Вы находитесь на странице: 1из 18

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Darah adalah cairan yang terdapat pada semua makhluk hidup(kecuali tumbuhan)
tingkat tinggi yang berfungsi mengirimkan zat-zat dan oksigen yang dibutuhkan oleh
jaringan tubuh, mengangkut bahan-bahan kimia hasil metabolisme, dan juga sebagai
pertahanan tubuh terhadap virus atau bakteri. Istilah medis yang berkaitan dengan darah
diawali dengan kata hemo- atau hemato- yang berasal dari bahasa Yunani haima yang
berarti darah.
Darah manusia adalah cairan jaringan tubuh. Fungsi utamanya adalah mengangkut
oksigen yang diperlukan oleh sel-sel di seluruh tubuh. Darah juga menyuplai jaringan
tubuh dengan nutrisi, mengangkut zat-zat sisa metabolisme, dan mengandung berbagai
bahan penyusun sistem imun yang bertujuan mempertahankan tubuh dari berbagai
penyakit. Hormon-hormon dari sistem endokrin juga diedarkan melalui darah.
Darah manusia berwarna merah, antara merah terang apabila kaya oksigen sampai
merah tua apabila kekurangan oksigen. Warna merah pada darah disebabkan oleh
hemoglobin, protein pernapasan (respiratory protein) yang mengandung besi dalam bentuk
heme, yang merupakan tempat terikatnya molekul-molekul oksigen.
Manusia memiliki sistem peredaran darah tertutup yang berarti darah mengalir dalam
pembuluh darah dan disirkulasikan oleh jantung. Darah dipompa oleh jantung menuju
paru-paru untuk melepaskan sisa metabolisme berupa karbon dioksida dan menyerap
oksigen melalui pembuluh arteri pulmonalis, lalu dibawa kembali ke jantung melalui vena
pulmonalis. Setelah itu darah dikirimkan ke seluruh tubuh oleh saluran pembuluh darah
aorta. Darah mengedarkan oksigen ke seluruh tubuh melalui saluran halus darah yang
disebut pembuluh kapiler. Darah kemudian kembali ke jantung melalui pembuluh darah
vena cava superior dan vena cava inferior.
Darah juga mengangkut bahan bahan sisa metabolisme, obat-obatan dan bahan kimia
asing ke hati untuk diuraikan dan ke ginjal untuk dibuang sebagai air seni. Darah terdiri
daripada beberapa jenis korpuskula yang membentuk 45% bagian dari darah, angka ini
dinyatakan dalam nilai hermatokrit atau volume sel darah merah yang dipadatkan yang

1
berkisar antara 40 sampai 47. Bagian 55% yang lain berupa cairan kekuningan yang
membentuk medium cairan darah yang disebut plasma darah.
Leukosit bertanggung jawab terhadap sistem imun tubuh dan bertugas untuk
memusnahkan benda-benda yang dianggap asing dan berbahaya oleh tubuh, misal virus
atau bakteri. Leukosit bersifat amuboid atau tidak memiliki bentuk yang tetap. Orang yang
kelebihan leukosit menderita penyakit leukimia, sedangkan orang yang kekurangan
leukosit menderita penyakit leukopenia.

1.2. Rumusan Masalah


Dalam penulisan makalah yang telah dibuat dapat ditarik rumusan masalah sebagai
berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan APB?
2. Bagaimana etiologi dan patofisiologi APB ?
3. Apa manifestasi klinis APB?
4. Bagaimana pemeriksaan laboratorium dan penatalaksanaan APB?
5. Bagaimana komplikasi dan prognosis APB?
6. Bagaimana resusitasi cairan pada kasus APB?
1.3 Tujuan Penulisan
Penulisan makalah ini terdapat beberapa tujuan. Adapun beberapa tujuannya adalah
sebagai berikut :
1.Untuk mengetahui tentang defenisi APB.
2.Untuk mengetahui etiologi dan patofisiologi APB.
3.Untuk mengetahui manifestasi klinis APB.
4.Untuk mengetahui pemeriksaan laboratorium dan penatalaksanaan APB.
5.Untuk mengetahui komplikasi dan prognosis APB.
6.Untuk mengetahui resusitasi cairan pada kasus APB?

