Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Arus listrik adalah gerak muatan negatif (elektroda) pada materi dalam proses
mengatur diri menuju ke arah kesetimbangan. Peristiwa ini terjadi bila materi mengalami
gangguan karena adanya medan listrik. Bila medan listrik arahnya selalu tetap menuju ke satu
arah, maka arus listrik yang mengalir akan tetap juga arahnya dan begitu juga dengan
sebaliknya. Metode geolistrik mengalirkan arus DC ke dalam bumi dan akan mencatat nilai
dari potensial listrik serta akan menghitung nilai dari hambatan jenis dari suatu batuan.
Potensial listrik didefinisikan sebagai energi potensial persatuan muatan.
Metode resistivitas memanfaatkan sebuah sifat alami arus listrik di dalam bumi berupa
titik arus di dalam bumi yang akan mengalirkan arus ke segala arah dan membentuk suatu
permukaan bola dengan titik yang memiliki besar arus yang sama disebut titik equipotensial.
3
Page1
Gambar 2. 2 Penjalaran arus di dalam bumi
Besarnya arus listrik yang mengalir di bawah permukaan bumi akan berbanding
terbalik dengan luas permukaan. Hal ini dinyatakan dalm bentuk persamaan
Dengan I adalah arus listrik, J adalah rapat arus dan A adalah luas permukaan.
Sedangkan, medan listrik adalah gradient dari potensial scalar, dinyatakan melalui persamaan
dibawah ini
Kita memiliki elektroda berdimensi kecil yang ditanam pada media isotropik
homogen. Hal ini sesuai dengan metode mise-d-la-masse dimana elektroda tunggal ditanam
di bawah tanah. Rangkaian arus mampu melalui elektroda yang lain pada permukaan, tetapi
dalam jarak yang cukup jauh pengaruhnya dapat diabaikan.
Dari sistem yang simetri, potensial akan menjadi fungsi dari r saja, di mana r
adalah jarak dari elektroda pertama. Dalam kondisi ini digunakan persamaan Laplace
dalam koordinat bola yang disederhanakan menjadi
4
Page1
Equipotential yang selalu ortogonal terhadap garis aliran arus dengan permukaan
bola dan r = konstan. Pada penerapan metode resistivitas titik arus tersebut akan diletakan
pada permukaaan bumi seperti gambar di bawah ini
Kemudian karena pada metode geolistrik digunakan 2 buah elektroda arus atau
titik arus maka penjalaran arus listrik di permukaan bumi terlihat seperti gambar
Selanjutnya arus dari kedua elektroda akan melakukan interferensi yang akan
tercatat oleh elektroda potensial di titik tersebut. potensial yang disebabkan C1 di PI adalah
Karena arus pada kedua elektroda sama dan berlawanan arah dan potensial, karena
C2 di P1 adalah
5
Page1
Maka bisa kita peroleh
Pengaturan semacam itu sesuai dengan empat elektroda yang tersebar, ini biasanya
digunakan dalam praktik lapangan metode resistivitas. Pada konfigurasi ini garis aliran arus
dan equipotentialnya terdistorsi oleh kedekatan elektroda arus kedua C2. Equipotentials
dan garis arus ortogonal diperoleh dengan memplot keterkaitannya (Telford, 1990).
dimana k adalah faktor geometri, untuk konfigurasi Wenner dihitung dengan persamaan:
Pada konfigurasi elektroda Wenner, kedua elektroda arus diletakkan di luar elektroda
potensial. Jarak antar elektroda mempunyai jarak yang sama panjang sebesar a. Sedangkan
pada konfigurasi elektroda Schlumberger, kedua elektroda aru diletakkan di luar elektroda
potensial. Setengah jarak antara 2 elektroda arus sebesar L, sedangkan setengah jarak antara 2
elektroda potensial l(Gokdi, 2012).
Pada konfigurasi dipole-dipole, kedua elektroda arus dan elektroda potensial terpisah
dengan jarak a. Sedangkan elektroda arus dan elektroda potensial bagian dalam terpisah sejauh
na, dengan n adalah bilangan bulat (Waluyo, 2005). Variasi n digunakan untuk
6
Page1
mendapatkan berbagai kedalaman tertentu, semakin besar n maka kedalaman yang diperoleh juga semakin
besar. Tingkat sensitivitas jangkauan pada konfig da urasi dipole-dipole dipengaruhi oleh besarnya a dan
variasi n . Skema konfigurasi dipole-dipole pat dilihat pada gambar berikut ini
Lalu untuk mencari faktor geometri pada konfigurasi elektroda dipole-dipole dapat digunakan persamaan
Metode resistivitas imaging juga biasa dikenal sebagai resistivitas mapping-sounding. Hal ini terjadi
karena pada metode ini bertujuan untuk mempelajari variasi resistivitas di bawah permukaan bumi secara
vertical maupun secara horizontal. Metode resistivitas imaging yang terkenal adalah metode resistivitas
konfigurasi Dipole-dipole, Wenner, Pole-dipole, dan Pole-pole (Andriyani, 2010).
Datum point atau titik pengukuran di bawah permukaan lintasan pengukuran merupakan titik
tengah dari total spasi elektroda arus dan tegangan. Besarnya nilai datum point dapat diperoleh dengan
cara sebagai berikut:
(Prastiawan, 2007).
Page1
1.1. Pendugaan Geolistrik.
Penyelidikan airtanah secara tidak langsung dapat dilakukan dengan beberapa
metode, salah satunya adalah penyilidikan geofisika. Untuk kepentingan airtanah sering
digunakan metode geolistrik, karena lebih mudah dan murah. Dengan geolistrik dapat
diukur harga tahanan jenis dari lapisan batuan lokasi tertentu. Secara umum cara kerja
alat geolistrik ini dapat dilihat pada gambar 2.7 dibawah.
