Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
23FEB
Kata Pengantar
Dengan berkembangnya jabatan fungsional pada hampir semua lembaga dan departemen, kebutuhan
akan profesi pelatih merupakan satu kesatuan nafas dengan keberadaan lembaga itu sendiri. Lembaga
yang menginginkan untuk mampu memenuhi kebutuhan stakeholdernya menjadi sebuah keniscayaan
untuk selalu mengembangkan pelatihan. Sementara pelatih yang profesional tidak lain adalah mereka
yang menjadikan pendidikan profesi sebagai bagian dari kehidupannya, melalui semangat berlatih untuk
belajar dan membaca, belajar untuk mengaplikasikan hasil membaca dalam kehidupan dan belajar
mengaplikasikan konsep untuk meningkatkan peran dalam sebagai profesi dalam melakukan pelatihan.
Sehubungan dengan tuntutan tersebut diperlukan loncatan budaya dari budaya tutur menjadi budaya
baca, dimana seseorang melalui otoritas pribadi dan otonominya dapat beradaptasi pada proses
pembelajaran untuk meningkatkan profesi melalui kemampuan mencari dan memanfaatkan sumber
sebanyak-banyaknya. Bila pada konsep lama mengambil air harus datang ke sumber air, seorang bijak
mengatakan sumber air dapat datang ke tempat dimana seseorang membutuhkan. Yang dibutuhkan kini
yaitu kemampuan untuk memanfaatkan sumber yang banyak itu, dimana tanpa kearifan sumber yang
banyak itu akan tersia-sia tanpa kemampuan memilih-memilah dan mencari yang terbaik untuk
kehidupan.
Buku ini merupakan materi ajar pelatihan yang diarahkan pada konsep mutu dan penjaminan mutu
pelatihan. Persembahan yang diharapkan akan saling merabuk antara pengembangan pendidikan
nonformal sebagai bagian dari pembelajaran sepanjanghayat dengan kebutuhan lapangan akan
pelatihan. Semoga Tuhan selalu memberikan bimbingan. Amin
Bandung, Nopember 2009
Penyusun,
DAFTAR ISI
Kata Pengantar i
Daftar Isi ii
BAB I 1
PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Tujuan 2
C. Sasaran 2
D. Hasil Yang Diharapkan 2
BAB II 4
PENDIDIKAN PROFESI 4
A. Pendidikan Tenaga Profesional 4
B. Pembelajaran Antisipatif 6
C. Tantangan dan Kiat Mengikuti Pendidikan Profesi 16
D. Sistem Pendidikan Berbasis Kompetensi 18
E. Kinerja Profesional 21
F. Etos Kerja dan Budaya Kerja/Organisasi 26
G. Etika Profesi 30
BAB III 33
PELATIHAN 33
A. Memahami Pelatihan 33
B. Pelatihan Sebagai Sistem 36
BAB IV 74
PENYULUHAN 74
A. Memahami Penyuluhan 74
B. Filsafat penyuluhan 77
C. Prinsip Penyuluhan 79
D. Kiat Melatih Dan Memberikan Penyuluhan 96
BAB V 107
MANAJEMEN PELATIHAN 107
A. Pendahuluan 107
B. Materi pembelajaran 107
C. Perspektif Manajemen Pelatihan 108
D. Tugas Pokok Manajemen pada Pelatihan 109
E. Fungsi Manajemen 112
F. Mengelola Unit Pelatihan. 115
G. Peluang Pendidik untuk meningkatkan diri 121
H. Kualitas peluang pembelajaran bagi Pelatih. 123
BAB V 125
MODEL PELATIHAN 125
PENDIDIKAN VOKASIONAL DAN TEKNIS 125
A. Pemahaman kebijakan 125
B. Komitmen bersama mengenai tujuan pelatihan 127
C. Pendidikan sebelum memasuki lapangan kerja 129
D. Pendidikan untuk kelompok khusus 130
E. Sumber-sumber pelatihan 131
F. Pembelajaran mandiri 132
G. Kursus yang didukung oleh serikat pekerja dan perusahaan 133
H. Program dan Pelayanan 134
BAB VI 135
SUBSTANSI DAN KURIKULUM PNF 135
A. Pendahuluan 135
B. Dasar Pengembangan Substansi dan Kurikulum 135
C. Sistem Internasional yang mengikat Indonesia untuk Memberikan Tanggapan dan Pelaksanaan 136
D. Beberapa Kecenderungan Spektrum PNF dan Kurikulum Internasional 140
E. Substansi, Kurikulum Inti dan Pengembangannya 142
F. Implikasi bagi Pengembangan Kurikulum Jurusan Pendidikan Luar Sekolah 144
G. Aplikasi kurikulum 147
BAB VII 155
MODEL-MODEL PEMBELAJARAN 155
A. Pendahuluan 155
B. Teori Belajar 157
C. Penerapan Teori Belajar 170
D. Penerapan Pendekatan Pembelajaran 172
E. Metode Pembelajaran 175
BAB VIII 206
MANAJEMEN SARANA DAN PRASARANA 206
A. Masalah Pendidikan 206
B. Fungsi Pendidikan Dasar 206
C. Pelatihan Dalam Kerangka Global 207
D. Model Manajemen Sarana Dan Prasarana Versi Global 207
E. Sistem Manajemen 215
BAB IX 235
KOMPETENSI PELATIH/FASILITATOR PENDIDIKAN KEAKSARAAN 235
A. Kompetensi Dasar 235
B. Kepekaaan dan Kemampuan Menganalisa Kegiatan Pembelajaran 236
C. Kemampuan Mengidentifikasi Kebutuhan Belajar 236
D. Kemampuan Merencanakan Kegiatan Pembelajaran 237
E. Kemampuan Pengorganisasian /Pengelolaan Pelatihan 238
F. Kemampuan Penguasaan Substansi Materi 241
G. Kemampuan Menguasai Metodologi Pembelajaran 241
H. Kemampuan menyusun dan Menggunakan Media Pembelajaran 246
I. Kemampuan mengevaluasi kegiatan pelatihan 246
BAB X 248
PEMBERDAYAAN VISI DARI PELATIHAN DAN PENYULUHAN 248
A. Pemberdayaan melalui Pendidikan 248
B. Tampilan Prinsip Pembangunan Masyarakat dalam Praktek 255
C. Pendidikan Luar Sekolah Berbasis Pembangunan Masyarakat 257
D. Aplikasi Konsep Pembangunan Masyarakat Lebih Jauh 258
E. Kompetensi kecakapan pembangunan masyarakat bagi praktisi Pendidikan Luar Sekolah 259
F. Perencanaan Strategik pendidikan Luar Sekolah Bebasis Pembangunan Masyarakat 262
G. Hubungan antara Pendidikan Luar sekolah dengan Pembangunan Masyarakat 262
BAB XI 265
KUALITAS PELATIHAN 265
A. Pendidikan untuk kepentingan pembangunan sosial : perluasan tanggung jawab sosial 267
B. Kualitas yang berhubungan dengan interdisiplin untuk semua tahapan kehidupan 269
C. Kualitas pendidikan dalam kerangka memenuhi tujuan abad 21 270
D. Kualitas dilihat dari relevansi dan fleksibilitas 272
E. Proses belajar mengajar yang berbasis pada peserta belajar 273
F. Kualitas berkaitan dengan efektivitas manajemen, kepemimpinan dan hubungan 275
G. Mutu berarti adanya penilaian dan monitoring keluaran pendidikan 276
H. Agenda untuk dilaksanakan 278
BAB XII 281
PENJAMINAN MUTU PELATIHAN 281
I. Konsep Penjaminan Mutu 283
J. Tujuan Penjaminan Mutu 283
K. Strategi Penjaminan Mutu 283
L. Standar dan Indikator Mutu 284
M. Proses Penjaminan Mutu 284
BAB XIII 287
PENGENDALIAN MUTU PELATIHAN 287
A. Model Pengendalian Mutu 287
B. Prinsip Pengendalian Mutu 288
C. Proses Pengendalian Mutu 289
BAB XIV 291
ORGANISASI PENJAMINAN MUTU 291
A. Tingkat 291
BAB XV 293
STANDAR MUTU PELATIHAN 293
A. Pengantar 293
B. Standar Mutu 294
C. Rincian Standar 295
BAB XVI 302
SKALA PENILAIAN KINERJA PELATIHAN 302
A. Pengantar 302
B. Penilaian Kinerja Pelatihan 303
Daftar Pustaka 331
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di setiap program pendidikan, apapun bentuk dan satuannya pelatihan merupakan salah satu komponen
penting yang harus diadakan. Begitu pula dengan satuan pendidikan keaksaraan yang dilaksanakan
melalui program. Mengingat program ini merupakan salah satu unggulan dalam upaya mewujudkan
masyarakat gemar belajar, maka diperlukan pelatihan yang memadai dan komprehensif. Komponen
utama yang berinteraksi langsung dengan berbagai komponen lainnya, seperti peserta pelatihan,
kurikulum, metode, media, waktu, proses pembelajaran, lingkungan dan lain sebagainya adalah
pelatih/fasilitator yang memiliki kompetensi baik dari sisi subtansi maupun metodologi pelatihan.
Untuk menjadi pelatih/fasilitator yang profesional tidaklah mudah. Ada beberapa faktor yang perlu
diperhatikan, diantaranya: kesiapan, sikap/penampilan dan pengalaman mengajar sebagai
pelatih/fasilitator. Berkaitan dengan kesiapan, seorang pelatih profesional perlu menguasai ilmu
komunikasi termasuk komunikasi massa, metodologi pembelajaran termasuk teori-teori belajar orang
dewasa (andragogi) dan strategi, metode, dan teknik penyajian. Sedangkan menyangkut sikap atau
penampilan pada saat penyampaian materi, yang perlu diperhatikan misalnya kedalaman kajian dan
wawasan, penguasaan kelas, tidak statis (luwes, fleksibel, berpenampilan tenang), dan sebagainya.