2
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1. Definisi Antepartum Bleeding (APB)


1. Perdarahan antepartum adalah perdarahan jalan lahir, dengan batas perdarahannya
terjadi setelah usia kehamilan 22 minggu ( meskipun patologi yang sama dapat terjadi
pada usia kehamilan kurang dari 22 minggu). Batasan waktu menurut kepustakaan
lain bervariasi, ada juga yang menyebutkan 24 dan 28 minggu ( Maryunani, 2016 hal
165)
2. Perdarahan antepartum adalah perdarahan pervaginam pada usia kehamilan 20
minggu atau lebih ( PB POGI , 1991 dalam Maryunani 2016 hal 166).
3. Perdarahan antepartum adalah perdarahan yang terjadi setelah kehamilan lewat 28
minggu, atau pada taksiran berat janin lebih dari 1000 gr (M.Rachmant,1991 dalam
Maryunani, 2016 hal 166)
4. Perdarahan antepartum adalah perdarahan pada ibu hamil lebih dari 28 minggu dapat
terjadi oleh solusio plasenta atau plasenta previa.( Maryunani, 2016 hal 166)
Jadi dapat disimpulkan bahwa perdarahan anterpartum atau antepartum bleeding adalah
perdarahan yang terjadi pada kehamilan kurang lebih 22 minggu sampai 28 minggu (
trimester III), yang terjadi oleh solusio plasenta atau plasenta previa.
2.2. Klasifikasi Perdarahan Antepartum
1. Plasenta Previa
a. Pengertian
Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada segmen bawah
uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir. Pada
keadaan normal plasenta terletak dibagian atas uterus.
Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada segmen bawah
uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruhnya pembukaan jalan lahir,
sedangkan pada keadaan normal plasenta terletak pada bagian atas uterus.
Plasenta Previa adalah suatu kesulitan kehamilan yang terjadi pada trimesters
kedua dan ketiga kehamilan. Dapat mengakibatkan kematian bagi ibu dan janin. Ini
adalah salah satu penyebab pendarahan vaginal yang paling banyak pada trimester

3
kedua dan ketiga. Plasenta Previa biasanya digambarkan sebagai implantation dari
plasenta di dekat ostium interna uteri (didekat cervix uteri). Plasenta previa meningkat
kejadiannya pada keadaan-keadaan yang endometriumnya yang kurang baik misalnya
karena atrofi endometrium / kurang baiknya vaskularisasi desidua.
Ada 3 jenis plasenta previa :
1) Placenta previa totalis, seluruh ostium internum tertutup oleh placenta, bila
plasenta menutupi seluruh jalan lahir. Pada posisi ini, jelas tidak mungkin bayi
dilahirkan per-vaginam (normal/spontan/biasa), karena risiko perdarahan
sangat hebat.
2) Placenta previa lateralis, hanya sebagian dari ostium tertutup oleh placenta,
bila hanya sebagian/separuh plasenta yang menutupi jalan lahir. Pada posisi
inipun risiko perdarahan masih besar, dan biasanya tetap tidak dilahirkan
melalui per-vaginam.
3) Placenta previa marginalis, hanya pada pinggir ostium terdapat jaringan
placenta, bila hanya bagian tepi plasenta yang menutupi jalan lahir. Bisa
dilahirkan per-vaginam tetapi risiko perdarahan tetap besar.
b. Etiologi
Penyebab plasenta previa tidak diketahui, namun diketahui terkait dengan hal-hal
berikut:
1) Multiparitas
2) Usia ibu hamil yang semakin lanjut ( umur lanjut > 34 tahun)
3) Kehamilan kembar
4) Konsepsi dibantu
5) Jaringan parut pada uterus, seksio sesaria pada persalinan sebelumnya
6) Kebiasaan merokok
c. Manifestasi klinis
1. Manifestasi Klinis Dari Plasenta Previa
1) Perdarahan terjadi tanpa rasa sakit pada trimester III.
2) Sering terjadi pada malam hari saat pembentukan SBR.
3) Perdarahan dapat terjadi sedikit atau banyak sehingga menimbulkan
4) gejala.

