Вы находитесь на странице: 1из 182

MANAJEMEN PELATIHAN

23FEB
Kata Pengantar

Dengan berkembangnya jabatan fungsional pada hampir semua lembaga dan departemen, kebutuhan
akan profesi pelatih merupakan satu kesatuan nafas dengan keberadaan lembaga itu sendiri. Lembaga
yang menginginkan untuk mampu memenuhi kebutuhan stakeholdernya menjadi sebuah keniscayaan
untuk selalu mengembangkan pelatihan. Sementara pelatih yang profesional tidak lain adalah mereka
yang menjadikan pendidikan profesi sebagai bagian dari kehidupannya, melalui semangat berlatih untuk
belajar dan membaca, belajar untuk mengaplikasikan hasil membaca dalam kehidupan dan belajar
mengaplikasikan konsep untuk meningkatkan peran dalam sebagai profesi dalam melakukan pelatihan.
Sehubungan dengan tuntutan tersebut diperlukan loncatan budaya dari budaya tutur menjadi budaya
baca, dimana seseorang melalui otoritas pribadi dan otonominya dapat beradaptasi pada proses
pembelajaran untuk meningkatkan profesi melalui kemampuan mencari dan memanfaatkan sumber
sebanyak-banyaknya. Bila pada konsep lama mengambil air harus datang ke sumber air, seorang bijak
mengatakan sumber air dapat datang ke tempat dimana seseorang membutuhkan. Yang dibutuhkan kini
yaitu kemampuan untuk memanfaatkan sumber yang banyak itu, dimana tanpa kearifan sumber yang
banyak itu akan tersia-sia tanpa kemampuan memilih-memilah dan mencari yang terbaik untuk
kehidupan.
Buku ini merupakan materi ajar pelatihan yang diarahkan pada konsep mutu dan penjaminan mutu
pelatihan. Persembahan yang diharapkan akan saling merabuk antara pengembangan pendidikan
nonformal sebagai bagian dari pembelajaran sepanjanghayat dengan kebutuhan lapangan akan
pelatihan. Semoga Tuhan selalu memberikan bimbingan. Amin
Bandung, Nopember 2009
Penyusun,

DAFTAR ISI

Kata Pengantar i
Daftar Isi ii
BAB I 1
PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Tujuan 2
C. Sasaran 2
D. Hasil Yang Diharapkan 2
BAB II 4
PENDIDIKAN PROFESI 4
A. Pendidikan Tenaga Profesional 4
B. Pembelajaran Antisipatif 6
C. Tantangan dan Kiat Mengikuti Pendidikan Profesi 16
D. Sistem Pendidikan Berbasis Kompetensi 18
E. Kinerja Profesional 21
F. Etos Kerja dan Budaya Kerja/Organisasi 26
G. Etika Profesi 30
BAB III 33
PELATIHAN 33
A. Memahami Pelatihan 33
B. Pelatihan Sebagai Sistem 36
BAB IV 74
PENYULUHAN 74
A. Memahami Penyuluhan 74
B. Filsafat penyuluhan 77
C. Prinsip Penyuluhan 79
D. Kiat Melatih Dan Memberikan Penyuluhan 96
BAB V 107
MANAJEMEN PELATIHAN 107
A. Pendahuluan 107
B. Materi pembelajaran 107
C. Perspektif Manajemen Pelatihan 108
D. Tugas Pokok Manajemen pada Pelatihan 109
E. Fungsi Manajemen 112
F. Mengelola Unit Pelatihan. 115
G. Peluang Pendidik untuk meningkatkan diri 121
H. Kualitas peluang pembelajaran bagi Pelatih. 123
BAB V 125
MODEL PELATIHAN 125
PENDIDIKAN VOKASIONAL DAN TEKNIS 125
A. Pemahaman kebijakan 125
B. Komitmen bersama mengenai tujuan pelatihan 127
C. Pendidikan sebelum memasuki lapangan kerja 129
D. Pendidikan untuk kelompok khusus 130
E. Sumber-sumber pelatihan 131
F. Pembelajaran mandiri 132
G. Kursus yang didukung oleh serikat pekerja dan perusahaan 133
H. Program dan Pelayanan 134
BAB VI 135
SUBSTANSI DAN KURIKULUM PNF 135
A. Pendahuluan 135
B. Dasar Pengembangan Substansi dan Kurikulum 135
C. Sistem Internasional yang mengikat Indonesia untuk Memberikan Tanggapan dan Pelaksanaan 136
D. Beberapa Kecenderungan Spektrum PNF dan Kurikulum Internasional 140
E. Substansi, Kurikulum Inti dan Pengembangannya 142
F. Implikasi bagi Pengembangan Kurikulum Jurusan Pendidikan Luar Sekolah 144
G. Aplikasi kurikulum 147
BAB VII 155
MODEL-MODEL PEMBELAJARAN 155
A. Pendahuluan 155
B. Teori Belajar 157
C. Penerapan Teori Belajar 170
D. Penerapan Pendekatan Pembelajaran 172
E. Metode Pembelajaran 175
BAB VIII 206
MANAJEMEN SARANA DAN PRASARANA 206
A. Masalah Pendidikan 206
B. Fungsi Pendidikan Dasar 206
C. Pelatihan Dalam Kerangka Global 207
D. Model Manajemen Sarana Dan Prasarana Versi Global 207
E. Sistem Manajemen 215
BAB IX 235
KOMPETENSI PELATIH/FASILITATOR PENDIDIKAN KEAKSARAAN 235
A. Kompetensi Dasar 235
B. Kepekaaan dan Kemampuan Menganalisa Kegiatan Pembelajaran 236
C. Kemampuan Mengidentifikasi Kebutuhan Belajar 236
D. Kemampuan Merencanakan Kegiatan Pembelajaran 237
E. Kemampuan Pengorganisasian /Pengelolaan Pelatihan 238
F. Kemampuan Penguasaan Substansi Materi 241
G. Kemampuan Menguasai Metodologi Pembelajaran 241
H. Kemampuan menyusun dan Menggunakan Media Pembelajaran 246
I. Kemampuan mengevaluasi kegiatan pelatihan 246
BAB X 248
PEMBERDAYAAN VISI DARI PELATIHAN DAN PENYULUHAN 248
A. Pemberdayaan melalui Pendidikan 248
B. Tampilan Prinsip Pembangunan Masyarakat dalam Praktek 255
C. Pendidikan Luar Sekolah Berbasis Pembangunan Masyarakat 257
D. Aplikasi Konsep Pembangunan Masyarakat Lebih Jauh 258
E. Kompetensi kecakapan pembangunan masyarakat bagi praktisi Pendidikan Luar Sekolah 259
F. Perencanaan Strategik pendidikan Luar Sekolah Bebasis Pembangunan Masyarakat 262
G. Hubungan antara Pendidikan Luar sekolah dengan Pembangunan Masyarakat 262
BAB XI 265
KUALITAS PELATIHAN 265
A. Pendidikan untuk kepentingan pembangunan sosial : perluasan tanggung jawab sosial 267
B. Kualitas yang berhubungan dengan interdisiplin untuk semua tahapan kehidupan 269
C. Kualitas pendidikan dalam kerangka memenuhi tujuan abad 21 270
D. Kualitas dilihat dari relevansi dan fleksibilitas 272
E. Proses belajar mengajar yang berbasis pada peserta belajar 273
F. Kualitas berkaitan dengan efektivitas manajemen, kepemimpinan dan hubungan 275
G. Mutu berarti adanya penilaian dan monitoring keluaran pendidikan 276
H. Agenda untuk dilaksanakan 278
BAB XII 281
PENJAMINAN MUTU PELATIHAN 281
I. Konsep Penjaminan Mutu 283
J. Tujuan Penjaminan Mutu 283
K. Strategi Penjaminan Mutu 283
L. Standar dan Indikator Mutu 284
M. Proses Penjaminan Mutu 284
BAB XIII 287
PENGENDALIAN MUTU PELATIHAN 287
A. Model Pengendalian Mutu 287
B. Prinsip Pengendalian Mutu 288
C. Proses Pengendalian Mutu 289
BAB XIV 291
ORGANISASI PENJAMINAN MUTU 291
A. Tingkat 291
BAB XV 293
STANDAR MUTU PELATIHAN 293
A. Pengantar 293
B. Standar Mutu 294
C. Rincian Standar 295
BAB XVI 302
SKALA PENILAIAN KINERJA PELATIHAN 302
A. Pengantar 302
B. Penilaian Kinerja Pelatihan 303
Daftar Pustaka 331

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Di setiap program pendidikan, apapun bentuk dan satuannya pelatihan merupakan salah satu komponen
penting yang harus diadakan. Begitu pula dengan satuan pendidikan keaksaraan yang dilaksanakan
melalui program. Mengingat program ini merupakan salah satu unggulan dalam upaya mewujudkan
masyarakat gemar belajar, maka diperlukan pelatihan yang memadai dan komprehensif. Komponen
utama yang berinteraksi langsung dengan berbagai komponen lainnya, seperti peserta pelatihan,
kurikulum, metode, media, waktu, proses pembelajaran, lingkungan dan lain sebagainya adalah
pelatih/fasilitator yang memiliki kompetensi baik dari sisi subtansi maupun metodologi pelatihan.
Untuk menjadi pelatih/fasilitator yang profesional tidaklah mudah. Ada beberapa faktor yang perlu
diperhatikan, diantaranya: kesiapan, sikap/penampilan dan pengalaman mengajar sebagai
pelatih/fasilitator. Berkaitan dengan kesiapan, seorang pelatih profesional perlu menguasai ilmu
komunikasi termasuk komunikasi massa, metodologi pembelajaran termasuk teori-teori belajar orang
dewasa (andragogi) dan strategi, metode, dan teknik penyajian. Sedangkan menyangkut sikap atau
penampilan pada saat penyampaian materi, yang perlu diperhatikan misalnya kedalaman kajian dan
wawasan, penguasaan kelas, tidak statis (luwes, fleksibel, berpenampilan tenang), dan sebagainya.
Seorang pelatih/fasilitator harus memiliki pengalaman mengajar yang cukup. Pengalaman mengajar ini
dapat diperoleh melalui berbagai cara misalnya, dengan memperhatikan pelatih lain ketika sedang
menyampaikan atau melalui kesempatan-kesempatan yang memungkinkan pelatih/fasilitator untuk
melatih orang lain.
Unsur penting lainnya sebagai pelatih profesional adalah bagaimana pelatih dapat belajar dari
pengalaman sendiri, dan bagaimana pelatih semaksimal mungkin melibatkan peserta secara aktif.
Metode belajar aktif ini akan membantu peserta pelatihan mengerti bagaimana melakukan kegiatan di
lapangan. Untuk itu, pelatih perlu merangsang peserta untuk berdiskusi dan menganalisa setiap kegiatan.
Hal ini bertujuan agar peserta mengerti prinsip-prinsip tentang mengapa, bagaimana melaksanakan, dan
menerapkan kegiatan pada saat pelatih melatih peserta.
Berdasarkan uraian di atas, Direktorat Pendidikan Masyarakat menyusun Acuan Menjadi
Pelatih/Fasilitator Profesional dengan maksud agar para calon pelatih/fasilitator memiliki kemampuan
yang profesional dalam melaksanakan tugasnya sebagai seorang pelatih/fasilitator dalam suatu
pelatihan.

B. Tujuan
Secara umum tujuan acuan ini adalah memberikan petunjuk bagi para calon pelatih/fasilitator dalam
mempersiapkan diri sebagai pelatih/fasilitator profesional, yang mencakup:
1. Kompetensi dasar;
2. Kepekaaan dan kemampuan menganalisa kegiatan pembelajaran ;
3. Kemampuan mengidentifikasi kebutuhan belajar;
4. Kemampuan merencanakan kegiatan pembelajaran;
5. Kemampuan pengorganisasian/pengelolaan pembelajaran;
6. Kemampuan penguasaan subtansi materi;
7. Kemampuan penguasaan metodologi pembelajaran;
8. Kemampuan menyusun dan menggunakan media pembelajaran;
9. Kemampuan menggunakan media pembelajaran; dan
10. Kemampuan mengevaluasi kegiatan pelatihan.

C. Sasaran
Sasaran utama acuan ini adalah para calon pelatih/fasilitator, dan para stakeholders yang terkait
langsung maupun tidak langsung dalam menyelenggarakan pelatihan program , sehingga menghasilkan
tenaga-tenaga pendidik dan kependidikan tutor, khusus pada program pendidikan keaksaraan.

D. Hasil Yang Diharapkan


Setelah mempelajari acuan ini, peserta diharapkan mampu menguasai hal-hal sebagai berikut:
1. Kompetensi dasar;
2. Kepekaaan dan kemampuan menganalisa kegiatan pembelajaran ;
3. Kemampuan mengidentifikasi kebutuhan belajar;
4. Kemampuan merencanakan kegiatan pembelajaran;
5. Kemampuan pengorganisasian/pengelolaan pembelajaran;
6. Kemampuan penguasaan subtansi materi;
7. Kemampuan penguasaan metodologi pembelajaran;
8. Kemampuan menyusun dan menggunakan media pembelajaran;
9. Kemampuan menggunakan media pembelajaran; dan
10. Kemampuan mengevaluasi kegiatan pelatihan.

BAB II
PENDIDIKAN PROFESI

A. Pendidikan Tenaga Profesional


Pendidikan profesi diperoleh melalui pendidikan di pendidikan tinggi baik jenjang Strata 1 (S1), Master
(S2) maupun Pendidikan Doktoral (S3). Khusus tuntutan pendidikan bagi pelatih harus diperoleh dari
lembaga pendidikan tinggi pada bidang spesialisasi keruangan dan perencanaan tata kota dan regional.
Mengikuti pendidikan demikian penting didasarkan pada pemikiran bahwa dalam kehidupan modern
hampir tidak ada tempat yang aman dalam menduduki profesi. Tuntutan lingkungan yang turmoil, tak
ubahnya seperti kisaran yang demikian cepat yang dapat melemparkan siapa saja tanpa melihat
kedudukan maupun sosial ekonomi. Digambarkan bahwa lengsernya beberapa pemimpin dunia yang
selama ini dianggap memiliki kekebalan politik seperti halnya Gorbacev-pemimpin Rusia, tidak terlepas
dari keterlambatan untuk belajar terutama dalam memahami demokratisasi dalam kehidupan. Karena
bersikukuh dengan prinsip komunis-sosialis, tidak bisa tidak harus menghadapi arus dan akhirnya jatuh
dari kekuasaan yang telah mengakar dalam budaya suatu bangsa.
Untuk dapat mempertahankan diri dari putaran yang demikain cepat dan mengimbangi keabadian
perubahan, hanya mungkin ditempuh melalui belajar-belajar dan belajar. Pengembangan makna belajar
ini yaitu menyelamatkan diri. Penyelamatan diri ini ditempuh melalui enam rangkaian belajar yang terdiri
dari kemampuan menyimak atau memahami, produktif, inovatif, responsif, adaptif dan leading. Pertama,
kemampuan menyimak merupakan pengembangan dari kemampuan belajar seperti yang dijelaskan oleh
Benyamin Bloom, meliputi aspek afektif, kognitif dan konatif-psikomotorik. Kedua, produktif yaitu mampu
menghasilkan lebih dibandingkan dengan modal yang dikeluarkan. Ketiga inovatif, yaitu menggunakan
cara yang lebih efektif dan efisien yang relatif baru untuk menghasilkan keluaran yang diharapkan.
Keempat, renponsif yaitu peka pada perubahan yang ada di lingkungan sekitar melalui tanggapan yang
bernilaiguna. Kelima adaptif, yaitu kemampuan personal dalam menyesuaikan diri dengan perubahan
yang ada di sekitar tanpa harus mengorbankan prinsip yang telah dipegang selama ini. Dan keenam,
leading yaitu kemampuan mental untuk menjadi pendahulu untuk setiap perubahan yang berlangsung.
Bila kita sandingkan keenam kemampuan untuk menyelamatkan diri terutama sekaitan dengan
kedudukan sebagai pemegang jabatan fungsional, termasuk dalam pribadi dengan tingkat inovasi yang
tinggi. Semua ketentuan yang berlaku bagi pribadi yang mampu menyelamatkan diri ada dalam prinsip
dasar inovasi seperti halnya kompatibilitas atau kesesuaian dengan sistem yang ada, keuntungan relatif,
observabilitas atau dapat dilihat secara langsung hasil kegiatan maupun trialabilitas yaitu bukan hanya
semata mencoba sesuatu akan tetapi telah dapat memperkirakan hasil kerjanya.
Pembelajaran klasik umumnya bertumpu pada model pembelajaran kejutan, yaitu belajar manakala
terdapat tuntutan untuk belajar. Model pembelajaran seperti ini dapat dikatakan tidak bermakna karena
merusak sistem syaraf yang dimiliki seseorang karena adanya pemaksaan untuk belajar karena tekanan
dari luar.
Kebalikan dari model pembelajaran ini yaitu pembelajaran antisipatif, yaitu kemampuan untuk
memperkirakan peran apa yang akan dipikul dan sesuai dengan tuntutan peran itu mempersiapkan
sendiri materi atau pembelajaran apa yang harus dikuasai seseorang. Model pembelajaran ini dianut oleh
para pemikir humanis, seperti halnya Knowles. Knowles memiliki sejumlah prinsip bahwa siapa saja
dapat dan mampu belajar dalam kondisi tertentu. Asumsi-asumsi yang dikemukakan sesuai dengan
prinsip ini yaitu: motivasi merupakan dasar seseorang belajar, belajar sangat tergantung pada kesiapan,
belajar ditentukan oleh bagaimana seseorang melihat dirinya sendiri dan menempatkan diri dalam sistem
pekerjaan/masyarakat, belajar tergantung pada pengalaman serta bagaimana seseorang
mengorientasikan dirinya atau melihat diri jauh ke depan terutama mengingat penting dan mendesaknya
persoalan tata ruang dalam kerangka menjaga kesatuan Republik Indonesia.
Lebih lanjut Burge and Howard menekankan perbedaan yang utama dalam pendidikan bagi orang yang
sudah dewasa yaitu:
1. tanggung jawab sepenuhnya berada pada peserta,
2. bahan belajar harus memiliki makna bagi peserta,
3. tanggung jawab, keterlibatan dan partisipasi merupakan hal yang penting dalam belajar
4. harus berkembang saling membantu dan tanggung jawab bersama antara pengajar dengan peserta
maupun sesama peserta,
5. pendidik bertindak sebagai fasilitator dan manusia sumber,
6. peserta dipacu untuk berbeda satu dengan lainnya sesuai dengan latar belakang pengalamannya.
Atas dasar asumsi ini kemudian Knowles mengembangkan sejumlah prasarat untuk berlangsungnya
proses pembelajaran yaitu perlunya suasana fisik, psikologis dan kelembagaan yang menunjang,
pengembangan struktur kelembagaan diantara pendidik maupun peserta pelatihan, kejelasan motivasi
dalam bentuk kebutuhan dan minat belajar, kejelasan tujuan, adanya perencanaan, implementasi
pembelajaran dan kemampuan untuk mengevaluasi diri yaitu melihat kembali hasil pembelajaran dengan
minat dan kebutuhan yang telah ditetapkan sebelumnya. Semua tahapan pembelajaran model Knowles
mensiratkan peran serta penuh peserta pelatihan.
Secara skematis ke tujuh rangkaian belajar digambarkan seperti di bawah ini:

B. Pembelajaran Antisipatif
Perubahan mempengaruhi pula pada konsep pendidikan. Pendidikan di tingkat pendidikan tinggi harus
dihadapkan pada kemampuan untuk melakukan adaptasi pada perubahan. Sehubungan dengan itu maka
paradigma pendidikan pada era perubahan, yaitu:
1. Pendidikan merupakan kesatuan semua sub sistem pendidikan
2. Pendidikan tidak hanya terbatas pada penguasaan seperangkat pengetahuan tertentu.
Sehubungan dengan pertimbangan ini pendidikan diperluas menjadi pendidikan seumur hidup, yang
memungkinkan seseorang untuk mencapai dua tujuan dalam waktu yang bersamaan yaitu: integrasi
vertikal (pendidikan sepanjang hayat) dan pendidikan horisontal yaitu pendidikan yang disesuaikan
dengan kehidupan.
Perubahan ini selanjutnya mempengaruhi pula pada perubahan tujuan pendidikan. Pendidikan tidak
hanya ditujukan untuk belajar akan tetapi diperluas menjadi:
Belajar untuk belajar
Belajar untuk hidup
Belajar berperan dan mengambil posisi dalam hidup
Inilah sesungguhnya yang membedakan antara konsep pendidikan yang dikenal dengan peluncuran
pengetahuan dari satu generasi kepada generasi lainnya dengan konsep pendidikan yang bersifat
transformasi. Transformasi bukan hanya mengajarkan atau belajar sesuatu materi akan tetapi secara
sadar harus terjadi perubahan struktural pada seseorang. Perubahan itu kemampuan untuk terus belajar,
belajar yang ditujukan menunjukkan eksistensi peserta belajar sendiri dan penunjukkan diri itu berupa
peran nyata dalam posisi dan kehidupan. Sejalan dengan pendapat Delor, dimana kemampuan untuk
mengetahui merupakan bagian dari pengetahuan, selanjutnya belajar untuk menemukan eksistensi diri,
belajar untuk bekerja dan belajar untuk hidup bersama. Baik belajar untuk memperoleh pekerjaan
maupun untuk hidup bersama, berdasarkan tafsiran dari belajar untuk mengambil posisi dan dalam hidup
identik dengan belajar untuk bekerja dan hidup bersama. Memang untuk berperan dalam kehidupan
harus ditunjukkan dengan bekerja, akan tetapi bukan hanya bekerja akan tetapi meliputi sejumlah peran
lain yang merupakan pengembangan dari hanya sekedar bekerja.

1. Perubahan dalam Peran dan Tanggung jawab Pengajar


Dalam memenuhi tujuan pendidikan di atas, pendidik tidak lagi sebatas sebagai sumber belajar, sebagai
peluncur pengetahuan (transmisi) dan berperan sebagai penguji (jugdement) dan memberikan nilai.
Pendidik hendaknya menjadi seorang animateur, seseorang yang mampu memfasilitasi belajar
sementara ia sendiri harus aktif belajar, akhirnya akan mampu mengembangkan belajar yang
berkelanjutan dan melakukan perubahan pada dirinya. Untuk memenuhi fungsi sebagai animateur,
pendidik harus memiliki kemampuan untuk mengembangkan dirinya sendiri termasuk mampu
mengimbangi perubahan yang terjadi di sekitar mereka. Bagi profesional tugas mendidik dan aktif
mengikuti pendidikan merupakan kesatuan.
Perubahan peran pendidik memiliki implikasi pada perubahan tujuan dan strategi dalam pendidikan.
Sesuai dengan tugas dan tanggung jawab baru pendidik, maka sikap, keterampilan dan kompetensi
pendidik harus dikembangkan menjadi pengetahuan untuk hidup dan pengetahuan untuk mengambil
posisi dalam masyarakat. Beberapa kemampuan mendesak yang sangat mendasar yang harus dikuasai
pendidik meliputi:
a. Mengembangkan:
1) harmonisasi dalam kepribadian (image diri yang positif, dan stabilitas emosional)
2) kompetensi dasar (pengetahuan bagaimana melakukan observasi, efisien dalam membaca/menyimak
serta kemampuan untuk melakukan ekspresi diri)
3) kecakapan dalam kognisi (melakukan analisis penelitian, sintesis, kemampuan kritis, mengevaluasi
dan evaluasi diri)
4) kemampuan dan sikap sosial (komunikasi, kemampuan mendengarkan, ekspresi diri dan memahami)
b. Melakukan adaptasi pada kehidupan nyata (fleksibilitas, adaptabilitas).
c. Melakukan fungsi dan tanggung jawab dalam lingkungan yang kreatif dan kritis (otonomi, tanggung
jawab dan kemampuan untuk memberikan penilaian)
d. Melakukan kerjasama tim secara harmonis dalam setiap lingkungan (kemampuan untuk memahami
permasalahan dan memecahkan pokok permasalahan, kemampuan untuk berkomunikasi dan melakukan
kerjasama).
e. Melakukan partisipasi bukan hanya pada lingkungan lokal akan tetapi pada lingkungan nasional dan
regional dengan berlandaskan pada kemampuan kedwibahasaan, seperti juga tuntutan bagi profesi.
Dalam hal ini perlu ditegaskan kembali pendidik sebagai penyandang tugas utama pendidikan yang lebih
berorientasi pada pendidikan seumur hidup yaitu merangsang dan mengembangkan kecakapan
kepribadian dan sikap dalam belajar bagi pendidik sendiri, baik yang berhubungan dengan pengetahuan
maupun sikap sosial, yang pada akhirnya diharapkan calon pendidik memahami peran baru yang akan
dimainkannya. Pada calon pendidik harus berkembang persyaratan minmal, kualitas dan kompetensi
yang dibutuhkan yang berkaitan dengan kemampuan untuk mendidik diri. Dengan demikian kompetensi
yang harus memiliki keunggulan dalam pengetahuan, kompetensi, bagaimana memanfaatkan diri secara
langsung dalam kehidupan serta bagaimana berperan dalam kehidupan (learn to learn, learn to be dan
learn to become). Bila tiga tujuan ini bisa dicapai maka dapat dicapai pula pola pendidikan kependidikan
yang dinamis yang bisa menggantikan pola yang dinilai klasik.
Bila kita cermati pola klasik dari pendidikan adalah sebagai berikut :

Pengetahuan kompetensi

Pada pola ini untuk memiliki kompetensi hanya dituntut kemampuan dalam pengetahuan dan ini belum
cukup untuk menjadi seorang profesional. Menggunakan prinsip yang dikembangkan pada pembaharuan
pendidikan profesional, diperlukan dasar dari pendidikan profesional, yang merupakan pondasi dan
syarat untuk memanfaatkan dua tujuan lainnya. Dalam proses yang saling berkaitan antara aksi dan
reaksi dua tujuan akan mempengaruhi dua lainnya, seperti digambarkan:

Dalam konsepsi ini, pendidikan untuk tenaga profesional harus mampu menggabungkan antara
pendidikan dasar dengan pendidikan berkelanjutan, dengan memadukan antara pendidikan keterampilan
dengan pendidikan kepribadian.

2. Prinsip Pendidikan
Untuk memacu pendidikan tenaga pendidik yang berorientasi pada perubahan, persaingan dan
globalisasi dibutuhkan sejumlah prinsip, antara lain:
a. Pendidikan merupakan hubungan Interpersonal.
Melalui proses mendidik diharapkan dapat memberikan dasar pengetahuan faktual, teknik dan metoda
yang bersamaan dengan pengembangan kepribadian pendidik dan melakukan transformasi potensi
dirinya pada peserta didik. Titik perhatian hendaknya pada pribadi, sepanjang pribadi dipandang sebagai
pusat dari urusan pendidikan. Kepentingan pendidikan yaitu untuk menyadari keberadaan diri dan orang
lain serta mengembangkan hubungan antara seseorang dengan lainnya, yang pada akhirnya harus diikuti
dengan kemampuan intelektual, sikap dan sosial.
b. Pendidikan hendaknya diselenggarakan dengan menggunakan metode aktif.
Metode aktif dimaksud yaitu dalam arti luas. Dalam hubungan ini harus menitikberatkan pada
pengembangan fungsi pendidik dari hanya sekedar peluncur pengetahuan menjadi pengembang
kemampuan untuk menciptakan kondisi yang memungkinkan peserta didik untuk mengembangkan
kapasitas, kecakapan dan sikap yang dibutuhkan untuk pengembangan kemampuan belajar dan
pertumbuhan diri.
Metode aktif ini yang akan menjadi bagian dari pendidikan hendaknya ditunjukkan pula dalam sistem
pengajaran pada muridnya kelak, terutama dalam menghadapi kenyataan tidak semua proses pendidikan
mensiratkan proses pembelajaran secara aktif. Tahapan yang harus dikembangkan terdiri dari tiga
bagian: pertama, kemampuan sensitivitas, yaitu pengembangan kemampuan untuk mengobservasi,
refleksi dan kemampuan meneliti yang secara bertahap mengembangkan kemampuan peserta didik
dalam melakukan identifikasi komponen pendidikan, serta mampu memilih berbagai model yang
demikian banyak dan bervariasi dalam kehidupan sehari-hari. Kedua, konsolidasi yaitu kemampuan untuk
melakukan studi yang lebih mendalam dalam upaya menyeimbangkan antara teori dengan praktek
termasuk mengembangkan keterlibatan dan partisipasi peserta pelatihan dalam proses pendidikan,
sebagai jawaban atas pertanyaan yang dikembangkan pada awal-awal peserta didik memasuki suatu
sistem pendidikan, sebagai upaya untuk menjawab permasalahan yang berhubungan dengan didaktik,
metode dan teknik pembelajaran. Ketiga, yang sangat penting pada model ini bahwa semua pendekatan
ini bukan pemaksaan pada peserta pelatihan akan tetapi hendaknya secara sadar peserta pelatihan
harus mampu memanfaatkan pengalaman untuk kepentingan hidupnya. Sekaitan dengan ini sangat perlu
kiranya untuk menata dan mengembangkan bimbingan dalam belajar serta kondisi belajar yang
memungkinkan untuk mengembangkan kemampuan untuk membelajarkan diri dan secara bersamaan
mengembangkan upaya mengevaluasi diri, dua proses yang berhubungan antara satu dengan lainnya.
Fungsi fasilitator dalam hubungan ini yaitu memberikan arahan dan rangsangan yang memungkinkan
peserta didik untuk mengembangkan sendiri teknik dan metode dalam upaya memanfaatkan semua
sumber (termasuk informasi) yang nyatanya terbatas serta mengeliminasi penggunaan metode yang
selama ini berlangsung dalam proses yang tradisional. Untuk memanfaatkan dan melakukan tanggapan
pada metode yang sifatnya tradisional ini perlu dikembangkan kerja kelompok, penggunaan pusat
sumber belajar dan seminar-seminar,
c. Pendidikan hendaknya didasarkan pada kenyataan dalam kehidupan dan pengalaman.
Semua tawaran pembaharuan pendidikan seperti yang dikemukakan terdahulu hendaknya dirancang
untuk menata pembelajaran yang memiliki hubungan langsung dengan kenyataan sebagai persiapan
untuk melaksanakan kemampuan seseorang dalam kehidupan. Selain diharapkan dapat
mengembangkan model, peserta pelatihan harus memberikan peluang untuk menganalisis berbagai
konsep yang berbagai aspek dalam upaya untuk mengembangkan kemampuannya dalam melakukan
inovasi. Observasi dalam kenyataan harus dilakukan secara langsung, baik melalui praktek selama
pendidikan maupun dengan menggunakan berbagai penyajian melalui media. Model pembelajaran ini
selain bersifat menggali pengalaman langsung, hendaknya dilakukan pula secara paralel dengan
memperhatikan berbagai alternatif. Proses pengalaman langsung bukan hanya dilakukan pada berbagai
lingkungan pembelajaran dan pendidikan akan tetapi diberikan peluang pula untuk memberikan
pengalaman pada berbagai jenis dan tingkatan dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan yang
mendalam dalam melakukan observasi. Peserta didik yang memasuki pengalaman belajar bukan hanya
sebatas sebagai observer akan tetapi pada saat yang sama bertindak sebagai aktor. Kemampuan untuk
melakukan analisis diarahkan dengan mengangkat kenyataan di lapangan dan mengembangkan analisis
internal yang tinggi melalui pengkajian berbagai proses pengalaman pendidikan maupun psikologis.
Pada tahun-tahun berikutnya dari proses pembelajaran dipadukan antara penguasaan kemampuan
mengobservasi dengan memahami teori. Dengan mendasarkan pemikiran pada ilmu pendidikan bukan
hanya sekedar seni akan tetapi merupakan sains, maka peserta didik untuk jurusan pendidikan luar
sekolah harus diarahkan pula pada pengukuran dan eksperimen pendidikan,
d. Pendidikan bilingual dan internasional.
Pendidikan hendaknya memiliki dimensi internasional serta keterbukaan pada dunia yang berbeda.
Pendidikan untuk tenaga profesional tidak hanya membatasi pada sistem yang berlangsung di Indonesia
akan tetapi harus dikembangkan menjadi pendidikan dengan metode berbeda dan sasaran yang berbeda
pula. Tujuan lebih jauh dari pendekatan ini yaitu memberikan bekal pada peserta didik untuk melakukan
komunikasi dan memahami pihak lain, mengabaikan dari mana asal mereka, dengan tujuan akhir yaitu
mengembangkan kemampuan adaptabilitas dan fleksibilitas dalam kehidupan.
Untuk memenuhi kebutuhan ini, kemampuan untuk memahami bahasa yang berbeda yang potensial
adalah menjadi keharusan, termasuk didalamnya pemahaman metode kebahasaan, pemahaman
pendidikan untuk hidup bersama dan pemahaman internasional serta sampai batas tertentu pelatihan
dan bagian dari pendidikan bisa dilakukan di wilayah negara lain. Mengingat semakin terbukanya saluran
informasi dan komunikasi peluang untuk belajar dari belahan bumi yang berbeda sangat dimungkinkan
melalui penggunaan internet dan peningkatan kemampuan berbahasa Inggris sebagai .
e. Pendidikan yang berorientasi ke masa depan (future oriented).
Pandangan umum yang diterima di lingkungan pendidikan yaitu tidak ada yang kekal terhadap
perubahan, yang berimplikasi pada pendidikan tidak boleh statis dan kaku yang hanya mementingkan
bahan pelajaran yang baku bagi semua peserta didik yang berdasar pada bahan ajar yang telah
dibakukan. Pendidikan tidak berdasar asimilasi pada teori yang telah ada, akan tetapi hendaknya dengan
pendidikan mampu mengembangkan gaya yang berkembang pada peserta pelatihan untuk mengambil
peran lebih awal (get ahead), atau bila tidak mungkin mengambil peran (to become) dilakukan secara
seimbang dengan kondisi yang sedang berlangsung. Untuk tujuan ini peserta didik harus mampu
mengembangkan imajinasi yang berkaitan dengan antisipasi peran, mengembangkan inovasi dan
kreativitas dalam upaya untuk berpatisipasi dan mengembangkan perubahan yang berarti. Sementara
selama proses berlangsung dia harus menerima kenyataan serta secara bersamaan harus mampu
menghadapi perubahan dan pembaharuan dalam pendidikan yang banyak dikembangkan antara lain
dengan penggunaan secara intensif sejumlah media baru dan membahas secara mendalam berbagai
laporan maupun jurnal pendidik yang berasal dari lingkungan yang berbeda.
f. Pendidikan Teknologi.
Perkembangan teknologi pendidikan dan audio-visual, semakin meningkat dari hari-kehari dan tidak bisa
dielakkan. Teknologi harus menjadi bagian tidak terpisahkan dari alat dan proses belajar, serta
hendaknya menjadi bagian inti dari materi pembelajaran yang membawa pada keberdayaan peserta didik
dalam memanfaatkan teknologi pendidikan, termasuk dalam mengakses internet dalam proses
pembelajaran.
g. Meningkatkan pengalaman dalam berbagai proses pendidikan.
Hampir senada dengan pokok pendidikan yang berbasis teknologi, pada bagian ini memiliki penekanan
pada:
a. Memperbanyak keragaman periode pelatihan dalam berbagai lingkungan pendidikan, tingkatan,
lingkungan sosial dan wilayah yang berbeda
b. Merangsang dan memanfaatkan pengalaman secara aktif serta pengalaman dalam lingkungan
pendidikan tinggi
c. Memperbanyak keragaman pengunaan model dan teori pendidikan
d. Memperbanyak keanggotaan dalam lingkungan organisasi yang berbeda
e. Merangsang pencairan kelompok yang kaku melalui mobilitas kelompok.
h. Mengembangkan Pendidikan dalam Dimensi Global.
Untuk mewujudkan konsep ini muatan pendidikan harus terdiri dari:
a. Kunjungan dan praktek pada lingkungan regional dan global yang beragam.
b. Praktek laboratorium dan secara nyata penggunaan bahasa asing yang memiliki aplikabilitas tinggi
c. Pelatihan dan pelaksanaan pelatihan di wilayah dan lingkungan yang berbeda serta studi
permasalahan pendidikan pada wilayah yang berbeda
d. Perbandingan atau berupa pengantar pada perbandingan permasalahan pendidikan antar wilayah
e. Pendidikan untuk pemahaman regional dan internasional
i. Penganekaragaman pelatihan dan pengambilan makna pada lingkungan yang berbeda.
Untuk menjamin terjadinya proses pembelajaran pada lingkungan yang berbeda perlu ditunjang dengan:
a. Mengalami secara langsung pelatihan pada berbagai substansi dan lingkungan belajar
b. Memahami berbagai sumber pengetahuan, dalam hal ini harus segera melakukan perubahan diri dari
belajar dari satu sumber menjadi belajar dari sumber yang beragam
c. Mengembangkan pengalaman pada setting perorangan (pendidikan individual), kelompok dan
masyarakat tertentu.
d. Memahami komunikasi pada berbagai bentuk dan lingkungan yang berbeda termasuk penggunaan
audio-visual dan media massa.
e. Mengembangkan pengetahuan untuk mengembangkan sikap dan keahlian baru.
j. Kemampuan Membelajarkan Diri dan Evaluasi Diri.
Perbedaan yang perlu mendapatkan perhatian khusus dalam membandingkan antara pendidikan klasik
dengan pendidikan yang harus berlangsung pada penyiapan pendidikan profesi, meliputi upaya untuk
membelajarkan diri dan evaluasi diri. Hal ini ditunjukkan dengan:
a. Kemampuan untuk mengkoordinasikan pengetahuan berupa kemampuan untuk melakukan penelitian
serta topik studi lanjutan secara bebas dan mengembangkan pilihan-pilihan bahan ajar secara bebas.
b. Kemampuan membelajarkan diri dalam upaya memberikan kebebasan dalam belajar dan belajar
bagaimana cara belajar.
c. Kebebasan dalam memilih metode dan makna dalam proses pembelajaran.
d. Melakukan sendiri evaluasi diri dan mengembangkan kemampuan evaluasi. Bila selama ini evaluasi
menjadi kelajiman dilakukan oleh pihak pendidik pada peserta didik, sedangkan peserta didik hanya
mengikutinya dengan pasif, maka pada pembelajaran di lingkungan pendidikan luar sekolah evaluasi
harus dilakukan oleh peserta belajar sendiri.
k. Pendidikan dalam Keahlian Khusus.
Tuntutan untuk memperoleh predikat yang knowledgeable yaitu peserta pelatihan yang memiliki
pengetahuan umum yang luas akan tetapi memiliki bidang spesialisasi khusus, semakin diperlukan dalam
upaya mengimbangi kemampuan kependidikan profesi dengan kemampuan menguasai kemampuan
substantif. Pendidikan keahlian khusus sejalan dengan penguasaan keahlian pada lingkungan yang
berbeda. Keahlian khusus yang bisa dikembangkan didasarkan pada permintaan pasar serta
pengembangan dari konsentrasi pengetahuan yang secara akademis dibina di lingkungan Jurusan
Pendidikan Luar Sekolah.

C. Tantangan dan Kiat Mengikuti Pendidikan Profesi


Mengikuti pendidikan pada pendidikan tinggi bagi pelatih merupakan tantangan tersendiri. Pada satu sisi
hampir semua waktu harus dicurahkan pada pekerjaan, sedang pada sisi lain terdapat tuntutan memiliki
gelar sebagai modal melaksanakan tugas maupun meningkatkan karir sebagai pemangku jabatan
fungsional. Tantangan yang sering menjadi penghambat untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan
yaitu:
1. Kurang menyadari hubungan antara jabatan fungsional dengan perolehan pendidikan, untuk beberapa
kasus dan situasi tertentu dianggap tidak memiliki hubungan saling melengkapi.
2. Motivasi ekstrinsik yang tidak diikuti oleh daya juang dari para peserta pendidikan, sehingga sering
gagal selama dalam perjalanan
3. Pendidikan instan yang diselenggarakan lembaga yang tidak memiliki arah profesi yang memadai dan
diselenggarakan hanya untuk memberikan gelar tertentu tanpa diimbangi oleh kompetensi dan kinerja
4. tidak diberi ijin resmi untuk mengikuti pendidikan dari lembaga maupun atasan
5. tidak memiliki biaya atau sulit untuk mendapatkan bea peserta dalam menunjang proses pendidikan
6. lembaga pendidikan yang tidak memiliki kemampuan untuk memberikan nilai tambah pada pelatih dan
mengembangkan struktur yang jelas pada diri peserta pendidikan untuk memperoleh jabatan dan
kedudukan yang lebih baik bagi mereka yang telah lulus satu jenjang pendidikan.
Atas dasar itu memasuki pendidikan profesi untuk menduduki dan menjelang posisi yang lebih baik pada
jabatan fungsional harus dilihat sebagai bagian tidak terpisahkan dari jabatan fungsional sendiri. Baik
pendidikan prajabatan maupun dalam jabatan hendaknya mampu memberikan kontribusi yang lebih
nyata pada peningkatan kinerja lulusan dalam menunjang harkat serta peran yang nyata dalam
mempertahan dan meningkatkan kefungsian tata ruang dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Sesuai dengan fungsi pendidikan tinggi sebagai penunjang penyelenggaraan keruangan-tata kelola
perkotaan dan regional, kiat untuk sukses untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan pada
pendidikan tinggi ditempuh melalui:
1. kejelasan kebutuhan bagi peserta maupun lembaga tempat peserta bekerja. Jelasnya tujuan terutama
tujuan tingkat tinggi dan canggih merupakan jaminan dapat mengikuti dan menyelesaikan pendidikan
relatif tepat waktu yang diperuntukan bagi yang bersangkutan. Dalam keadaan tertentu kebutuhan tidak
terlalu jelas baik bagi yang bersangkutan maupun dukungan lembaga, perlu adanya pembimbing
akademis yang mampu memberikan bantuan dalam memperjelas kebutuhan pendidikan.
2. Memiliki kejelasan tujuan pembelajaran. Kebutuhan pendidikan seperti yang telah dijelaskan menjadi
tujuan pendidikan yang jelas. Dalam kosa kata tujuan pembelajaran tujuan adalah untuk dipelajari dan
bukan untuk dikerjakan, dalam pengertian kejelasan bahan yang dipelajari, perilaku antara yang harus
dikuasai dan arah perkembangan dari hasil pendidikan.
3. Menetapkan strategi pembelajaran dan sumber belajar. Pada bagian ini harus cukup spesifik strategi
pembelajaran maupun sumber belajar yang harus dipersiapkan untuk memperoleh hasil sebaik-baiknya
serta efisien dalam penggunaan waktu. Dalam hal ini efisiensi penggunaan waktu dan efektivitas
penggunaan sumber-sumber merupakan jawaban yang jitu sehubungan dengan penetapan strategi dan
dan penggunaan sumber-sumber. Strategi mengikuti kecepatan perubahan merupakan salah satu
jaminan, sehingga secepat perubahan secepat itu pula proses pembelajaran dilakukan. Selanjutnya
mengenai penggunaan sumber-sumber dilakukan melalui:
a. mencari sejumlah referensi yang memungkinkan dapat mempercepat penyelesaian studi dalam waktu
yang secepatnya,
b. mencari model yang telah dilakukan oleh mereka yang telah sukses menyelesaikan pembelajaran
sesuai dengan waktu maupun kualitas yang ditetapkan
c. menggunakan jadwal yang ketat dan meminta seseorang untuk membantu mengontrol percepatan dan
kualitas pembelajaran sesuai dengan pagu yang ada.
4. Mengembangkan bukti-bukti ketercapaian tujuan yang ditetapkan melalui sejumlah perancangan
kegiatan yang sesuai dengan tujuan yang ditetapkan.
5. Menilai perkembangan studi yang tengah dilakukan melalui:
a. apakah tujuan pembelajaran telah demikian jelas, bisa dipahami dan realistis?
b. apakah semua tujuan pembelajaran telah cukup dipertimbangkan secara berimbang?
c. apakah strategi dan sumber dipertimbangakan secara rasional?
d. apakah bukti yang seharusnya ada telah cukup meyakinkan ketercapaian tujuan yang ditetapkan?
e. apakah alat dan kriteria untuk memvalidasi tujuan yang ditetapkan cukup jelas, relevant dan cukup
meyakinkan.
Kiat seperti ini merupakan upaya untuk melakukan kontrak belajar antara peserta pendidikan dengan
lembaga pendidikan, akan tetapi pada hakikatnya merupakan kontrak antara peserta didik dengan dirinya
sendiri dengan asumsi bahwa siapapun kurang memiliki kontribusi pada bila yang bersangkutan tidak
memiliki komitmen untuk menyelesaikan pendidikan dan memperoleh prestasi yang diharapkan dalam
menunjang .

D. Sistem Pendidikan Berbasis Kompetensi


Untuk dapat memenuhi kebutuhan industri, sistem pendidikan dikembangkan atas dasar kompetensi
tertentu. Kompetensi yaitu tampilan peserta didik sesuai standar yang dibutuhkan dunia kerja.
Kompetensi dengan demikian terdiri dari:
1. Kompetensi Personal. Kompetensi ini meliputi beriman kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, berpikir
rasional, memahami diri sendiri, percaya diri, bertanggungjawab untuk pembelajaran pribadi, memiliki
etos kerja, dapat menghargai, dan menilai diri sendiri.
2. Kompetensi Sosial. Kompetensi ini meliputi bekerjasama dalam kelompok, menunjukkan tanggung
jawab sosial, mengendalikan emosi, dan berinteraksi dalam masyarakat dan budaya lokal serta global.
3. Kompetensi Intelektual. Kompetensi ini meliputi menguasai pengetahuan, menggunakan metode dan
penelitian ilmiah, bersikap ilmiah, mengembangkan kapasitas sosial dan berpikir strategis untuk belajar
sepanjang hayat, serta berkomunikasi secara ilmiah.
4. Kompetensi vokasional. Kompetensi ini meliputi bidang kejuruan/keterampilan fungsional; keterampilan
bermatapencaharian seperti menjahit, bertani, beternak, otomotif; keterampilan bekerja; kewirausahaan;
dan keterampilan menguasai teknologi informasi dan komunikasi
Jadi bila disimpulkan kompetensi terdiri dari kompetensi umum seperti dalam bidang pengetahuan,
kemampuan berbahasa, matematika dan kompetensi khusus seperti kompetensi dalam bidang
keterampilan tertentu.
Untuk memperoleh kompetensi yang diharapkan maka persyaratan yang harus dipenuhi lembaga
pendidikan meliputi:
1. Kurikulum/proses belajar mengajar;
2. Administrasi dan manajemen sekolah;
3. Organisasi/kelembagaan pendidikan;
4. Sarana dan prasarana;
5. Ketenagaan;
6. Pembiayaan;
7. Peserta latihan/peserta;
8. Peran serta masyarakat;
9. Lingkungan/ kultur sekolah.(Kepmen No. 087/U/2002, hal 3).
Sistem pendidikan dan pelatihan berbasis kompetensi dimulai merupakan gabungan antara lembaga
pendidikan dengan dunia kerja. Standar keterampilan terbagi atas berbagai tingkat keterampilan di
tempat kerja. Standar keterampilan ini juga mencantumkan keterampilan umum yang harus dimiliki
seseorang untuk menunjang fungsi sebagai pekerja yang baik, misalnya melek huruf, kemampuan
berbahasa Inggris dan keterampilan sosial lainnya.
Standar keterampilan yang ditetapkan selanjutnya dijadikan dasar dalam pengembangan kurikulum,
sistem pengujian dan pengembangan bahan latihan, baik pelatihan on the job maupun off the job.
Sebagai tanda bahwa seseorang telah menguasai kompetensi tertentu maka kepada yang bersangkutan
diberikan sertifikat kompetensi. Sertifikat yang dikeluarkan harus berbasis pada standar kemampuan.
Dalam hubungan ini diterbitkan paspor keterampilan, yang merupakan bukti bahwa pemegangnya telah
memiliki berbagai keterampilan seperti yang tercantum dalam paspor keterampilan dimaksud. Melalui
paspor keterampilan ini, maka seseorang dianggap berhak untuk memasuki dunia di luar pendidikannya
yaitu dunia kerja.
Kompetensi senantiasa merujuk pada standar tertentu, sebagai indikator dipenuhi tidaknya kompetensi
yang telah dikuasai seseorang.
Standar kompetensi yang berkaitan dengan kompetensi khusus, terdiri atas beberapa jenis, yaitu:
1. standar internasional yang berbagai industri, karena industri tersebut melaksanakan pekerjaan dalam
konteks internasional,
2. standar nasional yang diperlukan di sebagian besar wilayah Indonesia yang menunjukkan kebutuhan
lapangan kerja industri Indonesia,
3. standar regional atau perusahaan yang dipakai untuk memenuhi kebutuhan khusus regional atau
kebutuhan khusus,
4. keterampilan umum yang diperlukan yang dibutuhkan untuk bekerja pada industri kecil/ rumah tangga,
dengan penekanan khusus pada keterampilan yang diperlukan untuk meningkatkan kesejahteraan hidup
terutama di daerah terpencil.
Pada semua standar tersebut ditetapkan keterampilan-keterampilan teknis dan pengetahuan pendukung
seperti matematika, bahasa, ilmu pengetahuan alam, budaya untuk menjadi pekerja yang kompeten di
bidangnya. Dalam penyusunan materi belajar ini sejauh mungkin dihubungkan dengan konteks bidang
pekerjaannya.
Standar kompetensi yang diusulkan oleh satuan tugas tidak didefinisikan secara khusus. Standar
kompetensi juga harus mencakup berbagai pengetahuan yang dibutuhkan oleh para pekerja dalam
jabatan-jabatan dalam industri tertentu. Standar kompetensi merupakan kelanjutan dari bahan kajian
yang telah dirumuskan dalam kurikulum dan bahan ajar yang telah dipakai oleh SMK dan program
diploma. Dalam hal tertentu beberapa industri juga telah mengembangkan pendekatan berbasis
kompetensi dalam program pelatihannya.
Dalam menyusun standar keterampilan, wakil-wakil industri bersikap realitis terhadap sasaran yang akan
dicapai khususnya jika akses pada on the job training dan kemungkinan untuk mendapatkan pengalaman
kerja dalam keadaan terbatas.
Sistem pendidikan baru memiliki perbedaan paradigma dengan pendidikan klasik. Beberapa perbedaan
yang patut diperhatikan yaitu:
PEREGESERAN PARADIGMA BELAJAR
Keberhasilan pendidikan tinggi dapat dilihat dari berbagai aspek antara lain keberhasilan dari sisi peserta
pelatihan dan keberhasilan dari sisi manfaat lembaga untuk masyarakat disekitarnya. Dilihat dari manfaat
bagi peserta didik antara lain:
a. peningkatan kemampuan untuk berpikir secara kritis, kemampuan menyajikan materi secara rasional,
memiliki argumen yang jelas dari sejumlah isu yang rumit menggunakan logika dan kreativitas.
b. Mempersiapkan diri agar berhasil dalam kehidupan dengan menggunakan kemampuan teknis,
intelektual dan profesi.

E. Kinerja Profesional
Seorang profesional yang unggul memiliki karakter dan kemandirian. Karakter terdiri dari budi pekerti dan
watak yang dimiliki seseorang. Kedua hal ini yang membuat yang bersangkutan tetap berani,
bersemangat, bergairah dan disiplin. Mandiri artinya tidak tergantung pada orang lain atau merdeka.
Hubungan dengan orang lain bukan dalam hubungan ketergantungan akan tetapi merupakan hubungan
yang menguntungkan kedua belah pihak dan kemitraan. Kemandirian memiliki kaitan dengan
kemampuan memecahkan sendiri permasalahan, berinisiatif, kreatif, inovatif, proaktif dan bekerja keras.
Seorang yang unggul akan terpacu untuk selalu berbuat dan bekerja, tidak pasrah dan beku, dinamis,
energik dan optimis menghadapi masa depannya.
Demikian banyak ciri dari seorang yang unggul, akan tetapi pada garis besarnya memiliki ciri-ciri
gabungan dari karakter dan kemandirian, meliputi kemampuan membuat keputusan dan memecahkan
permasalahan, berinisiatif, kreatif, inovatif, proaktif, bekerja keras dan ulet, dinamis, energik dan optimis.
Selain dari sifat-sifat itu masih ditambah kemampuan untuk melakukan negosiasi, mengambil resiko, dan
kemampuan untuk merintis dan membesarkan usaha.
Seorang yang unggul harus memiliki kemampuan bersaing. Terdapat lima kemampuan bersaing yang
harus dikembangkan lulusan pendidikan dan calon tenaga kerja meliputi kemampuan untuk dididik
(educativeness), keinginan untuk belajar, pekerja keras, gigih, ambisius dan memiliki kebugaran.
1. Kemampuan untuk dididik (educativeness). Seseorang selalu dalam keadaan berkembang pada sisi
kekuatan dan kedewasaan. Banyak pihak yang tidak terlalu yakin pada konsep ini akan tetapi terdapat
demikian banyak bukti bahwa seseorang itu dalam proses untuk selalu berkembang dan mencapai
kesempurnaannya. Kemampuan untuk dididik bertalian dengan perubahan lingkungan yang demikian
berbeda dengan beberapa waktu-waktu sebelumnya termasuk ditemukannya beberapa teknologi yang
menuntut seorang employe untuk terus belajar. Kemampuan untuk belajar memiliki dampak baik untuk
yang bersangkutan maupun dalam upaya mengimbangi perkembangan lingkungan
2. Keinginan untuk belajar. Para pemikir modern seperti halnya Tofler berkeyakinan bahwa setiap orang
maupun kelompok akan selalu tertinggal, bahkan jauh ditingggalkan oleh lingkungan sekitarnya kecuali
mereka yang mampu untuk memilih, belajar dan berinteraksi. Jadi untuk tetap mampu mengimbangi
kemajuan dan memiliki kemampuan untuk bersaing selain kemampuan untuk memilih dan berinteraksi,
sangat tergantung pula pada kemampuan untuk belajar. Memilih berkaitan dengan demikian beragamnya
pilihan. Interaksi karena demikian cepatnya perubahan yang ada dalam lingkungan. Adapun belajar
merupakan penunjang utama dari kemampuan untuk memilih dan berinteraksi.
3. Berkemauan untuk selalu bekerja keras. Seorang pegawai selalu berhadapan dengan target pekerjaan
yang harus dihadapi. Semakin banyak tuntutan akan pekerjaan semakin banyak tenaga dan pikiran
dibutuhkan. Untuk hal ini dibutuhkan tenaga kerja yang mampu untuk bekerja keras. Bila perlu melebihi
waktu normal yang biasa dipergunakan untuk bekerja. Kemauan untuk bekerja keras, merupakan modal
dasar untuk melakukan persaingan.
4. Gigih. Kegigihan umumnya berkaitan dengan tantangan dan semakin rumitnya tuntutan lingkungan
kerja yang membutuhkan orang-orang yang berkeinginan keras dan tidak mudah menyerah baik karena
motivasi diri yang semakin melemah maupun karena tantangan lingkungan yang semakin kuat
menghadang seseorang dalam bekerja.
5. Abisius. Terdapat dorongan dari dalam diri untuk meningkatkan diri berbasis pada kekuatan diri dan
penggunaan sumber pada diri maupun lingkungan secara maksimal
6. Berjiwa Muda. Seorang profesional secara alami akan menjalani usia biologis secara normal, termasuk
menghadapi ketuaan. Akan tetapi seorang profesional harus senantiasa optimis, berpandangan jauh ke
depan dan energik sehingga dapat menunjang profesi secara maksimal dan tidak terhambat oleh
pengaruh negatif perkembangan lingkungan dan kurang kondusifnya lingkungan sekitar.
Sekarang kita beralih pada pembentukan tenaga kerja profesional. Tenaga kerja profesional diperoleh
dari hasil pendidikan. Pendidikan menghasilkan orang yang profesional dalam arti teknis dan profesional
dilihat secara akademis. Profesional teknis atau dikenal juga sebagai seorang ahli dan umumnya setelah
seseorang mencapai standar kompetensi tertentu. Sedangkan profesional dalam arti akademis,
umumnya merupakan hasil pendidikan dari jenjang profesi. Untuk kesempatan ini kita hanya akan
membahas lebih jauh kelompok profesional yang pertama.
Berdekatan dengan profesi yaitu keahlian atau seorang ahli. Lulusan pendidikan pada tingkatan SMK
atau akademi umumnya termasuk dalam keahlian, walaupun keduanya sering dipertukarkan artinya dan
seorang awam menyebut keahlian sebagai profesi, atau sebaliknya dan semua ketentuan yang berlaku
pada profesi dipergunakan pula untuk keahlian.
Jadi seorang profesional akan melakukan sesuatu atau tidak melakukannya karena menurut aturan atau
sesuai dengan profesinya ia diharuskan atau tidak diperbolehkan untuk melakukannya. Sehubungan
dengan itu terdapat ciri seorang profesional atau asosiasi kelompoknya akan selalu mengawasi setiap
perilaku seorang profesional, bahkan masyarakat sekalipun turut mengawasi kehariannya.
Seorang profesional dengan demikian melakukan sesuatu atau tidak melakukannya berdasarkan pada
kode etika yang berlaku dilingkungannya secara mengikat. Dengan etika yang dipelajari dan
diamalkannya seorang profesional menjadi aturan itu sebagai bagian dari dirinya. Dengan etika
profesional, ia akan menjadikan sebagai pedoman dalam menjalankan keahliannya.
Dalam perkembangannya etika profesi dijadikan alat untuk mengontrol perilaku seseorang. Dengan
demikian etika profesi berfungsi bagi seorang profesional sebagai:
1. Inspirasi dan panduan dalam menjalankan tugas maupun mengembangkan visi dalam menunjang
kegiatan profesional
2. Alat sebagai pecegah penyimpangan dan meningkatkan disiplin
3. Perilakunya didasarkan pada standar yang sudah mapan.
4. Memelihara keharmonisan, yaitu seorang profesional akan melakukan sesuatu atau tidak
melakukannya dalam upaya memelihara hubungan dan mengurangi konflik yang bisa terjadi.
5. Dapat berarti sebagai sebuah dukungan, terutama pada saat seseorang dipertanyakan mengenai
profesi yang dijalankannya. Baik sebagai perorangan maupun dalam bentuk kelompok dapat memberikan
dukungan selama ia tetap konsisten dengan profesi yang dijalankannya.
Etika profesi ini berlaku diseluruh dunia dan diakui keberadaannya secara global pula seperti dalam
bidang kedokteran, perdagangan, kebidanan, kehakiman.
Selain dari gambaran mengenai seorang profesional yang menjalankan fungsi sesuai dengan aturan,
masyarakat dengan mudah memberikan penilaian kesalahan dalam menjalankan suatu profesi. Contoh
yang umum yang meyalahi etika profesi, antara lain:
1. Menyalahgunakan kewenangan
2. Menerima bentuk penghargaan yang tidak sepatutnya diperoleh seorang profesional atau lebih banyak
berkaitan dengan korupsi
3. Menipu dengan menggunakan profesi yang diakuinya,
Seorang profesional akan banyak terdorong untuk berbuat penyimpangan bila tidak berpedoman kepada
etika yang disandangnya karena kekuasaan dan kemampuan yang dimilikinya. Lebih tinggi kepercayaan
yang diberikan kepada seorang profesional akan semakin memungkinkan yang bersangkutan untuk
menyimpang dari profesi yang disandangnya.
Seorang profesional akan menunjukkan perilaku:
1. Bekerja dengan penuh kesungguhan dan ketulusan. Dia tidak hanya asal bekerja, dan bekerja secara
rutin, akan tetapi bekerja dengan penuh dengan kesungguhan.
2. Bekerja dengan inisiatif. Seorang profesional melakukan usaha atau sesuatu sebelum dipaksa oleh
keadaan atau dipaksa untuk melakukannya,
3. Niat yang tulus. Seorang profeional bekerja didasarkan pada niat untuk menjunjung profesinya dengan
penuh komitmen.
4. Bertanggungjawab terhadap masyarakat dan organisasi profesinya. Ia akan bekerja untuk kepentingan
masyarakat dan bukan hanya untuk kepentingan dirinya semata.
5. Amanah dalam bekerja. Sikap amanah berkaitan dengan pemeliharaan keharmonisan antara lembaga
tempat ia bekerja, masyarakat dan kepentingan orang banyak.
6. Komitmen pada pekerjaan. Komitmen artinya bekerja dengan penuh kesungguhan dan mencurahkan
lebih banyak waktu dibandingkan dengan pekerjaan lainnya.
7. Jujur. Sifat jujur berkaitan dengan menghindari perilaku syak wasangka, tipu daya dan kebohongan.

F. Etos Kerja dan Budaya Kerja/Organisasi


Pendidikan profesi dimaksudkan dalam upaya menunjang etika kerja dan budaya kerya dan organisasi.
Pendidikan bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan, nilai sikap dan norma keterampilan serta tujuan
dan keyakinan. Lebih jauh seseorang yang telah memperoleh pendidikan akan mampu pengembangan
diri, meningkatkan produktivitas, mengembangkan dinamika dan menjalin keserasian sosial.
Untuk bisa memenuhi peran sebagai pribadi maupun tenaga kerja seperti di atas, seorang tenaga kerja
maupun peserta dituntut untuk memiliki eros kerja dan budaya kerja dan organisasi.
Etos berasal dari Bahasa Latin ethos karakter atau watak dan kepribadian. Adapun definisi yang
dikemukakan Gluck (1986) yaitu prinsip dalam bertingkahlaku yang menjadi ciri individu dan profesi. Etika
selanjutnya dijadikan standar perilaku. Etika untuk kalangan akademis menjadi standar moral dalam
upaya meningkatkan integritas profesi di kalangan mereka.
Etos kerja yaitu semangat yang harus dimiliki seseorang untuk dapat bekerja secara produktif, efektif dan
efisien, maupun kembali belajar pada lingkungan pendidikan tertentu. Etos kerja diperoleh seseorang
sebagai hasil belajar dan proses pendidikan. Dari beberapa pengamatan lembaga pendidikan yang
memiliki kerja yang baik akan menghasilkan lulusan yang memiliki etos kerja baik pula.
Etos kerja memiliki dua arti. Pertama berarti semangat yang dimiliki seseorang, yang kelak akan
bermanfaat untuk dirinya maupun dalam upaya mendukung dan bekerja sama dengan pihak lain atau
perusahaan. Tidak ada orang yang berhasil yang bermodalkan kemalasan, bekerja asal-asalan dan tidak
bertanggungjawab. Hanya ada satu kunci untuk berhasil yaitu gigih dalam kesulitan dan tangguh dalam
prestasi. Kedua, sesuatu yang seharusnya dilakukan oleh seseorang. Keharusan sesuai dengan
perannya sebagai seorang tenaga kerja atau seseorang yang telah menyelesaikan pendidikan pada
bidang tertentu yang terikat oleh keahlian atau profesi teknis tertentu.
Dengan demikian etos kerja yaitu panduan tingkah laku yang menjadi pedoman bagi tenaga kerja dan
menjadi bagian tidak terpisahkan dari kehidupannya. Etos bersumber dari agama dan keyakinan, yang
berfungsi sebagai norma moral. Etos kerja ini menjadi alat untuk mengon-trol tingkah laku dan mencegah
hal yang bertentangan baik dengan kehendak undang-undang maupun status seseorang sebagai tenaga
kerja.
Etos selanjutnya harus selalu dipelajari dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari kita. Etika menjadi
melekat pada diri seseorang. Karenanya tanpa disiplin diri dan mental yang kuat seseorang tidak akan
menjunjung etika. Dengan demikian, etos kerja terlihat dalam diri seseorang dalam disiplin dan kekuatan
yang ada dalam dirinya.
Ada tiga ciri utama orang yang memiliki etos kerja yaitu bekerja produktif, efektif dan efisien. Seorang
yang produktif senantiasa menghasilkan barang dan jasa jauh lebih banyak dibandingkan denganyang ia
keluarkan dalam bentuk tenaga maupun dana. Seorang yang efektif dapat bekerja sebaik-baiknya
dengan waktu yang sesingkat-singkatnya. Sedangkan seorang efisien dapat bekerja baik dengan biaya
yang dikeluarkan yang sehemat-hematnya.
Ciri-ciri orang yang memiliki etos kerja
Selain memiliki ciri utama di atas seorang yang memiliki etos kerja memiliki sejumlah ciri berikut:
Bertindak segera, Responsif, Disiplin, Kerja Keras, Kreatif, Bersih dan Baik Sangka.
Bertindak segera yang didasari oleh perhitungan yang matang dan ketelitian, merupakan salah satu cara
dalam upaya memberikan pelayanan yang maksimal kepada pelanggan maupun dalam menghadapi
situasi yang genting pada lingkungan kerja. Ketanggapan seorang tenaga kerja untuk semua lingkungan
kerja, terutama yang berhubungan dengan keinginan pelanggan merupakan unsur pelayanan yang
sangat diharapkan oleh semua. Sebaliknya seorang pegawai atau penyedia jasa tertentu yang bertindak
lambat, tidak akan disenangi dan akibatnya perusahaan akan ditinggalkan pelanggan. Kemampuan
bertindak segera disertai pertimbangan yang matang dan ketelitian merupakan upaya untuk
menyelamatkan diri dan perusahaan pada saat mengahdapi situasi yang genting, seperti terjadinya
perampokan atau kebakaran.
Bertindak segera juga menjadi sangat penting dalam menyesuaikan diri dengan jadwal waktu yang
disepakati dengan pelanggan maupun ditetapkan oleh perusahaan.
Responsif mampu untuk begerak kearah baru dengan cepat. Bila kemampuan bekerja cepat lebih banyak
dalam menghadapi pekerjaan seharian dalam perusahaan, maka responsif lebih banyak berhubungan
dengan menyesuaikan diri dan perusahaan dengan tuntutan produk baru yang lebih baik dan canggih.
Meskipun bekerja cepat dengan responsif tidak terlalu berbeda, akan penekanan pada konsep yang
kedua adalah pada kemampuan kemampuan mereaksi pada perubahan, tidak membuang waktu dan
menjadi pemenang yang diimbangi oleh kecepatan untuk memperoleh inspirasi.
Disiplin, yaitu memiliki ketaatan pada ketentuan yang ditetapkan sehubungan dengan syarat kerja
maupun hubungan dengan pihak perusahaan dan pihak lain. Seorang yang disiplin dalam hal
menggunakan peralatan keselamatan kerja, akan mengenakan pakaian maupun perlengkapan lain
seperti helm dan masker dalam upaya menghindarkan dirinya dari kecelakaan yang dikarenakan kondisi
pada lingkungan kerja. Disiplin dalam waktu maupun menjaga rahasia perusahaan, agar perusahaan
tidak merugi karena kita sebagai tenaga kerja tidak bekerja sepatutnya atau perusahaan menjadi merugi
karena seorang tenaga membocorkan rahasia membuat ramuan tertentu.
Kerja Keras, merupakan ciri keunggulan seseorang yang berhubungan dengan kegigihan. Orang yang
gagal umumnya memiliki salah satu ciri berikut, antara lain pasif, santai, kurang semangat, ragu, tidak
memiliki harapan, dan berpikir buntu. Sebaliknya siapa saja akan berhasil baik bekerja mandiri maupun
mendukung perusahaan bila berdedikasi, tidak menyerah karena faktor di laur dirinya, selalu berbesar
hati, pemberani, yakin akan berhasil, semangat, tidakmenyerah pada lawan, senang dengan pengalaman
pahit dan kurang menyenangkan. Seseorang cepat lambat akan berhasil, bila mampu melakukan
pengkajian atas segala kemungkinan, memiliki tujuan yang jelas, mencoba dan memilih semua
kemungkinan, menunggu sambil bekerja. Siapa pun yakin akan berhasil bila memiliki keyakinan,
bertindak, berani, menemukan, mencurahkan dan tekun.
Kreatif, mampu untuk berpikir dan bertindak dengan cara yang berbeda dengan cara lama atau
dikerjakan selama ini. Selalu terdapat kreasi baru bagi orang yang kreatif. Kreativitas, adalah baik bila
sesuai dengan budaya yang ada, menunjukkan hasil nyata, tidak merusak, walaupun memiliki kerumitan
akan tetapi menjadi mudah untuk dilaksanakan dan memberikan keuntungan.
Bersih, merupakan etos kerja dalam mendukung penampilan diri maupun perusahaan. Kebersihan diri
memungkinkan untuk memperoleh kesehatan selaras dengan jenis dan jumlah makanan dan kebugaran.
Kebersihan juga menyangkut pemeliharaan alat dan lingkungan kerja agar lebih nyaman dan lebih
langgeng dalam mendukung kondisi kerja. Diri, tempat kerja dan peralatan yang dipelihara kebersihan
akan menjadi daya dukung kebehasilan kerja yang tidak terhingga.
Baik sangka, merupakan syarat dalam bekerja dengan orang lain dan majikan. Segala masalah dan
pekerjaan hanya bisa dikejakan dengan baik bila didukung oleh perasaan yang positif. Bila sesuatu
nampaknya terlihat negatif, maka reaksi kita hendaknya tetap positif, karena reaksi negatif bukan hanya
memberikan kerugian kepada perusahaan atau orang lain akan tetapi dapat merugikan diri kita sendiri.
Budaya kerja dan organisasi
Budaya kerja dan budaya organisasi merupakan etika kita dalam bekerja dan melakukan kerja sama
dengan orang lain secara terarah dan berencana. Budaya kerja merupakan pancaran dari etos kerja
sehingga satu dengan lain akan saling berkaitan. Adapun budaya organisasi merupakan cara untuk
memperoleh prestasi kerja dengan menggunakan organisasi. Pada lingkungan perusahaan hal ini bisa
terwujud dalam pernan seseorang dalam mendukung perusahaan atau merupakan cara menuntut hak
seorang pegawai sesuai dengan perundangan.
Dalam mencermati budaya kerja, kita juga harus faham mengenai lingkungan kerja masa lalu, saat ini
dan masa yang akan datang. Bedasar pada lingkungan kerja masa lalu tuntutan lingkungan kerja, antara
lain: segalanya mudah untuk dilakukan diduga dan tidak ada perubahan yang besar, tuntutan pada
spesialisasi, bekerja banyak tergantung pada majikan yang akan menentukan segalanya, segalanya
tergantung pada pengalaman, dan segalanya bisa dikelola dengan baik.
Berbeda dengan kondisi masa lalu, maka tuntutan kerja sekarang dapat dikatakan kurang manusiawi.
Banyak orang siksus masa lalu yang berlindung pada prinsip lama, sama sekali gagal dalam menghadapi
kondisi kerja saat ini. Akibatnya bukan hanya industri dan pelayanan jasa yang gulung tikar, akan tetapi
serta merta orang yang ada didalamnya ikut diputuskan hubungan kerja karenanya.
Tuntutan kerja yang berlaku saat ini antara memerlukan kecapatan, penuh kompetisi dan penuh
rintangan. Lebih ektrimnya ibarat seseorang yang sudah memakai sarung tinju dan masuk ring, hanya
ada satu pilihan menghadapi dengan semua kesiapan dan perhitungan atau menjadi babak belur. Kita
semua tidak terkecuali, ibarat dimasukkan kedalam putaran, mengikuti cepatnya gerak putaran atau
terpelating menjadi sia-sia karena putaran itu.
Sehubungan dengan tuntutan kerja di atas, maka terdapat sejumlah kiat dalam bekerja saat ini. Pertama,
tidak sepenuhnya menggunakan cara lama. Mungkin dalam budaya kita masih membutuhkan sopan
santun pada atasan akan tetapi tidak berarti menggantungkan diri pada senior kita, karena mereka pun
sedang bingung untuk menyelamatkan dirinya. Kedua, tanam kekuatan pada diri sendiri. Memilih, Belajar,
dan berinteraksi merupakan kunci untuk mengahadapi masa depan dalam bekerja. Kita perlu adaptif,
menggali keunggulan yang ada pada diri sendiri, apapun dan bagaimanapun sederhananya, karena itu
yang cepat lambat akan menjadi gudang emas bagi kareer kita. Ketiga, pergi dan berhasil. Inti dari
pendidikan, adalah meningkatkan kemampuan untuk mengantisipasi. Jangan pergi memancing ikan, bila
hasil bekerja satu minggu habis dipergunakan dan tidak mampu meningkatkan hasil kerja untuk minggu
berikutnya. Manusia memiliki kesenangan akan tetapi jangan segalanya menjadi terbuai oleh
kesenangan. Keempat, mulai bekerja dengan memahami manfaat bekerja dan jangan hanya tahu
mengerjakan pekerjaan itu. Kelima, bekerja dengan cepat. Bekerja baik adalah tidak salah, bekerja baik,
akan tetapi bekerja dengan tercepat adalah yang terbaik. Bekerja dengan memadukan antara kecepatan
dan ketangkasan dengan arah yang berbeda dengan waktu sebelumnya.