Seorang pelatih/fasilitator harus memiliki pengalaman mengajar yang cukup. Pengalaman mengajar ini
dapat diperoleh melalui berbagai cara misalnya, dengan memperhatikan pelatih lain ketika sedang
menyampaikan atau melalui kesempatan-kesempatan yang memungkinkan pelatih/fasilitator untuk
melatih orang lain.
Unsur penting lainnya sebagai pelatih profesional adalah bagaimana pelatih dapat belajar dari
pengalaman sendiri, dan bagaimana pelatih semaksimal mungkin melibatkan peserta secara aktif.
Metode belajar aktif ini akan membantu peserta pelatihan mengerti bagaimana melakukan kegiatan di
lapangan. Untuk itu, pelatih perlu merangsang peserta untuk berdiskusi dan menganalisa setiap kegiatan.
Hal ini bertujuan agar peserta mengerti prinsip-prinsip tentang mengapa, bagaimana melaksanakan, dan
menerapkan kegiatan pada saat pelatih melatih peserta.
Berdasarkan uraian di atas, Direktorat Pendidikan Masyarakat menyusun Acuan Menjadi
Pelatih/Fasilitator Profesional dengan maksud agar para calon pelatih/fasilitator memiliki kemampuan
yang profesional dalam melaksanakan tugasnya sebagai seorang pelatih/fasilitator dalam suatu
pelatihan.
B. Tujuan
Secara umum tujuan acuan ini adalah memberikan petunjuk bagi para calon pelatih/fasilitator dalam
mempersiapkan diri sebagai pelatih/fasilitator profesional, yang mencakup:
1. Kompetensi dasar;
2. Kepekaaan dan kemampuan menganalisa kegiatan pembelajaran ;
3. Kemampuan mengidentifikasi kebutuhan belajar;
4. Kemampuan merencanakan kegiatan pembelajaran;
5. Kemampuan pengorganisasian/pengelolaan pembelajaran;
6. Kemampuan penguasaan subtansi materi;
7. Kemampuan penguasaan metodologi pembelajaran;
8. Kemampuan menyusun dan menggunakan media pembelajaran;
9. Kemampuan menggunakan media pembelajaran; dan
10. Kemampuan mengevaluasi kegiatan pelatihan.
C. Sasaran
Sasaran utama acuan ini adalah para calon pelatih/fasilitator, dan para stakeholders yang terkait
langsung maupun tidak langsung dalam menyelenggarakan pelatihan program , sehingga menghasilkan
tenaga-tenaga pendidik dan kependidikan tutor, khusus pada program pendidikan keaksaraan.
BAB II
PENDIDIKAN PROFESI
B. Pembelajaran Antisipatif
Perubahan mempengaruhi pula pada konsep pendidikan. Pendidikan di tingkat pendidikan tinggi harus
dihadapkan pada kemampuan untuk melakukan adaptasi pada perubahan. Sehubungan dengan itu maka
paradigma pendidikan pada era perubahan, yaitu:
1. Pendidikan merupakan kesatuan semua sub sistem pendidikan
2. Pendidikan tidak hanya terbatas pada penguasaan seperangkat pengetahuan tertentu.
Sehubungan dengan pertimbangan ini pendidikan diperluas menjadi pendidikan seumur hidup, yang
memungkinkan seseorang untuk mencapai dua tujuan dalam waktu yang bersamaan yaitu: integrasi
vertikal (pendidikan sepanjang hayat) dan pendidikan horisontal yaitu pendidikan yang disesuaikan
dengan kehidupan.
Perubahan ini selanjutnya mempengaruhi pula pada perubahan tujuan pendidikan. Pendidikan tidak
hanya ditujukan untuk belajar akan tetapi diperluas menjadi:
Belajar untuk belajar
Belajar untuk hidup
Belajar berperan dan mengambil posisi dalam hidup
Inilah sesungguhnya yang membedakan antara konsep pendidikan yang dikenal dengan peluncuran
pengetahuan dari satu generasi kepada generasi lainnya dengan konsep pendidikan yang bersifat
transformasi. Transformasi bukan hanya mengajarkan atau belajar sesuatu materi akan tetapi secara
sadar harus terjadi perubahan struktural pada seseorang. Perubahan itu kemampuan untuk terus belajar,
belajar yang ditujukan menunjukkan eksistensi peserta belajar sendiri dan penunjukkan diri itu berupa
peran nyata dalam posisi dan kehidupan. Sejalan dengan pendapat Delor, dimana kemampuan untuk
mengetahui merupakan bagian dari pengetahuan, selanjutnya belajar untuk menemukan eksistensi diri,
belajar untuk bekerja dan belajar untuk hidup bersama. Baik belajar untuk memperoleh pekerjaan
maupun untuk hidup bersama, berdasarkan tafsiran dari belajar untuk mengambil posisi dan dalam hidup
identik dengan belajar untuk bekerja dan hidup bersama. Memang untuk berperan dalam kehidupan
harus ditunjukkan dengan bekerja, akan tetapi bukan hanya bekerja akan tetapi meliputi sejumlah peran
lain yang merupakan pengembangan dari hanya sekedar bekerja.
Pengetahuan kompetensi
Pada pola ini untuk memiliki kompetensi hanya dituntut kemampuan dalam pengetahuan dan ini belum
cukup untuk menjadi seorang profesional. Menggunakan prinsip yang dikembangkan pada pembaharuan
pendidikan profesional, diperlukan dasar dari pendidikan profesional, yang merupakan pondasi dan
syarat untuk memanfaatkan dua tujuan lainnya. Dalam proses yang saling berkaitan antara aksi dan
reaksi dua tujuan akan mempengaruhi dua lainnya, seperti digambarkan:
Dalam konsepsi ini, pendidikan untuk tenaga profesional harus mampu menggabungkan antara
pendidikan dasar dengan pendidikan berkelanjutan, dengan memadukan antara pendidikan keterampilan
dengan pendidikan kepribadian.
2. Prinsip Pendidikan
Untuk memacu pendidikan tenaga pendidik yang berorientasi pada perubahan, persaingan dan
globalisasi dibutuhkan sejumlah prinsip, antara lain:
a. Pendidikan merupakan hubungan Interpersonal.
Melalui proses mendidik diharapkan dapat memberikan dasar pengetahuan faktual, teknik dan metoda
yang bersamaan dengan pengembangan kepribadian pendidik dan melakukan transformasi potensi
dirinya pada peserta didik. Titik perhatian hendaknya pada pribadi, sepanjang pribadi dipandang sebagai
pusat dari urusan pendidikan. Kepentingan pendidikan yaitu untuk menyadari keberadaan diri dan orang
lain serta mengembangkan hubungan antara seseorang dengan lainnya, yang pada akhirnya harus diikuti
dengan kemampuan intelektual, sikap dan sosial.
b. Pendidikan hendaknya diselenggarakan dengan menggunakan metode aktif.
Metode aktif dimaksud yaitu dalam arti luas. Dalam hubungan ini harus menitikberatkan pada
pengembangan fungsi pendidik dari hanya sekedar peluncur pengetahuan menjadi pengembang
kemampuan untuk menciptakan kondisi yang memungkinkan peserta didik untuk mengembangkan
kapasitas, kecakapan dan sikap yang dibutuhkan untuk pengembangan kemampuan belajar dan
pertumbuhan diri.
Metode aktif ini yang akan menjadi bagian dari pendidikan hendaknya ditunjukkan pula dalam sistem
pengajaran pada muridnya kelak, terutama dalam menghadapi kenyataan tidak semua proses pendidikan
mensiratkan proses pembelajaran secara aktif. Tahapan yang harus dikembangkan terdiri dari tiga
bagian: pertama, kemampuan sensitivitas, yaitu pengembangan kemampuan untuk mengobservasi,
refleksi dan kemampuan meneliti yang secara bertahap mengembangkan kemampuan peserta didik
dalam melakukan identifikasi komponen pendidikan, serta mampu memilih berbagai model yang
demikian banyak dan bervariasi dalam kehidupan sehari-hari. Kedua, konsolidasi yaitu kemampuan untuk
melakukan studi yang lebih mendalam dalam upaya menyeimbangkan antara teori dengan praktek
termasuk mengembangkan keterlibatan dan partisipasi peserta pelatihan dalam proses pendidikan,
sebagai jawaban atas pertanyaan yang dikembangkan pada awal-awal peserta didik memasuki suatu
sistem pendidikan, sebagai upaya untuk menjawab permasalahan yang berhubungan dengan didaktik,
metode dan teknik pembelajaran. Ketiga, yang sangat penting pada model ini bahwa semua pendekatan
ini bukan pemaksaan pada peserta pelatihan akan tetapi hendaknya secara sadar peserta pelatihan
harus mampu memanfaatkan pengalaman untuk kepentingan hidupnya. Sekaitan dengan ini sangat perlu
kiranya untuk menata dan mengembangkan bimbingan dalam belajar serta kondisi belajar yang
memungkinkan untuk mengembangkan kemampuan untuk membelajarkan diri dan secara bersamaan
mengembangkan upaya mengevaluasi diri, dua proses yang berhubungan antara satu dengan lainnya.
Fungsi fasilitator dalam hubungan ini yaitu memberikan arahan dan rangsangan yang memungkinkan
peserta didik untuk mengembangkan sendiri teknik dan metode dalam upaya memanfaatkan semua
sumber (termasuk informasi) yang nyatanya terbatas serta mengeliminasi penggunaan metode yang
selama ini berlangsung dalam proses yang tradisional. Untuk memanfaatkan dan melakukan tanggapan
pada metode yang sifatnya tradisional ini perlu dikembangkan kerja kelompok, penggunaan pusat
sumber belajar dan seminar-seminar,
c. Pendidikan hendaknya didasarkan pada kenyataan dalam kehidupan dan pengalaman.