L
Gambar 2.9. Arus listrik merata dan sejajar dalam sebuah silinder dengan beda
potensial antara kedua ujungnya. (Sumber, Waluyo, 1984 : 149)
A x V
IxL (2-4)
Page1
Dimana: = Tahanan Jenis (Ohm-m)
V = Tegangan (Volt)
I = Arus listrik yang melewati bahan berbentuk silinder
(Ampere)
A = Luas Penampang (m2)
L = Panjang (m)
Menurut (Telford et al., 1990) aliran arus listrik di dalam batuan dapat
digolongkan menjadi tiga macam besarnya dipengaruhi oleh porositas batuan dan juga
dipengaruhi oleh jumlah air yang terperangkap dalam pori-pori batuan, yaitu :
1. Konduksi elektronik jika batuan mempunyai elektron bebas sehingga arus listrik
dialirkan oleh elekron-elektron bebas.
2. Konduksi elektrolit terjadi jika batuan bersifat poros dan pori-pori terisi oleh
cairan elektrolit. Pada konduksi ini arus listrik dibawa oleh lektrolit.
3. Konduksi dielektrik terjadi jika batuan bersifat dielektrik terhadap aliran arus
listrik yaitu terjadi polarisasi saat bahan dialiri arus listrik.
Tabel 2.3. Harga tahanan jenis berbagai mineral, batuan maupun fluida.
Resistivitas Semu Resistivitas Semu (-
Material Bumi Material Bumi
(-m) m)
Logam Batuan sedimen
Tembaga 1,7 x 10-8 Batu Lempung 10 1 x 103
-8
Emas 2,4 x 10 Batu Pasir 1 1 x 108
-8
Perak 1,6 x 10 Batu Gamping 50 1 x 107
Grafit 1 x 10-3 Dolomit 100 1 x 104
-7
Besi 1 x 10
Nikel 7,8 x 10-8 Sedimen Lepas
Timah 1,1 x 10-7 Pasir 1 1 x 103
Lempung 1 1 x 102
Batuan Kristalin
Granit 102 - 106 Airtanah
Diorit 104 105 Air Sumur 0,1 1 x 103
Gabbro 103 106 Air Payau 0,3 1
Andesit 102 104 Air Laut 0,2
Basalt 10 107 Air Asin (Garam) 0,05 0,2
4
Sekis 10 10
Gneiss 104 - 106
(Sumber: Waluyo, 1984 : 179)
Secara teknis hubungan antara besarnya nilai tahanan jenis dengan macam
batuan dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Nilai tahanan jenis batuan yang lepas lebih rendah dari batuan yang kompak.
2. Nilai tahanan jenis batuan akan lebih rendah, jika airtanah berkadar garam tinggi.
3. Tidak terdapat batas yang jelas antara nilai tahanan jenis dari tiap-tiap batuan.
4. Tahanan jenis batuan dapat berbeda secara menyolok, tidak saja dari lapisan yang
satu terhadap lapisan yang lain, tetapi juga didalam satu lapisan batuan.
5. Batuan yang pori-porinya mengandung air, hambatan jenisnya lebih rendah dari yang
kering. Kandungan air didalam batuan akan menunjukan harga resistivitas.
Ketentuan umum dari sifat kelistrikan batuan adalah besarnya tahanan
dinyatakan dengan perantaraan nilai tahanan jenisnya. Tahanan jenis berbanding terbalik
dengan daya hantar listrik, sehingga:
1
(2-5)
Dimana: = Tahanan Jenis (Ohm-meter).
= Daya hantar listrik.
a. Posisi Elektroda
Pada pendugaan geolistrik Schlumberger, elektroda ditempatkan dalam satu
garis lurus, simetris terhadap tititk pusat, seperti terlihat dalam Gambar 2.10. Jarak
elektorda C1 dan C2 (AB) dibuat lebih besar dari jarak antara dua elektroda potensial P1
dan P2 (MN). Biasanya dalam praktek di lapangan digunakan jarak AB = 5 MN dan
hasilnya cukup baik. Titik duga 0 terletak ditengah-tengah sebagai titik duga. Arus listrik I
dialirkan dan diukur antara kutub-kutub arus listrik C1 dan C2 sedangkan tegangan listrik
V diukur antara kutub-kutub P1 dan P2.
(2-6)
dengan :
= tahanan jenis sebenarnya (Ohm meter)
V = beda potensial (volt)
I = kuat arus yang material (ampere)
A = luas penampang material (m2)
L = Panjang jarak pengukuran (m)
Karena di bumi tidak ada lapisan batuan yang homogen
isotropic, maka tahanan jenis yang diperoleh adalah tahanan jenis
semu. Tahanan jenis semu ini dinyatakan dengan Persamaan (2-7):
(2-7)
dimana:
a = tahanan jenis semu (Ohm meter)
k = factor geometri yang tergantung dari kedudukan elektroda
Dengan mengunakan konfigurasi Schlumberger, maka factor
koreksi geometri dihitung dengan persamaan (2-8):
(2-8)
dimana:
a = Jarak dari penempatan dua
elektroda potensial (m) L = Jarak
dari penempatan dua elektroda arus listrik
(m = 3.14
Pendugaan geolistrik yang terdiri dari satu seri tahanan jenis
semu (Ra) yang diplot terhadap jarak (1/2) pada kertas logaritma akan
menghasilkan penampang tahanan jenis bahwa permukaan.
Untuk memperoleh hasil interpretasi yang baik menggunakan
program komputer yang memiliki kriteria sebagai berikut:
Konfigurasi lapisan
Koreksi vertikal kurva lapangan dengan mengeser percabangan dan
koreksi harga tahanan jenis dan kedalaman yang benar.
Penyimpangan dan penyajian kurva tahanan jenis dengan interpretasi tahanan jenis.
C1 P1 P2 C2
M N
MN 1/5AB
A B
L = AB
C1 P1 P2 C2
M N
MN = 1/3AB
A B
L = AB
14
c. Analisa Nilai Tahanan Jenis Semu
Setelah mendapat nilai tahanan jenis semu dari hasil analisis
tahanan jenis batuan hasil pengukuran, kemudian dilanjutkan
dengan perhitungan tahanan jenis
sebenarnya dan interpretasi geologi. Biasanya perhitungan tahanan
jenis sebenarnya dilakukan cara kurva karateristik dan kurva matching
(Bisri, 2008 :57).