G. Etika Profesi
Sejalan dengan etika kerja seorang profesional menjunjung tinggi etika profesi. Etika profesi merupakan
kemampuan mental untuk melaksanakan atau tidak melaksanakan tindakan atas dasar semangat
kepatutan suatu profesi dan menghargai kesejawatan. Kode etik profesi juga berarti disiplin berdasar
pada kebaikan dan menghindarkan kejelekan dan tindakan yang berdasar pada tanggung jawab moral.
Etika profesi juga berarti prinsip-prinsip moral atau penerimaan kemampuan berdasar pada standar
profesi dalam melaksanakan sesuatu kegiatan
Beberapa sinonim dari etika atau etika profesi yaitu virtuous, yaitu kesesuaian dengan standar kebenaran
atau kata moral, mampu memilah kebaikan dan kesalahan.
Etika profesi, diperlukan sesuai pertimbangan:
1. adanya tuntutan baru dan berkembang menjadi profesi baru sehingga dibutuhkan kesepakatan baru,
2. merupakan sarana pengembangan sumber daya manusia berbasis pada profesi yang dijungjungnya.
Beberapa etika profesi yang harus didukung oleh para pemangku jabatan profesi yaitu:
a. memberikan sumbangan yang bermanfaat untuk kehidupan manusia
b. mengindari kecelakaan pihak lain
c. bekerja dengan jujur dan tulus,
d. adil dan tidak bertindak dikriminatif dalam mengambil tindakan
e. penghargaan pada hak kekayaan intelektual dan hak paten
f. memberikan penghargaan yang memadai pada kekayaan intelektual
g. menghargai hak perorangan
h. percayai diri yang tinggi
i. mengutamakan pada kualitas tinggi, bekerja secara efektif dan menghargai proses dan produk dari
pekerjaan profesi
j. menghargai pada kompetensi profesi
k. mengetahui dan menghargai ketentuan dan hukum yang berhubungan dengan kerja profesional
l. menerima pada tugas-tugas yang berhubungan dengan penilaian profesi.
m. Menghargai pada kesepakatan memenuhi tanggung jawab profesi,
n. Meningkatkan pemahaman publik pada kompetensi profesi dan konsekwensinya
o. Memiliki akses pada sumber-sumber yang berhubungan dengan kompetensi yang dikembangkannya
serta menunjukkan otoritas sesuai dengan profesi yang diusungnya,
p. Menunjukkan tanggung jawab sosial dan loyal pada keanggotan organisasi profesi
q. Mampu mengelola sumber yang ada pada pribadi dan lingkungan dan mengembangkjan sistem
informasi dalam upaya meningkatkan kualitas dalam pekerjaan
r. Menghargai semua dukungan dan kewenangan yang dipegunakan organisasi
s. Menerima dan meningkatkan kode etik
t. Melaksanakan tugas profesi
Kode etik juga menyangkut sesama koleha sebagai upaya untuk saling mengembangkan dan
menghargai kerabat sesama profesi. Diantara kode etik yang harus diperhatikan meliputi:
1. memberikan dorongan pada sesama koleha untuk menjunjung kode etik bersama,
2. memberikan bantuan pada sesama koleha untuk mengembangkan profesi
3. memberikan pengahargaan penuh pada kredit yang telah dicapai oleh pihak lain
4. memberikan penilaian pada koleha seprofesi secara objektif, dan menggunakan dokumen yang
memadai
5. memberikan penilaian pada pendapat, keperdulian pada sesama koleha secara adil
6. membantu sesama koleha untuk memenuhi standar kerja secara penuh
7. menghargai kesungguhan dalam bekerja, dan memberikan perhatian pada kompetensi kolega,

BAB III
PELATIHAN

A. Memahami Pelatihan
1. Definisi
Poerwadarminta (1984) memberikan arti kepada pelatihan sebagai pelajaran untuk membiasakan atau
memperoleh sesuatu kecakapan. Flippo (1961) menegaskan bahwa pelatihan pada dasarnya merupakan
suatu usaha pengetahuan dan kecakapan agar karyawan dapat mengerjakan suatu pekerjaan tertentu.
Berdasarkan kepada uraian di atas, pelatihan dapat didefinisikan sebagai suatu kegiatan pendidikan yang
dilakukan dengan sengaja, terorganisir dan sistematik di luar sistem persekolahan untuk memberikan dan
meningkatkan suatu pengetahuan dan keterampilan tertentu kepada kelompok tenaga kerja tertentu
dalam waktu yang relatif singkat dengan metode yang mengutamakan praktek daripada teori, agar
mereka memperoleh pengetahuan, sikap dan keterampilan dalam memahami dan melaksanakan suatu
pekerjaan tertentu dengan cara yang efisien dab efektif.
Beberapa manfaat yang berharga dari pelatihan adalah sebagai berikut : (1) dapat memberikan
pengetahuan sikap dan keterampilan mengenai sesuatu pekerjaan; (2) dapat memberikan dasar yang
lebih luas bagi pendidikan lanjutan; (3) dapat menambah pemahaman terhadap wawasan suatu
pekerjaan; (4) dapat meningkatkan keterampilan dalam suatu pekerjaan; (5) dapat menghasilkan efisiensi
dan efektivitas dalam mengerjakan suatu pekerjaan; (6) dapat memberikan rasa puas terhadap suatu
pekerjaan; (7) dapat memberikan rasa sadar terhadap kesempatan-kesempatan untuk mencapai
kemajuan; (8) dapat menambah perasaan tanggung jawab terhadap suatu pekerjaan; (9) dapat
menambah kemampuan untuk menggunakan sumber-sumber manusia atau materi yang belum di
manfaatkan; (10) dapat memperkecil kecelakaan dalam melakukan suatu pekerjaan; (11) dapat
memberikan keterampilan untuk melakukan perbaikan dalam suatu pekerjaan; (12) dapat memberikan
didikan untuk melakukan suatu pekerjaan dengan cara yang iebih baik; (13) dapat meningkatkan
semangat kerja; (14) dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas produktivitas kerja; (l5) dapat
mengurangi pengawasan terhadap suatu pekerjaan; dan (16) dapat meningkatkan kestabilan dan
keluwesan organisasi atau lembaga.
Bentuk atau tipe pelatihan itu bermacam-macam. Bentuk pelatihan dikategorikan kepada dua golongan,
yaitu (1) pelatihan yang didasarkan kepada lembaga dan (2) pelatihan yang didasarkan kepada
pekerjaan.
Dilihat dari segi jenis pekerjaan, tipe program pelatihan itu ada tiga, yaitu (1) pelatihan formal; (2)
pelatihan informal; dan (3) bentuk pelatihan lainnya.
2. Pendekatan Sistem Terhadap Pelatihan
a. Tujuan dan Fungsi Sistem Pelatihan
Semua jenis organisasi yang peka terhadap kebutuhan personil yang trampil, akan peka pula terhadap
usaha investasi melalui program-program pelatihan. Bahkan sering pula program-program seperti ini
berisi apa yang biasanya dinamakan pendekatan paksa (shotgun). Kursus-kursus dalam berbagai
organisasi telah banyak diselenggarakan, mulai dari yang paling sederhana hingga kepada yang paling
kompleks. Tetapi organisasi-organisasi itu semakin lama semakin mempertanyakan manfaat dari
program-program yang demikian. Banyak organisasi yang memberikan kesimpulan bahwa program-
program seperti itu tidak menghasilkan keefektifan biaya, sehingga hasil dari investasi minim sekali
bilamana investasi itu di tambah.
Kekurangefektifan dari program-program ini dalam memproduksi para pekerja dan para menejer yang
lebih baik, terletak dalam ketidakjelasan tujuan-tujuannya dan dalam kekurangrelevansiannya dengan
pekerjaan. Karena itu cara yang lebih tepat ialah mengidentifikasi dan merumuskan tujuan-tujuan dan
fungsi pelatihan dengan cara yang tegas dan jelas. Program dan sistem pelatihan supaya dirancang
untuk membekali pekerja dengan pengetahuan, sikap dan skill yang mereka butuhkan untuk
melaksanakan pekerjaan-pekerjaannya.
b. Tahap-Tahap dan Langkah-Langkah dalam Merancang Sistem Pelatihan
Setiap pengelola pelatihan dan siapa saja yang terlibat dalam usaha-usaha pelatihan yang berusaha
akan merancang sistem pelatihan, maka terlebih dahulu perlu menentukan jawaban dari lima pertanyaan
penting berikut ini :
1) Siapa yang akan dijadikan sasaran program pelatihan?
2) Pengetahuan atau skill apa yang akan mereka pelajari?
3) Siapa yang akan dijadikan manusia sumber atau instruktur untuk melatihkan pengetahuan atau skill
tersebut?
4) Dengan cara bagaimana proses berlatih melatih atau belajar mengajar itu akan dilaksanakan?
5) Bagaimana output pelatihan itu akan dievaluasi ?
Pertanyaan-pertanyaan di atas akan terjawab bilamana setiap menejer pelatihan dalam menyusun
rancangan sistem pelatihan itu menempuhnya melalui tiga tahap berikut ini. Pertama, menentukan
persyaratan atau keperluan yang dituntut oleh sistem pelatihan; kedua, membina atau mengembangkan
sistem pelatihan dan terakhir, mengesahkan sistem pelatihan.
a. Tahap Penentuan Persyaratan Sistem Pelatihan
Tahap pertama ini merupakan tahap persyaratan yang secara mutlak dituntut oleh setiap sistem
pelatihan. Dalam tahap ini ada lima langkah yang harus dilaksanakan oleh setiap menejer pelatihan, yaitu
:
1) Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan;
2) Mengumpulkan dan menganalisis data pekerjaan;
3) Memilih dan merumuskan tujuan pelatihan;
4) Menyusun alat-alat evaluasi; dan
5) Menyusun ukuran-ukuran standar atau kriteria.
b. Tahap Pengembangan/Pembinaan Sistem Pelatihan
Tahap kedua ini merupakan tahap dimana sistem pelatihan harus diusahakan agar mempunyai kerangka
bentuk yang lengkap. Untuk itu mutlak diperlukan usaha-usaha untuk membentuk, mengembangkan dan
membinanya. Dalam tahap ini langkah-langkah yang harus dilaksanakan oleh menejer pelatihan ialah :
1) Memilih dan menyusun urutan isi atau materi pelatihan;
2) Memilih dan menyusun strategi pelatihan;
3) Memilih alat-alat pembantu (AVA) pelatihan;
4) Menentukan dan menyiapkan perlengkapan keperluan pelatihan; dan
5) Menyusun dokumen atau bahan-bahan pelatihan.
c. Tahap Pengesahan Sistem Pelatihan
Suatu sistem pelatihan yang persyaratannya sudah terpenuhi dan pembentukannya sudah
dikembangkan belum merupakan suatu jaminan bahwa sistem pelatihan itu akan menjadi suatu sistem
yang efisien dan efektif, bila sistem tersebut belum diketahui keampuhannya. Karena agar suatu sistem
pelatihan menjadi suatu sistem yang absah, maka menejer pelatihan harus menempuh langkah-langkah
terakhir sebagai berikut:
1) Memilih pelatih atau instruktur pelatihan;
2) Memilih para peserta pelatihan;
3) Mengevaluasi sistem pelatihan;
4) Mengelola dan menganalisis ukuran-ukuran standar atau kriteria; dan
5) Melakukan tindak lanjut terhadap tamatan pelatihan.
Pelaksanaan pelatihan atau pelaksanaan berlatih melatih merupakan sumber data untuk menguji
pengesahan sistem pelatihan tersebut. Karena itu komponen tersebut tidak termasuk kepada langkah-
langkah dalam kegiatan menyusun rancangan sistem pelatihan. Ketiga tahap yang berisi kelimabelas
langkah seperti disebutkan di atas itu pada dasarnya merupakan pedoman umum untuk menyusun
rancangan sistem pelatihan yang seksama untuk semua jenis pelatihan pada tahap manapun.

B. Pelatihan Sebagai Sistem


Sistem pelatihan dapat digambarkan seperti di bawah ini

1. Identifikasi Kebutuhan Pelatihan


a. Kebutuhan dalam Perencanaan Pelatihan
Perencanaan melekat erat dengan setiap kegiatan manusia, baik secara individual maupun secara
kelompok, yang mengharapkan tercapainya kesuksesan.
Ada tiga hal yang harus dijadikan dasar pertimbangan dalam perencanaan pelatihan. Pertama,
perencanaan itu merupakan dasar dari menejemen yang efisien dan efektif. Perencanaan penting dalam
pelatihan karena tanpa adanya perancanaan yang teliti dan lengkap, maka sudah pasti akan terjadi
pemborosan dari berbagai sumber. Ke dua, perencanaan merupakan suatu faktor yang penting, terutama
dalam menyusun program-program yang efektif. Ke tiga, perencanaan merupakan hal yang harus
mendahului setiap kegiatan untuk memulai pelatihan, bilamana pelatihan itu menghendaki kesesuaian
dengan kebutuhan dan mengharapkan suatu peluang untuk mencapai sukses.
Ketiga jenis pertimbangan, sebagaimana disebutkan di atas itulah yang dijadikan dasar berpijak
perencanaan pelatihan. Namun tidak berarti hanya hal itu saja yang harus dipertimbangkan dalam
perencanaan pelatihan. Perencanaan pelatihan yang memadai harus mempertimbangkan berbagai
faktor. Beberapa faktor yang mempunyai implikasi penting bagi perencanaan pelatihan ialah (1) tujuan
dan rencana organisasi/lembaga/masyarakat; (2) perubahan ilmu pengetahuan dan teknologi; (3) sifat
kegiatan organisasi/lembaga/masyarakat; (4) komposisi tenaga kerja; (5) kebijaksanaan
organisasi/lembaga/masyarakat; (6) staf pelatihan; (7) fasilitas untuk pelatihan; dan (8) biaya untuk
pelatihan.
Gambar Faktor-Faktor Dalam Perencanaan Pelatihan

b. Pengertian Kebutuhan Pelatihan


Kebutuhan pelatihan sebagai sesuatu yang perlu dimiliki oleh seseorang memberikan pengertian
bahwa sesuatu yang perlu itu belum dimiliki oleh seseorang; atau seseorang itu belum mempunyai
kemampuan dalam hal yang diperlukan itu. Kebutuhan pelatihan merupakan kesengajaan antara tingkat
kemampuan yang dimiliki oleh seseorang pada masa kini dengan tingkat kemampuan yang diperlukan
untuk mencapai prestasi yang lebih. tinggi, sebagaimana ditetapkan oleh dirinya sendiri, organisasinya
atau masyarakatnya.Gambar Kebutuhan Pelatihan

Kebutuhan pelatihan ini akan lebih mudah untuk dipahami dengan menggunakan rumus di bawah ini :

Atau

dimana :
KP = Kemampuan Patokan;
KN = Kemampuan Nyata;
KK = Ketidaksesuaian atau Kekurangan Kemampuan yang perlu diatasai melalui pelatihan; dan
L = Pelatihan.
Calon peserta pelatihan, organisasinya atau masyarakatnya beserta dokumen-dokumennya merupakan
sumber-sumber data utama untuk meneliti hal tersebut. Ilustrasi di bawah ini menunjukkan tentang
kemampuan-kemampuan patokan yang harus dimiliki oleh guru dan penilik pendidikan masyarakat.
Dalam menetapkan kompetensi mengenai penyuluh ditetapkan kemampuan dasar meliputi; (1)
menguasai landasan-landasan penyuluhan; (2) menguasai bahan pelajaran; (3) mampu mengelola
program belajar mengajar; (4) mampu mengelola kelas; (5) mampu mengelola interaksi belajar mengajar;
(6) mampu menggunakan media/sumber belajar; (7) mampu menilai hasil belajar peserta; (8) mampu
mengenali fungsi dan program bimbingan dan penyuluhan; (9) mampu memahami prinsip-prinsip dan
hasil penelitian untuk keperluan penyuluhan; dan (10) mampu mengenali dan menyelenggarakan
administrasi penyuluhan.
2. Tujuan Pelatihan
Rumusan tujuan yang resmi ada empat macam, yaitu (1) rumusan tujuan pendidikan nasional; (2)
rumusan tujuan institusional; (3) rumusan tujuan kurikuler; dan (4) rumusan tujuan pengajaran. Sama
seperti tujuan Pendidikan Nasional, Tujuan pendidikan pelatihanpun memiliki tujuan masing- masing
sesuai dengan tingkatan diatas. Baik lembaga formal maupun nonformal, keduanya berkewajiban untuk
merumuskan tujuan institusional, tujuan kurikuler dan tujuan pengajarannya
a. Pengertian Pemilihan dan Perumusan Tujuan Pelatihan
Pemilihan tujuan pelatihan adalah suatu prosedur penilaian yang memerlukan penelitian yang seksama
terhadap berbagai kewajiban, tugas dan elemen yang dilakukan oleh pekerja dalam suatu pekerjaan
tertentuyang diperinci dalam daftar analisi pekerjaan dan akan dijadikan tujuan-tujuan alternatif pelatihan.
Perumusan Tujuan Pelatihan adalah suatu prosedur penetapan maksud pelatihan yang dinyatakan
secara jelas dan tepat sehingga memungkinkan dapat dilakukan pengamatan dan pengukuran terhadap
pencapaian tujuan pelatihan tersebut. Syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam perumusan tujuan
pelatihan yang baik:
1) menyatakan perilaku yang diinginkan
2) menyatakan kondisi belajar dimana kelakuan akan nyata
3) menyatakan patokan minimal atau derajat ketercapaian yang diharapkan dari tingkah laku tersebut.
Pernyataan tujuan pelatihan harus dinyatakan dalam syarat-syarat perilaku.
b. Kegunaan Tujuan Pelatihan
Tujuan Pelatihan merupakan dasar pengembangan langkah lainnya dalam pelatihan, termasuk
pengambilan keputusan untuk pengajaran. Tujuan pelatihan yang dirumuskan secara baik akan
bermanfaat sekali dalam
1) Menciptakan Keajegan Dalam Pola Sistem Pelatihan,
Sistem pelatihan itu tersusun dari berbagai subsistem yang saling berinteraksi dan terjalin secara
terpadu. Di dalamnya ada (1) unsur-unsur manusia, seperti instruktur dan peserta pelatihan; (2) unsur-
unsur materi, misalnya perlengkapan, alat-alat bantu pelatihan, teks, seiebaran, dan sebagainya;dan (3)
unsur-unsur organisasional dan strategi, seperti metode, teknik, sistem organisasi peserta pelatihan dan
instruktur.
2) Menjalin Komunikasi yang Efektif
Fungsi utama dari perumusan tujuan pelatihan adalah komunikasi. Tujuan pelatihan yang disampaikan
dengan jelas oleh pengirimnya dan diterima dengan baik oleh penerimanya, akan lebih berhasil untuk
dicapai daripada tujuan pelatihan yang tidak dikomunikasikan dengan jelas. Dengan tujuan pelatihan
yang dirumuskan secara jelas, instruktur dan peserta pelatihan akan dapat melakukan kegiatan belajar
mengajar dengan lebih baik. Instruktur akan mengetahui secara tepat apa yang seharusnya ia lakukan.
Peserta pelatihan mengetahui perilaku atau kemampuan apa yang diharapkannya akan berhasil diraih
dari pelatihan itu.
3) Memilih Materi Pelatihan yang Sepadan
Tujuan pelatihan sebenarnya merupakan gambaran tentang kerangka acuan suatu program pelatihan.
Materi pelatihan merupakan otot dan dagingnya tujuan pelatihan. Karena itu pemilihan tujuan pelatihan
yang tepat guna akan menentukan pula terhadap pemilihan jumlah dan jenis materi yang benar serta
akan membantu menghindarkan bahaya kekurangan dan kelebihan pelatihan.
4) Memilih Strategi Belajar Mengajar yang Sesuai
Tujuan pelatihan yang dirumuskan dengan baik akan memberikan suatu gambaran yang jelas mengenai
apa yang diperlukan oleh pekerjaan. Hal itu akan memudahkan untuk melakukan pemilihan metode,
media dan sistem pengorganisasiannya secara optimal. Bila instruktur mengetahui dengan tepat apa
yang seharusnya mampu dilakukan oleh peserta pelatihan dalam menyelesaikan satuan acara pelatihan,
maka dia akan dapat memilih strategi yang cocok untuk pencapaian tujuan tersebut.
5) Memberikan Arah Kepada Instruktur dan Peserta Pelatihan
Tujuan pelatihan yang dirumuskan dengan baik akan membuat aktivitas proses Pelatihan yang dapat
dilakukan dengan lebih efisien dan lebih efektif.
6) Menjadi Landasan Pengukuran Patokan/Kriteria
Tes-tes yang absah dan dapat dipercaya sebagai alat pengukur patokan hanya bila disusun dan
dikembangkan berpedoman kepada tujuan pelatihan.
7) Memajukan, Memundurkan Patokan/Standar
Tujuan pelatihan yang dirumuskan dengan jelas, relatif akan memudahkan untuk menentukan pada butir-
butir mana saja dalam suatu program pelatihan seorang peserta pelatihan harus menunjukkan
pengetahuan dan keterampilan yang telah diperolehnya yang diperlukan untuk kemajuan lebih lanjut
dalam suatu program pelatihan.
8) Menjadi Alat Evaluasi Isi Program Pelatihan
Tujuan pelatihan yang dirumuskan dengan tepat merupakan pedoman yang berharga bagi penilaian
terhadap isi program pelatihan yang telah disusun oleh instruktur, Sampai sejauh mana terjadinya
persetujuan antara penilai program dan penyusun program mengenai ketepatan program tersebut, akan
ditentukan oleh tujuan pelatihan itu sendiri, Bertitik tolak dari tujuan pelatihan yang dirumuskan dengan
baik, instruktur dan penilai keduanya akan mengetahui apakah program pelatihan itu sudah memadai
atau belum. Komentar-komentar yang diberikan oleh penilai program pelatihan, merupakan input yang
berharga bagi perbaikan program tersebut, bilamana komentar-komentar tersebut dinilai dan diterima
oleh isntruktur sebagai komentar yang absah.
9) Untuk melihat Keterkaitan Program Pelatihan
Hampir-hampir tidak mungkin untuk dapat melakukan penilaian yang hasilnya dapat dipercaya terhadap
keefektifan kerja dari orang-orang yang pernah mengikuti suatu program pelatihan dalam melakukan
pekerjaan-pekerjaannya, kecuali bila ada patokan atau standar yang tepat, jelas dan objektif. Tujuan
pelatihan yang dirumuskan dengan baik merupakan patokan atau standar dasar yang tepat untuk
mengetahui hal tersebut.
10) Menjadi Persyaratan Program Pelatihan Di Tempat Kerja
Tujuan pelatihan yang dirumuskan dengan baik, akan memberikan suatu gambaran yang jelas mengenai
pengetahuan dan ketrampilan yang diraih dan dimiliki oleh para tamatan suatu program pelatihan yang
didemontrasikan oleh mereka dalam pekerjaan pekerjaannya. Penampilan-penampilan yang mereka
perlihatkan itu akan mempermudah untuk mengembangkan program pelatihan yang khas dan realistik di
tempat kerja.
11) Menjadi Persyaratan Kontrak dalam Pelatihan
Tujuan pelatihan yang dirumuskan secara tepat dapat digunakan untuk menentukan persyaratan bagi
para instruktur dari pihak kontraktor, bilamana pelatihan itu akan diselenggarakan di luar lingkungan
suatu organisasi atau lembaga. Tujuan pelatihan yang dirumuskan dalam bentuk perilaku dapat
dikomunikasikan secara tepat kepada kontraktor, mengenai output apa yang harus diproduksi oleh
pelatihan. Langkah seperti itu, tidak hanya akan memberikan suatu kesempatan yang lebih baik untuk
memperoleh hasil pelatihan yang diinginkan, melainkan juga akan mengurangi bahaya pemborosan
dana. Ringkasnya, dengan tujuan pelatihan yang bersifat perilaku, akan memudahksn untuk memonitor
kemampuan kontraktor.
2. Klasifikasi dan Bentuk Tujuan Pelatihan
Tujuan pelatihan merupakan suatu pernyataan yang melukiskan perubahan-perubahan perilaku atau
kemampuan yang diinginkan sebagai hasil dari kegiatan belajar mengajar.

a. Klasifikasi Tujuan Pelatihan


Tujuan pelatihan mungkin saja bisa diklasifikasikan dalam berbagai cara yang berbeda. Salah satu cara
ialah mengklasifikasikan tujuan pelatihan kepada dua kategori, yaitu (1) tujuan utama pelatihan; dan (2)
tujuan penunjang pelatihan.
Tujuan Utama Pelatihan. Tujuan utama pelatihan merupakan faktor sentral dan sangat menentukan
dalam suatu sistem pelatihan. Dia akan memberikan kebermaknaan, kejelasan dan keterpaduan
terhadap semua kegiatan belajar mengajar dalam pelaksanaan suatu program pelatihan.
Tujuan Penunjang Pelatihan. Biasanya tujuan penunjang pelatihan itu merupakan inti dari suatu pelajaran
individual. Bilamana tujuan utamanya sdalah pembinaan kemampuan melakukan wawancara, maka
tujuan penunjangnya mungkin menyangkut kemampuan untuk menggugah, untuk menyiapkan skala
penilaian, untuk menciptakan hubungan, dan sebagainya.
b. Bentuk-Bentuk Perumusan Tujuan Pelatihan

c. Kriteria Pemilihan Tujuan Pelatihan


Ada sepuluh kriteria yang dijadikan pedoman untuk memilih tujuan-tujuan pelatihan, yaitu:
1) Kriteria Universalitas
Pembobotan pelatihan hendaknya diletakkan pada pembinaan keterampilan yang dikaitkan dengan
pengetahuan pendukung dan pengontrolan emosional, yang diperlukan oleh pekerja dalam pekerjaan-
pekerjaan tertentu, tanpa menghiraukan di mana hal itu terjadi.
2) Kriteria Kesukaran
Pelatihan hendaknya memberikan penekanan pada isi atau keterampilan yang terbilang sukar uatuk
dipelajari dan diperoleh secara maadiri oleh para tenaga kerja, kecuali melalui jalur pelatihan yang
dilakasakan oleh para instruktur yang kompeten.
3) Kriteria Kepentingan
Kriteria kepentingan ini mempertanyakan soal: Bagaimana apakah ketrampilan itu memang penting?
praktek pekerjaan itu benar-benar memerlukannya? Apa yang akan terjadi, jika pekerja itu tidak
berpengetahuan atau berketerampilan yang dipersyaratkan? Sampai sejauh mana pengaruh kekurangan
pengetahuan atau keterampilan ini terhadap cara bekerja, produk, perlengkapan atau citra organisasi
atau lembaga yang bersangkutan?
4) Kriteria Frekuensi
Terbilang tepat bila pelatihan itu mengajarkan suatu cara yang paling baik untuk menghasilkan sesuatu,
yang dapat dilaksanakan secara lebih efisien dan lebih mampu menciptakan keajegan kualitas produk
atau jasa yang dihasilkan itu.
5) Kriteria Kepraktisan
Dalam pelatihan perlu ditetapkan apakah waktu, uang dan sumber-sumber lainnya yang telah digunakan
untuk membina keterampilan atau pengetahuan itu benar-benar sepadan dengan peningkatan
kemampuan kerja.
6) Kriteria Ketercapaian
Tujuan pelatihan harus sesuai dengan kecakapan peserta setelah melakukan pelatihan.
7) Kriteria Kualitas
Tujuan pelatihan yang harus dipilih itu hendaknya yang mencerminkan keterampilan dan patokan yang
layak dapat diterima daripada tujuan pelatihan yang berada di bawah atau di atas persyaratan pekerjaan.
8) Kriteria Kekurangan
Penekanan pelatihan harus diletakkan pada peningkatan keterampilan dan pengetahuan yang benar-
benar secara terus- menerus diperlihatkan oleh para pekerja menjauhi kelemahan yang sebelumnya
pekerja miliki.
9) Kriteria Penggunaan
Jarak waktu antara selesainya program suatu pelatihan dengan penggunaan keterampilan dalam
pekerjaan harus pula dipertimbangkan dalam melakukan pemilihan tujuan pelatihan. Sampai sejauh
mana terjadinya kemerosotan atau erosi ketrampil an para tamatan program pelatihan tersebut selama
jarak waktu itu,benar-benar harus diperhitungkan. Derajat erosi keterampilan itu akan memainkan
peranan yang ikut menentukan tahap pencapaian kualitas keterampilan yang diperlukan untuk
keberhasilan penyelesaian pelatihan.
10) Kriteria Kebertautan Pelatihan
Suatu program pelatihan harus disusun sedemikian rupa sehingga dia tetap akan bertautan dengan
setiap pelatihan berikutnya. Dengan perkataan lain, suatu program pelatihan yang pertama dan program
pelatihan berikutnya hendaknya saling berhubungan.
d. Prosedur Pemilihan Tujuan Pelatihan
Prosedur pemilihan tujuan pelatihan itu pada dasarnya terdiri dari empat langkah.
Pertama, mendaftarkan semua kewajiban dan tugas yang di isikan dalam bagian B dari Laporan Analisis
Pekerjaan. Ke dua, menilai setiap item dalam daftar kewajiban dan tugas dengan menggunakan setiap
kriteria yang telah ditetapkan. Nilai-nilai untuk setiap kriteria dilukiskan dalam Pedoman Penilaian
Kriteria. Ke tiga, menjumlahkan skor-skor untuk setiap kewajiban dan tugas dan menuliskan jumlah
tersebut dalam kolom Jumlah skor yang terdapat dalam Lembar Pemilihan Tujuan Pelatihan. Ke empat,
menetapkan prioritas pelatihan untuk setiap tugas. Prioritas ini ditunjukkan oleh ketentuan nomor prioritas
dalam kolom prioritas dari Lembar Pemilihan Tujuan Pelatihan.
e. Perumusan Tujuan Pelatihan
Aturan-aturan umum untuk merumuskan tujuan pelatihan dengan cara yang baik, harus diketahui oleh
para inrfcruktur pelatihan.
1) Pedoman Umum Untuk Merumuskan Tujuan Pelatihan
a) Hindarkanlah penggunaan kata-kata yang tidak lajim.
b) Jangan mengacaukan atau menyalahgunakan kata-kata.
c) Rumuskan secara singkat tapi tepat.
d) Ciptakanlah kesederhanaan.
e) Bacalah lagi apa yang telah dirumuskan.
2) Perkataan Yang Samar Dan Yang Jelas Yang Digunakan Dalam Merumuskan Tujuan Pelatihan
3) Ciri-Ciri Tujuan Pelatihan Yang Berpusat Pada Kemampuan
Ada tiga ciri utama dari tujuan-tujuan pelatihan yang berpusat pada kemampuan (Mager, 1962:12), yaitu:
a) Mengidentifikasi Perilaku Terminal
Identifikasi secara tepat apa yang seharusnya mampu dilakukan oleh peserta pelatihan di akhir suatu
satuan acara atau keseluruhan pelatihan.
b) Melukiskan Kondisi-Kondisi Kemampuan
melukiskan secara lengkap dan jelas mengenai kondisi-kondisi di mana peserta pelatihan harus mampu
untuk mendemonstrasikan perilaku yang diinginkan.
c) Mempunyai Seperangkat Kriteria Kemampuan Yang Dapat Diterima
Kriteria/patokan menetapkan persyaratan kemampuan minimal yang harus dimiliki oleh peserta pelatihan
untuk melaksanakan kewajiban, tugas atau elemen pekerjaan.
4) Prosedur Merumuskan Tujuan Pelatihan yang Berpusat pada Kemampuan
a) Langkah pertama. mengidentifikasi perilaku yang diinginkan. Inti dari suatu tujuan pelatihan yang
berpusat pada kemampuan, terletak dalam deskripsi perilaku yang dapat diamati.
b) Langkah kedua. menyatakan kondisi-kondisi yang diperlukan oleh perilaku yang akan dilakukan. Agar
kondisi itu mempunyai ciri-ciri yang dikehendaki , maka dia harus memenuhi butir-butir di bawah ini:
menetapkan secara tepat apa yang akan diberikan kepada peserta pelatihan bila dia
mendemonstrasikan perilaku;
menetapkan pembatasan;
mengidentifikasi peralatan, perlengkapan dan alat lainnya yang akan digunakan;
mendaftarkan referensi dan alat-alat bantu pekerjaan yang digunakan; dan
melukiskan kondisi lingkungan atau pisik yang khas.
c) Langkah ketiga, menyusun kriteria kemampuan yang dapat diterima. Maka perumusan kriteria itu
harus :
bersifat realistik dan dapat dicapai;
relevan dengan pekerjaan atau tugas;
menetapkan secara jelas tingkat pencapaian minimal yang dapat diterima;
menghindarkan penggunaan kata-kata yang tidak tepat, seperti efektif, dapat diterima, pantas, dan
yang lainnya; dan
dapat diukur.
5) Format Merumuskan Tujuan Pelatihan Dan Prosedur Mengisi Lembar Tujuan Pelatihan
Perumusan tujuan pelatihan yang berkaitan dengan komponen perilaku, kondisi dan kriteria, pada
umumnya dinyatakan secara terpadu dalam satu kalimat. Namun untuk mempermudah proses
peninjauan kembali terhadap perumusan tujuan pelatihan maka dipandang akan lebih praktis bilamana
ketiga komponen tersebut dinyatakan secara terpisah. Karena itu dengan tidak menghiraukan apakah
tujuan pelatihan itu dirumuskan untuk suatu pekerjaan, kewajiban, tugas, elemen atau keterampilan
penunjang.
Prosedur untuk mengisi lembar tersebut adalah sebagai berikut :
a) Masukkan pada setiap Lembar Tujuan Pelatihan Yang Berpusat Pada Kemampuan nama kewajiban
yang penting, nama tugas dan jumlah elemen, misalnya 1 dari 3 elemen.
b) Gunakanlah langkah-langkah pada Perumusan Tujuan Yang Berpusat Pada Kemampuan. Buat
perumusan secara terpisah untuk melukiskan perilaku, kondisi dan kriteria kemampuan untuk setiap
kewajiban, tugas dan elemen pekerjaan.
c) Tuliskan pada referensi penting sumber dokumen utama yang berkaitan dengan kewajiban, tugas
atau elemen.
3. Perencanaan pelatihan
Pada umumnya di dalam kelas pelatih melakukan banyak kegiatan yang merupakan bagian dari siasat
pelatihan. Pelatih sering kali berfungsi sebagai pemberi motivasi, penyaji informasi, pemimpin latihan dan
penguji. Pelatih membuat keputusan yang mempengruhi seluruh kelas maupun setiap peserta pelatihan.
Perencanaan memadukan semua pertimbangan yang mempengaruhi keberhasilan semua rangkaian
pelatihan.
Apabila seorang pelatih mengajarkan bahan pelatihan mengenai setiap pokok bahasan kepada peserta
pelatihan, ia harus mengadakan persiapan terlebih dahulu. Hal ini dimaksudkan agar proses pelatihan
dapat berjalan lancar sehingga tujuan yang ditetapkan dapat tercapai.
Yang utama bahan atau materi pelatihan merupakan bahan pengajaran yang dapat dipelajari sendiri oleh
peserta pelatihan.
a. Memilih materi pelatihan yang sesuai
Materi pelatihan dalam hubungannya dengan proses penyusunan pelatihan merupakan gabungan antara
pengetahuan, keterampilan dan faktor sikap. Selesai mengembangkan siasat pelatihan langkah
berikutnya menentukan apakah sudah ada material yang cocok dengan tujuan pelatihan. Siasat pelatihan
dapat digunakan untuk menentukan apakah bahan yang telah tersedia sudah memenuhi syarat, atau
perlu disesuaikan sebelum dipakai.
1) Menurut (Munandir. 1987:199-200) Penilaian bahan dilakukan guna menentukan apakah:
a) Cukup menarik,
b) Isinya sesuai,
c) Urutannya tepat,
d) Informasi yang dibutuhkan ada,
e) Ada soal latihan,
f) Jawaban latihan diberikan,
g) Terdapat tes yang sesuai,
h) Terdapat petunjuk lanjutan yang jelas untuk usaha perbaikan,
i) Latihan lanjutan, atau kemajuan peserta pelatihan secara umum,
j) Petunjuk bagi peserta pelatihan yang mengarahkan mereka dari satu kegiatan yang lain.
b. Menentukan materi pokok pelatihan.
Dalam menentukan materi pokok pelatihan harus dipertimbangkan:
1) Relevansi materi pokok;
2) Tingkat perkembangan fisik, intelektual, emosional, sosial, dan spiritual peserta pelatihan;
3) Kebermanfaatan bagi peserta pelatihan;
4) Struktur keilmuan;
5) Kedalaman dan keluasan materi;
6) Relefansi dengan kebutuhan peserta pelatihan dan tututan lingkungan;
7) Alokasi waktu.
c. Kriteria dalam mengembangkan kegiatan pelatihan:
1) Kegiatan pelatihan disusun bertujuan untuk memberikan bantuan kepada para pelatihan, khususnya
pelatih agar mereka dapat bekerja dan melaksanakan proses pelatihan secara profesional sesuai dengan
tuntutan kurikulum.
2) Kegiatan pelatihan disusun berdasarkan atas satu tuntutan Kompetensi Dasar secara utuh.
3) Kegiatan pelatihan memuat rangkaian kegiatan yang harus dilakukan oleh peserta pelatihan secara
berurutan untuk mencapai Kompetensi Dasar.
4) Kegiatan pelatihan terpusat pada peserta pelatihan (student-centered). Pelatih harus selalu berpikir
kegiatan apa yang bisa dilakukan agar peserta pelatihan memiliki kompetensi yang telah ditetapkan.
5) Materi kegiatan pelatihan dapat berupa pengetahuan, sikap, dan keterampilan.
6) Perumusan kegiatan pelatihan harus jelas memuat materi yang harus dikuasai untuk mencapai
Kompetensi Dasar.
7) Penemuan urutan langkah pelatihan sangat penting artinya bagi kompetensi dasar yang memerlukan
prasyarat tertentu.
8) Pelatihan bersifat spiral (terjadi pengulang-pengulangan pelatihan materi tertentu).
9) Rumusan pernyataan dalam kegiatan pelatihan minimal mengandung dua unsur penciri yang
mencerminkan pengelolaan kegiatan pelatihan peserta pelatihan, yaitu kegiatan (terlatih dan pelatih ) dan
obyek belajar.
d. Prinsip-prinsip penyusunan bahan pelatihan.
Dalam rangka mewujudkan bahan pelatihan yang tepat sasaran khususnya ketercapaian penguasaan
kompetensi peserta, sejumlah prinsip memang perlu diperhatikan pelatih dalam menyusun bahan
pelatihan. Prisip-prinsip itu adalah:
1) keaslian dan validitas. Materi pelatihan dikatakan asli/otentik apabila materi tersebut menggambarkan
pengetahuan, ketrampilan, dan sikap yang benar-benar digunakan atau dapat dijumpai dalam komunikasi
atau dalam kehidupan nyata. Keaslian materi ini juga mempengaruhi kadar validitasnya, semakin otentik
materi, semakin dapat dipercaya kebenaranya.
2) Tingkat kepentingan materi. Materi pelatihan yang dipilih hendaknya benar-benar penting bagi
Pelatihan dalam meningkatkan kompetensi mereka. Materi yang disusun diharapkan mampu mencapai
sasaran minimal indikator-indikator pelatihan.
3) Keterbelajaran. Materi yang dipilih dan dikembangkan dalam pelatihan hendaknya benar-benar dapat
dipelajari oleh peserta.
4) Keajegan/konsisten. Materi yang disiapkan pelatih hendaknya taat dengan kompetensi yang hendak
dicapai.
5) Kebermanfaatan. Materi-materi yang dihadirkan di kelas hendaknya benar-benar bermanfaat untuk
hidup mereka. Mater-materi yang dapat langsung dimanfaatkan dalam kehidupan mereka akan sangat
membantu penguasaan keterampilan peserta.
6) Keberagaman. Bahan/materi pelatihan yang beragam akan membantu peserta untuk memahami
berbagai jenis teks dan akan memperkaya mereka dengan beragam informasi yang terkandung dalam
materi. Selain itu, bahan yang beragam akan semakin memotivasi pembelajar dan mengurangi
kebosanan peserta.
7) Kemenarikan. Kemenarikan materi dapat dilihat dari aspek penampilan dan isi. Penampilan materi
yang menarik (dilengkapi dengan gambar, grafik, warna, dan bagan) akan mempengaruhi peserta untuk
mempelajarinya. Isi materi dikatakan menarik bila sesuai dengan tingkat umur, minat, perkembangan
kognitif, dan perkembangan psikologisnya.
8) Kebermaknaan. Materi yang bermakna adalah materi yang dikembangkan sesuai kebutuhan peserta,
memungkinkan mereka dapat mengungkapkan ide,pikiran, gagasan, perasaan, dan informasi kepada
orang lain, baik secara lisan maupun tertulis.
Dari delapan prinsip di atas dapat disederhanakan menjadi tiga prinsip.: Pertama, prinsip relevansi
artinya keterkaitan. Materi pelatihan hendaknya harus relevan atau ada kaitan atau ada hubungannya
dengan pencapaian standar kompetensi dan kompetensi dasar. Kedua, prinsip konsistensi artinya
keajegan. Jika kompetensi yang harus dikuasai peserta pelatihan empat macam, maka bahan ajar yang
harus diajarkan juga harus meliputi empat macam. Ketiga, prinsip kecukupan ialah materi yang diajarkan
hendaknya cukup memadai dalam membantu peserta pelatihan menguasai kompetensi dasar yang
diajarkan. Materi tidak boleh terlalu sedikit dan tidak boleh terlalu banyak. Jika terlalu sedikit akan kurang
membantu mencapai standar kompetensi dan kompentensi dasar. Sebaliknya, bila terlalu banyak akan
buang-buang waktu dan tenaga yang tidak perlu untuk mempelajarinya (Depdiknas, 2006: 6-7).
e. Seleksi dan pengorganisasian materi. Dalam melakukan seleksi dan pengorganisasian materi
hendaknya diperhatikan:
1) Materi pelatihan hendaknya diseleksi dengan memperhatikan karakteristik peserta pelatihan dan
lingkungan peserta pelatihan berada. Tujuan pembelajaran yang ingin dicapai melalui materi tersebut.
Pemilihan materi pembelajaran hendaknya didasarkan atas prinsip-prinsip berikut ini.
2) Kebenaran materi. Sangatlah penting bagi para pelatih untuk membekali peserta pelatihan dengan
materi pelatihan yang benar dilihat segala aspeknya. Pelatih hendaknya senantiasa berupaya
menjauhkan aspek-aspek kekeliruan dari materi pelatihan. Beberapa kajian psikologis menegaskan
bahwa sangatlah sulit melepaskan kekeliruan yang tertanam dalam diri peserta pelatihan melalui
kegiatan pelatihan.
3) Kesesuaian materi dengan tingkat intelektual peserta pelatihan. Materi tidak boleh berada di atas
jangkauan penalaran peserta pelatihan, sehingga menyulitkan mereka dalam memahaminya, dan jangan
pula terlampau mudah, sehingga tidak menarik perhatian peserta pelatihan. Para peserta pelatihan,
misalnya, mengalami kesulitan untuk memahami konsep analisis tata ruang. Karenanya, hal itu tidak
sepatutnya disajikan kepada mereka pada kelas-kelas permulaan.
4) Hendaknya materi pelatihan dikaitkan dengan kehidupan peserta pelatihan dengan lingkungan di
mana dia hidup. Peserta pelatihan yang duduk di kelas permulaan sebaiknya disuguhi topik tentang diri
dan keluarganya yang setiap hari dijumpainya.
5) Pemilihan materi juga harus diselaraskan dengan alokasi waktu. Materi jangan terlalu panjang,
sehingga membosankan peserta pelatihan dan menyulitkan mereka. Sebaliknya, materi jangan pula
terlampau pendek, sehingga mereka dapat memahaminya dalam waktu singkat dan waktu tersisa
digunakan secara tidak produktif.
6) Hendaknya materi disusun dalam urutan yang logis. Setiap bagian materi harus benar-benar berkaitan
dengan materi sebelumnya. Unit-unit materi hendaknya saling berkaitan dan bertaut serta terlihat jelas
benang merahnya.
7) Materi hendaknya terbagi ke dalam unit-unit utama. Setiap unit merupakan kumpulan dari unit-unit
yang lebih kecil daripada unit utamanya. Tujuan dari pembagian materi ke dalam beberapa unit ini ialah
agar pertama-tama pelatih dapat merancang kegiatannya, dan agar pelatih dapat membagi materi dari
kurikulum ke dalam satuan-satuan alamiah yang logis sebagai kegiatan harian, mingguan, atau
semesteran. Ini bukan berarti urutan materi itu harus sesuai dengan urutan dalam buku teks, sebab buku
disusun selaras dengan tuntutan percetakan, penulisan, dan penyusunan yang belum tentu sesuai
dengan kegiatan pelatihan.
8) Materi pelajaran yang baru hendaknya dikaitkan dengan pelajaran yang lama. Hal ini menuntut pelatih
untuk menghubungkan materi baru dengan materi lama. Sebaiknya pelatih menjadikan kesulitan pada
materi yang lalu sebagai bahan penyampaian materi yang baru.
Pemilihan materi pelatihan selanjutnya diorganisasikan menurut landasan dan prinsip-prinsip berikut.
1) Pelatih memilih bagian materi yang selaras dengan tingkat intelektual peserta pelatihan dan dengan
alokasi waktu yang tersedia.
2) Pelatih memilah materi ini ke dalam beberapa sekuens tentu saja di antara sekuens tersebut perlu
ada perhentian dan pada akhir dari setiap sekuens hendaknya ada masa yang dimanfaatkan untuk
mereviu sekuens sebelumnya.
3) Hendaknya pelatih memvariasikan ilustrasi dan contoh, sehingga tampak jelas keuniversalan dan
kekokohan teori atau prinsip yang diajarkan.
4) Hendaknya pelatih memfokuskan diri pada pokok-pokok yang dianggap penting bagi peserta pelatihan.
dia pun hendaknya beralih secara berangsur-angsur dari materi yang satu ke materi yang lain. Peralihan
hanya dilakukan jika peserta pelatihan telah mampu mencerna point sebelumnya. Pelatih jangan hanya
mementingkan penjelasan aneka hakikat, tetapi perlu menggali hapalan dan ingatan para peserta
pelatihan.
5) Hendaknya pelatih menjelaskan hubungan antara point yang satu dengan point yang lain, sehingga
dengan cara seperti itu materi pelatihan merupakan satu kesatuan yang utuh.
6) Perlu diperhatikan pelibatan peserta pelatihan dalam kegiatan pelatihan pada setiap kesempatan yang
ada, baik melalui cara bertanya atau diminta mengulangi atau menyebutkan materi yang telah
disampaikan. hal ini bertujuan untuk memotivasi peserta pelatihan agar mengerahan upayanya dalam
mencapai kebenaran dan agar mereka tidak mengalami kebosanan.
7) Pelatih perlu memilah antara peserta pelatihan yang cerdas dan yang normal, antara yang kuat dan
yang lemah. demikian pula pelatih hendaknya mendistribusikan pertanyaan kepada seluruh peserta
pelatihannya secara proporsional, di samping berupaya membangkitkan peserta pelatihan yang lemah.
f. Langkah-langkah penyusunan bahan pelatihan
Langkah-langkah pemilihan bahan pelatihan dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Mengidentifikasi aspek-aspek yang terdapat dalam standar kompetensi dan kompetensi dasar.
2) Sebelum memilih materi pembelajaran terlebih dahulu perlu diidentifikasi aspek-aspek standar
kompetensi dan kompetensi dasar yang harus dipaelajari atau dikuasai peserta pelatihan. Aspek tersebut
perlu ditentukan, karena setiap aspek standar kompetensi dan kompetensi dasar memerlukan jenis
materi yang berbeda-beda dalam kegiatan pelatihan.
3) Identifikasi jenis-jenis materi pelatihan
4) Materi pelatihan juga dapat dibedakan menjadi jenis materi aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Pelatihan aspek kognitif secara terperinci dapat dibagi menjadi empat jenis, yaitu: fakta, konsep, prinsip
dan prosedur.
5) Memilih jenis materi yang sesuai dengan standar kompetensi dan kompetansi dasar
Hal yang dapat dilakukan berkaitan dengan pemilihan jenis materi ini adalah:
1) Mengidentifikasi apakah termasuk fakta, konsep, prinsip, prosedur, afektif, atau gabungan lebih
daripada satu jenis materi, hal ini memudahkan pelatih dalam pelatihan.
2) Memilih jenis materi yang sesuai dengan aspek-aspek yang terdapat dalam standar kompetensi dan
kompetensi dasar.
Cara yang paling mudah untuk menentukan jenis materi pelatihan yang akan diajarkan adalah dengan
jalan mengajukan pertanyaan tentang kompetensi dasar yang harus dikuasai peserta pelatihan.
g. Memilih sumber bahan pelatihan
Masalah cakupan atau ruang lingkup, kedalaman, dan urutan penyampaian materi pelatihan penting
diperhatikan. Materi pelatihan dapat kita temukan dari berbagai sumber seperti buku pelatihan, majalah,
jurnal, koran, internet, media audio-visual, dan sebagainya.
1) pemilihan dan pengembangan media. Media pelatihan merupakan bagian perencanaan pembelajaran
yang mengarah pada ketercapaian kompetensi peserta. Media memiliki peran penting dalam pelatihan.
Peran itu antara lain:
(a) media sebagai sarana pembentuk konstuksi pemahaman pelatihan terhadap suatu materi,
(b) media sebagai alat bantu menciptakan suasana pelatihan yang lebih efektif, dan
(c) media sebagai pendukung ketercapaian tujuan pelatihan yang keberhasilanya ditentukan oleh
pemilihan dan penggunaan media pelatihan oleh para pelatih .
2) Para ahli mendefinisikan media pelatihan berbeda-beda. Pada dasarnya media pelatihan merupakan
bagian:
(a) sarana pelatihan berupa alat fisik (manusia, materi, peristiwa),
(b) berisi pesan pelatihan,
(c) mampu menciptakan komunikasi efektif atara peserta dengan materi pelatihan, dan
(d) mampu mendukung ketercapaian tujuan pelatihan.
3) Jenis-jenis media pelatihan
Media Pelatihan dibagi menjadi enam kategori, yaitu:
(a) Media yang tidak diproyeksikan. Meliputi: papan tulis, papan flip, grafik, peta, gambar, realia, model
tiruan, papan pameran, dan diorama.
(b) Media yang diproyeksikan. Meliputi: OHP, slide, dan proyektor.
(c) Media audio. Meliputi: pita kaset, rekaman piringan, dan compact disc.
(d) Media film dan video (audio-visual). Berupa kaset video (DVD dan sejenisnya) yang memuat
pengkisahan (film).
(e) Multimedia. Menyangkut dengan koleksi berbagai tipe media yang terikat dalam satu topik tertentu.
Misal, modul pembelajaran yang berupa teks berisi soal-soal dilengkapI dengan gambar dan program
powerpoint.
(f) Media berbasis komunikasi. Diantaranya teleconference, dan kuliah jarak jauh (telelecture).
4) Pemilihan media pelatihan.
Terdapat ada enam dasar penentuan pemilihan media pelatihan. Dasar ini dikenal dengan ACTION
berikut ini penjelasanya:
(a) Akses. Kesempatan yang luas bagi peserta pelatihan untuk memperoleh pelatihan yang
memungkinkan bukan hanya menggunakan salah satu pendekatan atau media akan tetapi dengan
menggunakan pendekatan dan media yang beragam.
(b) Biaya. Pemilihan media berhubungan dengan biaya pengadaan dan penggunaan media, termasuk
kemudahan memperoleh dan menggunakan media.
(c) Teknologi. Pemilihan media juga dengan mempertimbangkan aspek teknologi baik dilihat dari
kemudahan penggunaannya maupun kemungkinan hambatan baik karena sistem penggunaan maupun
kelemahan sumber daya manusia untuk mengoperasikannya.
(d) Aspek interaktif. Penggunaan media harus mendukung penuh proses interaksi dengan penekanan
pada kemampuan belajar aktif peserta pelatihan sendiri maupun interaksi antara peserta pelatihan dan
peserta pelatihan dengan sumber belajar baik pelatih maupun nara sumber lainnya yang mendukung
proses pelatihan.
(e) Pengorganisasian. Penggunaan media juga harus mempertimbangkan kemudahan dalam
penggunaan serta pengorganisasian hasil pelatihan maupun dukungan pada pengorganisasian materi
pelatihan pada sistem yang sudah ada pada peserta pelatihan.
(f) Kebaharuan. berkaitan dengan perkembangan media pelatihan yang baru. Pelatih perlu mengetahui
perkembangan media pelatihan yang baru dengan maksud meningkatkan motivasi dan ketertarikan
peserta pelatihan dalam belajar. Penggunaan alat yang baru akan menambah pemahaman peserta
pelatihan tidak perlu media mahal dan canggih paling tidak peserta pelatihan mendapatkan variasi media
dalam pelatihan di kelas. Berhubungan dengan relasi koordinasi atara pelatih dan pihak penyelenggara
pelatihan dalam memanfaatkan fasilitas media pelatihan yang ada di lokasi pelatihan. berkaitan dengan
penciptaan komunikasi dua arah antara media dengan materi pelatihan serta pencapaian keterpahaman
peserta pelatihan. berhubungan dengan ketersediaan media dan fasilitas pendukungnya.
Dasar pemilihan media menurut Arsyad (2007:75, melalui Rishe, 2007: 134)
(a) kemampuan lembaga dalam mendukung penyediaan media.
(b) kesesuaian dengan materi.
(c) karakteristik peserta pelatihan
(d) kemampuan dan sikap pelatih
(e) tujuan pelatihan
(f) interaksi/ strategi
(g) lokasi
(h) waktu
(i) kualitas alat
(j) kepraktisan
5) Penggunaan media pelatihan
Perlu adanya media yang digunakan dalam proses pelatihan adalah:
(a) media pelatihan dapat menarik perhatian pelatihan.
(b) media pelatihan dapat dijadikan sarana mengingat materi pelatihan yang lalu.
(c) media pelatihan dapat mempermudah peserta pelatihan dalam pemerolehan materi yang baru dan
mengingat materi pelatihan yang lalu.
(d) media pelatihan merupakan sarana pendukung dalam menyediakan contoh-contoh materi yang dapat
divisualisasikan secara nyata di dalam kelas.
(e) materi pelatihan menciptakan suasana belajar yang lebih interaktif.
(f) media pelatihan dapat dijadikan untuk menilai kevektoran keseluruhan proses pelatihan yang diperoleh
melalui umpan balik nyata yang diperhatikan para pesertanya.
(g) media pelatihan membantu peserta dalam memperoleh gambaran utuh tentang suatu materi dan
kemudahan memahami materi.
(h) media pelatihan dapat dijadiakan sarana penilaian tugas pelatihan peserta pelatihan.
6) Langkah-langkah penggunaan media antara lain:
(a) mengidentifikasi materi pelatihan yang akan disampaikan.
(b) mengorganisasikan materi mana yang perlu menggunakan media pelatihan atau semua media
memerlukan media dalam kegiatan pelatihan.
(c) menentukan jenis media yang akan dipergunakan berkaitan materi pelatihan.
(d) memastikan media yang dipilih dapat dioperasikan oleh pelatih .
(e) menyusun materi pelatihan secara utuh kedalam media pelatihan (pemilihan gambar ilustrasi,
kemenarikan, unsur pendukung audio perlu diperhatikan).
4. Proses pelatihan
Bila pelatihan pada lingkungan pendidikan formal pelatih yang aktif, sebaliknya untuk kegiatan seperti
pelatihan aktivitas seharusnya bergeser pada peserta pelatihan. Untuk lebih mengaktifkan proses
pelatihan kita bisa mencoba proses pelatihan yang lebih inovatif. Caranya sederhana, kita baca beberapa
model proses pelatihan yang terdapat pada sejumlah buku sumber, lalu kita cobakan pada suatu proses
pelatihan dengan peserta pelatihan. Pada tahap awal mungkin belum berjalan sempurna, tetapi secara
bertahap prosesnya akan lebih efektif.
Setiap kita mencoba strategi baru dalam kegiatan pelatihan, kita perlu membuat catatan sebagai bahan
refleksi, sehingga kita bisa memahami model baru dan strategi pelatihan yang lebih efektif. Hal yang
paling penting kita pertimbangkan dari sejak awal adalah: memahami berbagai macam strategi melatih
yang baik, yang bisa membantu proses berlatih bagi peserta pelatihan. Untuk mencapai ini kita perlu
terus memperbanyak pengalaman dalam melatih. Hal penting lain yang harus kita ingat adalah: strategi
melatih yang cocok untuk suatu kelompok peserta pelatihan, belum tentu cocok untuk kelompok peserta
pelatihan lainnya. Strategi melatih yang cocok untuk suatu topik, belum tentu cocok untuk topik lainnya.
Ini artinya bahwa kita selalu harus selalu membaca signal, bahasa tubuh, atau respon dari peserta
pelatihan, saat kita menerapkan suatu pendekatan tertentu.
Terdapat sejumlah referensi tentang strategi melatih. Dalam bab ini akan dibahas pengelompokan
strategi melatih berdasarkan ukuran jumlah peserta pelatihan : Individu, kelompok kecil atau kelompok
besar. Dalam banyak kasus kita bisa menggunakan suatu strategi melatih, dalam strategi melatih lainnya.
Seperti yang sering kita lakukan dalam proses ceramah lalu kita pergunakan strategi tanya jawab.
Pada table di bawah ini akan di gambarkan strategi mana saja yang efektif dalam hubungannya dengan
domain atau tujuan pelatihan yang ingin di capai: Perubahan pengetahuan, sikap atau perilaku.

Strategi Melatih

Strategi
Melatih DOMAIN
Pengetahuan Sikap Perilaku
Rendah Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi
Ceramah VVV
Demonstrasi V V V V
Melatih dg.tim V V V
Diskusi V V V V
Debat V V V V
Bertanya dan menjawab V V V
Video V V V V V V
Seminar V V V V
Laboratorium/Workshop V V V V V V
Game V V V V
Branstorming V V
Studi lapangan V V V
Bermain peran V V V
Memecah kebekuan V V
Simulasi V V V V
Studi kasus V V
Projek dan penugasan V V V V VV
Tutorial V V VV
Beberapa faktor yang sangat menentukan strategi melatih
Penentuan strategi melatih yang akan kita gunakan, seharusnya disesuaikan dengan gaya berlatih
peserta pelatihan dan jenis ranah yang akan dilatih. Ada peserta pelatihan yang lebih efektif berlatih
sendiri, berlatih dalam kelompok kecil atau berlatih bersama-sama dalam kelompok besar. Karenanya
penentuan strategi melatih harus didasarkan pada ukuran jumlah peserta pelatihan dan ranah yang ingin
dirubah dari peserta pelatihan itu sendiri. Apakah perubahan pengetahuan, sikap atau perubahan
perilaku. Setiap strategi melatih akan efektif untuk ranah tertentu.
Strategi yang kita pilih dalam melakukan proses melatih, tergantung pula pada tujuan yang ingin dicapai
dari proses pelatihan tersebut. Sebagai contoh, jika tujuan melatihnya ditujukan dalam upaya
meningkatkan pengetahuan, maka pemilihan metode ceramah akan lebih cocok dibanding yang lainnya.
Jika tujuan yang ingin dicapai adalah perubahan sikap, maka pemilihan strategi melatih diskusi, debate,
dan bermain peran akan lebih cocok. Jika tujuan yang ingin dicapai adalah perubahan perilaku, maka
demonstrasi, workshop, dan simulasi, akan lebih cocok. Dalam realisasi di lapangan, seringnya berbagai
strategi melatih tersebut dipadukan, sesuai dengan ranah yang dijadikan tujuan perubahan. Misalkan
dalam suatu paket pelatihan, awalnya menggunakan ceramah untuk memberikan penjelasan singkat
tentang suatu infomasi, pada tahap berikutnya dipadukan dengan diskusi kelompok kecil, diskusi
kelompok besar atau proses tanya jawab. Pelatih yang baik, tidak akan langsung menjawab suatu
pertanyaan, sebelum menggali pengetahuan peserta pelatihan.
Menentukan Strategi Melatih
Strategi Pelatihan dipengaruhi oleh besarnya peserta pelatihan. Yang dimaksud dengan ukuran jumlah
peserta pelatihan adalah: Kelompok besar jika peserta pelatihannya lebih dari 20 orang, Kelompok kecil,
jika jumlah peserta pelatihannya di antara 5-20 orang, Individual, jika jumlah peserta pelatihan kurang
dari 5 orang. Untuk setiap besaran peserta pelatihan, memiliki strategi Pelatihan yang efektif tersendiri.
Sebagai contoh, untuk proses mengajar Individual akan lebih efektif menggunakan : Projek/penugasan,
tutoring, dan berlatih mandiri. Untuk ukuran kelompok kecil, lebih efektif menggunkan metode diskusi,
yang sering kita sebut diskusi kelompok kecil. Tetapi untuk kelompok kecil ini juga sering digunakan
variasi beberapa metode, pada tahap awal digunakan ceramah (5 menit), kemudian di susul dengan
tanya jawab dan akhirnya disusul dengan metode Diskusi Kelompok Kecil atau Kerja Kelompok. Untuk
ukuran Kelompok Besar, lebih cocok dan efektif menggunakan metode ceramah dan demonstrasi. Dari
hasil penelitian beberapa ahli menujukan hasil sebagai berikut :
Metode kerja pada kelompok kecil, memiliki skor tertinggi untuk kualitas melatih yang didasarkan pada
pemilihan berlatih mandiri dan proyek. Sedangkan ceramah, memiliki skor qualitas yang paling rendah.
Ukuran penilaian kualitas tersebut di tentukan berdasarkan pada faktor penilaian: Hasil berlatih individu,
hubungan antar individu Keaktifan kelompok dan tingkat kreativitas kelas
Penentuan Strategi Melatih, berdasarkan pada kebutuhan dan karateristik peserta pelatihan. Setiap
peserta pelatihan memiliki karateristik berlatih yang berbeda-beda. Ada peserta pelatihan yang lebih
cocok dengan berinteraksi langsung dengan Pelatih dan peserta pelatihan lain. Ada juga peserta
pelatihan yang hanya memanfaatkan kelompok berlatih untuk mengumpulkan informasi saja, sedangkan
proses berlatihnya lebih efektif berlatih sendiri. Ada peserta pelatihan lain, lebih cocok berlatih dengan
cara membaca dan mendengar, sedangkan peserta pelatihan lain lebih cocok dengan penerapan
langsung dari pengetahuan yang diperolehnya.
Karena setiap peserta pelatihan memiliki karateristik berlatih yang berbeda-beda, maka seorang pelatih
yang bijak, akan memadukan berbagai metode melatih, sehingga bisa melayani karateristik semua
peserta pelatihan. Kita bisa memulai proses melatih dengan ceramah, kemudian disusul dengan diskusi
kelompok kecil, dan diakhiri dengan tugas penerapan hasil latihan oleh setiap individu peserta .
Partisipasi peserta pelatihan. Tingkat partisipasi peserta pelatihan, adalah faktor yang sangat penting
dalam proses pelatihan. Tingkat partisipasi peserta pelatihan sangat tergantung kepada pemilihan
metode pelatihan. Diskusi, bermain, simulasi, tutorial, projek, memiliki tingkat partisipasi yang lebih tinggi
dibanding dengan metode melatih lainnya. Sedangkan ceramah memiliki tingkat partisipasi yang sangat
rendah.
Bagaimana cara yang cepat untuk memahami karateristik peserta?
Cara mengidentifikasi karateristik peserta pelatihan, sebagai berikut : (1) Tanyakan pada setiap peserta
pelatihan, metode apa yang paling mereka sukai dalam proses pelatiha. (2) Cobakan beberapa metode
melatih dan amati langsung reaksi dan bahasa tubuh dan gerak gerik dari setiap peserta pelatihan dalam
menghadapi metode melatih tersebut.
Dari hasil pengamatan bisa ditangkap beberapa reaksi dan bahasa tubuh yang bisa ditangkap dari
peserta pelatihan. Beberapa kenyataan yang sering terlihat: (1) Peserta pelatihan terlihat senang atau
malah pasif. (2) Bagaimana respon peserta terhadap suatu isu yang sedang di bahas? (3) Berapa banyak
hal yang bisa dieksplor dari suatu metode melatih yang digunakan? (4) Berapa banyak ide-ide muncul
dari peserta pelatihan?
Dari hasi pengamatan berikut ini rengking tertinggi dari metode melatih yang paling disukai oleh peserta
pelatihan yang dapat dijadikan pertimbangan dalam melatih:
a. Kerja Kelompok
b. Permainan
c. Simulasi
d. Mengerjakan suatu projek tertentu
e. Diskusi kelompok
f. Buzz Groups/diskusi kelompok kecil untuk suatu issue dengan waktu yang pendek
g. ceramah
h. studi kasus
i. belajar lapangan
Pertimbangan Motivasi Berlatih Peserta pelatihan. Pertimbangan lain dalam menentukan strategi melatih
yaitu motivasi berlatih dari peserta pelatihan. Motivasi merupakan faktor pendorong seseorang untuk
berlatih baik yang datangnya dari dalam maupun dari luar. Idealnya peserta pelatihan harus memiliki
motivasi berlatih sebagai bagian dari untuk memperkaya diri melalui penambahan pengetahuan,
peningkatan sikap dan keterampilan. Sebaliknya motif yang datangnya dari luar umumnya tidak bertahan
lama, sehingga untuk mengekalkannya perlu pendekatan dan pengenalan sehingga peserta pelatihan
memiliki perubahan motif berlatihnya yang semula hanya didasarkan pada tuntutan dari luar dirinya
menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari usaha untuk memperoleh pengetahuan.
Secara umum keseluruhan strategi melatih tersebut harus mempertimbangkan hal-hal berikut, seperti di
bawah ini.
Aspek yang perlu dipertimbangkan dalam memilih Strategi Melatih Catatan Penting
Tujuan Pelatihan Jenis ranah yang ingin dirubah serta tingkat ranahnya, sangat perlu untuk
dipertimbangkan.
Ukuran dan Jumlah Peserta pelatihan Metode yang berbeda, akan lebih cocok dan efektif untuk ukuran
kelompok berlatih yang berbeda juga.
Jenis kebutuhan dan karateristik peserta pelatihan Kebutuhan peserta pelatihan dan karateristik berloatih
setiap peserta pelatihan, harus dipertimbangkan sejak awal proses melatih.
Tingkat kemampun peserta pelatihan Kemampuan dan kecerdasan setiap peserta pelatihan sangat
berbeda. Hal ini perlu dipertimbangkan oleh pelatih dalam menentukan variasi metode melatih.
Motivasi peserta pelatihan Strategi yang cocok akan meningkatkan semangat berlatih dari peserta
pelatihan.

Syarat Ruangan yang diperlukan


Setelah memilih media pelatihan dan menentukan alat peraga yang sesuai dengan materi, tentukan
pemondokan atau lokasi pelatihan. Anda dapat pula menentukan ruangan berapa jumlah peserta yang
ikut serta pelatihan, maka anda harus menentukan luasnya ruangan, jumlah meja, kursi dan peralatan-
peralatan lainnya yang mendukung jalannya proses pelatihan. Umumnya seorang pelatih menerima
keadaan ruangan apa adanya, tetapi hal ini akan mempengaruhi pelatihan, karena kondisi ruangan akan
mempengaruhi konsentrasi dan kenyamanan selama proses pelatihan.
Ruangan yang baik untuk pelatihan adalah sebagai berikut :
a. Nyaman dan tenang
b. Luas ruangan sesuai dengan jumlah peserta
c. Ventilasi ruangan yang cukup
d. Baik
e. Pencahayaan yang cukup baik

Penyusunan atau penataan kursi belajar

Meja Empat persegi panjang untuk 20 peserta

Meja bentuk U untuk peserta 30 0rang

Teater atau sekolah- Tipe tempat duduk untuk banyak peserta


Boards/Papan
Papan lebih umum digunakan sebagai media pelatihan. Papan lebih mudah digunakan dan selalu
tersedia dalam ruang pelatihan, 99% proses pelatihan lebih banyak menggunakan papan .
Beberapa model papan data yang digunakan :
a. Papan tulis
b. Whiteboard
c. Layar
d. Papan magnit
e. papan bagan atau carta
Papan penyajian lebih mudah digunakan, hal ini dikarenakan lebih mudah didapatkan dengan alasan :
a. Selalu tersedia
b. mudah digunakan oleh pelatih dan peserta
c. serbaguna
d. praktis
e. murah
f. mudah dibersihkan

Chart( Bagan/carta)
Bagan atau carta adalah serangkaian gambar/uraian singkat yang tersusun rapi dan berbentuk lambang-
lambang visual yang menunjukkan perbandingan, perbedaan, proses kerja dari awal sampai akhir suatu
kejadian. Bagan umumnya menyampaikan pesan melalui saluran visual (indera lihat) atau mata. Ada
beberapa hal yang harus diperhatikan dalam membuat bagan :
a. Bagan harus berisikan suatu informasi yang nyata dan dapat dilihat
b. Harus mudah dimengerti
c. Harus sederhana
Manfaat dari bagan:
a. merangkum suatu keterangan secara sederhana
b. memperlihatkan hubungan antara data yang satu dengan data yang lain secara jelas dan mudah
c. mendorong peserta berpikir secara kritis/analitis.
Handouts
Seorang pelatih dapat menyusun bahan pelatihan berupa bahan bacaan jelas atau panjang, jadi pelatih
kreatif membuat rangkuman agar mempermudah peserta membaca materi.
Bahan bacaan cukup baik digunakan dengan alasan :
a. Menunjukkan materi pelatihan
b. memberi masukkan arahan materi yang berkaitan ( memperluas wawasan)
c. bacaan yang jelas
d. dapat dijadikan lembar kerja
e. memberikan tambahan informasi
Overhead Projector
OHP sangat mudah dikenal dan manfaatnya sangat baik sebagai audio visual dalam dunia pendidikan
saat ini. Alat ini sangat sederhana.
Kentungan penggunaan OHP adalah sebagai berikut ;
a. OHP/LCD memiliki keunikan dalam bentuk sehingga disukai oleh banyak orang terutama pelatih
b. Lampu cukup terang dan gambar jelas walau di dalam ruangan yang tidak gelap
c. OHP/LCD mudah dioperasionalkan oleh pelatih atau peserta.
Pengunaan OHP/LCD digunakan dengan transparansi berupa tulisan atau gambar atau dengan
menggunakan program Power point yang tedapat pada soft ware.
OHP/LCD dapat digunakan pada semua jenis dan jenjang pendidikan, kantor, jawatan, maupun lembaga
pemerintahan ataupun non pemerintah.
Pembuatan transparansi :
Bahan belajar ditik dengan komputer kemudian di fotocopy pada transparansi
Kertas transparansi ditulis dengan pena khusus tinta anti cair atau sulit dihapus yang memiliki ukuran
mata pena.
Tinta pena berwarna
Program Slide
Istilah slide mengandung arti suatu fotografi berukuran kecil dan tembus cahaya (transparan).
Penggunaan slide tidak mengandung arti apabila tidak menggunakan proyektor (Slide Projector) yang
berfungsi untuk memantulkan gambar yang tersimpan dalam klise atau slide tadi ke layar.
Keuntungan penggunaan slide :
Slide lebih fleksibel, bila dibandingkan dengan film-strip
Pelatih atau siapa saja yang memiliki kamera foto dapat menggunakan dengan baik
Gambar slide memiliki warna sesuai dengan obyek yang diabadikan.
Menimbulkan daya minat peserta untuk diskusi
Dapat digunakan dalam kelompok kecil, besar atau individual
Penggunaan slide telah dimodifikasi sedemikian rupa dengan penggunaan power point, merupakan
pengembangan dari slide
Filmstrip
Proyektor filmstrip adalah media pandang yang diproyeksikan (proyected visual). Penggunaan ini hampir
sama dengan proyektor slide, hanya filmstrip bentuk rol film yang tembus cahaya..
Keuntungan memakai film strip :
Tidak memerlukan ruangan gelap
Pemeliharaan tidak sulit serta pengoperasiannya tidak terlalu rumit
Harganya lebih murah, dibanding dengan film
Kecepatannya dapat diatur
Memilih alat bantu visual
Dalam bab ini telah dibicarakan banyak persamaan dan perbedaan dalam hal bentuk beberapa media
pandang/visual yang di proyeksikan seperti: OHP/LCD, Slide, dan Filmstrip. Dapat kita ketahui bahwa
perbedaan- perbedaan itu utamanya pada hal- hal lain) dan evaluasi yang menyangkut logistik,
perbedaan-perbedaan secara teknis, harga dan kegunaan.
Pada dasarnya media pandang yang diproyeksikan, hampir sama semuanya bila telah diproyeksikan
pada layar. Bagi para peserta atau yang memandang/menonton, dalam banyak hal tidak terdapat
perbedaan yang berarti (signifikan) di antara bentuk- bentuk ini (dalam arti pengaruhnya terhadap
pelatihan).
Evaluasi alat bantu
Penilaian (evaluasi) ini dimaksud untuk mengetahui apakah media yang dibuat tersebut dapat mencapai
tujuan- tujuan yang telah ditetapkan atau tidak. Media belajar yang dibuat dapat diketahui memberikan
hasil pelatihan yang lebih baik.
Ada dua macam bentuk evaluasi media yang dikenal yaitu evaluasi formatif dan evaluasi sumatif.
Evaluasi formatif adalah proses yang dimaksudkan untuk mengumpulkan data tentang efektifitas dan
efisiensi bahan-bahan pelatihan (termasuk ke dalamnya media) untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan.
Kegiatan evaluasi dalam program pengembangan media pelatihan akan dititikberatkan pada kegiatan
evaluasi formatif. Ada tiga tahapan evaluasi formatif yaitu evaluasi satu lawan satu (one to one), evaluasi
kelompok kecil (small group evaluation) dan evaluasi lapangan (field evaluation). Atas dasar itulah media
diperbaiki dan semakin disempurnakan. Melalui ketiga tahapan evaluasi dapat dipastikan kebenaran
efektivitas dan efisiensi media yang dikembangkan .
Meningkatkan Kemampuan Berlatih
Para ahli sepakat bahwa pelatihan perlu menggunakan sejumlah metode, teknik dan alat bantu. Dengan
demikian tidak benar pendapat satu cara untuk semua. Terdapat kesimpulan sementara bahwa metode
merupakan cara untuk menempuh jalan tol perkotaan, sedangkan alat bantu merupakan menu untuk
menempuh jalan tol tersebut.
Dalam menghadapi rumitnya pembelajaran, terdapat sejumlah saran mengenai peningkatan proses
pelatihan, seperti melalui merangsang sistem syaraf, penguatan, fasilitasi dan menggunakan andragogi.
Melalui usaha merangsang syaraf dilakukan dengan memberikan motivasi, yaitu memberikan motivasi
untuk merangsang syaraf dan minat untuk berlatih. Selanjutnya melalui penguatan (reinforcement)
penekanannya yaitu peningkatan hubungan antara peserta pelatihan dengan pelatih . Hal ini dilakukan
melalui pemberian kesempatan berlatih mandiri (umumnya dengan cara memberikan pekerjaan rumah),
menjadikan proses pelatihan memiliki manfaat langsung-sedangkan ketidakjelasan hasil berlatih
membuat peserta pelatihan diliputi ketidakpastian dan jelas catatan yang telah dicapai seseorang, selalu
memberikan penguatan dalam hal ini bukan hanya pengulangan akan tetapi lebih pada peningkatan.
Berlatih juga membutuhkan keragaman dan bukan hanya menggunakan salah satu cara atau metode.
Dari keseluruhan cara penguatan ini saling percaya antara satu peserta pelatihan dengan pelatih sebagai
jaminan adanya penguatan dalam proses pelatihan.
5. Evaluasi kegiatan pelatihan
Terdapat tiga hal yang berkaitan erat dengan evaluasi kegiatan pelatihan, yaitu menyangkut otonomi dan
akuntabilitas, pengembangan melatih sebagai kelanjutan dari tugas profesi dan implikasinya pada
evaluasi pelatihan
Otonomi dan Akuntabilitas. Evaluasi akan terus berkembang, karena semakin diterimanya dua konsep
yang berhubungan: otonomi profesional dan akuntabilitas. Otonomi berarti bahwa para profesional seperti
halnya pelatih dan penyuluh harus bebas untuk menentukan bagaimana mereka melakukan praktek
pelatihan sesuai standar yang ditetapkan. Publik semakin menuntut profesionalisme dalam menjalankan
tanggung jawab dalam pekerjaan.
Melatih sebagai profesi.
Kompetensi yang menjadi kewajiban pelatih, kita perlu mempertimbangkan (a) aspek-aspek yang
dibutuhkan untuk melatih materi pelatihan dan (b) aspek-aspek manajemen kelas dan kurikulum. Oleh
karena itu, tugas-tugas ini dapat dibagi kedalam (i) melatih dan (ii) tugas-tugas profesional lainnya.
Tugas-tugas melatih dapat dibagi kedalam enam elemen utama yang mencerminkan pekerjaan pelatih
yang beroperasi dengan peserta pelatihan:
a. Penyiapan:
1) Identifikasi kebutuhan-kebutuhan peserta pelatihan;
2) Analisa materi pelatihan kedalam sekuen logis;
3) Indikasi pelatihan peserta pelatihan yang diharapkan
b. Penyajian:
1) Implementasi metode-metode melatih terpilih
2) Pengenalan, pengembangan dan kesimpulan yang tepat
3) Penggunaan sumber-sumber berlatih secara efektif.
c. Hubungan Peserta pelatihan/Pelatih
1) Menjaga partisipasi peserta pelatihan dalam pelatihan;
2) Peningkatan iklim pelatihan yang memfasilitasi pelatihan.
d. Komunikasi
1) Penggunaan bahasa yang tepat
2) Penggunaan skill-skill efektif dalam komunikasi verbal dan non-verbal.
e. Penilaian Pelatihan
1) Membuat penilaian sejauh mana peserta pelatihan mencapai tujuan pelatihan yang telah ditetapkan.
f. Materi
1) Demonstrasi penguasaan materi;
Jika anda mengajak orang lain untuk mengevaluasi kinerja mengajar anda, maka anda dapat
menggunakan pro-forma seperti yang ditunjukan dalam Tabel 8.2.
Tugas-Tugas Profesional Lainnya
Melatih bukan hanya menghadapi peserta pelatihan atau penyiapannya, tetapi juga melibatkan banyak
aspek lainnya untuk membentuk profesional yang meluas. Tansley (1989) menegaskan mengenai tugas
profesional seorang pelatih atau penyuluh, yaitu: (1) Tugas manajerial dan administratif (2) Hubungan
dengan lembaga/organisasi lain (3) Tanggung jawab kemajuan peserta pelatihan (4) Tanggung jawab
pelatihan (5) Pengadministrasian pengujian yang dilakukan pada seorang peserta pelatihan.
Umpan Balik Pelatihan
Ada beberapa sumber yang dapat dijadikan umpan balik kinerja melatih sehingga kita memperoleh
keyakinan dari apa yang telah diajarkan. Umpan balik diperoleh dari peserta pelatihan, teman, dan
manajer atau tutor. Namun, semua orang ini harus memberikan anda umpan balik dalam cara yang
membantu anda dengan evaluasi diri sendiri. Mereka dapat memberikan informasi (data dan kesan) yang
sulit dikumpulkan oleh pelatih dengan hanya mengandalkan pada proses selama pelatihan. Sementara
itu diyakini bahwa satu-satunya evaluasi terbaik adalah melalui evaluasi-diri, walaupun ini memerlukan
keterampilan tersendiri.
Evaluasi materi pelatihan harus mengacu kepada tujuan pelatihan dan harus dilihat dari masukan, proses
dan keluaran.
Untuk mencapai kelengkapan menyangkut desain tujuan, anda perlu mempertimbangkan jenis-jenis
pertanyaan yang mungkin anda ajukan. Menurut Stufllebeam (1971) hal-hal yang perlu diperhatikan
dalam mengembangkan evaluasi adalah sebagai berikut: (1) Konteks: yaitu yang berhubungan dengan
tujuan kurikulum (2) Masukan: Elemen-elemen masukan berhubungan dengan peserta pelatihan, staf
dan sumber-sumber yang digunakan; (3) Proses: Ini berhubungan dengan ketepatan apa yang terjadi
pada pelatihan- bagaimana elemen-elemen input digunakan untuk mencapai tujuan dan sasaran; (4)
Produk: Ini berhubungan dengan hasil-hasil peserta pelatihan yang telah menjalani pelatihan dan apa
yang telah mereka pelajari. Menurut Stufflebeam evaluasi komprehensif harus menjawab pertanyaan-
pertanyaan yang berhubungan dengan setiap elemen.
Instrumen instrumen untuk Menilai Pembelajaran
Jika evaluasi berfungsi untuk memenuhi tujuan-tujuan yang telah anda lakukan, selanjutnya harus
dilanjutkan dengan observasi berkala, pengukuran dan pelaporan dan bagaimana pelajaran itu sedang
dilaksanakan memenuhi standar sesuai dengan tujuan pengembangan kurikulum.
Metode-metode untuk memperoleh informasi dapat berupa: kuesioner, checklist, kinerja peserta
pelatihan, dan program wawancara terstruktur.
Daftar cek.
Checklist dapat menjadi penuntun dalam mengingat kembali yang berguna untuk menjamin bahwa
pelatih telah merangkum semua bahan penting yang harus dilatihkan. Daftar cek dapat juga digunakan
sebagai dasar untuk mengembangkan kuesioner.
Kuesioner
Tujuan evaluasi ini adalah untuk memeriksa bagaimana peserta pelatihan menggunakan daftar buku-
buku bacaan untuk pelatihan. Bagaimanapun pemprogramannya, kuesioner haruslah mudah untuk
dijawab dan jangan terlalu panjang. Pertanyaan-pertanyaan perlu secara langsung berhubungan dengan
tujuan-tujuan apa yang ingin anda ketahui dan desainnya harus mudah untuk diikuti dan menarik. Telah
menjadi ketentuan dari setiap pertanyaan hanya memiliki satu subjek/pokok kalimat yang dipertanyakan.
Wawancara Terstruktur
Wawancara terstruktur, disiapkan sebagai dasar wawancara individual kepada sasaran anda. Dalam
wawancara terstruktur anda kemungkinan tidak dapat mencakup sebanyak mungkin aspek seperti dalam
kuesioner tetapi anda dapat mencakup soal secara lebih mendalam. Pertanyaan berikutnya tergantung
pada respon dari pertanyaan sebelumnya. Anda juga mendapatkan lebih banyak mendapat kontrol
terhadap respon-respon dimana anda dapat mengajukan pertanyaan untuk menjamin bahwa mereka
mengerti dan menjamin bahwa semua pertanyaan dijawab dengan benar.
Menilai Peserta pelatihan
Informasi mengenai seberapa baik pelatihan itu berlangsung, dapat diperoleh dari hasil-hasil penilaian
peserta pelatihan. Jika sebagian besar peserta pelatihan gagal pada ujian akhir, ini adalah informasi dan
pertanyaan yang perlu dipertanyakan mengenai mengapa hal ini terjadi. Hal ini tidak hanya dilakukan
pada akhir pelatihan. Jika peserta pelatihan berkinerja buruk (atau baik) pada tes-tes formatif anda, maka
ini juga merupakan informasi yang berguna mengenai keberhasilan pelatihan yang sedang dinilai.
Pengumpulan data dapat dalam jenis data kualitatif berhubungan dengan opini, atau data kuantitatif
ketika berhubungan dengan skala. Untuk tujuan perbandingan, lebih mudah untuk menarik kesimpulan
dari data kuantitatif daripada kualitatif. Untuk lebih menjamin dapat ditransfer menjadi skala maka data
kualitatif perlu dirubah menjadi data kuantitatif.
Menulis Laporan Evaluasi Pelatihan
Bagian penting dari proses evaluasi yaitu penyiapan laporan untuk disampaikan kepada pihak-pihak yang
terkait. Laporan biasanya memiliki empat divisi: pengantar, metodologi yang digunakan, penyajian dan
analisa data, kesimpulan dan rekomendasi. Format ini mencerminkan tahap-tahap proses evaluasi.
Pokok pokok di atas dapat diperluas menjadi sub-sub pokok yang dapat membantu anda untuk menulis
laporan. Sebelum memutuskan format terakhir, penting untuk bertanya pada diri anda sendiri mengenai
pemahaman laporan, dan bagaimana memberikan bukti bahwa rekomendasi itu demikian penting?