Semua tawaran pembaharuan pendidikan seperti yang dikemukakan terdahulu hendaknya dirancang
untuk menata pembelajaran yang memiliki hubungan langsung dengan kenyataan sebagai persiapan
untuk melaksanakan kemampuan seseorang dalam kehidupan. Selain diharapkan dapat
mengembangkan model, peserta pelatihan harus memberikan peluang untuk menganalisis berbagai
konsep yang berbagai aspek dalam upaya untuk mengembangkan kemampuannya dalam melakukan
inovasi. Observasi dalam kenyataan harus dilakukan secara langsung, baik melalui praktek selama
pendidikan maupun dengan menggunakan berbagai penyajian melalui media. Model pembelajaran ini
selain bersifat menggali pengalaman langsung, hendaknya dilakukan pula secara paralel dengan
memperhatikan berbagai alternatif. Proses pengalaman langsung bukan hanya dilakukan pada berbagai
lingkungan pembelajaran dan pendidikan akan tetapi diberikan peluang pula untuk memberikan
pengalaman pada berbagai jenis dan tingkatan dengan tujuan untuk meningkatkan kemampuan yang
mendalam dalam melakukan observasi. Peserta didik yang memasuki pengalaman belajar bukan hanya
sebatas sebagai observer akan tetapi pada saat yang sama bertindak sebagai aktor. Kemampuan untuk
melakukan analisis diarahkan dengan mengangkat kenyataan di lapangan dan mengembangkan analisis
internal yang tinggi melalui pengkajian berbagai proses pengalaman pendidikan maupun psikologis.
Pada tahun-tahun berikutnya dari proses pembelajaran dipadukan antara penguasaan kemampuan
mengobservasi dengan memahami teori. Dengan mendasarkan pemikiran pada ilmu pendidikan bukan
hanya sekedar seni akan tetapi merupakan sains, maka peserta didik untuk jurusan pendidikan luar
sekolah harus diarahkan pula pada pengukuran dan eksperimen pendidikan,
d. Pendidikan bilingual dan internasional.
Pendidikan hendaknya memiliki dimensi internasional serta keterbukaan pada dunia yang berbeda.
Pendidikan untuk tenaga profesional tidak hanya membatasi pada sistem yang berlangsung di Indonesia
akan tetapi harus dikembangkan menjadi pendidikan dengan metode berbeda dan sasaran yang berbeda
pula. Tujuan lebih jauh dari pendekatan ini yaitu memberikan bekal pada peserta didik untuk melakukan
komunikasi dan memahami pihak lain, mengabaikan dari mana asal mereka, dengan tujuan akhir yaitu
mengembangkan kemampuan adaptabilitas dan fleksibilitas dalam kehidupan.
Untuk memenuhi kebutuhan ini, kemampuan untuk memahami bahasa yang berbeda yang potensial
adalah menjadi keharusan, termasuk didalamnya pemahaman metode kebahasaan, pemahaman
pendidikan untuk hidup bersama dan pemahaman internasional serta sampai batas tertentu pelatihan
dan bagian dari pendidikan bisa dilakukan di wilayah negara lain. Mengingat semakin terbukanya saluran
informasi dan komunikasi peluang untuk belajar dari belahan bumi yang berbeda sangat dimungkinkan
melalui penggunaan internet dan peningkatan kemampuan berbahasa Inggris sebagai .
e. Pendidikan yang berorientasi ke masa depan (future oriented).
Pandangan umum yang diterima di lingkungan pendidikan yaitu tidak ada yang kekal terhadap
perubahan, yang berimplikasi pada pendidikan tidak boleh statis dan kaku yang hanya mementingkan
bahan pelajaran yang baku bagi semua peserta didik yang berdasar pada bahan ajar yang telah
dibakukan. Pendidikan tidak berdasar asimilasi pada teori yang telah ada, akan tetapi hendaknya dengan
pendidikan mampu mengembangkan gaya yang berkembang pada peserta pelatihan untuk mengambil
peran lebih awal (get ahead), atau bila tidak mungkin mengambil peran (to become) dilakukan secara
seimbang dengan kondisi yang sedang berlangsung. Untuk tujuan ini peserta didik harus mampu
mengembangkan imajinasi yang berkaitan dengan antisipasi peran, mengembangkan inovasi dan
kreativitas dalam upaya untuk berpatisipasi dan mengembangkan perubahan yang berarti. Sementara
selama proses berlangsung dia harus menerima kenyataan serta secara bersamaan harus mampu
menghadapi perubahan dan pembaharuan dalam pendidikan yang banyak dikembangkan antara lain
dengan penggunaan secara intensif sejumlah media baru dan membahas secara mendalam berbagai
laporan maupun jurnal pendidik yang berasal dari lingkungan yang berbeda.
f. Pendidikan Teknologi.
Perkembangan teknologi pendidikan dan audio-visual, semakin meningkat dari hari-kehari dan tidak bisa
dielakkan. Teknologi harus menjadi bagian tidak terpisahkan dari alat dan proses belajar, serta
hendaknya menjadi bagian inti dari materi pembelajaran yang membawa pada keberdayaan peserta didik
dalam memanfaatkan teknologi pendidikan, termasuk dalam mengakses internet dalam proses
pembelajaran.
g. Meningkatkan pengalaman dalam berbagai proses pendidikan.
Hampir senada dengan pokok pendidikan yang berbasis teknologi, pada bagian ini memiliki penekanan
pada:
a. Memperbanyak keragaman periode pelatihan dalam berbagai lingkungan pendidikan, tingkatan,
lingkungan sosial dan wilayah yang berbeda
b. Merangsang dan memanfaatkan pengalaman secara aktif serta pengalaman dalam lingkungan
pendidikan tinggi
c. Memperbanyak keragaman pengunaan model dan teori pendidikan
d. Memperbanyak keanggotaan dalam lingkungan organisasi yang berbeda
e. Merangsang pencairan kelompok yang kaku melalui mobilitas kelompok.
h. Mengembangkan Pendidikan dalam Dimensi Global.
Untuk mewujudkan konsep ini muatan pendidikan harus terdiri dari:
a. Kunjungan dan praktek pada lingkungan regional dan global yang beragam.
b. Praktek laboratorium dan secara nyata penggunaan bahasa asing yang memiliki aplikabilitas tinggi
c. Pelatihan dan pelaksanaan pelatihan di wilayah dan lingkungan yang berbeda serta studi
permasalahan pendidikan pada wilayah yang berbeda
d. Perbandingan atau berupa pengantar pada perbandingan permasalahan pendidikan antar wilayah
e. Pendidikan untuk pemahaman regional dan internasional
i. Penganekaragaman pelatihan dan pengambilan makna pada lingkungan yang berbeda.
Untuk menjamin terjadinya proses pembelajaran pada lingkungan yang berbeda perlu ditunjang dengan:
a. Mengalami secara langsung pelatihan pada berbagai substansi dan lingkungan belajar
b. Memahami berbagai sumber pengetahuan, dalam hal ini harus segera melakukan perubahan diri dari
belajar dari satu sumber menjadi belajar dari sumber yang beragam
c. Mengembangkan pengalaman pada setting perorangan (pendidikan individual), kelompok dan
masyarakat tertentu.
d. Memahami komunikasi pada berbagai bentuk dan lingkungan yang berbeda termasuk penggunaan
audio-visual dan media massa.
e. Mengembangkan pengetahuan untuk mengembangkan sikap dan keahlian baru.
j. Kemampuan Membelajarkan Diri dan Evaluasi Diri.
Perbedaan yang perlu mendapatkan perhatian khusus dalam membandingkan antara pendidikan klasik
dengan pendidikan yang harus berlangsung pada penyiapan pendidikan profesi, meliputi upaya untuk
membelajarkan diri dan evaluasi diri. Hal ini ditunjukkan dengan:
a. Kemampuan untuk mengkoordinasikan pengetahuan berupa kemampuan untuk melakukan penelitian
serta topik studi lanjutan secara bebas dan mengembangkan pilihan-pilihan bahan ajar secara bebas.
b. Kemampuan membelajarkan diri dalam upaya memberikan kebebasan dalam belajar dan belajar
bagaimana cara belajar.
c. Kebebasan dalam memilih metode dan makna dalam proses pembelajaran.
d. Melakukan sendiri evaluasi diri dan mengembangkan kemampuan evaluasi. Bila selama ini evaluasi
menjadi kelajiman dilakukan oleh pihak pendidik pada peserta didik, sedangkan peserta didik hanya
mengikutinya dengan pasif, maka pada pembelajaran di lingkungan pendidikan luar sekolah evaluasi
harus dilakukan oleh peserta belajar sendiri.
k. Pendidikan dalam Keahlian Khusus.
Tuntutan untuk memperoleh predikat yang knowledgeable yaitu peserta pelatihan yang memiliki
pengetahuan umum yang luas akan tetapi memiliki bidang spesialisasi khusus, semakin diperlukan dalam
upaya mengimbangi kemampuan kependidikan profesi dengan kemampuan menguasai kemampuan
substantif. Pendidikan keahlian khusus sejalan dengan penguasaan keahlian pada lingkungan yang
berbeda. Keahlian khusus yang bisa dikembangkan didasarkan pada permintaan pasar serta
pengembangan dari konsentrasi pengetahuan yang secara akademis dibina di lingkungan Jurusan
Pendidikan Luar Sekolah.
E. Kinerja Profesional
Seorang profesional yang unggul memiliki karakter dan kemandirian. Karakter terdiri dari budi pekerti dan
watak yang dimiliki seseorang. Kedua hal ini yang membuat yang bersangkutan tetap berani,
bersemangat, bergairah dan disiplin. Mandiri artinya tidak tergantung pada orang lain atau merdeka.
Hubungan dengan orang lain bukan dalam hubungan ketergantungan akan tetapi merupakan hubungan
yang menguntungkan kedua belah pihak dan kemitraan. Kemandirian memiliki kaitan dengan
kemampuan memecahkan sendiri permasalahan, berinisiatif, kreatif, inovatif, proaktif dan bekerja keras.