Langka-langkah pengerjaan dengan cara Macthing Curve adalah sebagai berikut:
1. Plot nilai a dan a pada kertas kalkir dengan skala logaritma,
hasil pengeplotan ini merupakan kurva lapangan.
2. Tarik garis horizontal pada titik pertama, pada perpotongan ini
merupakan ketebalan lapisan pertama dan besar tahanan
jenis sebenarnya lapisan pertama.
3. Mencocokan kurva lapangan dengan kurva standar sehingga
diperoleh nilai 2/ 1
4. Perpotongan kurva standar dengan garis horisontal
merupakan ketebalan lapisan kedua dan besar tahanan jenis
sebenarnya lapisan kedua dan begitu seterusnya.
5. Tentukan jenis lapisan tanah berdasarkan nilai tahanan jenis
berdasrkan tabel tahanan jenis batuan.
Selain cara kurva karateristik kurva matching nilai tahanan
jenis dapat dianalisis dengan cepat menggunakan komputer.
1.1.3.3. Analisis Tahanan Jenis sebenarnya dengan Program IPI2WIN dan Progres3
15
2. Kemudian buat VES point baru dengan mengklik icon atau
menekan tombol Ctrl+Alt+N untuk memulai proses input
data tahanan jenis seperti gambar 2.13
16
4. Dari input data tersebut selanjutnya dilakukan pengolahan
Pro icon inversi
data dengan mengklik . gram IPI2WIN
akan menghitung nilai resistivitas
serta menampilkan bentuk kurva log dari perhitungan tersebut seperti
gambar 2.15 dibawah.
17
Gambar 2.16. Editing error data
7. Kemudian simpan data, dan eksport ke dalam bentuk
gambar. Klik file menu kemudian sorot export dan pilih
dalam bentuk BMP.
18
Untuk lebih jelasnya berikut adalah uraian langkah-langkah
kerja Software Progress:
20
Tabel.2.8. Nilai Resistivitas Batuan
Argilites 20 2 x 10
2
Conglomerates 10 8 x 10
3 4
Sandstones 2 x 10 - 10
Limestones 8
1 6.4 x 10
Dolomite 7
Unconsolidates wet clay 50 10
2 3
Marls 3.5 x 10 5 x 10
Clays 20
Alluvium and sands 3 70
Oil sands 1 100
Soils and water 10 800
Groundwater 4 800
3
Brackish water 0.1 10
Sea water 0.2 1
0.3 0.2
Sumber : Blaricom, 1988
3.2 Peralatan
Pada praktikum ini peralatan yang digunakan ada , yaitu aki, resistivitymeter, elektroda, palu,
kabel penghubungkan (roll), meteran, dan payung. Aki digunakan sebagai sumber tegangan
DC. Resistivitymeter adalah alat yang digunakan untuk mengetahui nilai resistivitas lapisan
atau batuan. Elektroda digunakan sebagai elektroda arus dan elektroda potensial, sebagai
elektroda arus digunakan untuk menginjeksi arus ke dalam bumi dan sebagai elektroda
potensial digunakan untuk membaca beda potensialnya. Palu digunakan untuk menancapkan
elektroda ke tanah. Kabel penghubung digunakan untuk menghubungkan elektroda dan
resistivitymeter. Meteran digunakan untuk menentukan jarak elektroda sesuai konfigurasi
yang digunakan. Payung digunakan untuk menutupi resistivitymeter dari sinar matahari
agar angka yang terbaca oleh alat dapat terlihat dengan jelas. Berikut gambar dari peralatan
yang digunakan.
21
Gambar 3.2 Aki Gambar 3.3 Resistivity
meter
22
24
Bagian bagia dari resistivity meter
a. Catu Daya digunakan sebagai power suplly dengan daya 12 volt.
b. Daya digunakan unyuk power output.
c. Tegangan keluar di gunakan untuk mengeluarkan tegangan sebesar 500 v agar stabil.
d. Arus keluar digunakan untuk mengeluarkan arus.
e. Current accurancy digunakan untuk meneliti ketelitian arus sebesar 1 ma.
f. Sistem pembacaan di gunakan untuk mengetahui hasil pengukuran.
g. Catudaya digital sebagai baterai kering.
h. Current loop merupakan fasilitasnya.
Penerima
a. Input impedansi digunakan untuk impedensi masukan dengan resistensi maksimum 10 m
ohm.
b. Batas ukur digunakan untuk membaca daya.
c. Accracy digunakan untuk ketelitian 0,1 volt.
d. Kompensator digunakan untuk pengatur tegangan.
e. Hold digunakan untuk fasilitas membaca data.
f. Start digunakan untu memperoleh harga arus mA yang konstan.
Langkah kerja:
I. Meletakkan aat resistivity meter di tempat yang aman.
II. Memasang meteran pada daerah yang akan digunakan untuk eksperimen kemudian patok
pada setiap ujungnya.
III. Memeriksa apakah sumber tegangan baik dan baterai analognya juga baik.
IV. Memasang elektroda potensial M, N dan elektroda arus A, B pada jarak yang telah di
tetapkan. 25
V. Memasang accu 12 volt ke resistivity meter.
VI. Menghubungkan kabel pnghubung elektroda potensial dan arus pada air resitivity meter.
VII. Melihat tanda jarum pada galvano meter, jika jarum sudah menunjuk pada daerah merah
maka pengetokan di berhentikan.
VIII. Kemudian mengatur tegangan sampai angka 0 enggunakan kompensator.
IX. Menekan tombol start , mencatat besar arus. Lalu melepas start dan menekan tombol hold.
Mencatat besar tegangan dan arus.
Teknik ini disebut juga dengan metoda sounding, biasanya digunakan untuk menentukan
perubahan atau distribusi tahahan jenis kearah vertikal medium bawah permukaan dibawah suatu
titik sounding. Pengukurannya adalah dengan cara memasang elektroda arus dan potensial yang
diletakkan dalam satu garis lurus dengan spasi tertentu. Kemudian spasi elektroda ini diperbesar
secara gradual (Gambar 8). Selanjutnya memplot harga tahanan jenis semu hasil pengukuran
versus spasi elektroda pada grafik log-log. Survei ini berguna untuk menentukan letak dan posisi
kedalaman benda anomali di bawah permukaan. (Virgo, 2003). Konfigurasi elektroda yang
dipakai pada metoda ini adalah konfigurasi Wenner, Wenner-Schlumbeger dan Dipole-Dipole.