4
5) Perdarahan berwarna merah.
6) Letak janin abnormal.

d. Tanda Dan Gejala


1) Perdarahan tanpa nyeri
Biasanya perdarahan karena plasenta previa baru timbul setelah bulan ke tujuh.
Hal ini disebabkan karena :
Perdarahan sebelum bulan ketujuh memberi gambaran yang tidak berbeda dari
abortus
Perdarahan pada plasenta previa disebabkan karena pergerakan antara plasenta
dan dinding rahim
2) Perdarah berulang
Setelah terjadi pergeseran antara plasenta dan dinding rahim maka regangan
dinding rahim dan tarikan pada serviks berkurang, tapi dengan majunya
kehamilan regangan bertambah lagi dan menimbulkan perdarahan baru, kejadian
ini berulang-ulang
3) Kepala anak sangat tinggi
Karena plasenta terletak pada katub bawah rahim, kepala tidak dapat mendekati
pintu atas panggul. Karena hal tersebut juga karena ukuran panjang rahim
berkurang, maka pada plasenta previa lebih sering terdapat kelainan letak.
4) Warna perdarahan merah segar
5) Adanya anemia dan rejatan yang sesuai dengan keluarnya darah
6) Timbulnya perlahan-lahan
7) Waktu terjadinya saat hamil
8) Rasa tidak tegang saat palpasi
9) Denyut jantung janin ada
10) Teraba jaringan plasenta pada periksa dalam vagina

e. Faktor risiko
1. Wanita lebih dari 35 tahun, 3 kali lebih berisiko.

5
2. Multiparitas, apalagi bila jaraknya singkat. Secara teori plasenta yang baru
berusaha mencari tempat selain bekas plasenta sebelumnya.
3. Kehamilan kembar.
4. Adanya gangguan anatomis/tumor pada rahim sehingga mempersempit
permukaan bagi penempelan plasenta.
5. Adanya jaringan parut pada rahim oleh operasi sebelumnya.
6. Adanya endometriosis (adanya jaringan rahim pada tempat yang bukan
seharusnya, misalnya di indung telur) setelah kehamilan sebelumnya.
7. Riwayat plasenta previa sebelumnya, berisiko 12 kali lebih besar.
8. Adanya trauma selama kehamilan.
9. Kebiasaan tidak sehat seperti merokok dan minum alkohol.

2. Solusio Plasenta
a. Pengertian
Solusio Plasenta adalah terlepasnya plasenta yang letaknya normal pada
korpus uteri sebelum janin lahir. Biasanya terjadi dalam triwulan ketiga, walaupun
dapat pula terjadi setiap saat dalam kehamilan. Apabila terjadi sebelum kehamilan
20 minggu, mungkin akan dibuat diagnosis abortus imminens. Plasenta dapat
terlepas seluruhnya, solusio plasenta totalis, atau sebagian, solusio plasenta
parsialis, atau hanya sebagian kecil pinggir plasenta yang sering disebut ruptura
sinus marginalis. Perdarahan yang terjadi karena terlepasnya plasenta dapat
menyelundup keluar dibawah delaput ketuban yaitu pada solusio plasenta dengan
perdarahan keluar atau tersembunyi di belakang plasenta yaitu pada solusio
plasenta dengan perdarahan tersembunyi atau kedua-duanya atau pada
perdarahannya menembus selaput ketuban masuk ke dalam kantong ketuban.
Solusio Plasenta adalah terlepasnya plasenta yang letaknya normal dikorpus
uteri yang terjadi setelah kehamilan 20 minggu dan sebelumnya janin dilahirkan.
Definisi yang lain dari Solusio Plasenta adalah terlepasnya plasenta yang letaknya
normal pada fundus atau korpus uteri sebelum janin lahir.(Prawirohardjo, 2006
hal 167)
Solusio Plasenta dibagi menjadi 3 yaitu:

6
1) Trijatmo Rachimhadhi membagi solusio plasenta menurut derajat pelepasan
plasenta:
a) Solusio plasenta totalis, plasenta terlepas seluruhnya.
b) Solusio plasenta partialis, plasenta terlepas sebagian.
c) Ruptura sinus marginalis, sebagian kecil pinggir plasenta yang terlepas.
2) Pritchard JA membagi solusio plasenta menurut bentuk perdarahan:
a) Solusio plasenta dengan perdarahan keluar.
b) Solusio plasenta yang perdarahannya masuk ke dalam kantong amnion.
c) Perdarahan tersembunyi / perdarahan ke dalam adalah darah tidak keluar,
tetapi berkumpul di belakang plasenta membentuk hematom retroplasenta
dan kadang-kadang darah masuk ke dalam ruang amnion.