BAB IV
PENYULUHAN

A. Memahami Penyuluhan
Hakikat dari pembelajaran melalui penyuluhan adalah pembelajaran yang benar-benar asli, yang
merupakan pengembangan dari proses pembelajaran yang berkembang selama ini, kendati belum
sepenuhnya dipahami semua pihak akan tetapi merupakan merupakan nyawa dari pendidikan itu sendiri.
Penyuluhan juga dikenal demikian sederhana akan tetapi akan tetapi penampilannya demikian dipahami
secara utuh baik bagi mereka yang benar-benar memberikan perhatian khusus pada penyuluhan maupun
bagi mereka yang kurang memberikan perhatian khusus. Dalam banyak hal penyuluhan tidak
diperhatikan secara utuh akan tetapi bagi seorang profesional penyuluhan adalah merupakan bentuk
keragaman pendidikan dari upaya untuk mencerdaskan manusia.
Dalam skala rangking penyuluhan sendiri dapat diurutkan secara berjenjang sebagai berikut:
1. penyuluhan merupakan bentuk dari aplikasi sains yang bersumber dari sejumlah penelitian,
pengalaman yang beragam dan prinsip-prinsip yang relevan yang dihasilkan dari sains keperilakuan,
digabungkan dengan teknologi tepat guna berkembang menjadi kesatuan filsafat, prinsip, muatan dan
metode yang diarahkan pada pemecahan masalah yang berhubungan dengan pendidikan luar sekolah
terutama untuk pemuda dan orang dewasa;
2. penyuluhan merupakan bagian dari pendidikan yang bertujuan untuk melakukan perubahan perilaku
dan keterampilan orang-orang yang bergabung dalam penyuluhan;
3. penyuluhan didefinisikan sebagai proses pendidikan diarahkan dalam upaya memberikan pengetahuan
bagi penduduk pedesaan dalam upaya meningkatkkan keterampilan dalam meningkatkan kebermaknaan
dan membantu mereka dalam membuat keputusan sesuai dengan lingkungan sekitar dimana mereka
berada;
4. penyuluhan ditujukan dalam membantu penduduk pedesaan dalam melakukan perubahan yang
berkelanjutan dalam melakukan perubahan lingkungan fisik, kesejahteraan ekonomi dan sosial melalui
usaha perorangan dan kelompok. ditujukan untuk memungkinkan tersedianya untuk wilayah pedesaan,
sesuai dengan prinsip keilmuan dengan memberikan sejumlah informasi, pelatihan dan bimbingan dalam
upaya memecahkan masalah pertanian dan kehidupan diantara mereka;
5. pendidikan penyuluhan adalah kegiatan yang dilakukan diantara orang-orang dalam kegiatan yang
mudah dimengerti, bermuatan gagasan baru dan perbaikan teknologi mengenai praktek, dan
memberikan kemungkinan untuk memanfaatkannya dalam keseharian dalam upaya unutk memudahkan
peningkatan standar hidup melalui kemampuan merealisasikan diri dan usaha mandiri;
6. penyuluhan adalah sains yang bermuatan berbagai strategi perubahan pola perilaku manusia melalui
inovasi pengetahuan dan teknologi dalam upaya meningkatkan standar kehidupannya;
7. penyuluhan merupakan proses yang berkelanjutan yang dirancang dalam upaya memberikan
kesadaran pada orang-orang akan permasalahan serta berusaha untuk mencari pemecahan sendiri
dalam memecahkannya. Didalamnya tidak hanya menekankan pada pendidikan untuk menemukan
masalah dan metode akan tetapi memberikan aspirasi untuk mencapai kehidupan yang lebih baik;
8. penyuluhan pertanian merupakan jembatan penghubung antara penelitian dalam pertanian dengan
masyarakat petani melalui proses pembelajaran dan berbagai ragam pengorganisasian;
9. pendidikan penyuluhan merupakan sains terapan, pengetahuan yang memungkinkan untuk
dimanfaatkan dalam mengarahkan perubahan dalam keseluruhan perilaku manusia yang dmeikian rumit;
10. penyuluhan adalah proses pendidikan yang ditujukan untuk pengembangan individu, dimana melalui
proses ini penduduk pertanian pedesaan ditingkatkan kesadarannya melalui bantuan penyuluh dalam
upaya meningkatkan kondisi kehidupannya;
11. penyuluhan adalah upaya untuk mengajar orang-orang mengenai bagaimana berpikir, bukan
mengenai apa yang harus dipikirkan dana mengajar bagaimana orang-orang untuk memprkirakan secara
tepat mengenai kebutuhan dan menemukan cara untuk memecahkan permasalahan mereka dan
membantu mereka untuk memperoleh pengetahuan dan mengembangkan kepercayaan diri dalam
memenuhi kebutuhnnya;
12. penyuluhan merupakan pendidikan di luar sekolah dimana orang dewasa dan pemuda melakukan
pembelajaran sambil bekerja. Dalam proses ini terjadi kerjasama antara pemerintah, akademisi dan
orang-orang dalam memberikan pelayanan dan pendidikan yang dirancang dalam upaya memenuhi
kebutuhan orang-orang.
13. penyuluhan dan penyuluhan pertanian adalah merupakan metode atau sekumpulan metode dimana
praktek keilmuan dilaksanakan termasuk praktek dalam melakukan pemeliharaan tanaman;
14. pendidikan penyuluhan adalah upaya untuk melakukan pendidikan mengenai apa yang mereka
inginkan dan bagaimana bekerja dalam upaya memberi kepuasan pada mereka. Materi pendidikan bukan
hanya sebatas isi pendidikan akan tetapi lebih pada upaya untuk memenuhi sendiri kepuasan mereka
melalui kreativitas diri, meningkatkan kemauan dan keinginannya;
15. penyuluhan adalah pendidikan bagi orang dewasa di luar sistem sekolah yang menekankan pada
pilihan dan minat. Pendidikan ditujukan dalam upaya meningkatkan kebebasan mereka, melalui upaya
untuk membantu dalam memanfaatkan kebebasan untuk bertindak sesuai dengan dasar dari kehidupan
demokrasi.
Dari definisi di atas, pokok-pokok yang harus ditekankan meliputi:
1. pada kategori pengetahuan apa penyuluhan berada;
2. apa isi dari sebuah penyuluhan
3. apa hubungan antara penyuluhan dengan teknologi dan ilmu lain
4. siapa yang menjadi sasaran dari penyuluhan
5. apa metode, materi, prinsip dan filsafat yang ada dalam penyuluhan
Usaha untuk memberikan kepuasan pada definisi yang dikemukakan di atas akan selalu diusahakan,
akan tetapi definisi yang hampir lengkap adalah: pendidikan penyuluhan merupakan ilmu perilaku yang
mengikuti proses keberlanjutan, persuasi, dan memberikan pembedaan dari proses pendidikan. Tujuan
dari kegiatan ini yaitu mempengaruhi perilaku orang-orang sesuai dengan tujuan yang ditetapkan, melalui
pemberian keyakinan, komunikasi dan difusi, dengan menggunakan metode, prinsip dan filosofis yang
diarahkan pada keterlibatan dalam belajar baik peserta pelatihan maupun agen perubahan.

B. Filsafat penyuluhan
Filsafat umumnya dipergunakan untuk cakupan yang luas dan bersumber dari kebijakan, atau
pengetahuan mengenai sesuatu dan sumber keberadaannya baik teori maupun prakteknya. Filsafat
berusaha unutk memberikan jawaban akhir dari sebuah proses penyelidikan dan penelitian mengenai
segala sesuatu terutama untuk setiap pertanyaan yang sifatnya banyak kemungkinan dan segera setelah
tidak ada lagi keraguan sampai pada gagasan yang lebih nyata.
Filsafat penyuluhan didefinisikan dan diberikan interpretasi melalui berbagai cara sesuai dengan latar
belakang pemikirnya dan umumnya terdapat banyak sekali pemikiran yang beragam. Semua pemikiran
ini berupaya untuk mencapai gagasan dan kesimpulan yang komprehensif dengan memberikan
penekanan dari berbagai pemikiran yang dikemukakan berbagai ahli.
Dari berbagai pemikiran menekankan bahwa penyuluhan memiliki dasar mengenai pentingnya
perkembangan pribadi dalam rangka mendorong perkembangan masyarakat (pedesaan) yang
diharapkan memiliki imbas bagi perkembangan bangsa. Para penyuluh memiliki tugas untuk bekerja
dengan orang agar mereka mampu untuk membantu dirinya sendiri dan mampu mencapai kemajuan
dalam kehidupan. Secara bersama orang-orang menetapkan tujuan yang akan dicapai, yang bersumber
dari kenyataan dalam kehidupan, yang mengarahkan dirinya pada keterpenuhan kebutuhan secara
menyeluruh. Kemajuan yang dicapai orang-orang dengan demikian dapat beragam sesuai dengan
kebutuhan, minat dan kecakapannya. Melalui proses ini diharapkan memiliki pengaruh pada masyarakat
secara keseluruhan, sebagai dampak dari partisipasi dan pengembangan kepemimpinan.
Sehubungan dengan itu filsafat penyuluhan berkembang dalam pemikiran sebagai berikut:
1. Penyuluhan merupakan proses pendidikan. Penyuluhan adalah perubahan sikap, pengetahuan dan
keterampilan orang-orang,
2. Penyuluhan memiliki sasaran laki, perempuan, pemuda dan anak dalam upaya memecahkan
permasalahan dan keinginan. Penyuluhan menekankan pada mendidik orang mengenai apa yang
diinginkan dan bagaimana cara pemenuhan kebutuhan mereka;
3. Penyuluhan adalah membantu orang untuk membantu dirinya sendiri;
4. Penyuluhan menggunakan pendekatan belajar sambil bekerja dan proses mencari apa yang
diyakininya;
5. Penyuluhan melakukan pendekatan perorangan, pemimpin mereka, masyarakat dan dunia di sekitar
mereka;
6. Penyuluhan merupakan kerjasama dalam meningkatkan kesejahteraan dan kebahagiaan orang-orang;
7. Penyuluhan bekerja berdasar pada keharmonisan dengan budaya dimana mereka berada;
8. Penyuluhan merupakan hubungan antar sesama dalam kehidupan, melalui kepercayaan dan
penghargaan akan orang lain;
9. Penyuluhan menggunakan saluran komunikasi yang beragam;
10. Penyuluhan merupakan proses pendidikan yang berkelanjutan.
Sehubungan dengan itu filsafat penyuluhan ditekankan:
1. Membantu orang untuk membantu dirinya sendiri,
2. Melihat manusia sebagai sumber yang tidak terhingga;
3. Ia merupakan usaha kerjasama;
4. Penyuluhan berangkat dari dasar demokrasi;
5. Menggunakan dua saluran baik dalam pengetahuan maupun dalam pengalaman;
6. Penekanan pada penciptaan minat melalui upaya untuk mengamati dan mengerjakan;
7. Berdasar pada kesukarelaan, partisipasi secara kooperatif dalam pengembangan program;
8. Persuasi dan pendidikan orang-orang;
9. Program didasari oleh sikap dan nilai yang berkembang diantara orang-orang;
10. Merupakan program yang berkelanjutan.
Dari gambaran ini dapat ditarik empat prinsip yang berkembang menjadi filsafat dari penyuluhan:
1. Individu merupakan dasar dari demokrasi;
2. Rumah merupakan unit terkecil dari hakikat warga negara;
3. Keluarga merupakan tempat melakukan pendidikan pertama dari umat manusia;
4. Dasar dari kewarganegaraan yang menetap yaitu perpaduan antara manusia dengan tanah
Beberapa pemikir dengan menggabungkan pemikiran terdahulu menekankan: program penyuluhan
memiliki tekanan pada individu, pendamping dengan tujuan utama melakukan perubahan sikap,
pengetahuan, keterampilan, pemahaman, kapasitas dan kemampuan melalui upaya persuasi dari pihak
pendidik. Penekanan lain yaitu penggabungan antara pemikir lama dengan baru dengan penekanan pada
manusia dan nilai yang ada di dalamnya yang merupakan hakikat dari nilai kemanusiaan itu sendiri.
Dalam penyuluhan tidak dapat dipisahkan dari keterlibatan pemerintah walaupun tidak selalu melibatkan
pemerintah pusat dengan cara memberikan pelayanan bagi petani melalui pemberian pengetahuan
(know how) melalui pembimbingan peningkatan metode, dalam upaya mencapai perubahan yang
diharapkan melalui peningkatan produksi. Untuk mencapai semua ini penyuluhan tidak dapat dilepaskan
dari penelitian dan pendidikan.

C. Prinsip Penyuluhan
1. Pemahaman mengenai prinsip
Prinsip adalah pernyataan yang dapat membimbing para pembuat keputusan dan kegiatan secara
konsisten. Dari prinsip ini berkembang generalisasi. Bila pernyataan ini diangkat lebih tinggi maka ini
akan menjadi maka ini menjadilah asumsi. Bila perlu pengujian lebih jauh maka kemudian dikenal dengan
hipotesis. Selanjutnya hipotesis yang telah di test atau asumsi yang bisa diterima maka semua ini disebut
sebagai teori. Bila teori kemudian diuji melalui sejumlah pengujian yang sangat rumit, dalam satu kondisi
tertentu oleh sejumlah individu dan temuan dapat diterima maka hal ini disebut dengan prinsip. Jadi
prinsip merupakan kebenaran yang diterima umum dan telah mendapatkan pengamatan dan akhirnya
sampai pada tingkat kebenaran dengan tidak tergantung pada kondisi dan lingkungan. Prinsip
merupakan dasar kebenaran dan pengarah pada tindakan.
2. Pentingnya prinsip penyuluhan
Umumnya diyakini bahwa pengetahuan mengenai prinsip tidak memiliki arti bagi seorang penyuluh.
Prinsip umumnya hanya memiliki arti bagi para akademisi bagi mereka yang ingin mendalami lebih jauh
mengenai penyuluhan. Namun demikian terdapat makna khusus prinsip bagi seorang penyuluh, dimana
tanpa pengetahuan mengenai prinsip seorang penyuluh maka amat mungkin akan menghadapi
kesalahan besar terutama pada saat permulaan dalam menghadapi pekerjaan sebagai penyuluh. Lebih
jauh lagi bila seorang penyuluh ingin mengembangkan diri menjadi seorang administrator atau supervise,
maka tidak dapat tidak ia harus memperhatikan prinsip-prinsip penyuluhan.
3. Relativitas dari prinsip penyuluhan
Prinsip penyuluhan bersifat relative dan tidak selalu harus pasti dilihat dari kepentingan dan urutannya.
Namun demikian, benar pula bahwa setiap prinsip itu penting. Pada hal lain tidak mungkin pula terdapat
prinsip penyuluhan yang lengkap dan merupakan sesuatu yang sempurna. Bila kita perhatikan sejumlah
prinsip berikut ini merupakan prinsip yang mendasar dan dapat diterima dalam para pengkaji mengenai
prinsip penyuluhan.
Sejumlah prinsip yang mengemuka antara lain:
a. Prinsip mengenai minat dan kebutuhan
Untuk efektifnya penyuluhan maka penyuluh harus mengawali kegiatan dengan mengembangkan minat
dan kebutuhan dari pihak yang akan diberikan penyuluhan. Dalam banyak hal minat dari pihak yang akan
mendapatkan penyuluhan tidak sejalan dengan pihak penyuluh sendiri. Namun demikian kebutuhan dari
pihak yang akan mendapatkan penyuluhan dipandang lebih baik dibandingkan dengan kebutuhan para
penyuluh sendiri, karenanya semuanya harus dimulai dengan minat dan kebutuhan yang dirasakan oleh
pihak yang akan diberikan penyuluhan. Dalam hal ini para penyuluh harus menghimpun minat dan
kebutuhan dari pihak yang akan diberikan penyuluhan menjadi realistis. Kebutuhan yang akan dipenuhi
harus bisa memuaskan perorangan, kelompok, masyarakat dan minat nasional. Pemenuhan kebutuhan
akan mungkin bila menggunakan sumber yang ada, dan harus pula diberikan perioritas pada kebutuhan
yang saat ini sedang mendesak keberadaannya.
b. Prinsip kelembagaan akar rumput
Untuk menjadi sebuah kegiatan yang realistis dan efektif, maka lembaga yang dikembangkan seharusnya
harus berbasis prinsip demokrasi yang berkembang di lingkungan keluarga dan terutama sekali yang
berkembang di pedesaan. Semua pemikiran harus dimulai dari bawah atau akar rumput. Pada saat yang
sama, pengetahuan modern dibutuhkan untuk mengembangkan lembaga dan membuat koordinasi yang
lebih bijaksana baik yang menyangkut pemikiran dan tindakan dan memungkinkan dilaksanakan pada
lingkup keluarga maupun desa. Kehidupan yang paling berbudaya yaitu terdapat spesialisasi dari sebuah
desa. Untuk mewujudkannya dibutuhkan dukungan dari sejumlah profesi dan asosiasi. Hal ini bisa
ditingkatkan melalui perluasan peran keluarga maupun masyarakat.
c. Prinsip perbedaan budaya
Dalam upaya untuk meningkatkan efektivitas dari penyuluhan, maka prosedur dan pedekatan harus
sesuai benar dengan budaya dimana penyuluhan diselenggarakan. Perbedaan budaya pada hal lain
membutuhkan pendekatan yang berbeda. Atas dasar itu perencanaan yang dirancang untuk wilayah
tertentu tidak serta merta dapat diaplikasikan sepenuhnya untuk wilayah yang berbeda, sehubungan
dengan perbedaan budaya ini. Perbedaan budaya termasuk didalamnya filsafat hidup, sikap, nilai,
loyalitas, kebiasaan dan kesenangan.
d. Prinsip perubahan budaya
Sehubungan dengan perubahan perlu diajarkan dan belajar perlu dimulai dengan sesuatu yang telah
dikenal oleh manusia, maka menjadi tuntutan seorang penyuluh harus mengetahui apa yang telah
diketahui oleh pihak yang akan mendapatkan penyuluhan dan bagaimana mereka berpikir. Dengan
mengutamakan pemikiran ini dan sikap yang menghargai pada saling menghargai dan menerima
keragaman budaya, penyuluh harus mampu untuk menemukan rahasia budaya yang ada pada sasaran
dan pada saat yang sama harus mampu menerima keterbatasan budaya, sesuatu yang sifatnya tabu dan
nilai yang berkaitan dengan setiap tahapan dari program yang sedang dikembangkan, sebelum dimulai
sehingga setiap pendekatan yang dilakukan dapat diterima. Sebuah kesimpulan berkaitan dengan
budaya, dimana budaya itu unik dan sesuai dengan situasi yang berkembang maka budaya pun akan ikut
berubah pula. Kendati budaya dikembangkan maka ia akan tetap unik, karenanya tidak mungkin untuk
mendeskripsikan sedemikian tepat apa yang terjadi, dan karenanya pula setiap perorangan atau
kelompok yang memiliki keterlibatan dan tanggung jawab untuk melakukan perencanaan, melaksanakan
atau melakukan penyesuaian dengan perubahan tertentu, harus pula menyesuaikan dengan perubahan
yang berkembang.
e. Prinsip kerjasama dan partisipasi
Dalam suatu kegiatan yang melibatkan sejumlah orang dalam menyelesaikan tujuan bersama, tidak
mungkin untuk menggunakan pilihan yang ditetapkan salah satu pihak akan tetapi seharusnya mereka
sendiri yang menentukan apa seharunya menjadi tujuan. Tugas dari penyuluh adalah membantu mereka
untuk melakukan pengorganisasian setiap usaha dan membimbingnya kearah keberhasilan dari setiap
kegiatan yang telah ditetapkan sebelumnya. Bila mereka sendiri yang membuat suatu pilihan maka
mereka jauh akan lebih bertanggungjawab dalam menyelesaikan kegiatan yang telah ditetapkan
sebelumnya. Pengalaman dari beberapa negara mereka jauh lebih dinamis bila mereka diberikan
kesempatan untuk membuat keputusan dari setiap yang menjadi urusannya, menunjukkan sendiri
tanggung jawab dan dibantu untuk menyelesaikan kegiatan yang ada di daerahnya.
Patisipasi dari dari mereka merupakan hal yang sangat mendasar untuk menjamin keberhasilan dari
setiap usaha pendidikan. Para sasaran penyuluhan harus memiliki urutan dalam mengembangkan
program dan harus merasakan bahwa mereka terlibat dalam program yang sedang dilaksanakan.
f. Prinsip pemanfaatan ilmu melalui pendekatan demokratis
Pemanfaatan ilmu pertanian bukan hanya satu proses. Yang menjadi kunci dari sejauhmana tingkat
pemanfaatan ilmu yang sedang dipelajari yaitu siapa yang akan melakukan percobaan dari kalangan
mereka yang akan melakukan pemecahan pada permasalahan yang sedang dihadapi. Semua alternative
yang akan dilakukan seharusnya ditetapkan sendiri oleh mereka. Penyuluh harus mampu
menterjemahkan setiap fenomena yang berkembang yang memberikan kepuasan pada pihak
mendapatkan penyuluhan sehingga mereka benar-benar dapat menerima materi inovasi yang
diperkenalkan.
Semua bantuk dukungan yang diberikan oleh penyuluh harus berlangsung dalam suasana demokratis.
Hal ini ditempuh antara lain melalui proses diskusi dan pemberian saran. Dalam kenyataan semua proses
yang dilakukan bersama dengan pihak yang diberikan penyuluhan jauh lebih mendapatkan dukungan
jangka panjang dibanding dengan hanya sekedar dipaksakan. Semua alternative pemecahan seharusnya
dihadapi sendiri oleh pihak yang diberikan penyuluhan dan keahlian yang diperolehnya seharusnya
melalui diskusi diantara mereka. Selanjutnya berikan kebebasan pada mereka untuk memilih sendiri
kegiatan yang patut dilakukannya, mempergunakan metode yang bernilai guna yang sesuai dengan
situasi dan sumber yang terdapat disekitar mereka dan bantuan yang ada dari pihak pemerintah.

g. Prinsip belajar sambil bekerja


Dalam kegiatan penyuluhan, pihak yang mandapatkan penyuluhan harus dirangsang untuk mempelajari
sesuatu yang baru melalui kegiatan bekerja melalui partisipasi langsung. Petani seperti halnya juga pihak
lain sulit untuk memahami satu teori tertentu, atau berdasar pada berbagai bukti mereka akan mengamati
sampai benar-benar melihat hasilnya. Tugas yang harus dilakukan penyuluh yaitu membawa pihak yang
diberikan penyuluhan untuk menjadikan setiap yang ia kerjakan menjadi bagian dari perhatian dan
tanggungjawabnya. Semua harus menjadi bagian dari kehidupannya.
Dorongan untuk melakukan perbaikan seharusnya datang dari mereka sendiri. Mereka harus
mengerjakannya berdasar pada apa yang menjadi perhatian mereka dengan menggunakan gagasan
baru serta mengerjakannya. Melalui belajar sambil bekerja diyakini merupakan cara yang paling efektif
dalam melakukan perubahan perilaku dan mengembangkan kepercayaan dalam memanfaatkan metode
baru yang berguna untuk masa depannya.
h. Prinsip bekerja atas dasar keahlian
Tugas yang paling sulit bagi seorang penyuluh yaitu menempatkan diri sebagai peneliti kemutakhiran
dalam setiap cabang keilmuan dan hal ini harus merupakan kegiatan kesehariannya. Tugas seorang ahli
adalah selalu terlibat dalam proses penelitian dan mengembangkan hasil penelitian dalam melaksankan
tugas sebagai seorang penyuluh, mengembangkan aspek-aspek yang penting serta mengembangkan
ilmu pengetahuan dan dilaksanakan untuk bidang-bidang khusus pula.
Adaptabilitas dalam memanfaatkan metode pembelajaran
Tidak semua metode pembelajaran dapat dimanfaatkan untuk semua situasi. Bahan bacaan hanya
bemanfaat bagi mereka yang mampu membaca. Program radio berguna bagi yang memiliki radio.
Pertemuan hanya bagi mereka yang dapat menghadiri pertemuan. Demonstrasi harus diikuti dengan
percobaan untuk mereka yang menghadiri pertemuan. Kunjungan rumah sebegitu jauh demikian berarti
akan tetapi sangat boros dalam penggunaan waktu. Situasi baru umumnya membutuhkan kombinasi dari
dua atau berbagai metode pendekatan.
Sesuai dengan tuntutan situasi itu bagi penyuluh diharapkan memiliki sejumlah kemampuan metode
sehingga dapat memilihnya sesuai dengan keadaan dan mencari pedekatan yang paling efektif sesuai
dengan budaya dimana mereka harus tampil. Metode juga harus memiliki kemampuan untuk
dimanfaatkan dalam situasi dan kondisi baru. Selanjutnya penggunaan metode harus memiliki sifat
fleksibel dan dapat diterima oleh sebagian besar anggota masyarakat yang dalam kenyataan memiliki
perbedaan dalam usia, pendidikan, status sosial ekonomi, jenis kelamin dan perbedaan dalam menerima
setiap perubahan.
i. Prinsip kepemimpinan
Salah satu prinsip yang harus diperhatikan seorang penyuluh yaitu: jangan menuntut apapun dari peserta
penyuluhan yang tidak mungkin untuk menunjukkan harapan penyuluh. Prinsip ini menuntut
kepemimpinan tingkat lokal. Dalam kepemimpinan termasuk pengembangan kepemimpinan lokal
berbasis pada kesukarelaan yang menjamin keberhasilan dari kegiatan yang dilaksanakan pada tingkat
lokal. Pemimpinan lokal adalah pelindung untuk berkembang dan dapat dilaksanakannya pemikiran-
pemikiran dan praktek lokal yang pelatihan dan pengembangannya dapat dilaksanakan sebaik-baiknya
sebagai penerjemah dari pemikiran baru yang ada di daerah tersebut.
Pemimpin lokal harus diyakini selalu tersedia. Pada setiap komunitas selalu tersedia pemimpin lokal yang
potensial. Hal ini yang mengundang untuk selalu mencari dan mengembangkan pemimpin lokal yang
mampu mengembangkan dirinya sendiri.
Dalam upaya mempromosikan perubahan kita juga harus selalu memperhatikan keberadaan dari
pemimpin yang sudah tua sesuai dengan potensinya yang memungkinkan dapat membuka cakrawala
pemikiran atau bisa pula merupakan kebalikannya sebagaipemelihara kebiasaan lama yang menjadi
tantangan tersendiri dalam penyuluhan. Bila dalam kenyataan kita menemukan pemimpin tua yang
mampu melaksanakan fungsi-fungsi baru maka kita telah menemukan peran pemimpin yang mampu
memimpin orang-orang di sekitarnya.
j. Prinsip keseluruhan keluarga
Keluarga merupakan unit terkecil dari masyarakat. Untuk menjamin keterlaksanaan penyuluhan keluarga
harus dikembangkan secara simultan. Beberapa alasan yang menuntut keterlaksanaan prinsip ini yaitu:
1) program penyuluhan akan mempengaruhi seluruh anggota keluarga;
2) anggota keluarga akan sangat mempengaruhi pada pembuatan keputusan;
3) dibutuhkan pengertian bersama;
4) akan membantu manajemen keuangan;
5) akan menjamin keseimbangan antara pertanian dengan keluarga;
6) dibutuhkan pula pendidikan untuk generasi pemuda;
7) membutuhkan kegiatan semua anggota keluarga;
8) membutuhkan semua aspek yang mempengaruhi penyuluhan seperti aspek sosial, ekonomi, budaya
dari keluarga;
9) harus ada jaminan pelayanan yang sama untuk semua anggota keluarga.
Tidak sulit untuk menerima pendekatan ini dalam upaya melakukan penyuluhan. Untuk kegiatan petanian
lapangan banyak tergantung pada kaum laki-laki, sedangkan untuk kegiatan petanian di sekitar rumah
kuncinya kaum perempuan. Program 4H seperti yang dikembangkan di Thailand memberikan pelajaran
mengenai pentingnya memperhatikan semua anggota keluara dalam melakukan kegiatan tangan, kepala,
kesehatan dan hati (hand, head, health dan harth). Studi perbandingan menunjukkan bahwa kelompok
pemuda yang ditangani melalui kegiatan ini jauh lebih memiliki keperdulian pada kegiatan keilmuan
dibanding dengan mereka yang tidak dibina.
k. Prinsip kepuasan
Kepuasan peserta merupakan bagian penting dalam kegiatan penyuluhan. Bila tidak ada kepastian
kepuasan bagi peserta penyuluhan sebenarnya tidak ada jaminan untuk tetap berlangsungnya proses
penyuluhan. Dalam masyarakat yang demokratis tidak mungkin lagi kita mengarahkan anggota
masyarakat seperti layaknya mesin. Mereka harus dibina berdasar pada keyakinan yang mereka miliki
dan ini sangat tergantung pada kepuasan melalui pengadopsian inovasi untuk kebutuhan sesuai dengan
sumber-sumber yang mereka miliki.
Dalam melihat prinsip ini perlu kita didukung oleh pemahaman perbedaan antara pendidikan sekolah
dengan penyuluhan;
PENDIDIKAN SEKOLAH PENYULUHAN
Pendidikan sekolah dimulai dari teori atau konsep yang diikuti dengan praktek dan kegiatan lapangan
Penyuluhan berintikan praktek dan kegiatan lapangan serta pemecahan masalah oleh petani. Jadi dari
praktek menuju pada teori dan konsep
Pada pendidikan sekolah, kurikulum biasanya telah ditatapkan terlebih dahulu Pada penyuluhan
kurikulum tidak ditetapkan terlebih dahulu. Kurikulum lebih fleksibel dan berkembang sesuai dengan
kebutuhan.
Peserta pelatihan bersifat homogen dengan tujuan yang hampir sama Peserta pelatihan bersifat
heterogen dengan tujuan yang beragam pula
Pembelajaran bersifat vertical dan berbasis kurikulum Pembelajaran bersifat horizontal dan umum
berdasar atas kebutuhan dan permasalahan
Semua ditetapkan berdasar pada norma lembaga dan sangat terbatas peluang untuk kebebasan
Kebebasan untuk memilih merupakan hal utama dari peserta pelatihan
Pendidikan ini lebih bersifat spesialis; berorientasi kelas, mata pelajaran dan tingkatan Bersifat informal
kendati terdapat pendekatan kelas akan tetapi tidak sepenuhnya serta tidak berbasis pada tingkatan
Arah peserta pelatihan berpikir tergantung pada guru Pengajar tingkat lokal menjadi pilihan utama dan
memiliki tugas sebagai sumber dan penyebar pengetahuan

Penyuluhan sebagai disiplin yang sedang berkembang


Terdapat komentar banyak pihak pada penyuluhan seperti yang mengemukakan bahwa penyuluhan
adalah pendidikan yang bertujuan untuk melakukan perubahan yang diharapkan dalam peilaku manusia.
Penyuluhan bisa diarahkan untuk meningkatkan pemahaman atau dalam rangka meningkatkan perilaku
manusia, perlu kiranya dipahami hakikat dari penyuluhan sebagai disiplin ilmu yang berkembang. Ciri-ciri
yang seharusnya kita perhatikan yaitu:
1) Penekanan pada teori yang dihasilkan dari penelitian empiris.
Dengan memperhatikan awal dari pengembangan penyuluhan sebagai aplikasi dari pengetahuan dan
penelitian empiris, banyak pihak yang memiliki kekaguman akan hakikat dari penyuluhan yang
berkembang dari pengalaman personal dan perjalanan sejarah dalam upaya memberikan tanggapan
akan sejumlah pertanyaan yang berkembang selama ini. Dengan tidak hanya terpaku pada data yang
dikumpulkan, para pengembang penyuluhan lebih banyak menekankan pada pengembangan dan
penciptaan teori yang komprehensif.
Pada pertengahan abad ini terjadi pengkerdilan pada ilmu sosial. Bukannya semakin mengagungkan
akan perilaku manusia, banyak pihak semakin mencari fakta yang berusaha untuk membedakan antara
data objektif dengan pendapat yang subjektif. Kendati hanya ditunjang oleh pengarahan yang amat
sederhana, dasar untuk pengembangan ilmu tentang perilaku mulai menyeruak sejak tahun 1950-an
mendorong lahirnya penyuluhan sebagai suatu disiplin ilmu. Semula penyuluhan tidak memiliki dasar
keilmuan yang jelas sampai akhirnya diketahui memiliki sumber dan kaitan yang erat dengan psikologi
sosial dan sosiologi. Sesuai dengan sumber ini kemudian proses penelitian dan metode yang
berkembang memiliki kedekatan dengan kedua ilmu dasar tersebut. Dalam kenyataan penyuluhan
dibedakan dengan usaha keilmuan lainnya terutama dari sisi bukti dan observasi yang hati-hati,
penghitungan, pengukuran dan ekperimentasi.
2) Bidang perhatian pada perilaku dengan tekanan pada fenomena antar ketergantungan.
Dengan memperhatikan bahwa pendidikan penyuluhan memiliki penekanan pada penyuluhan dan
perluasan akan tetapi tidak dapat dilepaskan keseluruhannya dari pendidikan sebagai bagian dari
kehidupan manusia. Sasaran pendidikan pada penyuluhan tidak puas dengan hanya memperhatikan
deskripsi penyuluhan, kelengkapan dan semua hal yang berhubungan dengan itu. Lebih dari segalanya
peserta didik ingin melihat bagaimana suatu fenomena memiliki hubungan satu dengan lainnya, dan
bagaimana fenomena baru merupakan hasil dari kondisi dan kreativitas yang sebelumnya tidak pernah
muncul. Dengan kata lain keinginan untuk mengungkap prinsip umum yang berhubungan dengan kondisi
dan apa akibatnya. Kajian ini kemudian mendorong pada kenyataan akan saling ketergantungan antara
satu dengan lain fenomena dan memberikan keyakinan akan kebermaknaan dari dapat diwujudkannya
saling ketergantungan satu dengan lain dari bidang kajian yang menjadi perhatian.
3) Interdisiplin yang relevan satu dengan lainnya
Sangat penting untuk dipahami bahwa kajian dan penelitian dalam penyuluhan belum memiliki jalinan
yang sempurna dengan ilmu pengetahuan sosial. Beberapa ahli dari kajian tertentu banyak yang
memberikan perhatian untuk melihat penyebab dari faktor pendorong dari penyuluhan. Ahli sosiologi
pedesaan melihat demikian kuatnya faktor manusia berpengaruh pada perilaku dalam penyuluhan. Ahli
psikologi lebih banyak memberikan perhatian pada pada kajian manusia dalam kerangka kefungsian
dalam kelompok dengan mempelajari perilaku dan ciri kepribadian. Antropologis selain memiliki perhatian
pada kajian seperti halnya sosiologis dan psikologis menyajikan data dalam kehidupan kelompok dimana
terdapat perbedaan yang sangat jauh antara kehidupan masyarakat tradisional dengan masyarakat
industri dan modern. Para ahli politik memberikan perhatian pada lembaga lebih luas termasuk studi
mengenai fungsi administrasi, politik dan aspek lain yang berhubungan di pedesaan. Ahli ekonomi
memiliki perhatian khusus pada analisis data yang memberikan para pembuatan keputusan sekitar
peluang untuk meningkatkan tabungan untuk kepentingan pertanian dan keluarga dan membuat prediksi
mengenai akibat ekonomi dari penggunaan metode tertentu maupun untuk kepentingan advokasi.
Dinamika kelompok, komunikasi dan psikologi sosial dalam bidang pendidikan memiliki kontribusi yang
sangat bermanfaat untuk pengembangan penyuluhan sebagai suatu disiplin ilmu.
4) Potensi untuk memanfaatkan temuan untuk kepentingan praktek sosial
Setiap orang yang memiliki tanggung jawab dalam memperkuat usaha penyuluhan, harus melihat tanda-
tanda ini sebagai dasar untuk pengembangan program dan praktek sesuai dengan disiplin pendidikan
penyuluhan. Para profesional sampai pada keyakinan untuk meningkatkan standar dan penetapan
semua kelengkapan untuk berjalannya penyuluhan seperti yang diharapkan. Universitas besar saat ini
memiliki pelatihan profesional dan bagian-bagian dalam memberikan pelatihan pada tingkatan yang lebih
tinggi. Jadi tidak aneh nampaknya bila akhir-akhir ini penyuluhan menjadi kegiatan pelatihan profesional
yang dikenal, dimana orang yang pernah mendapat pelatihan mendapatkan kesempatan lebih luas untuk
bekerja dengan pertimbangan nilai tambah dalam praktek profesionalnya serta meningkatnya penelitian
dalam bidang penyuluhan yang berkaitan dengan kebutuhan pemakai jasa. Potensi ini nampaknya yang
harus mulai mendapatkan perhatian untuk mendapatkan pengembangan lebih lanjut.
Dengan kata lain penyuluhan hendaknya lebih mendapatkan pengakuan sebagai suatu disiplin ilmu,
sejalan dengan demikian kuatnya pengaruh dalam memperluas pengetahuan mengenai pengaruh
pendekatan penyuluhan dalam membuat perubahan yang diharapkan dalam perilaku manusia termasuk
dukungan perundangan mengenai pemerintahan dan pengembangannya.
5) Gambaran untuk meningkatkan penyuluhan sebagai disiplin ilmu
Penyuluhan sebagai suatu disiplin ilmu memiliki akar yang kuat dibeberapa Negara maju seperti hanya
Amerika, dimana di Negara ini banyak pihak yang memiliki sumbangan pada penelitian dan teori
penyuluhan. Mereka juga kelompok pendahulu yang menetapkan lembaga penelitian yang memiliki
perhatian khusus pada penyuluhan.
Waktu dan tempat dimana penyuluhan mendapatkan perhatian khusus bukan hanya kebetulan. Seperti
halnya pelayanan penyuluhan koperasi menjadi cikal bakan untuk perkembangan penyuluhan sebagai
suatu gerakan intelektual. Beberapa tahun setelah perkembangannya hanya beberapa Negara saja di
dunia yang memiliki peluang yang sama untuk mengembangkan penyuluhan. Saat ini penyuluhan
tumbuh dari akar budaya yang kokoh baik di Amerika maupun India. Sejumlah pendorong yang
memungkinkan untuk semakin berkembangnya penyuluhan dapat dilihat pada gambar berikut ini:

Jadi terdapat sejumlah faktor pendukung pada perkembangan penyuluhan yaitu dukungan masyarakat,
perkembangan ilmu sosial dan perkembangan profesi yang mendukung pada wujud penyuluhan terutama
yang berhubungan dengan pemahaman, objektivitas, kepercayaan, kemampuan melakukan perkiraan
dan pengontrolan.
Dukungan yang sangat membantu antara lain diterbitkannya sejumlah jurnal seperti halnya jurnal
pelayanan penyuluhan koperasi di Amerika dan Jurnal penyuluhan India, mendorong pada perubahan
berpikir dan menjadi awal pada pengembangan profesi mengenai penyuluhan. Perkembangan keilmuan
penyuluhan dengan demikian tidak hanya bersifat sederhana dan seragam akan tetapi berkembang
menjadi sangat bervariasi, rumit dan dinamis. Sejalan dengan lahirnya beberapa pandangan baru
semakin berkembang pula kebutuhan akan penelitian dan semakin berkembangnya konsep baru dalam
upaya mengatasi permasalahan.
Pengamatan dalam melihat interaksi sosial yang berkembang, yang semula hanya untuk kepentingan
melihat data kualitatif berkaitan dengan perilaku selanjutnya mendorong penelitian yang lebih luas dalam
penelitian mengenai penyuluhan.
Dengan lahirnya beberapa universitas pertanian dan lembaga penyuluhan pertanian semakin
mengakselerasi perkembangan penyuluhan. Semakin berkembang semakin meluas pula penelitian yang
berhubungan dengan penyuluhan.
Dari berbagai kajian, capaian dari kajian penyuluhan meliputi:
a) titik berat dari penyuluhan pertanian yang berkaitan dengan pengorganisasian manusia dihasilkan dari
observasi dan penelitian;
b) informasi dan fakta yang dihasilkan dari observasi dan penelitian;
c) dapat dikembangkannya batang tubuh yang berbentuk kesimpulan dan generalisasi menjadi sebuah
prinsip atau teori;
d) penyuluhan menggunakan metode penelitian sosial dan statistik yang pada gilirannya mendorong
pada penelitian lebih jauh, mengungkap sejumlah informasi, hipotesis diuji dan teori dihasilkan;
e) penggunaan metode demikian bermanfaat dalam untuk memecahkan permasalahan dalam
memecahkan masalah pendidikan;
f) informasi dan pengetahuan, prinsip dan metode yang dipergunakan merupakan bahan dalam
pengemabangan hakikat penyuluhan yang selanjutnya menjadi bahan bagi pengembangan teori dan
praktek dalam penyuluhan.
l. Tujuan penyuluhan
Tujuan dari penyuluhan sebagai ilmu yaitu membangun batang tubuh keilmuan, fakta dan generalisasi
yang dapat dimanfaatkan oleh pendidik, peneliti dan penyuluh dalam mewujudkan tujuan profesi dan
budaya. Dari sejumlah analisa dapat dikembangkan sejumlah tujuan yang berhubungan dengan
penyuluhan yaitu:
1) mengembangkan keyakinan dan mewujudkan sejumlah fakta yang perkembangnya dapat
meningkatkan, memungkinkan proses pembelajaran, peningkatan perilaku sosial dan meningkatkan
penyesuaian kepribadian. Perwujudan dari tujuan akan meningkatkan apresiasi dari sumbangan
penyuluhan bagi para penyuluh dan para guru;
2) membantu dalam mendefinisikan dan mengembangkan tujuan penyuluhan dan standar yang berkaitan
dengan perilaku yang diharapkan dan segala sesuatu yang berkaitan dengan itu;
3) membantu dalam mengembangkan perilaku simpati akan peserta penyuluhan sehingga perilaku
mereka sesuai dengan tujuan yang ditetapkan;
4) membantu dalam meningkatkan pemahaman sifat dan manfaat hubungan kemanusiaan dan metode
dalam memahami peserta penyuluhan bersamaan dengan pemahaman bagaimana bisa bekerja satu
dengan lainnya, partisipasi dalam kelompok dan kerjasama;
5) menyediakan batang tubuh mengenai fakta dan prinsip yang dapat dipergunakan dalam memecahkan
permalahan dan pemecahan proyek yang berkaitan dengan penyuluhan;
6) membantu dalam memberikan dukungan pada penyuluh dalam memahami perspektif untuk
menemukan dan memperoleh hasil yang lebih baik dari setiap usaha dan praktek pihak lain;
7) meningkatkan kemampuan penyuluh melalui peningkatan penguasaan fakta dan teknik yang
dibutuhkan dalam upaya menganalisis perilaku baik diri sendiri maupun pihak lain dalam upaya mencapai
penyesuaian normal terbaik dalam upaya lebih meningkatkan dan menyesuaikan penyuluhan;
8) membantu dalam mendefinisikan, memelihara dan membuat perpaduan metode penyuluhan yang
lebih maju, mengembangkan prosedur dan teknik untuk memperluas teknik yang lebih canggih dalam
bentuk yang lebih sederhana dan dapat dipahami.
m. Prinsip Pemuasan Semua Pihak
Pemberian pemuasan pada semua pihak merupakan bagian utama dari penyuluhan. Bila mampu
memberikan kepuasan pada orang, maka serta merta semua pihak yang terpuaskan akan memberikan
dukungan penuh pada penyuluhan yang akan diberikan dan keberlangsungannya. Patut diketahui sejalan
dengan pertumbuhan demokrasi dalam kehidupan tidak lagi manusia dipandang sebagai mesin.
Sehubungan hal ini kebermaknaan dalam mengikuti kegiatan penyuluhan harus sepenuhnya tergantung
pada kesadaran diri, dan ini hanya mungkin dipenuhi melalui pemberian kepuasan penuh pada mereka
yang memiliki kaitan dengan penyuluhan
Atas dasar itu penyuluhan dapat dibedakan dengan pendidikan pada umumnya dari beberapa aspek
seperti di bawah ini:
PENDIDIKAN FORMAL PENYULUHAN
Pendidikan dimulai dengan deori yang diikuti dengan praktek Penyuluhan memulai dengan praktek,
kenyataan lapangan dan pemasalahan yang diikuti dengan pamahaman mengenai konsep dan teori
Pendidikan sangat berdasar pada kurikulum baku Tidak ada kurikulumyang sangat baku. Dengan
keberadaan seperti ini dimungkinkajn untuk melakukan perubahan sesuai dengan kebutuhan dari peserta
pelatihan
Peserta pelatihan umumnya sangat homogen Peserta pelatihan umumnya sangat beragam
Mengajar sangat berdasar pada kurikulum yang ditentukan dari satu pusat dan relaltif sama untuk satu
tindakan Pembelajaran berlangsung secara horisontal dan berbasis pada permasalahan
Harus mengikuti tata cara yang berlaku dalam kelembagaan dan hampir tidak ada kesempatan untuk
melakukan perubahan pada cara yang ada Adanya kebebasan atas kesepakatan untuk memilih bahan
ajar
Pendidikan ini lebih bersifat khususan untuk suatu jenjang atau spesialisasi tertentu Pembelajaran bukan
didasarkan atas keperluan untuk jenjang pendidikan tertentu akan tetapi lebih bersifat informal
Pengajaran berlaku satu arah yaitu oleh pengajar pada yang diajar Melakukan pembelajaran dengan
menggunakan potensi lokal.
Terdapat beberapa pihak yang memiliki sumbangan pada proses penyuluhan yanb baik, yaitu penyuluh,
perencana dan para spesialis kurikulum. Kriteria umum penyuluh yang berhasil, adalah sebagai berikut:
1) melakukan penyuluhan dengan persiapan yang memadai menggunakan pembelajaran pendekatan
penyuluhan yang umum dipergunakan pada penyuluhan, seperti melalui diskusi, pembahasan
permasalahan dan pemecahannaya menggunakan sebanyak mungkin potensi yang ada pada peserta
penyuluhan,
2) pembelajaran diikuti dengan metode yang memadai yang umumnya menggunakan metode
demonstrasi,
3) mampu menterjemahkan pemikiran dan teori yang rumit menjadi bahan yang mudah dipahami,
4) mampu mengorganisasikan workshop,
5) mampu mengorganisasikan peserta pada kegiatan lapangan untuk mempraktekan hasil penyuluhan,
6) mampu mengorganisasikan peserta penyuluhan pada proses pembelajaran dengan mengakomodasi
minat dan kebutuhan peserta
7) berperan sebagai manusia sumber dan memiliki kemampuan untuk memecahkan permasalahan yang
rumit.
Sesuai dengan persyaratan ini seorang penyuluh yang baik umumnya memiliki ciri-ciri memahami secara
utuh dari semua materi yang harus diberikan pada proses penyuluhan, antusias dalam memberikan
penyuluhan dan penguasaan materi, memiliki minat yang memadai pada perkembangan peserta
penyuluhan, pemahaman yang luas mengenai pembelajaran, memiliki minat mengenai pengembangan
diri dan kepribadian, memiliki minat pada pengembangan diri agar dibutuhkan (demanding) dan mampu
memberikan motivasi untuk mengembangkan diri.
Selain itu dibutuhkan pula kemampuan perencana program, yang umumnya harus memiliki kemampuan
sebagai berikut:
1) mampu berperan sktif dalam proses penyuluhan,
2) memiliki pengetahuan yang memadai pengenai substansi penyuluhan,
3) pengetahuan yang memadai dalam melakukan pentahapan dalam proses penyuluhan,
4) dapat menetapkan metode yang paling bernilaiguna untuk dipergunakan dalam penyuluhan
5) dapat mensuplai lembaga dengan informasi yang paling mutakhir,
6) memiliki pengetahuan yang memadai mengenai cara mengevaluasi, melakukan pengolahan data dan
intepretasi hasil,
7) memiliki sejumlah data hasil penyuluhan yang telah dilakukan pada waktu lalu,
8) mampu mengembangkan diri berbasis pengalaman penyuluhan masa lalu untuk mengembangkan
kemampuan masa datang,
9) memiliki perhatian ekstra dalam mendalami proses penyuluhan yang menjadi tanggung jawabnya,
Penyuluh juga harus mendapatkan dukungan dari ahli dalam bidang penyuluhan dan substansi.
Kemampuan khusus ahli substansi yang dituntut yaitu:
1) memiliki pemahaman yang luas mengenai materi yang akan disampaikan pada proses penyuluhan,
2) memahami materi yang mutakhir yang akan dimanfaatkan dalam proses penyuluhan,
3) berperan sebagai penghubung dengan proses penelitian
4) mampu memilih, menginterpretasi dan memiliki kemampuan untuk memecahkan permasalahan yang
sedang dihadapi,
5) memiliki pengetahuan yang berhubungan dengan hubungan antar manusia,
6) aktif untuk berperan dalam proses demonstrasi yang ada pada wilayah-wilayah yang memiliki kaitan
dengan materei penyuluhan
7) memiliki kaitan dengan sistem pendidikan tinggi yang berhubungan dengan penyuluhan dan substansi
penyuluhan
8) memiliki pengetahuan yang luas yang berhubungan dengan materi penyuluhan dan peran spesialisasi

D. Kiat Melatih Dan Memberikan Penyuluhan


Memberikan penyuluhan membutuhkan kiat tersendiri selain dari jam terbang, juga harus memperhatikan
faktor psikologis dan sosiologis dalam memberikan pelatihan maupun penyuluhan.
Kemampuan untuk mempersiapkan pemaparan
Pemaparan dipergunakan pada setiap pelatihan dan penyuluhan. Kemampuan mepersiapkan pemaparan
merupakan kunci untuk keberhasilan kegiatan-kegiatan tersebut. Pemahaman utama yang menjadi dasar
untuk mempersiapkan pemaparan yaitu:
1. ide, konsep dan isu yang berhubungan dengan substansi yang akan disampaikan pada sasaran
pelatihan dan penyuluhan
2. kemampuan berbicara dihadapan publik,
3. kemampuan untuk menyampaikan materi,
Mempersiapkan
Dalam mempersiapkan sejumlah kata kunci yang harus dijawab yaitu siapa peserta pelatihan pelatihan
atau penyuluhan, materi yang akan disampaikan, tujuan pembelajaran, sekitar tempat pelaksanaan
pemberian pelatihan dan penyuluhan dan bagaimana cara memberikan atau menyampaikan materi.
Bagian utama yang dari persiapkan adalah memperhitrungkan peserta pelatihan. Hal yang perlu
mendapatkan pengkajian yang minat, keinginan, apa yang telah diketahui, harapan dan keuntungan yang
akan diperoleh dari proses penyuluhan.
Mempersiapkan juga mengantisipasi struktur dari kebutuhan peserta pelatihan, apa yang akan
disampaikan pada peserta , apa tujuan, pengalokasian waktu, pertanyaan yang bisa dipersiapkan atau
diantisipasi akan berkembang, dukungan materi yang harus dipersiapkan, pengaturan pokok-pokok
secara runtun dan mempersiapkan handout untuk penyajian.
Mengawali penampilan persiapan merupakan sesuatu yang tidak bisa ditinggalkan. Perhatian harus
didukung dengan pemanfraatan humor, adanya bahan yang dipergunakan sebagai kejutan,
mengembangkan pertanyaan, membahas sejarah yang berhubungan dengan materi, menyampaikan
fakta dan latar belakang yang kesemuanya dirancang sealami mungkin. Masih bagian tidak terpisahkan
yaitu kemampuan untuk memberikan motivasi pada peserta didik yang diawali dengan kemampuan untuk
mendengarkan semua aspirasi yang berkembang selama proses, terutama proses pencairan suasana.
Struktur penyajian harus dipesiapkan sedemikian rupa. Faktor-faktor yang termasuk dalam
pengembangan struktur untuk penampilan yaitu keruntunan yang logis dan bisa dipahami, adanya
simpulan dari proses pemaparan, memberikan perhatian alat bantu, handout. Ukuran dari penggunaan
struktur yaitu posisi yang jelas, permsalahan yang akan dipecahkan, kemungkinan yang bisa
berkembang dan kerangka acuan atau rancangan dari seluruh penampilan.
Setelah semua kegiatan dilakukan bagian dari persiapan yaitu penutupan. Kegiatan ini dilakukan selama
2-2.5 menit yang merupakan bagian terpenting dari seluruh pemaparan. Adanya kesimpulan dan
sejumlah rekomendasi yang akan dikembangkan setelah seluruh pemaparan selesai.
Saat pemaparan
Saat pemaparan dianggap efektif sesuai kenyataan:
1. aktif dan adanya variasi gerak,
2. memiliki tujuan yang jelas
3. adanya variasi baik lisan volume dan tingkat kecepatan
4. selami mungkin
5. memiliki sasaran yang jelas, dengan catatan jangan hanya ditujukan pada kelompok tertentu akan
tetapi pada semua yang hadir.
Tidak semua materi dapat disampaikan secara sempurna terdapat beberapa faktor penghambat
diantaranya faktor hambatan komunikasi verbal. Hal ini terjadi terjadi karena:
1. berbicara terlalu cepat,
2. tidak memiliki tekanan dalam pembicaraan
3. penggunaan istilah yang mendua dan sulit dipahami,
4. keadaan fisik dari peserta yang tidak menunjang
5. datar dan tidak ada variasi selama proses pemaparan
Untuk mengurangi kemungkinan terjadi kekurangan faktor komunikasi ini dapat diatasi dengan:
1. melihat langsung pada peserta
2. memanfaatkan umpan balik dari masukan nonverbal
3. melakukan modifikasi disesuaikan dengan kebutuhan peserta ,
4. ada kehati-hatian dalam membuat paparan
Menjawab pertanyaan dapat membantu mengurangi kelemahan dalam proses pemaparan. Khusus
dalam menjawab pertanyaan hendaknya diperjatikan:
1. jangan bingung dan membuat bingung peserta dalam menjawab pertanyaan
2. jangan berpretensi pemapar mengetahui segalanya, sehingga tidak perlu segan untuk memberikan
peluang menjawab pada pihak lain,
3. kemampuan untuk melakukan antisipasi pada pertanyaan dan jawaban
4. untuk beberapa hal pertanyaan dapat menggiring pada pokok-pokok yang harus mendapatkan
penekanan pada proses pemaparan.
Masalah sikap pemapar juga cukup mempengaruhi proses secara keseluruhan, sikap yang harus
ditunjukkan yaitu:
1. ketika kita menyampaikan paparan menggunakan proyektor usahakan untuk selalu menatap peserta
pelatihan,
2. mengusahakan untuk menunjuk pokok yang dibahas,
3. pencahayaan yang memadai,
4. adanya variasi warna
5. dapat dilihat dengan jelas,
6. maksimal menggunakan 10 baris dan tiap baris maksimal 10 kata.
Beberapa kiat yang harus menjadi keperdulian penyuluh adalah seperti di bawah ini.
1. Kekhawatiran
Setiap pelatih senantiasa dihadapkan pada kekhawatiran sebelum menyajikan sesuatu bahan atau berdiri
dihadapan terlatih. Kekhawatiran dapat dianggap sebagai suatu kewajaran akan tetapi kekhawatiran
dapat menjadi patal karena hilangnya konsentrasi dan arah pembicaraan. Untuk mengurangi bahkan
menghialngkan kekhawatiran sampai pada ketakutan dapat dilakukan melalui usaha-usaha sebagai
berikut:
a. mempersiapkan penyajian sesempurna mungkin. Seorang pelatih profesional mempersiapkan bahan
pemebelajaran sedetil mungkin, menguasai dan mempersiapkan bahan pembelajaran serta memiliki
kesiapan dengan cara melatih diri sebelum benar-benar tampil dihadapan kelas.
b. Memanfaatkan ice breaker. Memecah suasana belajar sangat bermanfaat memecah kebekuan
lingkungan belajar dengan cara melibatkan semua pihak dalam proses pelatihan maupun dalam upaya
mengurangi ketegangan yang dialami pelatih sendiri. Pemanfaatan menyanyi bersama, menari bersama
atau menggunakan sejumlah jock dapat memecah kebekuan dalam belajar
c. Berbagi mengenai kekhawatiran dan ketakutan sebelum tampil dengan peserta pelatihan adalah
sesuatu yang normal. Karenanya sampai batas tertentu perlu juga disampaikan akan tetapi tidak untuk
setiap saat. Selanjutnya ada baik tampil rilek dan tanpa tekanan
2. Kredibel
Seorang yang kredibel menguasai materi, menguasai cara penyampaian, alat dan bahan serta suasana
proses pembelajaran. Beberapa acauan yang harus diperhatikan yaitu:
a. pengusaan materi pembelajaran. Seorang yang kredibel menguasai sepenuhnya materi, cara
penyampaian semua ilustrasi yang berkaitan dengan materi yang disampaikan
b. memiliki sikap sebagai seorang ahli. Seorang ahli selalu mempersiapkan bahan dan melakukan
pengorganisasian secara seksama. Seorang yang kredibel harus mampu mendengarkan dalam waktu
singkat, mampu melakukan observasi dan memanfaatkan hasil belajar dalam waktu singkat dan
mengaplikasikan dalam proses pembelajaran
c. beberapa rintangan dalam belajar banyak hal ditentukan oleh ketidakfahaman antara pelatih dengan
pihak yang dilatih. Sekaitan dengan itu tidak ada salah untuk berbagi mengenai latar belakang baik
kemampuan pelatih maupun yang dilatih untuk mencari kesamaan di atas perbedaan.
3. Pengalaman Pribadi
Pengalaman pribadi, menjadi dasar untuk berhasilnya proses pelatihan maupun penyuluhan.
Pengalaman juga faktor yang harus dijaring dari peserta pelatihan agar bisa dimanfaatkan sebagai bahan
pembelajaran. Kiat yang bisa dimanfaatkan antara lain:
a. pelatih dapat menyampaikan pengalaman pada peserta pelatiihan sekitar bidang pengetahuann yang
dikuasainya.
b. peserta pelatihan menyampaikan latar belakang pengalaman, atau menyampaikan pertanyaan sekitar
pengalaman dan berikan pula kesempatan peserta atau peserta lain untuk saling menanggapi.
c. menggunakan sejumlah analogi, tokoh film atau tokoh terkenal lainnya. Pelatih memanfaatkan kejadian
yang dikenal bersama atau sebuah situasi yang dapat dipahami sebagai bahan untuk proses
pembelajaran.
4. Memahami kesulitan peserta pelatihan
Seorang peserta pelatihan yang kredibel harus berempati, mampu memahami permasalahan yang
dihadapi oleh peserta. Dengan memahami secara proporsional dapat memanfaatkan permasalahan yang
dihadapi peserta pelatihan sebagai bagian dari proses pembelajaran dan mengatasi langsung
permasalahan. Langkah yang biasa dilakukan para pelatih dalam memahami permasalahan peserta
pelatihan antara lain:
a. memanfaatkan permasalahan. Pelatih dapat memanfaatkan humor untuk tidak menyinggung salah
seorang peserta pelatihan. Pada kesempatan lain dapat pula memanfaatkan waktu istirahat untuk
menanggapi permasalahan yang dihadapi peserta pelatihan
b. penggunaan kontak nonverbal, seperti halnya kontak mata sebagai bagian dari tanggapan pada
permasalahan yang dihadapi peserta . Hal serupa dapat dilakukan pula oleh peserta lain dalam upaya
memberikan apresiasi pada permasalahan yang dihadapi seseorang.
c. Menggunakan kelompok kecil untuk saling berbagi pengalaman. Kadang permasalahan tidak muncul
dalam kelompok besar maupun cara menanggapinya tidak semua dapat dilakukan pada kelompopk
besar. Untuk ini pelatih dapat mengembangkan struktur kelompok yang lebih kecil untuk saling berbagi
permasalahan yang dihadapi peserta pelatihan.
5. Partisipasi
Tingkat partisipasi yang dilakukan oleh peserta pelatihan merupakan ukuran berhasil tidaknya proses
pelatihan. Partisipasi bias dalam bentuk pemikiran, maupun tindakan. Pelatihan yang lebih modern justru
memanfaatkan peserta pelatihan, nara sumber bahkan tokoh masyarakat dalam menyelenggarakan
pembelajaran di kelas maupun dalam menunjang pembelajaran. Tindakan yang dapat dilakukan pelatih
antara lain:
a. menyampaikan pertanyaan terbuka. Pelatih bisa menggunakan pertanyaan terbuka dalam upaya
menampung semua partisipasi peserta pelatihan dan memberikan umpan balik pada proses pelatihan
b. mengembangkan kelompok kecil. Menggunakan kelompok kecil dimaksudkan untuk memberikan
kebebasan pada peserta untuk lebih banyak berpartisipasi.
c. Memberikan kesempatan untuk berpartisipasi. Pelatih dapat pula mengembangkan struktur dan
memberikan kesempatan pada peserta untuk berpartisipasi dalam proses pelatihan
6. Waktu
a. merencakan pelatihan dengan cara seksama. Pelatih dapat mengelola waktu melalui penyiapan bahan
secara seksama sehingga waktu yang dipergunakan lebih efisien dan tidak mengarah pada pemanfaatan
waktu yang kurang efektif.
b. Melakukan persiapan dan praktek sebelum melakukan proses pelatihan dan penyuluhan
7. Melakukan Penyesuaian Proses Pelatihan
Pelatihan mungkin tidak berjalan sesuai dengan perhitungan yang telah dirancang sebelumnya. Untuk hal
itu perlu dilakukan berbagai penyesuaian melalui:
a. memahami benar kebutuhan perorangan maupun kelompok. Pelatih harus peka pada kebutuhan
perorangan maupun kelompok. Hal ini perlu diketahui pada awal pemberian pelatihan sehingga bisa
dilakukan penyesuaian seperlunya
b. meminta umpan balik dari peserta . Penyesuain juga bisa didasarkan pada umpan balik yang diberikan
oleh peserta pelatihan, dengan mana pelatih dapat melakukan penyuaian secara periodik.
c. Mendisain ulang materi pelatihan. Disain ulang dimaksudkan dalam upaya melakukan penyesuaian
pelatihan.
8. Pertanyaan
Menjawab pertanyaan. Jawaban atas pertanyaan merupakan bagian dari kesempurnaan pelatihan. Hal
ini dapat ditingkatkan kebermaknaannya melalui:
a. melakukan antisipasi pada pertanyaan. Pertanyaan harus dijawab secara sempurna untuk memberikan
kepuasan pada proses pelatihan maupun dalam mengembangkan suasana pelatihan
b. mengulang kembali pokok pertanyaan yang diajukan peserta pelatihan. Untuk memberikan antisipasi
yang maksimal pada pertanyaan yang diberikan peserta pelatihan, dapat pula dengan cara mengulang
pokok pertanyaan yang diajukan peserta
c. jangan segan untuk mengakui pertanyaan yang diajukan peserta dengan cara memberikan
kesempatan pada ahli lain atau peserta untuk memberikan jawaban dan memberikan komentar
proporsional dan penghargaan pada jawaban yang diberikan
Menjawab pertanyaan
memberikan jawaban secara singkat dan jelas dan memberikan apresiasi wajar pada pemberi
pertanyaan
9. Umpan balik
a. umpan balik dilakukan secara informal. Pertanyaan merupakan alat yang ampuh dalam melakukan
umpan balik proses pembelajaran dan pelatihan.
b. Evaluasi sumatif. Evaluasi sumatif merupakan alat lain yang dapat dimanfaatkan dalam upaya
memperoleh umpan balik pada proses pembelajaran.
10. Media, Bahan Pembelajaran dan Fasilitas
Media
a. memahami benar semua perlengkapan yang dipergunakan. Pelatih memahami benar semua alat dan
bahan yang dipergunakan sebagai media pembelajaran
b. memiliki cadangan media. Setiap pelatihan akan dihadapkan pada kegagalan dalam penggunaan
media. Untuk hal itu pelatih harus mempersiapkan alat dan bahan cadangan bila satu saat menghadapi
permasalahan dalam penggunaan media
c. mengenali ahli yang memahami benar menggunakan media. Hal ini diperlukan sewaktu-waktu
terjadinya permasalahan penggunaan media atau bahan pendukungnya.
Material
a. mempersiapkan bahan secara seksama

Fasilitas
a. mempersiapkan bahan secara seksama. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengeceknya jauh
sebelum proses pelatihan dimulai
b. datang lebih awal. Hal ini dimaksudkan dalam upaya mengenai fasilitas dan mempersiapkan lebih awal
sebelum pelatihan atau penyuluhan dimulai.
11. Pembukaan dan Penutupan
Pembukaan
a. selalu membuka setiap pertemuan. Hal ini dilakukan dengan memberikan ice breker. Selalu melakukan
observasi dan mencoba akan selalu memutakhirkan bahan untuk pembuka pertemuan
b. melakukan proses pelatihan secara tenang. Ketenangan dalam bagian dari pembukaan maupun
penciptaan susana yang mendukung.
Penutupan
a. membuat kesimpulan pada setiap proses pelatihan atau penyuluhan. Seorang profesional berusaha
untuk membuat kesimpulan singkat padat pada setiap penampilan sesuai dengan tujuan yang menjadi
arah pelatihan
b. memberikan apresiasi pada peserta dengan mengucapkan terima kasih.
12. Catatan Khusus
a. membuat catatan sebagai kebutuhan khusus
b. memanfaatkan bahan visual seperti manual sebagai bahan pelatihan
c. melakukan pelatihan sebelum melakukan pelatihan sebenarnya

Mempersiapkan penyuluhan
Persiapan penyuluhan seperti halnya juga untuk mempersiapkan seminar, pembelajaran dan kegiatan
sejenis sangat tergantung pada kemampuan untuk merencanakan. Semuanya sangat tergantung pada
kemampuan komunikasi, kemampuan dalam memberikan pengaruh, gagasan yang cemerlang untuk
menunjang proses penampilan serta kemampuan dalam mengajar (memulai, melaksanakan dan
mengerjakannya dengan sempurna). Secara keseluruhan persiapan penyuluhan sangat tergantung pada
pemahaman mengenai keberhasilan penyuluhan, mempersiapkan bahan penyuluhan, pemahaman
sejumlah model penyuluhan, penggunaan beberapa alat Bantu dalam menunjang penyuluhan.
Penyuluhan yang berhasil
Kegagalan penyuluhan sangat tergantung pada beberapa faktor, seperti dapat diamati pada sejumlah
penyuluhan yang pernah kita laksanakan. Tanda-tanda yang muncul kepermukaan terutama dilihat dari
materi penyuluhan antara lain:
a. tidak jelas tujuan yang akan dicapai melalui penyuluhan,
b. kelemahan dalam struktur yang disajikan,
c. terlalu banyak informasi dan tidak dikelola seperti yang diharapkan atau sebaliknya informasi yang
terlalu sedikit,
d. kurang menghargai peserta , seperti tidak memberikan kesempatan untuk mengemukakan pendapat
atau kurang memberikan apresiasi pada proses penyuluhan,
e. kurang adanya kontak mata dengan peserta ,
f. penampilan yang kurang terorganisasi,
g. terlalu banyak kesalahan dan sikap depensif yang ditunjukkan oleh penyuluh terutama dalam
menerima semua kelemahan yang menyertai proses penyuluhan,
Sebaliknya penyuluhan yang berhasil dan dikatakan baik adalah memiliki sejumlah cirri:
a. memiliki tujuan yang jelas dan dapat dipahami oleh peserta ,
b. memiliki struktur yang jelas, baik dari sisi penyuluh atau peserta ,
c. memiliki informasi yang jelas yang dapat diikuti oleh peserta ,
d. selain dari pemaparan verbal juga dilengkapi dengan penampilan nonverbal,
e. hubungan dengan peserta demikian dekat serta bahan yang dikomunikasikan cukup relevan
Terdapat tiga tahapan dalam mempersiapkan penyuluhan yang baik yaitu perencanaan, persiapan dan
pemeriksaan persiapan penyuluhan. Dalam tahap ini yang harus diperhatikan yaitu:
a. mempertimbangkan sepenuhnya peserta yang akan mengikuti penyuluhan baik dari segi kebutuhan,
latar belakang sosial ekonomi maupun psikologis,
b. penetapan tujuan penyuluhan,
c. penetapan lama waktu penyuluhan,
d. mempersiapkan tempat yang menadai,
e. mempersiapkan alat dan bahan
f. membuat rancangan semua bahan yang akan dipergunakan.
Bahan ini secara sistemik terdiri dari tujuan, struktur (rangkaian logis dari penyuluhan, bahan utama dan
kesimpulan), bahasa, alat bantu dan pertanyaan yang akan dipergunakan sebagai alat ukur dari proses
penyuluhan. Beberapa hal yang harus dilakukan dalam mempersiapkan penyuluhan yaitu:
a. upayakan untuk memusatkan perhatian dari seluruh peserta pelatihan,
b. upayakan untuk memberikan penguatan,
c. memulai dengan membuat kesimpulan, semua informasi harus cukup tersedia untuk menunjang
simpulan yang akan dibuat,
d. membuat kunci-kunci keberhasilan dari semua tahapan yang akan dibuat.
Dalam melakukan persiapan harus diupayakan untuk melakukan praktek, bagaimana alur, waktu yang
dipergunakan, bagaimana komunikasi ebrlangsung, alat dan bahan apa yang dipergunakan, bagaimana
semua pertanyaan dapat dijawab dengan memuaskan semua pihak.
Tanggung jawab dalam penyuluhan
Tanggung jawab yang harus ditunjukkan dalam penyuluhan yaitu:
a. melakukan analisis pekerjaan dan mengembangkan deskripsi pekerjaan yang dipikul posisi tertentu
b. membantu karyawan untuk mengembangkan penghargaan akan pekerjaan yang menjadi tanggung
jawabnya
c. membuat pekerjaan sedemikian berharga dan dianggap sebagai suatu tantangan sehingga semua
karyawan mampu mengembangkan diri sesuai potensi yang dimilikinya,
d. mengembangkan metode agar pekerjaan menjadi mudah tanpa mengurangi standar dan prosedur
standar operasional yang dimiliki lembaga penyuluhan,
e. menempatkan pekerjaan demikian berarti sehingga semua karyawan memenuhi standar sesuai
dengan kebutuhan yang harus dipenuhinya
f. memberikan pelatihan dan pelatihan sebelum jabatan untuk karyawan,
g. memperkenalkan karyawan baru pada sesama pekerja,
h. memperkenalkan karwayan baru pada siapa mereka harus bertanggungjawab
i. mengembangkan rasa aman diantara karyawan dan peluang untuk saling membantu yang
menguntungkan,
j. membantu mengembangkan kondisi yang menunjang untuk setiap karyawan aagar mampu
mengerjakan pekerjaan dalam sebagai tim
k. mengembangkan disiplin diri berdasar pada keyakinan terutama dalam menunjang kerja tim

BAB V
MANAJEMEN PELATIHAN

A. Pendahuluan
Pelatihan pada konsep ini merupakan bagian dari pembelajaran sepanjang hayat ( continuing Education)
Tujuan dan keberadaan pelatihan berbeda dari suatu lembaga dengan lembaga lain. Akan tetapi pada
akhirnya tujuan dari lembaga yanag berhubungan dengan Pelatihan sangat berkaitan dengan bagaimana
efektivitas dalam mencapai tujuan. Bila setiap orang mempunyai urunan yang sama untuk mencapai
tujuan, pada akhirnya ketercapaian tujuan ini sangat tergantung pada keberadaan manajer yang secara
khusus memiliki tugas khusus dalam melakukan perencanaan, pengorganisasian dan mengevaluasi
setiap kegiatan lembaga dalam upaya untuk mencapai tujuan.
B. Materi pembelajaran
Manajer setiap saat harus siap untuk bersaing dalam upaya menyelenggarakan kegiatan yang
diperlukan. Untuk tujuan ini manajer harus menyelengarakan antar hubungan melalui proses yang sangat
rumit. Pendekatan manajer yang berdasar pada personal lebih banyak dilakukan dengan berdasar pada
pertimbangan filosophis dalam upaya untuk membuat perencanaan, pengorganisasian dan mengevaluasi
pengalaman belajar bagi peserta belajar di luar sekolah.
Manajemen ialah seni dan ilmu dalam upaya untuk mencapai tujuan orang-orang. Dalam beberapa segi
manajemen berbeda dengan administrasi karena yang terakhir ini lebih menekankan pada
keterselenggaraan tugas dibandingkan dengan melakukan kerjasama dengan orang-orang. Litelatur yang
berhubungan dengan pelatihan sering mengunakan istilah manajemen dengan administrasi secara
bergantian. Akan tetapi pada kepustakaan yang terakhir istilah manajemen yang paling banyak
dipergunakan. Istilah lain yang banyak dipergunakan untuk menggantikan manajemen yaitu
kepemimpinan, akan tetapi kepemimpinan tidak terlalu banyak memiliki kajian pada mengelola
organisasi. Kepemimpinan adalah kapasitas untuk mengembangkan harapan anggota. Jadi
kepemimpinan harusnya menjadi keperdulian dari semua anggota dalam suatu organisasi.
C. Perspektif Manajemen Pelatihan
Bagian berikut memaparkan jaringan kerja dari manajemen Pelatihan. Manajemen Pelatihan terdiri dari
lima subsistem yaitu (1) Tujuan jangka pendek dan jangka panjang (2) stuktur, yaitu tugas yang harus
dikerjakan serta pembagian dan koordinasinya (3) psikokultural dan sosiokultural, perilaku perorangan
dan motivasi, group dinamik, budaya dan perilaku politik (4) teknis, teknik untuk mentransformasikan
program yang dibutuhkan serta gagasan kedalam kursus, workshop, seminar dll. (5) manajerial,
merupakan hal yang paling mendasar dan upaya untuk mengkoordinasikan subsistem dalam upaya
mencapai tujuan, merencanakan struktur, mengimplementasikan kebijakan, memfasilitasi dinamika
kelompok dari lembaga, menetapkan proses pengawasan. Kelima subsistem itu merupakan dasar dari
perencanaan dan implementasinya.
Sistem manajerial merupakan sasaran utama dari pembahasan mengenai pengelolaan. Untuk hal itu
akan dibahas beberapa faktor utama yang berhubungan dengan pengelolaan ini.
Berikut ini digambarkan jaringan dari pengelolaan dalam Pelatihan

Terdapat empat tugas pelatihan yaitu pemerograman, staffing, pembiayaan dan pemasaran. Keempat
tugas itu dilaksanakan dengan menyelenggarakan tiga fungsi manajemen yaitu perencanaan,
pengorganisasian dan evaluasi. Pelaksanaan fungsi manajemen itu harus pula didasarkan kepada
keadaan sosial masyarakat meliputi keluarga dan organisasi kemasyarakatan lainnya, masyarakat dan
sistem belajar manusia.
Litelatur mengenai pengelolaan pelatihan memiliki banyak keragaman dalam fungsi dan peranannya.
Secara umum fungsi pengelolaan meliputi perencanaan, pengorganisasin, staffing, kepemimpinan dan
pengawasan (Langerman dan Smith, 1979). Tugas manajerial yang isinya memuat tugas yang harus
dikerjakan dibedakan dengan fungsi (langkah-langkah dimana tugas dipenuhi dan diakses).
Kepemimpinan tidak dimasukkan pada salah satu tugas maupun funsgi karena harus dijalankan olegh
semua staf. Evaluasi menggantikan pengawasan karena evaluasi dilakukan secara bersama, dengan
asumsi tidak dibedakan secara tegas antara atasan bawahan yang biasanya menjadi bagian utama pada
pengawasan.