Sedangkan hasil pengolahan data metoda 1-D ini dapat dilihat pada Gambar 1.
Metode ini disebut juga dengan metoda mapping, digunakan untuk menentukan distribusi
tahanan jenis semu secara vertikal per kedalaman. Pengukurannya dilakukan dengan cara
memasang elektroda arus dan potensial pada satu garis lurus dengan spasi tetap, kemudian
semua elektroda dipindahkan atau digeser sepanjang permukaan sesuai dengan arah yang telah
ditentukan sebelumnya (Gambar 10). Untuk setiap posisi elektroda akan didapatkan harga
tahanan jenis semu. Dengan membuat peta kontur tahanan jenis semu akan diperoleh pola kontur
yang menggambarkan adanya tahanan jenis yang sama (Loke, 2000). Konfigurasi elektroda yang
dipakai pada metoda ini adalah konfigurasi Wenner, Wenner-Schlumbeger dan Dipole-Dipole.
Sedangkan hasil pengolahan data metoda 1-D ini dapat dilihat pada Gambar 3.
27
Gambar 3. Susunan elektroda dan urutan pengukuran geolistrik tahanan jenis 2-D (Loke, 2000)
Gambar 4. Contoh distribusi nilai tahanan jenis dari hasil pengolahan data metoda 2-D (Virgo,
2007)
Teknik ini sering disebut juga dengan metoda imaging, digunakan untuk menentukan distribusi
tahanan jenis semu secara vertikal dan lateral per kedalaman. Pengukurannya dilakukan dengan
cara membuat grid pada luas area yang akan diukur, kemudian semua elektroda digerakkan
sepanjang lintasan yang dibentuk oleh grid tersebut. Salah satu cara pengukuran dapat dilihat
pada Gambar 12. Penampang tahanan jenis semu yang dihasilkan akan menggambarkan
distribusi tahanan jenis dalam arah vertikal dan lateral per kedalaman.
Dari nilai arus (I) dan tegangan (V) yang dirukur dapat dihitung nilai tahanan jenis semu ( a)
untuk masing-masing kedalaman. Kemudian nilai a ini untuk masing-masing posisi-XC dan
posisi-YC untuk elektroda arus, serta posisi-X P dan posisi-YP untuk elektroda tegangan nantinya
digunakan sebagai parameter input dalam pengolahan data. Hasil pengolahan data berupa
penampang vertikal dan lateral dari nilai tahanan jenis sebenarnya ( ) terhadap kedalaman.
Konfigurasi elektroda yang dipakai pada metoda ini adalah konfigurasi pole-pole, pole-dipole
dan dipole-dipole. Contoh distribusi nilai tahanan jenis dari hasil pengolahan data metoda 3-D
dapat dilihat pada Gambar 5 di bawah ini.
28
Gambar 5. Teknik pengukuran metoda tahanan jenis 3-D untuk gris 5 x 5 (Loke, 1999)
Gambar 5.a. Contoh distribusi nilai tahanan jenis dari hasil pengolahan data metoda 3-D untuk
irisan horizontal (Virgo, 200X).
29
Gambar 5.b. Contoh distibusi nilai tahanan jenis dari hasil pengolahan data metoda 3-D untuk
irisan vertikal (Virgo, 200X).
Menurut Reynold (1997) bahwa Mise-a-la-masse atau metode potensial benda bermuatan
(charge-body potential method) merupakan pengembangan dari metoda tahanan jenis, yaitu
suatu teknik pemetaan lateral atau disebut juga constan-separation traversing (CST).
Pada metode ini, tekhnik yang digunakan adalah dengan menggunakan suatu pasangan massa
yang bersifat konduktif bawah permukaan itu sendiri sebagai satu elektroda arus (C 1), dan
menghubungkannya secara langsung pada satu kutub (pole) dari sumber voltase (P 1). Elektroda
arus kedua (C2) ditempatkan pada permukaan tanah pada jarak yang cukup jauh dan
dihubungkan dengan kutub voltase lainnya (P2). Tegangan antara sepasang elektroda potensial
diukur dengan koreksi tertentu untuk setiap potensial diri.
30
Gambar 6. Metode Mise-a-la-masse (Reynold, 1997 dalam Virgo, 2005)
Arus yang diberikan dan voltase yang terbentuk pada titik-titik di permukaan tanah dipetakan
dengan memakai voltmeter sesuai dengan stasiun referensi. Distribusi potensial ini akan
merefleksikan geometri dari massa (tubuh anomali), sehingga diharapkan dapat menghasilkan
beberapa informasi mengenai bentuk dari tubuh massa.
Pada medium homogen yang ditutupi oleh konduktor, garis eqipotensial akan terkonsentrasi
disekitar konduktor (Gambar 6.A). Namun pada kenyataannya, garis eqipotensial akan berbelok
disekitar badan bijih konduktif yang bentuknya tak beraturan (Gambar 6.B)
dan dapat digunakan untuk membatasi ruang yang luas untuk melihat gambaran yang lebih
efektif daripada menggunakan metode pemetaan lateral. Metode Mise-a-la-masse khususnya
digunakan dalam mengecek apakah mineral konduktif tertentu diisolasi oleh massa tertentu.
Pada daerah yang topografinya kasar akan dibutuhkan koreksi topografi (terrain corrections).
31
Gambar 6. (A) Distribusi garis eqipotensial disekitar elektroda arus, (B) Pembelokan garis
ekipotensial oleh badan bijih(Reynold, 1997 dalam Virgo, 2005)
..(34)
Dimana :
V = Tegangan
I = Arus listrik
Gambar 6. Contoh distribusi nilai tahanan jenis dari hasil pengolahan data metoda Mise-a-la-
32
masse (Virgo, 2007).
Cara pengukuran metode resistivitas yang biasa digunkan dalam akuisisi data lapangan memiliki
fungsi yang berbeda beda. Disini akan dibahas tentang Lateral Mapping dan Vertical Sounding
seperti yang sudah diberitahukan sebelumnya.