Dengan perdarahan tersembunyi Dengan perdarahan keluar

Pelepasan biasanya komplit Biasanya inkomplit


Sering disertai toxoemia Jarang disertai toxaemia
Hanya merupakan 20% dari Merupakan 80% dari solutio
solutio plasenta plasenta

b. Etiologi
Etiologi solusio plasenta hingga kini belum diketahui dengan jalas, dan pada
40% kasus tidak pernah dikatahui apa penyebabnya. Meskipun demikian, faktor
resiko berikut ada kaitannya dengan kondisi tersebut:
1) Multiparitas
2) Dekompresi uterus tiba-tiba
3) Ketuban pecah dini sebelum persalinan
4) Trauma akibat versi sefalik eksterna, kecelakaan lalu lintas, jatuh atau benturan
pada abdomen
5) Merokok
6) Penggunasalahan obat terlarang.

c. Manifestasi Klinis Dari Solusio Plasenta

7
1) Perdarahan disertai rasa sakit.
2) Jalan asfiksia ringan sampai kematian intrauterin.
3) Gejala kardiovaskuler ringan sampai berat.
4) Abdomen menjadi tegang.
5) Perdarahan berwarna kehitaman.
6) Sakit perut terus menerus.

d. Gejala Solusio plasenta


a. Solusio plasenta ringan
Ruptura sinus marginalis atau terlepasnya sebagian plasenta yang tidak
berdarah banyak
Terjadi perdarahan per vagina warnanya kehitam-hitaman dan sedikit
sekali
Perut mungkin terasa agak sakit, terus-menerus akan tegang
b. Solusio plasenta sedang
Plasenta terlepas lebih dari seperempatnya, tetapi belum sampai dua
pertiga luas permukaannya
Sakit perut terus-menerus
Perdarahan per vaginam yang mungkin tampak sedikit
Ibu mungkin telah syok
Bila janin masih hidup dalam keadaan gawat
Uterus teraba tegang terus-menerus dan nyeri tekan sehingga bagian janin
sukar diraba
Bila janin hidup bunyi jantung sukar bisa didengar dengan stetoskop biasa
Mungkin terjadi kelainan pembekuan darah dan kelainan ginjal
c. Solusio berat
Plasenta terlepas lebih dari dua pertiga permukaan terjadi sangat tiba-tiba
Ibu jatuh dalam ke dalam syok dan janin meninggal
Uterus sangat tegang seperti papan
Keadaan pervagina tampaknya tidak sesuai dengan keadaan syok ibunya,
malah perdarahan pervagina mungkin belum sempat terjadi
8
Kemungkinan besar terjadi kelainan pembekuan darah dan kelaian ginjal

2.3. Penatalaksanaan
1. Pada Plasenta Previa
a. Terapi Ekopektif
Tujuan terapi ekopektif ialah supaya janin tidak terlahir premature,
penderita dirawat tanpa melakukan pemeriksaan dalam melalui kanalis
servikalis. Upaya diagnosis dilakukan secara non-infansif pemantauan klinis
dipantau secara ketat dan baik. Syarat-syarat terapi ekopektif:
Kehamilan preterm dan perdarahan sedikit yang kemudian berhenti.
Belum ada tanda-tanda inpartu.
Keadaan umum ibu cukup baik.
Janin masih hidup.
Rawat inap, tirah baring dan berikan antibiotic profilaksis.
Lakukan pemeriksaan USG untuk mengetahui inplantasi plasenta, usia
kehamilan, profil biofisik, letak dan presentasi janin.
Berikan tokolitik jika ada kontaraksi.
MgSO4 4 grm iv dosis awal dilanjutkan 4grm setiap 6 jam.
Betametason 24 mg iv dosis tunggal untuk pematangan paru janin.
Uji pematangan paru janin dengan tes kocok(bubble tes) dan hasil
amniosentesis.
Bila setelah usia kehamilan diatas 24 minggu, plasenta masuh berada
disekitar ostium uteri internum, maka dugaan plasenta previa menjadi
jelas, sehingga perlu dilakukan observasi dan konseling untuk menghadapi
kemungkinan keadaan gawat janin.
b. Terapi aktif
Wanita hamil diatas 2 minggu dengan perdarahan pervaginam yang
aktif dan banyak, harus segera ditatalaksanakan secara aktif tanpa
memandang maturnitas janin.