Seorang yang unggul akan terpacu untuk selalu berbuat dan bekerja, tidak pasrah dan beku, dinamis,
energik dan optimis menghadapi masa depannya.
Demikian banyak ciri dari seorang yang unggul, akan tetapi pada garis besarnya memiliki ciri-ciri
gabungan dari karakter dan kemandirian, meliputi kemampuan membuat keputusan dan memecahkan
permasalahan, berinisiatif, kreatif, inovatif, proaktif, bekerja keras dan ulet, dinamis, energik dan optimis.
Selain dari sifat-sifat itu masih ditambah kemampuan untuk melakukan negosiasi, mengambil resiko, dan
kemampuan untuk merintis dan membesarkan usaha.
Seorang yang unggul harus memiliki kemampuan bersaing. Terdapat lima kemampuan bersaing yang
harus dikembangkan lulusan pendidikan dan calon tenaga kerja meliputi kemampuan untuk dididik
(educativeness), keinginan untuk belajar, pekerja keras, gigih, ambisius dan memiliki kebugaran.
1. Kemampuan untuk dididik (educativeness). Seseorang selalu dalam keadaan berkembang pada sisi
kekuatan dan kedewasaan. Banyak pihak yang tidak terlalu yakin pada konsep ini akan tetapi terdapat
demikian banyak bukti bahwa seseorang itu dalam proses untuk selalu berkembang dan mencapai
kesempurnaannya. Kemampuan untuk dididik bertalian dengan perubahan lingkungan yang demikian
berbeda dengan beberapa waktu-waktu sebelumnya termasuk ditemukannya beberapa teknologi yang
menuntut seorang employe untuk terus belajar. Kemampuan untuk belajar memiliki dampak baik untuk
yang bersangkutan maupun dalam upaya mengimbangi perkembangan lingkungan
2. Keinginan untuk belajar. Para pemikir modern seperti halnya Tofler berkeyakinan bahwa setiap orang
maupun kelompok akan selalu tertinggal, bahkan jauh ditingggalkan oleh lingkungan sekitarnya kecuali
mereka yang mampu untuk memilih, belajar dan berinteraksi. Jadi untuk tetap mampu mengimbangi
kemajuan dan memiliki kemampuan untuk bersaing selain kemampuan untuk memilih dan berinteraksi,
sangat tergantung pula pada kemampuan untuk belajar. Memilih berkaitan dengan demikian beragamnya
pilihan. Interaksi karena demikian cepatnya perubahan yang ada dalam lingkungan. Adapun belajar
merupakan penunjang utama dari kemampuan untuk memilih dan berinteraksi.
3. Berkemauan untuk selalu bekerja keras. Seorang pegawai selalu berhadapan dengan target pekerjaan
yang harus dihadapi. Semakin banyak tuntutan akan pekerjaan semakin banyak tenaga dan pikiran
dibutuhkan. Untuk hal ini dibutuhkan tenaga kerja yang mampu untuk bekerja keras. Bila perlu melebihi
waktu normal yang biasa dipergunakan untuk bekerja. Kemauan untuk bekerja keras, merupakan modal
dasar untuk melakukan persaingan.
4. Gigih. Kegigihan umumnya berkaitan dengan tantangan dan semakin rumitnya tuntutan lingkungan
kerja yang membutuhkan orang-orang yang berkeinginan keras dan tidak mudah menyerah baik karena
motivasi diri yang semakin melemah maupun karena tantangan lingkungan yang semakin kuat
menghadang seseorang dalam bekerja.
5. Abisius. Terdapat dorongan dari dalam diri untuk meningkatkan diri berbasis pada kekuatan diri dan
penggunaan sumber pada diri maupun lingkungan secara maksimal
6. Berjiwa Muda. Seorang profesional secara alami akan menjalani usia biologis secara normal, termasuk
menghadapi ketuaan. Akan tetapi seorang profesional harus senantiasa optimis, berpandangan jauh ke
depan dan energik sehingga dapat menunjang profesi secara maksimal dan tidak terhambat oleh
pengaruh negatif perkembangan lingkungan dan kurang kondusifnya lingkungan sekitar.
Sekarang kita beralih pada pembentukan tenaga kerja profesional. Tenaga kerja profesional diperoleh
dari hasil pendidikan. Pendidikan menghasilkan orang yang profesional dalam arti teknis dan profesional
dilihat secara akademis. Profesional teknis atau dikenal juga sebagai seorang ahli dan umumnya setelah
seseorang mencapai standar kompetensi tertentu. Sedangkan profesional dalam arti akademis,
umumnya merupakan hasil pendidikan dari jenjang profesi. Untuk kesempatan ini kita hanya akan
membahas lebih jauh kelompok profesional yang pertama.
Berdekatan dengan profesi yaitu keahlian atau seorang ahli. Lulusan pendidikan pada tingkatan SMK
atau akademi umumnya termasuk dalam keahlian, walaupun keduanya sering dipertukarkan artinya dan
seorang awam menyebut keahlian sebagai profesi, atau sebaliknya dan semua ketentuan yang berlaku
pada profesi dipergunakan pula untuk keahlian.
Jadi seorang profesional akan melakukan sesuatu atau tidak melakukannya karena menurut aturan atau
sesuai dengan profesinya ia diharuskan atau tidak diperbolehkan untuk melakukannya. Sehubungan
dengan itu terdapat ciri seorang profesional atau asosiasi kelompoknya akan selalu mengawasi setiap
perilaku seorang profesional, bahkan masyarakat sekalipun turut mengawasi kehariannya.
Seorang profesional dengan demikian melakukan sesuatu atau tidak melakukannya berdasarkan pada
kode etika yang berlaku dilingkungannya secara mengikat. Dengan etika yang dipelajari dan
diamalkannya seorang profesional menjadi aturan itu sebagai bagian dari dirinya. Dengan etika
profesional, ia akan menjadikan sebagai pedoman dalam menjalankan keahliannya.
Dalam perkembangannya etika profesi dijadikan alat untuk mengontrol perilaku seseorang. Dengan
demikian etika profesi berfungsi bagi seorang profesional sebagai:
1. Inspirasi dan panduan dalam menjalankan tugas maupun mengembangkan visi dalam menunjang
kegiatan profesional
2. Alat sebagai pecegah penyimpangan dan meningkatkan disiplin
3. Perilakunya didasarkan pada standar yang sudah mapan.
4. Memelihara keharmonisan, yaitu seorang profesional akan melakukan sesuatu atau tidak
melakukannya dalam upaya memelihara hubungan dan mengurangi konflik yang bisa terjadi.
5. Dapat berarti sebagai sebuah dukungan, terutama pada saat seseorang dipertanyakan mengenai
profesi yang dijalankannya. Baik sebagai perorangan maupun dalam bentuk kelompok dapat memberikan
dukungan selama ia tetap konsisten dengan profesi yang dijalankannya.
Etika profesi ini berlaku diseluruh dunia dan diakui keberadaannya secara global pula seperti dalam
bidang kedokteran, perdagangan, kebidanan, kehakiman.
Selain dari gambaran mengenai seorang profesional yang menjalankan fungsi sesuai dengan aturan,
masyarakat dengan mudah memberikan penilaian kesalahan dalam menjalankan suatu profesi. Contoh
yang umum yang meyalahi etika profesi, antara lain:
1. Menyalahgunakan kewenangan
2. Menerima bentuk penghargaan yang tidak sepatutnya diperoleh seorang profesional atau lebih banyak
berkaitan dengan korupsi
3. Menipu dengan menggunakan profesi yang diakuinya,
Seorang profesional akan banyak terdorong untuk berbuat penyimpangan bila tidak berpedoman kepada
etika yang disandangnya karena kekuasaan dan kemampuan yang dimilikinya. Lebih tinggi kepercayaan
yang diberikan kepada seorang profesional akan semakin memungkinkan yang bersangkutan untuk
menyimpang dari profesi yang disandangnya.
Seorang profesional akan menunjukkan perilaku:
1. Bekerja dengan penuh kesungguhan dan ketulusan. Dia tidak hanya asal bekerja, dan bekerja secara
rutin, akan tetapi bekerja dengan penuh dengan kesungguhan.
2. Bekerja dengan inisiatif. Seorang profesional melakukan usaha atau sesuatu sebelum dipaksa oleh
keadaan atau dipaksa untuk melakukannya,
3. Niat yang tulus. Seorang profeional bekerja didasarkan pada niat untuk menjunjung profesinya dengan
penuh komitmen.
4. Bertanggungjawab terhadap masyarakat dan organisasi profesinya. Ia akan bekerja untuk kepentingan
masyarakat dan bukan hanya untuk kepentingan dirinya semata.
5. Amanah dalam bekerja. Sikap amanah berkaitan dengan pemeliharaan keharmonisan antara lembaga
tempat ia bekerja, masyarakat dan kepentingan orang banyak.
6. Komitmen pada pekerjaan. Komitmen artinya bekerja dengan penuh kesungguhan dan mencurahkan
lebih banyak waktu dibandingkan dengan pekerjaan lainnya.
7. Jujur. Sifat jujur berkaitan dengan menghindari perilaku syak wasangka, tipu daya dan kebohongan.
G. Etika Profesi
Sejalan dengan etika kerja seorang profesional menjunjung tinggi etika profesi. Etika profesi merupakan
kemampuan mental untuk melaksanakan atau tidak melaksanakan tindakan atas dasar semangat
kepatutan suatu profesi dan menghargai kesejawatan. Kode etik profesi juga berarti disiplin berdasar
pada kebaikan dan menghindarkan kejelekan dan tindakan yang berdasar pada tanggung jawab moral.