1. Lateral Mapping
Pada lateral mapping cara ini digunakan untuk mengetahui kecenderungan harga resistivitas di
suatu areal tertentu. Setiap titik target akan dilalui beberapa titik pengukuran. Ilustrasinya
ditunjukkan pada gambar 7.
2. Vertical Sounding
Cara ini digunakan untuk mengetahui distribusi harga resistor di bawah suatu titik sounding di
permukaan bumi. Cara ini sering disebut sounding 1-D sebab resolusi yang dihasilkan hanya
bersifat vertical. Ilustrasi ditujukkan oleh gambar 8.
Pada skema ini akuisisi data secara sounding dengan menggunakan konfigurasi Schlumberger,
33
pengukuran pertama dilakukan dengan jarak antar spasi C1-P1 dan C2-P2 adalah a. Dari
pengukuran tersebut diperoleh satu titik pengukuran kedua ( n-2) sampai kedalaman atau jarak
yang diinginkan.
Tahapan awal yang dilakukan ialah disusun letak elektroda arus (C) dan potensialnya
(V). kemudian dilakukan pembacaan nilai resistivitasnya melalui resistivity meter. Ketikan
dilakukan perpindahan elektoda yaitu semua elektrodanya digeser dengan spasi 3m antar
elektroda satu dan elektroda lainnya. Begitu seterusnya sampai mencapai datum (n) yang ke
5. Selanjutnya, ketika data resistivitas semua telah di dapatkan, maka dapat di lakukan
pengolahan data untuk dimasukkan ke dalam software untuk dilakukan interpretasi. Software
yang di pergunakan adalah RES2DINV. Tetapi sebelum itu datanya terlebih dahulu di olah
pada Microsoft Exel dan data.txt agar dapat di terjemahkan pada software RES2DINV.
Berikut ialah langkah-langkah pngolahan datanya:
Pertama, data yang diperoleh dari hasil akuisisi adalah datum, spasi, lapisan, arus,
dan tahanan jenis. Namun karena pada pengolahan menggunakan Res2dinv diperlukan data
datum, spasi, dan rho (), maka data yang ada perlu diolah terlebih dahulu. Langkah pertama
yang dilakukan untuk mengolah data agar dapat dimasukkan ke dalam Res2dinv adalah
memasukkan data ke dalam Microsoft Excel dan telah di masukkan nilai K dan rho ().
34
Setelah itu buka jendela Excel yang baru dan copy-paste data yang akan dimasukkan
ke dalam Res2dinv (datum, spasi, dan rho). Pada 6 baris pertama kolom datum, secara berurut
dicantumkan nama konvigurasi yang digunakan, spasi yang digunakan, nomor jenis
konfigurasi, lalu angka 1 dan 0 sebagai bawaan program. Selain itu pada kolom yang sama
namun diurutan terakhir juga di tuliskan angka nol secara berurutan sebanyak 5 kali. Simpan
data ini dengan menggunakan format .TXT kemudian ubah ke format .dat. Hasilnya dapat
dilihat seperti gambar berikut ini.
Data di atas sudah dapat diolah dalam Res2dinv, sehingga langkah berikutnya yang
perlu dilakukan adalah membuka Res2dinv. Untuk memasukkan data dengan format .dat yang
telah diolah terlebih dahulu, klik File->Read Data File, kemudian pilih data yang telah
disimpan dalam format .dat. Mak.a akan muncul seperti gambar berikut.
35
Gambar 3.13 Tampilan awal Res2dinv konfigurasi dipole-dipole
36
3.4.2 Konfigurasi Wenner
Pada konfigurasi ini, tahapan pengolahan datanya hingga ke software pada dasarnya
sama pada konfigurasi dipole-dipole, yaitu menggunakan RES2DINV. Data yang diperoleh
dari hasil akuisisi adalah datum, spasi, lapisan, arus, dan tahanan jenis. Namun karena pada
pengolahan menggunakan Res2dinv diperlukan data datum, spasi, dan rho (), maka data
yang ada perlu diolah terlebih dahulu. Langkah pertama yang dilakukan untuk mengolah data
agar dapat dimasukkan ke dalam Res2dinv adalah memasukkan data ke dalam Microsoft
Setelah itu buka jendela Excel yang baru dan copy-paste data yang akan dimasukkan
ke dalam Res2dinv (datum, spasi, dan rho). Pada 6 baris pertama kolom datum, secara berurut
dicantumkan nama konvigurasi yang digunakan, spasi yang digunakan, nomor jenis
konfigurasi, lalu angka 1 dan 0 sebagai bawaan program. Selain itu pada kolom yang sama
namun diurutan terakhir juga di tuliskan angka nol secara berurutan sebanyak 5 kali. Simpan
data ini dengan menggunakan format .TXT kemudian ubah ke format .dat. Hasilnya dapat
dilihat seperti gambar berikut ini.
37 14
Gambar 3.15 Format data konfigurasi Wenner
Data di atas sudah dapat diolah dalam Res2dinv, sehingga langkah berikutnya yang
perlu dilakukan adalah membuka Res2dinv. Untuk memasukkan data dengan format .dat yang
telah diolah terlebih dahulu, klik File->Read Data File
Data yang telah diperoleh dari hasil praktikum lapangan, diolah menggunakan
beberapa software. Konfigurasi Wenner dan Dipole-dipole diproses dengan menggunakan
software Res2dinv , sedangkan pengolahan data dari konfigurasi schlumberger menggunakan
38 15
dua software, yang pertama yaitu software IPI2WIN kemudian dilanjutkan dengan software
Progress3.
Pertama jalankan aplikasi IPI2WIN kemudian klik file-New VES point, kemudian
Inputkan data-data yang diperlukan yaitu AB/2, MN, V, dan I, sedangkan nilai K dan
Ro_a akan terisi secara otomatis. Kemudian save datanya, maka akan muncul gambar seperti
berikut ini.