9
Untuk diagnosis plasenta previa dan menetukan cara menyelesaikan
persalinan, setelah semua persyaratan terpenuhi, lakukan PDMO jika
Infuse atau tranfusi telah terpasang, kamar dan tim operasi telah siap.
Kehamilan 37 minggu (BB 2500 grm) dan inpartu.
Janin telah meniggal atau terdapat anomaly kongenital mayor (misal:
anensefali).
Perdarahan dengan bagian bawah janin telah jauh melewati pintu atas
panggul (2/5 atau 3/5 pada palpasi luar).
Melahirkan janin dengan segera sehingga uterus dapat segera
berkontraksi dan menghentikan perdarahan.
Menghindarkan kemungkinan terjadinya robekan pada serviks uteri,
jika janin dilahirkan pervaginam.
Lakukan perawatan lanjut paska bedah termaksud pemantauan
perdarahan, infeksi dan keseimbangan cairan masuk, keluar.
2. Pada Solusio Plasenta
Penanganan solusio plasenta harus dilakukan rawat inap di rumah sakit yang
memadai.ketika masuk segera dilakukan pemeriksaan darah lengkap termasuk kadar
Hb dan golongan darah serta gambaran pembekuan darah. Jika diagnosis belum jelas
dan janin masih hidup tanpa tanda-tanda gawat janin observasi ketat dengan
kesiagaan dan fasilitas yang bisa segera diaktifkan untuk intervensi jika sewaktu-
waktu muncul kegawatan.
Persalinan mungkin pervaginam atau juga mungkin perabdominal tergantung
pada banyaknya perdarahan, telah ada tanda-tanda persalinan spontan atau belum, dan
tanda-tanda gawat janin. Penanganan terhadap solusio plasenta bisa bervariasi sesuai
berat ringannya penyakit, usia ibu, serta keadaan ibu dan janinnya. Jika janin masih
hidup dan cukup bulan serta belum ada tanda-tanda persalinan pervaginam maka
dilakukan bedah caesar. Pada perdarahan yang cukup banyak segera lakukan
resusitasi dengan pemberian transfusi darah dan kristaloid yang cukup diikuti
persalinan yang cepat untuk mengendalikan perdarahan dan menyelamatkan ibu dan
janin. Bedah caesar dilakukan pada kasus yang berat atau telah terjadi gawat janin.

10
Jika janin telah mati dalam rahim maka lebih sering dipilih persalinan pervaginam
kecuali jika ada perdarahan berat yang tidak teratasi dengan transfusi darah atau ada
indikasi obstetrik untuk melakukan persalinan perabdominal. Pada persalinan
pervaginam diperlukan upaya stimulasi miometrium secara farmakologikatau masase
agar kontraksi miometrium baik. Hal ini untuk mencegah terjadinya perdarahan
sekalipun masih terjadi gangguan pembekuan darah.

