indonesia adalah sebesar 0,7% (Riskesdas 2007),
sedangkan di Amerika Serikat pada tahun 2006 menurut Howard Hughes Medical
Institute, terdapat 7% pria, atau sekitar 10.5 juta pria, dan 0.4% wanita tidak dapat
membedakan merah dari hijau, atau mereka melihat merah dan hijau secara berbeda
dibandingkan populasi umum. Sejumlah 95 % gangguan buta warna terjadi pada reseptor
warna merah dan hijau pada mata pria.

Faktor utama yang sampai saat ini dipercaya sebagai penyebab utama buta warna
adalah faktor genetik yang sex-linked, artinya kelainan ini dibawa oleh kromosom X. Hal
ini yang menyebabkan lebih banyak penderita buta warna laki-laki dibandingkan wanita.

2.2 Klasifikasi dari Buta Warna

Defek penglihatan warna atau buta warna dapat dikenal dalam bentuk7 :
1. Trikromatik, yaitu keadaan pasien mempunyai 3 pigmen kerucut yang mengatur fungsi
penglihatan. Pasien buta warna jenis ini dapat melihat berbagai warna, tetapi dengan
interpretasi berbeda dari normal. Bentuk defisiensi yang paling sering ditemukan:
a. Deuteranomali, dengan defek pada penglihatan warna hijau atau kelemahan
fotopigmen M cone atau absorpsi M cone bergeser ke arah gelombang yang
lebih panjang sehingga diperlukan lebih banyak hijau untuk menjadi kuning baku.
b. Protanomali, kelemahan fotopigmen L cone atau absorpsi L cone ke arah
gelombang yang lebih rendah, diperlukan lebih banyak merah untuk menggabung
menjadi kuning baku pada anomaloskop. Protanomali dan deutronomali terkait
kromosom X dan, di Amerika, terdapat pada 5% anak laki-laki.
c. Tritanomali, merupakan defek penglihatan warna biru atau fotopigmen S cone
atau absorpsi S cone bergeser ke arah gelombang yang lebih panjang. Kelainan ini
bersifat autosomal dominan pada 0,1% pasien.
2. Dikromatik, yaitu pasien mempunyai 2 pigmen kerucut, akibatnya sulit membedakan
warna tertentu.
a. Protanopia, keadaan yang paling sering ditemukan dengan defek pada penglihatan
warna merah hijau atau kurang sensitifnya pigmen merah kerucut (hilangnya
fotopigmen L cone) karena tidak berjalannya mekanisme red-green opponent.
b. Deuteranopia, kekurangan pigmen hijau kerucut (hilangnya fotopigmen M cone)
sehingga tidak dapat membedakan warna kemerahan dan kehijauan karena kurang
berjalannya mekanisme viable red-green opponent.
c. Tritanopia (tidak kenal biru), terdapat kesulitan membedakan warna biru dari
kuning karena hilangnya fotopigmen S-cone
3. Monokromatik (akromatopsia atau buta warna total), hanya terdapat satu jenis pigmen
sel kerucut, sedangkan dua pigmen lainnya rusak. Pasien sering mengeluh fotofobia,
tajam penglihatan kurang, tidak mampu membedakan warna dasar atau warna antara
(hanya dapat membedakan hitam dan putih), silau, dan nistagmus. Kelainan ini bersifat
autosomal resesif.
a. Monokromatisme sel batang (rod monochromatism) Disebut juga suatu
akromatopsia (seluruh komponen pigmen warna kerucut tidak normal), terdapat
kelainan pada kedua mata bersama dengan keadaan lain, seperti tajam penglihatan
kurang dari 6/60, nistagmus, fotofobia, skotoma sentral, dan mungkin terjadi
akibat kelainan sentral hingga terdapat gangguan penglihatan warna total,
hemeralopia (buta silang), tidak terdapat buta senja atau malam, dengan kelainan
refraksi tinggi. Insidens sebesar 1 dalam 30.000 dan pewarisan secara autosomal
resesif menyebabkan mutasi gen yang menyandi protein photoreceptor cation
channel or cone transducin.
b. Monokromatisme sel kerucut (cone monochromatism)
Terdapat hanya sedikit defek atau yang efektif hanya satu tipe pigmen sel kerucut.
Hal ini jarang, 1 dalam 100.000. Tajam penglihatan normal, tidak tedapat
nistagmus, tidak terdapat diskrimanasi warna. Biasanya disebabkan monokromasi
biru, terkait kromosom X resesif, yang menyebabkan mutasi gen yang menyandi
opsin kerucut merah dan hijau.