Gambar 3.18 Tampilan gambar input dan hasil dari konfigurasi Schlumberger
39 16
Lalu atur kurva merah agar mendekati kurva hitam dengan menggerakkan garis biru
hingga diperoleh nilai error yang kecil. Kemudian split layernya hingga berjumlah 12 dan
di save
Setelah data di atas di simpan, lalu klik di file-add file- dan dibuka data yang
telah disimpan tadi. Makan akan muncul resistivity section seperti gambar di bawah ini
40 17
Sebenarnya untuk konfigurasi Schlumberger ini masih bisa diproses dan diolah lagi
agar hasilnya lebih mendekati dengan menggunakan software Progress 3.0 namun pada
percobaan kali kami (kelompok 6) gagal menggunakan software tersebut padahal kami sudah
mengikuti langkah-langkah yang diberi asisten praktikum ataupun langkah-langkah yang
kami dapatkan di internet. Berikut ini gambar printscreen dari dialog box pada Progress 3.0
41 18
4.1 Konfigurasi Dipole-dipole (Res2dinv)
Dari hasil perhitungan tersebut nantinya akan diketahui faktor geometri(k) yang
digunakan. Setelah itu bisa didapatkan nilai resistivitas semu dengan perhitungan yang
dilakukan di Microsoft Excel. Lalu setelah mengetahui nilai dari datum point, spasi, n, dan
resistivity semu, semua nilai tersebut dipindahkan ke dalam Notepad dengan format seperti
19
42
Dari data tersebut kemudian save-asdengan format .dat agar file tersebut dapat
terbaca di aplikasi Res2dinv. Kemudian buka aplikasi dan buka file dengan format .dat, maka
akan keluar hasilnya seperti gambar 4.2 berikut ini
Dari gambar hasil tersebut dapat diinterpretasikan bahwa kedalaman yang mampu
diukur dengan panjang lintasan 50 meter adalah sedalam 9 meter. Pada lapangan rektorat
hingga kedalaman sekitar 2,65 meter didominasi oleh warna biru yang berarti meiliki nilai
resistivitas sekitar 0-4 ohm, lalu sekitar kedalaman 4,62-6,79 meter didominasi oleh warna
kuning dan hijau yang berarti memiliki nilai resistivitas sekitar 4,96-100 ohm m, sedangkan
pada kedalaman sekitar 9 meter mulai keluar warna merah yang berarti memiliki nilai
resistivitas sekitar 101-277 ohm m. Berdasarkan dari referensi yang saya dapatkan hingga
kedalaman 6,79 Lapangan Rektorat Universitas Brawijaya terdiri atas batuan kapur, clay atau
lempung, dan soil hingga topsoil. Kemudian pada kedalaman sekitar 9,18 meter terdiri dari
gravel atau kerikil dan pasir.
20 43
Menurut percobaan dengan menggunakan konfigurasi dipole-dipole di Lapangan
Rektorat Universitas Brawijaya hingga kedalaman sekitar 9 meter struktur bawah
permukaanya terdiri atas clay, batuan kapur, topsoil, gravel, dan pasir.
Pada Konfigurasi ini diperoleh hasil dari pemetaan resistivitasnya yaitu menggunakan
software RES2DINV sebagai berikut
Dari referensi yang saya dapatkan, Lapangan Rektorat Universitas Brawijaya hingga
kedalaman sekitar 6 meter diperkirakan struktur bawah tanahnya terdapat clay, batuan kapur,
dan juga topsoil.
44 21
Gambar 4.4 Tabel referensi nilai resistivitas batuan
Berdasarkan dari hasil keluaran pada resistivity section pada IPI2WIN seperti pada
gambar 3.20, diketahui bahwa pada tampilan resistivity cross-section terdapat perbedaan
warna yang berbeda-beda. Warna tersebut di tentukan berdasarkan tingkat resistivitasnya
yaitu pada warna merah memiliki tingkat resistivitas yang lebih tinggi di bandingkan dengan
warna-warna lainnya seperti yang terlihat pada keterangan yang ditampilkan berdasarkan
warna. Selain itu juga dapat dilihat bahwa adanya perpotongan antar warna yang
mengindikasikan bahwa pada kedalaman tersebut terdapat perubahan lapisan . kemungkinan
pada lapisan yang paling atas yaitu yang terletak pada H=1m dapat di indikasikan bahwa
terdapat singkapan batuan lempung yang telah terkontaminasi oleh air sehingga memiliki nilai
resitivitas yang cukup rendah. Sedangkan pada lapisan selanjutnya yang berwarna merah
22 45
dapat di indikasikan bahwa terdapat singkapan batuan yang cukup kompak dan memiliki porositas
yang cukup kecil sehingga tidak dapat meloloskan fluida. Sedangkan untuk nilai errornya dapat
diatur yaitu dapat ditarik garis merah dan dibiru. Semakin berdekatnya garis hitam dan biru maka
error yang dihasilkan semakin kecil seperti yang di tampilkan pada table pada hasil interpretasi.
Dalam menentukan lithologi batuan bawah permukaan bumi pada lintasan 1,2 dan
3 di sekitar semburan lumpur Bujhel Tasek di desa Katal Barat, Geger Bangkalan
atau tahanan jenis yang selanjutnya dihubungkan dengan tatanan geologi dan tabel nilai
resistivitas batuan, sehingga secara umum dapat memberikan gambaran struktur geologi
bawah permukaan daerah penelitian. Berdasarkan hasil pemetaan, yaitu peta bawah
permukaan pada lokasi penelitian yang terbagi dalam 3 lintasan (1,2 dan 3) diperoleh
penafsiran.