D. Tugas Pokok Manajemen pada Pelatihan


Terdapat empat tugas pokok pada manajemen Pelatihan yaitu programming, pembiayaan, staffing dan
pemasaran. Keempat tugas itu diletakkan berdasarkan perioritas. Tugas yang paling utama yaitu
programming, yang merupakan tujuan utama dari manajemen pelatihan. Pembuatan program dilakukan
oleh staf dan semuanya menjadi mungkin untuk berjalan dengan dukungan pembiayaan. Pemasaran
yang merupapakan bagian akhir dari suatu proses manajemen, membutuhkan kepemimpinan yang
kreatif dari suatu program Pelatihan dalam upaya untuk mempromosikan kegiatan, yang umumnya
didukung dengan pembiayaan yang terbatas.
Pemrograman. Program dapat dikatakan merupakan puncak segalanya, yang membentuk image tentang
sebuah organisasi serta menjadi dasar untuk pengembangan keputusan serta dukungan. Program juga
yang kemudian menjadi dasar dapat dicapainya produktivitas yang merupakan identias dari sebuah
organisasi. Pada sisi lain dibutuhkan staf yang memiliki responsivitas yang tinggi, program yang
berkulitas akan membeerikan dukungan pada lembaga keluarga serta menjamin keberadaannya yang
sehat, mendapat dukungan serta memiliki keberhasilan.
Seorang pembuat program mempunyai tugas yang berbeda dengan anggota yang lain. Seorang manajer
Pelatihan mempunyai kewajiban pada peserta Pelatihan untuk memberikan arah serta landasan philosifis
yang sesuai yang menjadi dalam pemrograman. Setiap program hendaknya memiliki jaminan (1)
mencerminkan misi dari unit Pelatihan dan unit keluarga (2) diprogramkan dan dilaksanakan sesuai
dengan tahapan pelatihan yang dilaksanakan (3) menunjukkan kualitas pada tahapan dimana program
dilaksanakan. Untuk tujuan ini manajer hendaknya memiliki pengetahuan dan kemampuan untuk
melakukan penjajagan kebutuhan dari setiap peserta didik yang pada hakekatnya sangat beragam,
menyertakan peserta didik dalam membuat keputusan, membuat perencanaan dan mengevaluasi proses
pengembangan kemampuan mencipta dari setiap peserta didik, serta puncak dari segalanya harus
menguasai benar teori dan praktek dari Pelatihan.
Staffing. Selama manajemen diartikan ketercapaian program lembaga dengan bekerja efektif dan efisien
melalui orang-oranng, maka keberhasilan manajemen sepenuhnya hanya tergantung pada penampilan
staf. Fungsi dari staffing terdiri dari perekrutan, pengenalan dan perkenalan, pengembangan dan
menghasilkan staf yang baik. Dalam hubungannya dengan programming sebagai inti dari suatu lembaga,
staffing tidak kalah pentingnya sebagai fungsi inti. Sesuai dengan sifatnya dari Pelatihan yang
sepenuhnya bertumpu pada kekuatan masyarakat dan orang-orang keberadaan staff yang bersifat
voluntir menjadi ciri utamanya.
Staff yang handal harus didasarkan pada kemampuan yang tinggi dan keahlian. Untuk mendapatkan
persyaratan ini manajer harus mengembangkan kepemimpinan dan kemampuan memberdayakan staf
untuk mengembangkan kepemimpinan dan kekuatan yang berada pada dirinya. Pemberdayaan dan
kemampuan megembangkan diri sesungguhnya enjadi ciri pula bagi Pelatihan. Dengan berdasar pada
kekuatan ini maka penciptaan kemampuan staf yang dinamis, sejalan dengan pengembangan staf yng
berkeahlian dan ekselence. Hampir semua manajer lebih banyak mengkonsentrasikan diri pada ootoritas,
sedangkan yang diharapkan dari seorang manajer yang bijaksana adalah mengembangkan kemampuan
kepemimpinan stafnya.
Manajer harus pula membina kemampuan staf dalam mengembangkan kepribadian dari profesionalnya
dengan cara menggabungkan antara kemampuan memebelajarkan diri, membaca, keterlibatan dalam
pertemuan ilmiah dan keterlibatan dalam lembaga profesional. Kepaduan ini dapat memadukan antara
kontak ke dunia luar dan pengembangan gagasan baru, sesuai dengan peningkatan kemampuan berpikir
dan introspeksi.
Pembiayaan
Keperdulian dari organisasi berikutnya yaitu pencarian sumber-sumber untuk pembiayaan. Pembiayaan
ini bersumber dari pungutan yang diperoleh dari peserta belajar sampai pada grand dan pembiayaan
yang bersumber dari pemerintah. Manajer dalam hubungan ini bertanggungjawab dalam menjamin
pembiayaan yang penuh sesui dengan tujuan organisasi serta tujuan dari program yang dilaksanakan.
Pemasaran
Pemasaran merupakan kajian baru dalam Pelatihan. Kejadian yang umum yaitu kegagalan dari manajer
dalam mengenali sumber unsur sektor nonprofit seperti halnya Pelatihan. Kunci dari keberhasilan dalam
memperoleh dukungan dana untuk kepentingan penunjangan dana sektor nonprofit yaitu dengan
menyelenggarakan pelayanan yang maksimum terutama bagi klient yang menjadi andalan program
pelatihan. Hal ini sesuai dengan tujuan penyelenggaraan pelatihan terutama dilihat dari filsafat yang
dikembangkannya yaitu memberikan informasi yang lengkap, merangsang (stimulate) dan memenuhi
kebutuhan dari peserta didik dan orang tua sebagai klient. Pemasaran tidak terbatas pada pengguna dari
instansi khusus maupun hanya untuk kepentingan individu. Sikap ini hendaknya dikembangkan secar
luas di kalangan lembaga penyelenggara pelatihan. Setiap orang yang merasa perduli dengan
pemasaran harus mulai pemikiran dalam upaya memenuhi kepentingan klient. Staf yang bertugas
hendaknya senantiasa melaksanakan dialog dan melakukan perencanaan bersama dengan peserta didik
agar tetap terjamin komunikasi yang saling menguntungkan, peningkatan dan evaluasi yang
berkesinambungan dalam upaya memenuhi kebutuhan setiap pihak.

E. Fungsi Manajemen
Walaupun terdapat banyak variasi mengenai fungsi manajemen, namun terdapat tiga fungsi utama
manajemen yaitu perencanaan, pengorganisasian dan evaluasi. Ketiga fungsi ini sering dilihat secara
linier, yaitu perencanaan sebagai awal dari fungsi manajemen serta evaluasi berada pada perencanaan
dan pengorganisasian. Pada pemikiran lain ketiga fungsi ini berlangsung secara simultan, dinamis dan
saling menunjang satu dengan lainnya. Dalam hubungan ini perencanaan tidak senantiasa diakhiri
dengan pengorganisasian serta evaluasi tidak selalu berada diujung perencanaan dan pengorganisasian.
1. Perencanaan
Setiap program pelatihan dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu serta bagaimana mencapai tujuan
yang telah ditetapkan. Perencanaan adalah proses bagaimana menetapkan tujuan serta menetapkan
langkah-langkah untuk mencapai tujuan yang ditetapkan melalui tahapan analisis dan evaluasi alternatif
yang mungkin dikerjakan. Perencanaan berfungsi pula untuk menetapkan dasar dan arah untuk sebuah
lembaga pelatihan dan mengarahkan program yang dilakukan secara bersama oleh anggota staf untuk
mencapai tujuan yang secara eksplisit telah ditetapkan dalam perencanaan.
Salah satu pendekatan khusus dalam perencanaan yaitu perencanaan strategis, dengan menggabung
secara komprehensif dasar-dasar manajemen. Perencanaan ini lebih merupakan metodologi yang
mempertimbangkan secara sungguh-sungguh seluruh pertimbangan lingkungan dan peluang serta
hambatan. Tujuan utama dari perencanaan strategis yaitu memadukan antara tujuan fungsional dengan
perencanaan operasional dari staf. Terdapat lima langkah dari perencananan strategis yaitu: Satu,
penetapan tujuan dari lembaga (bagaimana cara untuk memberikan pelayanan pada klient). Kedua,
menetapkan kekuatan dari lembaga (Bagaimana cara kerja yang baik serta mengapa dilakukan). Ketiga,
penetapan kenyataan dan potensi dari klien (bagaimana sasaran pelatihan dilayani, apa yang
seharusnya dilakukan serta sejauh mana kita memahami harapan mereka). Keempat, penetapan faktor
internal dan eksternal yang mempengaruhi lembaga (sumber-sumber yang dibutuhkan dari lembaga
pelatihan dan masyarakat). Kelima, pengembangan dan operasional kegiatan (apa yang seharusnya
yang harus dilaksanakan dalam pemerograman, staffing dan pemasaran serta apakah semua itu bisa
didanai)
Perencanaan merupakan keseimbangan tugas satuan pelatihan, programming, staffing, pemasaran dan
kemampuan finansial. Dalam arti sempit perencanaan diartikan upaya menghadapi tantangan untuk
mencapai efektivitas.
2. Pengorganisasian
Perencanaan yang dibuat harus dilaksanakan. Pengoorganisasian yaitu menegembangkan sistem
peranan dan tanggung jawab serta pendelegasian tugas dan sumber-sumber untuk menjamin
penampilan yang maksimum, kejelasan harapan dan pembuatan keputusan yang efektif.
Lembaga yang berhasil memliki dasar yang kuat, struktur lembaga yang tidak terlalu rumit yang
memungkinkan terjadinya fleksibilitas dan adaptasi yang cepat. Dalam hubungan ini, lembaga pelatihan
yang berhasil ditandai dengan kejelasan tujuan lembaga yang akan dicapai serta peluang untuk
terselenggaranya fungsi secara efektif.
3. Evaluasi
Secepat perkembangan dari perencanaan, serta sumber-sumber diorganisasikan dibutuhkan pula
dukungan kemampuan untuk mengevaluasi proses dalam upaya menilai keberhasilan tujuan yang
ditetapkan. Dengan evaluasi, staf akan memiliki gambaran antara kenyataan yang telah dicapai dengan
harapan yang diinginkan dalam perencananaan. Pada hal lain dapat diketahui penyimpangan yang
terjadi, sehingga dapat dilakukan perubahan dari komponen kelembagaan dalam upaya untuk menjamin
ketercapaian rencana yang ditetapkan.
Evaluasi yang diselenggarakan hendaknya mempertimbangkan antara kemampuan untuk menyediakan
informasi yang dibutuhkan serta kemudahan dalam upaya untuk mengimplementasikan program. Metode
yang dipergunakan harus pula memperhatikan hak-hak staf maupun peserta belajar. Evaluasi dilakukan
melalui analisis data, interview pada klien dan audit program. Hal yang terpenting lainnya evaluasi
hendaknya dilakukan melalui upaya yang hati-hati berdasar atas observasi personal yang berkelanjutan.
Fungsi dan tugas dari manajemen dilaksanakan dalam organisasi dan lingkungan masyarakat yang
keduanya bisa membatasi keberfungsian manajerial

Lingkungan dimana Fungsi Pelatihan dilaksanakan.


Setiap organisasi berlangsung dalam lingkungan yang mempengaruhi penyelenggaraan satuan pelatihan
serta masyarakat yang dipengaruhi penyelenggaraan pelatihan. Satuan pelatihan itu sendiri terdiri dari
kumpulan orang-orang dan fungsi tertentu. Satuan pelatihan itu sendiri merupakan bagian tidak
terpisahkan dari kekuatan organisasi keluarga, masyarakat dan sistem belajar umat manusia.
1. Unit Pelatihan
Faktor utama yang harus menjadi perhatian dalam manajemen yaitu suasana/iklim unit Pelatihan. Untuk
meningkatkan pelayanan serta kualitas kerja dari staf diperlukan suasana kerja yang menunjang.
Lingkungan kerja yang menunjang demikian mempengaruhi pandangan dari staf mengenai lingkungan
kerja serta bagaimana seharusnya menyelesaikan pekerjaan. Programming yang efektif dan kualitas
pelayanan bersumber dari lingkungan kerja yang nyaman serta adanya saling pengertuan dan harga
menghargai diantara sesama staf.
2. Organisasi Keluarga
Pelatihan merupakan bagian dari lembaga yang lebih besar yang bidang garapannya tidak hanya
sebatas yang berhubungan dengan pelatihan. Keluarga secara berarti memiliki sumbangan pada
penydiaan sumber-sumber untuk kepentingan penyelenggaraan pelatihan. Atas dasar itu unit pelatihan
sudah sewajarnya memahami dengan sepenuhnya budaya dan dinamika dari organisasi keluarga. Unit
pelatihan harus mengenal pula peran-peran yang ada pada pelatihan keluarga ini serta mengembangkan
pelatihan sesai dengan tujuan dan nilai-nilai yang dikembangkan di lingkungan keluarga. Hal penting
lainnya upaya menjalin kerjasama dengan unit/bagian yang menajdi cakupan dari lembaga keluarga. Bila
kerjasama dan mekanisme kerja ini berjalan sesuai dengan nilai yang dikembangkan keluarga, maka unit
pelatihan secara tidak langsung telah mengembangkan sumber-sumber yang sesungguhnya menjadi
dasar pengembangannya.
3. Masyarakat
Bila unit pelatihan memiliki keperdulian pada lingkungan disekitarnya, maka yang dimaksud diantaranya
yaitu masyarakat disekitar unit tersebut. Pada tataran ini termasuk semua sasaran pelatihan, organisasi
dari klien dan kelompoknya, orang yang menjadi provider, kritisi, dan pendukung. Untuk memperoleh
informasi yang diharapakan dibutuhkan kemampuan untuk meneliti aspek yang paling bernilai guna dari
sumber yang ada pada masyarakat. Kemampuan untuk meneliti sumber masyarakat menjadi dasar bagi
pengembangan kevcenderungan dan kegiatan yang menjadi bagian dari unit pelatihan. Hal yang paling
inti dari lingkungan masyarakat harus dikategorikan, dikumpulkan dan dianalisis. Kumpulan data ini
merupakan bagian dari perenvcanaan strategik. Beberapa yang umum dijadikan masukkan untuk unit
Pelatihan meliputi: demografi, ekonomi, sumber daya alam, teknologi, politik, dan budaya. Data yang
bernilai guna ini pada tahapan akhir perlu dikajiulang untuk mendapatkan data ayang benar-benar paling
bermanfaat.
Sistem pembelajaran masyarakat.
Bagian terakhir dari manajemen lingkungan yaitu organisasi sistem pembelajaran masyarakat. Unit
Pelatihan yang umumnya hidup dan mendapat dukungan dari sistem pembelajaran dari masyarakat
harus mengenal dengan pasti sistem seperti keluarga, masyarakat, mesjid, lingkungan kerja, media,
sekolah, perguruan tinggi. Sistem ini dilihat dari kemitraan dan antar hubungan (interdependensi)
mempunyai hubungan baik langsung maupun tidak dengan penyelenggaraan unit pelatihan. Unit ini
saling berhubungan baik langsung maupun tidak secara formal maupun informal. Manajer dalam dekade
kedepan ini harus benar-benar memperhatikan komponen dan interaksi dengan unit pembelajaran
masyarakat.
F. Mengelola Unit Pelatihan.
Prinsip-prinsip dasar dari organisasi berlaku dalam mengelola unit pelatihan. Hal yang sangat menatang
justru dalam mengaplikasikan prinsip ini pada lembaga yang lebih khusus yang umumnya sangat rumit
pada dekade ini.
Bangsa maupun dunia saat ini dihadapkan pada era baru yang lebih dikenal dengan era informasi,
masyarakat jasa, masyarakat komputer, serta masyarakat ekonomi baru. Semua itu secara bersama
bergerak menuju teknologi tingkat tinggi, persaingan internasional, komunikasi yang berdasar pada
media, keterlibatan kelompok minoritas, semakin meningkatnya prinsip individualime serta erosinya
beberapa nilai sosial dan kerentanan keluarga. Hal yang harus menjadi perhatian dari unit pelatihan pada
dekade ini terutama berkaitan dengan tenaga kerja dan media. Demikian pula keberadaan dari keluarga,
lembaga keagamaan dan masyarakat sendiri yang semakin melemahnya kemampuannya sebagai
provider. Sama halnya dengan sekolah yang karena keterbatasannya hanya mampu memberikan
kemampuan dasar dalam pengembangan sumber daya manusia yang pada saat yang bersamaan
memberikan peluang pada organisasi kemasayarakatan untuk lebih melengkapkan pelatihan. Pada hal
lain media berada pada persimpangan jalan apakah menjadi bagian dari penyedia sarana untuk proses
pembelajaran atau hanya memenuhi fungsinya sebagai entertainer.
Pada keberadaan melemahnya institusi dan media ini, unit Pelatihan harus menunjukkan funsginya
dengan penekanan pada kualitas pelayanan. Bagaimana manajer dapat menjemput peluang ini?
Jawabannya tergantung pada sistem manajemen, yang berkaitan dengan kefungsian pada tahapan
pemerograman, pembiayaan, pemasarana dan staffing yang memungkinkan terjalinnya jaringan kerja
yang memungkinkan untuk mmengidentifikasikan kecenderungan utama (key trends) dan isu-isu yang
dipadukan dengan pedoman manajemen yang efektif.
Pemprograman. Unit pelatihan luar seklah hendaknya memiliki sensitivitas pada hal-hal sebagai berikut:
Lingkungan kerja hendaknya menjadi pusat kegiatan belajar bagi umumnya penduduk. Lembaga
pelatihan harus bertanggungjawab untuk menjadikan lingkungan kerja sebagai pusat belajar.
Kompetisi bagi peserta belajar akan semakin meningkat. Pada kondisi seperti dibuthkan kemampuan
untuk memberikan bimbingan melalui kemampuan pemasaran dan promosi yang canggih. Hubungan
dengan lembaga lain di luar unit Pelatihan akan semakin dibutuhkan dalam upaya memberikan
pelayanan pada peserta belajar yang siap untuk berkompetisi.
Semakin berkembangnya budaya dan heterogennya keadaan penduduk yang membutuhkan cara
pembelajaran yang berbeda pada tahapan belajar yang berbeda pula.
Beberapa hal yang akan mempengaruhi bagian programming pada dekade ini, yaitu:
Perencanaan akan semakin sulit berkaitan dengan peningkatan kebutuhan, latar belakang sosial
ekonomi yang demikian beragam serta keterbatasan sumber-sumber yang berkelanjutan.
Unit Pelatihan harus lebih adaptif yang pada saat yang sama unit pendidkan masih demikian terikat oleh
tradisi pembelajaran yang klasik.
Unit Pelatihan akan semakin bersaing baik yang diselenggarakan oleh lingkungan lembaga resmi
maupun lembaga lain yang pada saat bersaamaan menyelenggarakan proses Pelatihan.
Pelatihan akan berkisar antara yang bersifat peluncuran menjadi pelatihan yang bersifat learner oriented.
Bila sifat pelatihannya lebih diarahkan pada pekerjaan maka lingkungan pelatihan harus lebih diarahkan
pada lingkungan kerja seperti hanya perkantoran, toko, pusat latihan dan executive suite. Program
hendaknya lebih banyak diarahkan pada kebutuhan pelanggan, teknologi tingkat tinggi (high tech dan
berdasar pada komputer) serta lebih berpusat pada pengembangan individu.
Semakin meluas keragaman peserta didik semakin diperlukan keterlibatan peserta belajar dalam
perencanaan. Demikian pula staf yang sifat waktu penuh menuntut pemahaman yang lebih jauh dari
kebutuhan peserta didik dan basa-basi bahwa mereka memiliki urunan yang kuat dalam menetuka
perencanaan sudah harus dihapus. Kepanitiaan unit Pelatihan harus terdiri dari para perencana yang
mampu menerima saran dari berbagai pihak serta dialog yang berkelanjutan serta kebutuhan
perkelompok harus lebih diwujudkan.
Evaluasi hedaknya lebih diarahkan dari performance based learning pada produktivitas peserta belajar
yang bersamaan dengan pengembangan lembaga. Sekalipun tujuan unit pelatihan lebih dikembangkan
pada pengembangan keterampialn akan tetapi pada saat yang sama tidak mungkin dilepaskan dari
kemampuan manajerial dan kemampuan belajar. Pada gilirannya satuan pelatihan tidak pula melupakan
tentang outcome.
Staffing
Ada beberapa asumsi sehubungan dengan outcome.
Peningkatan kualitas staff dipengaruhi secara berarti oleh tingkat pelatihan. Kemapanan dalam
menghadapi pekerjaan mempunyai kaitan dengan kaitan dengan kepemimpinan dan manajemen yang
inovatif.
Dengan tidak melemahkan faktor penghasilan, dibutuhkan pula kepuasan dalam bekerja, rintangan, dan
kepemimpinan.
Dari kecenderungan itu selanjutnya berkembang isu-isu:
Perubahan di lingkungan staf akan meningkat manakala para profesional unit pelatihan diganggu faktor
bisnis.
Campu tangan pihak keluarga sebagai organisasi akan meningkat sejalan dengan penampilan dari unit
pelatihan yang bersifat marginal
Kedua hal itu sejalan dengan penghasilan yang tidak meningkat dan beratnya beban kerja akan
mengundang semakin meningkatnya stres dan mengganggu keberaadaan staf unti pelatihan.
Setiap manajer harus memiliki keyakinan bahwa keberadaan mereka semata-mata untuk menggerakkan
orang-oang di sekitar mereka. Tugas yang kritis berikutnya yaitu untuk memberikan dorongan kepada staf
yang memiliki potensi agar mampu tampil maksimal. Sehubungan dengan ini lembaga pelatihan harus
senantiasa fleksibel untuk mengakomodasikan setiap potensi dari staf.
Sikap yang positif terhadap keberadaan dan peningkatan staf akan mendorong staf nit pelatihan untuk
meningkatkan dedikasi serta perannya pada unit pelatihan, yang pada saat yang bersamaan jumlah gaji
yang diterima tidak merupakan satu-satunya jaminan dukungan mereka pada keberadaan unit pelatihan.
Manager yang memiliki kemampuan untuk mendukung staf dan memiliki sensitivitas yang tinggi akan
memberikan rangsangan kepada para pencinta lain untuk memberikan dukungannya pada
penyelenggaraan unit pelatihan dengan tidak semata-mata tertarik oleh besarnya jumlah penghasilan.
Faktorlain yang demikian kuat dukungannya untuk meengembangkan kerjasama penampilan perorangan
(individual performance) dan produktivitas kelompok dari staf. Manager memberikan dukungan pada staf
dengan cara memfasilitasi untuk bekerja secara efektif serta memiliki pengaruh yang nyata untuk
pelayanan bagi unit pelatihan yang merupakan puncak dari kepemimpinan bagi unit pelatihan yang
dipimpinannya.
Pembiayaan.
Kecenderungan-kecenderungan yang akan memberikan dampak pada unit pelatihan mengenai
pembiayaan diantaranya:
Kebutuhan akan pelatihan semakin meningkat secepat perkembangannya yang tidak lagi dianggap
satu-satunya pemuas pencapaian tujuan.
Tekanan untuk pelayanan lainnya seperti bantuan untuk mereka yang terkena pengaruh obat bius adan
kejahatan akan semakin mengurangi dana untuk penyelenggaraan pelatihan
Di lingkungan pelatihan sendiri, maslaah yang selalu timbul seperti halnya tinggi angka dropout akan
semakin membutuhkan dana yang lebih besar.
Sehubungan dengan kecenderungan ini maka dana untuk penyelenggaraan pelatihan yang akan terjadi:
Dana untuk penyelenggaraan pelatihan setiap tahunnya akan cenderung menurun.
Kebijakan untuk penyelenggaraan pelatihan yang paling realitis yaitu dengan self sustaining.
Kebijakan administrasi pendukung penyelenggaraan unit pelatihan sudah waktunya menjadi sumber
keuangan untuk penyelenggaraan kegiatan yang lebih besar.
Unit pelatihan sesuai dengan asumsi-asumsi di atas hendaknya mengembangkan pernannya sebagai
unit produksi yang berdasar pada usaha wirausaha. Sekaitan dengan pemikiran ini istilah profit
hendaknya lebih diterjemahkan pada kemampuan untuk menutup semua pembiayaan secara normal
seperti halnya untuk kepentingan ruangan, mebeler dan penggajian bukan semata-mata untuk
keuntungan dalam arti umum. Pada tahapan berikutnya sumber-sumber untuk kegiatan unit pelatihan
harus dikembangkan untuk pertumbuhan dan perkembangan dimasa yang akan datang. Seperti yang
sering dikemukakan ahli, bahwa profit adalah biaya yang harus selalu menjadi bagian dari suatu usaha
bisnis. Ini adalah bibit untuk pertumbuhan di masa yang akan datang serta dana yang dicurahkan untuk
pertumbuhan yang sehat bagi kemajuan unit pelatihan terutama dalam menghadapi persaingan global
pada dekade yang akan datang.
Pemasaran
Kecenderungan dalam pemasaran yang memiliki pengaruh pada pelatihan, meliputi:
Pemasaran lebih tertuju pada produk yang sifatnya pelayanan (service) dibanding dengan pemasaran
dalam bentuk barang dan benda yang biasa dijual.
Pengiklanan akan cenderung meningkat dan canggih menggunakan berbagai media dan strategi.
Pengiklanan yang terbaik masih tetap pada word of mouth, kata meluncur dari media sejalan dengan
peningkatan jaringan dalam setiap bidang.
Sesuai dengan asumsi ini berkembang kecenderungan berikutnya:
Kebutuhan akan ahli pemasaran akan cenderung meningkat, akan tetapi dana untuk bidang ini akan
semakin menuurun serta curahan dana yang cenderung aka semakin mengecil pula.
Dibutuhkan waktu yang lebih banyak bagi staf untuk mengembangkan strategi pemasaran yang
komprehensif dengan fokus lebih pada pelayanan.
Unit pelatihan harus meningkatkan keperdulian bahwa peserta belajar adalah sebagai customers.
Sangat langka keberadaan staf yang memiliki keahlian dalam pemasaran. Pada bagian awal dari tulisan
ini ditekankan bahwa kompetisi pemasaran pelatihan unit pelatihan akan menjadi bagian utama pada
dekade ini. Sehubungan dengan ini diperlukan seorang ahli yang profesinal yang full timer. Dukungan
dana untuk pemasaran perlu pula ditingkatkan.
Toleransi lingkungan pada kealfaan dalam pemasaran akan semakin sulit untuk diperoleh. Sehubungan
dengan hal ini diperlukan strategi pemasaran yang inovatif serta perencanaan yang semakin ditingkatkan
untuk memaksimalkan kemampuan unit pelatihan sendiri. Program yang semakin ditingkatkan dan
sumber belajar harus semakin ditingkatkan, dengan penekanan pada strategi pemasaran dan
pengiklanan yang creatif yang ditujukan pada poulasi yang terarah pula/pangsa pasar.
Pemarasan ang utama ditujukan pada pembelajar yang bekerja (worker learner), sedang pada saat yang
sama sasaran lainnyapun harus pula mendapat perhatian yang sungguh-sungguh. Pertimbangan utama
hendanya diberikan pula pada pendekatan lingkaran belajar dengan penekanan bahwa peserta belajar
adalah customer. Dalam hubungan ini pemilihan kegiatan ditujukan pada pertimbangan utama bahwa apa
yang dicurahkan oleh peserta belajar akan mendapat imbalan dalam bentuk kebutuhan individual.
Dengan cara memperogram pelajaran untuk kelompok kecil atau learning circles, memungkinkan
manajer unit pelatihan untuk menetakan program inti serta mengembankan sumber-sumber
pendukungnya. Dari gambaran ini selanjutnya bisa dikembangkan program dan rencana pemasarana
untuk sasaran yang lebih terarah seperti halnya para profesional baru, kelompok yang menghadapi PHK,
asosiasi profesional serta persatuan dari pengusaha. Semua kemungkinannya sangat tergantung pada
kreativitas manajer.
Pemasaran yang paling efektif selanjutnya masih tetap akan didominasi oleh program yang berkualitas
yang dikreasi dengan berdasar pada learner-centered. Hal ini sesuai dengan asumsi bahwa unit
pelatihan yang berhasil tergantung pada apresiasi dan pemahaman peserta belajar bahwa belajar yang
akan diikuti dan sedang dilakukannya merupakan bagian dari urusan dirinya sendiri.
Kecenderungan dari unit pelatihan pada dekade terakhir ini membatasi kreativitas dan efektivitas dari
manajer sehingga tidak semua sasaran secara efisien bisa dilakukan. Jawaban yang langsung
tergantung pada bagaimana kita mengantisipasi kecenderungan, ketanggapan pada isu yang
berkembang serta bagaimana tugas-tugas manajemen secara efektif dilaksanakan akan menghasilakan
buah secara langsung. Hadiah langsung bagi seorang manajer yaitu keuntungan dalam bentuk
kepemimpinan yang efektif dan staf yang produktif yang mendukung pada perwujudan program yang
berkualitas.

G. Peluang Pendidik untuk meningkatkan diri


Sesungguhnya terdapat berbagai peluang bagi Pendidik untuk melakukan proses pembelajaran baik
secara formal maupun informal. Dalam keterbatasan waktu yang dimilikinya pelatih, terdapat beberapa
peluang bagi untuk meningkatkan diri, baik yang bersifat formal maupun informal. Dalam keterbatasan
waktu yang dimilikinya, sangat penting baginya untuk melihat peluang belajar ini sebagai bagian dari
pelatihan seumur hidup (life long learning). Peluang belajar ini lebih dikenal dengan fasilitasi belajar
(Koppich and Knapp, 1998). Proses belajar bagi Pendidik sangat tergantung pada ciri-ciri lingkungan
belajar yang efektif, baik yang menyangkut pelatihan inservice maupun pelatihan pada tingkatan
perguruan tinggi.
Peluang belajar bagi seorang pelatih dapat dikembangkan dari praktek mengajar yang dilakukannya. Bila
proses mengajar ini dikembangkan atas dasar upaya monitoring dan penyesuaian atau dilihat dari model
pengajaran yang lebih rasional maka hal ini dapat dikategorikan pada proses pembelajaran bagi pelatih.
Dengan cara ini pelatih dapat memperoleh pengetahuan baru dan memahami lebih jauh mengenai
peserta, tempat pelatihan, kurikulum dan metode pembelajaran dengan cara menyelenggarakan proses
eksperimen sesuai dengan pengembangan profesi yang menjadi keperduliannya. Pelatih juga dapat
mengembangkan upaya pembelajaran bagi dirinya dengan mengembangkan berbagai jenis penelitian,
misalnya dengan cara mengembangkan action research, dengan menindaklanjuti melalui jurnal, essay,
riset tindakan kelas dan proses inkuiri.
Pendidik dapat pula mengembangkan proses pembelajaran dengan melakukan interaksi dengan sesama
pelatih. Proses seperti ini sering dilakukan pada mentoring dalam kegiatan permagangan. Pendekatan
yang lebih formal bisa dilakukan dengan mengikuti proses pembimbingan yang diberikan oleh pelatih
tertentu yang bisa dilakukan melalui program pemerintah. Dalam bentuk informal dilakukan melalui
proses pembicaraan yang dilakukan sesama pelatih. Proses lain yang biasa dilakukan melalui kegiatan
supervisi yang dilakukan oleh pihak pengawas, pimpinan atau pihak lainnya. Dalam kadar yang demikian
terbatas pengembangan pelatih dapat dilakukan dalam proses pembelajaran seperti inservice formal.
Pengawas umumnya mengenali pihak yang memiliki kahlian, dan melalui mereka dikembangkan kegiatan
inservice kepada sesama pelatih. Proses pembelajaran dapat terjadi pula pada saat pelatih memperoleh
peluang untuk mengajar di luar sekolahnya, dengan cara bertemu teman seprofesi atau melalui workshop
dan penampilan didepan pelatih lainnya.
Peluang lain lagi dapat diperoleh dengan cara mengikuti pelatihan formal atau program gelar, atau
melalui kegiatan khusus yang deselenggarakan dalam upaya meningkatkan kemampuan pelatih.
Pelatih dapat pula mengikuti program master, baik untuk program master pelatihan dalam upaya untuk
memperoleh sertifikasi atau dalam upaya promosi yang berhubungan dengan peningkatan
pendapatan/gaji. Dalam kegiatan seperti ini penekanan lebih pada penguasaan gelar dibandingkan
dengan penguasaan materi pembelajaran.
Bagian terakhir yang berhubungan dengan peningkatan kemampuan pelatih yaitu mempelajari materi di
luar tugas profesinya, dengan mempelajari pengembangan intelektual dan moral. Bahan yang dipelajari
bisa bentuk nondidaktik dalam bentuk pelatihan atau hal lain yang berhubungan dengen kepemudaan
dalam masyarakat.
Mengingat demikian banyaknya variasi kesempatan belajar bagi seorang pelatih, maka tidak mungkin
untuk mengelompokkannya dalam kualitas tertentu sebagai proses pembelajaran yang berkualitas serta
amat terbatas kegiatan yang bersifat finansial. Selain dari itu amat terbatas pula invesmen publik yang
secara khusus ditujukan untuk pengembangan kemampuan profesional pelatih.

H. Kualitas peluang pembelajaran bagi Pelatih.


Kesempatan pembelajaran bagi seorang pelatih memang terbatas akan tetapi tidak berarti tidak dapat
memenuhi kualitas yang diharapkan. Beberapa kecenderungan yang berkembang dapat dilihat dari
pembelajaran yang berpusat pada peserta belajar, pembelajaran yang berpokok pada pengetahuan,
pembelajaran yang berpangkal pada kebutuhan dan pembelajaran yang berpangkal pada masyarakat.
Salah satu proses pembelajaran berlangsung di lingkungan pelatih sebagai peserta belajar. Lingkungan
pembelajaran yang berpangkal pada peserta belajar lebih menekankan pada kekuatan, minat dan
kebutuhan dari pelatih sebagai peserta belajar. Beberapa kesimpulan dari proses pembelajran ini lebih
bersifat ceramah dan workshop yang umumnya tidak atas kebutuhan pelatih. Keinginan untuk mengikuti
proses pembelajaran yang didasarkan pada kebutuhan pelatih dalam upaya memenuhi standar seorang
pelatih. Pelatih yang memiliki keinginan menjadi seorang profesional, dilakukan dengan cara kerap
menghadiri pertemuan dalam membahas kurikulum.
Proses pembelajaran bagi pelatih ini lebih menekankan pada pengetahuan dalam kontek pedagogi yang
umumnya tidak terlalu ideal. Kelemahan umumnya terletak pengetahuan berkembang dari pelatih ke
pelatih akan tetapi kurang didukung dengan penelitian.
Pembelajaran berdasar pada asesmen. Dengan asesmen peluang belajar bagi pelatih lebih menekankan
pada pemahaman dengan cara mencoba dan melakukan umpan balik. Sertifikasi dikembangkan dalam
upaya mengembangkan kemampuan praktis dari pelatih. Kegitan sertifikasi dapat mengarahkan pelatih
untuk menekankan pada segi-segi yang dianggap kurang diperhatikan. Selain dari itu pelatih yang
dipersiapkan untuk program sertifikasi dapat pula mengembangkan permasalahan yang dihadapinya
dengan melakukan diskusi dengan sesama pelatih berkaitan dengan umpan balik dari proses
pembelajaran dan gagasan yang dimilikinya. Penemuan dari Renyi (1996) menyimpulkan bahwa tujuan
sertifikasi yaitu melakukukan identifikasi tingkat penguasaan materi/master pelatih yang telah memiliki
tingkatan keahlian tertentu dalam bidang yang ditekuninya. Pada beberapa negara maju dilakukan pula
penilaian pelatih lokal yang memiliki kemampuan tertentu dengan cara menjaring dan memberikan
penghargaan. Penyaringan seharusnya tidak dilakukan oleh panitia lokal akan tetapi dilakukan lembaga
independen di luar struktur kelembagaan pelatih yang telah ada. Praktek inipun sering mendapat kritik
karena pihak luar dianggap tidak memiliki pemahaman dalam melakukan penilaian. Bahan yang dijadikan
penilaian diantaranya fortfolio yang berhubungan dengan kerjasama antara pelatih dengan muridnya.
Kemampuan pendidik untuk mengembangkan diri adalah bagian dari makna keberadaan pusat kegiatan
belajar masyarakat, terutama sekaitan dengan fungsinya sebagai wahana peningkatan diri dan sarana
tukar pikiran antar berbagai aktivis yang ada dalam masyarakat.

BAB V
MODEL PELATIHAN
PENDIDIKAN VOKASIONAL DAN TEKNIS

Model ini dikembangkan untuk menjawab model pelatihan yang tepat untuk pelatihan vokasional dan
teknis. Penekanan terletak pada tujuan yang menekankan keterserapan oleh lingkunga kerja melalui
pendidikan yang diselenmggarakan oleh sekolah negeri maupun swasta, dengan dokus utama pada
lembaga publik. Pelatihan nditujukanagar pemuda mampu untuk diserap oleh lingkungan kerja. Pada
diskusi ini tidak dibahas pendidkkan tingkat akademi.
Model pengembangan pelatihan ini terdiri dari empat tahapan:

A. Pemahaman kebijakan
Pemahaman kebijakan bekaitan dengan sumber-sumber yang berlangsung apda sisitem pendidikan
sendiri maupun lingkungan kerja sebagai dsar untuk penetapan kebijakan sesuai dengan pilihan yang
ada terutama yang menyangkut mengenai filsafat. Perusahaan kecil dnegan sumber daya yang terbatas,
berlebihnya tenaga pengawasan dan pelatihan paruh waktu sepenuhnya sangat tergantung pada sumber
dan jasa pelatihan yang dapat disediakan dari luar sistem. Sebaliknya perusahaan besar dengan tingkat
kecanggihan tinggi memiliki lembaga pelatihan tersendiri sebagai bagian pendukung yang berkitan erat
dengan pejualan dan kegiatan rpoduksi, umumnya memiliki pilihannyanhg cukup banyak dalam
penyediaan tenaga kerja. Dalam menunjang kegiatan pelatihan akan terjadi penambahan biaya dan
merupakan resiko tersendiri bila akan menyelenggarakan sendiri proses pelatihan.
Penyediaan lembaga pelatihan kerja tersendiri bukan merupakan pilihan yang paling baik, termasuk
untuk perusahaan besar sekali pun. Seperti yang dilakukan Perusahaan Motor Ford, lebih memilih
fasilitas yang disediakan oleh lembaga di luar perusahaan dalam memberikan pelatihan pada tenaga
kerjanya. Terndapat pula lembaga seperti general motor dan chrysler yang memiliki sendiri lembaga
pelatihan di lingkungan perusahaan.
Sebagai konsekulensinya diperlukan pengaturan khusus mengenai ketenagaan kerjaan dan pendidikan
vikasional pada semua tataran pemerintahan. Selanjutnya maka lembaga harus melakukan keputusan: 1)
apakah menyelenggarkaan proses pelatihan dengan menggunakan fasilitas publik 2) bagaimana
melakukantanggapan akan tekanan prioritas sosial yang langsung. Semua keputusan itu harus segera
dilakukan dan bila tidak dipandang lebih bermanfaat amat mungkin pula tidak dapat memenuhi tuntutan
kewajiban yang seharusnya ditunjukkan lembaga. Dalam hal ini pilihan mengenai siapa yang
menyelenggarakan pendidikan untuk tenaga kerja demikian krusial.
Untuk membuat keputusan penggunaan lembaga penyelenggara pelatihan publik serta penetapan
lembaga pendidikan yang lebih memadai berikut programnya yang memenuhi ketentuan manajemen,
dimana pada umumnya tidak menjadi keperdulian. Sebagian kecil pengelola berpendapat bahwa melalui
penyediaan akademi dapat melakukan pelatihan untuk kepentingan pertanian maupun mekanik. Calon
peserta belajar unutk lembaga ini benar-benar merupakan tantangan tersendiri.
Manajemen dalam hubungan ini perlu secara skeptis dalam melihat manfaat program yang
dikembangkan. Pengembangan akademi tidak luput dari dukungan sponsor yang sungguh-sungguh.
Kerjasama perlu secara berlanjut dilakukan antara pusat pelatihan tenaga kerja, pusat pelatihan dan
lembaga pelatihan keterampilan regional.
Kebijakan lembaga pelatihan sangat ditekankan pada program prioritas yang mempunyai dimensi nilai
tambah. Selama ini pelatihan lebih bayak ditujukan pada peserta belajar hyang memiliki kekurnagan
secara fisik seperti halnya untuk veteran. Dalam rangka pengembangan pelatihan perhatian harus pula
ditujukan dalam upaya memberikan hak yang sama untuk memperoleh kemampuan vokasional terutama
bagi etnis minoritas, perempuan, pekerja yang lebih tua dalam mempersiapkan kareer dan kepada pihak
yang selama ini kurang menfapatkan perhatian.
Keikutsertaan dalam proses pelatihan berdasar pada sejumlah pertimbangan kebijakan. Dalam hal ini
standar yang ada perlu mendapat peninjauan kembali, peserta latihan hahrus dilihat dalam hubungannya
dengan peluang ekonomi, dengan memanfaatkan subsidi yang bisa disediakan oleh pemerintah
berkaitan dengan peluang kerja yang berkaitan dengan sektor usaha.
Isu yang berhubungan dengan aspek legal, sosial, filsafat dan ekonomi hendaknya menjadi pertimbangan
utama dalam pembuatan keputusan yang berkaitan dengan pelatihan tenaga kerja. Rangkaian
pertimbangan hendaknya lebih diperioritaskan pada aspek manajemen sebelum diarahkan pada
pemanfaatan sumber keterampilan dan teknis yang berhubungtan dengan program yang dikembangkan.

B. Komitmen bersama mengenai tujuan pelatihan


Analisis kebutuhan dan penetapan tujuan pelatihan merupakan faktor yang demikian penting dalam
pelatihan vokasional dan teknis. Perkembangannya sangat dipengaruhi oleh materi/isi pelatihan, kualitas
dan tingkat kesesuaian antara pelatihan dengan kebutuhan akan tenaga kerja. Penetapan tujuan yang
sesuai berkaitan dengan keterampilan yang diharapkan dan standar pengetahuan merupakan dasar
dalam membuat perencanaan yang sesuai dengan evaluasi tingkat efektivitas serta sumber-sumber
untuk penyelenggaraan pendidikan. Beberapa hal yang harus dieprhatikan meliputi: analisis tugas,
pendidikan prakerja, pendidikan untuk kelompok tertentu dan program pelatihan.
Analisis tugas
Analisis tugas, tujuan pelatihan dan keterampialn yang diharapkan dan pengetahuan merupakan hasil
yang harus dilihat dari aspek produk (by product) dari gerakan pembelajaran keterampilan. Terdapat
beberapa model analisis tugas, seperti halnya model yang dikembangkan pada lingkup perbankan.
Pada umumnya pendidik memiliki perhatian yang sungguh-sungguh dalam penetapan tujuan. Tingkat
kesempurnaan sebuah pelatihan banyak dipengaruhi oleh penetapan tujuan dalam pelatihan vokasional
dan teknis.

C. Pendidikan sebelum memasuki lapangan kerja


Pendidikan sebelum memasuki lapangan kerja umumnya dilakukan dalam seting waktu penuh.
Perancangan bahan ajar dilakukan utuk memenuhi kebutuhan kerja seperti halnya kemampuan
mengetik, operator komputer, mekanik otomotif atau asisten memasak. Lulusan umumnya dikenali
melalui sertifikat atau diploma bagi mereka yang telah menyelesaikan pendidikan tingkat akademi. Bila
pendidikan ditujukan untuk memperoleh pengakuan dalam memasuki lapangan kerja, tujuan dalam
bentuk perilaku merupakan standar dalam membuat keputusan ketenagakerjaan.
Pendidikan untuk memasuki lapangan kerja merupakan jawaban pada pertanyaan: dapatkah lulusan
memenuhi standar yang ditetapkan untuk memasuki lapangan kerja? Dapatkah lulusan menunjukkan
kinerja lebih baik dibandingkan dengan mereka yang tidak memperoleh pelatihan khusus? Apakah
manfaat dari pelatihan dalam meningkatkan kereer lulusan? Bila perilaku yang dapat diwujudkan dapat
memenuhi standar yang ditetapkan maka pelatihan dapat dikatakan memenuhi makna efektivitas
pembiayaan.

D. Pendidikan untuk kelompok khusus


Kelompok pendididkan ini dimaksudkan bagi peserta pelatihan untuk dipekerjakan khusus atau untuk
organisasi tertentu. Tenaga yang dibutuhkan untuk lembaga tertentu dapat dilatih pada lembaga khusus
atau dengan menggunakan pelatihan yang dimiliki oleh lembaga pendidikan pemerintah. Menggunakan
lembaga pemerintah dengan penataan yang memadai dapat meningkatkan efektivitas dalam
penggunaan sumber-sumber.
Lembaga pelatihan pemerintah dapat melayani perusahaan motor untuk memenuhi kualifikasi bagi
mereka yang gagal mengikuti ujian melalui pemagangan. Untuk memenuhi tingkat efektivitas lembaga
pengirim melakukan identifikasi kesenjangan yang ditunjukkan oleh pegawai. Kesenjangan ini kemudian
dikembangkan menjadi tujuan pembelajaran dan diperbaiki melalui pembelajaran individual. Pegawai
menggunakan pembelkajaran mandiri dan bahan ajar yang dibutuhkan untuk memperbaiki kekurangan
yang dirasakan. Untuk memperbaiki proses, pembimbing yang ada pada lingkungan lembaga membantu
para peserta belajar dengan memberikan bahan ajar di lingkungan kerja dalam upaya meningkatkan
keterlibatan tenaga kerja dan komitmen pada pekerjaan.
Peserta belajar yang terlibat dalam pelatihan ini umumnya mereka yang memasuki lingkungan kerja akan
tetapi tidak memiliki latar belakang pendidikan yang memadai.
Program dan kursus individual
Tipe ketiga dari pelatihan yaitu program dan kursus dengan menggunakan kurikulum standar. Sekolah
baik negeri maupun swasta banyak menyelenggarakan kursus dalam memenuhi tuntutan lapangan kerja,
seperti halnya komputer untuk lingkungan industri maupun untuk kepentingan tradisional seperti halnya
pelatihan sebagai supervisor.
Kursus beragam dan banyak jenisnya, dan para profesional pelatihan mendapat tantangan untuk
memenuhi kebutuhan akan bahan ajar tertentu yang dikehendaki. Ukuran dari sebuah pelatihan yang
diharapkan ditentukan oleh kualitas relevansinya. Dengan banyaknya kursus dan bahan ajar, maka para
profesional sangat tergantung pada evaluasi dari peserta belajar.
Ukuran yang paling baik yaitu sejauh mana catatan tampilan dari peserta kursus. Peserta belajar yang
mengenal dan dapat menunjukkan tujuan yang seharusnya dipenuhi, mereka akan dapat menjelaskan
mengenai makna belajar dan kemanfaatan pengetahuan yang diperoleh dalam memenuhi pekerjaan.

E. Sumber-sumber pelatihan
Terdapat beberapa sekolah yang menyelenggarakan pendidikan untuk memenuhi tenaga yang
memenuhi kualifikasi dalam bidang keterampilan dan teknis baik untuk pemuda maupun orang dewasa
yang pengkoordinasiannya terletak pada sekolah. Beberapa lembaga pendidikan juga menyelenggarkan
pendidikan pada waktu petang untuk ornag dewasa.
Kurikulum umumnya terbagi menjadi tiga bagian 1) komersil dan bisnis seperti kemampuan mengetik dan
home ekonomic 2) vokasional menekankan pada permesinan, kerja metal dan perabotan rumah tangga
3) pertanian. Sebagai tambahan juga diselenggarakan pelatihan yang ditujukan dalam memenuhi
kebutuhan pada perkotaan
a. Bidang pendidikan vokasional
Sekolah dengan tipe ini merupakan tipe baru dari lembaga pendidikan dengan tujuan utama memenuhi
kebutuhan masyarakat pada lingkup sosial yang terbatas di pedesaan yang tidak dapat
menyelenggarakan pendidikan teknik setingkat sekolah menengah atas. Lembaga ini umumnya
mendapat pasokan dana dan karenanya memiliki peralatan yang relatif baru dan lengkap
b. Program diploma
Terdapat pula akademi tingkat dasar menyelenggarakan pendidikan yang memadai dengan perlengkapan
yang cukup, baik peralatan maupun staf yang terlatih. Selain memberikan pelatihan dalam kelas melalui
program permagangan lembaga ini juga menyelenggarakan pelatihan hidraulik, elektronik, teknologi
industri, disain alat, perancan gan dan bidang khusus teknik.
c. Universitas.
Pendidikan yang diselenggarakan selama empat tahun banyak yang menyelenggarakan pelatihan
profesional. Lembaga pemerintah banyak yang menyelenggarakan pelatihan dalam upaya
memperbaharui dan meningkatkan kemampuan untuk bidang tertentu. Pelatihan umumnya
diselenggarakan merupakan pendidikan berkelanjutan dengan ciri pendekatan yang baku, struktur yang
baku dan program dengan kredit konvensional. Umumnya lembaga ini memiliki pengajar dari industri.

F. Pembelajaran mandiri
Pembelajaran mandiri dimanfaatkan pada lingkungan industri sesuai waktu yang tersedia. Lembaga
pendidikan dengan menggunakan persuratan banyak melayani peminat melalui pembelajaran mandiri
dengan menggunakan bahan ajar, program dan pembimbingan sebagai bagian dari pelatihan formal.
Beberapa perusahaan besar menggunakan bahan belajar mandiri dengan menggunakan dukungan
media dengan memperhatikan penghematan dana dan menghindari penggajian khusus setelah selesai
pelatihan. Bahan pelatihan dipaket dalam bentuk dipublikasikan secara komersial dan menggunakan
bahan ajar dalam bentuk video tape dan didukung dengan buku sesuai dengan penyajian video.
Beberapa bahan ajar dikemas dalam bentuk simulasi dan bahan pelatihan mutakhir untuk menjamin
kesesuaian dengan lingkiungan kerja.

G. Kursus yang didukung oleh serikat pekerja dan perusahaan


1. Asosiasi
Asosiasi dan perusahaan banyak dimanfaatkan oleh tenaga tenaga kerja sebagai sumber pembelajaran
dan pendidikan. Bangunan milik perusahaan dan asosiasi banyak dimanfaatkan untuk pemagangan
terutama bagi tenaga kerja di kota besar. Beberapa asosiasi melaksanakan pelatihan bagi mereka yang
kurang beruntung. Bangunan milik asosiasi ini dipergunakan unutk kepentingan pelayanan yang beragam
baik untuk pemagangan petukangan sampai pada para pemasang tegel.
2. Sekolah swasta yang berorientasi pada keuntungan
Di banyak negara sekolah swasta yang bergerak dalam bidang keterampilan menyelenggarakan
pelatihan berbasis pada profit. Selain itu banyak pula sekolah yang menyelenggarakan pelatihan bagi
para pencari kerja dengan memberikan pelatihan mengetik atau melakukan pengolahan data. Diantara
sekolah itu ada pula yang menyelenggarakan sekolah malam dalam upaya meninkatkan kemampuan
tenaga kerja. Kegiatan sekolah ini umumnya luput dari pemberitaan, karenanya dibutuhkan evaluasi
tingkat kemanfaatan dari lembaga ini. Dengan memberikan batasan tujuan yang lebih khusus selanjutnya
kita dapat melihat hasil langsung yang diperoleh bagi peserta didik sehingga dapat dihindari kegiatan
yang kurang bermakna.
3. Pusat pelatihan keterampilan
Pusat kegiatan ini bermula merupakan bagian dari sekolah formal yang menyelenggarakan pelatihan
keterampilan dan pengetahuan umum bagi ornag dewasa yang kurang terampil. lembaga ini memberikan
peluang bagi orang dewasa pencari kerja, buta huruf dan sejenisnya dengan memberikan layanan
dengan waktu yang tidak terlalu ketat. Pusat kegiatan ini selayaknya terus dikembangkan dalam
memberikan pelayanan kebutuhan khusus bagi tenaga kerja yang beragam.

H. Program dan Pelayanan


Beberapa faktor menentukan jenis program yang dikembangkan. Sekolah negeri kejuruan
menyelenggarakan kegiatan ini sesuai dengan skim pembiayaan yang disediakan dan dibenarkan
menurut perundangan. Beberapa akademi menyelenggarakan secara terpisah dari kegiatan akademis
untuk menjamin mutu lulusan. Kegiatan berbeda dilihat dari pendidikan yang menyelenggarakan
pembelajaran sampai pada penggunaan media pembelajaran menggunakan alat yang modern. Bentuk
layanan yang dikembangkan bisa dalam bentuk pemagangan, pendidikan koperasi, pelatihan kterampilan
dan teknis berkelanjutan.
Pemagangan
Pemagangan dilaksanakan umumnya dengan menggunakan bangunan asosiasi. Pemagangan
merupakan bentuk pendidikan yang paling tua terutama dalam pengembangan industri di negara maju
seperti Amerika.

BAB VI
SUBSTANSI DAN KURIKULUM PNF

A. Pendahuluan
Semakin berkembangnya tuntutan lingkungan disekitar Pendidikan Luar Sekolah menuntun pada
perubahan dan mulai meninggalkan kurikulum yang dibakukan untuk kurun waktu yang demikian lama.
Kurikulum lama sering dihadapkan pada permasalahan retorik karena berangkat dari konsep pendidikan
idealisme dimana mempersiapkan peserta didik untuk perannya dimasa yang akan datang tanpa
memperhatikan perubahan yang ada.. Kurikulum baru berorientasi pada pemikiran konstruktivisme
dimana peserta didik dibina belajar untuk lingkungan bukan tentang dan mengenai lingkungan.
Cakupannya tidak hanya melulu pada silabus pembelajaran akan tetapi menyangkut penyediaan
ketenagaan, sarana pendukung, metodologi dan system evaluasi. Perubahan orientasi ini memberikan
implikasi pada kurikulum dalam arti luas.

B. Dasar Pengembangan Substansi dan Kurikulum


Undang-Undang No 20 tahun 2003 tentang Pendidikan Nasional menyatakan:
1. bahwa sistem pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan,
peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan
sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global sehingga perlu dilakukan
pembaharuan pendidikan secara terencana, terarah, dan berkesinambungan;
2. Sistem pendidikan nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara
terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional.
3. Pendidikan Non formal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan
secara terstruktur dan berjenjang.

C. Sistem Internasional yang mengikat Indonesia untuk Memberikan Tanggapan dan Pelaksanaan
Indonesia termasuk negara yang telah merativikasi kesepakatan internasional mengenai pendidikan.
Kesepakatan itu dibuat berdasarkan kesepakatan delapan tahunan yaitu tahun 1990 di Jomtien dan
tahun 1998 di Dakar. Kesepakatan itu kemudian secara regional telah diperbaharui dan lebih
dijelastegaskan, seperti halnya dalam pertemuan Tokyo. Pertemuan dilaksanakan bersama ACCU
APPEAL tahun 2001 mengenai pendidikan non formal di Asia dan Fasilifik, yang diselenggarakan di
Jepang tanggal 26-30 Juni 2001. Dinyatakan bahwa wilayah Asia-Fasifik, masih memiliki warga negara
yang masih terbelakang, merupakan sumber daya intelektual yang potensial dan seharusnya dapat
menjadi pendorong bagi kemajuan ekonomi, merupakan paradok dengan 612 juta buta huruf pemuda
dan orang dewasa, dan sebanyak 60 juta belajar di luar sekolah. Hak untuk memperoleh pendidikan
harus tetap dipenuhi dalam upaya memberikan life skill dan hidup layak sebagai manusia terhormat.
Sebanyak 19 negara menegaskan lagi komitmen untuk mencapai PUS yang telah diundangkan dalam
pertemuan Dakar. Untuk mencapai tujuan itu sangat mendesak untuk melihat pendidikan non formal
sebagai partner setara dengan pendidikan sekolah. Dengan mempertimbangkan keragaman di wilayah
ini, kita sangat mendambakan pendidikan non formal dengan pendidikan sekolah saling kerja sama untuk
mencapai masyarakat berbasis pengetahuan. Kita menghimbau negara yang terhimpun dalam negara
EFA untuk segera melangkah sesuai dengan tujuan yang ditetapkan dalam deklarasi Dakar, meliputi:
1. Memperluas dan meningkatkan pendidikan bagi anak dini usia, terutama mereka yang kurang memiliki
peluang dan kurang beruntung;
2. Menjamin bahwa pada tahun 2015, terutama bagi kelompok perempuan, anak yang berada pada
lingkungan yang kurang memadai dan dari kelompok etnis minoritas memiliki peluang untuk
menyelesaikan wajib belajar pendidikan dengan kualitas yang baik;
3. Memberikan jaminan bahwa kebutuhan belajar bagi pemuda dan orang dewasa dapat dipenuhi
dengan peluang yang sama untuk mendapatkan pengajaran dan kecakapan yang memadai;
4. Mencapai 50% perbaikan bagi orang dewasa yang belum melek huruf pada tahun 2015, terutama bagi
kelompok perempuan, dan peluang yang sama untuk memperoleh pendidikan dasar dan pendidkan yang
berkelanjutan bagi orang dewasa;
5. Membatasi ketidakadilan gender untuk pendidikan dasar dan menengah pada tahun 2005 dan
mencapai kesetaraan gender pada tahun 2015;
6. Meningkatkan semua aspek kualitas pendidikan dan menjamin program yang sempurna sehingga hasil
pemelajaran dikenal dan dapat diukur dari segi keluarannya bagi semua, terutama yang berhubungan
dengan kemelekhurufan, kemampuan menghitung dan life skill
Kesepakatan ini berdampak pada perubahan visi pendidikan dan perubahan kurikulum. Dalam perluasan
visi pendidikan, hal-hal yang menjadi perioritas meliputi:
1. pendidikan sebagai bagian tak terpisahkan dari hak asasi manusia,
2. pendidikan sebagai investasi untuk kepentingan kemajuan ekonomi, sosial dan politik
3. sebagai alat dalam melakukan pemerdayaan terutama untuk kelompok yang kurang beruntung
4. sebagai prinsip utama dalam upaya pengembangan sumber daya manusia seutuhnya dan
pengembangan kemampuan pribadi
5. sebagai batu loncatan dalam peningkatan perdamaian
6. sebagai jalan utama dalam mengembangkan masyarakat belajar

Orientasi dan perubahan visi ini memberikan dampak pada perubahan kurikulum pendidikan non formal:
1. tidak hanya sebatas menjadi pelengkap bagi pendidikan sekolah karena dibutuhkan pendekatan dan
sasaran yang berbeda sesuai dengan latar belakang peserta didik dan tuntutan lingkungan,
2. mutu pendidikan merupakan tuntutan tersendiri dan ini memberkan dampak pula pada semua aspek
penunjanng pendidikan non formal
3. perubahan kurikulum pendidikan non formal tidak dipisahkan dari pemerdayaan peserta didik, dan
untuk kepentingan ini dibutuhkan kemelekan politis baik selam proses pemelajaran maupun dalam
mengorientasikan mereka pada kehidupan nyata,
4. pendidikan non formal sudah waktunya untuk memberikan elaborasi pada kurikulumnya berkaitan
dengan life skill, sepanjang faktor utama kesenjangan kehidupan di sekitar lingkungan disebabkan oleh
faktor ekonomi,
5. pendidikan non formal juga harus memperhatikan masyarakat belajar, karenanya pengembangan
kurikulum tidak dapat dipisahkan dari masyarakat belajar (learning community, long life learning,
pengembangan lembaga, dan learning organization)
6. kurikulum juga harus memperhatikan lingkungan dimana peserta belajar tumbuh kembang atau
glokalisasion.
Atas dasar perbedaan ini maka pertimbangan dalam mengembangkan kurikulum dan sistem
pembelajaran harus senantiasa memperhatikan:
1. identifikasi permasalahan dan kondisi kebutuhan untuk kelompok yang memiliki kemiripan,
2. mempertimbangkan perbedaan individu dalam hal ekonomi, budaya dan keyakinan, dan pengetahuan
yang bisa dimanfaatkan dalam memecahkan permasalahan kehidupan,
3. pertimbangan beberapa kelemahan yang terjadi pada masa lalu,
4. mencari keunggulan lokal yang dapat dimanfaatkan untuk proses pemelajaran,
5. indentifikasi kesiapan kelompok untuk melakukan proses pemelajaran.
Dalam cakupan yang lebih luas pertimbangan dalam mengembangkan substansi dan kurikulum PNF
harus merujuk pada:
1. penghargaan yang proporsional pada keunggukan lokal,
2. penghargaan pada nilai budaya dan norma,
3. menggunakan lembaga dan sumber daya lokal
4. memiliki kemanfaatan untuk kepentingan lokal dan global,
5. mengembangkan paraprofesional,
6. program dan pendekatan terpadu,
7. kebutuhan dan dukungan dari pusat dan daerah,
8. terintergrasi kedalam pendidikan terpadu dan pembangunan masyarakat
Beberapa perbandingan antara antara masyarakat sekolah dengan MB antara lain
SEKOLAH MB
Terdiri dari anak dan pemuda yang belajar Anak, pemuda dan orang dewasa belajar
Orang dewasa mendidik anak Intergenerasi dan belajar dari teman
Pendidikan di sekolah Pendidikan di sekolah dan luar sekolah
Pendidikan formal Formal, informal dan non formal
Pelatih sebagai satu-satu nya sumber belajar Setiap orang bisa menjadi sumber beajar
Sekolah sebagai agent perbuahan Pendidikan sebagai agent perubahan
Murid sebagai subjek Anak dan pendidikan sebagai subjek pendidikan
Pendidikan merupakan fragmentasi Pendidikan secara sistemik
Perencaan oleh lembaga pendidikan Perencanaan terpadu
Innovis terisolasi pada lingkungan sekolah Innovsi berada pada jaringan
Jeringan hanya pada lingkungan sekolah Jaringan terjadi pada semua lembaga pendidikan
Pendekatan sektoral Pendekatan teritorial
Tanggung jawab pada satu kementrian Tanggung jawab bersama
Penekanan pada negara Negara, masyarakat lokal
PENDIDIKAN SEUMUR HIDUP BELAJAR SEPANJANG HAYAT

D. Beberapa Kecenderungan Spektrum PNF dan Kurikulum Internasional


Negara berkembang cenderung menterjemahkan penuh kesepakatan Jomtien dan Dakar, dengan
menginterpretasikan substansi pendidikan non formal menjadi PADU, pendidikan pemuda, gender,
pendidikan orang dewasa dan life skill dalam pengertian keterampilan manual. Hal-hal yang terabaikan
yaitu melihat pendidikan sekolah sebagai partner setara dengan pendidikan sekolah sehingga justifikasi
sepenuhnya berada pada pendidikan sekolah, peningkatan mutu (pendidik, metodologi, sarana dan
evaluasi), pendidikan untuk kelompok yang terabaikan termasuk keloompok minoritas, pendidikan
kecakapan hidup yang dapat dijadikan modal dalam pembelajaran seumur hidup. Pendekatan lebih
menekankan pada pengembangann individu.
Sebaliknya negara maju memberikan tafsiran substansi PNF sebagai pendidikan yang melewati batas-
batas sekolah, dengan memberikan pelayanan khusus sesuai dengan kebutuhan peserta didik dan
memanfaatkan dinamika kelompok sebagai sarana untuk mengembangkan individu. Orientasi pendidikan
diarahkan pada pengembangan diri, produktivitas, kelompok yang dinamis dan tanggapan pada
keserasian dalam melakukan kehidupan bersama dan global. Inspirasi yang diangkat yaitu pemikiran
Delor yaitu mengutamakan pengetahuan, bekerja, dan keserasian dengan lingkungan dalam arti untuk
hidup bersama. Pengembangan substansi pemelajaran lebih berorientasi pada masyarakat berbasis
pengetahuan dan life skill dalam arti kecakapan untuk hidup dimana. Masyarakat berbasis pengetahuan
menekankan pembelajaran sepanjang hayat, masyarakat berbasis informasi dan penelitian yang intensif.
Ironisnya kendati demikian intensifnya mengembangkan masyarakat berbasis pengetahuan akan tetapi
kajian PNF seperti tidak bergeming dari pendidikan berbasis lingkungan seperti pendidikan pertanian
atau pendidikan mengenai air.
Atas dasar kecendrungan global ini maka spektrum substansi PNF memiliki keragaman seperti di bawah
ini:

Dari gambaran ini negara berkembang termasuk didalamnya pelatihan hampir bisa dipastikan tidak
menganut secara utuh salahs satu jenis

E. Substansi, Kurikulum Inti dan Pengembangannya


Dinyatakan dalam UU Pasal 36:
1. Pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk
mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
2. Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai
dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik.
3. Kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik
Indonesia dengan memperhatikan:
a. peningkatan iman dan takwa;
b. peningkatan akhlak mulia;
c. peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik;
d. keragaman potensi daerah dan lingkungan;
e. tuntutan pembangunan daerah dan nasional;
f. tuntutan dunia kerja;
g. perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
h. agama;
i. dinamika perkembangan global; dan
j. persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan.
(4) Ketentuan mengenai pengembangan kurikulum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan
ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Pasal 37
(1) Kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat:
a. pendidikan agama;
b. pendidikan kewarganegaraan;
c. bahasa;
d. matematika;
e. ilmu pengetahuan alam;
f. ilmu pengetahuan sosial;
g. seni dan budaya;
h. pendidikan jasmani dan olahraga;
i. keterampilan/kejuruan; dan
j. muatan lokal.
Pengembangan substansi PNF bila merujuk pada rancangan PP PNF dari UU No 20-2003 lebih banyak
mengikuti pola negara berkembang dengan substansi kecakapan hidup, PADU, pendidikan kepemudaan,
pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, pendidikan kesetaraan, kursus dan
pelatihankerja. Substansi yang tidak secara eksplisit dikembangkan yaitu pendidikan jarak jauh,
pendidikan virtual dengan mengembangkn teknologi, pendidikan berkelanjutan dan pengembangan
msyarakat belajar sebagai sendi dari pembangunan masyarakat. Penekanan pada substansi dan
kurikulum seperti tercantum dalam rancangan adalah upaya untuk mengisi bunyi peran PNF dalam
undang-undang sebagai substitusi, komplemen dan suplemen pendidikan sekolah. Pada hal lain
mengabaikan segi-segi yang dianggap strategis menunjukkan kerentanan keberadaan PNF sebatas
penunjang pendidikan sekolah dan tidak memiliki nilai dalam pengembangan masyarakat maju dan
belajar.

F. Implikasi bagi Pengembangan Kurikulum Jurusan Pendidikan Luar Sekolah


Sebagai pengembang tenaga kependidikan PNF, jurusan Pendidikan luar sekolah harus tetap
memperhatikan perannya sebagai pencetak tenaga pendidik pada lingkungan pendidikan luar sekolah.
Kemapanan penguasaan substansi baik yang bersifat inti maupun yang berorientasi ke masa depan
merupakan ukuran tingkat kredibilitas lembaga dalam menyediakan tenaga kependidikan PNF. Untuk
dapat merespon kesepakatan internasional dan kebutuhan masyarakat mengenai substansi pendidikan
PNF, perlu kiranya dipertimbangkan kembali untuk menguasai substansi kurikulum inti maupun
penunjang, sehingga predikat lembaga kependidikan hanya mampu untuk mencetak ahli teori pendidikan
dapat segera dihapus.
Modal yang harus dipertahankan yaitu pengembangan masyarakat belajar, sesuai pertimbangan:
1. berkaitan dengan glokalisation, (sebagai kebalikan dari globalisation) yang dalam hubungan ini lebih
menekankan pada pembangunan masyarakat,
2. lebih mempersempit peran luas dari suatu Negara, dan memperdepat proses desentralisasi, dalam
upaya menghadapi mesyarakat yang majemuk, dan lebih melihat keaktifan dari berbagai sektor dan
actor, serta memperluas partisipasi masyarakat dalam berbagai bidang, termasuk pendidikan,
3. menunjukkan semakin luas dan aktifnya penggunaan teknologi dan informasi dalam kehidupan,
4. memperbaharui kembali pentingnya pendidikan dan lebih meneakankan pada belajar, terutama
berkaitan dengan pendidikan seumur hidup sebagai prisnip pengembangan kelembagaan untuk
masyarakat dimasa yang akan datang yang lebih dikenbal dengan masyarakat pengeatahuan dan
masyarakat belajar,
5. lebih menunbuhkembangkan keragaman kebutuhan peluang belajar, yang menekankan pada inovasi
dan pengujian berbagai model, lebih sensitif pada kenyataan dan lingkungan dimana situasi berlangsung,
6. penekanan pada reformasi di lingkungan pendidikan, termasuk mencari kembali cara pendidikan
dalam menghubungkan antara sekolah dengan di luar sekolah

Sesuai dengan kuatnya tekanan perubahan yang ada pada lingkungan, maka proses pembelajaran
hendaknya lebih diarahkan pada pengembangan produktivitas dan posibilitas. Skema dari pemelajaran
ini adalah seperti pada gambar berikut:

Melalui sistem pemelajaran ini maka si terlatih bukan hanya sebatas tabung tabularasa yang siap untuk
diisi tetapi secara aktif mengembangkan sendiri pengetahuan.
Untuk mewadahi pemelajaran seperti ini dibutuhkan pendidikan kritis, dimana sumber belajar maupun
peserta belajar aktif untuk tetap melihat perkembangan lingkungan melalui sistem:
PENDIDIKAN KRITIS UNTUK PELATIHAN
Peran lembaga pendidikan Lembaga pendidikan dan masyarakat saling merefleksikan, dimana lembaga
pendidikan berupaya untuk memecahkan permasalahan sosial
Outcome pendidikan Lulusan yang mampu berpartisipasi dan mampu melakukan rekonstruksi pada
lingkungan masyarakat
Pengorganisasian kurikulum Materi yang beragam diangkat berdasar pada negosiasi antara lembaga
pendidikan, tutor dan peserta didik
Organisasi kelas heterogen
Peran pengajar Sebagai proyek organizer dan sumber belajar
Peran peserta didik Sebagai co learner, yang menggunakan pengetahuan dalam interaksi dengan
lingkungan
Hubungan pendidik dan peserta didik Pendidik sebagaio koordinator dalam melakukan negosiasi
Control
Dilakukan secara bersama
Pengetahuan Bersifat dialektis, memiliki kebermaknaan dilihat dari kemanfaatan dalam aksi di
masyarakat
Teori Belajar Konstruktivisme-interaksionis
Sumber belajar Bersifat luas
Pengujian
Didasarkan pada negosiasi dan penilaian sebaya sesuai dengan lingkungan kerja
Sumber: Kemmis, 1983

G. Aplikasi kurikulum
Kompetensi merupakan pengetahuan, ketrampilan dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam
kebiasaan berpikir dan bertindak. Kebiasaan berpikir dan bertindak secara konsisten dan terus menerus
memungkinkan seseorang menjadi kompeten dalam arti memiliki pengetahuan, keterampilan, dan nilai-
nilai dasar untuk melakukan sesuatu.
Dasar pemikiran penggunaan konsep kompetensi dalam kurikulum adalah:
1. Kompetensi berkenaan dengan kemampuan terlatih melakukan sesuatu dalam berbagai konteks.
2. Kompetensi merupakan hasil belajar (learning out comes) yang menjelaskan hal-hal yang dilakukan
terlatih setelah melalui proses pembelajaran.
3. Kehandalan kemampuan terlatih melakukan sesuatu harus didefinisikan secara jelas dan luas dalam
suatu standar yang dapat dicapai melalui kinerja yang dapat diukur (Pusat Kurikulum, Balitbang Diknas:
2002)
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) merupakan seperangkat rencana dan pengaturan tentang
kompetensi dan hasil belajar yang harus dicapai terlatih, penilaian, KBM, dan pemberdayaan sumber
daya pendidikan dalam pengembangan kurikulum sekolah.
Ciri-ciri Kurikulum Berbasis Kompetensi:
1. Menekankan pada ketercapaian kompetensi terlatih baik secara individual maupun klaikal.
2. Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman.
3. Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan metode yang bervariasi.
4. Sumber belajar bukan hanya pelatih, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur
edukatif.
5. Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu
kompetensi.
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) sebagai Sistem Kurikulum Nasional
Sebagai suatu sistem kurikulum nasional, Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) mengakomodasi
berbagai perbedaan secara tanggap dengan memadukan beragam kepentingan dan kemampuan
daerah. KBK menerapkan strategi yang meningkatkan kebermaknaan pembelajaran untuk semua
peserta didik terlepas dari latar budaya, etnik, agama, dan jender melalui pengelolaan kurikulum berbasis
sekolah. Kedudukan pengelolaan kurikulum berbasis kompetensi dalam pengembangan sistem kurikulum
nasional dapat dilihat pada bagan berikut.

Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi

Pengelolaan Kurikulum Berbasis Kompetensi


Dalam rekonseptualisasi kurikulum ini digunakan landasan filosofis Pancasila sebagai dasar
pengembangan kurikulum. Pancasila sangat relevan untuk penerapan filosofi pendidikan yang mendunia
seperti empat pilar belajar belajar menjadi diri sendiri, belajar mengetahui, belajar melakukan, dan
belajar hidup dalam kebersamaan.

Pengembangan Silabus
1. Pembentukan Tim Pengembang Silabus
Pembentukan tim pengembang atau penyusun silabus mutlak perlu untuk memenuhi kriteria mutu silabus
yang dapat dipertanggung jawabkan. Anggota tim dipilih berdasarkan kriteria tertentu untuk menjaring
orang yang memiliki kemampuan menjadi penyusun silabus.
Pengembang yang direkrut terdiri atas spesialis pengembang kurikulum, ahli mata pelajaran, ahli
metodik/didaktik, ahli penilaian, konselor, psikolog, pelatih atau instruktur, kepala sekolah, pengawas dan
perwakilan orang tua. Tim tersebut bertanggungjawab kepada Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota
atau sekolah sesuai dengan mekanisme kerja yang berlaku di daerah masing-masing.
2. Penyusunan Silabus dengan langkah-langkah:
a. Perencanaan
b. Pelaksanaan
c. Penilaian Silabus

Kegiatan Belajar Mengajar


1. Berpusat pada Terlatih
Terlatih memiliki perbedaan satu sama lain. Terlatih berbeda dalam minat, kemampuan, kesenangan,
pengalaman, dan cara belajar. Terlatih tertentu lebih mudah belajar dengan dengar-baca, terlatih lain
lebih mudah dengan melihat (visual), atau dengan cara kinestetika (gerak). Oleh karena itu kegiatan
pembelajaran, organisasi kelas, materi pembelajaran, waktu belajar, alat belajar, dan cara penilaian perlu
beragam sesuai dengan karakteristik terlatih. Artinya kegiatan belajar mengajar memperhatikan bakat,
minat, kemampuan, cara dan strategi belajar, motivasi belajar, dan latar belakang sosial terlatih.
2. Belajar dengan Melakukan
Kegiatan belajar mengajar perlu memberikan pengalaman nyata dalam kehidupan sehari-hari dan di
dunia kerja yang terkait dengan penerapan konsep, kaidah dan prinsip disiplin ilmu yang dipelajari.
3. Mengembangkan Kemampuan sosial
Terlatih akan lebih mudah membangun pemahaman apabila dapat mengkomunikasikan gagasan kepada
terlatih lain atau pelatih. Penyampaian gagasan oleh terlatih dapat mempertajam, memperdalam,
memantapkan atau menyempurnakan gagasan itu karena memperoleh tanggapan dari terlatih lain atau
pelatih.
4. Mengembangkan Keingintahuan, Imajinasi, dan fitrah Bertuhan.
Terlatih dilahirkan dengan memiliki rasa ingin tahu, imajinasi, dan fitrah bertuhan. Dua yang pertama
merupakan modal dasar untuk bersikap peka, kritis, mandiri, dan kreatif, yang ketiga untuk bertaqwa
kepada tuhan. Kegiatan Belajar Mengajar perlu memperhatikan rasa ingin tahu, imajinasi, dan fitrah
bertuhan agar bermakna bagi terlatih.
5. Mengembangkan Keterampilan Pemecahan Masalah
Terlatih memerlukan keterampilan memecahkan masalah agar berhasil dalam kehidupannya. Untuk itu
kegiatan belajar mengajar hendaknya dipilih dan dirancang agar mampu mendorong dan melatih terlatih
untuk mampu mengidentifikasi masalah dan memecahkannya dengan menggunakan kemampuan
kognitif dan meta kognitif. Selain itu kegiatan belajar mengajar hendaknya merangsang terlatih untuk
secara aktif mencari jawaban atas permasalahannya dengan menggunakan prosedur ilmiah.
6. Mengembangkan Kreativitas Terlatih
Terlatih memiliki potensi untuk berbeda. Perbedaan terlatih terlihat dalam pola pikir, daya imajinasi,
fantasi (pengandaian) dan hasil karyanya. Akibatnya KBM perlu dipilih dan dirancang agar memberikan
kesempatan dan kebebasan berkreasi secara berkesinambungan. Untuk mengembangkan dan
mengoptimalkan kreativitas terlatih.
7. Mengembangkan Kemampuan Menggunakan Ilmu dan Teknologi
Terlatih perlu mengenal penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi sejak dini. Dengan demikian
kegiatan belajar mengajar perlu memberikan peluang agar terlatih memperoleh informasi dari multi media
setidaknya dalam penyajian materi dan penggunaan media pembelajaran.
8. Menumbuhkan Kesadaran sebagai Warganegara yang Baik
Terlatih perlu memperoleh wawasan dan kesadaran untuk menjadi warganegara yang produktif dan
bertanggungjawab. Dengan demikian kegiatan belajar mengajar perlu memberikan wawasan nilai-nilai
moral dan sosial yang dapat membekali terlatih agar menjadi warga masyarakat dan warganegara yang
bertanggungjawab. Dengan demikian menimbulkan kesadaran terlatih akan kemajemukan bangsa, akibat
keragaman latar geografis, budaya, sosial, adat istiadat, agama, sumber daya alam dan sumber daya
manusia. Kemudian kegiatan belajar mengajar hendaknya mampu menggugah kesadaran terlatih akan
hak dan kewajibannya sebagai warganegara.
9. Belajar Sepanjang Hayat
Terlatih memerlukan kemampuan belajar sepanjang hayat untuk ketahanan fisik dan mentalnya. Kegiatan
belajar mengajar perlu mendorong terlatih untuk dapat melihat dirinya secara poitif, mengenali dirinya
sendiri baik kelebihan maupun kekurangannya untuk kemudian dapat mensyukuri apa yang telah
dianugerahkan Tuhan YME kepadanya. Demikian pula kegiatan belajar mengajar perlu membekali
terlatih dengan keterampilan belajar yang meliputi rasa percaya diri, keingintahuan, kemampuan
memahami orang lain, kemampuan berkomunikasi dan bekerjasama supaya mendorong dirinya untuk
senantiasa belajar, baik secara formal di sekolah maupun secara informal di luar kelas.
10. Perpaduan Kompetisi, Kerjasama, dan solidaritas
Terlatih perlu berkompetisi, bekerjasama, dan mengembangkan solidaritasnya. Kegiatan belajar mengajar
perlu memberikan kesempatan kepada terlatih untuk mengembangkan semangat berkompetisi sehat
untuk memperoleh insentif, bekerjasama, dan solidaritas. Kegiatan belajar mengajar perlu menyediakan
tugas-tugas yang memungkinkan terlatih bekerja secara mandiri.
Pada era desentralisasi pendidikan, Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) dirancang dan dilaksanakan
dalam rangka Manajemen Berbasis Sekolah (MBS). Unsur utama dalam MBS adalah pentingnya
partisipasi masyarakat, transparansi, dan akuntabilitas publik. Atas dasar itulah laporan kemajuan belajar
terlatih harus dibuat sebagai pertanggungjawaban lembaga sekolah kepada terlatih, orang tua atau wali,
masyarakat, atasan, dan instansi terkait lainnya.
Penilaian kompetensi tamatan mencakup aspek:
Afektif, terlatih memiliki: intak yang tercermin dan perilaku sehari-hari, nilai etika dan estetika serta
mampu mengamalkan dan mengekspresikan dalam kehidupan.
Kognitif, menguasai Ipteks dan memiliki kemampuan akademik untuk melanjutkan studi.
Psikomotorik, memiliki keterampilan hidup, keterampilan hidup dan mampu beradaptasi dengan
lingkungan sosial dan alam secara lokal, regional maupun global, memiliki kesehatan yang bermanfaat
untuk melaksanakan tugas sehari-hari.
Penilaian dilakukan secara terpadu dengan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM), karena itu disebut
Penilaian Berbasis Kelas (PBK) yang dilakukan dengan pengumpulan kerja terlatih (portofolio), hasil
karya (produk), penugasan (proyek), kinerja (performance), dan tertulis (paper and pencil). Pelatih menilai
kompetensi dan hasil belajar terlatih berdasarkan level pencapaian prestasi terlatih.