Etika profesi juga berarti prinsip-prinsip moral atau penerimaan kemampuan berdasar pada standar
profesi dalam melaksanakan sesuatu kegiatan
Beberapa sinonim dari etika atau etika profesi yaitu virtuous, yaitu kesesuaian dengan standar kebenaran
atau kata moral, mampu memilah kebaikan dan kesalahan.
Etika profesi, diperlukan sesuai pertimbangan:
1. adanya tuntutan baru dan berkembang menjadi profesi baru sehingga dibutuhkan kesepakatan baru,
2. merupakan sarana pengembangan sumber daya manusia berbasis pada profesi yang dijungjungnya.
Beberapa etika profesi yang harus didukung oleh para pemangku jabatan profesi yaitu:
a. memberikan sumbangan yang bermanfaat untuk kehidupan manusia
b. mengindari kecelakaan pihak lain
c. bekerja dengan jujur dan tulus,
d. adil dan tidak bertindak dikriminatif dalam mengambil tindakan
e. penghargaan pada hak kekayaan intelektual dan hak paten
f. memberikan penghargaan yang memadai pada kekayaan intelektual
g. menghargai hak perorangan
h. percayai diri yang tinggi
i. mengutamakan pada kualitas tinggi, bekerja secara efektif dan menghargai proses dan produk dari
pekerjaan profesi
j. menghargai pada kompetensi profesi
k. mengetahui dan menghargai ketentuan dan hukum yang berhubungan dengan kerja profesional
l. menerima pada tugas-tugas yang berhubungan dengan penilaian profesi.
m. Menghargai pada kesepakatan memenuhi tanggung jawab profesi,
n. Meningkatkan pemahaman publik pada kompetensi profesi dan konsekwensinya
o. Memiliki akses pada sumber-sumber yang berhubungan dengan kompetensi yang dikembangkannya
serta menunjukkan otoritas sesuai dengan profesi yang diusungnya,
p. Menunjukkan tanggung jawab sosial dan loyal pada keanggotan organisasi profesi
q. Mampu mengelola sumber yang ada pada pribadi dan lingkungan dan mengembangkjan sistem
informasi dalam upaya meningkatkan kualitas dalam pekerjaan
r. Menghargai semua dukungan dan kewenangan yang dipegunakan organisasi
s. Menerima dan meningkatkan kode etik
t. Melaksanakan tugas profesi
Kode etik juga menyangkut sesama koleha sebagai upaya untuk saling mengembangkan dan
menghargai kerabat sesama profesi. Diantara kode etik yang harus diperhatikan meliputi:
1. memberikan dorongan pada sesama koleha untuk menjunjung kode etik bersama,
2. memberikan bantuan pada sesama koleha untuk mengembangkan profesi
3. memberikan pengahargaan penuh pada kredit yang telah dicapai oleh pihak lain
4. memberikan penilaian pada koleha seprofesi secara objektif, dan menggunakan dokumen yang
memadai
5. memberikan penilaian pada pendapat, keperdulian pada sesama koleha secara adil
6. membantu sesama koleha untuk memenuhi standar kerja secara penuh
7. menghargai kesungguhan dalam bekerja, dan memberikan perhatian pada kompetensi kolega,
BAB III
PELATIHAN
A. Memahami Pelatihan
1. Definisi
Poerwadarminta (1984) memberikan arti kepada pelatihan sebagai pelajaran untuk membiasakan atau
memperoleh sesuatu kecakapan. Flippo (1961) menegaskan bahwa pelatihan pada dasarnya merupakan
suatu usaha pengetahuan dan kecakapan agar karyawan dapat mengerjakan suatu pekerjaan tertentu.
Berdasarkan kepada uraian di atas, pelatihan dapat didefinisikan sebagai suatu kegiatan pendidikan yang
dilakukan dengan sengaja, terorganisir dan sistematik di luar sistem persekolahan untuk memberikan dan
meningkatkan suatu pengetahuan dan keterampilan tertentu kepada kelompok tenaga kerja tertentu
dalam waktu yang relatif singkat dengan metode yang mengutamakan praktek daripada teori, agar
mereka memperoleh pengetahuan, sikap dan keterampilan dalam memahami dan melaksanakan suatu
pekerjaan tertentu dengan cara yang efisien dab efektif.
Beberapa manfaat yang berharga dari pelatihan adalah sebagai berikut : (1) dapat memberikan
pengetahuan sikap dan keterampilan mengenai sesuatu pekerjaan; (2) dapat memberikan dasar yang
lebih luas bagi pendidikan lanjutan; (3) dapat menambah pemahaman terhadap wawasan suatu
pekerjaan; (4) dapat meningkatkan keterampilan dalam suatu pekerjaan; (5) dapat menghasilkan efisiensi
dan efektivitas dalam mengerjakan suatu pekerjaan; (6) dapat memberikan rasa puas terhadap suatu
pekerjaan; (7) dapat memberikan rasa sadar terhadap kesempatan-kesempatan untuk mencapai
kemajuan; (8) dapat menambah perasaan tanggung jawab terhadap suatu pekerjaan; (9) dapat
menambah kemampuan untuk menggunakan sumber-sumber manusia atau materi yang belum di
manfaatkan; (10) dapat memperkecil kecelakaan dalam melakukan suatu pekerjaan; (11) dapat
memberikan keterampilan untuk melakukan perbaikan dalam suatu pekerjaan; (12) dapat memberikan
didikan untuk melakukan suatu pekerjaan dengan cara yang iebih baik; (13) dapat meningkatkan
semangat kerja; (14) dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas produktivitas kerja; (l5) dapat
mengurangi pengawasan terhadap suatu pekerjaan; dan (16) dapat meningkatkan kestabilan dan
keluwesan organisasi atau lembaga.
Bentuk atau tipe pelatihan itu bermacam-macam. Bentuk pelatihan dikategorikan kepada dua golongan,
yaitu (1) pelatihan yang didasarkan kepada lembaga dan (2) pelatihan yang didasarkan kepada
pekerjaan.
Dilihat dari segi jenis pekerjaan, tipe program pelatihan itu ada tiga, yaitu (1) pelatihan formal; (2)
pelatihan informal; dan (3) bentuk pelatihan lainnya.
2. Pendekatan Sistem Terhadap Pelatihan
a. Tujuan dan Fungsi Sistem Pelatihan
Semua jenis organisasi yang peka terhadap kebutuhan personil yang trampil, akan peka pula terhadap
usaha investasi melalui program-program pelatihan. Bahkan sering pula program-program seperti ini
berisi apa yang biasanya dinamakan pendekatan paksa (shotgun). Kursus-kursus dalam berbagai
organisasi telah banyak diselenggarakan, mulai dari yang paling sederhana hingga kepada yang paling
kompleks. Tetapi organisasi-organisasi itu semakin lama semakin mempertanyakan manfaat dari
program-program yang demikian. Banyak organisasi yang memberikan kesimpulan bahwa program-
program seperti itu tidak menghasilkan keefektifan biaya, sehingga hasil dari investasi minim sekali
bilamana investasi itu di tambah.
Kekurangefektifan dari program-program ini dalam memproduksi para pekerja dan para menejer yang
lebih baik, terletak dalam ketidakjelasan tujuan-tujuannya dan dalam kekurangrelevansiannya dengan
pekerjaan. Karena itu cara yang lebih tepat ialah mengidentifikasi dan merumuskan tujuan-tujuan dan
fungsi pelatihan dengan cara yang tegas dan jelas. Program dan sistem pelatihan supaya dirancang
untuk membekali pekerja dengan pengetahuan, sikap dan skill yang mereka butuhkan untuk
melaksanakan pekerjaan-pekerjaannya.
b. Tahap-Tahap dan Langkah-Langkah dalam Merancang Sistem Pelatihan
Setiap pengelola pelatihan dan siapa saja yang terlibat dalam usaha-usaha pelatihan yang berusaha
akan merancang sistem pelatihan, maka terlebih dahulu perlu menentukan jawaban dari lima pertanyaan
penting berikut ini :
1) Siapa yang akan dijadikan sasaran program pelatihan?
2) Pengetahuan atau skill apa yang akan mereka pelajari?
3) Siapa yang akan dijadikan manusia sumber atau instruktur untuk melatihkan pengetahuan atau skill
tersebut?
4) Dengan cara bagaimana proses berlatih melatih atau belajar mengajar itu akan dilaksanakan?
5) Bagaimana output pelatihan itu akan dievaluasi ?
Pertanyaan-pertanyaan di atas akan terjawab bilamana setiap menejer pelatihan dalam menyusun
rancangan sistem pelatihan itu menempuhnya melalui tiga tahap berikut ini. Pertama, menentukan
persyaratan atau keperluan yang dituntut oleh sistem pelatihan; kedua, membina atau mengembangkan
sistem pelatihan dan terakhir, mengesahkan sistem pelatihan.
a. Tahap Penentuan Persyaratan Sistem Pelatihan
Tahap pertama ini merupakan tahap persyaratan yang secara mutlak dituntut oleh setiap sistem
pelatihan. Dalam tahap ini ada lima langkah yang harus dilaksanakan oleh setiap menejer pelatihan, yaitu
:
1) Mengidentifikasi kebutuhan pelatihan;
2) Mengumpulkan dan menganalisis data pekerjaan;
3) Memilih dan merumuskan tujuan pelatihan;
4) Menyusun alat-alat evaluasi; dan
5) Menyusun ukuran-ukuran standar atau kriteria.
b. Tahap Pengembangan/Pembinaan Sistem Pelatihan
Tahap kedua ini merupakan tahap dimana sistem pelatihan harus diusahakan agar mempunyai kerangka
bentuk yang lengkap. Untuk itu mutlak diperlukan usaha-usaha untuk membentuk, mengembangkan dan
membinanya. Dalam tahap ini langkah-langkah yang harus dilaksanakan oleh menejer pelatihan ialah :
1) Memilih dan menyusun urutan isi atau materi pelatihan;
2) Memilih dan menyusun strategi pelatihan;
3) Memilih alat-alat pembantu (AVA) pelatihan;
4) Menentukan dan menyiapkan perlengkapan keperluan pelatihan; dan
5) Menyusun dokumen atau bahan-bahan pelatihan.
c. Tahap Pengesahan Sistem Pelatihan
Suatu sistem pelatihan yang persyaratannya sudah terpenuhi dan pembentukannya sudah
dikembangkan belum merupakan suatu jaminan bahwa sistem pelatihan itu akan menjadi suatu sistem
yang efisien dan efektif, bila sistem tersebut belum diketahui keampuhannya. Karena agar suatu sistem
pelatihan menjadi suatu sistem yang absah, maka menejer pelatihan harus menempuh langkah-langkah
terakhir sebagai berikut:
1) Memilih pelatih atau instruktur pelatihan;
2) Memilih para peserta pelatihan;
3) Mengevaluasi sistem pelatihan;
4) Mengelola dan menganalisis ukuran-ukuran standar atau kriteria; dan
5) Melakukan tindak lanjut terhadap tamatan pelatihan.