4.5.1 Lintasan 1
Pada lintasan 1 (panjang lintasan 150 meter berada di sebelah timur dari gunung
lumpur Bujhel Tasek Bini) hasilnya setelah dikorelasi dengan data geologi daerah
penelitian yaitu diduga terdiri atas : batu kapur yang mengandung air asin, lempung,
46
4.5.2 Lintasan 2 dan 3
Pada lintasan 2 (panjang lintasan 150 meter berada disebelah timur gunung
lumpur Bujhel Tasek Laki) dan pada lintasan 3 (panjang lintasan 150 meter berada
sebelah barat 10 meter lintasan 2) setelah dikorelasikan dengan data geologi, hasilnya
beberapa batuan terdiri atas lempung, batupasir, batu kapur yang mengandung air asin
dan pirit.
beragam model yang dapat dihasilkan, yang disebabkan adanya parameter faktor
geometri, rapat massa dan kedalaman yang tidak pasti. Maka dari itu perlu adanya data
pendukung berupa data geologi daerah penelitian serta data geofisika lainnya.
kuantitatif adalah data geologi (peta geologi daerah penelitian) dan data nilai tahanan
jenis batuan, sehingga gambaran struktur bawah permukaan daerah penelitian dapat
47
4.6.1 Lintasan 1
Sesuai dengan hasil interpretasi kualitatif sebelumnya bahwa pada lintasan
macam-macam jenis batuan hasil endapan batuan sedimen. Namun pada interpretasi
kuantitatif yang akan dibahas adalah formasi batuan yang ada di sepanjang lintasan
tersebut. Setelah dikorelasikan dengan data geologi diduga bahwa penampang bawah
112o 58 23,56 - 112o 58 21,35 BT, anomaly keberadaan lumpur ditunjukkan dengan
warna merah dan ungu. Dari proses pengolahan data maka didapatkan model
48
Gambar 4.1 Model penampang 2D lintasan 1
Kedalaman dari anomali yang terdeteksi berkisar dari 1,88 meter sampai 17
meter dengan nilai error sebesar 9,7%. Interpretasi lapisan bawah permukaan
berdasarkan pemodelan yang dihasilkan:
Tabel 4.2 Hasil interpretasi lithologi pada lintasan 1 (Sumber acuan : Telford
1990; Loke, 2004)
Nilai Tahanan
No. Skala Warna Jenis Batuan/Material
Jenis (m)
Air tanah, magnetite, pirit,
1. 0,733 - 1,66
pasir
Pasir, lempung, batu kapur
2. 1,67 2,87
yang mengandung air asin
Batu pasir, lempung,
3. 2,88 5,10
lempung pasiran, batu
kapur yang mengandung air
asin
49
4.6.2 Lintasan 2
11,53 112o 58 09,99 BT yang berlokasi di sebelah timur gunung lumpur Bujhel Tasek
dihasilkan:
Tabel 4.3 Hasil Interpretasi lithologi pada lintasan 2 (Sumber acuan : Telford, 1990; Loke,
2004)
Nilai Resistivitas
No. Skala Warna Jenis Batuan/Material
(m) 50
1. 1,29 1,92 Air tanah, magnetite, pirit,
pasir, lempung
2. 1,93 2,86 Pasir, lempung
Batu pasir, lempung,
3. 2,87 6,01
lempung pasiran, batu
kapur
yang mengandung air asin
4.6.3 Lintasan 3
112o 58 10,84 112o 58 09,35 BT. Lintasan ini berada 10 meter dari lintasan 2
dengan data geologi dan telah diolah datanya, didapatkan model penampang 2D
sebagai berikut:
51
Kedalaman yang diperoleh mencapai 25,9 meter dengan nilai error sebesar 2,4%.
sebagai berikut:
Tabel 4.4 Hasil Interpretasi lithologi pada lintasan 3 (Sumber acuan : Telford 1990; Loke,
2004)
No. Skala Warna Nilai Tahanan Jenis Batuan/Material
Jenis (m)
Air tanah, magnetite, pirit,
1. 0,951 1,25
pasir, lempung
Air tanah, magnetite, pirit,
2. 1,26 1,65
pasir, lempung
Pasir, lempung, batu kapur
3. 1,66 2,52
yang mengandung air asin
gambar. Gambar pertama adalah gambar yang menunjukkan hasil model data yang
terukur di lapangan. Gambar kedua merupakan hasil dari model yang dibuat oleh
software yang diperoleh dari hasil perhitungan untuk mendekati bentuk dari model
pertama. Sedangkan gambar yang ketiga adalah hasil inversi dari gambar kedua, dengan
nilai error yang merupakan perbedaan dari gambar pertama dan gambar kedua. Semakin
kecil nilai error yang dihasilkan maka data yang diperoleh semakin mendekati model
52
Nilai dari resistivitas yang didapat oleh model penampang hasil dari pengolahan
dapat diketahui dengan melihat skala warna yang berada di bawahnya. Pendugaan dari
sekitar 4,25 ohm meter. Pada lintasan pertama dan kedua dari warna oranye sampai
ungu diduga menunjukkan anomali nilai resistivitas dari lumpur, sedangkan untuk
Anomali lumpur (warna merah dan ungu) yang teridentifikasi pada lintasan
pertama diduga mencapai kedalaman dari 1,88 meter sampai 18 meter dengan arah
distribusi anomali dari arah timur laut dan barat daya dan membentuk pola lumpur
menyerupai cekungan. Untuk lintasan kedua, kedalaman dari anomali lumpur yang
terdeteksi diprediksi jauh lebih dalam dari hasil data yang terekam dengan pola dari
lumpur yang membentuk sebuah cekungan yang membentuk elips. Distribusi lumpur
mengarah secara vertikal (ke bawah) dan mengarah secara horisontal mengarah ke
timur laut, hal tersebut diketahui dengan melihat anomali lumpur pada lintasan ketiga.
Namun pada lintasan ketiga sebaran dari lumpur berarah ke timur laut dengan memiliki
kedalaman yang lebih dangkal dibanding lintasan 1 dan lintasan 2. Anomali yang
Pada penelitian ini kedalaman yang berhasil teridentifikasi mencapai 25,9 meter
pada lintasan 1, 2 dan 3. Dari ketiga lintasan nilai error yang dihasilkan dibawah 10%
yang idealnya dalam data geolistrik bisa dikatakan mendekati keadaan yang sebenarnya.
53
dikarenakan adanya nilai ekstrim suatu data yang diakibatkan oleh kesalahan pembacaan
atau dikarenakan kondisi alam. Namun pada saat pengambilan data untuk lintasan yang
ketiga terjadi hujan yang cukup lama sehingga mempengaruhi hasil dari pengukuran
yang mengakibatkan data yang diperoleh memiliki nilai resistivitas yang lebih rendah
Berikut ini gambar 4.4 menunjukkan penampang 2 dimensi dari distribusi lumpur
Gambar 4.4 Penampang 2 dimensi dengan dihubungkan dengan peta penelitian pada 3
lintasan.