2.2 Etiologi

Buta warna itu sendiri adalah ketidak mampuan seseorang untuk membedakan warna
tertentu. Orang tersebut biasanya tidak buta semua warna melainkan hanya pada warna tertentu
saja, meskipun demikian ada juga seseorang yang sama sekali tidak bisa melihat warna jadi
hanya tampak hitam, putih dan abu-abu saja. Normalnya sel kerucut (cone) di retina mata
mempunyai spectrum terhadap tiga warna dasar, yaitu merah, hijau dan biru. Pada orang yang
mempunyai sel-sel kerucut yang sensitive untuk tiga jenis warna ini, maka ia dikatakan normal.
Buta warna karena herediter dibagi menjadi tiga: monokromasi (buta warna total), dikromasi
(hanya dua sel kerucut yang berfungsi), dan anomalus trikromasi (tiga sel kerucut berfungsi,
salah satunya kurang baik). Dari semua jenis buta warna, kasus yang paling umum adalah
anomalus trikromasi, khususnya deutranomali, yang mencapai angka 5% dari pria.Sebenarnya,
penyebab buta warna tidak hanya karena adakelainan pada kromosom X, namun dapat
mempunyai kaitan dengan 19 kromosom dan gen-gen lain yang berbeda. Beberapa penyakit
yang diturunkan seperti distrofi sel kerucut dan akromatopsia juga dapat menyebabkan seseorang
menjadi buta warna (Anonim, 2008).
Gen buta warna terkait dengan dengan kromosom X (X-linked genes). Jadi kemungkinan
seorang pria yang memiliki genotif XY untuk terkena buta warna secara turunan lebih besar
dibandingkan wanita yang bergenotif XX untuk terkena buta warna. Jika hanya terkait pada salah
satu kromosom X nya saja, wanita disebut carrier atau pembawa, yang bias menurunkan gen buta
warna pada anak-anaknya. Menurut salah satu riset 5-8% pria dan 0,5% wanita dilahirkan buta
warna. Dan 99% penderita buta warna termasuk dikromasi, protanopia, dan deuteranopia.
Dua gen yang berhubungan dengan munculnya buta warna adalah OPN1LW (Opsin 1 Long
Wave), yang menyandi pigmen merah dan OPN1MW (Opsin 1 Middle Wave), yang menyandi
pigmen hijau (SamiS.Deeb dan Arno G. Motulsky, 2005).
Buta warna dapat juga ditemukan pada penyakit macula saraf optik, sedang pada kelainan retina
ditemukan cacat relative penglihatan warna biru dan kuning sedang kelainan saraf optik
memberikan kelainan melihat warna merah dan hijau (Ilyas, 2008).