Pelaksanaan pelatihan atau pelaksanaan berlatih melatih merupakan sumber data untuk menguji
pengesahan sistem pelatihan tersebut. Karena itu komponen tersebut tidak termasuk kepada langkah-
langkah dalam kegiatan menyusun rancangan sistem pelatihan. Ketiga tahap yang berisi kelimabelas
langkah seperti disebutkan di atas itu pada dasarnya merupakan pedoman umum untuk menyusun
rancangan sistem pelatihan yang seksama untuk semua jenis pelatihan pada tahap manapun.
Kebutuhan pelatihan ini akan lebih mudah untuk dipahami dengan menggunakan rumus di bawah ini :
Atau
dimana :
KP = Kemampuan Patokan;
KN = Kemampuan Nyata;
KK = Ketidaksesuaian atau Kekurangan Kemampuan yang perlu diatasai melalui pelatihan; dan
L = Pelatihan.
Calon peserta pelatihan, organisasinya atau masyarakatnya beserta dokumen-dokumennya merupakan
sumber-sumber data utama untuk meneliti hal tersebut. Ilustrasi di bawah ini menunjukkan tentang
kemampuan-kemampuan patokan yang harus dimiliki oleh guru dan penilik pendidikan masyarakat.
Dalam menetapkan kompetensi mengenai penyuluh ditetapkan kemampuan dasar meliputi; (1)
menguasai landasan-landasan penyuluhan; (2) menguasai bahan pelajaran; (3) mampu mengelola
program belajar mengajar; (4) mampu mengelola kelas; (5) mampu mengelola interaksi belajar mengajar;
(6) mampu menggunakan media/sumber belajar; (7) mampu menilai hasil belajar peserta; (8) mampu
mengenali fungsi dan program bimbingan dan penyuluhan; (9) mampu memahami prinsip-prinsip dan
hasil penelitian untuk keperluan penyuluhan; dan (10) mampu mengenali dan menyelenggarakan
administrasi penyuluhan.
2. Tujuan Pelatihan
Rumusan tujuan yang resmi ada empat macam, yaitu (1) rumusan tujuan pendidikan nasional; (2)
rumusan tujuan institusional; (3) rumusan tujuan kurikuler; dan (4) rumusan tujuan pengajaran. Sama
seperti tujuan Pendidikan Nasional, Tujuan pendidikan pelatihanpun memiliki tujuan masing- masing
sesuai dengan tingkatan diatas. Baik lembaga formal maupun nonformal, keduanya berkewajiban untuk
merumuskan tujuan institusional, tujuan kurikuler dan tujuan pengajarannya
a. Pengertian Pemilihan dan Perumusan Tujuan Pelatihan
Pemilihan tujuan pelatihan adalah suatu prosedur penilaian yang memerlukan penelitian yang seksama
terhadap berbagai kewajiban, tugas dan elemen yang dilakukan oleh pekerja dalam suatu pekerjaan
tertentuyang diperinci dalam daftar analisi pekerjaan dan akan dijadikan tujuan-tujuan alternatif pelatihan.
Perumusan Tujuan Pelatihan adalah suatu prosedur penetapan maksud pelatihan yang dinyatakan
secara jelas dan tepat sehingga memungkinkan dapat dilakukan pengamatan dan pengukuran terhadap
pencapaian tujuan pelatihan tersebut. Syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam perumusan tujuan
pelatihan yang baik:
1) menyatakan perilaku yang diinginkan
2) menyatakan kondisi belajar dimana kelakuan akan nyata
3) menyatakan patokan minimal atau derajat ketercapaian yang diharapkan dari tingkah laku tersebut.
Pernyataan tujuan pelatihan harus dinyatakan dalam syarat-syarat perilaku.
b. Kegunaan Tujuan Pelatihan
Tujuan Pelatihan merupakan dasar pengembangan langkah lainnya dalam pelatihan, termasuk
pengambilan keputusan untuk pengajaran. Tujuan pelatihan yang dirumuskan secara baik akan
bermanfaat sekali dalam
1) Menciptakan Keajegan Dalam Pola Sistem Pelatihan,
Sistem pelatihan itu tersusun dari berbagai subsistem yang saling berinteraksi dan terjalin secara
terpadu. Di dalamnya ada (1) unsur-unsur manusia, seperti instruktur dan peserta pelatihan; (2) unsur-
unsur materi, misalnya perlengkapan, alat-alat bantu pelatihan, teks, seiebaran, dan sebagainya;dan (3)
unsur-unsur organisasional dan strategi, seperti metode, teknik, sistem organisasi peserta pelatihan dan
instruktur.
2) Menjalin Komunikasi yang Efektif
Fungsi utama dari perumusan tujuan pelatihan adalah komunikasi. Tujuan pelatihan yang disampaikan
dengan jelas oleh pengirimnya dan diterima dengan baik oleh penerimanya, akan lebih berhasil untuk
dicapai daripada tujuan pelatihan yang tidak dikomunikasikan dengan jelas. Dengan tujuan pelatihan
yang dirumuskan secara jelas, instruktur dan peserta pelatihan akan dapat melakukan kegiatan belajar
mengajar dengan lebih baik. Instruktur akan mengetahui secara tepat apa yang seharusnya ia lakukan.
Peserta pelatihan mengetahui perilaku atau kemampuan apa yang diharapkannya akan berhasil diraih
dari pelatihan itu.
3) Memilih Materi Pelatihan yang Sepadan
Tujuan pelatihan sebenarnya merupakan gambaran tentang kerangka acuan suatu program pelatihan.
Materi pelatihan merupakan otot dan dagingnya tujuan pelatihan. Karena itu pemilihan tujuan pelatihan
yang tepat guna akan menentukan pula terhadap pemilihan jumlah dan jenis materi yang benar serta
akan membantu menghindarkan bahaya kekurangan dan kelebihan pelatihan.
4) Memilih Strategi Belajar Mengajar yang Sesuai
Tujuan pelatihan yang dirumuskan dengan baik akan memberikan suatu gambaran yang jelas mengenai
apa yang diperlukan oleh pekerjaan. Hal itu akan memudahkan untuk melakukan pemilihan metode,
media dan sistem pengorganisasiannya secara optimal. Bila instruktur mengetahui dengan tepat apa
yang seharusnya mampu dilakukan oleh peserta pelatihan dalam menyelesaikan satuan acara pelatihan,
maka dia akan dapat memilih strategi yang cocok untuk pencapaian tujuan tersebut.
5) Memberikan Arah Kepada Instruktur dan Peserta Pelatihan
Tujuan pelatihan yang dirumuskan dengan baik akan membuat aktivitas proses Pelatihan yang dapat
dilakukan dengan lebih efisien dan lebih efektif.
6) Menjadi Landasan Pengukuran Patokan/Kriteria
Tes-tes yang absah dan dapat dipercaya sebagai alat pengukur patokan hanya bila disusun dan
dikembangkan berpedoman kepada tujuan pelatihan.
7) Memajukan, Memundurkan Patokan/Standar
Tujuan pelatihan yang dirumuskan dengan jelas, relatif akan memudahkan untuk menentukan pada butir-
butir mana saja dalam suatu program pelatihan seorang peserta pelatihan harus menunjukkan
pengetahuan dan keterampilan yang telah diperolehnya yang diperlukan untuk kemajuan lebih lanjut
dalam suatu program pelatihan.
8) Menjadi Alat Evaluasi Isi Program Pelatihan
Tujuan pelatihan yang dirumuskan dengan tepat merupakan pedoman yang berharga bagi penilaian
terhadap isi program pelatihan yang telah disusun oleh instruktur, Sampai sejauh mana terjadinya
persetujuan antara penilai program dan penyusun program mengenai ketepatan program tersebut, akan
ditentukan oleh tujuan pelatihan itu sendiri, Bertitik tolak dari tujuan pelatihan yang dirumuskan dengan
baik, instruktur dan penilai keduanya akan mengetahui apakah program pelatihan itu sudah memadai
atau belum. Komentar-komentar yang diberikan oleh penilai program pelatihan, merupakan input yang
berharga bagi perbaikan program tersebut, bilamana komentar-komentar tersebut dinilai dan diterima
oleh isntruktur sebagai komentar yang absah.
9) Untuk melihat Keterkaitan Program Pelatihan
Hampir-hampir tidak mungkin untuk dapat melakukan penilaian yang hasilnya dapat dipercaya terhadap
keefektifan kerja dari orang-orang yang pernah mengikuti suatu program pelatihan dalam melakukan
pekerjaan-pekerjaannya, kecuali bila ada patokan atau standar yang tepat, jelas dan objektif. Tujuan
pelatihan yang dirumuskan dengan baik merupakan patokan atau standar dasar yang tepat untuk
mengetahui hal tersebut.