Gambar 4.5, lintasan pertama menunjukkan arah sebaran lumpur utara- selatan
54
sekitar 65 meter. Sedangkan lumpur yang berada di atas permukaan membentuk sebuah
kolam dengan diameter sekitar 10-15 meter dengan pusat keluarnya lumpur yang berada
di tengah.
Gambar 4.5 Pola sebaran lumpur Bujhel Tasek Bini pada lintasan 1
Gunung lumpur Bujhel Tasek Laki ini membentuk menyerupai kerucut dengan tinggi
15 meter dimana pusat semburan berada di puncak. Pada lintasan 2 dapat dilihat bahwa
distribusi lumpur diprediksi mengarah secara vertikal dengan arah sebaran menuju timur
laut. Untuk lintasan 3 memiliki kedalaman lumpur yang lebih dangkal dengan arah
sebaran menuju ke timur laut yang ditunjukkan oleh gambar 4.6. Bila dilihat dari gambar
4.6, diduga terdapat rekahan pada daerah penelitian yang berada di Bujhel Tasek Laki.
Hal ini tampak pada lintasan 3 yang menunjukkan pola anomali lumpurnya yang lebih
merupakan sisipan lumpur dari gunung lumpur Bujhel Tasek Laki yang melewati rekahan.
55
Lintasan 2
Lintasan 3
Arah sebaran
Gambar 4.6 Pola sebaran lumpur Bujhel Tasek Laki pada lintasan 2 dan 3
Untuk gambar 4.7 menunjukkan hasil 3D yang mana data diolah dengan
menggunakan software Voxler 3. Dari hasil bentukan 3D tersebut, dapat diketahui pola
penyebaran lumpur dari gunung lumpur (Bujhel Tasek). Pada gambar 4.7 ini
menunjukkan hasil gabungan antara 3 lintasan yakni lintasan 1, 2 dan 3. Jarak antara
lintasan 1 dengan lintasan 2 sejauh 400 meter, sedangkan jarak antara lintasan 2 dan 3
adalah 10 meter. Bila dilihat dari hasil pemodelan, volume dari lumpur Bujhel Tasek Bini
56
Lintasan 1 (Bujhel
Tasek Bini)
belum diketahui lapisan antar muka dari hasil pemodelan 3 lintasan. Berikut hasil
Lintasan 1
Lintasan 2 dan 3
Sedangkan untuk model penampang interface 3D dari posisi belakang adalah sebagai
berikut:
57
Lintasan 2 dan 3
Lintasan 1
Dari gambar 4.9, dapat diduga bahwa daerah penelitian di lintasan 1 terdapat
kandungan air (ditunjukkan oleh warna biru) yang cukup besar yang berada di bawah
lokasi lumpur. Hasil penampang 3D yang didapatkan sesuai dengan pola distribusi
Menurut kajian geologi, pada lokasi penelitian umumnya mempunyai tanah yang
bertekstur sedang dan hanya sebagian kecil saja yang bertekstur halus dan kasar serta
didominasi dengan batuan kapur. Pada lokasi penelitian yakni gunung lumpur Bujhel
Tasek di desa Katal Barat Kecamatan Geger Kabupaten Bangkalan ini berada di zona
Rembang. Zona rembang ini dari barat sampai area Sakala di sebelah timur Kangean
merupakan jalur sesar mendatar besar yang bergerak sisi kirinya (sinistral) yang dikenal
Sesar yang terjadi sesudah Miosen Tengah ini juga adalah jalur dari deformasi inversi
yang kuat yang ditandai dengan adanya deformasi kompleks khas sesar mendatar
58
Gambar 4.10 Madura termasuk ke dalam zona Rembang (www.hmgi.or.id)
diagenesis. Tekstur batuan karbonat didominasi oleh kehadiran mud (mikrit) atau
mud supported.
Daerah penelitian termasuk dalam formasi Tawun yang terdiri dari batu
gamping, batu pasir gampingan dan batu lempung gampingan. Sehingga batuan
hasil interpretasi lithologi yang didominasi lempung dan batu kapur yang
mengandung air asin ini diprediksi yang membawa kandungan lumpur yang ada di
bawah permukaan daerah penelitian. Selain itu, menurut Mazini (2007) biasanya
reservoir batuan yang didiami oleh fluida berupa lumpur adalah batuan kapur
59
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan dari percobaan dan hasil yang didapatkan dari percobaan maka dapat
simpulkan antara lain sebagai berikut:
1. Prinsip kerja metode geolistrik tahanan jenis adalah dengan menginjeksikan arus ke
bawah permukaan bumi sehingga diperoleh beda potensial, yang kemudian akan
didapatkan informasi mengenai tahanan jenis batuan. Hal ini dapat dilakukan dengan
menggunakan keempat elektroda yang disusun sebaris, salah satu dari dua buah
elektroda yang berbeda muatan digunakan untuk mengalirkan arus ke dalam tanah,
dan dua elektroda lainnya digunakan untuk mengukur tegangan yang ditimbulkan oleh
aliran arus tadi, sehingga resistivitas bawah permukaan dapat diketahui. Prinsip ini
dapat digunakan pada ketiga konfigurasi tersebut namun yang berbeda hanya letah
elektroda arus C dan potensial P.
2. Struktur bawah tanah suatu permukaan dapat diperkirakan dengan mengetahui nilai
resistivitas pada lapisan tersebut
3. Setiap konfigurasi memiliki keunggulan dan kekurangan yang berbeda. Misalnya pada
konfigurasi Wenner nilai error yang didapatkan dari hasil kecil namun hanya dapat
mengukur kedalaman hingga 6 meter (jika bentangan panjang lokasi survey 50
meter), sedangkan pada konfigurasi dipole-dipole dapat menghitung nilai resistivitas
dengan kedalaman sekitar 9 meter (jika bentangan panjang lokasi survey 50
meter) namun dengan nilai error yang lumayan besar.
4. Untuk menentukan konfigurasi mana yang ingin dipakai tergantung dari tujuan dan
lokasi tempat survey
60