2.3 Patofisiologi
Penglihatan bergantung pada stimulasi fotoreseptor retina oleh cahaya. Benda-benda tertentu
di lingkungan, misalnya matahari, api, dan bola lampu,memancarkan cahaya. Pigmen-pigmen di
berbagai benda secara selektif menyerap panjang gelombang tertentu cahaya yang datang dari
sumber-sumber cahaya, dan panjang gelombang yang tidak diserapdipantulkan dari permukaan
benda. Berkas-berkas cahaya yang dipantulkan inilah yang memungkinkan kita melihat benda
tersebut.Suatu benda yang tampak biru menyerap panjang gelombang cahaya merah dan hijau
yang lebih panjang dan memantulkan panjang gelombang biru yanglebih pendek, yang dapat
diserap oleh fotopigmen di sel-sel kerucut biru mata, sehingga terjadi pengaktifan sel-sel tersebut
(Sherwood, 2001).
Penglihatan warna diperankan oleh sel kerucut yang mempunyai pigmen terutama cis
aldehida A2.Penglihatan warna merupakan kemampuan membedakan gelombang sinar yang
berbeda. Warna ini terlihat akibat gelombang elektromagnetnya mempunyai panjanggelombang
yang terletak antara 440-700 (Ilyas, 2008).Warna primer yaitu warna dasar yang dapat
memberikan jenis warna yang terlihat dengan campuran ukuran tertentu. Pada sel kerucut
terdapat 3 macam pigmen yang dapat membedakan warna dasar merah, hijau dan biru.
a. Sel kerucut yang menyerap long-wavelength light (red)
b. Sel kerucut yang menyerap middle-wavelength light (green)
c. Sel kerucut yang menyerap short-wavelength light (blue)
Ketiga macam pigmen tersebut membuat kita dapat membedakan warna mulai dari ungu sampai
merah.Untuk dapat melihat normal, ketiga pigmen sel kerucut harus bekerja dengan baik.Jika
salah satu pigmen mengalami kelainan atau tidak ada, maka terjadi buta warna. Warna
komplemen ialah warna yang bila dicampur dengan warna primer akan berwarna putih. Putih
adalah campuran semua panjang gelombang cahaya, sedangkan hitam tidak ada cahaya (Ilyas,
2008).
Gelombang elektromagnit yang diterima pigmen akan diteruskan rangsangannya pada korteks
pusat penglihatan warna di otak. Bila panjang gelombang terletak di antara kedua pigmen maka
akan terjadi penggabungan warna (Ilyas, 2008).

2.4 TANDA DAN GEJALA


Tergantung dari jenis buta warna yang diderita, biasanya seseorang yang
mengalami kekurangan penglihatan warna sering keliru dalam membedakan warna-
warna tertentu dan juga mungkin tidak dapat melihat suatu warna dengan terang
seperti orang normal.
1. Dikromatik
a. Protanopia: penderita tidak dapat membedakan warna merah dan hijau karena
pigmen merah tidak ada.
b. Dentranopia: penderita tidak dapat membedakan warna merah hijau karena
pigmen hijau tidak ada.
c. Tritanopia: penderita tidak dapat membedakan warna biru-kuning karena
pigmen biru hilang.
2. Trikromatik
Penderita memiliki 3 macam sel kerucut tapi salah satunya tidak berfungsi secara
normal. Gejala analog dengan defek pada dikromatik.
3. Monokromatik
Terdiri dari 2 bentuk walaupun keduanya tidak memiliki diskriminasi warna sama
sekali.
a. Monokromatik batang
Pengidap lahir tanpa sel kerucut yang berfungsi pada retina dengan gejala:
penurunan ketajaman penglihatan, tidak ada penglihatan warna, fotofobia dan
nistagmus.

b. Monokromatik kerucut
Tidak memiliki diskriminasi cacat warna tapi ketajaman penglihatan normal,
tidak terdapat fotofobia dan nistagmus.
Monokromatik kerucut memiliki fotoreseptor kerucut tapi semua sel kerucut
mengandung pigmen penglihatan yang sama.