10) Menjadi Persyaratan Program Pelatihan Di Tempat Kerja
Tujuan pelatihan yang dirumuskan dengan baik, akan memberikan suatu gambaran yang jelas mengenai
pengetahuan dan ketrampilan yang diraih dan dimiliki oleh para tamatan suatu program pelatihan yang
didemontrasikan oleh mereka dalam pekerjaan pekerjaannya. Penampilan-penampilan yang mereka
perlihatkan itu akan mempermudah untuk mengembangkan program pelatihan yang khas dan realistik di
tempat kerja.
11) Menjadi Persyaratan Kontrak dalam Pelatihan
Tujuan pelatihan yang dirumuskan secara tepat dapat digunakan untuk menentukan persyaratan bagi
para instruktur dari pihak kontraktor, bilamana pelatihan itu akan diselenggarakan di luar lingkungan
suatu organisasi atau lembaga. Tujuan pelatihan yang dirumuskan dalam bentuk perilaku dapat
dikomunikasikan secara tepat kepada kontraktor, mengenai output apa yang harus diproduksi oleh
pelatihan. Langkah seperti itu, tidak hanya akan memberikan suatu kesempatan yang lebih baik untuk
memperoleh hasil pelatihan yang diinginkan, melainkan juga akan mengurangi bahaya pemborosan
dana. Ringkasnya, dengan tujuan pelatihan yang bersifat perilaku, akan memudahksn untuk memonitor
kemampuan kontraktor.
2. Klasifikasi dan Bentuk Tujuan Pelatihan
Tujuan pelatihan merupakan suatu pernyataan yang melukiskan perubahan-perubahan perilaku atau
kemampuan yang diinginkan sebagai hasil dari kegiatan belajar mengajar.
Strategi Melatih
Strategi
Melatih DOMAIN
Pengetahuan Sikap Perilaku
Rendah Tinggi Rendah Tinggi Rendah Tinggi
Ceramah VVV
Demonstrasi V V V V
Melatih dg.tim V V V
Diskusi V V V V
Debat V V V V
Bertanya dan menjawab V V V
Video V V V V V V
Seminar V V V V
Laboratorium/Workshop V V V V V V
Game V V V V
Branstorming V V
Studi lapangan V V V
Bermain peran V V V
Memecah kebekuan V V
Simulasi V V V V
Studi kasus V V
Projek dan penugasan V V V V VV
Tutorial V V VV
Beberapa faktor yang sangat menentukan strategi melatih
Penentuan strategi melatih yang akan kita gunakan, seharusnya disesuaikan dengan gaya berlatih
peserta pelatihan dan jenis ranah yang akan dilatih. Ada peserta pelatihan yang lebih efektif berlatih
sendiri, berlatih dalam kelompok kecil atau berlatih bersama-sama dalam kelompok besar. Karenanya
penentuan strategi melatih harus didasarkan pada ukuran jumlah peserta pelatihan dan ranah yang ingin
dirubah dari peserta pelatihan itu sendiri. Apakah perubahan pengetahuan, sikap atau perubahan
perilaku. Setiap strategi melatih akan efektif untuk ranah tertentu.
Strategi yang kita pilih dalam melakukan proses melatih, tergantung pula pada tujuan yang ingin dicapai
dari proses pelatihan tersebut. Sebagai contoh, jika tujuan melatihnya ditujukan dalam upaya
meningkatkan pengetahuan, maka pemilihan metode ceramah akan lebih cocok dibanding yang lainnya.
Jika tujuan yang ingin dicapai adalah perubahan sikap, maka pemilihan strategi melatih diskusi, debate,
dan bermain peran akan lebih cocok. Jika tujuan yang ingin dicapai adalah perubahan perilaku, maka
demonstrasi, workshop, dan simulasi, akan lebih cocok. Dalam realisasi di lapangan, seringnya berbagai
strategi melatih tersebut dipadukan, sesuai dengan ranah yang dijadikan tujuan perubahan. Misalkan
dalam suatu paket pelatihan, awalnya menggunakan ceramah untuk memberikan penjelasan singkat
tentang suatu infomasi, pada tahap berikutnya dipadukan dengan diskusi kelompok kecil, diskusi
kelompok besar atau proses tanya jawab. Pelatih yang baik, tidak akan langsung menjawab suatu
pertanyaan, sebelum menggali pengetahuan peserta pelatihan.
Menentukan Strategi Melatih
Strategi Pelatihan dipengaruhi oleh besarnya peserta pelatihan. Yang dimaksud dengan ukuran jumlah
peserta pelatihan adalah: Kelompok besar jika peserta pelatihannya lebih dari 20 orang, Kelompok kecil,
jika jumlah peserta pelatihannya di antara 5-20 orang, Individual, jika jumlah peserta pelatihan kurang
dari 5 orang. Untuk setiap besaran peserta pelatihan, memiliki strategi Pelatihan yang efektif tersendiri.
Sebagai contoh, untuk proses mengajar Individual akan lebih efektif menggunakan : Projek/penugasan,
tutoring, dan berlatih mandiri. Untuk ukuran kelompok kecil, lebih efektif menggunkan metode diskusi,
yang sering kita sebut diskusi kelompok kecil. Tetapi untuk kelompok kecil ini juga sering digunakan
variasi beberapa metode, pada tahap awal digunakan ceramah (5 menit), kemudian di susul dengan
tanya jawab dan akhirnya disusul dengan metode Diskusi Kelompok Kecil atau Kerja Kelompok. Untuk
ukuran Kelompok Besar, lebih cocok dan efektif menggunakan metode ceramah dan demonstrasi. Dari
hasil penelitian beberapa ahli menujukan hasil sebagai berikut :
Metode kerja pada kelompok kecil, memiliki skor tertinggi untuk kualitas melatih yang didasarkan pada
pemilihan berlatih mandiri dan proyek. Sedangkan ceramah, memiliki skor qualitas yang paling rendah.
Ukuran penilaian kualitas tersebut di tentukan berdasarkan pada faktor penilaian: Hasil berlatih individu,
hubungan antar individu Keaktifan kelompok dan tingkat kreativitas kelas
Penentuan Strategi Melatih, berdasarkan pada kebutuhan dan karateristik peserta pelatihan. Setiap
peserta pelatihan memiliki karateristik berlatih yang berbeda-beda. Ada peserta pelatihan yang lebih
cocok dengan berinteraksi langsung dengan Pelatih dan peserta pelatihan lain. Ada juga peserta
pelatihan yang hanya memanfaatkan kelompok berlatih untuk mengumpulkan informasi saja, sedangkan
proses berlatihnya lebih efektif berlatih sendiri. Ada peserta pelatihan lain, lebih cocok berlatih dengan
cara membaca dan mendengar, sedangkan peserta pelatihan lain lebih cocok dengan penerapan
langsung dari pengetahuan yang diperolehnya.
Karena setiap peserta pelatihan memiliki karateristik berlatih yang berbeda-beda, maka seorang pelatih
yang bijak, akan memadukan berbagai metode melatih, sehingga bisa melayani karateristik semua
peserta pelatihan. Kita bisa memulai proses melatih dengan ceramah, kemudian disusul dengan diskusi
kelompok kecil, dan diakhiri dengan tugas penerapan hasil latihan oleh setiap individu peserta .
Partisipasi peserta pelatihan. Tingkat partisipasi peserta pelatihan, adalah faktor yang sangat penting
dalam proses pelatihan. Tingkat partisipasi peserta pelatihan sangat tergantung kepada pemilihan
metode pelatihan. Diskusi, bermain, simulasi, tutorial, projek, memiliki tingkat partisipasi yang lebih tinggi
dibanding dengan metode melatih lainnya. Sedangkan ceramah memiliki tingkat partisipasi yang sangat
rendah.
Bagaimana cara yang cepat untuk memahami karateristik peserta?
Cara mengidentifikasi karateristik peserta pelatihan, sebagai berikut : (1) Tanyakan pada setiap peserta
pelatihan, metode apa yang paling mereka sukai dalam proses pelatiha. (2) Cobakan beberapa metode
melatih dan amati langsung reaksi dan bahasa tubuh dan gerak gerik dari setiap peserta pelatihan dalam
menghadapi metode melatih tersebut.
Dari hasil pengamatan bisa ditangkap beberapa reaksi dan bahasa tubuh yang bisa ditangkap dari
peserta pelatihan. Beberapa kenyataan yang sering terlihat: (1) Peserta pelatihan terlihat senang atau
malah pasif. (2) Bagaimana respon peserta terhadap suatu isu yang sedang di bahas? (3) Berapa banyak
hal yang bisa dieksplor dari suatu metode melatih yang digunakan? (4) Berapa banyak ide-ide muncul
dari peserta pelatihan?
Dari hasi pengamatan berikut ini rengking tertinggi dari metode melatih yang paling disukai oleh peserta
pelatihan yang dapat dijadikan pertimbangan dalam melatih:
a. Kerja Kelompok
b. Permainan
c. Simulasi
d. Mengerjakan suatu projek tertentu
e. Diskusi kelompok
f. Buzz Groups/diskusi kelompok kecil untuk suatu issue dengan waktu yang pendek
g. ceramah
h. studi kasus
i. belajar lapangan
Pertimbangan Motivasi Berlatih Peserta pelatihan. Pertimbangan lain dalam menentukan strategi melatih
yaitu motivasi berlatih dari peserta pelatihan. Motivasi merupakan faktor pendorong seseorang untuk
berlatih baik yang datangnya dari dalam maupun dari luar. Idealnya peserta pelatihan harus memiliki
motivasi berlatih sebagai bagian dari untuk memperkaya diri melalui penambahan pengetahuan,
peningkatan sikap dan keterampilan. Sebaliknya motif yang datangnya dari luar umumnya tidak bertahan
lama, sehingga untuk mengekalkannya perlu pendekatan dan pengenalan sehingga peserta pelatihan
memiliki perubahan motif berlatihnya yang semula hanya didasarkan pada tuntutan dari luar dirinya
menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari usaha untuk memperoleh pengetahuan.