BAB VII
MODEL-MODEL PEMBELAJARAN

A. Pendahuluan
Dari beberapa kenyataan dilapangan, pendidikan di Indonesia masih kurang memuaskan dan tentunya
harus dilakukan upaya-upaya peningkatan mutu pendidikan yang dilakukan secara menyeluruh yang
mencakup pengembangan dimensi manusia Indonesia seutuhnya, yakni aspek-aspek moral, akhlak, budi
pekerti, pengetahuan, keterampilan, seni, olah raga, dan perilaku. Pengembangan aspek-aspek tersebut
bermuara pada peningkatan dan pengembangan kecakapan hidup (life-skill) yang diwujudkan melalui
pencapaian kompetensi peserta didik/peserta untuk bertahan hidup, menyesuaikan diri, dan berhasil di
masa datang. dengan demikian peserta didik/peserta memiliki ketangguhan, kemandirian, dan jati diri
yang dikembangkan melalui pembelajaran dan atau pelatihan yang dilakukan secara bertahap dan
berkesinambungan (Depdiknas, 2003).
Di dalam Undang-undang Sistem Pendidikan nasional (UUSPN) No. 20 tahun 2003 menyatakan
pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu
lingkungan belajar. Pembelajaran sebagai proses belajar yang dibangun oleh guru/dosen untuk
mengembangkan kreatifitas berpikir yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir peserta/peserta didik,
serta dapat meningkatkan kemampuan mengkonstruksi pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan
penguasaan yang lebih baik terhadap materi perkuliahan.
Sementara itu di dalam Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan;
menegaskan bahwa pendidikan Nasional harus memenuhi standar Nasional Pendidikan yang meliputi :
1) Standar isi, 2) Standar proses, 3) Standar kompetensi lulusan, 4) Standar pendidikan tenaga
kependidikan, 5) Standar sarana dan prasarana, 6) Standar pengelolaan, 7), Standar pembiayaan, 8)
Standar penilaian pendidikan. Dalam standar proses; dinyatakan bahwa Proses pembelajaran pada
tingkat satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang,
memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberi ruang lingkup yang cukup bagi
prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta
psikologis peserta didik.
Secara umum pembelajaran mempunyai dua karakteristik, yaitu : pertama, dalam proses pembelajaran
melibatkan proses mental peserta didik secara maksimal, bukan hanya menuntut peserta didik sekedar
mendengar, mencatat, akan tetapi menghendaki aktivitas peserta didik dalam proses berpikir. Kedua,
dalam pembelajaran membangun suasana dialogika dan proses tanya jawab yang diarahkan untuk
memperbaiki dan meningkatkan kemampuan berpikir peserta didik yang pada gilirannya membantu
peserta didik untuk memperoleh pengetahuan yang mereka konstruksi sendiri.
Belajar secara umum adalah proses manusia memperoleh berbagai pengetahuan, skill, dan
perilaku/attitude dan nilai-nilai yang dimulai sejak bayi sampai dewasa.
Proses pembelajaran di kelas adalah proses yang kompleks, interaktif, dan setingnya dinamis. Teori
belajar diharapkan dapat memberi sumbangan untuk memahami seting tersebut.
Menurut Corey (1986-1905) pembelajaran adalah suatu proses di mana lingkungan seseorang secara
sengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi kondisi
khusus atau menghasilkan respons terhadap situasi tertentu.
Pembelajaran mengandung arti setiap kegiatan yang dirancang untuk membantu seseorang mempelajari
suatu kemampuan dan atau nilai yang baru. Proses pembelajaran pada awalnya meminta dosen/guru
untuk mengetahui kemampuan dasar yang dimiliki oleh peserta didik meliputi kemampuan dasarnya,
motivasinya, latar belakang akademiknya, latar belakang sosial ekonominya, dan lain sebagainya.
Kesiapan dosen/guru untuk mengenal karaktersitik peserta didik daam pembelajaran merupakan modal
utama penyampaian bahan belajar dan menjadi indikator susksesnya pelaksanaan pembelajaran.

B. Teori Belajar
Beberapa teori belajar yang akan di bahas antara lain :
1. Teori belajar Skinner Operant Conditioning
2. Teori Belajar Conditining of Learning, Robert M. Gagne
3. Teori Belajar Perkekmembangan Kognitif Jean Piaget
4. Teori Belajar Sosial Albert Bandura
5. Teori Belajar Orang Dewasa
6. Teori Pembelajaran Orang Dewasa
1. Teori Operant Conditioning
Teori operant conditioning dimulai pada tahun 1930-an. Burhus Fredik Skinner selama periode teori
stimulus (S)- Respons ( R) untuk menyempurnakan teorinya Ivan Pavlo yang disebut Classical
Conditioning. Skinner setuju dengan konsepnya John Watson bahwa psikologi akan diterima sebagai
sain (science) bila studi tingkah laku (behavior) tersebut dapat diukur, seperti ilmu fisika, teknik, dan
sebagainya.
Menurut Skinner , belajar adalah proses perubahan tingkah laku yang harus dapat diukur. Bila pembelajar
(peserta didik) berhasil belajar, maka respon bertambah, tetapi bila tidak belajar banyaknya respon
berkurang, sehingga secara formal hasil belajar harus bisa diamati dan diukur.
Hasil temuan skinner terdapat tiga komponen dalam belajar yaitu :
a. Discriminative stimulus (SD)
b. Response
c. Reinforcement (penguatan)
penguatan positif
penguatan negative
2. Teori Conditioning Of Learning, Robert M. Gagne
Teori ini ditemukan oleh Gagne yang didasarkan atas hasil riset tentang faktor-faktor yang kompleks pada
proses belajar manusia. Penelitiannya diamksudkan untuk menemukan teori pembelajaran yang efektif.
Analisanya dimulai dari identifikasi konsep hirarki belajar, yaitu urut-urutan kemampuan yang harus
dikuasai oleh pembelajar (peserta didik) agar dapat mempelajari hal-hal yang lebih sulit atau lebih
kompleks.
Menurut Gagne belajar memberi kontribusi terhadap adaptasi yang diperlukan untuk mengembangkan
proses yang logis, sehingga perkembangan tingkah laku (behavior) adalah hasil dari efek belajar yang
komulatif (gagne, 1968). Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa belajar itu bukan proses tunggal. Belajar
menurut Gagne tidak dapat didefinisikan dengan mudah, karena belajar bersifat kompleks.
Gagne (1972) mendefinisikan belajar adalah : mekanisme dimana seseorang menjadi anggota
masyarakat yang berfungsi secara kompleks. Kompetensi itu meliputi, skill, pengetahuan, attitude
(perilaku), dan nilai-nilai yang diperlukan oleh manusia, sehingga belajar adalah hasil dalam berbagai
macam tingkah laku yang selanjutnya disebut kapasitas atau outcome. Kemampuan-kemampuan
tersebut diperoleh pembelajar (peserta didik) dari :
a. Stimulus dan lingkungan
b. proses kognitif
Menurut Gagne belajar dapat dikategorikan sebagai berikut :
a. Verbal information (informasi verbal)
b. Intellectual Skill (skil Intelektual)
c. Attitude (perilaku)
d. Cognitive strategi (strategi kognitif)
Belajar informasi verbal merupakan kemampuan yang dinyatakan , seperti membuat label, menyusun
fakta-fakta, dan menjelaskan. Kemampuan / unjuk kerja dari hasil belajar, seperti membuat pernyataan,
penyusunan frase, atau melaporkan informasi.
Kemampuan skil intelektual adalah kemampuan pembelajar yang dapat menunjukkan kompetensinya
sebagai anggota masyarakat seperti; menganalisa berita-berita. Membuat keseimbangan keuangan,
menggunakan bahasa untuk mengungkapkan konsep, menggunakan rumus-rumus matematika. Dengan
kata lain ia tahu Knowing how
Attitude (perilaku) merupakan kemampuan yang mempengaruhi pilihan pembelajar (peserta didik) untuk
melakukan suatu tindakan. Belajar mealui model ini diperoleh melalui pemodelan atau orang yang
ditokohkan, atau orang yang diidolakan.
Strategi kognitif adalah kemampuan yang mengontrol manajemen belajar si pembelajar mengingat dan
berpikir. Cara yang terbaik untuk mengembangkan kemampuan tersebut adalah dengan melatih
pembelajar memecahkan masalah, penelitian dan menerapkan teori-teori untuk memecahkan masalah ril
dilapangan. Melalui pendidikan formal diharapkan pembelajar menjadi self learner dan independent
tinker.
3. Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget (Cognitive Development Theory)
Menurut Piaget pengetahuan (knowledge) adalah interksi yangterus menerus antara individu dengan
lingkungan.
Fokus perkembangan kognitif Piaget adalah perkembangan secara alami fikiran pembelajar mulai anak-
anak sampai dewasa. Konsepsi perkembangan kognitif Piaget, duturunkan dari analisa perkembangan
biologi organisme tertentu. Menurut Piaget, intelegen (IQ=kecerdasan) adalah seperti system kehidupan
lainnya, yaitu proses adaptasi.
Menurut Piaget ada tiga perbedaan cara berfikir yang merupakan prasyarat perkekmbangan operasi
formal, yaitu; gerakan bayi, semilogika, praoprasional pikiran anak-anak, dan operasi nyata anak-anak
dewas.
Ada empat faktor yang mempengaruhi perkembangan kognitif yaitu:
a. lingkungan fisik
b. kematangan
c. pengaruh sosial
d. proses pengendalian diri (equilibration)
(Piaget, 1977)
Tahap perkembangan kognitif :
a. Periode Sensori motor (sejak lahir 1,5 2 tahun)
b. Periode Pra Operasional (2-3 tahun sampai 7-8 tahun)
c. Periode operasi yang nyata (7-8 tahun sampai 12-14 tahun)
d. Periode operasi formal
Kunci dari keberhasilan pembelajaran adalah instruktur/guru/dosen/guru harus memfasilitasi agar
pembelajar dapat mengembangkan berpikir logis.
4. Teori Berpikir Sosial (sosial Learning Theory)
Teori ini dikembangkan oleh Albert Bandura seorang psikolog pendidikan dari Stanford University, USA.
Teori belajar ini dikembangkan untuk menjelaskan bagaimana orang belajar dalam seting yang
alami/lingkungan sebenarnya.
Bandura (1977) menghipotesiskan bahwa baik tingkah laku (B), lingkungan (E) dan kejadian-kejadian
internal pada pembelajar yang mempengaruhi persepsi dan aksi (P) adalah merupakan hubungan yang
saling berpengaruh (interlocking),

Skema
Proses Kognitif Pembelajar

Proses perhatian sangat penting dalam pembelajaran karena tingkah laku yang baru (kompetensi) tidak
akan diperoleh tanpa adanya perhatian pembelajar. Proses retensi sangat penting agar pengkodean
simbolik tingkah laku ke dalam visual atau kode verbal dan penyimpanan dalam memori dapat berjalan
dengan baik. Dalam hal ini rehearsal (ulangan ) memegang peranan penting.
Proses motivasi yang penting adalah penguatan dari luar, penguatan dari dirinya sendiri dan Vicarius
Reinforcement (penguatan karena imajinasi).
Lebih lanjut menurut Bandura (1982) penguasaan skill dan pengetahuan yang kompleks tidak hanya
bergantung pada proses perhatian, retensi, motor reproduksi dan motivasi, tetapi juga sangat dipengaruhi
oleh unsur-unsur yang berasal dari diri pembelajar sendiri yakni sense of self Efficacy dan self
regulatory system. Sense of self efficacy adalah keyakinan pembelajar bahwa ia dapat menguasai
pengetahuan dan keterampilan sesuai standar yang berlaku.
Self regulatory adalah menunjuk kepada 1) struktur kognitif yang memberi referensi tingkah laku dan hasil
belajar, 2) sub proses kognitif yang merasakan, mengevaluasi, dan pengatur tingkah laku kita (Bandura,
1978). Dalam pembelajaran sel-regulatory akan menentukan goal setting dan self evaluation
pembelajar dan merupakan dorongan untuk meraih prestasi belajar yang tinggi dan sebaliknya.
Menurut Bandura agar pembelajar sukses instruktur/guru/dosen/guru harus dapat menghadirkan model
yang mempunyai pengaruh yang kuat terhadap pembelajar, mengembangkan self of mastery, self
efficacy, dan reinforcement bagi pembelajar.
Berikut Bandura mengajukan usulan untuk mengembangkan strategi proses pembelajaran yaitu sebagi
berikut :

No Strategi Proses
1 Analisis tingkah laku yang akan dijadikan model yang terdiri :
a. Apakah karekter dari tingkah laku yang akan dijadikan model itu berupa konsep, motor skil atau efektif?
b. Bagaimanakah urutan atau sekuen dari tingkah laku tersebut?
c. Dimanakah letak hal-hal yang penting (key point) dalam sekuen tersebut?
2 Tetapkan fungsi nilai dari tingkah laku dan pilihlah tingkah laku tersebut sebagai model.
a. Apakah tingkah laku (kemampuan yang dipelajari) merupakan hal yang penting dalam kehidupan
dimasa datang? (success prediction)
b. Bila tingkah laku yang dipelajari kurang memberi manfaat (tidk begitu penting) model manakah yang
lebih penting?
c. Apakah model harus hidup atau simbol?
Pertimbangan soal biaya, pengulangan demonstrasi dan kesempatan untuk menunjukkan fungsi nilai dan
tingkah laku.
d. Apakah reinforcement yang akan didapat melalui model yang dipilih?

3 Pengembangan sekuen instruksional


a. Untuk mengajar motor skill, bagaimana caramengerjakan pekerjaan/kemampuan yang dipelajari :how
to do this dan bukannya not this.
Langkah-langkah manakah menurut sekuen yang harus dipresentasikan secara perlahan-lahan
4 Implementasi pengajaran untuk menunut proses kognitif dan motor reproduksi.
a. motor skill
1) hadirkan model
2) beri kesempatan kepada tiap-tiap pembelajar untuk latihan secarasimbolik
3) beri kesempatan kepada pembelajar untuk latihan dengan umpan balik visual
b. proses kognitif
1) Tampilkan model, baik yang didukung oleh kode-kode verbal atau petunjuk untuk mencari konsistensi
pada berbagai contoh
2) Beri kesempatan kepada pembelajar untuk membuat ihtisar atau summary
3) Jika yang dipelajari adalah pemecahan masalah atau strategi penerapan beri kesempatan pembelajar
untuk berpartisipasi secaraaktif
4) Beri kesempatan pembelajar untuk membuat generalisasi ke berbagai siatuasi.
Dari uraian tentang teori belajar sosial, dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Belajar merupakan interaksi segitiga yang saling berpengaruh dan mengikat antara lingkungan, faktor-
faktor personal dan tingkah laku yang meliputi proses-proses kognitif belajar.
2. komponen-komponen belajar terdiri dari tingkah laku, konsekuensi-konsekuensi terhadap model dan
proses-proses kognitif pembelajar.
3. hasil belajar berupa kode-kode visual dan verbal yang mungkin dapat dimunculkan kembali atau tidak
(retrievel).
4. dalam perencanaan pembelajaran skill yang kompleks, disamping pembelajaran-pembelajaran
komponen-komponen skill itu sendiri, perlu ditumbuhkan sense of efficacy dan self regulatory
pembelajar.
5. dalam proses pembelajaran, pembelajar sebaiknya diberi kesempatan yang cukup untuk latihan secara
mental sebelum latihan fisik, dan reinforcement dan hindari punishment yang tidak perlu.
Ahli lain yaitu Bloom dkk, menjelaskan domain tujuan pendidikan ada tiga ranah yaitu : 1) kognitif, yang
berhubungan dengan ingatan, pengetahuan, dan perkembangan kemampuan dan skill intelektual, 2)
afektif yang menjelaskan tentang perubahan dalam minat, perilaku (attitudes), nilai-nilai dan
perkembangan dalam apresiasi dan penyesuaian, dan 3) psikomotor.

5. Teori Belajar Orang dewasa


Gagne membagi teori belajar dalam 3 famili :
1. conditioning
2. modelling
3. kognitif
Kingsley dan Garry membagi teori belajar dalam 2 bagian yaitu ;
1. teori stimulus-respon
2. teori medan
Taba membagi teori belajar menjadi 2 famili :
1. teori asosiasi atau behaviorisme
2. teori organismik, gestalt dan teori medan
Di dalam pembahasan akan difokuskan pada teori belajar orang dewasa. Ada aliran inkuiri yang
merupakan landasan teori belajar dan mengajar orang dewasa yaitu : scientific stream dan artistic atau
intuitive/reflective stream. Aliran scientific stream adalah menggali atau menemukan teori baru tentang
belajar orang dewasa melalui penelitian dan eksperimen . Teori ini diperkenalkan oleh Edward L.
Thorndike dengan pubilkasinya Adult Learning, pada tahun 1928.
Pada aliran artistic, teori baru ditemukan melalui instuisi dan analisis pengalaman yang memberikan
perhatian tentang bagaimana orang dewasa belajar. Aliran ini diperkenalkan oleh Edward C. Lindeman
dalam penerbitannya The Meaning of Adult Education pada tahun 1926 yang sangat dipengaruhi oleh
filsafat pendidikan John Dewey.
Menurutnya sumber yang paling berguna dalam pendidikan orang dewasa adalah pengalaman peserta
didik. Dari hasil penelitian, Linderman mengidentifikasi beberapa asumsi tentang pembelajar orang
dewasa yang dijadikan fondasi teori belajar orang dewasa yaitu sebagai berikut :
1. pembelajar orang dewasa akan termotivasi untuk belajar karena kebutuhan dan minat dimana belajar
akan memberikan kepuasan
2. orientasi pembelajar orang dewasa adalah berpusat pada kehidupan, sehingga unit-unit pembelajar
sebaiknya adalah kehidupan nyata (penerapan) bukan subject matter.
3. Pengalaman adalah sumber terkaya bagi pembelajar orang dewasa, sehingga metode pembelajaran
adalah analisa pengalaman (experiential learning).
4. Pembelajaran orang dewasa mempunyai kebutuhan yang mendalam untuk mengarahkan diri sendiri
(self directed learning), sehingga peran guru sebagai instruktur.
5. Perbedaan diantara pembelajar orang dewasa semakin meningkat dengan bertambahnya usia, oleh
karena itu pendidikan orang dewasa harus memberi pilihan dalam hal perbedaan gaya belajar, waktu,
tempat dan kecepatan belajar.
Carl R Rogers (1951) mengajukan konsep pembelajaran yaitu Student-Centered Learning yang intinya
yaitu :
1. kita tidak bisa mengajar orang lain tetapi kita hanya bisa menfasilitasi belajarnya.
2. Seseorang akan belajar secarasignifikan hanya pada hal-hal yang dapat memperkuat/menumbuhkan
selfnya
3. Manusia tidak bisa belajar kalau berada dibawah tekanan
4. Pendidikan akan membelajarkan peserta didik secara signifkan bila tidak ada tekanan terhadap
peserta didik, dan adanya perbedaan persepsi/pendapat difasilitasi/diakomodir
Peserta didik orang dewasa menurut konsep pendidikan adalah :
1. meraka yang berperilaku sebagai orang dewasa, yaitu orang yang melaksanakan peran sebagai orang
dewasa
2. meraka yang mempunyai konsep diri sebagai orang dewasa
Andragogi mulai digunakan di Netherlands oleh professor T.T Ten have pada tahun 1954 dan pada tahun
1959 ia menerbitkan garis-garis besar Science of Andragogy
Model andragogi mempunyai konsep bahwa : kebutuhan untuk tahu (The need to know), konsep diri
pembelajar ( the learners concept),peran pengalaman pembelajar (the role of the leaners experience),
kesiapan belajar ( readiness to learn), orientasi belajar (orientation of learning) dan motivasi lebih banyak
ditentukan dari dalam diri si pembelajar itu sendiri.
Didalam pembelajaran orang dewasa tidak sepenuhnya harus menggunakan model andragogi, tetapi
bisa digabung model pedagogi. Jika pembelajarnya belum mengetahui atau sangat asing dengan materi
yang disampaikan tentunya kita bisa menggunakan model pedagogi pada awal-awal pertemuan untuk
mengkonstruksi pengalaman dengan pengetahuan yang baru didapatkan, selanjutnya bisa digunakan
model andragogi sebagai penguatan dan pengembangan.

Prinsip Mengajar Berdasarkan Teori Belajar Orang Dewasa


Robert L. Gagne (1973) menjelaskan bahwa pembelajaran menjadi proses penyediaan/pemberian
fasilitas kepada peserta didik apa-apa yang dianggap penting oleh tori belajar tersebut.
Hilgrad mengidentifikasi dua puluh prinsip dari tiga famili teori belajar yang berbeda yaitu teori S
(stimulus) R (response), teori kognitif, dan teori motivasi dan kepribadian yang sangat berguna dalam
pembelajarn yaitu :
a) Prinsip S R
1) Pembelajar harus aktif, dan bukan hanya pendengar dan pemirsa yang aktif
2) Pengulangan tetap penting, untuk pembentukan skill, maupun ingatan melalui belajar berulang-ulang
(overt learning)
3) Reinfrocement (penguatan) adalah penting sebagai hadiah bagi yang menjawab/mengerjakan tugas
dengan baik.
4) Generalisasi dan kemampuan membedakan (discrimination) perlu dilatih dalam berbagai konteks,
sehingga belajar menjadi cocok untuk berbagai situasi.
5) Perilaku/tingkah laku yang diidolakan dapat dibentuk melalui model /pemodelan
6) Dorongan/motivasi sangat penting dalam belajar
7) Konflik dan frustasi sering muncul ketika pembelajar menghadapi kesulitan dalam proses belajar
membedakan (deskriminasi)

3. Prinsip-prinsip dalam Teori kognitif


1. Gambaran tentang problem yang diberikan kepada pembelajar adalah kondisi yang penting dalam
belajar oleh karena itu masalah/problem harus disajikan dalam struktur yang sistematis, sehingga mudah
dipelajari oleh peserta didik
2. Organisasi pengetahuan harus disusun mulai dari konsep yang sederhana menuju ke konsep yang
kompleks
3. Belajar secara budaya adalah relative, sehingga kultur yang dimiliki pembelajar mempengaruhi proses
belajarnya
4. Umpan balik kognitif, digunakan untuk mengoreksi pengetahuan dan kesalahan pembelajar dalam
proses pembelajaran
5. Penentuan tujuan oleh pembelajar penting sebagai motivasi dalam belajar, sukses maupun kegagalan
mempengaruhi bagaimana ia menentukan tujuannya
6. Berpikir divergen dapat digunakan dalam memecahkan masalah masalah demikian berpikir
konvergen.

4. Prinsip-prinsip Teori Motivasi dan Kepribadian


1. Kemampuan pembelajar sangat penting sehingga program harus dibuat bagi pembelajar yang lambat,
pembelajar yang cepat, dan untuk mereka yang mempunyai kemampuan khusus.
2. Perkembangan setelah lahir adalah sama pentingnya dengan faktor bawaan oleh karena itu harus
dipahami karena akan mempengaruhi perkembangannya.
3. Belajar secara budaya bersifat relative sehingga budaya bawaannya akan mempengaruhi belajarnya
4. Tingkat kecemasan dapat menguntungkan tetapi dapat pula merugika karena mempengaruhi
kebenarannya dalam belajar.
5. Situasi yang sama mungkin cocok untuk pembelajar tertentu, tetapi tidak cocok untuk yang lain.
6. Organisasi motif dan nilai-nilai (values) dalam diri pembelajar adalah relevan, sehingga tujuan jangka
jauh mempengaruhi kegiatan-kegiatan belajarnya.
7. Iklim belajar dalam grup (kompetisi VS kerjasama, otoriter VS demokrasi, Indivbidu VS grup) akan
mempengaruhi keputusan dalam belajar, dan hasil belajar (Hilgrad dan Bawer, 1996).

Menurut Robert Gagne belajar meliputi hierarki tertentu. Ada 8 jenis proses mental yaitu sebagai berikut :
1) belajar isyarat
2) belajar stimulus-respon
3) belajar motorik
4) belajar berangkai
5) belajar membedakan berganda
6) belajar konsep
7) belajar aturan
8) belajar pemecahan masalah.

Konsep Pembelajaran Berdasarkan teori belajar Orang Dewasa


Menurut rogers kunci yang kritis akan peran dosen/guru/instruktur adalah hubungan antara dosen/guru
dan peserta didik/peserta didik. Kualitas perilaku instruktur/dosen/guru yang dipenuhi adalah :
a. keaslian/ketulusan
b. adanya kepedulian, penghargaan, kepercayaan dan respek
c. pengertian yang empati dan senstitive serta mendengarkan persoalan peserta didik
Faktor yang mempengaruhi belajar orang dewasa
Secara umum ada dua faktor yang mempengaruhi belajar orang dewasa yaitu : faktor internal dan faktor
eksternal.faktor internal meliputi ; faktor fisiologi dan psikologi. Sedangkan faktor eksternal meliputi
semua faktor dari luar.
Faktor fisiologi meliputi : pendengaran, penglihatan, dan kondisi fisiologi lainnya.
Faktor psikologis meliputi : kecerdasan, motivasi, ingatan, lupa, kebutuhan, perhatian, dan kemampuan
berpikir.
Faktor eksternal meliputi : fisik, sosial, alam sekitar, kurikulum, bahan ajar, metode pembelajaran, sistem
evaluasi, dan kemampuan berpikir.

C. Penerapan Teori Belajar


Berbeda dengan pendekatan pedagogi pada umumnya, pendekatan andragogi disebut model proses.
Dalam pendekatan andragogi, seorang dosen/guru, instruktur, agen pembaharuan, mempersiapkan
terlebih dahulu sejumlah prosedur untuk melibatkan pembelajar dalam belajar.
1) menciptakan kondisi yang kondusif untuk belajar bagi pembelajar orang dewasa.
2) Menciptakan mekanisme perencanaan
3) Mendiagnosis kebutuhan belajar
4) Memformulasikan tujuan program yang memenuhi kebutuhan institusi, pembelajar dan masyarakat
5) Merencanakan pola pengalaman belajar
6) Melaksanakan pengalaman belajar (kegiatan) yang sesuai dengan materi dan metode pembelajaran,
dan
7) Melaksanakan evaluasi hasil belajar dan mendiagnosa ulang kebutuhan belajar (Knowles, 1980).
Penekanan pembelajaran pada andragogi adalah menyediakan prosedur dan sumber-sumber untuk
membantu belajar peserta didik untuk meningkatkan pengetahuan, skill, kebiasaan, nilai-nilai, dan
kemampuan yang dibutuhkan.
Di dalam pelaksanaannya, proses pembelajaran akan berlangsung dengan baik jika guru/dosen/guru
sebagai agen pembelajaran mempunyai kompetensi utama sebagai pendidik yaitu ;
1. Kompetensi pedagogik,
2. Kompetensi kepribadian,
3. Kompetensi profesional, dan
4. Kompetensi sosial.
Implementasi di lapangan dosen/guru harus mempersiapkan dan merencanakan proses pembelajaran
yang meliputi silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran yang memuat sekurang-kurangnya ; tujuan
pembelajaran, materi ajar, metode pengajaran, media dan sumber belajar, dan penilaian hasil belajar. Di
dalam penyusunannya dosen/guru harus mampu :
a. memahami keseluruhan konteks kurikulum
b. menyusun pemetaan kompetensi dasar
c. merumuskan tujuan pembelajaran
d. menentukan/memilih pendekatan pembelajaran
e. menentukan cara atau metode pembelajaran
f. merumuskan deskripsi materi kuliah
g. merumuskan materi ajar/perkuliahan
h. menentukan media pembelajaran
i. menentukan cara dan alat penilaian hasil belajar
j. menyusun program pembelajaran/skenario umum setiap pertemuan
k. Daftar pustaka utama

D. Penerapan Pendekatan Pembelajaran


Pendekatan pembelajaran di dalam perkuliahan merupakan jalan yang akan ditempuh oleh dosen/guru
dalam mencapai tujuan instruksional untuk suatu satuan instruksional tertentu. Pendekatan pembelajaran
merupakan aktivitas dosen/guru dalam memilih kegiatan pembelajaran. Pada pokoknya pendekatan
pembelajaran dilakukan oleh dosen/guru untuk menjelaskan materi perkuliahan dan bagian-bagian yang
satu dengan yang lainnya dengan berorientasi pada pengalaman-pengalaman yang dimiliki peserta didik
untuk mempelajari konsep, prinsip dan teori yang baru tentang suatu bidang ilmu.
1. Pendekatan konsep
Pendekatan konsep adalah suatu pendekatan pengajaran yang secara langsung menyajikan konsep
tanpa memberi kesempatan kepada peserta didik untuk menghayati bagaimana konsep itu diperoleh.
2. Pendekatan Proses
Pendekatan proses adalah suatu pendekatan pengajaran yang memberi kesempatan kepada peserta
didik untuk ikut menghayati proses penemuan konsep sebagai suatu keterampilan proses.
3. Pendekatan deduktif
Pendekatan deduktif adalah proses penalaran yang bermula dari keadaan umum ke-keadaan khusus.
Langkah-langkah :
a. memilih konsep, aturan, prinsip yang akan disajikan
b. menyajikan aturan, prinsip yang bersifat umum lengkap dengan definisi dan buktinya.
c. Disajikan contoh-contoh khusus agar peserta didik dapat menyusun hubungan antara keadaan khusus
dengan aturan, prinsip umum, dan
d. Disajikan bukti-bukti untuk menunjang atau menolak kesimpulan.
4. Pendekatan Induktif
Pendekatan induktif adalah pendekatan pembelajaran yang bermula ddengan menyajikan sejumlah
keadaan khusus kemudian disimpukan menjadi suatu fakta, prinsip atau aturan.
Langkah-langkah :
a. memilih konsep, prinsip, aturan yang akan disajikan
b. menyajikan contoh-contoh khusus, yang memungkinkan peserta didik memperkirakan sifat umum
(general) yang terkandung dalam cntoh-contoh itu.
c. Disajikan bukti-bukti yang berupa contoh tambahan untuk menunjang atau menyangkal hipotesis
d. Disusun pernyataan mengenai sifat umum yang telah terbukti berdasarkan langkah-langkah terdahulu.
5. Pendekatan Ekspositori
Pendekatan ekspositori adalah pendekatan pembelajaran yang menunjukkan dosen/guru berperan lebih
aktif dalam menyajikan bahan ajar dalam bentuk yang telah dipersiapkan secara rapi, sistematik dan
lengkap sementara peserta didik peserta didik berperan lebih pasif; tinggal menyimak dan mencernanya
secara teratur dan tertib. Peserta didik dapat mengungkapkan kembali melalui respons pada saat
diberikan pertanyaan oleh dosen/guru.
Langkah-langkah :
a. Preparation ; Persiapan bahan selengkap-lengkapnya secara sistematik dan rapi.
b. Aperception ; keterkaitan bahan sebelumnya dengan yang akan dibahas; melalui pertanyaan atau
informasi.
c. Presentation ; menyajikan bahan dengan ceramah atau menyuruh peserta didik membaca.
d. Resitation; dosen/guru bertanya dan peserta didik menjawab sesuai dengan bahan yang dipelajari,
atau peserta didik membacakan kembali hasilnya.
6. Pendekatan Heuristik
Pendekatan heuristik adalah pendekatan pembelajaran yang menyajikan sejumlah data dan peserta didik
diminta untuk membuat kesimpulan menggunakan data tersebut. Dalam implementasinya menggunakan
metode penemuan dan inkuiri.
Pendekatan heuristik merupakan strategi bagaimana merancang pembelajaran dari berbagai aspek dari
pembentukan sistem instruksional mengarah pada pengaktifan peserta didik/peserta didik mencari dan
menemukan sendiri fakta, prinsip, dan konsep yang mereka butuhkan.
7. Pendekatan Kontekstual
Pendekatan kontekstual merupakan pendekatan yang membantu dosen/guru dalam mengaitkan bahan
ajarnya dengan situasi dunia nyata peserta didik dan mendorong peserta didik membuat hubungan
antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.
8. Pendekatan Inquiry
Pendekatan inquiry merupakan pendekatan mengajar yang berusaha meletakkan dasar dan
mengembangkan cara berpikir ilmiah, dengan menempatkan peserta didik lebih banyak belajar sendiri
mengembangkan kekreatifan dalam memecahkan masalah. Peserta didik diposisikan sebagai subjek
yang belajar sementara dosen/guru lebih berperan sebagai pembimbing dan fasilitator belajar.
Ada lima tahapan yang ditempuh :
a. perumusan masalah
b. membuat hipotesis, jawaban sementara
c. mencari informasi, data, fakta, yang diperlukan untuk menjawab hipotesis
d. menarik kesimpulan; generalisasi
e. mengaplikasikan kesimpulan
9. Pendekatan Tingkah Laku (Behaviorisme)
Pendekatan tingkah lau lebih menekankan kepada teori tingkah laku, sebagai plikasi dari teori belajar
behaviorisme.
Langkah-langkah ;
a. dosen/guru menyajikan stimulus
b. mengamati tingkah laku peserta didik dalam menanggapi stimulus
c. memberikan latihan kepada peserta didik dalam memberikan respon terhadap stimulus
d. memperkuat respon

E. Metode Pembelajaran
Metode pembelajaran adalah strategi pengajaran sebagai alat untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
Pemilihan dan penentuan metode dalam pembelajaran dipengaruhi oleh beberapa faktor ; 1) Peserta
didik/peserta didik, 2) Tujuan, 3) Situasi , 4) Fasilitas , 5) Dosen/guru
Macam-macam metode pembelajaran
1. Metode Proyek
Cara penyajian perkuliahan yang bertitik tolak dari suatu maslah, kemudian dibahas dari berbagai segi
(mata perkuliahan yang berbeda) yang berhubungan sehingga pemecahannya secara keseluruhan dan
bermakna.
2. Metode eksperimen
Cara penyajian perkuliahan, dimana peserta didik melakukan percobaan dengan mengalami dan
membuktikan sendiri sesuatu yang dipelajari.
3. Metode tugas dan resitasi/review
Cara penyajian pengajaran dimana dosen/guru memberikan tugas tertentu agas peserta didik melakukan
kegiatan belajar.
4. Metode Diskusi
Cara penyajian perkuliahan, di mana peserta didik-peserta didik dihadapkan kepada suatu masalah yang
bisa berupa pernyataan atau pertanyaan yang bersifat problematis untuk dibahas dan dipecahkan
bersama.
5. Metode Sosiodrama/ role playing
Cara penyajian pengajaran dengan mendramatisasikan tingkah laku dalam hubungannya dengan
masalah sosial.
6. Metode demonstrasi
Cara penyajian bahan perkuliahan dengan memperagakan atau mempertunjukkan kepada peserta didik
suatu proses, siatuasi, atau benda tertentu yang sedang dipelajari, baik sebenarnya ataupun tiruan, dan
disertai dengan penjelasan lisan.
7. Metode Problem solving
Cara penyajian bahan perkuliahan yang dimulai dengan adanya masalah, kemudian mencari data-data
pendukung untuk memecahkan maslaah tersebut, menetapkan jawaban sementara, menguji kebenaran
dan pada kahirnya menarik kesimpulan.
8. Metode karyawisata
Cara penyajian bahan perkuliahan dengan mengajak peserta didik mengunjungi tempat atau objek
tertentu yang berhubungan dengan bahan yang dipelajari.
9. Metode Tanya jawab
Cara penyajian perkuliahan dalam bentuk pertanyaan yang harus dijawab. Dari dosen/guru ke peserta
didik atau dari peserta didik ke dosen/guru.
10. Metode Latihan
Cara penyajian bahan perkuliahan melalui training atau latihan untuk menanamkan kebiasan-kebiasan
tertentu dan dapat juga digunakan untuk meperoleh suatu ketangkasan, ketepatan, kesempatan, dan
keterampilan.
11. Metode Ceramah
Cara penyajian bahan perkuliahan dalam bentuk penyampaian informasi, keterangan atau uraian tentang
suatu pokok persoalan secara lisan.
Kegiatan Pembelajaran yang Efektif
Kegiatan belajar mengajar berbasis kompetensi menuntut pendekatan kolaboratif antara peserta
didik/peserta didik, guru/dosen/guru, orang tua, perguruan tinggi, dunia usaha, dan masyarakat dalam
keseluruhan proses penyelenggaraan pendidikan. Secara umum pengelolaan Pembelajaran dapat dibagi
dalam tahap pengelolaan sebagai berikut :
1. Mengelola ruang kelas
Dosen/guru dalam mengelola kelas harus mempertimbangkan : hal-hal sebagai berikut diantaranya :
aksebilitas yaitu kemudahan peserta didik menjangkau alat dan maupun sumber belajar; mobilitas yaitu
terjadi gerak secara leluasa baik dosen/guru maupun peserta didik dalam proses pembelajaran; interaksi
yaitu hubungan dan terjadi interaksi baik antar peserta didik/peserta didik maupun peserta didik/peserta
didik dengan dosen/guru secara leluasa; variasi kerja peserta didik/peserta didik yaitu dimungkinkan
peserta didik/peserta didik kerja secara variasi sehingga tidak menimbulkan kejenuhan dapat kerja
mandiri, berpasangan dan kelompok sesuai dengan karakteristik masing-masing.
2. Mengelola Peserta didik/peserta didik
Dosen/guru harus mengatur skenario untuk kegiatan peserta didik/peserta didik sehingga langkah-
langkah yang harus dijalani peserta didik/peserta didik dalam pembelajaran jelas seperti kapan peserta
didik/peserta didik harus bekerja mandiri, berpasangan dan kelompok sesuai karakteristik pembelajran,
kapan peserta didik/peserta didik mencari informasi, mengolah informasi dan menyampaikan informasi
secara lisan maupun tulisan dan kapan peserta didik/peserta didik melakukan dan penyampaian
informasi.
3. Mengelola Kegiatan Pembelajaran
Dosen/guru dalam mengelola kegiatan pembelajaran dengan peserta didik/peserta didik harus memiliki
perencanaan yang matang, pelaksanaan kegiatan pembelajaran yang telah terinci dengan baik meliputi ;
materi pembelajaran, pengalaman belajar yang akan dilakukan oleh peserta didik/peserta didik, indikator
yang akan dicapai, penilaian yang akan dilaksanakan, waktu dan bahan yang digunakan serta skenario
yang akan dijalankan selama proses pembelajaran.
Idealnya kegiatan pembelajaran harus mampu mengakomodasi keberagaman tingkat kemampuan
peserta didik/peserta didik untuk itu diperlukan lembar kerja yang berbeda, bagi setiap peserta
didik/peserta didik, hal itu yang paling efektif untuk mengakomodasi keberagaman tingkat kemampuan
peserta didik/peserta didik.
Prinsip-prinsip pembelajaran yang efektif
1. Mengalami
Melalui pengalaman langsung tentang apa yang sedang dipelajari akan lebih mengaktifkan indera dari
pada hanya mendengarkan lisan
2. Interaksi
Antara peserta didik/peserta didik dengan lingkungan sosialnya melalui diskusi, saling bertanya dan
menjelaskan.
3. Komunikasi
Pengungkapan isi pikiran gagasan sendiri maupun mengomentari gagasan orang lain, akan mendorong
peserta didik untuk membenahi gagasannya dan memantapkan pemahaman tentang apa yang sedang
dipelajari. Dosen/guru harus siap memberikan tanggapan terhadap pendapat atau gagasan yang
dikomunikasikan.
4. Refleksi
Memikirkan ulang (refleksi) apa yang sedang dikerjakan atau dipikirkan, akan lebih memantapkan
pemahaman.
5. Mengembangkan keingintahuan, imajinasi dan fitrah bertuhan
Rasa ingin tahu dan imajinasi menghasilkan sikap peka, kritis, mandiri dan kreatif sedangkan fitrah
bertuhan menghasilkan sikap bertaqwa.
6. Membangkitkan motivasi Peserta didik/peserta didik
Motivasi (daya dorongan untuk belajar) dipengaruhi oleh keingintahuan dan keyakinan akan kemampuan
diri, melalui antara lain : pemberian tugas, dan sekaligus menyakinkan kepada peserta didik/peserta didik
bahwa mereka pasti bisa.
7. Memanfaatkan Pengalaman Awal Peserta didik/peserta didik
Peserta didik/peserta didik membangun pengalaman terhadap apa yang dipelajari, diwarnai oleh
pengetahuan awal yang dimiliki. Dosen/guru harus berupaya untuk menggali pengalaman awal peserta
didik/peserta didik sebelum memulai perkuliahan.
8. Menyenangkan Peserta didik/peserta didik
Suasana belajarsangatmempengaruhi efektivitas proses pembelajaran, peserta didik/peserta didik akan
sulit membangun pemahaman dalam keadaan tertekan. Dosen/guru/dosen/guru harus dapat
menciptakan suasana yang menyenangkan/mengasikan sesuai dengan tingkat perkembangan peserta
didik/peserta didik, dengan pendekatan Belajar sambil bereksperimen.
9. Tugas yang menantang
Pada prinsipnya semakin banyak waktu konsentrasi anak maka semakin baik hasil belajarnya, dan
konsentrasi akan terjadi bila peserta didik/peserta didik mendapat tugas yang menantang (sedikit
melebihi kemampuannya).
10. Pemberian Kesempatan Belajar
Belajar merupakan proses membangun pemahaman. Maka dosen/guru/dosen/guru harus memberikan
kesempatan bagi peserta didik/peserta didik untuk berpikir pada saat memecahkan masalah, dan
membangun gagasannya sendiri.
11. Belajar Untuk kebersamaan
Perbedaan individu jangan sampaikan menciptakan manusia yang individualis, sehingga perlu dibangun
kehidupan bersama melalui tugas-tugas yang memungkinkan peserta didik bekerja baik mandiri maupun
kelompok.
12. Pengembangan Multi Kecerdasan
Setiap peserta didik/peserta didik memiliki lebih dari satu kecerdasan (selain kecerdasan akademik).
Untuk perguruan tinggi memiliki kewajiban untuk berupaya mengakomodasi keberagaman kecerdasan
tersebut.
Penyiapan Rancangan Pembelajaran
Agar kegiatan belajar mengajar dapat dilaksanakan secara efektif sesuai dengan kurikulum, dosen/guru
harus membuat rencana pembelajaran dan perangkat pembekajaran sekurang-kurangnya untuk 1
semester. Rencana pembelajaran ini merupakan skenario tentang aktivitas selama proses pembelajaran
berlangsung baik yang dilakukan peserta didik/peserta didik (pengalaman belajar) maupun aktivitas
dosen/guru di dalam mengelola aktivitas peserta didik/peserta didik serta dalam memberikan penjelasan.
Perangkat pembekajaran dapat dibuat dalam berbagai bentuk sesuai dengan aktivitas yang akan
dilakukan baik oleh dosen/guru maupun peserta didik/peserta didik antara lain :
1. Lembar informasi
2. lembar tugas
3. lembar kerja
4. lembar laporan diskusi
5. dll
Pendekatan Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran kontekstual merupakan konsep pembelajaran yang membantu dosen/guru dalam
mengkaitkan materi pelajaran/perkuliahan dengan kehidupan nyata, dan memotivasi peserta didik
membuat hubungan antara pengetahuan yang dipelajarinya dengan kehidupan mereka. Melalui
pembelajaran kontekstal diharapkan konsep-konsep materi perkuliahan dapat diintegrasikan dalam
konteks kehidupan nyata dengan harapan peserta didik dapat memahami apa yang dipelajarinya dengan
baik dan mudah.
Pembelajaran kontekstual telah berkembang di negara-negara maju dengan berbagai nama. Di Belanda
berkembang apa yang disebut dengan Realistic Mathematics Education (RME) yang menjelaskan bahwa
pembelajaran matematika harus dikaitkan dengan kehidupan nyata peserta didik. Di Amerika
berkembang apa yang disebut Contextual Teaching and Learning (CTL) yang intinya membantu
dosen/guru/guru untuk mengkaitkan materi pembelajaran dengan kehidupan nyata dan memotivasi
peserta didik untuk mengkaitkan pengetahuan yang dipelajarinya dengan kehidupan mereka. Sementara
itu di Michigan juga berkembang Connected Mathematics Project (CMP) yang bertujuan
mengintegrasikan ide matematika ke dalam konteks kehidupan nyata dengan harapan peserta didik
dapat memahami apa yang dipelajarinya dengan baik dan mudah.
Pembelajaran kontekstual berbeda dengan pembelajaran konvensional yang selama ini kita kenal. Tabel
1 berikut ini menunjukkan perbedaan antara pembelajaran kontekstual dan pembelajaran konvensional.
Tabel 1.
Perbedaan Pola pembelajaran kontekstual dan konvensional
Konvensional Kontekstual
Menyandarkan kepada hapalan. Menyandarkan pada memori spasial.
Pemilihan informasi ditentukan oleh guru/dosen/guru Pemilihan informasi berdasarkan kebutuhan
individu peserta didik.
Cenderung terfokus (disiplin) tertentu. Cenderung mengintegraskan beberapa bidang (disiplin).
Memberikan tumpukan informasi kepada peserta didik sampai pada saaatnya diperlukan. Selalu
mengkaitkan informasi dengan pengetahuan awal yang telah dimiliki peserta didik/peserta didik.
Penilaian hasil belajar hanya melalui kegiatan akademik berupa ujian/ulangan. Menerapkan penilaian
autentik melalui penerapan praktis dalam pemecahan masalah.

Landasan konsepsi Pembelajaran Kontekstual


Pembelajaran kontekstual merupakan suatu konsep yang didukung oleh berbagai penelitian aktual di
dalam ilmu kognitif (cognitive science) dan teori-teori tentang tingkah laku (behavior theories) yang
secara bersama-sama mendasari konsepsi dan proses pembelajaran kontekstual, antara lain:
1. Konstruktivisme berbasis pengetahuan (Knowledge-Based constructivism) Baik instruksi langsung
maupun kegiatan konstruktivis dapat sesuai dan efektif didalam pencapaian tujuan belajar peserta didik
(Resnick dan Hall, 1998).
2. Pembelajaran berbasis usaha / teori pertumbuhan kecerdasan (Effort-Based Learnnig/Incremental
Theory of Intellegence) Peningkatan usaha seseorang untuk menghasilkan peningkatan kemampuan.
Teori ini berlawanan dengan gagasan bahwa kecerdasan seseorang tidak dapat diubah. Bekerja keras
untuk mencapai tujuan belajar akan motivasi seseorang untuk terlibat dalam kegiatan yang berkaitan
dengan komitmen untuk belajar.
3. Sosialisasi (Sosialization) Anak-anak mempelajari standar, nilai-nilai, dan pengetahuan
kemasyarakatan dengan mengajukan berbagai pertanyaaan dan menerima tantangan untuk menemukan
solusi yang tidak segera terlihat, bersama-sama dengan penjelasan konsep, pembenaran pemikiran
mereka, dan pencarian informasi. Sesungguhnya, belajar adalah proses sosial, oleh karenanya faktor
sosial dan budaya perlu diperhatikan selama perencanaan pengajaran. Sifat dasar sosial dari belajar juga
mengendalikan penentuan tujuan belajar ( Borko dan Putnam, 1998 ).
4. Pembelajaran situasi (Situated Learning) pengetahuan dan belajar dikondisikan dalam fisik tertentu
dan konteks sosial. Serangkaian tatanan yang mungkin dipergunakan seperti rumah, masyarakat, tempat
kerja, akan tergantung pada tujuan pengajaran dan tujuan pembelajaran yang di harapkan.
5. Pembelajaran distribusi (Distributed Learning) pengetahuan mungkin di pandang sebagai
pendistribusian dan penyebaran (Lave, 1988) individu, orang lain, dan berbagai benda (artifacts) seperti
alat-alat fisik dan alat-alat simbolis (Solomon, 1993), dan bukan semata-mata sebagai suatu kekayaan
individual. Dengan demikian, manusia merupakan suatu bagian terintegrasi dari proses belajar, harus
berbagai pengetahuan dan tugas-tugas (Borko dan Putman, 1998).
The Northwest Region Education Laboratory USA mengidentifikasikan adanya 6 kunci dasar dari
pembelajaran kontekstual, sebagai berikut :
1. Pembelajaran bermakna : pemahaman, relevansi, dan penilaian pribadi sangat terkait dengan
kepentingan peserta didik. Didalam mempelajari isi metri perkuliahan. Pembelajaran dirasakan terkait
dengan kehidupan nyata atau peserta didik mengerti manfaat isi pembelajaran, jika mereka merasakan
berkepentingan untuk belajar demi kehidupannya dimasa mendatang. Prinsip ini sejalan dengan,
pembelajaran bermakna (Meaningful Learning) yang diajukan.
2. Penerapan pengetahuan, ada kemampuan peserta didik untuk memahami apa yang dipelajari dan
diterapkan dalam tatanan kehidupan dan fungsi dimasa sekarang atau masa depan.
3. Berpikir tingkat tinggi ; peserta didik diwajibkan untuk memanfaatkan berpikir kritis dan berpikir
kreatifnya dalam pengumpulkan data, pemahaman suatu isu dan pemecahan suatu masalah.
4. Kurikulum yang dikembangkan berdasar standar : Isi pembelajaran harus dikaitkan dengan standar
lokal, profinsi, nasional, perkembangan ilmu dan teknologi serta dunia kerja.
5. Responsif terhadap budaya : dosen/guru harus memahami dan menghargai nilai, kepercayaan,
kebiasaan peserta didik, teman pendidik, dan masyarakat tempat ia mendidik. Ragam individu dan
budaya suatu kelompok serta hubungan antar budaya tersebut akan mempengaruhi pembelajaran dan
sekaligus akan berpengaruh terhadap cara mengajar dosen/guru. Setidaknya ada 4 hal yang perlu
diperhatikan didalam pembelajaran kontekstual, yaitu individu peserta didik, kelompok, peserta didik baik
sebagai tim atau keseluruhan kelas, tatanan perguruan tinggi dan besarnya tatanan komunikasi kelas.
6. Penilaian autentik ; penggunaan berbagai strategi penilaian (misalnya penilaian proyek/tugas
terstruktur, kegiatan peserta didik, penggunaan portofolio, rubrik, daftar cek, pedoman observasi, dsb)
akan merefleksikan hasil belajar sesungguhnya.
Sehubungan dengan itu maka pendekatan pengajaran kontekstual haruslah menekankan pada hal-hal
sebagai berikut :
1. Belajar berbasis Masalah ( Problem Based Learning ), yaitu suatu pendekatan pengajaran yang
menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi peserta didik untuk belajar tentang
berpikir kritis dan ketrampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep
yang esensi dari materi perkuliahan.
2. Pengajaran Autentik (Authentic Instruction) yaitu pendekatan pembelajaran yang memperkenankan
peserta didik untuk mempelajari konteks bermakna, Ia mengembangkan ketrampilan berpikir dan
pemecahan masalah yang penting didalam konteks kehidupan nyata.
3. Belajar Berbasis Inquiri (Inquiry Based Learning) yang membutuhkan strategi pengajaran yang
mengikuti metodologi sains dan menyediakan kesempatan untuk pembelajaran bermakna.
4. Belajar Berbasis Proyek / Tugas Terstruktur (Project Based Learning) yang membutuhkan suatu
pendekatan pengajaran komprehensif dimana lingkungan belajar peserta didik (kelas) didesain agar
peserta didik dapat melakukan penyelidikan terhadap masalah autentik termasuk pendalaman materi dari
suatu topik mata perkuliahan, dan melaksanakan tugas bermakna lainnya. (Buck Institute for Education,
2001)
5. Belajar Berbasis Kerja (Work Based Learning) yang memerlukan suatu pendekatan pengajaran yang
memungkinkan peserta didik menggunakan konteks tempat kerja untuk mempelajari materi perkuliahan
berbasis perguruan tinggi dan bagaimana materi tersebut dipergunakan kembali di dalam tempat kerja.
Jadi dalam hal ini tempat kerja atau sejenisnya dan berbagai aktivitas dipadukan dengan materi
perkuliahan untuk kepentingan peserta didik (Smith, 2001).
6. Belajar Jasa Layanan (Service Learning) . Pendekatan ini menyajikan suatu penerapan praktis dari
pengetahuan baru yang diperlukan dan berbagai ketrampilan untuk memenuhi kebutuhan didalam
masyarakat melalui proyek / tugas terstruktur dan kegiatan lainnya. (Mc Pherson, 2001)
7. Belajar Kooperatif (Cooperative Learning) yang memerlukan pendekatan pengajaran melalui
penggunaan kelompok kecil peserta didik untuk bekerjasama dalam memaksimalkan kondisi belajar
dalam mencapai tujuan belajar (Holubec, 2001)
Berkaitan dengan faktor kebutuhan individual peserta didik maka untuk menggunakan metode
pendekatan kontekstual dosen/guru harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1. Merencanakan pembelajaran sesuai dengan kewajaran perkembangan mental (Developmentally
approriate) peserta didik.
2. Membentuk grup belajar yang saling tergantung (interdependent learning groups).
3. Menyediakan lingkungan yang mendukung pembelajaran mandiri (Self Regulated Learning) yang
memiliki 3 karakteristik umum, yaitu kesadaran berpikir, penggunaan strategi dan motivasi berkelanjutan.
4. Mempertimbangkan keragaman peserta didik (diversity of students).
5. Memperhatikan multi intelegensi (Multiple Intellegences) peserta didik.
6. Menggunakan teknik-teknik bertanya yang meningkatkan pembelajaran peserta didik, perkembangan
pemecahan masalah dan ketrampilan berpikir tingkat tinggi.
7. Menerapkan penilaian autentik (Authentic Assesment).
Berkaitan dengan faktor peran dosen/guru, agar proses pengajaran kontekstual dapat lebih efektif
kaitannya dengan pembelajaran peserta didik, dosen/guru diharuskan merencanakan,
mengimplementasikan, merefleksikan dan menyempurnakan pembelajaran. Untuk keperluan itu,
dosen/guru harus melaksanakan beberapa hal sebagai berikut :
1. Mengkaji konsep atau teori yang akan dipelajari oleh peserta didik.
2. Memahami latar belakang dan pengalaman hidup peserta didik melalui proses pengkajian secara
seksama.
3. Mempelajari lingkungan perguruan tinggi dan tempat tinggal peserta didik, selanjutnya memilih dan
mengkaitkannya dengan konsep atau teori yang akan dibahas dalam proses pembelajaran kontekstual.
4. Merancang pengajaran dengan mengkaitkan konsep atau teori yang dipelajari dengan
mempertimbangkan pengalaman yang dimiliki peserta didik dan lingkungan kehidupan mereka.
5. Melaksanakan pengajaran dengan selalu mendorong peserta didik untuk mengkaitkan apa yang
sedang dipelajari dengan pengetahuan / pengalaman yang telah dimiliki sebelumnya dan mengkaitkan
apa yang dipelajarinya dengan fenomena kehidupan sehari-hari. Selanjutnya peserta didik didorong
untuk membangun kesimpulan yang merupakan pemahaman peserta didik terhadap konsep / teori yang
sedang dipelajarinya.
6. Melakukan penilaian terhadap pemahaman peserta didik. Hasil penilaian tersebut dijadikan sebagai
bahan refleksi terhadap rancangan pembelajaran dan pelaksanaannya.
Sementara itu, Center for Occupation Ressearch and Development (CORD) menyampikan 5 strategi bagi
pendidik dalam rangka penerapan pembelajaran kontekstual, yang disingkat dengan REACT, yaitu :
1. Relating ; belajar dikaitkan dengan konteks pengalaman kehidupan nyata.
2. Experiencing: belajar ditekankan kepada penggalian (eksplorasi), penemuan (discovery), dan
penciptaan (invention)
3. Applying: belajar bilamana pengetahuan dipresentasikan didalam konteks pemanfaatannya.
4. Cooperating: belajar melalui konteks komunikasi interpersonal, pemakaian bersama, dsb.
5. Transferring: belajar melalui pemanfaatan pengetahuan didalam situasi atau konteks baru.
Melalui landasan filosofi kontruktivisme, CTL dipromosikan menjadi alternatif strategi belajar yang baru.
Melalui strategi CTL, peserta didik diharapkan belajar melalui mengalami bukan menghafal.
Pembelajaran Kontekstual hanyalah sebuah pendekatan pembelajaran, seperti halnya pendekatan
pembelajaran yang lain, pembelajaran kontekstual dikembangkan dengan tujuan agar pembelajaran
berjalan lebih produktif dan bermakna. Pendekatan kontekstual dapat dijalankan tanpa harus mengubah
kurikulum atau tatanan yang ada (Nurhadi, 2002).
Nurhadi (2002) mengemukakan bahwa pembelajaran kontekstual melibatkan tujuh komponen utama,
yaitu:
1. kontruktivisme (contructivism),
2. bertanya (questioning),
3. menemukan (inquiri),
4. masyarakat belajar (learning community),
5. pemodelan (modeling),
6. refleksi (reflection),
7. dan penilaian sebenarnya (authentic assesment).
Sedangkan menurut Zahoric (Nurhadi, 2002), ada lima elemen yang harus diperhatikan dalam praktek
pembelajaran kontekstual, yaitu:
1. pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activaing knowledge)
2. perolehan pengetahuan baru (acquiring knowledge)
3. pemahaman pengetahuan (understanding knowledge)
4. mempraktekan pengetahuan dan pengalaman (appying knowledge)
5. melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi pengembangan pengetahuan tersebut.
Penilaian Pada Pendekatan kontekstual
Penilaian autentik sesungguhnya adalah suatu istilah/terminologi yang diciptakan untuk menjelaskan
berbagai metode penilaian alternatif. Berbagai metode tersebut memungkinkan peserta didik dapat
mendemonstrasikan kemampuannya untuk menyelesaikan tugas-tugas, memecahkan masalah, atau
mengekspresikan pengetahuannya dengan cara mensimulasikan situasi yang dapat ditemui di dalam
dunia nyata di luar lingkungan perguruan tinggi (Hymes, 1991). Berbagai simulasi tersebut semestinya
dapat mengekspresikan prestasi (performance) yang ditemui di dalam praktek dunia nyata seperti tempat
kerja. Penilaian autentik seharusnya dapat menjelaskan bagaimana peserta didik menyelesaikan
masalah dan dimungkinkan memiliki lebih dari satu solusi yang benar. Strategi penilaian yang cocok
dengan kriteria yang dimaksudkan adalah suatu kombinasi dari beberapa teknik penilaian sebagai berikut
:
1. Penilaian kinerja (Performance assessment):
2. Observasi sistematik (System Observation),.
3. Portfolio (Portfolio) .
4. Jurnal sains (Journal) .
.Ada 2 bentuk jurnal, yaitu :
Jurnal arahan pribadi (Self-directed jurnaling), dimana peserta didik akan menetukan topik, isi dan arah
kemana refleksi akan diambil.
Jurnal arahan dosen/guru/guru (teaher-directed jurnaling) akan mengarahkan respon dari refleksi
mendekati tujuan khusus outcome atau topik.
Menurut Darling-Hammond dan Snyder (1998), penilaian autentik sebagai penilaian telah memenuhi 5
kondisi, sebagai berikut :
1. Penilaian mewakili pengetahuan yang sebenarnya, ketrampilan dan bentuk keinginan peserta didik.
2. Penilaian terkait erat dengan kesempatan belajar dan sesuai dengan isi program, outcome yang
diinginkan dan pelaksanaan pengajaran.
3. Ada berbagai kesempatan berganda untuk belajar, latihan, dan penilaian outcome yang diinginkan,
sehingga penilaian membantu mengembangkan kompetensi bukan hanya mengukurnya.
4. Penilaian mencakup umpan balik dan berbagai bentuk refleksi.
Beberapa Model Pembelajaran Alternatif yang dikembangkan
a. Pembelajaran Berdasarkan Masalah (Problem Based Learning)
b. Pengajaran langsung (Direc Instruction)
c. Pembelajaran Koperatif (Cooperativ Learning)
d. Pembelajaran Fortopolio
1) Model Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL)
PBL banyak dikembangkan berdasarkan pandangan konstruktif-kognitif Piaget, PBL merupakan salah
satu model pembelajaran memiliki karakteristik sebagai berikut (Ibrahim-Nur, 2000) :
1. Pengajuan pertanyaan atau masalah
2. Berfokus pada keterkaitan antar disiplin
3. Penyelidikan Autentik
4. Menghasilkan produk/karya dan memamerkannya
5. Kerjasama
Ada lima tahapan utama dalam PBL (Ibrahim-Nur, 2000) yang digambarkan sebagai berikut :
Tahap Tingkah Laku Dosen/guru
Tahap 1
Mengorientasikan peserta didik kepada masalah Menjelaskan tujuan pembelajaran dan logistik yang
dibutuhkan, memotivasi peserta didik terlibat, pada aktivitas pemecahan masalah yang dipilihnya.
Tahap 2
Mengorganisasi peserta didik untuk belajar Membantu peserta didik mendifisikan dan mengorganisasikan
tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut
Tahap 3
Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok Mendorong peserta didik untuk mengumpulkan
informasi yangs sesuai, melaksanakan eksperimen, untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan
masalah.
Tahap 4
Mengembangkan dan menyajikan hasil-karya Membantu peserta didik dalam merencanakan dan
menyiapkan karya yang sesuai.
Tahap 5
Menganalsis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah Membantu peserta didik untuk melakukan
refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses proses yang mereka gunakan.

2) Pengajaran Langsung
Landasan teori : Albert Bandura : Pemodelan tingkah laku (modelling) dengan Ciri ; Teacher center
Keterampilan dasar yang dilatihkan ; 1) Pengetahuan Deklaratif , yaitu merupakan merupakan
pengetahuan tentang sesuatu, dan 2) Pengetahuan Prosedural yaitu, merupakan pengetahuan tentang
bagaimana melaksanakan sesuatu .
a. Menyampaikan tujuan
b. Membimbing pelatihan
c. Mendemonstrasikan pengetahuan/ keterampilan
d. Meningkatkan kemampuan
3) Pembelajaran Koperatif
Landasan teori Vygotsky : teori belajar kognitif-konstruktivis
Keterampilan yang dikembangkan :
1. Keterampilan akademik
2. Keterampilan sosial peserta didik :
Ket. Kooperatif tingkat awal
Ket. Kooperatif tingkat menengah
Ket. Kooperatif tingkat mahir
Beberapa model dalam Pembelajaran koperatif
EXAMPLES NON EXAMPLES
(CONTOH DAPAT DARI KASUS/GAMBAR YANG RELEVAN)
Langkah-langkah :
Dosen/guru mempersiapkan gambar-gambar sesuai dengan tujuan pembelajaran
Dosen/guru menempelkan gambar di papan atau ditayangkan melalui OHP
Dosen/guru memberi petunjuk dan memberi kesempatan pada peserta didik untuk
memperhatikan/menganalisa gambar
Melalui diskusi kelompok 2-3 orang peserta didik, hasil diskusi dari analisa gambar tersebut dicatat pada
kertas
Tiap kelompok diberi kesempatan membacakan hasil diskusinya
Mulai dari komentar/hasil diskusi peserta didik, dosen/guru mulai menjelaskan materi sesuai tujuan yang
ingin dicapai
Kesimpulan
PICTURE AND PICTURE
Langkah-langkah :
Dosen/guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai
Menyajikan materi sebagai pengantar
Dosen/guru menunjukkan/memperlihatkan gambar-gambar kegiatan berkaitan dengan materi
Dosen/guru menunjuk/memanggil peserta didik secara bergantian memasang/mendosen/gurutkan
gambar-gambar menjadi urutan yang logis
Dosen/guru menanyakan alasan/dasar pemikiran urutan gambar tersebut
Dari alasan/urutan gambar tersebut dosen/guru memulai menamkan konsep/materi sesuai dengan
kompetensi yang ingin dicapai
Kesimpulan/rangkuman
NUMBERED HEADS TOGETHER
(KEPALA BERNOMOR)
Langkah-langkah :
Peserta didik dibagi dalam kelompok, setiap peserta didik dalam setiap kelompok mendapat nomor
Dosen/guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakannya
Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan tiap anggota kelompok dapat
mengerjakannya/mengetahui jawabannya
Dosen/guru memanggil salah satu nomor peserta didik dengan nomor yang dipanggil melaporkan hasil
kerjasama mereka
Tanggapan dari teman yang lain, kemudian dosen/guru menunjuk nomor yang lain
Kesimpulan
COOPERATIVE SCRIPT
Metode belajar dimana peserta didik bekerja berpasangan dan bergantian secara lisan mengikhtisarkan,
bagian-bagian dari materi yang dipelajari
Langkah-langkah :
Dosen/guru membagi peserta didik untuk berpasangan
Dosen/guru membagikan wacana/materi tiap peserta didik untuk dibaca dan membuat ringkasan
Dosen/guru dan peserta didik menetapkan siapa yang pertama berperan sebagai pembicara dan siapa
yang berperan sebagai pendengar
Pembicara membacakan ringkasannya selengkap mungkin, dengan memasukkan ide-ide pokok dalam
ringkasannya.
Sementara pendengar :
Menyimak/mengoreksi/menunjukkan ide-ide pokok yang kurang lengkap
Membantu mengingat/menghafal ide-ide pokok dengan menghubungkan materi sebelumnya atau dengan
materi lainnya
Bertukar peran, semula sebagai pembicara ditukar menjadi pendengar dan sebaliknya. Serta lakukan
seperti diatas.
Kesimpulan Peserta didik bersama-sama dengan Dosen/guru
Penutup
KEPALA BERNOMOR STRUKTUR
(MODIFIKASI DARI NUMBER HEADS)
Langkah-langkah :
Peserta didik dibagi dalam kelompok, setiap peserta didik dalam setiap kelompok mendapat nomor
Penugasan diberikan kepada setiap peserta didik berdasarkan nomorkan terhadap tugas yang berangkai
Misalnya : peserta didik nomor satu bertugas mencatat soal. Peserta didik nomor dua mengerjakan soal
dan peserta didik nomor tiga melaporkan hasil pekerjaan dan seterusnya
Jika perlu, dosen/guru bisa menyuruh kerja sama antar kelompok. Peserta didik disuruh keluar dari
kelompoknya dan bergabung bersama beberapa peserta didik bernomor sama dari kelompok lain. Dalam
kesempatan ini peserta didik dengan tugas yang sama bisa saling membantu atau mencocokkan hasil
kerja sama mereka
Laporkan hasil dan tanggapan dari kelompok yang lain
Kesimpulan
STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD)
Langkah-langkah :
Membentuk kelompok yang anggotanya = 4 orang secara heterogen (campuran menurut prestasi, jenis
kelamin, suku, dll)
Dosen/guru menyajikan perkuliahan
Dosen/guru memberi tugas kepada kelompok untuk dikerjakan oleh anggota-anggota kelompok.
Anggotanya tahu menjelaskan pada anggota lainnya sampai semua anggota dalam kelompok itu
mengerti.
Dosen/guru memberi kuis/pertanyaan kepada seluruh peserta didik. Pada saat menjawab kuis tidak boleh
saling membantu
1. Memberi evaluasi
2. Kesimpulan
JIG SAW
Langkah-langkah :
1. Peserta didik dikelompokkan ke dalam = 4 anggota tim
2. Tiap orang dalam tim diberi bagian materi yang berbeda
3. Tiap orang dalam tim diberi bagian materi yang ditugaskan
4. Anggota dari tim yang berbeda yang telah mempelajari bagian/sub bab yang sama bertemu dalam
kelompok baru (kelompok ahli) untuk mendiskusikan sub bab mereka
5. Setelah selesai diskusi sebagai tim ahli tiap anggota kembali ke kelompok asal dan bergantian
mengajar teman satu tim mereka tentang sub bab yang mereka kuasai dan tiap anggota lainnya
mendengarkan dengan sungguh-sungguh
6. Tiap tim ahli mempresentasikan hasil diskusi
7. Dosen/guru memberi evaluasi
8. Penutup
ARTIKULASI
Langkah-langkah :
1. Menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai
2. Dosen/guru menyajikan materi sebagaimana biasa
3. Untuk mengetahui daya serap peserta didik, bentuklah kelompok berpasangan dua orang
4. Suruhlan seorang dari pasangan itu menceritakan materi yang baru diterima dari dosen/guru dan
pasangannya mendengar sambil membuat catatan-catatan kecil, kemudian berganti peran. Begitu juga
kelompok lainnya
5. Suruh peserta didik secara bergiliran/diacak menyampaikan hasil wawancaranya dengan teman
pasangannya. Sampai sebagian peserta didik sudah menyampaikan hasil wawancaranya
6. Dosen/guru mengulangi/menjelaskan kembali materi yang sekiranya belum dipahami peserta didik
7. Kesimpulan/penutup
MIND MAPPING
Sangat baik digunakan untuk pengetahuan awal peserta didik atau untuk menemukan alternatif jawaban
Langkah-langkah :
1. Dosen/guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai
2. Dosen/guru mengemukakan konsep/permasalahan yang akan ditanggapi oleh peserta didik/sebaiknya
permasalahan yang mempunyai alternatif jawaban
3. Membentuk kelompok yang anggotanya 2-3 orang
4. Tiap kelompok menginventarisasi/mencatat alternatif jawaban hasil diskusi
5. Tiap kelompok (atau diacak kelompok tertentu) membaca hasil diskusinya dan dosen/guru mencatat di
papan dan mengelompokkan sesuai kebutuhan dosen/guru
6. Dari data-data di papan peserta didik diminta membuat kesimpulan atau dosen/guru memberi
bandingan sesuai konsep yang disediakan dosen/guru
MAKE A MATCH
(MENCARI PASANGAN)
Langkah-langkah :
1. Dosen/guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok untuk sesi
review, sebaliknya satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban
2. Setiap peserta didik mendapat satu buah kartu
3. Tiap peserta didik memikirkan jawaban/soal dari kartu yang dipegang
4. Setiap peserta didik mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya (soal
jawaban)
5. Setiap peserta didik yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin
6. Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar tiap peserta didik mendapat kartu yang berbeda dari
sebelumnya
7. Demikian seterusnya
8. Kesimpulan/penutup
THINK PAIR AND SHARE
Langkah-langkah :
1. Dosen/guru menyampaikan inti materi dan kompetensi yang ingin dicapai
2. Peserta didik diminta untuk berfikir tentang materi/permasalahan yang disampaikan dosen/guru
3. Peserta didik diminta berpasangan dengan teman sebelahnya (kelompok 2 orang) dan mengutarakan
hasil pemikiran masing-masing
4. Dosen/guru memimpin pleno kecil diskusi, tiap kelompok mengemukakan hasil diskusinya
5. Berawal dari kegiatan tersebutmengarahkan pembicaraan pada pokok permasalahan dan menambah
materi yang belum diuangkapkan para peserta didik
6. Dosen/guru memberi kesimpulan
7. Penutup
DEBATE
Langkah-langkah :
1. Dosen/guru membagi 2 kelompok peserta debat yang satu pro dan yg lainnya kontra
2. Dosen/guru memberikan tugas untuk membaca materiyang akan didebatkan oleh kedua kelompok
diatas
3. Setelah selesai membaca materi. Dosen/guru menunjuk salah satu anggotanya kelompok pro untuk
berbicara saat itu ditanggapi atau dibalas oleh kelompok kontra demikian seterusnya sampai sebagian
besar peserta didik bisa mengemukakan pendapatnya.
4. Sementara peserta didik menyampaikan gagasannya dosen/guru menulis dosen/guru menulis inti/ide-
ide dari setiap pembicaraan di papan tulis. Sampai sejumlah ide yang diharapkan dosen/guru terpenuhi
5. Dosen/guru menambahkan konsep/ide yang belum terungkap
6. Dari data-data di papan tersebut, dosen/guru mengajak peserta didik membuat kesimpulan/rangkuman
yang mengacu pada topik yang ingin dicapai
ROLE PLAYING
Langkah-langkah :
1. Dosen/guru menyusun/menyiapkan skenario yang akan ditampilkan
2. Menunjuk beberapa peserta didik untuk mempelajari skenario dua hari sebelum kbm
3. Dosen/guru membentuk kelompok peserta didik yang anggotanya 5 orang
4. Memberikan penjelasan tentang kompetensi yang ingin dicapai
5. Memanggil para peserta didik yang sudah ditunjuk untuk melakonkan skenario yang sudah
dipersiapkan
6. Masing-masing peserta didik duduk di kelompoknya, masing-masing sambil memperhatikan
mengamati skenario yang sedang diperagakan
7. Setelah selesai dipentaskan, masing-masing peserta didik diberikan kertas sebagai lembar kerja untuk
membahas
8. Masing-masing kelompok menyampaikan hasil kesimpulannya
9. Dosen/guru memberikan kesimpulan secara umum
10. Evaluasi
11. Penutup
GROUP INVESTIGATION
Langkah-langkah :
1. Dosen/guru membagi kelas dalam beberapa kelompok heterogen
2. Dosen/guru menjelaskan maksud pembelajaran dan tugas kelompok
3. Dosen/guru memanggil ketua-ketua untuk satu materi tugas sehingga satu kelompok mendapat tugas
satu materi/tugas yang berbeda dari kelompok lain
4. Masing-masing kelompok membahas materi yang sudah ada secara kooperatif berisi penemuan
5. Setelah selesai diskusi, lewat juru bicara, ketua menyampaikan hasil pembahasan kelompok
6. Dosen/guru memberikan penjelasan singkat sekaligus memberi kesimpulan
7. Evaluasi
8. Penutup
TALKING STIK
Langkah-langkah :
1. Dosen/guru menyiapkan sebuah tongkat
2. Dosen/guru menyampaikan materi pokok yang akan dipelajari, kemudian memberikan kesempatan
kepada peserta didik untuk untuk membaca dan mempelajari materi pada pegangannya/paketnya
3. Setelah selesai membaca buku dan mempelajarinya mempersilahkan peserta didik untuk menutup
bukunya
4. Dosen/guru mengambil tongkat dan memberikan kepada peserta didik, setelah itu dosen/guru
memberikan pertanyaan dan peserta didik yang memegang tongkat tersebut harus menjawabnya,
demikian seterusnya sampai sebagian besar peserta didik mendapat bagian untuk menjawab setiap
pertanyaan dari dosen/guru
5. Dosen/guru memberikan kesimpulan
6. Evaluasi
7. Penutup
BERTUKAR PASANGAN
Langkah-langkah :
1. Setiap peserta didik mendapat satu pasangan (dosen/guru biasa menunjukkan pasangannya atau
peserta didik menunjukkan pasangannya
2. Dosen/guru memberikan tugas dan peserta didik mengerjakan tugas dengan pasangannya
3. Setelah selesai setiap pasangan bergabungdengan satu pasangan yang lain
4. Kedua pasangan tersebut bertukar pasangan masing-masing pasangan yang baru ini saling
menanyakan dan mengukuhkan jawaban mereka
5. Temuan baru yang didapat dari pertukaran pasangan kemudian dibagikan kepada pasangan semula

SNOWBALL THROWING
Langkah-langkah :
1. Dosen/guru menyampaikan materi yang akan disajikan
2. Dosen/guru membentuk kelompok-kelompok dan memanggil masing-masing ketua kelompok untuk
memberikan penjelasan tentang materi
3. Masing-masing ketua kelompok kembali ke kelompoknya masing-masing, kemudian menjelaskan
materi yang disampaikan oleh dosen/guru kepada temannya
4. Kemudian masing-masing peserta didik diberikan satu lembar kertas kerja, untuk menuliskan satu
pertanyaan apa saja yang menyangkut materi yang sudah dijelaskan oleh ketua kelompok
5. Kemudian kertas tersebut dibuat seperti bola dan dilempar dari satu peserta didik ke peserta didik yang
lain selama 15 menit
6. Setelah peserta didik dapat satu bola/satu pertanyaan diberikan kesempatan kepada peserta didik
untuk menjawab pertanyaan yang tertulis dalam kertas berbentuk bola tersebut secara bergantian
7. Evaluasi
8. Penutup
STUDENT FACILITATOR AND EXPLAINING
Peserta didik/peserta mempresentasikan ide/pendapat pada rekan peserta lainnya
Langkah-langkah :
1. Dosen/guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai
2. Dosen/guru mendemonstrasikan/menyajikan materi
3. Memberikan kesempatan peserta didik/peserta untuk menjelaskan kepada peserta untuk menjelaskan
kepada peserta lainnya baik melalui bagan/peta konsep maupun yang lainnya
4. Dosen/guru menyimpulkan ide/pendapat dari peserta didik
5. Dosen/guru menerangkan semua materi yang disajikan saat itu
6. Penutup

COURSE REVIEW HORAY


Langkah-langkah :
1. Dosen/guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai
2. Dosen/guru mendemonstrasikan/menyajikan materi
3. Memberikan kesempatan peserta didik tanya jawab
4. Untuk menguji pemahaman, peserta didik disuruh membuat kotak 9/16/25 sesuai dengan kebutuhan
dan tiap kotak diisi angka sesuai dengan seler masing-masing peserta didik
5. ) dan salan diisi tanda silang (x)Dosen/guru membaca soal secara acak dan peserta didik menulis
jawaban di dalam kotak yang nomornya disebutkan dosen/guru dan langsung didiskusikan, kalau benar
diisi tanda benar (
6. vertikal atau horisontal, atau diagonal harus berteriak horay atau yel-yel lainnyaPeserta didik yang
sudah mendapat tanda
7. Nilai peserta didik dihitung dari jawaban benar jumlah horay yang diperoleh
8. Penutup
DEMONSTRATION
(Khusus materi yang memerlukan peragaan atau percobaan misalnya Gussen)
Langkah-langkah :
1. Dosen/guru menyampaikan TPK
2. Dosen/guru menyajikan gambaran sekilas materi yang akan dismpaikan
3. Siapkan bahan atau alat yang diperlukan
4. Menunjukan salah seorang peserta didik untuk mendemontrasikan sesuai skenario yang telah
disiapkan
5. Seluruh peserta didik memperhatikan demontrasi dan menganalisa
6. Tiap peserta didik atau kelompok mengemukakan hasil analisanya dan juga pengalaman peserta didik
didemontrasikan
7. Dosen/guru membuat kesimpulan
COOPERATIVE INTEGRATED READING AND COMPOSITION (CIRC)
(KOOPERATIF TERPADU MEMBACA DAN MENULIS)
Langkah-langkah :
1. Membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang yang secara heterogen
2. Dosen/guru memberikan wacana/kliping sesuai dengan topik pembelajaran
3. Peserta didik bekerja sama saling membacakan dan menemukan ide pokok dan memberi tanggapan
terhadap wacana/kliping dan ditulis pada lembar kertas
4. Mempresentasikan/membacakan hasil kelompok
5. Dosen/guru membuat kesimpulan bersama
6. Penutup

INSIDE-OUTSIDE-CIRCLE
(LINGKARAN KECIL-LINGKARAN BESAR)
Peserta didik saling membagi informasi pada saat yang bersamaan, dengan pasangan yang berbeda
dengan singkat dan teratur
Langkah-langkah :
1. Separuh kelas berdiri membentuk lingkaran kecil dan menghadap keluar
2. Separuh kelas lainnya membentuk lingkaran di luar lingkaran pertama, menghadap ke dalam
3. Dua peserta didik yang berpasangan dari lingkaran kecil dan besar berbagi informasi. Pertukaran
informasi ini bisa dilakukan oleh semua pasangan dalam waktu yang bersamaan
4. Kemudian peserta didik berada di lingkaran kecil diam di tempat, sementara peserta didik yang berada
di lingkaran besar bergeser satu atau dua langkah searah jarum jam.
5. Sekarang giliran peserta didik berada di lingkaran besar yang membagi informasi. Demikian
seterusnya
CONSEPT SENTENCES
Langkah-langkah :
1. Dosen/guru menyampaikan kompentensi yang ingin dicapai
2. Dosen/guru menyajikan materi secukupnya
3. Dosen/guru membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang secara heterogen
4. Menyajikan beberapa kata kunci sesuai materi yang disajikan
5. Tiap kelompok disuruh membuat beberapa kalimat dengan menggunakan minimal 4 kata kunci setiap
kalimat
6. Hasil diskusi kelompok. Didiskusikan lagi secara pleno yang dipandu Dosen/guru
7. Kesimpulan

TIME TOKEN
Struktur yang dapat digunakan untuk mengajarkan keterampilan sosial, untuk menghindari peserta didik
mendominasi pembicaraan atau peserta didik diam sama sekali
Langkah-langkah :
1. Kondisikan kelas untuk melaksanakan diskusi (cooperative learning / CL)
2. Tiap peserta didik diberi kupon berbicara dengan waktu 30 detik. Tiap peserta didik diberi sejumlah
nilai sesuai waktu keadaan
3. Bila telah selesai bicara kopon yang dipegang peserta didik diserahkan. Setiap bebicara satu kupon
4. Peserta didik yang telah habis kuponnya tak boleh bicara lagi. Yang masih pegang kupon harus bicara
sampai kuponnya habis
5. Dan seterusnya
KELILING KELOMPOK
Maksudnya agar masing-masing anggota kelompok mendapat kesempatan untuk memberikan kontribusi
mereka dan mendengarkan pandangan dan pemikiran anggota lainnya
Caranya:
1. Salah satu peserta didik dalam masing-masing kelompok menilai dengan memberikan pandangan dan
pemikirannya mengenai tugas yang sedang mereka kerjakan
2. Peserta didik berikutnya juga ikut memberikan kontribusinya
3. Demikian seterusnya giliran bicara bisa dilaksanakan arah perputaran jarum jam atau dari kiri ke kanan
TWO STAY TWO STRAY
(DUA TINGGAL, DUA TAMU)
Memberi kesempatan kepada kelompok untuk membagikan hasil dan informasi dengan kelompok
lainnya.
Langkah-langkah :
1. Peserta didik bekerja sama dalam kelompok berempat seperti biasa
2. Setelah selesai, dua orang dari masing-masing bertamu kedua kelompok yang lain
3. Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi mereka ke
tamu mereka
4. Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan melaporkan temuan mereka dari
kelompok lain
5. Kelompok mencocokkan dan membahas hasil kerja mereka
PEMBELAJARAN FORTOFOLIO
Prinsip Dasar :
1. Belajar peserta didik aktif
a. Fase perencanaan
b. Fase keg. lapangan
c. Fase pelaporan
1. Kelompok belajar kooperatif
2. Pembelajaran partisipatorik
3. Menciptakan motivasi peserta didik
Langkah-langkah Pembelajaran Portofolio
1. Mengidentifikasi masalah
a. Kegiatan kelompok kecil
Membagi kelas dalam kelompok kecil (3-4 orang) dan mencari masalah yang dianggap penting
b. Pekerjaan rumah
Wawancara, mencari informasi dari media cetak/ elektronik
2. Memilih Masalah untuk kajian kelas
a. Membuat daftar masalah
b. Melakukan vooting
3. Mengumpulkan informasi masalah yang akan dikaji di kelas
a. Kegiatan kelas
b. Tugas pekerjaan rumah
4. Mengembangkan Portofolio kelas
a. Spesifikasi Portofolio
Jika informasi cukup, portofolio dikembangkan menjadi dua seksi:
seksi penayangan
seksi dokumentasi
b. Kelompok portofolio
BAB VIII
MANAJEMEN SARANA DAN PRASARANA

A. Masalah Pendidikan
1. Masalah Akses. Tidak semua anak bangsa dan umat menikmati arti kemerdekaan untuk
memanfaatkan kesempatan memperoleh ilmu. Sumbangan bagi umat juga masih perlu ditingkatkan
2. Kualitas. Kualitas sarana dan prasarana kurang memadai yang berdampak pada kualitas pendidikan
relatif rendah
3. Relevansi. Ilmu-ilmu yang diperoleh masih perlu ditingkatkan sehingga sanggu memakmurkan dunia.
Nilai pertukaran yang relatif rendah sehingga lebih banyak dipakai sebagai lahan uji coba.
4. Efisiensi dan efektivitas yang rendah. Hasilan pendidikan dalam kerangka meningkatkan produktivitas
masih belum sejalan dengan pemanfaatan sumber-sumber. Masih terlalu banyak yang disia-siakan.