2.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Oftalmoskop
Suatu alat dengan sistem pencahayaan khusus untuk melihat bagian dalam mata,
terutama retina dan struktur terkaitnya.
2. Tes penglihatan warna
a. Uji ishihara
Dengan memakai sejumlah lempeng polikromatik yang berbintik, warna
primer dicetak di atas latar belakang mosaik bintik-bintik serupa dengan aneka
warna sekunder yang membingungkan, bintik-bintik primer disusun menurut
pola (angka atau bentuk geometrik) yang tidak dapat dikenali oleh pasien yang
kurang persepsi warna.
b. Uji pencocokan benang
Pasien diberi sebuah gelendong benang dan diminta untuk mengambil
gelendong yang warnanya cocok dari setumpuk gelendong yang berwarna-
warni.
3. Tes sensitivitas kontras
Adalah kesanggupan mata melihat perbedaan kontras yang halus, di mana pada
pasien dengan gangguan pada retina, nervus optikus atau kekeruhan media mata
tidak sanggup melihat perbedaan kontras tersebut.
4. Tes elektrofisiologik
a. Elektroretingrafi (ERG)
Untuk mengukur respon listrik retina terhadap kilatan cahaya bagian awal
respon flash ERG mencerminkan fungsi fotoreseptor sel kerucut dan sel
batang.
b. Elektro okulografi (EOG)
Untuk mengukur potensial korneoretina tetap. Kelainan EOG terutama terjadi
pada penyakit secara dipus mempengaruhi epitel pigmen retina dan
fotoreseptor.
2.6 TERAPI BUTA WARNA
Hingga kini belum ada obat yang dapat menyembuhkan buta warna, tapi
bagaimanapun pengidap boleh diajar untuk menyesuaikan diri dalam mengatasi
kelemahannya dalam membedakan warna, seperti dengan menghafal bentuk, ukuran.
Untuk mengurangi gejala dapat digunakan kacamata yang berlensa dengan
filter warna khusus yang memungkinkan pasien melakukan interpretasi kembali
warna.
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN BUTA WARNA

3.1 Pengkajian
Tn M berusia 30 Tahun datang ke poli mata pada tanggal 17 Mei 2015 untuk memeriksakan
mata. Tn M memiliki usaha rental komputer. Akan tetapi Tn M mengutarakan jika ia sering
salah memasukkan tinta pada printernya. Setelah di lakukan pemeriksaan TTV pada Tn N di
dapatkan hasil TD: 120/80, RR: 22x/menit, Nadi : 80x/menit dan Setelah dilakukan tes
isihara ternyata pasien positif menderita buta warna.

A. Identitas klien
Nama : Tn. M
Umur : 30 Tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : memiliki rental komputer
Bangsa : Indonesia
Suku : Jawa
Alamat : Jombang
Tanggal masuk :
Tanggal Pengkajian :

B. Riwayat keperawatan
Keluhan utama
Pasien mengeluh sering salah memasukkan tinta kedalam printer, dan ketajaman
penglihatan pasien berkurang.
Riwayat penyakit sekarang
Sewaktu Tn.M bekerja Tn.M selalu salah memasukkan tinta kedalam printer dan
pasien mengaku ketajaman matanya berkurang. Tn.M mengira kalau ia menderita
Miopi. Kemudian Tn. M memutuskan untuk memeriksakan matanya ke poli mata
RSUD Jombang.
Riwayat penyakit dahulu
Pasien tidak pernah mengalami penyakit mata sebelumnya.
Riwayat penyakit keluarga
Setelah dilihat dari genogram Tn.M ternyata di dapati ibu Tn.M juga menderita
buta warna

XnX XY

XnX XnY XX XY
Tn.M
M
Keterangan :
XnX : perempuan buta warna
XX : perempuan normal
XnY : Laki-laki buta warna
XY : laki-laki normal
Riwayat kesehatan lingkungan
Pasien tinggal di lingkungan yang bersih
C. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan TTV
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 80x /menit
Nafas : 22x /menit
Suhu : 36,5oC

Pemeriksaan fisik
1) Sistem Pernapasan
Hidung
Inspeksi : Tidak ada pernafasan cuping hidung
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Mulut
Inspeksi : mukosa bibir lembab , tidak ada sianosis.
Sinus paranasalis
Inspeksi : tidak ada tanda-tanda adanya infeksi
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Leher
Inspeksi : simetris kanan kiri, JVP tidak meningkat
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembesaran kelenjar
Limfe
Faring
Inspeksi : tidak ada odem
Area dada
Inspeksi : pola nafas efektif
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Auskultasi : vesikuler.