2.4. Komplikasi
1. Komplikasi pada ibu
a. Perdarahan
Perdarahan merupakan komplikasi yang paling awal yang harus segera ditangani,
penyebab perdarahan ini adalah :
Atonia uteri
Sumber perdarahan ini bisa berasal dari tempat implantasi placenta.
Ruptur Uteri
Sering terjadi dengan tambah meningkatnya penggunaan seksio karena itu
bekas SC tidak boleh cepat hamil lagi untuk memberikan kesempatan luka
dapat sembuh.
Gangguan pembekuan darah
Kematian janin dalam rahim melebihi 6 minggu, pada solutio placenta dan
emboli air ketuban.
Retensio placenta
Gangguan pelepasan placenta menimbulkan perdarahan dari tempat
implantasi placenta.
b. Infeksi
Infeksi pada seksio cesarea bisa meningkat bila didahului oleh :
Keadaan umum yang rendah, anemia saat hamil, sebelum pembedahan
sudah ada gejala infeksi intra partum.
Perlukaan operasi yang menjadi jalan masuk bakteri
Terdapat retensio placenta
Pelaksanaan operasi persalinan yang kurang steril.

11
c. Trauma tindakan operasi persalinan:
Perluasan luka episiotomi
Perlukaan pada vagina
Perlukaan pada servik
Perlukaan pada furnik kolpoporeksis
Terjadi ruptur uteri lengkap atau tidak lengkap
Terjadi fistula dan inkontinentia
Trauma tindakan operasi paling berat adalah ruptur uteri.
2. Komplikasi pada bayi
Terjadi trias komplikasi yaitu :
a. Asfiksia
Tekanan langsung pada kepala menekan pusat-pusat vital dan medula
oblongata
Asipirasi air ketuban, mekonium dan cairan lambung.
Perdarahan atau oedem jaringan syaraf pusat.
b. Trauma langsung pada bayi
Fraktur ekstremitas
Dislokasi persendian
Peralis esb
Ruptur alat vital, hati bayi, robekan pada usus
Fraktur tulang kepala bayi
Perdarahan atau oedem jaringan otak
Trauma langsung pada mata, hidung, telinga, dll.
c. Infeksi
Infeksi ringan sampai sepsis dapat menyebabkan kematian

2.9. Tabel perbedaan plasenta previa dan solusio plasenta

No. Ciri-ciri plasenta previa Ciri-ciri solusio plasenta

1. Perdarahan tanpa nyeri Perdarahan dengan nyeri

12
2. Perdarahan berulang Perdarahan tidak berulang

Warna perdarahan merah


3. Warna perdarahan merah coklat
segar

Adanya anemia dan renjatan


Adanya anemia dan renjatan yang
4. yang sesuai dengan
tidak sesuai dengan keluarnya darah
keluarnya darah

5. Timbulnya perlahan-lahan Timbulnya tiba-tiba

6. Waktu terjadinya saat hamil Waktu terjadinya saat hamil inpartu

7. His biasanya tidak ada His ada

Rasa tidak tegang (biasa)


8. Rasa tegang saat palpasi
saat palpasi

Denyut jantung janin biasanya tidak


9. Denyut jantung janin ada
ada

Teraba jaringan plasenta Teraba ketuban yang tegang pada


10.
pada periksa dalam vagina periksa dalam vagina

Penurunan kepala tidak Penurunan kepala dapat masuk pintu


11.
masuk pintu atas panggul atas panggul

Presentasi mungkin Tidak berhubungan dengan


12.
abnormal. presentasi

13
BAB 3
PEMBAHASAN
3.1 Terapi cairan resusitasi
Terapi cairan resusitasi ditujukan untuk menggantikan kehilangan akut cairan tubuh atau
ekspansi cepat dari cairan intravaskuler untuk memperbaiki perfusi jaringan. Misalnya pada
keadaan syok..
Terapi cairan resusitasi dapat dilakukan dengan pemberian infus Normal Saline (NS),
Ringer Asetat (RA), atau Ringer laktat (RL) sebanyak 20 ml/kg selama 30-60 menit. Pada
syok hemoragik bisa diberikan 2-3 kali dalam 10 menit.
Larutan plasma ekspander dapat diberikan pada luka bakar, peningkatan sirkulasi kapiler
seperti MCI, syok kardiogenik, hemoragik atau syok septik. Koloid dapat berupa gelatin
(hemaksel, gelafunin, gelafusin), polimer dextrose (dextran 40, dextran 70), atau turunan
kanji (haes, ekspafusin)
Jika syok terjadi :
Berikan segera oksigen
Berikan cairan infus isotonic RA/RL atau NS
Jika respon tidak membaik, dosis dapat diulangi
Pertimbangan dalam resusitasi cairan :
1. Medikasi harus diberikan secara IV selama resusitasi
2. Perubahan Na dapat menyebabkan hiponatremi yang serius. Na serum harus dimonitor,
terutama pada pemberian infus dalam volume besar.
3. Transfusi diberikan bila hematokrit < 30
4. Insulin infus diberikan bila kadar gula darah > 200 mg%
5. Histamin H2-blocker dan antacid sebaiknya diberikan untuk menjaga pH lambung 7,0