B. Fungsi Pendidikan Dasar


1. Paspor kehidupan. Dengan memperoleh pendidikan dasar, merupakan alat untuk maju selanjang
hayat.
2. Tuntutan Kecakapan (pribadi, akademis, vokasional dan sosial)
Keterampilan Belajar Keterampilan menjalin hubungan relasional Keterampilan bekerja dan bermain
Keterampilan mengembangkan diri dan orang lain

Melek huruf
Kemampuan menghitung
Memperoleh informasi
Belajar dari pengalaman
Menggunakan pendekatan seluruh pikiran
Kemampuan memanfaat komputer
Keterampilan belajar
Melek komputer Memulai dan memelihara hubungan
Berkomunikasi
Kemampuan untuk menjadi sumber
Menjadi anggota yang efektif dalam kelompok
Manajemen konflik
Memberi dan menerima umoan balik,
Berkeluarga
mempengaruhi Pengembangan kareer,
Pengelolaan waktu,
Pengelolaan keuangan
kewirausahaan,
memilih dan menggunakan waktu luang
persiapan untuk pensiun
mencari dan mempertahankan pekerjaan
mengatasi kehilangan pekerjaan,
mengelola rumah
menetapkan tujuan dan perencanaan kegiatan
Memiliki pemikiran positif pada diri sendiri,
kreatif dalam memcahkan permasalahan
membuat keputusan
mengelola stres
mengelola hubunan sek
memelihara kesehatan tubuh
memelihara kemutakhiran
proaktif
mengelola emosi negatif
mengungkap minat, nilai dan keterampilan,
mengungkap rahasia pekerjaan,
mengembangkan keyakinan diri
membantu orane lain
mengembangkan politik diri

C. Pelatihan Dalam Kerangka Global


1. Dolar banyak yang tidak termanfaatkan. Ilustrasi al Zaitun dan Malaysia, sebagai tujuan alternatif
penggunaan dolar dari Timur Tengah.
2. Harapan dunia pada Indonesia, sebagai faktor penyeimbang kekuatan
3. Adanya konspirasi untuk membuat kesan Indonesia tidak aman, ditunjukkan dengan kesan peledakan
bom dan teroris,
4. Teori sosial menekankan kembali mengenai teori fungsi dan pertukaran

D. Model Manajemen Sarana Dan Prasarana Versi Global


Dengan menggunakan sumber yang dikeluarkan oleh GLOBAL model pengembangan standar sarana
dan prasarana, menempuh tahapan (1) analisis dan diagnosis kebutuhan sarana pendidikan latihan (2)
penelitian dan pengembangan untuk menetapkan standar (3) perencanaan dan pencanderaan program
pendidikan dan latihan yan berubungan dengan sarana dan prasarana dan (4) implementasi dari
pemeliharaan, perbaikan dan konstruksi sarana dan prasarana .

Dalam melakukan diagnosis dan analisis kebutuhan akan sarana dan prasarana ditempuh langkah (1)
jalur yang mengkaji sumber yang dimiliki dan kebutuhan akan lembaga Pelatihan. (2) jalur mengkaji dan
menganalisis mengenai inventaris yang dimiliki saat ini sekaitan dengan lembaga Pelatihan, pemetaan
kebutuhan nasional maupun regional, kebutuhan akan lembaga Pelatihan serta identifikasi permalahan
yang harus dipecahkan melalui penyediaan sarana fisik dan penunjang. Perpaduan antara kebutuhan
dan identifikasi permasalahan akan menghasilkan alternatif kebijakan mengenai pendirian lembaga
Pelatihan terutama yang menyangkut sarana dan prasarana, yang umumnya terdiri dari dua atau tiga
alternatif.
Dalam mengembangkan penelitian yang berhubungan dengan penyediaan sarana fisik dan penunjang
terutama diarahkan pada survey kenyataan pengguna sarana dan prasarana . Survey ini mengambil pola
alaternatif yang diperoleh pada tahapan diagnosis dan analisis, diarahkan pada delapan aspek kelayakan
dan standar mengenai sarana fisik dan penunjang lembaga Pelatihan, meliputi: (1) spesifikasi lembaga
Pelatihan, (2) perlengkapan mebeler, (3) norma mengenai ruang yang layak dipergunakan, (4) norma
yang berhubungan dengan kenyamanan, (5) norma mengenai keamanan dan rasa aman (6) metode
pembangunan termasuk material yang dipergunakan (7) pembiayaan dan (8) kriteria lingkungan. Semua
hasil yang bersumber dari bentuk tubuh pengguna (survey antropometrik) Pelatihan ini dipergunakan
untuk tahapan berikutnya dalam penelitian yaitu konsep perencanaan keruangan, petunjuk pelaksanaan
dan teknis sarana dan prasarana (menyangkut pembangunan, pengembangan model dan pemeliharaan),
pengembangan prototipe dan evaluasi prototipe.
Dalam perencanaan, memanfaatkan studi kelayakan mengenai pengembangan sarana fisik dan
penunjang, dengan mengembangkan rencana pengembangan jangka menengah dan rencana tahunan
mengenai sarana dan prasarana . Perencanaan jangka menengah meliputi perioritas, pengembangan
denah lembaga Pelatihan, pembiayaan dan administrasi. Menggunakan data perencanaan regional
mengenai satuan pendidikan dan latihan dan memadukan dengan perancanaan nasional mengenai
sarana dan prasarana , dengan penekanan pada pereencanaan jangka menengah dan jangkan panjang.
Perencanaan nasional ini dikembangkan berdasarkan pada perencanaan regional mengenai sarana dan
prasarana . Perencanaan nasional ini selanjutnya menjadi dasar dari rencana tahunan, yang terdiri dari
pengembangan rencana tahunan mengenai pembangunan, pereubahan dan pemeliharaan rencana fisik
dan sarana penunjang.
Bagian akhir dari rangkaian pengelolaan yaitu implementasi standarisasi sarana dan prasarana.
Implementasi standarisasi sarana dan prasarana mendasarkan diri berdasar pada rencana regional dan
tata kota mengenai sarana fisik dan penunjang sarana dan prasarana pendidikan dan latihan. Dengan
menggunakan input ini dikembangkan dua hal yaitu perencanaan tata ruang dan rancang bangun dan
pembiayaan. Tata ruang sangat menentukan rancang bangun dan perkiraan pembiaan dan gambaran
mengenai arsistektur sarana dan prasarana. Sementara rancang bangun dan perkiraan biaya selanjutnya
menjadi bahan untuk evaluasi rancang bangun sarana. Selanjutnya gambaran mengenai arsitektur dan
evaluasi disain menjadi bahan penetapan pembangunan, perbaikan dan pemeliharaan. Semua produk
penetapan ini akan dievaluasi sesuai dengan kebutuhan yang telah ditetapkan pada tahapan analisis dan
diagnosa kebutuhan srana fisik dan penunjangnya.
1. Rincian Standarisasi Sarana dan Prasarana Generik
a. Tata Letak Bangunan
Bila tofogragi bertingkat, ruang kelas harus berada di bagian bawah sehingga memudahkan akses dan
lebih menyenangkan dalam melakukan proses pembelajaran. Bila dalam satu komplek terdapat semua
bentuk kegiatan (ruang kuliah, kantor dan laboratorium), hendaknya ruang kelas diberikan jarak dengan
ruang untuk kepentingan lainnya)
Ruang kelas hendaknya dijauhkan dari ruang generator. Untuk mengurangi kegaduhan dari luar, wilayah
kelas hendaknya dijauhkan dari wilayah kehaduhan, seperti: jalan, dari parkir, perumahan, plasa, wilayah
rekreasi, lapangan olah raga. Dalam upaya mengurangi kegaduhan yang datang dari lingkungan kelas
hendaknya ruangan kelas cukup jauh dari ruangan mekanik, elevator, ruang istirahat dan ruangan
generator.
b. Jalan masuk.
Jalan masuk hendaknya terbagi menjadi dua bagian yaitu jalan masuk langsung dan jalan menuju kelas.
Jalan masuk hendaknya diberikan tanda, sehingga kelompok yang berasal dari luar dapat masuk dengan
tidak mengganggu kegiatan dalam kelas. Jarak dari pintu masuk ke ruangan kelas tidak terlalu jauh
sehingga dalam proses menuju kelas peserta tidak menggangu kegiatan pembelajaran pada rauangan
lain.
Jalan masuk dan keluar seharusnya dibedakan sehingga tidak mengganggu proses selam keluar masuk.
Dalam ruang bertingkat, maka tangga harus mampu mengakomodasi peserta belajar yang masuk dan
keluar.
c. Pintu
Pintu masuk minimal berukuran tiga kaki (di atas 80 cm). Sebaiknya memiliki panel tembus pandang,
yang umumnya menggunakan kaca untuk menghindari kecelakaan pada saat dibuka.
d. Ruang istirahat
Ruang istirahat harus terdapat pada setiap lantai, dengan besar ruangan diseimbangkan dengan banyak
peserta belajar, terutama pada saat pergantian jam pelajaran. Pada setiap ruang istirahat harus tersedia
toilet, baik bagi kebanyakan maupun peserta belajar dengan kebutuhan khusus.
Ruangan kelas besar juga harus memiliki kedekatand dengan ruang istirahat. Ruang istirahat harus
dibuka untuk kepentingan malam hari, walaupun ruang lain sudah dikunci.
e. Fasilitas air minum
Fasilitas air minum harus dimiliki paling tidak oleh 50% dari ruangan yang ada dari setiap lantai, dan
memudahkan untuk dijangkau.
f. Telepon
Telepon untuk umum harus ditempatkan pada wilayah yang mudah dilihat yaitu sekitar lobi atau pintu
masuk bangunan. Telepon juga jangan terlalu jajuh dari ruangan kuliah, dan sebaiknya tidak saling
mengganggu dengan ruang lobi.
g. Warna
Pemilihan warna hendaknya diperhitungkan benar untuk setiap ruangan dengan warna cerah. Warna
harus memungkinkan untuk dicuci. Jangan menggunakan bahan yang lunak sehingga tidak
memungkinkan untuk pencucian. Ruang yang dilengkapi dengan televisi sebaiknya menggunakan warna
biru atau abu, dan tidak memantulkan cahaya. Kekuatan untuk merefleksikan cahaya, pada tiap bagian
adalah sebagai berikut:
1) langit-langit 80% atau lebih
2) dinding 50-70%
3) lantai 20-40%
4) meja 20-40%
tingkat kekuatan cahaya harus memungkinkan untuk melihat benda yang sedang dipegang dan untuk itu
warna tidak bolah mengganggu penglihatan. Permukaan meja dibuat kontras dengan kertas, buku dan
layar komputer ketika sedang dioperasikan.
h. Lantai
Lantai harus memiliki permukaan yang halus. Penggunaan karpet lebih bagus karena memberikan efek
akustik. Bila mengunakan kursi yang bergerak pertimbangan menggunakan karpet hendaknya diimbangi
dengan biaya yang harus ditanggung.
i. Koridor
Koridor hendaknya dilengkapi dengan tempat duduk sehingga tidak memungkinkan peserta untuk duduk
di lantai dan mengganggu lalu lalang. Lantai koridor harus cukup halus, sehingga tidak menimbulkan
suara saat dipergunakan untuk pengangkutan barang atau orang yang menggunakan roda.
j. Kloset.
Setiap ruangan kelas harus memiliki kloset atau berdekatan dengan kloset, sehingga peserta belajar
yang akan menggunakan tidak perlu terlalu lama meninggalkan kelas. Untuk wilayah tertentu dibutuhkan
kloset dalam jumlah lebih dari satu.
k. Akustik
Pertimbangan tingkat kebisingan dilakukan dalam upaya memperhatikan:
1) membatasi suara yang datang dari luar
2) tingkat kejernihan suara yang dibutuhkan untuk setiap ruangan,
3) pembagian suara kepada ruang yang berbeda bila dibutuhkan
4) mempertimbangkan berbagai jenis suara yang dibutuhkan dalam ruangan baik suara langsung
maupun suara yang datangnya dari alat.
Sehubungan dengan kualitas suara ini maka faktor lain yang mempengaruhi yaitu dinding, langit-langit
dan alat isolasi dari berbagai kebisingan.
l. Kemudahan untuk mengakses.
Tiap ruangan harus memiliki pintu yang sesuai dengan besarnya ruangan. Antar ruangan juga diberikan
petunjuk dan denah rute serta pintu darurat pada saar terjadi kebakaran dan musibah lainnya. Setiap
raungtan juga harus dilengkapi dengan suplay udara yang memadai dengan penyediaan jendela dan
dijauhkan dari udara buangan dari pembangkit tenaga.
m. Sistem bangunan
Cahaya dalam ruangan harus memadai untuk penggunaan teknologi, dengan disain memudahkan untuk
pemakaian, mudah dilakukan penyesuaian semisal pada saat terjadinya pemadaman listrik. Pada saat
dilakuakan pengurangan cahaya dibutuhkan jenis pencahayaan lain sehingga proses pembelajaran dapat
berjalan dengan baik.
Pencahayaan untuk ruangan kelas paling tidak harus memiliki kekuatan sebanyak 50-60 cahaya lilin.
Pada tiap ruangan memiliki saklar dan ruangan kontrol daya yang cukup jelas, sehingga bisa dikelola tiap
saat dibutuhkan. Cahaya untuk sekitar papan tulis cukup memadai untuk proses pembelajaran.
Pencahayaan khusus dibutuhkan untuk perekaman video dan pembelajaran jarak jauh.
Ventilasi udara dan penyejuk ruangan dibutuhkan untuk kondisi tertentu
n. Pelayanan listrik, telekomunikasi dan audiovisual
Sesuai dengan kebutuhan penggunaan teknologi pembelajaran, dibutuhkan pelayanan listrik,
telekomunikasi dan audiovisual. Instalasi hendaknya memudahkan untuk peningkatan an perluasan dan
tidak perlu melakukan renovasi. Semua sirkuit hendaknya memiliki kode yang jelas untuk kepentingan
penggunaan dan pemeliharaan.
o. Teknologi
Sarana dan prasarana Pelatihan hendaknya dipersiapkan untuk melayani teknologi dengan
memperhatikan standar, keamanan, sistem proyeksi video dan komputer, layar proyeksi, komputer.
p. Ruang kelas
Ruang kelas dipersoapkan untuk mengakomodasi sekitar 20-75 peserta belajar. Ruang kelas yang
memadai yaitu panjang sebanyak satu setangah kali lebarnya. Semua kelengkapan kelas hendaknya
tidak mengganggu proses pembelajaran. Kelas yang memuat 50 tempat duduk dipersyaratkan memiliki
satu jalan keluar dan masuk. Pintu depan umumnya mengganggu proses pembelajaran.
Jendela hendaknya dijauhkan dari daerah parkir, buangan udara dan kebisingan lainnya
q. Tempat duduk.
Tempat duduk peserta belajar memperhatikan kejelasan penglihatan pada layar bila pembelajaran
menggunakan layar
r. Sarana penangkal kebisingan. Sarana ini dapat dipakai dalam bentuk panel maupun tanaman. Tiap
bahan yang dipergunakan memiliki nilai positif dan negatif. Terutama penggunaan pohon harus
diperhitungkan jenis tanaman yang kokoh, cukup rindang, tidak memiliki daun yang terlalu besar karena
menyulitkan dalam penangan sampah atau tanaman berdaun jarum karena kurang memiliki kemampuan
untuk menjaga air tanah.
E. Sistem Manajemen
1. Kaidah Umum
Pengembangan sarana dan prasarana Pelatihan ditujukan untuk peningkatan pelayanan yang
berlangsung terus menerus, kegiatan dan prosedur yang perlu untuk menjamin kondisi sarana dan
prasarana yang paling baik, (Oteng Sutisna, 1983: 133). Selanjutnya beliau menyebutkan lima hal pokok
yang sangat penting untuk diperhatikan oleh para Pengelola sarana dan prasarana lembaga Pelatihan ,
yaitu:
a. Memajukan iklim belajar. Sarana dan prasarana Pelatihan yang bersih, nyaman, sejuk,
menyenangkan, teratur serta memberikan perasaan aman dan tentram menyumbang secara tidak
langsung kepada proses belajar. Lingkungan Pelatihan yang menarik tidak saja menghasilkan iklim
belajar yang merangsang untuk belajar dengan menyenangkan tetapi juga memajukan rasa bangga dan
respek terhadap barang-barang milik lembaga Pelatihan.
b. Memajukan kesehatan dan keamanan. Tanggung jawab pemeliharaan lembaga Pelatihan meliputi
perlindungan peserta Pelatihan dan personel Pelatihan terhadap kondisi yang merusak kesehatan dan
keamanan. Kewaspadaan maupun perencanaan kooperatif adalah perlu jika kondisi aman dan sehat
akan terpelihara.
c. Memelihara gedung secara ekonomis. Pengelola Pelatihan bertanggungjawab atas pemeliharaan
sarana dan prasana Pelatihan yang ekonomis. Ada tiga bidang yang jika diperhatikan dapat
menghindarkan pemborosan dalam pelayanan pemeliharaan : personil, perbekalan dan perlengkapan
yang dipakai dalam pekerjaan pemeliharaan, dan pemakaian tilpon, air dan listrik. Karena bidang-bidang
ini menimbulkan biaya yang cukup besar, kebutuhan akan program pelayanan dan pemeliharaan yang
disusun dengan teliti menjadi jelas.
d. Melindungi barang-barang milik lembaga Pelatihan. Pencegahan kerusakan pada fasiltas dan
perlengkapan lembaga Pelatihan adalah maksud pokok dalam pengembangan sarana dan prasana
lembaga Pelatihan. Perlindungan barang-bartang lembaga Pelatihan meliputi pemeliharaan, termasuk
perhatian segera kepada perbaikan-perbaikan kecil dan besar; kegiatan pembersihan, yang
mengarahkan perhatian kepada pekerjaan pembersihan; dan tindakan pencegahan untuk melindungi
gedung dan halaman terhadap kerusakan, kebrutalan, dan bahaya kebakaran.
e. Memajukan citra masyarakat terhadap lembaga Pelatihan. Kesan yang menyenangkan yang
diciptakan oleh sarana dan prasarana lembaga Pelatihan yang bersih dan rapi dan halaman yang
terpelihara cenderung untuk membangkitkan sikap-sikap mendukung lembaga Pelatihan di antara para
pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholder) Pelatihan. Lembaga Pelatihan berpotensi untuk
memberikan kepuasaan kepada stakeholder mereka.
Pengembangan sarana dan prasarana dalam menunjang peningkatan kualitas pendidikan dan pelatihan,
sangat ditentukan oleh perancangan dan perencanaan bangunan dan penunjangnya. Sarana prasarana
dalam mengembangkan perancangan sarana fisik dan perlengkapan tergantung pada empat faktor, yaitu:
a. Aspek Fungsional, dilihat dari kesesuaian dengan kebutuhan akan ruang, memperhatikan norma
kenyamanan dari pandangan arsitektur dan kaidah internasional, aspek hubungan antara lembaga
Pelatihan non formal dengan pusat kegiatan lain yang berhubungan dengan pendidikan dan latihan, serta
terhindar dari kebisingan dan kegiatan yang membutuhkan ketenangan di sekitar pusat Pendidikan dan
Latihan.
b. Aspek Konstruksi, harus memanfaatkan bahan lokal yang berkualitas yang dapat ditangani oleh
pekerja lokal, memenuhi tuntutan kekhasan bangunan lokal, dapat dipadukan dengan bahan modern
dalam upaya memenuhi kebutuhan jangka panjang dan pemeliharaan yang murah serta pemilihan
konstruksi dan bahan yang tahan terhadap gangguan dan kerusakan alam,
c. Aspek Estetika, memiliki kesesuaian dengan kebutuhan ruang yang layak untuk kemanusiaan,
terintegrasi secara visual dengan masyarakatnya, menarik bagi peserta belajar dan masyarakat untuk
mengambil keberdaannya serta mempertimbangkan secara sempurna tuntutan arsitektur, dan
d. Aspek Pembiayaan, masih dalam batas pertimbangan kebutuhan arsitektur, baik dilihat dari biaya per-
unit, biaya per-satuan peserta belajar.
2. Jenis Sarana dan prasarana
Sarana dan prasarana pendidikan pada dasarnya dapat dikelompokaan dalam empat kelompok, yaitu
tanah, bangunan, perlengkapan, dan perabot lembaga Pelatihan (site, building, equipment, and furniture).
a. Lahan atau site
Lahan atau site yang dimaksud adalah letak/lokasi tanah atau suatu lahan yang telah dipilih secara
seksama untuk dibangun di atas tanah/lahan tersebut gedung atau bangunan lembaga Pelatihan atau
lembaga pendidikan. Bahkan dalam pengertian yaang lebih luas lahan ini mencakup pula tempat
berkebun, bertani, beternak, maupun berolah raga serta halaman tempat upacara berlangsung, dan
kegiatan lain sepanjang ada kaitannya secara langsung dengan kegiatan pendidikan dan latihan.
b. Bangunan atau Building
Bangunan atau Building berarti semua bangunan atau ruangan yang sengaja didirikan di atas lahan
tersebut dan digunakan untuk kepentingan pendidikan dan latihan.
c. Perabot dan perlengkapan atau Equipment
Perabot adalah sarana pendidikan yang mudah dipindahkan dan disusun sesuai kebutuhan program.
Pada umumnya digunakan sebagai sarana dan prasarana dalam proses pembelajaran. Pelaksanaan
pengadaan perabot direncanakan sesuai dengan fungsi dan kegunaannya. Fungsi perabot erat kaitannya
dengan jenis kegiatan yang dilaksanakan, ruang penempatan perabot dan calon pemakai perabot
tersebut
d. Furniture
Furniture atau mebeler, berarti berupa meja, kursi, bangku, berbagai macam papan pendidikan, kotak
maupun rak dan gantungan.

3. Prinsip-Prinsip Pengembangan Sarana dan Prasarana Pelatihan


Pengembangan sarana dan prasarana pada PELATIHAN menerapkan prinsip-prinsip:
a. Efisien, berarti pengembangan sarana dan prasarana harus diusahakan dengan menggunakan dana
dan daya yang terbatas untuk mencapai sasaran yang ditetapkan dalam waktu sesingkat-singkatnya dan
dapat dipertanggung jawabkan;
b. Efektif, berarti pengembangan sarana dan prasarana harus sesuai dengan kebutuhan yang telah
ditetapkan dan dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya sesuai dengan sasaran yang
ditetapkan;
c. Kesesuaian, berarti pengembangan sarana dan prasarana harus sesuai dengan apa yang telah
diusulkan berdasarkan kesepakan baik dari segi kualitas sarana dan prasarana berdasarkan standar
mutu dan kuantitas yaitu jumlah sarana dan prasarana yang telah disepakati bersama.
d. Ketersediaan, berarti tersedianya sarana dan prasarana yang akurat sesuai dengan jenis sarana dan
prasarana yang telah disepakati. Jika salah satu subsistem dalam system pengembangan sarana dan
prasarana melakukan perilaku yang tidak etis, maka hal ini akan mempengaruhi ketersediaan sarana dan
prasarana yang telah disepakati.
e. Kelayakan, berarti adanya kelayakan baik dari segi harga, maupun kualitas sarana dan prasarana
yang disediakan sesuai dengan kesepakatan dan layak untuk digunakan sesuai dengan standar mutu.
f. Terbuka dan bersaing, berarti pengembangan sarana dan prasarana harus terbuka bagi penyedia
sarana dan prasarana yang memenuhi persyaratan dan dilakukan melalui persaingan yang sehat di
antara penyedia sarana dan prasarana yang setara dan memenuhi syarat/kriteria tertentu berdasarkan
ketentuan dan prosedur yang jelas dan transparan;
g. Transfaran, berarti semua ketentuan dan informasi mengenai pengembangan sarana dan prasarana,
termasuk syarat teknis administrasi pengadaan, tata cara evaluasi, hasil evaluasi, penetapan calon
pengembang sarana dan prasarana, sifatnya terbuka bagi peserta penyedia sarana dan prasarana yang
berminat serta bagi masyarakat luas pada umumnya;
h. Adil/Tidak Diskriminatif, berarti memberikan perlakuan yang sama bagi semua calon pengembang
sarana dan prasarana dan tidak mengarah untuk memberi keuntungan kepada pihak tertentu, dengan
cara dan atau alasan apapun;
i. Akuntabel, LAN & BPKP (2000: 43) mendefinisikan akuntabilitas sebagai kewajiban untuk memberikan
pertanggungjawaban atau menjawab dan menerangkan kinerja dan tindakan seseorang/badan
hukum/lembaga kepada pihak yang memiliki hak atau kewenangan untuk meminta keterangan atau
pertanggungjawaban. Pengembangan sarana prasarana lembaga Pelatihan hendaknya memenuhi
prinsip akuntabilitas yang berarti bahwa hasil dan kesimpulan hendaknya dapat dipertanggung jawabkan
secara ilmiah, moral, spiritual maupun finansial.
j. Tindak lanjut berarti ada upaya untuk menindaklanjuti apa yang sudah dilaksanakan. Hal ini didasarkan
pada hasil evaluasi, apakah pelaksanaannya dapat diteruskan ataukah dihentikan.
k. Komprehensif. Sarana prasarana yang telah dikembangkan harus disusun secara konprehensif dari
yang sederhana hingga yang lebih kompleks.
Pengembangan manajemen sarana dan prasarana bertujuan untuk meningkatkan efektifitas dan
efesiensi serta kualitas penyelenggaraan program Pelatihan. Oleh karena itu dalam pengembangan
sarana dan prasarana perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut :

Bagan 1
Alur Pengembangan Sarana dan Prasarana PELATIHAN

4. Persiapan
Pengembangan sarana dan prasarana bertujuan untuk meningkatkan efektifitas dan efesiensi serta
kualitas penyelenggaraan program Pelatihan. Oleh karena itu dalam pengembangan sarana dan
prasarana perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut : apa yang perlu dikembangkan, untuk apa, untuk
siapa, siapa yang akan melakukan pengembangan, kapan, untuk berapa lama, dan bagaimana
mengembangkannya. Untuk menjadi lembaga Pelatihan yang efektif dan efisien perlu dipersiapkan dan
direncanakan secara cermat dengan mempertimbangkan sejumlah aspek diantaranya:
a. Visi, Misi, Tujuan dan Strategi
Visi, misi, tujuan dan strategi adalah landasan utama dalam penyusunan rencana strategi. Visi
merupakan pandangan kedepan lembaga tentang masa depan yang akan dicapai dan pencapaiannya
melalui sejumlah misi yang diemban oleh lembaga. Selanjutnya pencapaian-pencapaiannya dirujuk
dengan tujuan-tujuan kelembagaan dan strategi pelaksanaan yang dipergunakan.
b. Analisis Kebutuhan (need assessment)
Definisi analisis/identifikasi kebutuhan (needs assesment) adalah suatu cara untuk menentukan ada atau
tidaknya kesenjangan antara kenyataan dengan yang diinginkan atau menentukan kelayakan suatu
keadaan. Dengan kata lain, analisis kebutuhan adalah suatu cara yang sistimatis untuk memilih dan
menentukan prioritas kebutuhan sebagai masukan dalam pengambilan alternatif kebijakan tentang
lembaga bagi para pemimpin.
Definisi lain, analisis kebutuhan adalah suatu investigasi sistematik mengenai diskripsi dimensi manusia,
sarana dan prasarana, program, dan dana untuk menggambarkan kesenjangan, menetapkan penyebab
terjadinya kesenjangan, dan memutuskan apakah keberadaan lembaga dengan dimensi manusia, sarana
dan prasarana, program, dan dana merupakan solusi potensial untuk mengatasi kesenjangan tersebut.
Adapun tujuan analisis kebutuhan lembaga Pelatihan adalah :
1) Menggambarkan kondisi riil keberadaan lembaga Pelatihan terkait dengan tantangan kerja saat ini dan
masa yang akan datang.
2) Menentukan sebab-sebab adanya kesenjangan antara kondisi riil saat ini dengan kondisi ideal yang
dibutuhkan untuk mewujudkan tugas pokok dan fungsi lembaga Pelatihan
3) Merekomendasikan solusi yang sesuai dalam menjembatani kesenjangan antara kondisi riil saat ini
dengan kondisi ideal yang diharapkan.
4) Menggambarkan peta permasalahan yang dihadapi oleh lembaga Pelatihan baik dari dimensi sarana
prasarana, ketersediaan dana, SDM dan Program Pelatihan serta akses jejaring antar lintas institusi.
Langkah-langkah dalam melakukan analisis kebutuhan
Ada empat langkah yang harus ditempuh dalam melakukan analisis kebutuhan lembaga Pelatihan.
Pertama analisis kesenjangan (gap analysis); kedua analisis skala prioritas; ketiga analisis kinerja
kelembagaan dan peluang; keempat mengindentifikasi solusi atau peluang yang mungkin dapat diambil.
Adapun rinciannya sebagai berikut:
1) Analisis kesenjangan:
a) Mendiskripsikan tujuan institusional kelembagaan Pelatihan
b) Mendiskripsikan tugas pokok dan fungsi lembaga Pelatihan secara rinci.
c) Mendiskripsikan prakondisi yang harus dipenuhi untuk menunjang pencapaian tugas pokok dan fungsi
lembaga Pelatihan.
Dari ketiga tahap itu akan ditemukan adanya kesenjangan antara kondisi saat ini (existing condition) yang
riil yang dimiliki oleh lembaga Pelatihan dengan kondisi ideal (future condition) sesuai tebaran tugas
pokok, fungsi serta tujuan yang ingin dicapai oleh lembaga Pelatihan. Kondisi ini perlu dianalisis
seberapa jauh kesenjangan antara keadaan saat ini dengan tujuan yang hendak dicapai serta tugas
pokok dan fungsi yang diemban oleh suatu lembaga Pelatihan. Dari kesenjangan yang teridentifikasi
tersebut dapat dijadikan rujukan dalam menentukan beragam kebutuhan lembaga Pelatihan yang ideal.
Penting diperhatikan dalam identifikasi ini adalah seberapa besar peluang lembaga Pelatihan mampu
menjalankan tugas pokok dan fungsinya sekaligus mencapai tujuan kelembagaan secara efektif.
2) Analisis Skala Prioritas
Berdasarkan kondisi riil yang saat ini dimiliki oleh lembaga Pelatihan kemudian diidentifikasi skala
prioritas apa yang hendak diutamakan untuk dipenuhi. Hal ini mencakup sejumlah daftar kebutuhan yang
dihasilkan dari tahap identifikasi kebutuhan lantas diputuskan mana skala prioritas utama yang mendesak
untuk dipenuhi mana yang bisa ditangguhkan sementara. Argumen yang menjadi dasar penentuan skala
prioritas mencakup hal-hal sebagai berikut:
a) Feasibilitas. Artinya, kebutuhan mana yang paling mungkin untuk bisa dipenuhi lebih dulu berdasarkan
efektivitas anggaran yang dimiliki. Dalam hal ini perlu dilakukan analisis cost and benefit.
b) Implementasi peraturan perundang-undangan. Artinya, apakah ada suatu peraturan perundang-
undangan yang memaksa lembaga Pelatihan harus mengutamakan pemenuhan kebutuhan terkait
dengan implementasi peraturan perundang-undangan. Misalnya, implementasi standar pelayanan prima,
peraturan keselamatan kerja dan sebagainya.
c) Kebijakan pimpinan. Artinya, jika pimpinan memiliki kebijakan yang urgen untuk diimplementasikan
maka hal itu harus menjadi skala prioritas. Misalnya, kebijakan pimpinan untuk meningkatkan kinerja
karyawan maka semua hal yang terkait dengan peningkatan kinerja akan menjadi skala prioritas.
d) Konsumen. Artinya, penentuan skala prioritas hendaknya juga memperhatikan harapan dan tuntutan
konsumen. Apa saja yang diinginkan konsumen perlu diposisikan sebagai skala prioritas tentu saja
dengan mempertimbangkan kemampuan lembaga Pelatihan dalam memenuhi harapan konsumen.
3) Analisis Masalah
Pada langkah ini sangat urgen untuk mengidentifikasi masalah-masalah yang dihadapi oleh lembaga
Pelatihan. Identifikasi masalah yang cermat akan menjadi pedoman dalam mencari solusi yang tepat dan
feasible.
4) Analisis Peluang
Eksistensi lembaga Pelatihan sangat ditentukan oleh kemampuan lembaga tersebut dalam survival
menjalankan tugas pokok dan fungsinya serta terus menerus melakukan inovasi-inovasi kreatif. Sebab
lembaga Pelatihan tidak hidup dalam situasi yang steril dan status melainkan hidup dalam kompetisi yang
dinamis. Oleh karena itu lembaga Pelatihan harus cerdas membaca peluang dan memanfaatkan untuk
mengukuhkan eksistensinya.
Jenis-jenis Analisis Kebutuhan
1) Analisis kinerja
Analisis kinerja adalah pendekatan sistematik untuk mengidentifikasi kesenjangan antara kinerja yang
terjadi yang diharapkan serta faktor-faktor yang menghambat kinerja yang diinginkan. Tujuan analisis
kinerja adalah menentukan penyebab kesenjangan kinerja dan kemungkinan solusinya.
2) Analisis fungsi
Analisis fungsi adalah mengidentifikasi suatu posisi yang melaksanakan sejumlah besar tugas-tugas
kelembagaan.
Tujuan analisis fungsi adalah untuk menentukan peran dan fungsi, serta kompetensi pimpinan atau
pengambil kebijakan di lembaga.
3) Analisis pekerjaan
Analisis pekerjaan adalah proses untuk menyusun daftar semua tugas bagi pekerjaan atau posisi
tertentu. Tujuan analisis pekerjaan adalah membantu pimpinan untuk mengalokasikan sumber daya di
tempat yang paling memerlukan
4) Analisis tugas
Analisis tugas adalah upaya menganalisis pekerjaan dan menguraikan semua tugas yang tercakup dalam
pelaksanaannya. Analisis tugas bertujuan untuk memperoleh gambaran dalam menentukan atau
merancang tugas/pekerjaan bagi pegawai di lembaga.
Metodologi Analisis Kebutuhan
Langkah-langkah analisis kebutuhan
1) Melakukan identifikasi kesenjangan
a) Situasi sekarang.
b) Situasi yang diinginkan.
2) Menentukan sebab-sebab terjadinya kesenjangan
a) Faktor dari luar lembaga
b) Faktor dari dalam lembaga
3) Mengidentifikasi prioritas lembaga
Dalam menentuan prioritas suatu lembaga dengan memperhatikan beberapa hal antara lain:
a) Efektivitas biaya, yaitu sejauh mana perbandingan antara masalah dan biaya solusinya.
b) Mandat peraturan perundang-undangan
c) Desakan pimpinan
d) Populasi
e) Pelanggan
4) Mengidentifikasi penyebab masalah kinerja dan atau peluang
5) Mengidentifikasi solusi dan atau peluang pertumbuhan
6) Menggambarkan tentang peran atau pelaksanaan tugas dan fungsi lembaga
Teknik Analisis Kebutuhan
Teknik/metode yang dapat dipergunakan untuk melakukan analisis kebutuhan lembaga antara lain:
1) Instrumen wawancara
2) Instrumen isian/angket
3) Pengamatan/penilaian dokumen

c. Perencanaan Strategis (Renstra)


Perencanaan strategik (Renstra) merupakan suatu proses yang berorientasi pada hasil yang ingin dicapai
selama kurun waktu 1-5 tahun dengan memperhitungkan potensi, peluang, dan kendala yang ada atau
mungkin timbul. Rencana strategic mengandung visi, misi, tujuan, sasaran, cara mencapai tujuan dan
sasaran yang meliputi kebijakan, program, dan kegiatan yang realistis dengan mengantisipasi
perkembangan masa depan.
Perumusan rencana strategik dilakukan oleh tim khusus yang dibentuk oleh lembaga atau divisi
penelitian pengembangan di lembaga yang bersangkutan.
d. Penetapan Dasar Hukum
Dalam mengembangkan program pengembangan sarana dan prasarana Pelatihan, penyelenggara harus
mengacu pada peraturan yang berlaku pada saat program dilaksanakan.
Pengelola program pengembangan adalah sumberdaya manusia yang mempunyai kompetensi dalam
menentukan peraturan-peraturan maupun hukum-hukum yang berlaku dan sesuai dengan program yang
dilaksanakan.
e. Penyusunan Program
Program lembaga disusun pada awal tahun anggaran oleh bagian terkait seperti seksi program,
penyusunan mengacu pada kebutuhan dengan memeprtimbangkan skala prioritas dan sumber daya
yang ada. Sebelum kegiatan penyusunan program, lembaga harus menginformasikan tentang: dasar
penyusunan program, jenis program, sasaran, waktu dan sumberdaya. Adapun langkah-langkah
penyusunan program, yaitu
1) mengidentifikasi dan mengkaji ulang renstra
2) menganalisis kebutuhan program
3) menentukan skala prioritas program
4) membuat rancangan program
5) menyusun program
6) memverifikasi program
7) mensosialisasikan program
f. Penyusunan Term of Reference (TOR)
Term of Reference adalah acuan rencana kegiatan untuk merealisasikan program. TOR disusun oleh
bagian teknis yang membidangi/menguasai materi kegiatan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1) Mengidentifikasi program yang telah disusun oleh pelatihan;
2) Mengklasifikasi program pelatihan berdasarkan skala prioritas;
3) Menentukan tim ahli yang akan menyusun TOR sesuai dengan karakteristik jenis program;
4) Menyusun TOR sesuai dengan program yang telah ditetapkan;
5) Menelaah TOR yang telah disusun oleh tim ahli yang telah ditunjuk.
6) Menetapkan TOR yang telah ditelaah untuk digunakan.
g. Penyusunan rencana implementasi program
Tujuan prosedur ini adalah untuk memastikan seberapa banyak kebutuhan yang diperlukan untuk
mengimplementasikan program. Menyusun rencana implementasi program adalah kegiatan penyusunan
rencana program tahunan yang merupakan implementasi dari rencana strategik lembaga. Dalam rangka
mengimplementasikan program diperlukan langkah-langkah penyusunan rencana implementasi program
sebagai berikut:
1) Mengidentifikasi seluruh program yang telah disusun.
2) Mengidentifikasi kebutuhan sumber daya manusia yang terlibat;
3) Mengidentifikasi kebutuhan biaya untuk mengimplemen ta- sikan program
4) Mengidentifikasi pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholders) yang terlibat untuk
mengimplemetasikan program
5) Membuat jadwal kegiatan
Terkait dengan hal tersebut, persiapan pengembangan sarana dan prasarana dilakukan dengan
pendekatan komprehensif berdasarkan pada tujuan pelatihan. Untuk memenuhi tuntutan itu dibutuhkan
persyaratan :
1) Rencana induk pengembangan lembaga Pelatihan disesuaikan dengan misi dan tujuan jangka
panjang lembaga PELATIHAN dan rencana induk pengembangan secara periodik.
2) Sarana dan prasarana yang dikembangkan memperhitungkan alokasi pembiayaan dan modal yang
dimiliki pelatihan
3) Perencanaan sarana dan prasarana diarahkan dapat disesuaikan bagi pengguna yang memiliki
hambatan dan cukup memenuhi syarat keamanan bagi kelompok yang berkekurangan
4) Pihak yang bertanggungjawab dalam pengembangan dan penggunaan merepresentasikan semua
pihak-pihak yang pemangku kepentingan
h. Pelaksanaan
1) Implementasi Program
Implementasi program adalah pelaksanaan program yang telah ditetapkan oleh lembaga, maka untuk itu
diperlukan kelengkapan, yang meliputi:
a) Administrasi yang meliputi: administrasi persuratan, administrasi umum, serta administrasi lainnya.
b) penyiapan sumberdaya manusia
c) penyiapan sarana prasarana
d) dokumen pendukung, seperti: bahan ajar, buku panduan dan materi lain yang sesuai dengan jenis
program.
Pelaksanaan pengembangan sarana dan prasarana harus disesuaikan dengan misi dan tujuan dari
lembaga Pelatihan. Untuk memenuhi tuntutan itu dibutuhkan persyaratan khusus:
a) Sarana dan prasarana memadai untuk mencapai tujuan dan misi pelatihan. Terutama dalam
memberikan layanan kepada ustadz dan warga belajar.
b) Sarana dan prasarana yang ditujukan dalam menunjang pembelajaran, memadai untuk
keberlangsungan fungsi pembelajaran
c) Sarana dan prasarana cocok diperuntukkan selama proses pembelajaran dan penelitian baik yang
dilakukan oleh warga belajar, ustadz maupun staf lainnya.
d) Pengembangan, pemeliharaan dan pengoperasian sarana dan prasarana pendidikan memadai sesuai
dengan tuntutan kualitas dan keamanan yang dibutuhkan dalam menunjang pendidikan dan latihan serta
pelayanan dari pelatihan.
e) Sarana dan prasarana dibangun dan dipelihara dengan memperhatikan unsur kesehatan dan
keamanan dalam memberikan pelayanan kepada kelompok yang berkebutuhan khusus (disabled);
f) Sarana dan prasarana memadai baik kualitas maupun jumlahnya dalam mendukung ketercapaian
tujuan pendidikan dan tujuan pelatihan.
g) Sarana dan prasarana memadai dan mudah untuk dipakai yang ada di lingkungan pelatihan sesuai
dengan tuntutan pendidikan dan administratif.
h) Sarana dan prasarana dirawat sesuai dengan persyaratan operasi, diadministrasikan dan diawasi
serta ditempatkan dan ditingkatkan kondisinya bila diperlukan.
2) Mekanisme Pengembangan Sarana Prasarana Pelatihan
b) Pengembangan Bangunan Serta Kesehatan Lingkungan
c) Pengembangan Fasilitas Pembelajaran
d) Pengembangan Sumber Belajar (Learning Resources)
e) Pengembangan Standar Pengadaan, Pengoperasian, Perawatan, dan Perbaikan Alat
f) Pengembanga Prasarana Umum Berupa Air, Listrik, dan Telefon

3) Aspek Pengembangan Sarana dan Prasarana


a) Bangunan
b) Perpustakaan
c) Exterior
d) Interior
e) Mebeler
f) Ruangpajang dan Kelengkapannya
g) Pemeliharaan
h) Emergency Plans (Rencana Keadaan Darurat)
i) Childrens Area (Wilayah Anak-anak)
4) Komponen dan Jenis Sarana dan Prasarana

No Komponen Jenis
1 Site (lokasi lahan) a. Areal tempat Pelatihan
b. Halaman
c. Taman
d. Lapanagan olah raga
e. Tempat parkir kendaraan
f. Jalan
g. Lapangan Upacara
h. Kebun
i. Taman
j. Kolam
k. Ternak
l. Drainase
m. Tempat pembuangan sampah sementara
2 Gedung/Ruang a. Ruang Belajar
b. Perpustakaan
c. Mes atau pemondokan
d. Aula
e. Dapur
f. Kantin
g. Ruang Ibadah
h. Ruang kantor manajemen /administrasi
i. Kamar mandi dan WC
j. Ruang Tunggu/Tamu
k. Laboratorium
l. Ruang kerja/Workshop
m. Gudang/Store
n. Ruang Tenaga listrik
o. Ruang Teleconference
p. Ruang Radio Komunitas
q. Laboratorium Komputer
r. Ruang Pajang
s. Ruang Kesehatan/Klinik
t. Ruang Pos Jaga/Keamanan
3 Perlengkapan a. Komputer
b. Printer
c. Telp dan Faximile
d. Media pembelajaran baik elektronik maupun bukan elektronik
e. Radio Komunitas
f. Jaringan ICT
g. Audio Visual Equipment
h. Kamera
i. OHP
j. LCD Proyektor
k. DVD Cam/ Video Digital
l. Sound system
m. Televisi
n. Server
o. PHBX
p. Handy Talky
q. Tape Recorder
Perlengkapan Penunjang a. Instalasi listrik
b. Instalasi air
c. Cadangan listrik
d. Pemanas dan pendingin
e. Sarana komunikasi
4 Perabot (Furniture) a. Meja
b. Kursi
c. Lemari
d. Papan Tulis Elektronik
e. Rak
f. Kabinet
5 Kendaraan a. Motor
b. Mobil Dinas
c. Mobil Unit

i. Monitoring dan Evaluasi


Monitoring dan evaluasi (monev) merupakan salah satu komponen kegiatan yang tidak dapat dipisahkan
dari sistem pengelolaan sarana dan prasasarana terutama pengembangan sarana dan prasarana
lembaga Pelatihan.
Monitoring adalah suatu penilaian yang dilaksanakan terus menerus (berkelanjutan) untuk mengecek dan
mencatat keadaan yang berkaitan dengan kegiatan yang sedang berjalan. Evaluasi merupakan kegiatan
yang terencana untuk mengetahui keadaan suatu objek dengan menggunakan instrumen dan hasilnya
dibandingkan dengan tolok ukur untuk memperoleh kesimpulan.
Monitoring dan evaluasi (Monev) ini sebagai sarana untuk mengukur dan menilai sejauhmana apa yang
telah direncanakan dan diprogramkan dalam pengembangan sarana dan prasarana lembaga Pelatihan
non formal dilaksanakan dengan memenuhi standar yang telah ditetapkan baik mutu, waktu dan
biayanya. Monev diperlukan untuk menghindari terjadinya penyimpangan biaya, waktu pelaksanaan dan
mutu yang tidak sesuai dengan anggaran, sehingga mengakibatkan kecerobohan dan pemborosan.
Selain itu dengan monev ini ingin mengetahui sejauh mana pelaksanaan setiap kegiatan sesuai dengan
prosedur yang telah ditentukan. Biasanya Monitoring dan evaluasi ini dilaksanakan dalam tiga dimensi
waktu yaitu pada awal tahun, tengah tahun dan akhir tahun.
Berikut ini adalah langkah-langkah monitorong dan evaluasi:
1) Perencanaan: penyusunan pedoman pelaksanaan
2) Penyiapan instrumen : kisi-kis, penulisan instrumen, validasi, revisi, penggandaan
3) Pelaksanaan; penetuan petugas, sasaran, waktu, kesiapan instrumen, pengolahan data/analisis,
pelaporan
Dari hasil monitoring dan evaluasi di atas akan digunakan oleh pengelola Pelatihan sebagai bahan kajian
dan pertimbangan dalam perencanaan kegiatan pengembangan sarana dan prasarana lembaga
Pelatihan pada periode berikutnya.
j. Pelaporan
Pelaporan merupakan kegiatan yang dilakukan setelah semua kegiatan pengembangan sarana
prasarana dilakukan. Penyusunan laporan dimaksudkan untuk memberikan pertanggungjawaban dari
kegiatan pengembangan yang dilakukan. Laporan pelaksanaan pengembangan harus dapat memberikan
gambaran tentang persiapan, proses dan hasil dari pelaksanaan pengembangan.
Tujuan penyusunan laporan adalah untuk memberikan pertanggungjawaban atas kegiatan yang telah
dilaksanakan dan memberikan informasi kepada pihak lain tentang keterlaksanaan kegiatan tersebut.
Sistematika penyusunan laporan adalah sebagai berikut:
Laporan harus objektif
Bentuk-bentuk laporan direncanakan dalam urutan yang logis
Bagian-bagian laporan terdiri dari judul, perincian isi, masalah pokok, kesimpulan, saran, batang tubuh,
sumber data dan disertai lampiran-lampiran secukupnya.
Standarisasi sarana dan prasarna, merupakan bagian penting yang harus diperhatikan dalam
penyelenggaraan kegiatan pelatihan. Pelatihan dapat menyesuaikan dan mengikuti perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang akan mempengaruhi peralatan dan perlengkapan penunjang kegiatan.
Sarana dan prasarana harus memungkinkan dipergunakan untuk melayani kebutuhan internal pelatihan
maupun untuk melayani pengguna yang datang dari masyarakat.
Pengembangan sarana dan prasarana perlu disesuaikan dengan kondisi lingkungan dan kemampuan
pengembangan.

BAB IX
KOMPETENSI PELATIH/FASILITATOR PENDIDIKAN KEAKSARAAN

A. Kompetensi Dasar
Suatu pelatihan dikatakan berhasil apabila persiapan, proses, dan hasilnya berjalan lancar dan
menyenangkan semua pihak baik bagi peserta, pelatih/fasilitator maupun penyelenggara/panitia. Setiap
pelatihan, tujuan akhir yang ingin dicapai adalah para peserta dapat menerapkan isi pelatihan dalam
tugasnya sehari-hari. Untuk memenuhi hal itu, salah satu upaya yang perlu dipersiapkan oleh seorang
pelatih/fasilitator profesional memiliki kompetensi dasar umum sebagai pelatih/fasilitator, yang mencakup:
1. Seorang pelatih/fasilitator harus mampu berfikir logis dan positif sebelum mengatakan sesuatu;
2. Kemampuan untuk menyesusaikan diri pada orang lain
3. Kemampuan menjelaskan sesuatu dan dikomunikasikan secara singkat dan jelas;
4. Kemampuan membedakan antara persoalan pribadi dengan persoalan pekerjaan;
5. Kepekaan mendengarkan pembicaraan orang lain dengan aktif;
6. Kemampuan menghargai pendapat/ide/gagasan orang lain;
7. Kemampuan berempati;
8. Kemampuan memahami sebab akibat tindakannya sebagai seorang pelatih/fasilitator;
9. Kemampuan menghadapi suasana konflik dan tegang selama proses pelatihan berlangsung;
10. Kemampuan membangun suasana saling percaya dan terbuka dengan semua pihak yang terlibat
dalam pelatihan.
11. Kemampuan mengendalikan emosi dan sikap tidak bersikukuh pada pendapatnya sendiri.

B. Kepekaaan dan Kemampuan Menganalisa Kegiatan Pembelajaran


Menyangkut kepekaan dan kemampuan menganalisa kegiatan berkaitan dengan pelatihan banyak
ragamnya, namun dalam kesempatan ini diberikan beberapa hal yang dianggap paling penting dalam
suatu pelatihan, yaitu:
1. mampu membantu orang lain/peserta dalam merumuskan permasalahannya;
2. Kemampuan mengajukan pertanyaan pada situasi dan kondisi yang tepat;
3. Kemampuan membangkitkan kepercayaan orang lain/peserta untuk menyelesaikan masalah yang
berkaitan dengan tugas/pekerjaannya;
4. Kemampuan mengantarkan seseorang/peserta untuk menemukan jawaban dari suatu pertanyaan;
5. Kemampuan memancing pendapat orang lain/peserta tentang sesuatu berkenaan dengan materi yang
dipelajari dalam pelatihan tersebut.
6. Kemampuan membantu orang lain/peserta dalam menemukan pemecahan masalah yang dihadapinya.
7. Kemampuan menerima perumusan orang lain/peserta tentang pengertian suatu masalah tertentu, dan
sebagainya.

C. Kemampuan Mengidentifikasi Kebutuhan Belajar


Salah satu syarat yang harus dimiliki oleh seorang pelatih (Fasilitator) adalah mampu mengidentifikasi
kebutuhan belajar dalam kegiatan pelatihan. Oleh sebab itu untuk menjadi seorang pelatih/fasilitator pada
program pendidikan keaksaraan, hal-hal yang harus diperhatikan antara lain adalah :
1. Identifikasi potensi lokal;
2. Kepekaan terhadap masalah-masalah lingkungan;
3. Kemampuan awal peserta;
4. Lokasi praktek lapangan yang akan digunakan;
5. Karakteristik peserta;

D. Kemampuan Merencanakan Kegiatan Pembelajaran


Untuk menjadi pelatih/fasilitator profesional pada saat sebelum menyampaikan materi pembelajaran, hal-
hal yang harus diperhatikan dalam perencanaan pembelajaran adalah:
1. Pelajari semua materi pelatihan, petunjuk, makalah, hand-out, bahan-bahan yang akan dipraktekkan,
sehingga pelatih mengetahui secara menyeluruh bagaimana melaksanakannya dan juga mengetahui
isinya;
2. Buatkan rencana pembelajaran, apa yang akan dilakukan ketika menyampaikan pembelajaran kepada
peserta, siapkan pertanyaan untuk peserta guna memancing partisipasi mereka;
3. Perlu disadari bahwa peranan pelatih/fasilitator lebih ruwet daripada seorang guru di muka kelas, oleh
karena itu, untuk melaksanakan tugasnya dengan efektif pelatih/fasilitator mempunyai banyak tanggung
jawab untuk menjamin keberhasilan pengelolaan pembelajaran.
4. Kenali para peserta pelatihan, siapa mereka, keterampilan/pengetahuan apa yang sudah mereka
miliki, bagaimana kebiasaan, adat dan tabiat mereka, apa yang menjadi kebutuhan nyata mereka, dan
sebagainya.
5. Tentukan tambahan materi pelatihan apa yang diperlukan oleh pelatih/fasilitator, kemudian siapkan
materi tersebut dengan sungguh-sungguh.
6. Siapkan ruangan, dan atur sedemikian rupa tempat duduk peserta sesuai tuntutan metodologi
pembelajaran yang akan disampaikan.
7. Siapkan, sarana-prasarana (alat-alat tulis, OHP, VCD, media pembelajaran, dan sebagainya). Pastikan
sarana prasarana tersebut dapat difungsikan sebagaimana mestinya dengan melakukan percobaan
sebelum memulai penyampaian materi pembelajaran.
8. Sebelum kegiatan pembelajaran dimulai, pastikan semua persiapan sudah dilakukan dengan tidak ada
yang terlewat.
Dalam rangka untuk memulai pelatihan yang perlu diperhatikan oleh seorang Pelatih/Fasilitator adalah:
1. Mulailah dengan menggali informasi, pengetahuan, atau pengalaman dari peserta, bukan pengetahuan
atau informasi yang berasal dari pelatih.
2. Gunakan metode induktif, dengan memberi kesempatan pada peserta mengumpulkan dan
menganalisa informasi sendiri, berdasarkan masalah-masalah atau kesulitan-kesulitan yang dihadapi
oleh para peserta pelatihan di daerah masing-masing.
3. Pelatih perlu mempersiapkan peserta dengan cara membantu mereka, memikirkan tentang bagaimana
cara mempelajari informasi berdasarkan kegiatan dan analisa pengalamannya sendiri.
4. Aktivitas belajar dimulai dari proses belajar dari pengalaman sendiri (BDPS) atau berdasarkan
masalah-masalah/kesulitan-kesulitan nyata yang dialami peserta, bukan dimulai dengan pemberian
informasi dari pelatih.

E. Kemampuan Pengorganisasian /Pengelolaan Pelatihan


Sebagai Pelatih/Fasilitator Profesional dalam Pengelolaan Pelatihan ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan:
1. Bina Suasana
a. Penciptaan suasana sebelum dan selama penyajian materi perlu diperhatikan, karena bina suasana ini
disamping akan menyegarkan suasana juga menjaga kebosanan para peserta pelatihan.
b. Buatlah permainan belajar, cerita yang sesuai dengan materi pembahasan atau permainan yang dapat
menyegarkan suasana belajar.
2. Penyampaian Materi
a. Berikan informasi/pengetahuan pada peserta dengan singkat dan jelas.
b. Sebagai bahan penguatan (reinforcement) atau penjelasan tentang informasi tersebut, mintalah
peserta untuk memberikan contoh konkretnya.
c. Dalam proses pemberian penjelasan, sertakan tanya jawab sesuai dengan situasi dan kondisi materi
yang sedang dibicarakan.
3. Keseimbangan antara penjelasan dan aktivitas
a. Penjelasan 30% dan kegiatan/aktivitas 70%.
b. Menjelaskan prinsip-prinsip materi yang disampaikan dan petunjuk tugas 10%, melaksanakan
kegiatan/praktek 70%, dan kesimpulan prinsip materi 20%.
4. Membagi peserta dalam kelompok kecil
a. Pelatih perlu menganalisa tugas, berapa orang yang dianggap paling optimal untuk melaksanakan
tugas tersebut.
b. Analisa waktu (berapa waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas tersebut).
c. Analisa pembagian kelompok, bisa berdasarkan daerah, pekerjaan, golongan/kepangkatan,
pengalaman, minat, pengetahuan dan sebagainya.
5. Teknik pengelompokkan peserta
a. Peserta diminta berhitung secara berurutan: 1,2,3,4, 1,2,3,4, 1,2,3,4, dan seterusnya.
b. Peserta yang mempunyai nomor sama diminta bergabung menjadi satu kelompok.
c. Buat dan berikan petunjuk berupa lembar tugas sekaligus nomor kelompok.
d. Meminta peserta memilih kelompok yang sama berdasarkan kesesuaian minat.
6. Pemberian tugas/petunjuk kegiatan partisipatif
a. Pelatih perlu menganalisa, konsep pokok, tugas, kesimpulan tujuan serta langkah-langkahnya.
b. Tulis konsep pokok, tujuan, dan langkah-langkah tersebut pada poster, bila kegiatan dirasa sulit atau
peserta bekerja di ruang pelatihan.
c. Jelaskan tujuan dengan petunjuk yang sederhana, sebelum membagi peserta dalam kelompok kecil.
d. Bila masing-masing kelompok mempunyai tugas yang berbeda, bagilah peserta dalam kelompok,
kemudian berikan petunjuk sesuai dengan bidang tugasnya masing-masing.
e. Dorong anggota-anggota kelompok untuk berpartisipasi aktif, yakinkan bahwa dengan belajar aktif
(menjadi pelaku) akan lebih baik dibanding belajar pasif (sekedar sebagai penonton)
f. Selama peserta kerja kelompok, amati setiap kelompok kalau-kalau ada masalah yang dihadapi
kelompok dan cobalah bantu untuk memecahkannya.
7. Kesimpulan hasil kegiatan kelompok kecil
a. Berikan kertas koran untuk membantu kelompok kecil tersebut, guna membuat kesimpulan informasi
yang telah didiskusikannya.
b. Pilih salah seorang dari masing-masing kelompok untuk mem-presentasi-kan kesimpulan hasil
diskusinya kepada peserta lain.
c. Mintalah kelompok kecil untuk membuat poster yang berisi informasi dari kegiatan yang dilakukan, dan
berikan waktu untuk menjelaskan isi masing-masing poster tersebut.
d. Meminta peserta untuk saling mengunjungi kelompok lain, guna melihat dan mencari kejelasan serta
berdiskusi hasil kegiatan dari kelompok yang dikunjungi.
8. Memperkirakan waktu untuk kegiatan partisipatif
a. Manfaatkan dan analisalah waktu yang tersedia untuk materi tersebut.
b. Analisalah kegiatannya dan perkirakan waktunya untuk menjelaskan petunjuk, melaksanakan
kegiatan/praktek dan membuat kesimpulan.
c. Bila tidak dapat memperkirakannya, lakukan percobaan sendiri dengan melihat dan memperhatikan
waktu yang ada.
9. Cara menyusun kegiatan berikutnya
a. Analisa dan sesuaikan kegiatan yang saling berkaitan. Sebagai contoh, Pelatih perlu menganalisa dan
menyesuaikan teknik PRA (Participatory Rural Appraisal) dengan kegiatan mengidentifikasi kebutuhan
belajar calon kelompok sasaran (poksar), dan kegiatan lainnya.
b. Gunakan materi yang telah dipelajari melalui praktek teknik PRA seperti teknik peta, tabel, dan lain-
lain, untuk dipraktekkan dalam kunjungan lapangan.
c. Gunakan kegiatan praktek untuk membuat kesimpulan informasi atau membuat bahan pembelajaran
yang langsung dapat dimanfaatkan kelak, ketika peserta menjadi Pelatih.

F. Kemampuan Penguasaan Substansi Materi


Kemampuan mengaplikasikan suatu teori/konsep dalam bentuk kegiatan nyata merupakan prasyarat bagi
kesuksesan seorang pelatih/fasilitator. Oleh karenanya sebagai seorang pelatih/fasilitator profesional,
akan lebih berbobot jika pelatih memahami suatu persoalan sampai ke akar-akarnya. Untuk bisa
memahami program sampai ke akarnya, akan sangat baik apabila sebelum menjadi pelatih/fasilitator
memiliki pengalaman program . Sebab bekerja secara langsung dengan objek sesungguhnya (sebagai
praktisi) sesungguhnya pelatih telah belajar dan merupakan pengalaman yang sangat berharga. Atas
dasar itu, hal-hal berikut ini yang menjadi perhatian pelatih/fasilitator profesional, yaitu:
1. Tingkat kesulitan setiap pokok bahasan dalam materi pelatihan
2. Ruang lingkup subtansi materi pelatihan.
3. Pemberian contoh contoh yang sesuai dengan materi pelatihan
4. Kemampuan memberikan pertanyaan dan jawaban yang sesuai dengan konteks subtansi materi.

G. Kemampuan Menguasai Metodologi Pembelajaran


Metodologi pembelajaran merupakan sesuatu yang pokok untuk keberhasilan suatu proses pelatihan,
maka dalam acuan ini akan diperoleh penambahan pengetahuan metode pada program . Dengan
demikian, diharapkan para calon pelatih/fasilitator memiliki keterampilan menggunakan metode-metode
pelatihan yang disarankan dalam acuan ini. Hal terpenting yang harus diingat, setiap metode memiliki
karakteristik (kelebihan, dan kelemahan) tersendiri yang harus disesuaikan dengan berbagai hal seperti
situasi dan kondisi pembelajaran, peserta, materi, media dan sebagainya. Atas dasar itu, kemampuan
pelatih/fasilitator dalam meramu dan mengkombinasikan metode-metode tersebut sangat diharapkan.
Metode-metode yang umum digunakan dalam suatu pelatihan yang perlu diperhatikan para
pelatih/fasilitator adalah:
1. Ceramah (lecture) merupakan bentuk pembelajaran atau penyajian lisan yang dipersiapkan dan
dilakukan orang yang tepat. Contoh kegiatan ceramah misalnya untuk pemberian informasi yang berupa
konsep, prinsip-prinsip atau pokok-pokok bahasan tertentu. Ceramah pada umumnya merupakan teknik
untuk menjelaskan dengan satu arah dari sumber belajar pada peserta, agar terjadi rangsangan untuk
melakukan kegiatan partisipatif melalui penggunaan teknik-teknik lainnya. Ceramah ini merupakan teknik
paling rendah jika dilihat dari daya serap peserta pelatihan terhadap suatu materi, karena (1) hanya
mengandalkan indera pendengaran; dan (2) hanya berjalan satu arah (dari fasilitator/tutor ke WB).
2. Membaca (reading) merupakan bentuk pembelajaran individu atau kelompok. Contohnya peserta
pelatihan diminta membaca suatu buku atau topik tentang pelatihan, untuk memahami jalan pikiran
pengarangnya atau mencari sesuatu informasi yang diperlukan untuk kemudian dikaji/dianalisis atau
dirangkum agar mudah dipahami isinya. Metode membaca lebih baik jika dibandingkan dengan ceramah,
karena peserta pelatihan dapat merangkum, menelaah, mengkaji dan menganilsis sendiri tentang apa
yang dibacanya.
3. Media Pandang Dengar (audio visual) merupakan sarana pembelajaran dimana peserta pelatihan
diberikan atau ditunjukkan suatu objek/informasi yang dapat ditangkap melalui dua inderanya sekaligus
dalam waktu yang sama, yaitu indera penglihatan dan pendengaran, misalnya pembelajaran melalui
TV/video atau Nara sumber yang sedang menjelaskan sesuatu disertai poster, gambar atau lainnya yang
dapat dilihat. Pembelajaran melalui audio visual ini memang lebih tinggi tingkatannya dibandingkan kedua
metode di atas, karena dalam waktu yang bersamaan dua indera memperoleh objek/informasi yang sama
dan saling berkaitan, saling menunjang, serta saling memperkuat informasi yang masuk.
4. Demonstrasi (demonstation) adalah proses pembelajaran dimana para peserta pelatihan diberikan
pertunjukkan tentang sesuatu hal, atau melakukan serangkaian perbuatan tertentu atau menunjukkan
hasil-hasil dari suatu prosedur yang spesifik. Kemudian mereka diberikan kesempatan untuk
mempraktekkan prosedur atau operasi tersebut. Hal ini memperkuat daya tangkap/serap peserta
pelatihan, karena disamping indera penglihatan dan pendengaran mereka juga diberikan kesempatan
untuk melakukan action melalui pertunjukkannya tersebut. Contoh kegiatannya, misalnya Nara sumber
atau peserta yang ditunjuk mendemontrasikan atau mempertunjukkan kemampuan cara membuat
Bahan Ajar Tematik kepada seluruh peserta pelatihan. Maksud demonstrasi adalah memberi
kesempatan kepada peserta pelatihan, untuk mengobservasi masalah-masalah atau kesulitan yang
dialami selama membuat bahan ajar tematik tersebut. Dalam kaitan ini, semaksimal mungkin fasilitator
memberikan kesempatan kepada peserta untuk ikut berpartisipasi dalam kegiatan demonstrasi tersebut.
Untuk itu, Pelatih perlu menjelaskan konsep pokok, tujuan, langkah-langkah kegiatan dan membuat
demonstrasi masing-masing langkah/tekniknya.
5. Diskusi Kelompok (group discussion) merupakan bentuk pembelajaran yang melibatkan semua
peserta pelatihan secara aktif. Tujuan diskusi kelompok adalah untuk menyatakan pendapat dan
memperoleh informasi tentang topik yang menjadi perhatian, mereka juga saling membelajarkan diantara
sesama anggota kelompok dan fasilitator/tutor. Daya serap peserta menjadi lebih tinggi jika dibandingkan
dengan kegiatan di atas, karena banyak informasi yang masuk dan karena adanya proses analisa di
dalam dirinya sebelum ia mengeluarkan pendapatnya atau saling tukar informasi/pikiran. Misalnya
peserta diminta untuk mendiskusikan tentang langkah-langkah membuat desain pelatihan.
6. Praktek langsung (praktice by doing) merupakan teknik pembelajaran yang memberikan pengalaman
secara langsung pada para peserta. Semua kegiatan pelatihan yang dapat melibatkan peserta secara
aktif dalam praktek akan membantu mereka mengerti bagaimana melakukan sesuatu yang dipraktekkan.
Pelatih/fasilitator perlu memberi kesempatan kepada peserta untuk mepraktekkan sesuatu tersebut, agar
mereka dapat memiliki pengalaman lebih konkrit daripada teknik-teknik yang di atas. Misalnya praktek
mengajar dikelas yang pesertanya sesama teman, atau praktek melakukan sendiri bagaimana mengelola
atau memfasilitasi suatu debate atau panel di kelas.
7. Simulasi dan Praktek Pengalaman Lapangan adalah suatu bentuk pembelajaran yang memberikan
kesempatan pada peserta untuk mengajar peserta lainnya secara langsung, sedangkan praktek
pengalaman lapangan adalah suatu bentuk pembelajaran yang memberikan kesempatan pada peserta
untuk mempraktekkan secara langsung pada objeknya.
Simulasi maksudnya adalah memberi kesempatan kepada peserta untuk praktek menjadi seseorang.
Untuk melakukan simulasi, peserta dibagi dalam kelompok kecil dan berperan sebagai pelatih/fasilitator,
sementara salah seorang peserta berperan sebagai penilai. Dalam hal ini pelatih perlu mengelola
perputaran peran, agar masing-masing peserta memiliki kesempatan berperan sebagai penilai.
Praktek pengalaman lapangan bertujuan agar para peserta dapat mengalami secara nyata suatu objek
sesungguhnya, sehingga mereka mendapatkan penguatan (reinforcement) dari kegiatan tersebut.
Karena diyakini bahwa pengalaman langsung dengan objek memiliki nilai tertinggi (daya serap) sekitar
75%-90% dari suatu proses pembelajaran. Pelatih/fasilitator dapat menggabungkan beberapa kegiatan
dalam satu kunjungan lapangan dengan memperhatikan efesiensi waktu dan pemahaman para peserta.
Kedua teknik di atas, merupakan bentuk pembelajaran paling tinggi, karena peserta dikenalkan secara
langsung dengan objek nyata, dan melibatkan semua aktivitas baik fisik maupun psikis. Selain itu peserta
diberikan kesempatan untuk melihat, mengobservasi atau mengamati sumber informasi pertama secara
langsung. Hal ini juga memberikan pengalaman langsung mengenai tempat/objek yang menjadi minat
dan perhatiannya. Misalnya peserta pelatihan diajak untuk mengunjungi dan mengamati proses
pembelajaran di suatu kelompok belajar. Kegiatan ini bertujuan untuk mengubah perilaku dan
meningkatkan kompetensi peserta dalam melakukan tugasnya.
Untuk selengkapnya piramida tentang persentase metode-metode belajar di atas, terhadap daya serap
peserta dapat digambarkan sebagai berikut:

8. Tugas Analisa: Dalam kegiatan ini, peserta bekerja bersama atau sendiri-sendiri untuk menganalisa
teori, konsep, prinsip, dan langkah-langkah aplikasinya di lapangan.
9. Permainan dan Kegiatan (energizer): Karena waktu pelatihan sangat intensif, peserta perlu diberi
kesempatan untuk melakukan kegiatan yang bersifat hiburan/ice breaking dalam rangka mendinamisasi
kelompok, tanpa terlepas dari unsur-unsur edukasi atau pelatihan.

H. Kemampuan menyusun dan Menggunakan Media Pembelajaran


Peranan utama pelatih/fasilitator adalah sebagai pemandu, oleh karenanya pelatih/fasilitator perlu
memikirkan bagaimana memaksimalkan potensi, pengetahuan, pengalaman, keterampilan dan lain
sebagainya untuk menumbuhkan kemampuan dan pengertian mereka. Untuk mencapai itu semua,
pelatih/fasilitator perlu mempersiapkan berbagai media pembelajaran yang diperlukan untuk
memudahkan penyampaian materi. Berikut ini hal-hal yang harus diperhatikan:
1. Untuk menarik perhatian, gunakan poster atau transparan yang berisi kesimpulan informasi dasar,
sederhana dan jelas, bukan uraian yang bertele-tele.
2. Buat tulisan besar yang menarik, dan jelas dengan menggunakan warna kontras, dan terbaca oleh
seluruh peserta. Upayakan jangan terlalu banyak meletakkan informasi dalam satu lembar
transparan/poster. (baca poster dari belakang ruang melatih sebelum digunakan) Pada saat sedang
menyampaikan materi, pandangan ditujukan ke peserta, bukan pada poster/transparan.
3. Bila banyak informasi yang perlu dijelaskan, dan tidak cukup waktu untuk menjelaskannya, berikan
bahan serahan (handout) sebelumnya, agar peserta bisa membaca bahan serahan tersebut selama
pelatih menjelaskan informasi.
4. Penjelasan hanya pada point-point inti yang dianggap penting saja.
5. Bila informasi cukup jelas dan hanya bertujuan untuk memperkaya informasi, berikan setelah
penyampaian presentasi selesai.

I. Kemampuan mengevaluasi kegiatan pelatihan


Sebagai pelatih/fasilitator profesional kemampuan mengevaluasi kegiatan pelatihan sangat diperlukan,
terutama menyangkut:
1. Kemampuan menilai diri sendiri sebagai pelatih/fasilitator secara realistik;
2. Keberanian mengakui kegagalan diri sendiri sebagai pelatih/fasilitator secara tepatguna;
3. Kesiapan menerima kritik orang lain/peserta dengan terbuka;
4. Keterampilan mengendalikan perubahan yang terjadi di luar dugaan ketika sedang menyampaikan
materi pelatihan;
5. Peka dan mampu memanfaatkan umpan balik informasi yang disampaikan orang lain/peserta ketika
pelatihan sedang berlangsung;
6. Keranian memutuskan persoalan dan melepaskan diri suatu masalah yang ditemui ketika sedang
melakukan suatu pekerjaan sebagai pelatih/fasilitator; dan
7. Kemampuan merencanakan tindak lanjut suatu pelatihan.