2) Kardiovaskuler dan limfe


Wajah
Inspeksi : tidak pucat, konjungtiva merah muda
Leher
Inspeksi : tidak ada bendungan vena jugularis
Palpasi : irama denyutan arteri carotis communis normal
Dada
Inspeksi : dada terlihat simetris
Palpasi : letak ictus kordis ( ICS 5, 1 cm medial dari garis midklavikula sinistra)
Perkusi : tidak ada tanda - tanda bunyi redup.
Auskultasi : bunyi jantung S1-S2 Tunggal
3) Sistem Persyarafan
1. GCS 15 : E4 V5 M6
2. Tanda rangsangan meningeal :
- Kaku kuduk (-)

- Brudzinsky I (-)

- Brudzinsky II (-)

- Kernig (-)

3. Pemeriksaan nervus
Nervus I olfaktorius (pembau)
Klien bisa membedakan aroma saat diberi kopi.
Nervus II opticus (penglihatan)
Bisa melihat benda yang jaraknya 35 cm dengan jelas.
Nervus III oculomotorius
Tidak oedem pada kelopak mata
Nervus IV toklearis
Ukuran pupil normal, tidak ada perdarahan pupil
Nervus V trigeminus (sensasi kulit wajah)
Klien bisa membuka mulut, menggerakkan rahang ke kiri dan ke kanan
Nervus VI abdusen
Bola mata simetris
Nervus VII facialis
Klien dapat membedakan rasa asin dan manis, bentuk wajah
simetris
Nervus VIII auditorius/akustikus
Fungsi pendengaran baik
Nervus IX glosoparingeal
Reflek menelan klien baik dan dapat membedakan rasa pahit

Nervus X vagus
Uvula klien oedem terlihat ketika klien membuka mulut
Nervus XI aksesorius
Klien tidak merasa kesulitan untuk mengangkat bahu dengan melawan
tahanan
Nervus XII hypoglosal/hipoglosum
Bentuk lidah simetris, klien mampu menjulurkan lidah dan
menggerakkannya ke segala arah
4. Reflek fisiologis :
Reflek biceps ++/++, Reflek triceps ++/++, Reflek KPR ++/++,Reflek APR
++/++
4) Perkemihan dan eliminasi uri
Laki-laki
Genetalia eksterna
Inspeksi : tidak ada oedem, tidak ada tanda - tanda infeksi.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan maupun benjolan
Kandung kemih
Inspeksi : tidak ada benjolan, dan pembesaran
Palpasi : kandung kemih penuh
Ginjal :
Inspeksi : tidak ada pembesaran daerah pinggang
Palpasi : tidak ada nyeri tekan.
Perkusi : tidak ada nyeri ketok.
5) Sistem pencernaan eliminasi alvi
Mulut
Inspeksi : mukosa bibir lembab , gigi tidak ada plak dan karies. Tidak ada
pembesaran kelenjar karotis. Tidak ada lesi.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan pada rongga mulut,
Lidah
Inspeksi : bentuk simetris, tidak ada tremor dan lesi.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan dan odem.
Abdomen
Inspeksi : tidak ada pembesaran abdomen, tidak ada luka bekas operasi.
Palpasi : tidak ada skibala.
Perkusi : tidak ada acietes.
Auskultasi : bising usus normal.
6) Sistem muskuloskeletel dan integumen.
Anamnesa
Kulit : lembab