14
3.2 Resusitasi cairan pada pasien plasenta previa

Bila ada kontraksi, maka berikan tokolitik :

1. MgSO4 4 gr IV dosis awal dilanjutkan 4 gr setiap 6 jam


2. Nifedipine 3x20 mg per hari
3. Betamethason 24 mg IV dosis tunggal untuk pematangan paru janin
4. Bila janin kurang dari 37 minggu/TBJ < 2500 gram dan terjadi sedikit perdarahan, drip
duvadilan (D5) 2 ampul, 8-10 TPM (12 jam observasi)
5. Bila darah berkurang, dilanjutkan dengan duvadilan 2x tablet/ hari dan dilanjutkan
dengan USG. Tetapi apabila perdarahan berlanjut, lanjutkan drip
6. Bila perdarahan banyak siapkan untuk SC

3.3 Resusitasi cairan pada pasien solusio plasenta

1. Terapi untuk atasi syok


a. Infus lariutan Ns atau RL untuk retorasi cairan berikan 500 ml dalam 15 menit
pertama dan 2 liter dalam 2 jam pertama.
b. Berikan transfusi darah segar untuk memperbaiki faktor pembekuan akibat
koagulopati
2. Terapi untuk oliguria atau nekrosis tubuler akut
a. Berikan furosemida 40 mg dalam 1 1 kristaloid dengan tetesan 40-60 per menit
b. Bila belum berhasil gunakan manitol 500 ml dengan 40 tetesan per menit
3. Terapi untuk atasi hipofibrinogenemia
a. Restorasi cairan atau darah sesegera mungkin dapat menghindarkan terjadinya
koagulopati
b. Lakukan uji beku darah untuk menilai fungsi pembekuan darah
c. Bila darah segar tidak dapat diberikan berikan plasma beku segar ( 15 ML / KG
bb ) bila plasma beku segar tidak tersedia, berikan kriopresipitatfibrinogen.
d. Bila perdarahan masih berlangsung dan trombosit dibawah 20.000, berikan
konsentrat trombosit
4. Terapi untuk mengatasi anemia

15
a. Darah segar merupakan bahan terpilih untuk mengatasi anemia karena disamping
mengandung butir-butir darah merah, juga mengandung unsur pembekuan darah
b. Bila restorasi cairan telah tercapai dengan baik tetapi pasien masih dalam kondisi
anemia berat, berikan packed cell.

16
BAB 4
KESIMPULAN

Perdarahan anterpartum atau antepartum bleeding adalah perdarahan yang terjadi pada
kehamilan kurang lebih 22 minggu sampai 28 minggu ( trimester III), yang terjadi oleh solusio
plasenta atau plasenta previa.
Terapi cairan resusitasi ditujukan untuk menggantikan kehilangan akut cairan tubuh atau
ekspansi cepat dari cairan intravaskuler untuk memperbaiki perfusi jaringan. Misalnya pada
keadaan syok..
Resusitasi cairan pada berbagai kasus perdarahan antepartum (Antepartum Bleeding)
beragam sesuai dengan jenis kasus dan beratnya perdarahan.

17
DAFTAR PUSTAKA

https://abimanews.com/blog/2017/04/26/makalah-antepartum-bleeding-apb/, diakses pada


tanggal 03 Mei 2017, pukul 11.23 WIB

Maryunani. A, (2016). Asuhan Kegawatdaruratan Kebidanan. Jakarta : TIM

Prawirohardjo.( 2006).Panduan Praktis Pelayanan Maternal Dan Neonatal. Jakarta : TYBS-SP

18

Вам также может понравиться