BAB X
PEMBERDAYAAN VISI DARI PELATIHAN DAN PENYULUHAN

A. Pemberdayaan melalui Pendidikan


Kata pemberdayaan mula-mula dipakai dalam bidang pendidikan non formal oleh Kindervatter (1979).
Dalam studinya terhadap pendidikan non formal di Indonesia dan Thailand tahun 1976 untuk kepentingan
pembuatan disertasinya, mengajukan suatu thesis tentang peranan pendidikan non formal merupakan
suatu proses pemberdayaan (Kindervatter, 1979:vii). Salah satu contoh proses pemberdayaan yang dia
berikan adalah peningkatan peran warga belajar untuk mengontrol pengambilan keputusan, sumber-
sumber daya, dan institusi yang berpengaruh terhadap kehidupan mereka. Simpulan dari studi
Kindervatter memberikan garis-garis besar bagi kreasi pendidikan non formal dalam mendukung konsep-
konsep pembangunan terbaru.
Kindervatter (1979:13,150) memberikan batasan pemberdayaan (empowering) dipandang dari hasilnya
sebagai; people gaining an understanding of and control over sosial, economic, and or political forces in
order to improve their standing in society. Batasan ini lebih menekankan pada produk akhir dari proses
pemberdayaan, yaitu anggota masyarakat memperoleh pemahaman dan mampu mengontrol sumber
daya sosial, ekonomi, dan politik agar bisa meningkatkan kedudukannya dalam masyarakat.
Dalam latar manajemen, Cook dan Macaulay (1997:1) memberikan definisi pemberdayaan sebagai alat
penting untuk memperbaiki kinerja organisasi melalui penyebaran pembuatan keputusan dan tanggung
jawab. Dengan demikian akan mendorong keterlibatan para karyawan dalam pengambilan keputusan
dan tanggung jawab.
Dalam dunia usaha, pemberdayaan ditujukan kepada karyawan. Tekanan pemberdayaan dalam dunia
usaha tentu saja profit margin yang tinggi yang bersumber dari kinerja karyawan yang produktif dan
sempurna (excellent). Cook dan Macaulay (1997) membuat sebuah ilustrasi, dimana pada sebuah
perusahaan perdagangan dengan omzet penjualannya meningkat tajam karena pihak manajemen
memberikan kewenangan yang leluasan kepada staf untuk mengambil peran dalam pengambilan
keputusan-keputusan sehubungan dengan pekerjaannya sehari-hari. Salah satu contoh adalah karyawan
bagian pramunisaga yang diberi kewenangan mengambil keputusan dan tindakan sehubungan dengan
klaim-klaim pelanggan. Terbukti para pelanggan merasa puas, dan tetap menjadi pelanggan usaha
dagang yang bersangkutan. Pengambilan keputusan terdistribusi pada seluruh staf. Dengan cara
tersebut hal-hal penting yang membutuhkan keputusan dan tindakan cepat tidak harus menunggu
keputusan dari manajemen puncak.
Pada buku lain, Stewart (1994:6) mengartikan pemberdayaan secara sederhana sebagai a highly
racticaland productive way to get the from your self and yourstaff. Pemaknaan ini melihat pemberdayaan
dari sisi proses dan hasil, yaitu disebut sebagai cara yang sangat praktis dan produktif untuk
mendapatkan (produk) yang terbaik dari sendiri (manajer) dan karyawannya. Proses yang ditempuh
untuk mendapatkan hal terbaik dan produktif tersebut adalah dengan membagi tanggung jawab secara
proporsional kepada para karyawan. Satu prinsip terpenting dalam pemberdayaan ini adalah melibatkan
karyawan dalam proses pengambilan keputusan dan tanggung jawab.
Jika dielaborasi, pemberdayaan memiliki makna upaya penyadaran kepada seseorang atau kelompok
untuk memahami dan mengontrol dimensi-dimensi kekuatan yang dimiliki (religi, fisik, psikis, sosial,
ekonomi, politik dan budaya) untuk mencapai kedudukan optimal dalam kehidupan (Kindervatter,
1979:150; Stewart, 1994:3; Cook dan Macaulay,1997). Dengan proses empowering tersebut diharapkan
khalayak sasaran memiliki kepercayaan diri (self -reliance). Dengan istilah lain namun dalam makna yang
hampir sama Freire (1972) menyebutnya sebagai penyadaran (conscientizacao).
Dari ketiga pemaknaan terhadap istilah pemberdayaan (empowerment atau empowering) tersebut dapat
ditarik kesimpulan bahwa pemberdayaan adalah upaya memampukan (enabling) masyarakat kecil atau
bawahan yang selama ini dianggap tidak atau kurang berperan agar meningkat dan memiliki kemampuan
yang lebih baik sehubungan dengan status dan peranan mereka di dalam sistem sosial. Pada prinsipnya
yang disebut bawahan dapat meliputi; karyawan, klien, tenant, warga masyarakat, warga belajar, dan
sebagainya. Seting atau yang disebut sistem sosial dapat berupa dunia usaha, pabrik, organisasi,
masyarakat, maupun sistem sosial lainnya. Cara yang dapat dilakukan untuk terjadinya pemberdayaan
adalah dengan memberikan kesempatan dan kewenangan kepada pihak-pihak yang diberdayakan untuk
mengambil bagian dalam pengambilan keputusan dan tindakan sesuai dengan kewenangannya.
Indikator pemberadayaan memiliki muatan sebagai berikut:
1. Akses (acces), memiliki peluang yang cukup besar untuk mendapatkan sumber-sumber daya,
2. Daya pengungkit (leverage), meningkat dalam hal daya tawar kolektifnya,
3. Pilihan-pilihan (choices), mampu dan memiliki peluang memilih berbagai pilihan,
4. Status (status), meningkat citra diri, kepuasan diri, dan memiliki perasaan yang positif atas identitas
budayanya,
5. Kemampuan refleksi kritis (critical reflection capability), menggunakan pengalaman untuk mengukur
potensi keunggulannya atas berbagai peluang pilihan-pilihan dalam pemecahan masalah,
6. Legitimasi (legitimation), didasarkan pada alasan-alasan rasional atas kebutuhan-kebutuhan
masyarakat, dan adanya pertimbangan ahli yang menjadi jastifikasi atau dasar pembenaran.
7. Disiplin (discipline), menetapkan sendiri standard mutu pekerjaan yang dilakukannya dalam hubungan
dengan orang lain,
8. Persepsi kreatif (creative perceptions), sebuah pandangan yang lebih positif dan inovatif terhadap
antar hubungan dirinya dengan lingkungannya.
Tujuan jangka panjang dari pemberdayaan individu diletakkan pada penciptaan pemenuhan kebutuhan,
sebagai pemenuhan hak dasar manusia, kepercayaan diri, bersumber dari kekuatan internal, sumber dari
dalam terutama menyangkut nilai dan visi, akrab lingkungan berkaitan dengan pemanfaatan dan
peningkatan kelestarian sumber-sumber dan transformasi struktural menekankan pada perubahan secara
sadar dan berjangka panjang.
Suzanne Kindervatter mengajukan delapan karakteristik dari empowering process (1979: 152 153),
yaitu : (1) Small group structur, empowering process menekankan aktivitas dan otonomi kelompok kecil.
Batasan kelompok ini disebarkan oleh kesamaan minat dan lain-lain. (2) Transfer of responsibility.
Selama pelaksanaan pembelajaran, partisipan mungkin enggan atau ragu dilibatkan tetapi lama
kelamaan setelah berpengalaman hal ini dapat di atasi. (3) Participant Leadership. Partisipan diberikan
kesempatan melakukan latihan mengambil keputusan pada seluruh aspek aktivitas organisasi. Pimpinan
hanya bersiap-siap membantu kalau mereka menemui kesulitan. (4) Agen as fasilitator. Diluar tugas
agent juga sebagai pelayan didalam menagarahkan proses, sebagai sumber person, mengajukan
masalah dan lain-lain. Seorang fasilitator sepakat terhadap sasaran pemberdayaan dan memperlihatkan
pendukungnya di dalam melakukan sesuatu untuk dirinya sendiri. (5) Democratis and non-hierarchical
realtionship and process. Semua pendapat sama dan keputusan diambil berdasarkan konsensus suara
terbanyak. Peran dan tanggung jawab didistribusikan secara merata. Didalam beberapa hal, partisipan
mungkin tidak memahami cara kerja sama dan demokrasi. Karena itu, dibutuhkan proses latihan. (6)
Integration of reflection. Pengalaman partisipan dan perbaikan masalah dijadikan fokus. Analisa
kerjasama untuk meningkatkan perubahan yang dapat melibatkan personal, adalah pemecahan masalah,
perencanaan, pengembangan keterampilan, dan/atau perselisihan. (7) Method wich encourage self-
reliace. Teknik yang digunakan untuk meningkatkan keterlibatan aktif warga belajar adalah dialog, dan
aktivitas kelompok mandiri seperti belajar sesama teman, jaringan kerja, workshop, menyediakan alat
yang dapat digunakan oleh partisipan scara mandiri, latihan mengekspresikan diri sendiri dan permainan.
(8) Improvement of sosial, economic, and/or political standing. Sebagai hasil empowering process,
partisipan dapat meningkatkan kemampuan di bidang khusus di dalam masyarakat.
Adapun strategi yang ditempuh di dalam empowering perocess adalah (1) pengorganisasian masyarakat
untuk mengaktifkan masyarakat di dalam memperbaiki dan mengubah kondisi sosial, ekonomi dan
lingkungannya, (2) mengelola diri sendiri dan keja sama, untuk menjaring kakuatan kerjasama melalui
pembinaan hubungan baik antara anggota, (3) pendekatan partisipatoris, untuk menyiapkan orang-orang
yang mengendalikan hakekat dan arah perubahan yang direncanakan, (4) pendidikan keahlian, untuk
membantu menyadarkan orang-orang akan ketidakmerataan dan kemampuan mencegahnya. Yang
terakhir ini dikenla luas dengan sebutan life skills
Dalam kaitannya dengan partisipasi warga dintadai dengan sepuluh karakteristik pendekatan
partisipatoris, yaitu (1) memberi kuasa bukan hanya kepada advisor tetapi kepada warga belajar sebagai
pengambil keputusan pada semua aspek mulai dari perencanaan, pelaksanaan sampai dengan evaluasi,
(2) mengikutsertakan sejumlah orang seperti para pimpinan informal atau mereka yang mewakilinya, para
fropesional, dan/atau anggota ynag aktif di dalam kelompok, (3) mendasarkan kepada minat dan
kebutuhan warga belajar, (4) permasalahan dan pemecahannya berasal dari dan ditentukan oleh
partisipasi melalui diskusi dan lain-lain (5) menggunakan metode yang dapat mengembangkan ekspresi
diri dan dialog, (6) keuntungan dirasakan secara langsung oleh partisipan, (7) memperlakukan agen
perubahan sebagai fasilisator, memasukan petunjuk, sumber materi ajar, dan mengakitkannya dengan
sumber luar, (8) mengakui pentingnya latihan bagi agen perubahan guna menyamakan pengertian
tentang penggunaan prinsip partisipatoris, (9) melaksanankan kegiatan berdasarkan struktur ynag
ditentukan berasama, dan (10) mengoprasikan kegiatan berdasarkan prinsip yang ditentukan.
Secara lebih operasional Kindervatter (1979:247) mengemukakan bahwa Empowering process memiliki
sebelas dimensi, terutama dalam kaitannya dengan pendidikan nonformal, yaitu : (1) structure,
menekankan pada aktivitas dan otonomi kelompok kecil yang anggotanya mempunyai latar belakang dan
minat yang sama, (2) setting time, ditentukan oleh warga belajar dan pertemuannya dilakukan secara
informal di lingkungan masyarakat, (3) Role of learner, warga belajar dan fasilisator kerja sam membuat
keputusan di dalam semua aspek program. Warga belajar berangsur-angsur mengambil alih
kepemimpinan dan tanggung jawab dari fasilisator, (4) Role of fasilisator, mendukung warga belejar
melakukan sesuatu untuk dirinya sendiri, membantu warga belajar menyusun pengalaman belajar, secara
ideal dari masyarakat warga belajar, (5) Relationship between learners and fasilisator, status perbedaan
fasilisator dan partisipan dihilangkan. Hubungan kemajuan program, aktivitas warga belajar semakin
meningkat dan aktivitas fasilitator semakin menurun. Berdasarkan respek yang saling menguntungkan,
(6) Needs assessment, kebutuhan muncul dari minat dan masalah kehidupan nyata warga belajar yang
diidentifikasi melalui proses dialog antara warga belajar dan antara fasilitator dengan warga belajar dan
seterusnya, (Curriculum development, berkembang, terbuka, dan lentur). Tujuan umum dibuat secara
luas tetapi tujuan khusus dan rencana pelajaran dikembangkan dari satu tahap ke tahap berikutnya, (8)
Subject matter, fasilitator membantu warga belajar mengembangkan dan menyelesaikan masalahnya.
Berdasarkan analisis ini, warga belajar menentukan apa yang ingin dipelajari dan menentukan sumber
belajar yang digunakan. Isi pelajaran termasuk dua bidang, yaitu (a) tujuan proses dikaitkan dengan
pemecahan masalah kelompok , dan (b) tujuan isi dikaitkan dengan informasi, keterampilan, atau projek
aksi masyarakat yang ditentukan warga belajar sendiri, (9) Material, biasanya bukan paket,
dikembangkan oleh warga belajar bersama fasilitator sebagai alat untuk memberikan stimulus
mengidentifikasi dan analisis masalah, mengajukan ekspresi diri dan mengaktifkan dukungan kelompok.
Termasuk photo, audio tapes, cerita, buletin, dan sejenisnya, chart, dan lain-lain, (10) Methode, aktivitas
kelompok kecil yang terstruktur, diskusi, pengembangan keterampilan, perencanaan dan implementasi
projek. Mengajukan pengembangan kelompok kecil seperti dialog, dan lain-lain. (11) Evaluation, warga
belajar secara kontinu menilai perkembangan dan pengaruhnya pada masyarakatnya. Warga belajar
tidak dievaluasi, mereka evaluator yang bekerja sama dengan fasilitator. Alat evaluasi yang digunakan
sederhana sehingga warga belajar dapat menerapkannya sendiri walaupun tidak ada sumber belajar
yang memberitahukan
Pemberdayaan Macro, Pembangunan Masyarakat
Peningkatan kinerja sosial memiliki sumbangan yang besar pada asupan modal. Bila masyarakat
memiliki kemampuan untuk mengembangkan kemampuan pribadi-pribadinya maka modal yang
dikembangkan oleh lingkungan maupun perusahaan akan mendapatkan dukungan dari kemampuan
pribadi yang ada dalam masyarkat tersebut dalam hal memecahkan permasalahan yang pada gilirannya
akan memiliki dampak pada masyarakat pada umumnya maupun para providers yang memberikan
dukungan pada pembangunan. Pengembangan masyarakat yang akan memiliki dampak pada
peningkatan modal-modal yang dikembangkan oleh lingkungan antara lain ditempuh melalui reputasi,
pengemnbangan sumber-sumber, kemudahan dalam melakukan proses dan bantuan dalam
memecahkan kebutuntuan, mengurangi biaya yang tidak dibutuhkan, efisien dalam produksi dan
dukungan pelayanan lokal, serta peningkatan tenaga kerja lokal.
1. Reputasi. Melalui pengembangan kemampuan orang di sekitar pembangunan dan lembaga pendidikan
akan berarti meningkatkan reputasi orang-orang melalui peningkatan kemmapuan dan pendidikan dalam
emmecahkan permasalahan yang dihadapi. Peningkatan orang-orang akan berarti pula pada
peningkatan ornag dalam pemerintahan dan pelanggan lainnya.
2. Pengembangan sumber-sumber yang sangat bermanfaat untuk pembangunan. Mengembangkan
pendidikan akan berarti meningkatkan kemampuan orang-orang untuk memanfaatkan sumber secara
bijaksana sesuai dengan perkembangan dan kelestarian lingkungan. Dengan ini ornag akan mampu
untuk mengendalikan resiko dan melakukan perubahan yang sangat bermanfaat.
3. Memudahkan untuk menerima berbagai perubahan. Dengan peningkatan pendidikan diharapkan
orang-orang sekitar dapat menerima dengan mudah usulan yang berhubungan dnegan pembangunan.
Kemudahan itu akan berdampak pada menerima proyek pembangunan, perluasan bila dimungkinkan
serta ememcahkan kebuntuan dan menghindari situasi dan suasana yang mungkin berkembang disekitar
lokasi pembangunan.
4. Mengindari biaya dan resiko. Dengan meningkatnya pendidikan dan kemampuan orang disekitar
diharapkan dapat mengurangi biaya-biaya tambahan dan adanya resiko yang tidak diharapkan yang akan
terjadi akibat kecerobohan dan resiko yang diambil di luar prosedur.
5. Produksi menjadi semakin efisien karena dukungan pelayanan dari lingkungan sekitar. Dengan
meningkatnya pendidikan dan pembangunan masyarakat diharapkan semakin meningkatnya
produkstivitas lembaa maupun masyarakat sendiri karena semakin meninkatnya pelayanan yang tumbuh
dari wilayah sekitar.
6. Hadirnya pekerja lokal. Meningkatnya pendidikan akan semakin mendorong pekerja lokal untuk
berperan dalam proses pembangunan yang berkembang di sekitar. Ketergantungan pada pekerja dari
luar akan meningkatkan biaya. Dengan berkembangnya ketenagaan yang akan mendukung proses
produksi sekitar diharapkan akan mengurangi waktu, usaha, frstrasi dan dana yang harus dikeluarkan.
7. Meningkatkan kapasitas. Melalui peningkatan pendidikan sebaai bagian dari pembangunan
masyarakat akan memperkua kelembagaan kelembagaan dan pribadi-pribadi lokal, lembaga sosial lokal
dan pemerintahan yang lebih mendiri dan berkelanjutan untuk mendukung pembanguna jangka panjang
yang pada gilirannya akan mendukung pada pemupukan modal, mengembangkan sumber yang bisa
diperbaharui dan dukungan sarana yang akan mendukung pada proses pembangunan itu sendiri melalui
jaringan partisipasi yang lebih berkualitas.

B. Tampilan Prinsip Pembangunan Masyarakat dalam Praktek


Pembangunan masyarakat akan demikian maju dengan tumbuhnya prinsip-prinsip utama yang
seharusnya berkembang, meliputi:
1. Dilaksanakannya pendekatan yang strategis. Kegiatan pembangunan pada tahapan pelaksanaan
sangat membutuhkan jalinan dengan tujuan jangka panjang, termasuk dengan masa depan masyarakat
dan keterkaitan dengan rencana pembangunan regional dan nasional,
2. Lebih adanya jaminan konsultasi dan partisipasi. Rintangan masyarakat pada umumnya maupun bagi
lembaga yang ada dalam masyarakat sangat tergantung pada tingkat konsultasi dan partisipasi. Adanya
aspek ini dapat mengurnagi tingkat kesalahfahaman dan keengganan untuk berpartisipasi. Melalui
konsultasi dan partisipasi pada tahapan konsepsi, perancangan dan impelementasi akan meningkatkan
pamahaman dan mengurangi resiko yang bersumber dari ketidaksepahaman dan saling curiga.
3. Bekerja dalam jalinan kesetaraan. Baik pemerintah, pihak pengembang suatu kegiatan maupun
lembaga sosial kemasyarakatan hanya akan memberikan dampak yang besar pada pembangunan
sekitar, melalui keberja dalam kesetaraan sebagai bagian yang setara dalam suatu kegiatan. Melalui
ketulusan dalam bekerja akan semakin banyak sumber yang bisa dicurahkan. Melalui sumbangan untuk
saling berbagi minat dan tujuan akan bekerja lebih bermakna melalui kerjasama dan akan lebih baik
dibandingkan dengan bekerja perorangan. Melalui jalinan kerjasama akan semakin mengurangi besarnya
biaya, mengurangi tingkat pengulangan dan mengurangi ketergantungan pada salah satu sumber dan
kekuatan.
Kegagalan dalam pembangunan masyarakat umumnya terjadi bila:
1. Pengambilan keputusan oleh pihak penyumbang atau kelompok kecil elit,
2. Semua fasilitas dibuat oleh pihak luar dengan sedikit sekali keterlibatan pihak masyarakat lokal,
3. Bila hanya dapat dimanfaat oleh kelompok yang berpengaruh dan tidak dapat dimanfaatkan oleh
kelompok kecil minoritas,
4. Teknologi dan pengetahuan tergantung pada pengetahuandari luar
5. Tidak sesuai dengan percapatan dan kesiapan kapasitas pengelolaan masyarakat lokal
Pembagian peran dalam upaya dalam peningkatan pendidikan luar sekolah berbasis pembangunan
masyarakat

Kelompok masyarakat Pemerintah Lembaga sosial kemasyarkatan Providers


definisi kebutuhan dan prioritas

pengetahuan dan nilai lokal

perencanaan dan mobilisasi sosial

mobilisasi sumber-sumber lokal

monitoring dan evaluasi


pengorganisasian lokal dan penyelesaian konflik mengembangkan kepemimpinan strategik

mengembangkan koordinasi strategik,

memberikan dukungan dalam pengembangan kapasitas


memberikan dukungan pada lembaga dan pelayanan lokal

melakukan evaluasi dan monitoring


menjembatani dalam mendapatkan dukungan dan sumber dari luar
identifikasi kebutuhan lokal

pengembangan kapasitas lokal


mengembangkan disain dan implementasi proyek,
melakukan negosiasi pembiayaan dan dukungan
monitoring dan evaluasi
memberikan dukungan pembanguna dan kemudahan sesuai dengan peraturan yang ada,

sebagai katalis bagi masyarakat lokal,

melakukan koordinasi sesama stakeholders dalam mengembangkan proyek


memberikan dukungan finansial dan fasilitas

monitoring dan evaluasi


melakukan transfer teknis dan manajemen pada masyarakat lokal

C. Pendidikan Luar Sekolah Berbasis Pembangunan Masyarakat


Tujuan umum pendidikan luar sekolah berbasis pembangunan masyarakat yaitu:
1. Meningkatkan pemahaman letak pendidikan luar sekolah dalam proses pembangunan masyarakat,
2. Meningkatkan kemanfaatan pendidikan luar sekolah dalam mendukung kualitas sumber daya manusia,
3. Memfasilitasi pemberdayaan masyarakat melalui proses pengembangan partisipatif
4. Mengembangkan kapasitas lokal
5. Meningkatkan kerja sama antara semua pihak yang beekepentingan dalam mensukseskan dan
memberikan diukungan pada pengembangan pendidikan berbasis pembangunan masyarakat
6. Mengurangi berkembangnya konflik yang terjadi sebagai ekses pelaksanaan pendidikan luar sekolah
Adapun tujuan dari khususnya yaitu:
1. Meningkatkan pemahaman mengenai pembangunan masyarakat melalui pengamalan pendidikan luar
sekolah,
2. Mendukung gagasan peningkatan kualitas hidup melalui pendidikan luar sekolah,
3. Memfasilitasi pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan partisipatif,
4. Mengembangkan kemampuan lokal masyarakat dan kemampuan untuk mengembangkan sumber-
sumber untuk pembangunan wilayah,
5. Meningkatkan hubungan yang yang lebih positif diantara sesama anggota masyarakat, pemerintah,
lembaga sosial kemasyarakatan dan providers,
6. Mengurangi tingkat konflik yang mungkin dalam mengembangkan pendidikan luar sekolah,
pembangunan masyaranat dan pembangunan

D. Aplikasi Konsep Pembangunan Masyarakat Lebih Jauh


Seperti juga terjadi pada masyarakat pada umumnya pendidikan senantiasa bias gender dengan
membedakan kesempatan untuk berkembang bagi kelompok laki dengan perempuan. Hal ini termasuk
dalam peluang memperoleh pekerjaan, penghasilan dan pembangunan sarana. Kecenderungan ini akan
berdampak pada perusakan budaya, stess sosial, perusakan lingkungan dan kejahatan domestik yang
akan mempengaruhi perempuan dan anak. Pendidikan luar sekolah berwawasan gender dan inklusi
harus merupakan koreksi pada proses pendidikan selama ini dengan memberikan penekanan pada
kehidupan yang lebih baik, aman dan damai bagi kelompok perempuan dan anak. Melalui kegiatan ini
semua stakeholders (pemerintah, lembaga pendidikan, lembaga sosial dan providers) harus melakukan
introspeksi dengan melihat kembali mengenai keterwakilan perempuan, meningkatkan keperdulian,
memberikan pelayanan yang lebih bermutu dan memberikan kesempatan untuk ambil bagian dalam
dalam kegiatan penilaian dan monitoring yang berhubungan dengan pendidikan luar sekolah dan
kegiatan lainnya.
Pemanfaatan alat pendidikan yang berbasis pendidikan masyarakat
1. Penilaian lingkungan. Dalam hal yang berhubungan dengan penilaian lingkungan penekanan yaitu
rincian kelompok wanita anak dan berkebutuhan khusus yang ada, bagaimana kehidupan mereka,
bagaimana kedudukan mereka dalam konflik yang sedang berlangsung, dan sumber-sumber apa yang
dibutuhkan untuk mendukung kehdiupan mereka
2. Perencanaan. Dalam mengembangkan disain dengan jaminan semua mendapatkan kesempatan dan
berlangsung secara berkelanjutan. Baik yang dilakukan oleh lembaga internal maupun eksternal maupun
dengan melakukan koordinasi antara kelompok yang ada hendaknya memperhatikan peluang dan
keberlanjutan.
3. Antar hubungan. Antara hubungan hendaknya dibangun dan dipelihara antara berbagai pihak yang
memberikan dukungan pada pendidikan luar sekolah.
E. Kompetensi kecakapan pembangunan masyarakat bagi praktisi Pendidikan Luar Sekolah
Terdapat tiga kelompok kompetensi kecakapan Pembangunan Masyarakat bagi praktisi PLS, yaitu
memahami masyarakat dan dinamikanya, mengembangkan inisiatif masyarakat yang berhasil dan bidang
spesialis dan penekanan pembangunan masyarakat. Kompetensi pertama memahami masyarakat dan
dinamikanya, yaitu kemampuan untuk memahami masyarakat yang berhubungan dnegan keruangan,
sifat dari isu publik dinamika dan antar hubungan yang berhubungan dnegan aspek kemasyarakatan
serta dari dari pekerjaan yang berhubungan dengan pembangunan masyarakat, terdiri dari:
1. Pemahaman yang berhubungan dengan hakikat masyarakat, yaitu yang berhubungan dengan
kemampuan untuk memahami secara utuh mengenai rumit dan dinamika isu-siu dan situasi dalam
masyarakat dalam menunjang program yang efektif,
2. Demografi, yang menekankan pada kemampuan untuk memahami profil dan kecendrungan demografi
dalam masyarakat sebagai faktor esensialndalam melakukan identifikasi isu dan alternatif penanganan
yang berkelanjutan,
3. Ekonomi masyarakat, menekankan pada kemampuan untuk memahami dasar ekonomi masyarakat
dan dinamika yang berhubungan dengan berbagai sektor ekonomi, termasuk bagaimana peredaran uang
dalam masyarakat, keluar dari masyarakat dan bentuk investasi yang penting dalam masyarakat,
4. Struktur kekuatan dalam masyarakat, yaitu menekankan pada kemampuan untuk melakukan
identifikasi sispa yang menjadi pembuat keputusan dalam masyarakat, sumber yang berpengaruh dan
struktur kekuatan yang penting dalam mendistribusikan sumber dalam masyarakat, kepercayaan dan
kredibilitas dan bagaimana efektivitas penggunaannya dalam pendidikan luar sekolah,
5. Sumber daya alam dan pemeliharaan kelangsungannya, menekankan pada kemampuan untuk
memahami berbagai keputusan yang berhubungan dnegan kualitas sumber daya alam dan pemeliharaan
keberlangsungan lingkungan jangka panjang yang merupakan kompenen utama dari pembangunan
masyarakat,
6. Analisis situasional masyarakat, menekankan pada kemampuan untuk menganalisis isu mendasar
atau situasi masyarakat yang berhubungan dnegan sejarah, politik, budaya, dan konteks sosial yang
menentukan peran pendidik luar sekolah yang berhubungan dengan pembangunan masyarakat,
7. Proses dan evakuasi pembangunan masyaranat, menekankan pada kemampuan memahami
pengorganisasian dan memobilisasi sumber-sumber kegiatan, termsuk didalamnya berbagai rintangan
yang maghalani pembangunan masyarakat yang bermakna dan efektif.
Kedua, mengembangkan inisiatif masyarakat yang berhasil, dengan penekanan pada kecakapan untuk
menyelenggarakan proses pembangunan masyarakat dalam mencapai pengaruh yang akuntabel.
Kemampuan ini termasuk didalamnya:
1. Prinsip pembangunan masyarakat
2. Partisipasi secara luas dalam mengajak masyarakat untuk melakukan pembangunan,
3. Perencanaan partisipatif termasuk dalam pengembangan visi, identifikasi dan analisis serta
mengembangkan perencaan,
4. Impelementasi dan manajemen proyek,
5. Memfasilitasi pertemuan kelompok,
6. Kolaborasi dalam masyarakat,
7. Evaluasi, termasuk evaluasi tingkat partisipasi, insikator dan benchmark keberhsilan dan pengukuran
dampak.
Ketiga, bidang spesialis dan penekanan pembangunan masyarakat, penekanan pada kemampuan
bidang utama dari pembangunan. Sebagai praktisi pada pendidikan luar sekolah akan sangat menunjang
bila memiliki kecakapan dalam salah satu dari kategori pembangunan masyarakat di bawah inim yaitu:
1. pengembangan ekonomi, termasuk didalamnya sebagai wirausahawan, perluasan usaha atau bidang
turis,
2. pembangunan dan pemerintahan lokal,
3. pemanfaatan sumber daya alam termasuk penggunaan lahan,
4. proses dan fasilitasi kelompok,
5. pengembangan organisasi bekerja non profit dan profit,
6. kepemimpinan dan bekerja di lingkungan masyarakat termasuk manajemen konflik dan isu yang
berhubungan dnegan pendidikan luar sekolah,
7. pelayanan masyarakat
8. pengembangan lingkungan kerja terutama lingkungan kerja pedesaan berbasis pendidikan.
F. Perencanaan Strategik pendidikan Luar Sekolah Bebasis Pembangunan Masyarakat
Perencanaan strategik dalam pendidikan luar sekolah berbasis pembengunan masyarakat yaitu jaringan
yang merupakan pendekatan sistemik dalam perencanaan untuk pembangunan jangka panjang dan
berkelanjutan dengan menempatkan sumber-sumber serara arif dalam kernagka perubahan. Aspek-
aspek dari pencanaan strategis hahrus memuat:
1. Harapan dari masyarakat dalam dekade yang akan datang yang bersumber dari pendididkan lauar
sekolah,
2. Kegiatan apa saja yang mungkin dilakukan dalam upaya meningkatkan kualitas kehidupan melalui
pembanguna masyarakat sesuai dnegan visi masyarakat,
3. Bagaimana mengorganisasikan dan melakukan proses untuk melaksanakan perencanaan,
4. Siapa yang akan memimpin dan siapa pula yang akan melaksanakan perencanaan
5. Dari mana diperoleh sumber-sumber dalam mendukung perencanaan
Melalui pendidikan luar sekolah berbasis pembangunan masyarakat maka kegiatan bukan hanya semata
kegiatan akan tetapi merupakan pengembangan kapasitas untuk memacu perkembangan pribadi
maupun kelompok menuju kehidupan yang lebih baik.
G. Hubungan antara Pendidikan Luar sekolah dengan Pembangunan Masyarakat
Konsep hubungan pendidikan luar sekolah berbasis pembangunan masyarakat dapat digambarkan
sebagai berikut:

Bersasarkan konsep ini maka langkah yang akan diambil dalam pengembangan desa (baca=kecamatan)
Cibugel sebagai desa PNFI berdasar pada pemilahan sebagai berikut:

Dari jejaring pengelolaan ini nampak perioritas garapan serta jalinan satu kegiatan dengan kegiatan lain
maupun tugas masing-masing pemangku kepentingan dalam mendukung keberhasilan pengembangan
desa PNFI sebagai bagian dari pengembangan sumbe daya manusia.

BAB XI
KUALITAS PELATIHAN

Seperti dikemukakan Jan Amos Comenius bahwa kualitas pendidikan adalah sesuatu yang tidak dapat
ditawar lagi. Seperti dinyatakan bahwa setiap umat harus memperoleh pendidikan secara penuh, dalam
keserasian kemanusiaan dengan tidak membedakan siapa ia sesungguhnya, bukan dilihat jumlahnya,
laki atau perempuan, muda atau tua, miskin dan kaya, akan tetapi lebih dilihat dari sejatinya sebagai
manusia. Pendidikan yang dimaksudkan yaitu pendidikan sebagai manusia sejati sebagai makhluk yang
utuh, terpenuhi kebutuhannya untuk menjadi manusia yang sempurna.
Ternyata kualitas pendidikan memiliki penekanan yang berbeda. Seperti diungkapkan Unesco. Titik berat
mutu pendidikan memiliki penekanan yang berbeda. Pada kebijakan tahun 2002-2007 kualitas
pendidikan ditekankan pada penganekaragaman isi dan metode pembelajaran dan promosi nilai-nilai
yang sifatnya universal. Sedikit berbeda dengan program tahunan 2002-2003 yang memberikan mandat
dan penekanan baru pada hakikat kualitas pendidikan. Dalam hal menata fokus pendidikan, lebih
menekankan pada dialog yang lebih luas antar kelembagaan dan negara anggota yang memiliki
keterbatasan dalam sumber-sumber untuk pendidikan agar mempergunakannya secara efekktif, untuk
menjamin kesamaan hak untuk mendapatkan pendidikan untuk semua (education for all). Penekanannya
secara kelembagaan Unesco agar mengatur keserasian usaha untuk meningkatkan kualitas pendidikan
melalui dukungan lingkungan yang menunjang, proses belajar dan mengajar, dan keluaran pendidikan
yang lebih diarahkan pada penciptaan generasi baru yang lebih mandiri dan peserta belajar yang kritis
yang mampu untuk menetapkan dan melaksanakan pendidikan yang berkelanjutan yang diperlukan
untuk setiap tahapan dalam kekhidupan mereka.
Kualitas pendidikan merupakan bagian yang menjadi debat badan dunia karena berbagai hal dilihat dari
tujuan, kontekstual, pengguna dan waktu. Akan tetapi semuanya merujuk pada standar yang tinggi dan
kualitas untuk semua. Kualitas pendidikan tidak hanya dapat dilihat secara terpisah dengan hanya
menekankan pada pendidikan sekolah, untuk kepentingan prestasi kognitif atau budaya global yang
berhubungan dengan pembelajaran. Tantangan sesungguhnya terletak pada ketidakmampuan untuk
memenuhi standar pendidik dan fasilitator sehubungan dengan rendahnya asupan sarana prasarana,
kurangnya buku sumber yang memadai, pedoman dan acuan serta ketidakadaan identifikasi dan
penilaian yang bekelanjutan untuk melihat keluaran dan kurangnya kemampuan pengadministrasian
pendidikan dan kapasitas dalam manajemen. Semua kelemahan ini berujung pada tingginya tingkat
dropout, kegagalan dalam pendidikan, pencapaian dibawah standar dan angka mengulang yang tinggi.
Mutu pendidikan tidak sebatas pada penyediaan asupan pendidikan untuk kepentingan di lingkungan
pendidikan formal atau dalam kerangka meningkatkan efektivitas sekolah. Mutu pendidikan lebih
diarahkan pada memberikan fasilitasi pada peningkatan kemampuan setiap individu serta
pengembangan diri secara penuh kepribadian peserta belajar. 1)Di atas segalanya kualitas pendidikan
menekankan pada pengembangan individu yang mandiri dan kritis dalam belajar, setiap individu
diperhatikan kebutuhan sesuai dengan usianya untuk memilih sendiri dan memanfaatkan keunggulan
untuk memanfaatkan peluang belajar secara berkelanjutan yang dibutuhkan dalam upaya melakukan
transisi dari tahapan kehidupan satu tahap pada tahapan berikutnya. 2) Pembelajaran sepanjang hayat
hanya bisa dimaknai dilihat dari peningkatan kecakapan perorangan dan peluang untuk memilih berbasis
informasi dan tidak hanya sekedar untuk memenuhi tekanan ekonomi dan politik semata. 3)Mutu
pendidikan juga hendaknya dilihat dari sudut pembauran sosial dan penghargaan atas kemanusiaan,
solidaritas, keadilan dan kedamaian yang dibangun pada sendi warga negara yang merdeka dan
berbasis informasi. 4)Kualitas pendididkan juga berbasis antar hubungan yang luas dari semua
pemangku kepentingan pendidikan, termasuk negara dan pemerintah daerah, lembaga sosial
kemasyarakatan, asosiasi dan kelompok, lembaga swasta serta. Diatas semuanya yaitu orang tua, guru
dan peserta belajar sendiri.
Pendidikan untuk pembangunan yang berkelanjutan merupakan payung dari mutu pendidikan. Hal ini
hanya mungkin melalui peletakkan pendidikan untuk pembangunan yang berkelanjutan sebagai bagian
integral dari mutu pendidikan sesuai dengan kenyataan. Dalam konsep pembangunan berkelanjutan
mutu pendidikan harus merupakan bagian tidak terpisahkan dari pemenuhan hak dasar manusia,
demokrasi, toleransi dan penghargaan pada keragaman nilai, perlindungan, warga negara, lingiungan,
kesehatan, pemanfaatan budaya lokal dan penghargaan atas keragaman budaya yang dijadikan bagian
utama dalam penetapan keluaran dari pendidikan sesuai dengan tantangan yang sangat mendesak pada
abad 21. Atas dasar itu pula tedapat penekanan pada keseimbangan antara kebutuhan global dan
regional, antara bangsa dan dalam bangsa sendiri, untuk kepentingan universal dan individu, tradisi dan
modern, kebutuhan untuk kepentingan kompetisi dan dan kebutuhan untuk kesamaan untuk
memeperoleh kesempatan, antara perluasan pengetahuan dan kapasitas untuk melakukan asimilasi dan
antara kepetingan untuk spiritual dam material.
Selanjutnya kualitas pendidikan berbasis pada pembangunan berkelanjutan dibagi menjadi dimensi 1)
pendidikan untuk kepentingan pembangunan sosial sebagai perluasan dari tanggung jawab sosial, 2)
keterpaduan interdisiplin pada semua tingkatan 3) pencapaian tujuan untuk kepentingan abad 21 4)
relevansi dan tidak terpisahkan dilihat dari fleksibiltas 5) mutu dalam proses mengajar dan belajar
berbasis pada peserta belajar 6) efektivitas dalam menejemen, kepemimpinan dankerjasama, serta 7)
pengukuran dan monitoring hasilan belajar.

A. Pendidikan untuk kepentingan pembangunan sosial : perluasan tanggung jawab sosial


Dimensi mutu pendidikan hendaknya didefinisi ulang dalam pengertian luas sesuai dengan tujuan
pembangunan nasional dan dicarikan strategi yang paling efektif nuntuk mencapai keberlanjutan dalam
pembangunan. Mutu pendidikan bukan hanya ditujukan untuk kelompok kecil akan tetapi untuk semua.
Kualitas yang paling mendesak yaitu untuk peserta belajar yang beriko dan termarginalisasikan, sehingga
perlu dicarikan peluang pendidikan yang lebih responsive sesuai dengan tuntutan dari pertemuan Dakar
April 2000. Semakin hari semakin meningkat jumlah orang yang terpinggirkan dari partisipasi dalam
ekonomi, sosial dan politik dalam kehidupan masyarakatnya. Bila kelompok individu menjadi
termarginalkan, masyarakat sendiri menjadi terpolarisasi. Masyarakat sendiri tidak mengenal efisiensi
maupun adanya jaminan. Karena semua warga masyarakat harus memiliki hak yang sama untuk
menerima pendidikan yang berkualitas dan tidak mendapatkan perlakukan yang berbeda atas pemilahan
ras, kelas, kelompok yang terbelakang, etnis, agama, bahasa, gender dan kecakapan.
Mutu pendidikan demikian mendesak dalam situasi masyarakat yang sedang mengalami suasana darurat
dan krisis, dimana anak tidak mendapatkan perlindungan untuk mendapatkan harapan, penghargaan,
ketentraman dan memperoleh hak untuk hidup dimana mereka umumnya pihak mendapatkan pengaruh
langsung dari suasana konflik dan bencana. Pendidikan untuk masyarakat dalam keadaan darurat
hendakanya mendapatkan perioritas untuk memperolehrelevansi dan efektivitas. Dalam hal ini suasana
krisis secara paradok dapat memberikan peluang untuk kepentingan jangka panjang seperti semakin
meningkatkan kapasitas lokal, manajemen program, pelatihan guru, penataan pedoman baru, prinsip,
standar dan mencipatakan bahan ajar baru. Pada akhir konflik dan tahapan rekonstruksi, demikian
banyak peluang untuk melakukan transformasi pendidikan yang berhubungan dengan perubahan
kurikulum, infrastruktur, nilai sosial pendidikan (pendidikan untuk perdamaian, kewarganegaraan,
demokrasi, kesadaran akan lingkungan, pendidikan kesehatan dll) partisipasi sosial dan tata kelola dalam
pendidikan.
B. Kualitas yang berhubungan dengan interdisiplin untuk semua tahapan kehidupan
Kualitas pendidikan hendaknya dimulai sejak pendidikan bayi sampai dan diperluas sesuai dengan
kehidupan. Kualitas pendidikan hendaknya diberikan pada usia dini melalui sajian pendidikan yang
mengetengahkan perdamaian, tidak jahat, mennghargai diri sendiri dan ornag lain dan menghargai
adanya perbedaan. Pada usia dini anak menjadi matang dan memberikan sumbangan dari jaringan
pengetahuan dan sikap pada perdamaian. Pendidikan dasar diberikan penakanan pada nilai
kemanusiaan, sikap yang positif pada kehidupan dan keterampilan dasar pada usia tertentu dimana anak
diberikan kemudahan untuk mempelajarinya. Hasil penelitian mengemukakan bahwa nilai-nilai dasar,
sikap dasar dan kecakapan untuk memecahkan masalah dikembangkan sebelum usia sekolah.
Pengalaman yang berkaitan dengan kualitas pendidikan yang diperoleh pada pendidikan dasar
hendaknya segera diitegrasikan dengan pendidikan lanjutan. Keserasian harus timbul antara pendidikan
akademik dengan vokasional serta kaitannya dengan pendidikan keseluruhan pada masa remaja. Dalam
tahapan ini penekanan lebih diarahkan pada sensitivitas gender, kebermaknaan sosial dan budaya, serta
keserasian dengan pendidikan sains dan teknologi yang demikian menarik bagi kelompok pemuda,
terutama sesuai dengan tuntutan dalam upaya pengembangan pribadi berkelanjutan dan pengembangan
sosial. Kualitas pendidikan sesungguhnya dapat dilihat dalam pengembangan individu melalui pendidikan
sosial sains, ilmu fisik dan teknik, pendidikan kesenian dan pendidikan fisik dan olah raga. Kualitas
pendidikanjuga perlku ditunjang oleh keberadaan rumah pertunjukan dan konsert, bioskop, pusat
pengembangan puisi, seni tradisionil, musium, pusat budaya untuk memberikan pelayanan pada minat
tertentu paling tidak untuk cakupan ketetanggaan, kecamatan atau kota.
Kualitas yang berhubungan dengan multidimensi hendaknya menekankan pada fungsi, kegiatan,
program akademis, penelitian dan beapeserta, staf, peserta belajar, bangunan, fakultas, perlengkapan,
pelayanan masyarakat dan lingkungan akademis.
Kualitas Pembelajaran sepanjang hayat termasuk tingkat resposivness pada keragaman kebutuhan yang
senantiasa berkembang baik melihat kecenderungan bangsa maupun global. Kualitas program
keaksaraan merupakan bentuk tanggapan baru pada kebutuhan warga belajar baik melalui pendidikan
formal maupun nonformal. Pendidikan yang sehat senantiasa memperhatikan keserasian antara
perhatian pada pemenuhan aspirasi dengan tujuan pendidikan berbasis masyarakat. Isu baru dari tujuan
masyarakat yaitu perhtian pada pengunaan bahasa. Beberapa negara memberikan tekana bahwa
memperhatikan bahasa nasional merupakan bagian tidak terpisahkan dari pengembangan tanggung
jawab peserta belajar sesuai dengan batasan mengenai kesamaan dalam memperoleh kesempatan.
Negara lain berpandangan bahwa kesamaan hak sebenarnya tidak hanya memperhatikan satiu bahasa
seperti halnya bahasa nasional/ibu. Akan tetapi hasil penelitian mengungkapkan bahwa anaka belajar
dan mencapai prestasi maksimal menggunakan bahasa utama dalam kehidupan sehariharinya atau
bahasa ibu.

C. Kualitas pendidikan dalam kerangka memenuhi tujuan abad 21


Kualitas pendidikan yang menjadi penekanan pada bagian ini yaitu kualitas yang menekankan pada
peserta belajar, guru, lingkungan belajar, struktur pembelajaran, metode dan ini, proses belajar dan
mengajar serta keluaran pendidikan. Argumentasi utama dari pemikiran ini bahwa kualitas pendidikan
intinya ditentukan oleh lingkungan pembelajaran, lingkungan keluarga (pendidikan orang tua, nutrisi,
pemeliharaan kesehatan, harapan yang tinggi, pengasuhan dan rangsangan), lingkiungan sekolah
(dukungan kesehatan lingkungtan sekolah, suasana pendidikan dan nilai yang berkembang), jaminan
adanya lingkiungan sosial (media masa) dan standar kualitas yang menunjukkan penghargaan pada
keragaman budaya dan perbedaan individual. Puncak dari semuanya yaitu kualitas yang berhubungan
dengan proses belajar dan mengajar yang menekankan pada proses pengajaran sesuai dengan
kebutuhan anak, kecakapan, gaya dalam balajar (aktif, kooperative, demokratis, pembelajar yang sensitif
gender). Pembelajaran ini hendaknya didukung dengan penyedian bahan belajar yang mamadai.
Demikian pula halnya kemampuan tenaga pendidik, moral, komitmen, status dan penghasilan dan
sejumlah pemahaman atas hak peserta belajar. Kualitas juga memiliki penekanan pada keluaran dan
hasilan pendidikan yang membantu menemukan makna peserta belajar dalam lingkungan (yang
berhubungan dengan kemampuan dalam literasi, numerasi, kecakapan hidup dan pemenuhan hak anak)
dan pendidik mampu mengarahkan bagaimana seharusnya anak belajar (learn to be dan learn how to
learn).
Kualitas dengan penekanan pada pembelajaran yang berorientasi dan berbasis peserta leboih
menekankan pada belajar aktif dan diukur pada hasilan belajar. Lingkungan belajar yang menunjukkan
chlid-friendly memiliki penekanan demikian kuatnya tuntutan pada peran pendidik yang sensitif pada
keragaman kecakapan warga belajar serta pentingnya dukungan dari kesehatan, makanan yang
memadai, lingkungan yang aman dan sensitif pada perbedaan gender. Dengan demikian kurikukum
hendaknya dilihat dari kebermaknaan dari konteks sosial, budaya dan lingkungan. Atas dasar itu sejak
pendidikan dasar, pendidik dituntut untuk menjadi pengembang kurikulum dan menekankan pada
pengunaan kurikulum yang bersifat fleksibel dan memberikan peluang untuk mengembangkan konteks
lokal.
Sehubungan dengan pentingnya pendidikan yang berbasis pada peserta didik, melihat bahwa peserta
belajar yang sehat didukung dengan penglaman belajar secara dini dan penuh dukungan, teramsuk
dukungan orang tua, akan memiliki peluang untuk berhasil pada proses pembelajaran berikutnya. Dalam
kasus masih dihdapinya sejumlah halangan, lembaga pendidikan dapat mengembangkan kurikulum
berbasis keluarga sebagai komplemen pada kurikulkum inti dimana orang tua dapat memberikan
dukungan maksimal dalam memberikan pendidikan pada anak mereka.

D. Kualitas dilihat dari relevansi dan fleksibilitas


Kualitas pendidikan dilihat dari sisi relevansi dan fleksibilitas memadukan antara kulaitas dengan
kuantitas sebagai satu lingkaran yang saling menyatu satu dengan lainnya. Sejumlah parameter yang
berhubungan dengan relevansi dan fleksibilitas telah ditetapkan sebagai berikut:
1. kemampuan untuk melakukan komunikasi secara efektif,
2. kemampuan untuk berpikir secara sistemik,
3. kemampuan untuk berpikir dalam kerangka waktu-untuk memperkirakan, berpikir jauh ke depan dan
merencanakan,
4. kecakapan berpikir secara kritis mengenai sejumlah isu-isu nilai,
5. kecakapan berpikir secara komprehensif mengenai kualitas, kuantitas dan nilai
6. kapasitas bergerak dari kesadaran pada pengetahuan menuju pada aksi,
7. kecapakan untuk bertindak secara kooperatif dengan pihak lain,
8. kapasitas untuk menggunakan sejumlah proses, mengetahui, menemukan, aksi, memberikan
keputusan, berimajinasi, melakukan hubungan, menielai, mempertanyakan dan memilih.
9. kapasitas untuk melakukan tanggapan estetis pada lingkungan,
Sesuai dengan prinsip keranekaragaman kurikulum, baik pendidik maupun peserta didik harus memiliki
rasa nyaman dan rasa memiliki pada lingkungan belajar. Dalam hal ini termasuk toleran pada sejumlah
keragaman (budaya, gender, bahasa, orientasi sek dan kecakapan dalam keragaman) membantu dan
bekerja secara kooperatif dengan pihak lain, memiliki harapan yang tinggi bagi peserta belajarnya dan
mampu menjaga suasana yang kondusif (adanya umpan balik). Lingkungan kelas dan pengaturannya
(secara fisik dan suasana untuk berpartisipasi) memungkinkan peserta belajar memiliki rasa sebagai
bagian dari masyarakatnya. Pengaturan kelas menjamin keinklusifan (termasuk pengaturan peserta
dalam kelas-tidak terkesan adanya isolasi perorangan atau kelompok kelas) adanya jaminan
kenyamanan ( tempat duduk, jauh dari kebisingan, dan pengaturan secara fisik) dan adanya rasa
keteraturan (penempatan bahan, adanya folders terpisah untuk setiap orang anak)
Struktur kurikulum, metode dan isi memiliki sensitivitas gender dan memperhatikan perbedaan latar
belakang dan kemampuan peserta serta responsif pada isu yang berkembang seperti halnya mengenai
HIV/AIDS dan pemecahan konflik. Pelkuang belajar perorangan sangat tergantung pada lingkungan dan
program yang dikembangkan sekolah yang bisa disediakan oleh lingkungan masyarakat dimana orang
berada. Materi yang seharusnya dipelajari oleh warga belajar dan dilaksanakan, termsuk didalamnya
sejumlah fakata, konsep dan keterampilan yang seharusnya dikuasai oleh peserta belajar sesuai dengan
lingkungan dimana mereka berada. Bila kita membahas mengenai baan belajar maka sepenuhnya harus
dipertimbangkan atas dasar kebermaknaan, berbasis kebahasaan dan pertimbangan kemanusiaan.
Demikian pula lingkungan yang ramah pada peserta belajar seharusnya menjadi pertimbangan utama
lembaga penyelenggara, perencanaan dan pengelolaan keseluruhan peluang belajar untuk semua
peserta belajar dan mampu mengembangkan karakter diantara mereka.

E. Proses belajar mengajar yang berbasis pada peserta belajar


Baik pendidikan formal maupun pendidikan nonformal memiliki tantangan tersendiri dalam
pengembangan proses belajar mengajar. Perubahan yang dikembangkan hendaknya selalu
memperhatikan setiap materi pembelajaran. Setiap kegiatan belajar dan mengajar selalu memiliki aspek
formal dan harus selalu diikuti dengan peningkatan dan adaptasi pada progam pendidikan nonformal.
Untuk beberapa negara pembelajaran bahasa selalu diimbangi dengan pembelajaran bilingual dan multi
lingual. Materi pembelajaran seperti halnya pada pendidikan kewarganegaraan, sejarah, geografi, biologi
harus menyeratakan isu yang berkembang kadang taboo yang memberikan tantangan pada peserta
belajar untuk menghargai masyarakatnya. Dalam matematika, hendaknya dikaitkan pada kemampuan
peserta belajar untuk mengembangkan peluang, statistik dan aplikasi dari matekatika untuk
mengembangkan model yang interpretatif. Dalam ilmu sosial pengembangan pembelajaran diarahkan
pada transmisi dari ide-ide. Dalam pendidikan fisik, metode yang dipergunakan sering dimanfaatkan
dalam pelatihan militer seperti halnya olah raga untuk semua, pendidikan kesehatan). Dalam pendidikan
kesenian penekanan yang lebih besar pada produksi perorangan dan kreativitas sesuai dengan dasar
pengembangan kemampuan seni dan kreativitas yang sangat dibutuhkan dalam pengembangan pribadi,
kelompok dan masyarakat untuk masa depan.
Strategi dalam peningkatan kualitas pengajaran hendaknya mengetengahkan peluang bagi peserta
belajar untuk mengembangkan pilihan dalam menerima informasi (models masukan), bagaimana mereka
melaksanakan praktek hasil belajar (proses), dan menunjukkan semua hasil belajar yang pernah
diperolehnya (model keluaran). Dalam diferensiasi kurikulum terdapat sejumlah strategi pembelajaran
yang dapat membantu pendidik untuk menganekaragamkan masukan dan keluaran dan metode yang
sesuai dengan tuntutan kebutuhan perorangan. Seperti dalam pendidikan keterampilan dan pelatihan,
diajukan metode pendekatan yang memberikan metode pembelajaran yang memberikan peluang untuk
menemukan, berpikir kritik dan mandiri dalam melakukan refleksi, serta pembelajaran berbasis
kemampuan perorangan.
Penggunaan teknologi informasi dan komunikasi yang memadai merupakan dukungan penuh pada akses
untuk memperoleh pendidikan untuk semua. Program yang dicanangkan secara seksama demikian
berguna dalam memberikan pendidikan inservice pada pelatihan guru melalui peluang stimulasi pada
praktek dan peluang untuk meningkatkan profesionalisasi. Penggunaan teknologi komunikasi sedikit
merubah pola hubungan interpersonal antara peserta belajar, guru dan keluarga. Perubahan ini akan bisa
dikurangi dengan memberikan peluang yang lebih luas dengan berbasis pada pemebelajaran yang saling
menghargai dan menghargai pada keragaman.

F. Kualitas berkaitan dengan efektivitas manajemen, kepemimpinan dan hubungan


Sementara kualitas tidak bisa dipisahkan dengan memperoleh hak dan kualitas, partisipasi dari
pemangku kepentingan merupakan hal yang sangat mendesak. Adanya dialog politis antara semua aktor
dan pemangku kepentingan dalam pendidikan (pemerintah, nonpemerintah, asosiasi guru, pemeritahan
sipil dan sektor swasta dan lembaga antar pemerintahan) merupakan prasarat dalam meningkatkan
kualitas pendidikan. Peran aktif dari asosiasi orang tua dan pendidik merupakan prasarat dalam
meningkatkan kualitas pendidikan. Manajemen pendidikan yang efektif, peningkatan supervisi, bimbingan
dan penyuluhan, merupakan bagian tidak terpisahkan dari monitoring dan evaluasi dari proses dan
implementasi kebijakan dan penguatan kapasitas kepemimpinan lokal adalah penentu yang umum dalam
meningkatkan kualitas pendidikan. Saling keterhubungan dari semua determinat dan komponen
merupakan prasarat dalam meningkatkan kualitas dan melakukan perubahan yang mendasar, seperti
halnya perubahan dari peran inspektorat dari pengawasan pada fasilitasi dan pengelolaan pendidikan
yang diarahkan pada peningkatan efektivitas dan partisipasi.
Pengelolaan pendidikan yang efektif dan kepemimpinan ditentukan oleh lingkungan dan suasana
kekerabatan dan partisipasi dalam membuat keputusan. Perspektif dan prosfek tata kelola pendidikan
lokal lebih akrab dalam pendidikan nonformal, yang umumnya dikelola oleh lembaga non pemerintan dan
kepempinan lokal. Sementara itu berkembang isu yang berhubungan dengan standar, kesamaan hal
memperoleh pendidikan dan tranparansi. Tidak dapat dipungkiri bahwa masyarakat tidak seragam serta
memiliki kemampuan yang sangat terabatas dalam sumber-sumber dan kapasitas. Pengembangan
tanggung jawab dalam masyarakat sepenuhnya tergantung pada kapasitas masyarakat untuk melakukan
tanggung jawab secara efektif. Di beberapa negara, reformasi untuk pelaksanaan pengembangan
program banyak dibantu dengan dikembangkannya prosedur desentralisasi dan pemberdayaan
masyarakat lokal. Salah satu ukuran adanya desentralisasi yaitu berkembangnya lembaga lokal dan
berkembangnya kapasitas pengelolaan sesuai dengan mutu yang dikembangkan pada lingkup regional,
provinsi dan tingkat masyarakat lokal untuk mengembangkan kebijakan, perencanaan, program dan
semua proyek itu dalam tingkatan yang berbeda. Untuk beberapa tempat, kesamaan hak dan adanya
urunan nyata dari sumbangan masyarakat hanya berlangsung pada lingkup nasional. Selanjutnya,
dituntut pemikiran mengenai pilihan desentralisasi atau sentralisasi untuk menjamin adanya peningkatan
mutu secara berkelanjutan.

G. Mutu berarti adanya penilaian dan monitoring keluaran pendidikan


Seperti tercantum dalam tujuan pendidikan untuk semua bagian 6 bahwa tujuan dari pendidikan untuk
semua yaitu adanya peningkatan semua aspek mutu pendidikan dan adanya jaminan pelakasanaan
secara memadai untuk semua sehingga keluaran hasil pembelajaran dikenali dan dapat diukur yang
dicapai untuk semua, terutama yang berhubungan dengan literasi, numerasi dan kecakapan hidup yang
esensil.
Terdapat sejumlah survey yang berhubungan dengan penilaian dan monitoring keluaran pendidikan pada
dekade terakhir, seperti yang dilaksanakan oleh liga internasional semisal International Assosiation for
The Evaluation of Educational Achievement (IEA). Demikian pula di negara berkembang terdapat
sejumlah lembaga regional yang melakukan penilaian dan monitoring.
Sementara UNESCO dan UNICEF telah membentuk membentuk lembaga antar negara yang melakukan
evaluasi dan monitoring yang terdiri dari 60 negara dalam payung Inter-Agency Monitoring Learning
Achievement Project (MLA). Lembaga ini telah mengembangkan budaya dalam melakukan evaluasi dan
monitoring dalam pendidikan menggunakan peningkatan kapasitas critical mass approach. Proyek
menekankan pada hasil belajar dan sejumlah faktir yang mempengaruhi kualitas hasilan pendidikan yang
berasal dari peribadi, rumah, sekolah dan kelas dan proses. Beberapa pelajaran yang dapat dipetik dari
kinerja selama ini yaitu:
1. kualitas pendidikan untuk semua dan tingkat penguasaan minimal bahan ajar sesuai tujuan merupakan
masalah sekaitan dengan perluasan kesempatan memperoleh pendidikan dan merupakan masalah yang
paling kerap dijumpai,
2. penekanan hendaknya lebih diarahkan pada tingkat penguasaan minimum keberlanjutan pada semua
bidang pelajaran, semua tingkatan dan semua bentuk dan tipe pendidikan, yang merupakan dasar bagi
tingkat penguasaan hasilan pendidikan yang diharapkan,
3. lebih banyak perhatian hendaknya diberikan pada perencanaan kurikulum dan penetapan isi pelajaran
yang memadaid an relevan untuk meningkatkan proses belajar dan mengajar,
4. pendidikan guru, pelatihan dan lingkungan kerja pendidik merupakan faktor yang perlu diperhatikan
untuk mencapai kualitas pendidikan untuk semua termasuk bagi pendidik dan fasilitator pendidikan
nonformal,
5. penilaian pembelajaran yang sistematis dan berkelanjutan dibutuhkan dalam semua sistem pendidikan
dalam upaya memahami dinamika konteks mengajar dan belajar. Hal ini juga harus menjadi keperdulian
semua pemangku kepentingan untuk mengembangkan strategi yang relevan sehingga terdapat jaminan
bahwa semua potensi peserta beelajar dan kelengkapan pendukungnya mendapatkan perhatian
seksama dan dioptimalkan.
6. memberikan perhatian khusus pada aspek gender, kota dan desa, lembaga pemerintah dan swasta
dan semua keragaman dalam negeri dalam mencapai hasilan pendidikan sehingga perkembangan
semua aspek pendidikan dipadukan antara kualitas dan kuantitas dan hendaknya menjadi perhatian
khusus pada pengambil kebijakan, perencanaan pada lingkup nasional, regional dan internasioanal.
7. efektivitas kelembagaan baik formal maupun nonformal dapat ditingkatkan melalui pengembangan
perangkat lunak (soft resources) seperti halnya disiplin, pentingnya penghargaan diri, bekerja untuk
meningkatkan lingkungan kolektif, antar hubungan dan komitment pada ekselensi dan pengelolaan
kepemimpinan yang demokratis.
8. perhatian pada lingkungan keluarga peserta belajar tidak dapat diabaikan, mengingat demikian
kuatnya pengaruh pendidikan keluarga dan dukungan lingkungan keluarga pada keberhasilan
pendidikan. Moral, nilai, pelaksanaan dan sejumlah kecakapan banyak hal dipengaruhi oleh situasi,
perilaku dan sikap keluarga.
9. keluarga memiliki peran penting dalam meningkatkan kualitas pendidikan, semakin tinggi keluarga
memiliki hubungan dengan kebutuhan dan fungsi lembaga pendidikan, semakin bermanfaat secara
langsung bagi sasaran termasuk bagi peserta belajar dan guru.
10. kurikulum dan relevansinya seperti halnya proses belajar dan mengajar hendaknya lebih berbasis
pada peserta belajar. Dalam hal ini dibutuhkan peraturan untuk mengintegrasikan dan memfasilitasi
pengajaran dan pembelajaran kecakapan dasar, nilai dan perilaku, mengarahkan diri untuk belajar dan
memperkuat peserta belajar untuk memvisualisasikan, melakukan pemecahan masalah, berkomunikasi
dan berpikir kritik dan kreatif.

H. Agenda untuk dilaksanakan


Kualitas pendidikan merupakan jantung dari pelaksana pendidikan semisal UNESCO dan rekanan
kerjanya. Kualitas pendidikan perlu mendapatkan pemuasan seperti halnya pembelajaran sepanjang
hayat. Hal ini harus merupakan bagian tidak terpisahkan dari proses pendidikan bagi peserta belajar.
Arahan dari pertemuan Dakar mengenai pendidikan untuk semua menjadi dasar kebijakan UNESCO
mengenai kualitas pendidikan. Sekaitan dengan pengarusutamaan gender, sumber-sumber, keragaman
wilayah, keaslian etnis, maka kualitas pendidikan untuk kepentingan aksi diarahkan pada:
1. sehat, pola asuh yang sehat dan memberikan motivasi pada peserta belajar,
2. pendidik yang terlatih secara memadai dan menguasai teknik pembelajaran aktif,
3. dukungan fasilitas dan bahan ajar yang memadai,
4. kurikulum yang relevan yang dapat dipelajari dan diajarkan menggunakan bahasa lokal dan
dikembangkan secara bersama oleh pendidik dan peserta belajar,
5. lingkungan yang bukan hanya bisa merangsang kemampuan belajar akan tetapi ramah, sensitif
gender, sehat dan aman,
6. adanya definisi yang jelas mengenai penilai yang akurat dari hasilan belajar, mencakup pengetahuan,
kecakapan, sikap dan nilai,
7. tata kelola dan pengelolaan yang paratisipatif
8. menghargai pada keragaman budaya lokal dan masyarakat lolak.
Sesuai acuan ini maka pedoman pelaksanaan dari peningkatan kualitas pendidikan hendaknya merujuk
pada:
1. kebijakan dan strategi untuk meningkatkan kualitas pendidikan hendaknya memadukan dan
meyeimbangkan perspektif pada semua tingkat, tipe dan bentuk pendidikan. Hal ini juga sesuatu yang
sangat mendesak untuk mengadopsi kebijakan yang efektif sesuai dengan lingkungan sosial, budaya dan
ekonomi dimana kegiatan berlangsung. Hal ini membutuhkan analisis partisipatif untuk menjaring
kebutuhan pada lingkungan rumah tangga, masyarakat dan tingkat sekolah, dan mengembangkan
keragaman, fleksibilitas dan pendekatan yang inovatif untuk pembelajran dan lingkungan dan menjamin
adanya perasaan saling menghargai dan mempercayai,
2. indikator pengukuran dan monitoring mengenai kualitas pendidikan hendaknya tidak hanya diarahkan
masukan belajar akan tetapi memperhatikan lingkungan belajar di rumah, lingkungan masyarakat, proses
pembelajaran, hasilan pendidikan (kepentingan jangka pendek dan panjang). Dalam hal kecakapan
hidup, indikator harus mencakup pula kesehatan, pencegahan, nutrisi, kewarganegaraan dan kesadaran
lingkungan termasuk didalamnya kecakapan sosial dan komunikasi dari warga belajar baik pada lingkup
pendidikan formal maupun non formal.
3. penguatan struktur dan kelembagaan yang demokratis, penguatan tata kelola dan pemberdayaan
masyarakat sipil, pengelola pendidikan lokal, perencana dan administrator adalah mutlak untuk
mendukung kesepakatan pada peningkatan kualitas pendidikan secara luas. Kualitas pendidikan
membutuhkan kepemimpinan lokal dan pengembangan sumber daya manusia yang memadai serta
strategi implementasinya,
4. mekanisme think-tank dan jaringan kerja untuk menunjang kualitas pendidikan perlu dilakukan dalam
menunjang pemangku kebijakan untuk lebih meningkatkan pendekatan antar disiplin untuk
mengembangkan kurikulum dan proses pembelajaran melalui pengembangan apanduan, metodologi dan
instrumen pengambangan mutu baik untuk penilaian maupun monitoring.
5. harus lebih dipelihara dialog global yang berkaitan dengan peningkatan mutu pendidikan melalui
berbagai strategi dan sinergi asosiasi. Harus lebih diperkuat pertukaran informasi yang berhubungan
dengan pengalaman, hasilan pendidikan dan pengetahuan yang inovatif serta program yang berhsil dan
penelitian yang dilakukan dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan.

BAB XII
PENJAMINAN MUTU PELATIHAN

Seiring dengan perubahan lingkungan global (globalisasi) terjadilah perubahan yang signifikan pada
lingkungan pelatihan. Perubahan pada lingkungan lingkungan umumnya lebih cepat dibandingkan
dengan perubahan yang ada dalam lembaga sendiri. Pasar dan persaingan dalam angkutan yang
demikian sporadic dan sistemik berlangsung sangat luas, baikpada sisi input maupun sisi output.
Keadaan ini menunjukkan bahwa tuntutan lingkungan dunia angkutan di Indonesia semakin kompleks
dan dinamis, yang berdampak pada tuntutan sumber daya dimana dalam kenyataan relatif beragam dan
terbatas.
Fenomena masalah di atas dihadapi juga oleh lingkungan pelatihan. Karena itu unit pelatihan perlu
meredefinisi strateginya yang difokuskan pada upaya mengurangi kesenjangan antara tuntutan
lingkungan dan persaingan dengan sumber daya internalnya, sekaligus meningkatkan daya saingnya
baik di pasar regional maupun nasional. Hal ini dapat dilakukan dengan melakukan perbaikan secara
berkelanjutan terhadap mutu sumber daya manusia, proses, dan fasilitas fisik melalui suatu sistem
penjaminan mutu yang memadai.
Dalam perspektif manajemen mutu, unit pelatihan perlu mengendalikan mutu kegiatan yang
diselenggarakannya pada setiap tahapan dalam proses bisnisnya mencakup input, proses, output, dan
kepuasan stakeholders.
Secara yuridis, tuntutan penjaminan mutu di atas sesuai dengan Undang-Undang No 23 tahun 2007
Pasal 80 yang menyatakan:
Perbaikan mutu pendidikan secara berkelanjutan (continuous quality improvement) di perlu dilakukan
dalam kerangka manajemen mutu, baik atas inisiatif sendiri (internally driven) dan atau melibatkan pihak
eksternal. Tuntutan mutu pada lembaga pelatihan menegaskan: a healthy organization, a continuous
quality improvement should become its primary concern. Quality asserance should be internally
driven.. Pendekatan penjaminan mutu tersebut penting agar dapat mengelola sumber daya secara
optimal untuk menjamin mutu layanan akademik bagi peserta dan menjamin akuntabilitas terhadap
stakeholder.
Dalam strategi Pengembangan pelatihan rujukan utama seperti yang dikemukakan KELTS, 2003-2010
yaitu:
1. Peningkatan daya saing bangsa
Peningkatan daya saing dengan berbasis pengetahuan dan teknologi juga memerlukan basis sosial-
budaya internal yang kuat. Indonesia dengan keberagaman dan pluralistik dalam tingkat perkembangan
ekonomi, ketersediaan infrastruktur, kekayaan sumber daya alam, dan sosial-budaya.
2. Desentralisasi otoritas dan pemberian otonom yang lebih luas kepada institusi
Pemberian otonomi yang lebih luas kepada setiap institusi akan mampu mengembangkan diri sesuai
dengan konteksnya dan berkontribusi untuk meningkatkan daya saing bangsa. Program-program
pengembangan akan secara sistematis dan terprogram dikembangkan berdasarkan prinsip pemberian
otonomi yang lebih luas kepada setiap institusi. Dalam hubungan ini PT sebagai lembaga otonom perlu
menjadikan peluang sebagai sarana untuk meningkatkan pelayanan dan kepuasan stakeholders.
3. Kesehatan organisasi
Desentralisasi otoritas dengan mernberikan otonomi yang lebih luas kepada institusi dapat dilaksanakan
apabila setiap institusi memiliki organisasi serta manajemen internal yang sehat dan memenuhi syarat.
Kemampuan intitusi pendidikan tinggi untuk berkontribusi kepada peningkatan daya saing bangsa hanya
dapat dilakukan oleh suatu organisasi yang sehat, maka program pengembangan hams dirancang untuk
memberikan dorongan bagi tumbuhnya kapasitas organisasi dalam kerangka otonomi dan desentralisasi.
Bagi dunia pelatihan, perubahan politik, ekonomi, sosial, budaya, ilmu pengetahuan teknologi dan seni
merupakan tantangan yanga amat kompleks dan saling berkaitan. Dalam menghadapi tantangan global,
tugas semakin berat karena selain harus memenuhi tuntutan lokal dan nasional, juga harus berusaha
memenuhi tuntutan lokal yang mampu bersaing di tingkat regional dan global. Oleh karena itu, pelatihan
selain harus mampu memberikan pelayanan pedagogik, keilmuan dan profesionalisme untuk memenuhi
kebutuhan individu peserta latihan, juga harus mampu memberikan pencerahan bagi kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Untuk menghadapi tantangan tersebut, harus mengembangkan rencana strategis (Renstra) untuk jangka
waktu lima tahun kedepan. Rencana tersebut disusun dengan memperhatikan hasil evaluasi pelaksanaan
Rencana Strategis sebelumnya dan hasil-hasil analisis kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman
serta transisi budaya korporasi yang ada saat ini. Selanjutnya, dikembangkan kebijakan, strategi,
program kerja, dan indikator kinerjanya dengan standar mutu nasional tanpa mengabaikan kemungkinan
penerapan standar internasional.
Isu mutu dalam dalam pelatihan di mendapat perhatian penting. Dalam hal ini prioritas pengembangan
unit pelatihanselama lima tahun ke depan difokuskan pada peningkatan mutu, akses, dan daya saing.
Oleh karena itu, penyelenggaraan manajemen mutu merupakan necessary condition bagi unit
pelatihandalam melaksanakan seluruh kegiatan dari proses bisnisnya agar dapat bersaing dan mencapai
keunggulan posisional di tingkat nasional, internasional, bahkan global tanpa mengabaikan tanggung
jawab lokal.

I. Konsep Penjaminan Mutu


Pada dasarnya mutu pelatihan berkaitan dengan pencapaian tujuan pendidikan dan kompetensi peserta
latihan yang telah ditetapkan oleh Unit Pelatihan di dalam rencana strategisnya atau kesesuaian tujuan
dan kompetensi dengan standar yang telah ditetapkan. Sementara itu penjaminan mutu berkaitan dengan
keseluruhan aktivitas dalam berbagai bagian dari suatu sistem untuk memastikan bahwa mutu produk
atau layanan yang dihasilkan itu konsisten dan sesuai dengan yang direncanakan atau ditetapkan.
Secara umum penjaminan mutu pendidikan tinggi merupakan proses penetapan dan pemenuhan standar
mutu pengelolaan pendidikan tinggi secara konsisten dan berkelanjutan (continuous quality
improvement), sehingga seluruh stakeholders memperoleh kepuasan (stakeholder satisfaction).
Sehubungan dengan konsep penjaminan mutu di atas, Unit Pelatihan harus mampu merencanakan,
melaksanakan, dan mengendalikan mutu, baik untuk setiap satuan kegiatan pada setiap butir mutu
maupun untuk seluruh kegiatan dalam proses bisnis yang diselenggarakannya.
Penjaminan mutu unit pelatihansecara internal dikoordinasikan/difasilitasi oleh Satuan Penjaminan Mutu
unit pelatihan dan secara eksternal penjaminan itu melibatkan Badan Akreditasi Nasional Pendidikan atau
lembaga lain yang kompeten. Penjaminan mutu tersebut dapat digambarkan seperti berikut.
J. Tujuan Penjaminan Mutu
Secara umum tujuan penjaminan mutu pendidikan tinggi adalah untuk merencanakan, mencapai,
memelihara, dan meningkatkan mutu pendidikan tinggi secara berkelanjutan. Dalam hal ini penjaminan
mutu unit pelatihanbertujuan untuk merencanakan, mencapai, memelihara, dan meningkatkan standar
atau sasaran mutu unit pelatihansecara berkelanjutan sesuai dengan rencana strategis yang ditetapkan,
serta memuaskan stakeholders. Dalam jangka panjang, penjaminan mutu unit pelatihan dilakukan untuk
mewujudkan visi lembaga pelatihan unit pelatihan.

K. Strategi Penjaminan Mutu


Untuk mencapai tujuan penjaminan mutu di atas, unit pelatihanmerancang dan melaksanakan strategi
penjaminan mutu yang mengacu pada pedoman penjaminan mutu yang ditetapkan oleh Direktorat
jenderal Perhubungan Darat, Departemen Perhubungan Nasional. Penjaminan mutu UNIT PELATIHAN
dikoordinasikan oleh Pimpinan melalui Satuan Penjaminan Mutu unit pelatihan. Adapun strategi
penjaminan mutu unit pelatihanadalah seperti diuraikan berikut:
1. Mengembangkan sistem penjaminan mutu unit pelatihandan perangkat implementasinya;
2. Membangun dan atau meningkatkan komitmen pimpinan unit pelatihandan seluruh unit kerja untuk
melaksanakan penjaminan mutu setiap kegiatan yang diselenggarakannya sesuai dengan sistem
penjaminan mutu unit pelatihandan model implementasinya;
3. Menetapkan sasaran atau standar mutu unit pelatihandan unit kerja di lingkungan unit pelatihanuntuk
setiap periode mutu;
4. Merancang organisasi dan mekanisme kerjapenjaminan mutu unit pelatihanserta melaksanakannya
secara konsisten;
5. Mengidentifikasi satuan kegiatan untuk setiap butir mutu pada setiap tahap dalam proses bisnis unit
pelatihan, serta menetapkan kegiatan yang mutunya dijaminkan;

L. Standar dan Indikator Mutu


Lembaga pelatihan menentukan dan merumuskan standar mutunya melalui analisis sistemikterhadap
komponen-komponen sistem penyelenggaraan pendidikan tinggi yang mencakup masukan, proses,
keluaran, dan dampak.
Pembahasan lebih lanjut tentang standar dan indikator mutu akan disajikan pada bahasan berikutnya.

M. Proses Penjaminan Mutu


Kegiatan penjaminan mutu di unit pelatihan dilaksanakan berdasarkan Ketetapan sebagai pelatihan
tentang Anggaran Rumah Tangga mengenai Auditor Internal, Auditor Eksternal, dan Penjaminan Mutu.
Dalam ketetapan tersebut ditegaskan:
1. Pimpinan unit pelatihan melaksanakan penjaminan mutu disesuaikan dengan Standar Nasional
Pendidikan, secara konsisten dan berkelanjutan sebagai wujud akuntabilitas publik Universitas kepada
pihak-pihak yang berkepentingan.
2. Penjaminan mutu dilakukan secara berkelanjutan oleh seluruh unit unsur pelaksana dan penunjang
lembaga dan atau dibantu lembaga lain.
3. Mutu sebagaimana dimaksud ayat (1) dan ayat (2) dijamin dengan memperhatikan:
a. pelaksanaan visi, misi, dan tujuan unit pelatihansecara nyata;
b. ketanggapan unit pelatihanterhadap kebutuhan dan aspirasi pihak-pihak yang berkepentingan;
c. kesesuaian penyelenggaraan unit pelatihandisesuaikan dengan Standar Nasional Pendidikan; dan
d. kesesuaian penyelenggaraan unit pelatihandengan standar mutu pelatihan pada Direktorat
Perhubungan Darat intemasional.
4. Lembaga lain seperti yang dimaksud dalam ayat (2) dapat berupa Satuan Penjaminan Mutu (SPM)
atau lembaga lainnya; Tatanan kelembagaan, tugas pokok, fungsi, dan kewenangannya diatur dalam
keputusan Pimpinan dan Unit pelatihan dengan persetujuan Dewan Audit.
5. Keberhasilan penjaminan mutu dinilai dengan akreditasi yang menentukan kelayakan jurusan dan atau
program studi.
6. Akreditasi wajib bagi setiap unit pelatihanoleh Badan Akreditasi Nasional perhubungan dan atau badan
akreditasi lainnya yang ditentukan oleh peraturaturan perundang-undangan.
7. Ketentuan tentang program pelaksanaan penjaminan mutu diatur lebih lanjut dalam Pimpinan melalui
sebuah musyawarah.
Selanjutnya, ketetapan ihwal penjaminan mutu UNIT PELATIHAN tersebut dilaksanakan melalui proses
atau tahapan kegiatan sebagai berikut:
a. Menyusun standar atau sasaran mutu yang dituangkan dalam rencana mutu unit pelatihan untuk setiap
periode mutu. Penyusunan standar atau sasaran mutu ini didasarkan pada rencana strategis;
b. Setiap unit pelatihanmenyusun standar mutu unit kerja yang bersangkutan dan standar atau sasaran
mutu setiap kegiatan untuk setiap butir mutu pada setiap periode mutu;
c. Setiap unit pelatihanmenyusun mekanisme kegiatan untuk setiap satuan kegiatan yang dituangkan
dalam prosedur operasional standar (standard operational procedure);
d. Setiap unit pelatihanmelaksanakan penjaminan mutu kegiatan yang diselenggarakannya dengan
melaksanakan prosedur operasional standar (standard operational procedure) kegiatan itu;
e. Setiap unit pelatihanmelaksanakan pengendalian mutu kegiatan yang diselenggarakannya dengan
melakukan evaluasi atau pengukuran hasil kegiatan dengan standar atau sasaran mutu yang telah
ditetapkan. Hasil kegiatan evaluasi atau pengukuran ini kemudian ditindaklanjuti dengan tindakan
perbaikan mutu secara berkelanjutan (continuous quality improvement);
f. Melaksanakan evaluasi mutu untuk setiap periode mutu yang difokuskan pada audit implementasi
sistem penjaminan mutu dan audit tingkat ketercapaian standar atau sasaran mutu dan atau unit kerja.
Kegiatan audit mutu internal ini dilaksanakan oleh Satuan Audit Internal (SAI).