5 5
Kekuatan otot

5 5

7) Sistem endokrin dan eksokrin


Kepala
Inspeksi : Tidak terlihat moon face, tidak alophesia (botak), rambut rontok
Leher
Inspeksi : tidak ada pembesaran kalenjar tiroid
Palpasi : tidak ada pembesaran kalenjar tiroid, dan tidak ada nyeri tekan.
Ekstremitas bawah
Palpasi : Akral hangat, tidak ada edema, tidak ada nyeri tekan,
8) Sistem reproduksi
Perempuan
Payudara
Inspeksi : payudara simetris
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan
Axila
Inspeksi : Tidak ada benjolan, tidak ada massa
Palpasi : Tidak ada benjolan, tidak ada massa
Genetalia
Inspeksi : tidak ada edema, tidak ada varises
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
9) Persepsi sensori
Mata
Inspeksi : bentuk simetris, kornea normal, warana iris hitam, lensa normal jernih,
sklera putih, tes isihara (+)
Palpasi : tidak ada nyeri dan tidak ada pembengkakan kelopak mata
Penciuman-(hidung)
Palpasi : tidak ada pembengkakan dan tidak ada nyeri saat palpasi fosa kanina
Perkusi : tidak ada reaksi hebat pada regio frontalis, sinus frontalis dan fosa
kanina
D. Pemeriksaan penunjang
A. Tes isihara : pasien tidak bisa membaca angka pada buku
3.2 Analisa data
3.3 Intervensi
3.4 Implementasi
3.5 Evaluasi

Вам также может понравиться

  • Tugas Sistem Endokrin
    Tugas Sistem Endokrin
    Документ4 страницы
    Tugas Sistem Endokrin
    mega
    Оценок пока нет
  • Bab I
    Bab I
    Документ11 страниц
    Bab I
    mega
    Оценок пока нет
  • Bab I
    Bab I
    Документ17 страниц
    Bab I
    mega
    Оценок пока нет
  • Tugas Sistem Endokrin
    Tugas Sistem Endokrin
    Документ4 страницы
    Tugas Sistem Endokrin
    mega
    Оценок пока нет
  • LP + LK TB Paru + Efusi Pleura
    LP + LK TB Paru + Efusi Pleura
    Документ45 страниц
    LP + LK TB Paru + Efusi Pleura
    Mardha Dwi Kusmiati
    Оценок пока нет
  • Bab I
    Bab I
    Документ21 страница
    Bab I
    mega
    Оценок пока нет
  • Bab 1
    Bab 1
    Документ20 страниц
    Bab 1
    mega
    Оценок пока нет
  • Tugas Sistem Endokrin
    Tugas Sistem Endokrin
    Документ3 страницы
    Tugas Sistem Endokrin
    mega
    Оценок пока нет
  • Hiperparatiroid Proses
    Hiperparatiroid Proses
    Документ21 страница
    Hiperparatiroid Proses
    mega
    Оценок пока нет
  • CHJGK Cva
    CHJGK Cva
    Документ14 страниц
    CHJGK Cva
    Anang Prabowo
    Оценок пока нет
  • LP Efusi Pleura.
    LP Efusi Pleura.
    Документ21 страница
    LP Efusi Pleura.
    IgnatiaMariaYosephine
    Оценок пока нет
  • ASKEP
    ASKEP
    Документ21 страница
    ASKEP
    mega
    Оценок пока нет
  • Pneumonia
    Pneumonia
    Документ13 страниц
    Pneumonia
    mega
    Оценок пока нет
  • Data Khusus
    Data Khusus
    Документ2 страницы
    Data Khusus
    mega
    Оценок пока нет
  • Tinjauan Pustaka
    Tinjauan Pustaka
    Документ12 страниц
    Tinjauan Pustaka
    mega
    Оценок пока нет
  • Lembar Pengesahan
    Lembar Pengesahan
    Документ1 страница
    Lembar Pengesahan
    mega
    Оценок пока нет
  • Askep Asli
    Askep Asli
    Документ18 страниц
    Askep Asli
    mega
    Оценок пока нет
  • ASKEP
    ASKEP
    Документ21 страница
    ASKEP
    mega
    Оценок пока нет
  • Asuhan Keperawatan Keluarga
    Asuhan Keperawatan Keluarga
    Документ12 страниц
    Asuhan Keperawatan Keluarga
    mega
    Оценок пока нет
  • Asuhan Keperawatan Keluarga
    Asuhan Keperawatan Keluarga
    Документ12 страниц
    Asuhan Keperawatan Keluarga
    mega
    Оценок пока нет
  • LP Fix DM Dengan Gangren
    LP Fix DM Dengan Gangren
    Документ14 страниц
    LP Fix DM Dengan Gangren
    mega
    Оценок пока нет