BAB XIII
PENGENDALIAN MUTU PELATIHAN

A. Model Pengendalian Mutu


Unit pelatihan dituntut untuk melakukan perbaikan mutu penyelenggaraan pendidikannya secara
berkelanjutan. Hal ini merupakan konsekuensi logis dari keberadaan/keterlibatan unit pelatihandalam
lingkungan dan persaingan pengangkutan yang semakin kompleks dan dinamis. Perbaikan mutu secara
berkelanjutan (continuous quality improvement) ini harus dilakukan secara sistematis dengan pendekatan
atau model pengendalian mutu yang tepat.
Pengendalian mutu unit pelatihanmenggunakan pendekatan total quality management (TQM). Dalam
pendekatan ini terdapat empat komponen dasar pengendalian mutu, yaitu: input, transformasi atau
proses, output, dan nilai bagi stakeholders. Pengendalian mutu untuk setiap kegiatan pada setiap
komponen dasar dilakukan secara sistematis mencakup kegiatan penetapan standar, pengukuran, studi,
dan tindakan koreksi. Kegiatan pengendalian mutu ini dilakukan pada setiap tingkatan organisasi dan
atau unit kerja di unit pelatihansesuai dengan fungsinya yang berkaitan dengan komponen dasar
pengendalian.
Pengendalian mutu di tingkat unit pelatihandilakukan oleh Satuan Penjaminan Mutu (SPM) unit pelatihan.
Pengendalian mutu ini diarahkan pada pencapaian standar atau sasaran mutu yang telah ditetapkan dan
perbaikan mutu berkelanjutan (continuous quality improvement). Pada setiap periode mutu, Satuan Audit
Internal (SAI) unit pelatihanmelakukan audit mutu yang difokuskan pada tingkat ketercapaian standar
atau sasaran mutu dan atau pelaksanaan sistem penjaminan mutu, terutama untuk unit pelatihan
Pada dasarnya kegiatan pengendalian mutu di atas menggambarkan pendekatan perbaikan mutu, yaitu:
1. Kontrol awal (Preliminary Control)
Preliminary control bersifat preventif untuk menghindari mutu yang tidak diinginkan dan proaktif untuk
mencapai mutu yang semakin meningkat. Preliminary control ini difokuskan pada input atau sumber
penyebabnya. Dengan memperbaiki input berarti melakukan pengendalian terhadap komponen
transformasi, output, dan nilai bagi stakeholders.
2. Kontrol berkelanjutan (Concurrent Control)
Concurrent control dilakukan terhadap kegiatan yang telah dilakukan dan menggambarkan pengendalian
operasional. Fokus concurrent control ini pada transformasi atau proses.
3. Kontrol lanjutan (Rework Control)
Rework control dilakukan apabila preliminary control dan concurrent control mengalami kegagalan
sehingga perlu rework terhadap defect dan output yang tidak sesuai dengan target. Pendekatan
perbaikan mutu ini memerlukan sumber daya yang relatif besar. Fokus rework control pada komponen
output.
4. Kontrol mengurangi tingkat kerusakan (Damage Control)
Damage control dilakukan untuk meminimalkan dampak negatif dari tidak tercapainya target nilai bagi
stakeholders. Fokus damage control ini pada komponen nilai bagi stakeholders.
Secara skematis pendekatan alau model pengendalian mutu yang digunakan Unit Pelatihandalam rangka
penjaminan mutu pendidikan disajikan sebagaiberikut:

B. Prinsip Pengendalian Mutu


Pengendalian mutu dalam rangka penjaminan mutu pendidikan di Unit Pelatihandidasarkan pada prinsip
berikut:
1. Quality First
Seluruh pikiran dan tindakan pimpinan pada berbagai tingkat organisasi dan atau unit di UNIT
PELATIHAN harus memprioritaskan mutu.
2. Stakeholders-in
Seluruh pikiran dan tindakan pimpinan pada berbagai tingkat organisasi dan atau unit di UNIT
PELATIHAN harus ditujukan pada kepuasan stakeholders.
3. The Next Process is Our Stakeholders
Setiap orang yang melaksanakan tugas dalam penyelenggaraan proses pendidikan di Unit
Pelatihanharus menganggap pihak lain yang menggunakan hasil pelaksanaan togasnya sebagai
stakeholder-nya yang harus dipuaskan.
4. Speak With Data
Setiap orang yang menyelenggarakan proses pendidikan di Unit Pelatihandalam melakukan tindakan dan
pengambilan keputusan harus didasarkan pada hasil analisis data yang relevan.
5. Upstream Management
Seluruh pengambilan keputusan dalam penyelenggaraan proses pendidikan di Unit Pelatihandilakukan
secarapartisipatif.
C. Proses Pengendalian Mutu
Proses pengendalian mutu dalam rangka penjaminan mutu pendidikan di UNIT PELATIHAN mengarah
pada pengendalian mutu berbasis PDCA (Plan, Do, Check, Action). Proses ini sesuai dengan model TQM
sebagai pendekatan atau model pengendalian mutu yang dipilih/digunakan Unit Pelatihan. Proses
pengendalian mutu berbasis PDCA ini akan menghasilkanperbaikanberkelanjutan (continouos
improvement) atas mutu pendidikan.
Secara skematis pengendalian mutu berbasis PDCA dalam rangka perbaikan mutu berkelanjutan
disajikan sebagai berikut:

PENGENDALIAN MUTU BERBASIS PDCA


Pada tahap check terdapat titik-titik kendali mutu (quality check-points) di mana setiap penyelenggaraan
proses pendidikan pada setiap tingkat organisasi dan atau unit kerja di UNIT PELATIHAN harus
mengevaluasi atau mengukur hasil pelaksanaan tugasnya dengan standar atau sasaran mutu yang telah
ditetapkan. Penetapan titik-titik kendali mutu (quality check-points) ini harus dilakukan pada setiap satuan
kegiatan untuk setiap butir mutu. Sebagai contoh, tes formatif yang dilakukan pada akhir setiap pokok
bahasan merupakan titik kendali mutu dalam proses pembelajaran. Tes ini dilakukan untuk mengevaluasi
atau mengukur apakah standar mutu pembelajaran sebagaimana dirumuskan dalam bentuk tujuan
pembelajaran telah dicapai ataubelum.
Apabila hasil evaluasi atau pengukuran ternyata telah mencapai standar (S dalam PDCA) mutu yang
ditetapkan sebagaimana dirumuskan dalam bentuk tujuan pembelajaran, maka proses perencanaan atau
plan (P dalam PDCA) berikutnya untuk standar mutu ditingkatkan sehingga terjadi perbaikan mutu
berkelanjutan. Namun, apabila hasil evaluasi atau pengukuran ternyata standar atau sasaran mutu yang
ditetapkan sebagaimana dirumuskan dalam bentuk tujuan perkuliahan/ pembelajaran belum atau tidak
tercapai, maka harus dilakukan tindakan atau action (A dalam PDCA) agar standar atau sasaran mutu
dapat dicapai. Action yang dapat dilakukan antara lain pengulangan pembahasan pokok bahasan yang
bersangkutan sampai tujuan pembelajaran untuk pokok bahasan itu tercapai.

BAB XIV
ORGANISASI PENJAMINAN MUTU
Organisasi penjaminan mutu Unit Pelatihan selain bersifat inheren dalam proses manajemen juga
dibentuk Satuan Penjaminan Mutu (SPM) yang merupakan alat manajemen yang bertanggungjawab
kepada Direktur. Organisasi penjaminan mutu Unit Pelatihan berada pada lingkungan Unit Pelatihan
A. Tingkat
Organisasi penjaminan mutu di tingkat Pusat melibatkan Dewan Direksi, Pimpinan, Satuan Penjaminan
Mutu (SPM), dan Satuan Audit Internal (SAI). Dewan Direksi, adalah badan normatif tertinggi yang
bertugas untuk:
1. menyusun kebijakan pelatihan;
2. menyusun kebijakan penilaian prestasi pelatihan dan kecakapan serta kepribadian tenaga instruktur;
3. merumuskan norma dan tolok ukur penyelenggaraan pelatihan;
4. memberikan masukan kepada pimpinan dalam penyusunan Rencana Strategis serta Rencana Kerja
dan Anggaran;
5. melakukan pengawasan mutu pelatihan dalam penyelenggaraan Unit Pelatihan ; dan
6. merumuskan tata tertib penyelenggaraan Pelatihan
Dewan direksi melaksanakan tugas-tugas di atas dengan menyusunan berbagai kebijakan yang
berkaitan dengan aspek mutu. Kebijakan mutu inilah yang kemudian dijadikan landasan melalui SPM
dalam melakukan kegiatan penjaminan mutu.
Dalam pelaksanaan di tingkat unit pelatihan dilakukan oleh SPM Unit Pelatihan yang bertugas:
1. mengembangkan dan melaksanakan sistem penjaminan mutu Unit Pelatihan ;
2. menyusun perangkat atau standar yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan sistem penjaminan
mutu Unit Pelatihan ;
3. menyelenggarakan sosialisasi, pelatihan, dan kerjasama penj aminan mutu;
4. mengkoordinasikan, memfasilitasi, dan memotivasi kegiatan penj aminan mutu pada setiap unit kerja di
lingkungan Unit Pelatihan ;
5. melakukan evaluasi pelaksanaan sistem penjaminan mutu Unit Pelatihan ; dan
6. melaporkan secara berkala pelaksanaan penj aminan mutu Unit Pelatihan untuk setiap periode mutu.
Pengendalian mutu pada digambarkan seperti bagan di bawah ini:

Keterangan:
SKM : Satuan Kendali Mutu
GKM : Gugus Kendali Mutu

BAB XV
STANDAR MUTU PELATIHAN
A. Pengantar
Standar sangat diperlukan untuk menentukan, mengkaji, memonitor dan menilai mutu kinerja, keadaan,
dan menyiapkan perangkat pelatihan dalam rangka penjaminan mutu suatu unit pelatihan. Standar
adalah tolok ukur yang harus dipenuhi lembaga pelatihan, digunakan sebagai dasar untuk merancang,
melaksanakan, memonitor dan menilai mutu kinerja, keadaan, dan perangkat kependidikan lembaga
pelatihan, serta untuk menentukan tingkat kepuasan dari stakeholders dari lembaga yang bersangkutan.
menentukan dan merumuskan standar mutunya melalui analisis sistemik terhadap komponen-komponen
sistem penyelenggaraan pendidikan tinggi yang mencakup masukan, proses, keluaran, dan dampak.
Analisis komponen sistemik penyelenggaraan pelatihan itu dibagankan dalam gambar berikut:
ANALISIS SISTEMATIK
DALAM MENENTUKAN STANDAR MUTU
Dengan analisis sistemik itu ditemukan dimensi-dimensi mutu Unit Pelatihan pada, yaitu sebagai berikut.
1. Masukan, mencakup komponen:
a. Visi dan misi Unit Pelatihan
b. Tujuan dan sasaran
c. Peserta Pelatihan
d. Pelatih dan tenaga pendukung/tenaga kependidikan lainnya
e. Kurikulum atau bahan ajar
f. Sarana dan prasarana
g. Biaya dan sumber dana (pendanaan)
2. Proses, mencakup komponen:
a. Tatapamong (governance)
b. Pengelolaan program
c. Proses pembelajaran
d. Suasana Akademik
e. karya tulis atau dan laporan tugas akhir
3. Keluaran/dampak, mencakup komponen:
a. Lulusan pelatihan dan kinerjanya
b. Keluran lainnya: publikasi hasil kajian dan atau produk kajian dalam bentuk patent, rancang bangun,
prototip, perangkat lunak, serta pemanfaatannya
c. Sistem informasi
4. Balikan dan tindak lanjut, mencakup komponen:
a. Sistem peningkatan, kendali dan jaminan mutu pelatihan
b. Mutu Unit Pelatihan

B. Standar Mutu
Berdasarkan analisis tersebut, ditentukan dan dirumuskan standar mutu Unit Pelatihan sebagai berikut:
1. Eligibilitas, Integritas, Visi, Misi, Sasaran, dan Tujuan
2. Peserta pelatihan
3. Pelatih dan Tenaga Kependidikan Lainnya
4. Kurikulum dan Pengembangannya
5. Sarana dan Prasarana
6. Sistem Pendanaan
7. Penatakelolaan (Governance)
8. Sistem Pengelolaan
9. Sistem Pembelajaran
10. SuasanaAkademik
11. Lulusan dan Kinerjanya
12. Kajian, Publikasi dan Karya Inovatif,
13. Pengabdian Kepada Masyarakat dan Hasil Lainnya, serta Penerapannya
14. Sistem Informasi
15. Sistem Jaminan Mutu Internal
16. Mutu Program Latihan
Sementara itu Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Bab II Pasal 2 menetapkan standar nasional
pendidikan seprti berikut.
1. Lingkup Standar Nasional Pendidikan meliputi:
a. standar isi;
b. standar proses;
c. standar kompetensi lulusan;
d, standar pendidik dan tenaga kependidikan;
e. standar sarana dan prasarana;
f. standar pengelolaan;
g. standar pembiayaan; dan
h. standar penilaian pendidikan.
2. Untuk penjaminan dan pengendalian mutu pendidikan sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan
dilakukan evaluasi, akreditasi, dan sertifikasi.
3. Standar Nasional Pendidikan disempurnkan secara terencana, terarah, dan berkelanjutan sesuai
dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global.
Standar mutu hasil analisis sistemik itu dapat dipadukan dengan Standar Nasional Pendidikan sebagai
berikut.

Standar mutu unit pelatihan yang dijabarkan sebelum PP 19/2005 diberlakukan tidak berubah, karena
seperti dikemukakan dalam komparasi di atas, standar yang telah ada itu lebih merupakan rincian dari
Standar Nasional Pendidikan yang termaktub dalamPP 19/2005.
C. Rincian Standar
Standar 1. Eligibilitas, Integritas, Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran
1. Unit Pelatihan memiliki izin resmi penyelenggaraan pelatihan.
2. Unit Pelatihan memperlihatkan sifat jujur, terbuka, peduli terhadap kesejahteraan dan kebutuhan
pelatih, peserta pelatihan dan masyarakat.
3. Unit Pelatihan memiliki visi yang jelas dan relevan dengan tugas pokok dan fungsi Unit Pelatihan, dan
mencerminkan kepedulian terhadap kehidupan dan kepentingan masyarakat dan bangsa khususnya
pemakai jasa perkeretaapian.
4. Misi Unit Pelatihan dirumuskan sesuai dengan visi Unit Pelatihan
5. Tujuan Unit Pelatihan ditentukan dan dirumuskan sebagai rincian dan pengkhususan dari misi Unit
Pelatihan sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat.
6. Sasaran Unit Pelatihan dirumuskan sebagai hasil yang diharapkan dari upaya penyelenggaraan
program Unit Pelatihan, termasuk profil lulusan pelatihan,
Standar 2. Peserta Pelatihan
1. Unit Pelatihan memiliki sistem rekrutmen dan seleksi calon Peserta Pelatihan.
2. Unit Pelatihan memiliki profil Peserta Pelatihan: akademik, sosio-ekonomi, pribadi (termasuk
kemandirian dan kreativitas) yang didukung oleh data dan evidensi yang lengkap dan valid.
3. Unit Pelatihan memiliki catatan mengenai keterlibatan Peserta Pelatihandalam berbagai kegiatan
sosial dan akademik yang relevan.
4. Unit Pelatihan menjamin keberlanjutan penerimaan Peserta Pelatihan(minat calon Peserta Pelatihan
dan kebutuhan akan lulusan program).
5. Unit Pelatihan mengorganisasikan layanan bagi Peserta Pelatihan dalam bentuk: a. Bantuan tutorial
akademik. b. Informasi dan bimbingan karir. c. Konseling pribadi dan sosial.
Standar 3. Pelatih dan Tenaga Kependidikan Lainnya
1. Unit Pelatihan memiliki sistem rekrutmen dan seleksi Pelatih dan tenaga kependidikan lainnya.
2. Unit Pelatihan memiliki sistem pengelolaan Pelatih dan tenaga kependidikan lainnya.
3. Unit Pelatihan memiliki profil Pelatih dan tenaga kependidikan lainnya yang didukung oleh data dan
evidensi yang lengkap dan valid, termasuk mutu, kualifikasi; pengalaman, ketersediaan (kecukupan,
kesesuaian, dan rasio dosen-Peserta Pelatihan ).
4. Unit Pelatihan memiliki catatan lengkap dan bukti-bukti hasil karya akademik Pelatih (hasil pengkajian
dan karya lainnya).
5. Unit Pelatihan memiliki peraturan kerja dan kode etik yang komprehensif.
6. Unit Pelatihan memiliki rancangan pengembangan staf yang telah dan akan dilaksanakan.
7. Unit Pelatihan menjamin keberlanjutan pengadaan dan pemanfaatan Pelatih dan tenaga kependidikan
lainnya sesuai dengan kebutuhan.
Standar 4. Kurikulum dan Pengembangannya
1. Unit Pelatihan memiliki kurikulum yang sesuai dengan visi, misi, tujuan, dan sasaran Unit Pelatihan.
2. Kurikulum program-program dalam Unit Pelatihan relevan dengan tuntutan dan kebutuhan
stakeholders.
3. Kurikulum program-program dalam Unit Pelatihan memiliki struktur dan isi yang sesuai dengan
tuntutan masyarakat dalam hal keluasan, kedalaman, koherensi, penataan/organisasinya.
4. Kurikulum program-program dalam Unit Pelatihan memiliki rumusan kompetensi dan etika lulusan yang
diharapkan.
5. Kurikulum program-program dalam Unit Pelatihan memenuhi derajat integrasi materi pembelajaran
(intra dan antar disiplin ilmu).
6. Kurikulum program-program dalam Unit Pelatihan memiliki mata latih pilihan yang merujuk pada
harapan/kebutuhan Peserta Pelatihansecara individual/ kelompok Peserta Pelatihantertentu.
7. Kurikulum program-program dalam Unit Pelatihan menjamin peluang bagi Peserta Pelatihanuntuk
mengembangkan diri berupa kesempatan untuk melanjutkan studi, mengembangkan pribadi,
memperoleh pengetahuan dan pemahaman materi khusus sesuai dengan bidang studinya,
mengembangkan keterampilan yang dapat dialihkan (transferable skills)., terorientasi ke arah karir, dan
pemerolehan pekerjaan.
Standar 5. Sarana dan Prasarana
1. Unit Pelatihan memiliki sarana dan prasarana yang cukup dan relevan untuk digunakan sebagai
pendukung penyelenggaraan program-programnya.
2. Unit Pelatihan mengelola, memanfaatkan, dan memelihara sarana dan prasarana secara efisien dan
efektif.
3. Unit Pelatihan menyediakan gedung, ruang kuliah, laboratorium, ruang perpustakaan, dll. untuk
mendukung penyelenggaraan program pelatihan, pengkajian dan program labolatorium dalam ruang
pengujian dan lapangan.
4. Unit Pelatihan menyediakan fasilitas komputer untuk mendukung penyelenggaraan program pelatihan,
pengkajian dan program labolatorium dalam ruang pengujian dan lapangan.
5. Unit Pelatihan menjamin keberlanjutan pengadaan, pemeliharaan dan pemanfaatan sarana dan
prasarana secara tepat.
Standar 6. Sistem Pendanaan
1. Unit Pelatihan merancang dan merinci sumber dana untuk mendukung penyelenggaraan program-
programnya.
2. Unit Pelatihan memiliki sistem alokasi dana yang efektif dan efisien.
3. Unit Pelatihan menata pengelolaan dana dan memelihara akuntabilitas pemanfaatannya.
4. Unit Pelatihan menjamin keberlanjutan pengadaan dana dan pemanfaatannya.
5. Unit Pelatihan mengembangkan sumber dana dari pemanfaatan jasa palatihan
Standar 7. Penatakelolaan (Governance)
1. Unit Pelatihan memiliki sistem nilai dasar sebagai rujukan utama dalam penyelenggaraan program-
programnya.
2. Unit Pelatihan memiliki dan menerapkan sistem pengeloan kelembagaan yang menjadi rujukan bagi
pengelolaan pada tingkat dibawahnya.
3. Unit Pelatihan memiliki dan menerapkan sistem kepemimpinan yang efektif dan efisien.
4. Unit Pelatihan memiliki dan menerapkan sistem untuk memotivasi civitas pelatihan dalam
pengembangan kebijakan, serta pengelolaan dan koordinasi pelaksanaan program.
5. Unit Pelatihan memiliki dan menerapkan sistem perencanaan program jangka panjang (Renstra), serta
monitoring pelaksanaannya sesuai dengan visi, misi, tujuan dan sasaran Unit Pelatihan.
Standar 8. Sistem Pengelolaan
1. Unit Pelatihan menerapkan kepemimpinan yang efisien dan efektif.
2. Unit Pelatihan merancang dan melaksanakan program evaluasi kelembagaan/program dan pelacakan
lulusan.
3. Unit Pelatihan melaksanakan perencanaan dan pengembangan program dengan memanfaatkan hasil
evaluasi internal dan eksternal.
4. Unit Pelatihan memiliki dan melaksanakan program kerjasama dan kemitraan dengan lembaga lain.
5. Unit Pelatihan memonitor dan menilai dampak hasil evaluasi program terhadap pengalaman dan
mutupembelajaran Peserta Pelatihan .
Standar 9. Sistem Pembelajaran
1. Unit Pelatihan mempunyai rumusan mengenai misi pembelajaran
2. Unit Pelatihan memiliki dan menerapkan rumusan strategi dan Pedoman Pembelajaran
3. Unit Pelatihan memiliki dan menggunakan Pedoman tentang Bimbingan Belajar dan Tutorial Peserta
Pelatihan .
4. Unit Pelatihan memiliki dan menggunakan Pedoman penilaian kemajuan dan keberhasilan belajar
Peserta Pelatihan
Standar 10. Suasana Akademik
1. Unit Pelatihan memiliki sarana yang diperlukan untuk memelihara interaksi dosen-Peserta Pelatihan,
baik di dalam maupun di laboratorium lapangan, dan untuk menciptakan iklim yang mendorong
perkembangan dan kegiatan akademik/profesional.
2. Unit Pelatihan memiliki dan menerapkan cara untuk mendorong interaksi kegiatan akademik pelatih,
Peserta Pelatihandan civitas pelatihanlainnya.
3. Unit Pelatihan memiliki dan melaksanakan rancangan menyeluruh untuk mengembangkan suasana
akademik yang kondusif untuk pembelajaran, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
4. Unit Pelatihan memiliki dan menerapkan metode untuk mengembangkan pribadi gemar belajar pada
Pelatih, Peserta Pelatihan , dan tenaga kependidikian lainnya
Standar 11. Lulusan Pelatihan dan Kinerjanya
1. Unit Pelatihan memiliki catatan data dan informasi yang komprehensif tentang kemajuan dan hasil
pembelajaran Peserta Pelatihan .
2. Unit Pelatihan memiliki dan menerapkan kriteria keberhasilan belajar dalam bentuk profil kompetensi
Peserta Pelatihanyang diharapkan.
3. Unit Pelatihan memiliki catatan yang komprehensif tentang kepuasan Peserta Pelatihandengan hasil
pemebelajarannya.
4. Unit Pelatihan memiliki catatan data dan informasi yang komprehensif tentang kepuasan pengguna
lulusan.
5. Unit Pelatihan melaksanakan usaha untuk menjamin keberlanjutan penyerapan lulusan oleh pasar
kerja.
6. Unit Pelatihan memiliki dan menerapkan sistem pelacakan lulusan untuk mengetahui kinerja lulusan
dan kepuasan pengguna lulusan, dan memanfaatkan hasilnya untuk perbaikan program-programnya.
Standar 12. Penelitian, Publikasi, karya tulis, Karyal novatif, Layanan kepada Masyarakat, dan hasil
Lainnya, serta pemanfaatannya
1. Unit Pelatihan memiliki catatan data dan informasi mengenai kualitas, produktivitas, relevansi sasaran,
dan efisiensi pemanfaatan dana penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.
2. Unit Pelatihan memiliki agenda berkelanjutan dan diseminasi hasil penelitian dan pengabdian kepada
masyarakat.
3. Unit Pelatihan memiliki rancangan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat yang dilakukan
bersama antara dosen dan peserta.
4. Unit Pelatihan memiliki catatan data dan informasi mengenai kegiatan dan hasil penelitian yang
dilakukan oleh peserta, didukung dengan dokumentasinyayang lengkap.
5. Unit Pelatihan memiliki pedoman untuk menghubungkan pengaj aran dengan penelitian dan
pengabdian kepada masyarakat.
6. Unit Pelatihan memiliki catatan data dan informasi lengkapmengenai kegiatan penelitian dan publikasi
dosen.
7. Unit Pelatihanmerancang dan melaksanakan sistem kerj a sama dan kemitraan dalam penelitian
dengan lembaga penelitian lain di dalam danluarnegeri.
8. Unit Pelatihan memiliki pedoman penulisan karya tulis ilmiah untuk menjamin mutu dan ketepatan
waktu penyelesaiannya.
9. Unit Pelatihan memiliki dan memanfaatkan publikasi hasil kajian, karya inovatif, dan rangkuman tesis
10. Unit Pelatihan memiliki dan memanfaatkan produk ilmiah berupa model-model, hak paten, hasil
pengembangan prosedur kerja, produk fisik sebagai hasil penelitian.
Standar 13. Sistem Informasi
1. Unit Pelatihan merancang pengembangan sistem informasi dan melaksanakannya secara efisien dan
efektif.
2. Unit Pelatihan memiliki sumber daya manusia, sarana dan prasarana pendukung dengan jumlah dan
mutu yang sesuai dengan yang dibutuhkan untuk penyelenggaraan sisrtem informasi.
3. Unit memanfaatkan sistem informasi secara efisien dan efektif.
4. Unit Pelatihan memiliki dan memanfaatkan on-campus connectivity devices (intranet).
5. Unit Pelatihan memiliki dan memanfaatkan global connectivity devices (internet).
Standar 14. Sistem Jaminan Mutu Internal
1. Unit Pelatihan memiliki Satuan Penjaminan Mutu (SPM).
2. SPM mengembangkan dan melaksanakan sistem jaminan mutu secara efisien dan efektif.
3. SPM mengembangkan dan menerapkan standar jaminan mutu Unit Pelatihan.
4. SPM mengembangkan dan menerapkan kriteria keberhasilan lembaga SPM.
5. SPM melaksanakan tugas dan fungsinya secara efektif dan efisien.
6. SPM memotivasi pengembangan dan pelaksanaan penj aminan mutu pada tingkat fakultas, jurusan
dan program studi.
7. SPM memonitor dampak proses penj aminan mutu terhadap pengalaman dan mutu hasil belajar
Peserta Pelatihan .
8. SPM memiliki dan menerapkan metodologi baku mutu (benchmarking).
9. SPM melaksanakan evaluasi internal Unit Pelatihan secara berkelanjutan.
10. SPM mempersiapkan evaluasi eksternal/akreditasi oleh lembaga yang berwewenang.
11. SPM memanfaatkan hasil evaluasi internal dan eksternal dalam perbaikan dan pengembangan
progrman-program Unit Pelatihan.
12. SPM melaksanakan kerja sama dan kemitraan dengan instansi terkait.
Standar 15. Mutu Program Studi
1. Unit Pelatihan memiliki program studi yang teruji mutunya.
2. Program studi sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
3. Unit Pelatihan memiliki dan menerapkan kriteria untuk menilai mutu program studi.
4. Unit Pelatihan memiliki dan menggunakan instrumen untuk menilai mutu program studi.

BAB XVI
SKALA PENILAIAN KINERJA PELATIHAN

A. Pengantar
Daftar pernyataan karakteristik kinerja lembaga pelatihan terutama digunakan dalam penilaian-diri (self-
assessment) atau pengkajian-diri (self-review) yang dilakukan oleh unit pelatihan di lingkungan mengenai
keadaan dan kinerjanya dengan cara mengkaji kecocokan keadaan dan kinerjanya itu dengan setiap
pernyataan terkait.
Pernyataan-pernyataan itu dapat pula digunakan dalam rangka pengkajian internal yang dilakukan oleh
pihak dalam lingkungan lembaga pelatihan tersebut, atau kadang-kadang mengikutsertakan pula pihak di
luar lembaga pelatihan yang bersangkutan, misalnya personil kalangan profesi atau pengguna lulusan
lembaga pelatihan yang sengaja dihadirkan.
Penilaian atau pengkajian-diri itu dilakukan dengan menelaah keadaan, kinerja, informasi, data dan bukti-
bukti lainnya yang ada di program eplatihan dan mencocokkannya dengan setiap pernyataan karakteristik
terkait, dengan kriteria umumnya ditetapkan sebagai berikut:
1. Patut dicontoh (exemplary), yaitu apabila aspek yang dinilai sepenuhnya memenuhi persyaratan
karakteristik terkait, serta memperlihatkan adanya inovasi dan dilaksanakan secara efektif, dan
bermanfaat untuk didesiminasikan kepada Program Pelatihanlain.
2. Memenuhi syarat (compliant), yaitu apabila aspek yang dinilai sepenuhnya memenuhi persyaratan
karakteristik terkait.
3. Sebagian memenuhi syarat (partially compliant), yaitu apabila aspek yang dinilai sebagian memenuhi
persyaratan karakteristik terkait, tetapi memerlukan bantuan tertentu untuk dapat memenuhi persyaratan
itu.
4. Tidak memenuhi syarat (not compliant), yaitu apabila aspek yang dinilai tidak memenuhi persyaratan
karakteristik terkait, dan Program Pelatihandituntut untuk melakukan tindakan yang diperlukan untuk
memperbaikinya.
5. Tidak sesuai (not relevant), yaitu apabila aspek yang dinilai sama sekali tidak sesuai dengan
persyaratan karakteristik terkait.
Berdasarkan hasil kajian-diri ini, setiap unit pelatihan dapat membuat profil dirinya menurut pernyataan-
pertanyaan yang ditetapkan. Selanjutnya, satuan pelatihan dapat menggunakan semua hasil evaluasi diri
yang akan dipergunakan untuk akreditasi lembaga yang bersangkutan yang akan dilakukan oleh aksesor
yang ditunjuk dengan menggunakan borang akreditasi dan porto folio lembaga pelatihan.
Pada paparan berikut ini didisajikan Skala Penilaian, dengan menyajikan karakteristik kinerja Program
Pelatihansebagai pernyataan-pernyataan karakteristik kinerjaProgram Pelatihanyang baik (statements of
good practice), beserta skala penilaian (A, B, C, D dan E) seperti yang dikemukakan di atas.
Anda dapat mencocokkan keadaan dan kinerja Program PelatihanAnda dengan menggunakan skala
penilaian tersebut. Pengerjaannya dapat dilakukan dalam LembaranJawaban yang disediakan.

B. Penilaian Kinerja Pelatihan


PERNYATAAN TENTANG STANDAR KINERJA Penilaian-diri
ABCDE
I. Visi Program Pelatihan
1. Program Pelatihan memiliki rumusan visi yang merupakan rumusan kehendak yang mendasari dan
menjadi rujukan dalam menentukan tujuan atau keadaan masa depan yang secara khusus diharapkan
oleh suatu Program Pelatihan dalam kurun vaktu tertentu, dan mengandung apresiasi serta merujuk etika
Program Pelatihan yang mewarnai rumusan misi dan semua upaya untuk mewujudkannya.
2. Rumusan dan upaya pencapaian visi mencakup indikator sebagai berikut.
a. Berorientasi ke masa depan dalam kurun waktu tertentu, dan bukan sekedar proyeksi dari keadaan
masa kini.
b. Keyakinan akan keadaan masa depan yang jauh lebih baik.
c. Konsisten dengan perkembangan sejarah, budaya, dan nilai-nilai program latihandan masyarakat.
d. Mencerminkan standar keunggulan cita-cita tinggi yang hendak dicapai dan kompetensi yang hendak
dihasilkan.
e. Mencerminkan dorongan yang kuat akan tumbuhnya inspirasi, semangat, ambisi positif, dan komitmen
peserta pelatihan Program Pelatihan.
f. Menjadi dasar dan acuan bagi perubahan dan pengembangan Program Pelatihansecara sistemik dan
sistematik serta rasional.
g. Menjadi dasar dan acuan bagi perumusan misi, sasaran dan tujuan Program Pelatihan /lembaga
perguman tinggi dan pelaksanaannya.
II. Misi, Tujuan dan Sasaran
3. Setiap Program Pelatihan memiliki rumusan yang jelas dan spesifik mengenai misi yang
membedakannya dari Program Pelatihanlain
4. Misi Program Pelatihanmerupakan penjabaran visi dalam bentuk rumusan tugas, kewajiban, dan
rancangan tindakan yang dijadikan arahan bagi pengembangan program pendidikan/pengajaran,
pengkajian dan aplikasi kepada masyarakat
5. Program Pelatihan mempunyai sasaran yang dispesifikasikan dalam bentuk profil kemampuan dan
bakat peserta pelatihan yang berhasil menyelesaikannya.
6. Program Pelatihan memiliki tujuan yang berupa pernyataan tentang hasil belajar khusus yang
diharapkan dalam bentuk
a. Pengetahuan dan pemahaman mengenai bidang ilmu khusus tertentu (subject specific knowledge and
understanding).
b. Keterampilan pokok, termasuk keterampilan kognitif, keterampilan profesional/praktis yang berkaitan
dengan bidang ilmu khusus tertentu.
c. Sikap /profesional.
7. Tujuan dan sasaran Program Pelatihan mencakup deskripsi yang jelas dan spesifik mengenai:
a. Hal-hal yang ingin dicapai oleh Program Pelatihan;
b. Mutu keluaran yang diharapkan;
c. Ciri dan profil kemampuan yang diharapkan;
d. Standar minimal yang haras dicapai yang berkaitan dengan ciri-ciri itu;
e. Kondisi minimal yang haras dipenuhi untuk mencapai tujuan yang telah dideskripsikan, yang meliputi
variabel masukan, proses, dan kondisi lingkungan;
f. Rincian tujuan yang dijadikan rujukan bagi setiap langkah operasional dalam perencanaan program
kegiatan, dalam pelaksahaannya, dan dalam penilaian keberhasilannya;
g. Upaya yang perlu dilakukan untuk mencapai tujuan/hasil yang diharapkan
8. Program pelatihan menggunakan misi, sasaran, dan tujuannya sebagai landasan dalam
mengembangkan setiap komponen dari seluruh program, termasuk:
a. Rekrutmen, seleksi peserta pelatihan
b. Rekrutmen, seleksi dan induksi pelatih dan tenaga kependidikan
c. Sarana dan prasarana;
d. Pembiayaan;
e. Pengelolaan program;
f. Sistem pembelajaran;
g. Bantuan/pembimbingan peserta pelatihan;
h. Evaluasi dan penilaian
9. Program pelatihan menerapkan misi, sasaran, dan tujuannya dalam melaksanakan:
a. Rekrutmen, seleksi dan penyelarasan peserta latihan;
b. Rekrutmen, seleksi dan penyelarasan pendidik dan tenaga kependidikan;
c. Pengembangan sarana dan prasarana;
d. Pemanfaatan biaya;
e. Pengelolaan program;
f. sistem pembelajaran;
g. bantuan/pembimbingan peserta pelatihan;
h. evaluasi dan penilaian.
10. Program Pelatihan menerapkan misi, sasaran, dan tujuannya dalam melaksanakan:
a. rekrutmen, seleksi dan penyelarasan peserta pelatihan;
b. rekrutmen, seleksi dan penyelarasan pelatih dan tenaga kependidikan;
c. pengembangan sarana dan prasarana;
d. pemanfaatan biaya;
e. pengelolaan program;
f. pembelajaran;
g. bantuan/pembimbingan peserta pelatihan;
h. evaluasi program dan penilaian keberhasilan peserta pelatihan;
i. peningkatan kualitas Program Pelatihan
III. Peserta Pelatihan
1. Program Pelatihan mempunyai pedoman seleksi calon peserta pelatihan, berisi deskripsi tentang
kebijakan yang dikembangkan dengan menggunakan bukti-bukti yang tepat dan lengkap mengenai
potensi calon peserta pelatihan untuk mencapai suatu gelar dan atau kemampuan untuk memenuhi
persyaratan profesional.
2. Sebelum memasuki Program Pelatihan , calon terlatih diberi informasi tentang kebijakan seleksi calon
peserta pelatihan.
3. Petugas seleksi memahami dan menerapkan kebijakan lembaga pelatihan mengenai seleksi calon
peserta pelatihan.
4. Pada saat memasuki lembaga pelatihan, peserta pelatihan diberi informasi yang lengkap mengenai
Program Pelatihan secara keseluruhan seperti telah disiapkan dalam Pedoman Program Pelatihan ,
berisi informasi yang telah dispesifikasikan dari Pedoman Penyelenggara-an Program pada tingkat
perguruan tinggi.
5. Pedoman Program pelatihan menyertakan informasi kepada peserta pelatihan mengenai:
a. sasaran dan tujuan Program Pelatihan ;
b. isi kurikulum, termasuk rangkuman matalatih utama dan matalatih pelengkap lainnya disertai kontribusi
setiap matalatih terhadap keseluruhan kompetensi yang akan dipelajari;
c. metode pembelajaran, termasuk peluang untuk belajar mandiri;
d. metode penilaian;
e. kriteria pemberian nilai yang berupa tingkat pencapaian yang dipersyaratkan oleh lembaga pelatihan
f. tatacara ujian;
g. standar yang berlaku bagi program yang disajikan;
h. informasi yang diperlukan mengenai program pelatihan terkait.

6. Pedoman Program Pelatihan menyertakan informasi kepada peserta pelatihan mengenai peraturan-
peraturan yang berlaku pada program pelatihan, termasuk:
a. struktur dan penanggalan program pelatihan;
b. peraturan-peraturan yang berkaitan dengan Program Pelatihanyang tercantum dalam Kalender
program pelatihan;
c. persyaratan kehadiran dan sangsi-sangsi bagi ketidakhadiran peserta pelatihan sebagaimana
ditetapkan dalam ketentuan pada tingkat program pelatihan;
d. persyaratan bagi pemasukan tugas-tugas, sangsi-sangsi bagi tidak dimasukkannya tugas, dan batas
tanggal pemasukan tugas;
e. penataan ujian dan penataan ujian-ulang;
f. kebijakan mengenai sangsi terhadap penyimpangan dalam ujian, misalnya plagiarisme
7. Pedoman Program latihan mengatur dukungan akademik bagi peserta pelatihan termasuk:
a. saran-saran dalam memilih matalatih;
b. penataan balikan bagi tugas-tugas yang dimasukkan;
c. program penyesuaian/induksi peserta latihan;
d. fasilitas perpustakaan;
e. fasilitas komputer;
f. fasilitas laboratorium sesuai dengan yang diperlukan jalur-jalur yang tepat untuk mengajukan keluhan,
misalnya pembimbing akademik, ketua Program Pelatihan
8. Pedoman Program Pelatihan mengatur bantuan pribadi bagi peserta pelatihan, termasuk:
a. bimbingan pribadi;
b. penunjukan dan perubahan pembimbing pribadi peserta latihan;
c. pemberian layanan konseling bagi peserta latihan;
d. pemberian layanan bimbingan karir.
9. Pedoman Program Pelatihan mengatur prosedur evaluasi peserta latihan terhadap mutu program
pendidikan:
a. penggunaan angket penilaian anonim;
b. mekanisme pertimbangan terhadap hasil angket;
c. mekanisme balikan terhadap hasil evaluasi peserta pelatihan.
10. Peserta latihan yang baru mengikuti studi memahami:
a. sasaran dan tujuan tingkatan program yang dimasukinya;
b. kurikulum untuk tingkatan program yang dimasukinya;
c. metode pembelajaran dan penilaian untuk tingkatan program yang dimasukinya
d. matalatih yang akan ditempuhnya sebagai bagian dari keseluruhan program pendidikan yang disajikan
dalam bentuk garis besar (outline).
11. Garis besar setiap matalatih berisi:
e. penjabaran sasaran, tujuan dan hasil belajar yang diharapkan dari setiap matalatih, termasuk
keterampilan-keterampilan pokok;
f. penjelasan garis besar isi setiap matalatih;
g. penjelasan garis besar metode mengajar dan belajar;
h. penjelasan garis besar jenis penilaian;
i. penjelasan garis besar metode penilaian;
j. penjelasan garis besar jadwal penilaian;
k. spesifikasi persyaratan untuk mengikuti suatu mata pelatihan serta nilai kredit setiap matalatih;
l. rincian persyaratan kehadiran dan persyaratan
lainnya;
m. daftar staf pengajar;
n. acuan studi yang diperlukan
IV. Kurikulum
1. Program Latihan memiliki kurikulum yang merupakan rancangan dari selurah kegiatan Program
Latihan, terutama yang berkenaan dengan pembelajaran.
2. Kurikulum Program Latihan dikembangkan, dilaksanakan, dikendalikan dan dievaluasi, sehingga
memiliki ciri-ciri yang merupakan kriteria atau standar mutu, sesuai dengan tuntutan kompetensi dari
ikatan profesi, serta lingkungan/ masyarakat dan kebutuhan peserta latihan .
3. Kurikulum yang ditawarkan dideskripsikan secara jelas dan tepat dalam bentuk penerbitan.
4. Peserta latihan memiliki peluang untuk:
a. melakukan interaksi yang bermakna dengan pelatih ;
b. melibatkan diri dalam kegiatan pelatihan baik di sekitar ruangan maupun di luar ruangan;
c. melakukan antar hubungan dengan pengembang keilmuan yang memiliki kaitan dengan pelatihan;
d. melakukan interaksi yang bermakna antar sebaya di antara para peserta latihan ;
e. memperoleh penilaian yang mendalam dari pelatih .
5. Struktur kurikulum mencakup:
a. landasan dan tujuan keseluruhan kurikulum;
b. kode dan nama mata-mata latih, bobot, dan persebarannya dalam setiap program;
c. garis besar isi setiap matalatih;
d. perkembangan/perubahan kurikulum.
6. Program Latihan memiliki standar program yang dirumuskan dalam bentuk pernyataan-pernyataan
secara eksplisit dan spesifik, yang mencerminkan tingkat perolehan kemampuan dalam bentuk:
a. pengetahuan dan pemahaman mengenai bidang yang memiliki kaitan strategik dengan pelatihan
b. keterampilan-keterampilan pokok sebagaimana dicantumkan dalam rumusan tujuan.
c. sikap-sikap akademik profesional
7. Kurikulum mencerminkan tuntutan bagi peserta latihan untuk memunculkan dan pengembangkan:
a. kematangan intelektual;
b. penguasaan pengetahuan yang kompleks dan spesifik;
c. kreativitas dan kemandirian
8. Kurikulum bagi peserta latihan untuk melaksanakan praktikum dan kerja lapangan dengan proporsi
yang wajar antara teori dan praktek, yang berfungsi sebagai:
a. pelatihan dalam penerapan pengetahuan yang dikajinya;
b. pembuktian dalil-dalil yang dikajinya;
c. pembentukan keterampilan yang diharapkan;
d. penuntasan keseluruhan program pendidikan yang diikutinya;
V. Pelatih dan Tenaga Kependidikan Lainnya
1. Program Latihan dilengkapi dengan pelatih dan tenaga administrasi yang memadai untuk
menyelenggarakan program-programnya
2. Pelatih penyelenggara Program Latihan memiliki kualifikasi pendidikan dalam bidang keahliannya,
minimal:
a. Setara sarjana (SI)
3. Pelatih dan tenaga administrasi penyelenggara Program Latihan memiliki karakteristik:
a. mutu dan banyaknya cukup untuk melaksanakan pendidikan/pengajaran, pembimbingan, pengkajian
dan aplikasi kepada masyarakat;
b. kepedulian dan kehendak untuk mencapai hasil kinerja yang bermutu tinggi;
c. kemampuan dan keterampilan akademik/ administratif/profesional;
d. kemampuan dan kesediaan untuk melaksanakan fungsi program latihan yang mencakup
pendidikan/pengajaran, pengkajian dan aplikasi kepada masyarakat;
e. kemampuan dan kesediaan untuk melaksanakan interaksi dengan peserta latihan , pelatih lainnya, dan
pimpinan program;
4. Selain peserta pelatihan, pelatih penyelenggara Program Latihan:
a. melakukan pengkajian yang hasilnya dipublikasikan;
b. menulis karya ilmiah yang dipublikasikan;
c. melibatkan peserta latihan daram kegiatan pengkajian ;
d. membimbing pengkajian peserta latihan .
5. Program Latihan menyampaikan proposal pengembangnan staf kepada lembaga pelatihan terkait.
6. Semua staf yang terlibat dalam pengajaran memahami:
a. sasaran dan tujuan, kurikulutn, dan metode belajar-mengajar serta penilaian yang berkaitan dengan
matalatih yang mereka berikan;
b. kaitan antara matalatih yang diberikannya dengan tingkatan program dan keseluruhan program
pendidikan;
c. sasaran dan tujuan, kurikulum, metode belajar-mengajar serta penilaian, dan standar-standar dari
keseluruhan Program Latihan.
7. Lembaga pelatihan memiliki program pengadaan dan pengembangan staf, dan melaksanakannya
sesuai dengan kebutuhan, yang mencakup komponen-komponen:
d. pedoman mengenai proses rekruitmen dan seleksi calon pelatih, sesuai dengan tuntutan kurikulum;
e. deskripsi yang jelas mengenai persyaratan yang harus dipenuhi oleh pelatih /calon pelatih berkenaan
dengan tingkat pendidikan dan pengalaman serta kerhampuan pengkajian ;
f. sumber dana yang memadai untuk menarik dan mempertahankan staf pengajar yang bermutu;
g. rancangan untuk memanfaatkan tenaga pengajar luar biasa yang memiliki kepakaran, baik dari dalam
maupun luar negeri;
h. penataan akses peserta latihan dengan pengajar luar biasa;
i. penataan keseimbangan beban kerjan pelatih ;
j. tanggung jawab dan peranan pelatih ;
k. hubungan/kemitraan antara pelatih dengan masyarakat pengguna lulusan Program Latihan;
l. kendali dan evaluasi mutu dan kinerja pelatih pada segi akademik, sosial, pribadi dan interaksi dengan
peserta latihan serta teman sejawatnya;
m. rumusan tentang prosedur kerja yang harus ditaati oleh pelatih dan staf lainnya.
VI. Sarana dan Prasarana
1. Program Latihan dilengkapi/memiliki akses yang tinggi terhadap sarana dan prasarana yang memadai
untuk penyelenggaraan program pendidikan/pengajaran, pembimbingan, pengkajian , dan pengabdian
kepada masyarakat, yang mencakup:
a. bangunan dan prasarana lainnya, termasuk ruang belajar dan ruang kerja dan pemanfaatannya;
b. perabotan/peralatan pendukung dan pemanfaatannya;
c. perpustakaan dan pemanfaatannya;
d. laboratorium yang relevan dan pemanfaatannya;
e. alat bantu/media pendidikan/pengajaran dan pemanfaatannya;
f. fasilitas komputer: kuantitas, kualitas komputer dan pemanfaatannya oleh pelatih dan peserta latihan ;
g. perlengkapan khusus dan pemanfaatannya terutama dalam mendukung profesi jasa KA;
h. sarana bimbingan peserta latihan dan pemanfaatannya;
i. fasilitas lain dan pemanfaatannya: asrama, perumahan, dll.
2. Bangunan fisik termasuk ruang belajar dan ruang kerja yang dirancang secara khusus untuk kegiatan
proses belajar-mengajar, dan dilengkapi dengan perabotan dan peralatan yang diperlukan.
3. Program Latihan memiliki deskripsi yang jelas mengenai bangunan fisik termasuk lokasi, kemudahan
akses pencapaian, status kepemilikan, luas, dan mutu bangunan
4. Program Latihan memiliki/mempunyai akses yang tinggi terhadap:
a. perpustakaan sebagai sarana sumber belajar dan pengkajian bagi peserta latihan dan pelatih ;
b. laboratorium yang diperlukan untuk melaksanakan proses belajar-mengajar dan pengkajian oleh
peserta latihan dan pelatih ;
c. alat bantu/media pendidikan yang memadai untuk kelancaran proses belajar-mengajar;
d. perangkat komputer yang pesertaikan peluang kepada pelatih dan peserta latihan , baik dalam
pemrosesan kata dan data, maupun dalam melakukan akses terhadap sumber belajar-mengajar yang
mutakhir dan dalam jangkauan yang luas melalui internet dan sebagainya
VII. Pendanaan
5. Program Latihan memiliki alokasi pembiayaan yang sesuai dengan kebutuhan untuk
menyelenggarakan pendidikan/pengajaran, pembimbingan, pengkajian dan aplikasi kepada masyarakat,
sehingga program kegiatan yang dilakukan benar-benar dapat menunjang perwujudan visi, pelaksanaan
misi, dan pencapaian tujuan Program Latihan.
6. Rancangan pembiayaan Program Latihan mencakup:
a. anggaran belanja (pernyataan pendanaan) yang disiapkan untuk penyelenggaraan
pendidikan/pengajaran, pengkajian, dan aplikasi kepada masyarakat;
b. rancangan pemanfaatan anggaran belanja;
c. sumber dana anggaran belanja;
d. upaya/kegiatan khusus untuk menyediakan dana tambahan;
e. dana khusus pengembangan program;
f. dana khusus pengembangan dan pemanfaatan staf
g. dana khusus sarana/prasarana: jumlah, pengadaan, dan pemanfaatannya;
h. pertanggungjawaban anggaran belanja Program Latihan.
7. Program Latihan beroperasi berdasarkan anggaran belanja yang disiapkan sesuai dengan dana yang
dibutuhkan untuk penyelenggaraan pendidikan yang baik, termasuk anggaran biaya operasional serta
pengadaan dan pemeliharaan berbagai sumber daya yang diperlukan.
8. Setiap awal tahun anggaran, Program Latihan mengusulkan pendanaan dengan menyertaikan
gambaran yang jelas dan cermat, serta alasan untuk setiap butir pendanaan itu.
9. Setiap akhir tahun anggaran, Program Latihan mengusulkan rancangan pendanaan untuk tahun
berikutnya.
10. Setiap akhir tahun anggaran, Program Latihan menerbitkan laporan/pertanggungjawaban
pemanfaatan dana pada tahun anggaran yang bersangkutan.
VIII. Pengelolaan Program
1. Lembaga pelatihan memiliki Pedoman Pengelolaan Program Latihan tertulis yang merupakan
ketentuan dan peraturan untuk menunjang pencapaian misi dan tujuannya, yang mencakup pengelolaan:
a. kurikulum dan proses pembelajaran;
b. ketenagaan (pelatih dan tenaga administrasi);
c. peserta latihan , termasuk penerimaan peserta latihan , monitoring kemajuan yang dicapai,
penanganan terhadap keluhan-keluhan peserta latihan , pertum-buhan keadaan peserta latihan ,
penanganan putus pelatihan;
d. sistem evaluasi, termasuk penelusuran dan pendataan para lulusan, dan penggunaan berbagai
metode penilaian untuk mengetahui sejauh mana tujuan-tujuan program telah dicapai;
e. sarana/prasarana dan pembiayaanpersonil organisasi Program Latihan yang memiliki kemampuan dan
keterampilan akademik dan atau administratif yang diharapkan, dan upaya Program Latihan dalam
meningkatkan kemampuan dan keterampilan personilnya;
f. sistem kerjasama Program Latihan dengan instansi lain: instansi atau pihak di luar lembaga pelatihan
yang menjadi mitra kerja sama Program Latihan, keselarasan tujuan kerja sama/kemitraan dengan misi
dan tujuan Program Latihan, manfaat yang diharapkan dari kerjasama/kemitraan, dan rencana
pengembangan kerja sama/kemitraan untuk masa yang akan datang, dikaitkan dengan visi, misi, dan
tujuan Program Latihan
2. Lembaga pelatihan memiliki Unit Khusus Kendali Mutu yang berfungsi mengkaji dan mengendalikan
kualitas semua Program Latihan, termasuk:
a. sasaran dan tujuan program berdasarkan relevansinya dengan bidang studi.
b. sasaran dan tujuan program berdasarkan relevansinya dengan bidang pekerjaan, dengan
memperhatikan pendapat-pendapat dari peserta latihan, lulusan, lembaga profesional terkait dan
pendapat para pengguna lulusan;
c. isi dan organisasi program dalam kaitannya dengan pencapaian sasaran dan tujuan;
d. metode belajar-mengajar dan penilaian dalam kaitannya dengan pencapaian sasaran dan tujuan;
e. standar-standar program dalam kaitannya dengan pelestarian standar-standar itu dalam kurun waktu
tertentu dan pembandingannya dengan lembaga lain;
f. kebijakan mengenai seleksi calon peserta latihan dalam kaitannya dengan keberlanjutan kemampuan
Program Latihan untuk menarik minat calon peserta latihan yang memiliki potensi untuk menyelesaikan
gelar yang diberikan oleh Program Latihan dan atau potensi untuk memenuhi tuntutan profesional;
g. program penyesuaian peserta latihan baru dalam mempersiapkan peserta latihan untuk memperoleh
gelar;
h. program penyesuaian peserta latihan yang kembali mengikuti studi;
i. program penyesuaian peserta latihan yang kembali mengikuti studi;
j. mekanisme penyesuaian pelatih kepada program terkait;
k. mutu pengajaran dalam program dengan memperhatikan hasil evaluasi dari peserta latihan , dan
setiap permasalahan dan masalah umum yang ditemukan dalam rangka pengamatan sejawat (peer
observation);
l. mekanisme pemberian balikan kepada peserta latihan tentang hasil penilaian;
m. kemajuan peserta latihan setiap angkatan, dan apabila kemajuan peserta latihan itu tidak dapat
diterima, Unit Khusus Kendali Mutu berupaya untuk mengungkap sebab-sebanya dan melakukan
penyesuaian yang diperlukan;
n. kemajuan peserta latihan dalam memperoleh dan melaksanakan pekerjaannya setelah lulus, dan
apabila kemajuan itu tidak dapat diterima, Unit Khusus Kendali Mutu berupaya untuk mengungkapkan
sebab-sebanya dan melakukan penyesuaian yang diperlukan.
IX. Proses Belajar-mengajar
1. Program Latihan memiliki Pedoman Sistem Pembelajaran tertulis yang komprehensif dan operasional,
terpusat pada peserta latihan , merujuk kepada dan diselaraskan dengan sasaran dan tujuan Program
Latihan, yang berisi penataan mengenai:
a. metode pembelajaran dan penerapannya;
b. kelengkapan sarana pembelajaran dan pemanfaatannya;
c. perencanaan pembelajaran dan penerapannya oleh pelatih ;
d. interaksi pelatih dengan peserta latihan dan implementasinya;
e. pengawasan dan kendali mutu pembelajaran;peluang peserta latihan untuk mengakses dan
memanfaatkan fasilitas pendukung pembelajaran; peluang peserta latihan untuk melakukan interaksi
akademik dengan pihak tertentu di dalam dan di luar disiplin ilmu yang ditekuninya.
2. Kesempatan bagi peserta latihan untuk belajar mandiri dirancang dalam kaitannya dengan sasaran
dan tujuan Program Latihan
3. Kesempatan bagi peserta latihan untuk belajar mandiri meningkat selama peserta latihan mengikuti
Program Latihan.
X. Pengkajian dan Aplikasi kepada masyarakat
1. Lembaga pelatihan memiliki program pengkajian yang dirancang dan dilaksanakan dengan melibatkan
pelatih dan peserta latihan .
2. Lembaga pelatihan menyediakan biaya dan sarana yang memadai untuk pengkajian yang
dilaksanakan oleh pelatih dan atau peserta latihan baik secara perorangan maupun kelompok.
3. Biaya pengkajian diberikan kepada pelatih /peserta latihan berdasarkan proses kompetitif.
4. Pengkajian yang dipersyaratkan bagi peserta latihan dirancang dalam kurikulum terpadu dengan
kegiatan pembelajaran.
5. Lembaga pelatihan memiliki Pedoman Pelaksanaan Pengkajian tertulis yang digunakan oleh semua
pihak terkait di lembaga pelatihan untuk mengajukan proposal, memilih proposal yang dapat diterima dan
dilaksanakan, penganugrahan biaya, tatacara pelaksanaan, pengawasan dan pengendalian mutu,
pelaporan, dan penerbitan hasil pengkajian .
6. Setiap pelatih mempunyai hak untuk mengajukan proposal dan memperoleh kesempatan untuk
melakukan pengkajian yang sesuai dengan bidang studinya, baik perorangan, kelompok maupun dengan
mengikutsertakan peserta latihan .
7. Pengkajian yang diajukan dan dilaksanakan di lembaga pelatihan mencakup:
a. pengkajian murni dalam rangka pengembangan ilmu;
b. pengkajian terapan dalam rangka pemecahan masalah tertentu;
c. pengkajian kebijakan dalam rangka pengembangan kebijakan;
d. pengkajian tindakan, dalam rangka pengembangan atau perbaikan kinerja tertentu.
8. Lembaga pelatihan memiliki program aplikasi kepada masyarakat yang dirancang dan dilaksanakan
dengan melibatkan pelatih dan peserta latihan.
9. Lembaga pelatihan menyediakan biaya dan sarana yang memadai untuk aplikasi kepada masyarakat
yang dilaksanakan oleh pelatih dan atau peserta latihan baik secara perorangan maupun kelompok.
10. Biaya aplikasi kepada masyarakat diberikan kepada pelatih /peserta latihan berdasarkan proses
kompetitif.
11. Lembaga pelatihan memiliki Pedoman Pelaksanaan Aplikasi kepada masyarakat tertulis yang
digunakan oleh semua pihak terkait di lembaga pelatihan untuk mengajukan proposal, memilih proposal
yang dapat diterima dan dilaksanakan, penganugrahan biaya, tatacara pelaksanaan, pengawasan dan
pengendalian mutu, pelaporan, dan penerbitan hasil aplikasi kepada masyarakat
12. Setiap pelatih mempunyai hak untuk mengajukan proposal dan memperoleh kesempatan untuk
melakukan aplikasi kepada masyarakat yang sesuai dengan bidang studinya, baik perorangan, kelompok
maupun dengan mengikutsertakan peserta latihan.
13. Aplikasi kepada masyarakat yang diajukan dan dilaksanakan di lembaga pelatihan dapat mencakup:
a. desiminasi penerapan hasil pengkajian ;
b. penerapan konsep tentang pengembangan masyarakat dalam berpartisipasi pada jasa layanan KA;
c. upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat tertentu, maupun peningkatan layanan KA;
d. pengkajian tindakan berbasis kolaborasi dengan masyarakat tertentu.
14. Dalam mengikuti studi, peserta latihan memiliki dan memanfaatkan:
a. kebebasan akademik dalam rangka pendidikan dan pengkajian secara bertanggungjawab;
b. peluang untuk berpartisipasi dalam pengkajian yang dilakukan oleh pelatih ;
c. pengkajian tindakan, dalam rangka pengembangan atau perbaikan kinerja tertentu
15. Lembaga pelatihan memiliki program aplikasi kepada masyarakat yang dirancang dan dilaksanakan
dengan melibatkan pelatih dan peserta latihan .
16. Lembaga pelatihan menyediakan biaya dan sarana yang memadai untuk aplikasi kepada masyarakat
yang dilaksanakan oleh pelatih dan atau peserta latihan baik secara perorangan maupun kelompok.
17. Biaya aplikasi kepada masyarakat diberikan kepada pelatih /peserta latihan berdasarkan proses
kompetitif.
18. Lembaga pelatihan memiliki Pedoman Pelaksanaan Aplikasi kepada masyarakat tertulis yang
digunakan oleh semua pihak terkait di lembaga pelatihan untuk mengajukan proposal, memilih proposal
yang dapat diterima dan dilaksanakan, penganugrahan biaya, tatacara pelaksanaan, pengawasan dan
pengendalian mutu, pelaporan, dan penerbitan hasil aplikasi kepada masyarakat.
19. Setiap pelatih mempunyai hak untuk mengajukan proposal dan memperoleh kesempatan untuk
melakukan aplikasi kepada masyarakat yang sesuai dengan bidang studinya, baik perorangan, kelompok
maupun dengan mengikutsertakan peserta latihan .
20. Aplikasi kepada masyarakat yang diajukan dan dilaksanakan di lembaga pelatihan dapat mencakup:
a. desiminasi penerapan hasil pengkajian ;
b. penerapan konsep tentang pembangunan masyarakat;
c. upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat tertentu;
d. pengkajian tindakan berbasis kolaborasi dengan masyarakat tertentu.
21. Dalam mengikuti studi, peserta latihan memiliki dan memanfaatkan:
a. kebebasan akademik dalam rangka perpelatihanan dan pengkajian secara bertanggungjawab;
b. peluang untuk berpartisipasi dalam pengkajian yang dilakukan oleh pelatih;
c. peluang untuk berpartisipasi dalam kegiatan aplikasi kepada masyarakat;
d. hak kepemilikan intelektual untuk partisipasinya dalam pengkajian dan pengembangan tulisan ilmiah,
termasuk tulisan sebagai bagian dari tugas-tugas perpelatihanan.
XI. Layanan bagi Peserta latihan
1. Untuk mencapai misi dan tujuannya, Program Latihan memililh pedoman yang komprehensif mengenai
program dan layanan bimbingan bagi peserta latihan .
2. Kebijakan dan prosedur pelaksanaan pemberian bantuan bagi peserta latihan , mencakup
pembimbingan akademik, bantuan pemecahan masalah sosial/pribadi, bantuan keuangan sepanjang
memungkinkan, penempatan kerja dan bantuan lainnya.
3. Program studi melaksanakan program bantuan (akademik dan non-akademik) bagi peserta latihan
secara reguler.
4. Program Latihan memiliki strategi dan metode bimbingan yang tepat untuk pesertaikan layanan
bimbingan sesuai dengan kebutuhan peserta latihan .
5. Program Latihan dilengkapi tenaga pembimbing yang memiliki kemampuan dan kesempatan yang
memadai untuk melaksanakan program bantuan peserta latihan .
6. Program Latihan memiliki akses yang tinggi terhadap sarana penunjang yang memadai untuk
pelaksanaan layanan bimbingan bagi peserta latihan.
7. Program Latihan melakukan pengawasan dan kendali mutu pelaksanaan layanan bimbingan bagi
peserta latihan.
8. Program latihan memiliki dan melaksanakan program pengembangan kemampuan dalam bidang
bimbingan peserta latihan bagi personil sesuai dengan fungsinya masing-masing.
9. Selain pesertaikan pelatihan, pelatih pesertaikan pembimbingan akademik dan non-akademik, baik di
dalam maupun di luar kegiatan belajar-mengajar yang reguler.
XII. Evaluasi dan Penilaian
1. Program latihan memiliki sistem evaluasi yang merupakan suatu wahana untuk mengetahui:
a. sampai di mana suatu program telah mencapai tujuannya, seberapa banyak kontribusi program
tersebut kepada kepentingan masyarakat dan kepentingan program itu sendiri (evaluasi program);
b. bagaimana efektivitas dan efisiensi proses-proses yang diterapkan untuk mencapai tujuan program
(evaluasi proses);
c. berapa tinggi mutu hasil yang diperoleh dari pelaksanaan program itu (penilaian produk: keberhasilan
belajar peserta latihan ).
2. Program Latihan memiliki Pedoman Evaluasi tertulis yang jelas dan lengkap mengenai penilaian
keberhasilan belajar peserta latihan , dan menerapkannya sesuai dengan ketentuan yang dipersyaratkan
dalam pedoman itu.
3. Perguruan tinggi melaksanakan evaluasi program melalui:
a. monitoring pelaksanaan program-program yang diselenggarakan oleh Program Latihan, termasuk
program pengajaran, pengkajian, dan aplikasi kepada masyarakat;
b. pelacakan lulusan Program Latihan;
c. pengumpulan dan pengolahan informasi balikan dari masyarakat, terutama pengguna lulusan
mengenai program-program yang diselenggarakan;
d. survai pendapat peserta latihan ;
e. survai pendapat lulusan.
4. Data evaluasi mengenai pengajaran yang dilakukan oleh pelatih secara individual merupakan salah
satu bagian dari keseluruhan proses evaluasi.
5. Ketua Program Latihan menghimpun data evaluasi dan menyiapkan rangkumannya untuk disampaikan
kepada Unit Khusus Kendali Mutu program latihan terkait, dilengkapi dengan usulan untuk menangani
permasalahan yang ditemukan.
6. Rangkuman hasil evaluasi mengenai matalatih beserta usulan untuk menangani permasalahan yang
ditemukan didiskusikan oleh Unit Khusus Kendali Mutu, dan apabila diterima usulan itu dilaksanakan dan
dimonitor.
7. Program Latihan melaksanakan evaluasi proses yang mencakup penilaian terhadap efektivitas dan
efisiensi proses kegiatan, termasuk:
a. penyelenggaraan pembelajaran;
b. layanan administrasi bagi pelatih dan peserta latihan ;
c. pembimbingan peserta latihan ;
d. pengkajian oleh pelatih dan peserta latihan ;
e. aplikasi kepada masyarakat oleh pelatih dan peserta latihan
8. Program Latihan melaksanakan penilaian keberhasilan belajar peserta latihan yang mencakup:
a. waktu yang ditempuh untuk mencapai gelar/menyelesaikan studi;
b. syarat mengenai kehadiran;
c. (syarat penyusunan karya tulis);
d. jumlah sks minimum yang harus ditempuh;
e. indeks prestasi minimum;
f. syarat untuk dinyatakan berhasil/boleh meneruskan studi yang dilakukan secara dini untuk menghindari
rendahnya kualitas;
g. jenis ujian kualifikasi/penyelesaian studi;
h. Program Latihan/lembaga pelatihan memiliki sistem pencatatan yang terpusat dan terkomputerisasi
mengenai kondisi akademik setiap peserta latihan;
i. program studi/perguruan tinggi memelihara keamanan dan kerahasiaan data mengenai peserta latihan;
j. Program Latihan/lembaga pelatihan memiliki dan menerapkan pedoman menyeluruh mengenai
evaluasi program, evaluasi proses, dan evaluasi produk (keberhasilan belajar peserta latihan).
9. Metode penilaian dirancang untuk menilai keberhasilan peserta latihan dalam mencapai hasil belajar
yang diharapkan.
10. Penilaian keberhasilan belajar mahaapeserta digunakan untuk tujuan penilaian formatif dan sumatif.
11. Peserta latihan diberi balikan mengenai hasil penilaian yang berisi saran yang diperlukan bagi peserta
latihan untuk memperbaiki kinerjanya.
XIII. Lulusan
1. Lulusan program studi memiliki profil kemampuan seperti yang diharapkan sebagaimana dijabarkan
dalam sasaran Program Latihan.
2. Lembaga pelatihan memiliki Pedoman dan Rancangan Pelacakan Lulusan sebagai salah satu wahana
untuk perbaikan program-programnya.
3. Program studi melaksanakan program pelacakan terhadap lulusannya secara efisien dan efektif sesuai
dengan ketentuan dan rancangan dalam Pedoman dan Rancangan Pelacakan Lulusan perguruan tinggi
terkait.
4. Program Latihan memiliki Catatan lengkap mengenai mutu hasil dan keberhasilan karir lulusannya
yang merupakan salah satu indikator dari keberhasilan Program Latihan.
XIV. Sistem Informasi
1. Lembaga pelatihan memiliki dan menerapkan sistem informasi sebagai salah satu pendukung
penyelenggaraan program-programnya, yang merupakan keseluruhan upaya layanan pengumpulan,
pengolahan, dan penyampaian informasi bagi peserta pelatihandan masyarakat yang terkait dengan
Program Latihan, terutama masyarakat pengguna lulusannya.
2. Sistem informasi mencakup:
a. pedoman penyelenggaraan sistem informasi;
b. pokok-pokok materi informasi pelatihan;
c. metode pemerolehan dan pengolahan informasi;
d. kelengkapan sarana penunjang;
e. penanggungjawab sistem informasi;
f. prosedur diseminasi dalam sistem informasi;
g. pengawasan dan kendali mutu pelaksanaan sistem informasi.
XV. Program Pengembangan
1. Lembaga pelatihan memiliki Pedoman Pengembangan Lembaga tertulis yang komprehensif, yaitu
pedoman tentang upaya peningkatan kinerja lembaga pelatihan beserta program-Program Latihannya
dengan memanfaatkan berbagai informasi balikan yang diperoleh dari evaluasi program, proses dan
penilaian keberhasilan belajar peserta latihan .
2. Pedoman Pengembangan Lembaga mencakup:
a. aspek-aspek pengembangan, termasuk: kurikulum, ketenagaan, kepeserta latihan an.
sarana/prasarana, sistem pembelajaran, sistem bimbingan, dan sistem penilaian.
b. prosedur pengembangan Program Latihan;
c. kelengkapan sarana penunjang;
d. penanggungjawab pengembangan Program Latihan;
e. pelaksanaan pengembangan Program Latihan;
f. kriteria keberhasilan pengembangan Program Latihan;
g. pengawasan dan kendali mutu pelaksanaan Program Latihan;
h. rencana pengembangan Program Latihan untuk masa yang akan datang dalam kaitannya dengan visi,
misi dan tujuan Program Latihan;
i. rancangan pengembangan sarana dan prasarana untuk mendukung perwujudan visi, pelaksanaan misi
dan pencapaian tujuan Program Latihan;
j. rancangan pengembangan kurikulum;
k. rancangan pengembangan saran dan prasarana;
l. rancangan pengembangan pelatih ;
m. rancangan pengembangan tenaga administrasi;
n. rancangan pengembangan sistem pembelajaran, bimbingan, dan evaluasi;
o. rancangan pengembangan program pengkajian dan aplikasi kepada masyarakat.
3. Program Latihan mengajukan proposal program pengembangannya kepada lembaga pelatihan terkait
sesuai dengan ketentuan dalam Pedoman Pengembangan Lembaga lembaga pelatihan.
4. Program Latihan melaksanakan program pengembangan sesuai dengan ketentuan dan rancangan
yang terdapat dalam Pedoman Pengembangan Lembaga lembaga pelatihan terkait.
5. Program Latihan memiliki dan menerapkan kriteria keberhasilan program pengembangan yang
merujuk pada kriteria keberhasilan dalam Pedoman Pengembangan Lembaga lembaga pelatihan terkait.
6.
a. rencana pengembangan Program Latihan untuk masa yang akan datang dalam kaitannya dengan visi,
misi dan tujuan Program Latihan;
b. rancangan pengembangan sarana dan prasarana untuk mendukung perwujudan visi, pelaksanaan misi
dan pencapaian tujuan Program Latihan;
c. rancangan pengembangan kurikulum;
d. rancangan pengembangan saran dan prasarana;
e. rancangan pengembangan pelatih ;
f. rancangan pengembangan tenaga administrasi;
g. rancangan pengembangan sistem pembelajaran, bimbingan, dan evaluasi;
h. rancangan pengembangan program pengkajian dan aplikasi kepada masyarakat.
7. Program Latihan mengajukan proposal program pengembangannya kepada lembaga pelatihan terkait
sesuai dengan ketentuan dalam Pedoman Pengembangan Lembaga lembaga pelatihan.
8. Program Latihan melaksanakan program pengembangan sesuai dengan ketentuan dan rancangan
yang terdapat dalam Pedoman Pengembangan Lembaga lembaga pelatihan terkait.
9. Program Latihan memiliki dan menerapkan kriteria keberhasilan program pengembangan yang
merujuk pada kriteria keberhasilan dalam Pedoman Pengembangan Lembaga lembaga pelatihan terkait.
Daftar Pustaka

Arief S. Sadiman.Dr.Msc, Media Pendidikan, Pustekom Dikbud & PT. RajaGrafindo Persada, 1993
A.M Sardiman (2004), Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada,
Cetakan kesebelas.
Ahmed, Manzoor. ( 1975 ). The Economic of Nonformal Education. California: Praeger Publisher.
Ansyar, Mohamad.1989. Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum. Jakarta: Depdikbud.
Archer, David & Sara Cotingham. (1996). Regenerated Freirean Literacy through empowering Community
Techniques, Actionaids, London.
Bachman Edmund (2005) Meetoda Belajar berpikir kritis dan inovatif, alih bahasa, jakarta, Prestasi
Pustaka.
Bistok.1987. Pengembangan Materi Pengajaran Bahasa FPS 626..Jakarta: Depdikbud
Bobbi DePoerter dan Mak Reardon (1999), Quantum Learning : Membiasakan belajar nyaman dan
mehnyenangkan. Alih bahasa Alwiyah Abdurrohan, bandung, Kaifa.
Bobbi DePoerter dan Mike Hernacki (1999), Quantum Learning : Membiasakan beajar nyaman dan
mehnyenangkan. Alih bahasa Alwiyah Abdurrohan, bandung, Kaifa.
Boikin, James. W. (1979 ). No Limits to Learning. Oxford : The Pergamon Text Book.
Broockfield, Stephen. ( 1984 ). Adult Learners, Adult Education and The Comnmnity. New York: Teacher
College Press.
Cross, K. Patricia. (1984). Adults as Learners. San Francisco: Jossey Bass Publishers.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1994/1995). Model Penilaian Paket A setara SD, Bagian
Proyek Pembinaan Balai Pengembangan Kegiatan Belajar, Lembang Bandung.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1994/1995). Model Penilaian Paket B setara SMP, Bagian
Proyek Pembinaan Balai Pengembangan Kegiatan Belajar, Lembang Bandung.
Depdikbud. 2006. Panduan Pengembangan Silabus dan Panduan Pengembangan Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).
Depdiknas (2003) Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning) Jakarta, Depdiknas
Dirjen Dikdasmen.
Dimyati dan moejiono (1996) Belajar dan Pembelajaran, Jakarta . Rineka Cipta.
Djudju Sudjana, (1983 ). Pendidikan Non Formal, Wawasan, Sejarah, Asas. Bandung: Theme 76.
Dunkin, Michael J. Teaching and Teacher Education, Oxford: Pergamon Press.
Elias, John L. &Sharran Memam. ( 1980 ). Philoshophical Foundations of Adult Educations. Florida:
Robert E. Krieger Pub. Coy.
Fenstermacher, Garry D & Jonas F. Soltis, ( 1986 ). Approach to Teaching. New York: Teacher College
Press.
Fien, John. ( 1993). Education for The Environment. Victoria: Deakin University. Fowles, Jib. (1984 ).
Handbook of Future Research. London : Greenwood Press.
Gilbreath, Robert D. (1991). Save Yourself. ,New York: McGraww-Hi!!, Inc.
Goad, L.H. (1984). Preparing Teachers for Lifelong Education. Hamburg: Pergamon Press.
Hamalik. U . (1995) Kurikulum dan Pembelajaran, jakarta. Bumi Aksara Cetakan pertama.
Hasibuan dan Moejiono, (2000), Proses Belajar Mengajar, bandung, rosdakarya.
Hiemstra, Roger. ( 1976 ). Life Long Learning. Lincoln: Profesional Educator Publications.
http://www.puskur.net/download/naskahakademik/naskahakademikbasing/babiii.doc.
Ian Reece & Stephen Walker, Teaching, Training and Learning, Business Education Publishers Limited,
1997
Ingalls, John D. (1973). A Trainer Guide to Andragogy. Washington D.C.: US Departement of Health,
Education and Welfare.
John.D.Latuheru. Drs, M.P, Media Pembelajaran, Dirjen Dikti,Depdiknas, 1988
Kardiawarman, Metode dan Model Pembelajaran yang relevan untuk meningkatkan kualitas
pembelajaran sains, makalah, 2005
Knowles, Malcolm S. (1973) A Trainer guide to Andragogy: It Concept, experience dan application, US
Departement of Health, Education and Welfare, Washington D.C.
Knowles, Malcolm S. (1984) Andragogy versus Pedagogy, US Departement of Health, Education and
Welfare, Washington D.C.
Knowles, Malcolm. ( 1990 ). The Adult Learner : A Neglected Species. London: Gulf Publishing Coy.
Mansyur (1996), Pemanfaatan model-model pembelajaran: Strategi belajar Mengajar, jakarta: Dirjen
Pembinaan kelembagaan agama islam dan UT.
Merriam, Sharran. & Phyllis M. Cunningham (1989). Handbook of Adult and Continuing Education. San
Francisco: Jossey Bass Publication.
Munandir.1987. Rancangan Sistem Pengajaran. Jakarta: Depdikbud.Siahaan,
Nurhadi, Pendekatan Kontekstual (Contextual teaching and Learning), Jakrta : Depdiknas- Direktorat
Jendral Pendidikan dasar dan menengah PLP, 2002
Peraturan Pemerintah No 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, jakarta Eka jaya.
Presiden RI (2003) Undang-undang Republik indonesia No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional , jakarta Restindo Mediatama.
Presiden RI (2005) Undang-undang Republik indonesia No. 14 tahun 2005 tentang Dosen/guru dan
Dosen/guru , jakarta.
Reece, Ian and Stephen Walker (1997). Teaching, Training and Learning: A Practice Guide, Aethanueum
Press, Gateshead
S. Nasution, Teknologi Pendidikan, C.v Jemmars, 1982
Sagala Syaiful, (2005) Konsep dan Makna Pembelajaran; Bandung Alfabeta
Sunaryo Wowo, (2004) Konsep Pembelajaran Orang dewasa, UPTD Balai Pelatihan guru.
Wilis Dahar, R (1989) Teori-teori Belajar, jakarta erlangga
Zahorik, John A. (1995) Constrictivist Teaching (Fastback 390). Bloomington, Indiana: Phi-Delta Kappa
Educational Foundation.
Zain Aswan dan Bahri Syaiful, (2002), Strategi Belajar Mengajar, Jakarta, rineka Cipta.
Zainul asmawi dan Nasution Noehi, Penilaian Hasil Belajar (2001) Jakarta, PAU-PPAI-UT.

Вам также может понравиться