Secara umum keseluruhan strategi melatih tersebut harus mempertimbangkan hal-hal berikut, seperti di
bawah ini.
Aspek yang perlu dipertimbangkan dalam memilih Strategi Melatih Catatan Penting
Tujuan Pelatihan Jenis ranah yang ingin dirubah serta tingkat ranahnya, sangat perlu untuk
dipertimbangkan.
Ukuran dan Jumlah Peserta pelatihan Metode yang berbeda, akan lebih cocok dan efektif untuk ukuran
kelompok berlatih yang berbeda juga.
Jenis kebutuhan dan karateristik peserta pelatihan Kebutuhan peserta pelatihan dan karateristik berloatih
setiap peserta pelatihan, harus dipertimbangkan sejak awal proses melatih.
Tingkat kemampun peserta pelatihan Kemampuan dan kecerdasan setiap peserta pelatihan sangat
berbeda. Hal ini perlu dipertimbangkan oleh pelatih dalam menentukan variasi metode melatih.
Motivasi peserta pelatihan Strategi yang cocok akan meningkatkan semangat berlatih dari peserta
pelatihan.
Chart( Bagan/carta)
Bagan atau carta adalah serangkaian gambar/uraian singkat yang tersusun rapi dan berbentuk lambang-
lambang visual yang menunjukkan perbandingan, perbedaan, proses kerja dari awal sampai akhir suatu
kejadian. Bagan umumnya menyampaikan pesan melalui saluran visual (indera lihat) atau mata. Ada
beberapa hal yang harus diperhatikan dalam membuat bagan :
a. Bagan harus berisikan suatu informasi yang nyata dan dapat dilihat
b. Harus mudah dimengerti
c. Harus sederhana
Manfaat dari bagan:
a. merangkum suatu keterangan secara sederhana
b. memperlihatkan hubungan antara data yang satu dengan data yang lain secara jelas dan mudah
c. mendorong peserta berpikir secara kritis/analitis.
Handouts
Seorang pelatih dapat menyusun bahan pelatihan berupa bahan bacaan jelas atau panjang, jadi pelatih
kreatif membuat rangkuman agar mempermudah peserta membaca materi.
Bahan bacaan cukup baik digunakan dengan alasan :
a. Menunjukkan materi pelatihan
b. memberi masukkan arahan materi yang berkaitan ( memperluas wawasan)
c. bacaan yang jelas
d. dapat dijadikan lembar kerja
e. memberikan tambahan informasi
Overhead Projector
OHP sangat mudah dikenal dan manfaatnya sangat baik sebagai audio visual dalam dunia pendidikan
saat ini. Alat ini sangat sederhana.
Kentungan penggunaan OHP adalah sebagai berikut ;
a. OHP/LCD memiliki keunikan dalam bentuk sehingga disukai oleh banyak orang terutama pelatih
b. Lampu cukup terang dan gambar jelas walau di dalam ruangan yang tidak gelap
c. OHP/LCD mudah dioperasionalkan oleh pelatih atau peserta.
Pengunaan OHP/LCD digunakan dengan transparansi berupa tulisan atau gambar atau dengan
menggunakan program Power point yang tedapat pada soft ware.
OHP/LCD dapat digunakan pada semua jenis dan jenjang pendidikan, kantor, jawatan, maupun lembaga
pemerintahan ataupun non pemerintah.
Pembuatan transparansi :
Bahan belajar ditik dengan komputer kemudian di fotocopy pada transparansi
Kertas transparansi ditulis dengan pena khusus tinta anti cair atau sulit dihapus yang memiliki ukuran
mata pena.
Tinta pena berwarna
Program Slide
Istilah slide mengandung arti suatu fotografi berukuran kecil dan tembus cahaya (transparan).
Penggunaan slide tidak mengandung arti apabila tidak menggunakan proyektor (Slide Projector) yang
berfungsi untuk memantulkan gambar yang tersimpan dalam klise atau slide tadi ke layar.
Keuntungan penggunaan slide :
Slide lebih fleksibel, bila dibandingkan dengan film-strip
Pelatih atau siapa saja yang memiliki kamera foto dapat menggunakan dengan baik
Gambar slide memiliki warna sesuai dengan obyek yang diabadikan.
Menimbulkan daya minat peserta untuk diskusi
Dapat digunakan dalam kelompok kecil, besar atau individual
Penggunaan slide telah dimodifikasi sedemikian rupa dengan penggunaan power point, merupakan
pengembangan dari slide
Filmstrip
Proyektor filmstrip adalah media pandang yang diproyeksikan (proyected visual). Penggunaan ini hampir
sama dengan proyektor slide, hanya filmstrip bentuk rol film yang tembus cahaya..
Keuntungan memakai film strip :
Tidak memerlukan ruangan gelap
Pemeliharaan tidak sulit serta pengoperasiannya tidak terlalu rumit
Harganya lebih murah, dibanding dengan film
Kecepatannya dapat diatur
Memilih alat bantu visual
Dalam bab ini telah dibicarakan banyak persamaan dan perbedaan dalam hal bentuk beberapa media
pandang/visual yang di proyeksikan seperti: OHP/LCD, Slide, dan Filmstrip. Dapat kita ketahui bahwa
perbedaan- perbedaan itu utamanya pada hal- hal lain) dan evaluasi yang menyangkut logistik,
perbedaan-perbedaan secara teknis, harga dan kegunaan.
Pada dasarnya media pandang yang diproyeksikan, hampir sama semuanya bila telah diproyeksikan
pada layar. Bagi para peserta atau yang memandang/menonton, dalam banyak hal tidak terdapat
perbedaan yang berarti (signifikan) di antara bentuk- bentuk ini (dalam arti pengaruhnya terhadap
pelatihan).
Evaluasi alat bantu
Penilaian (evaluasi) ini dimaksud untuk mengetahui apakah media yang dibuat tersebut dapat mencapai
tujuan- tujuan yang telah ditetapkan atau tidak. Media belajar yang dibuat dapat diketahui memberikan
hasil pelatihan yang lebih baik.
Ada dua macam bentuk evaluasi media yang dikenal yaitu evaluasi formatif dan evaluasi sumatif.
Evaluasi formatif adalah proses yang dimaksudkan untuk mengumpulkan data tentang efektifitas dan
efisiensi bahan-bahan pelatihan (termasuk ke dalamnya media) untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan.
Kegiatan evaluasi dalam program pengembangan media pelatihan akan dititikberatkan pada kegiatan
evaluasi formatif. Ada tiga tahapan evaluasi formatif yaitu evaluasi satu lawan satu (one to one), evaluasi
kelompok kecil (small group evaluation) dan evaluasi lapangan (field evaluation). Atas dasar itulah media
diperbaiki dan semakin disempurnakan. Melalui ketiga tahapan evaluasi dapat dipastikan kebenaran
efektivitas dan efisiensi media yang dikembangkan .
Meningkatkan Kemampuan Berlatih
Para ahli sepakat bahwa pelatihan perlu menggunakan sejumlah metode, teknik dan alat bantu. Dengan
demikian tidak benar pendapat satu cara untuk semua. Terdapat kesimpulan sementara bahwa metode
merupakan cara untuk menempuh jalan tol perkotaan, sedangkan alat bantu merupakan menu untuk
menempuh jalan tol tersebut.
Dalam menghadapi rumitnya pembelajaran, terdapat sejumlah saran mengenai peningkatan proses
pelatihan, seperti melalui merangsang sistem syaraf, penguatan, fasilitasi dan menggunakan andragogi.
Melalui usaha merangsang syaraf dilakukan dengan memberikan motivasi, yaitu memberikan motivasi
untuk merangsang syaraf dan minat untuk berlatih. Selanjutnya melalui penguatan (reinforcement)
penekanannya yaitu peningkatan hubungan antara peserta pelatihan dengan pelatih . Hal ini dilakukan
melalui pemberian kesempatan berlatih mandiri (umumnya dengan cara memberikan pekerjaan rumah),
menjadikan proses pelatihan memiliki manfaat langsung-sedangkan ketidakjelasan hasil berlatih
membuat peserta pelatihan diliputi ketidakpastian dan jelas catatan yang telah dicapai seseorang, selalu
memberikan penguatan dalam hal ini bukan hanya pengulangan akan tetapi lebih pada peningkatan.
Berlatih juga membutuhkan keragaman dan bukan hanya menggunakan salah satu cara atau metode.
Dari keseluruhan cara penguatan ini saling percaya antara satu peserta pelatihan dengan pelatih sebagai
jaminan adanya penguatan dalam proses pelatihan.
5. Evaluasi kegiatan pelatihan
Terdapat tiga hal yang berkaitan erat dengan evaluasi kegiatan pelatihan, yaitu menyangkut otonomi dan
akuntabilitas, pengembangan melatih sebagai kelanjutan dari tugas profesi dan implikasinya pada
evaluasi pelatihan
Otonomi dan Akuntabilitas. Evaluasi akan terus berkembang, karena semakin diterimanya dua konsep
yang berhubungan: otonomi profesional dan akuntabilitas. Otonomi berarti bahwa para profesional seperti
halnya pelatih dan penyuluh harus bebas untuk menentukan bagaimana mereka melakukan praktek
pelatihan sesuai standar yang ditetapkan. Publik semakin menuntut profesionalisme dalam menjalankan
tanggung jawab dalam pekerjaan.
Melatih sebagai profesi.
Kompetensi yang menjadi kewajiban pelatih, kita perlu mempertimbangkan (a) aspek-aspek yang
dibutuhkan untuk melatih materi pelatihan dan (b) aspek-aspek manajemen kelas dan kurikulum. Oleh
karena itu, tugas-tugas ini dapat dibagi kedalam (i) melatih dan (ii) tugas-tugas profesional lainnya.
Tugas-tugas melatih dapat dibagi kedalam enam elemen utama yang mencerminkan pekerjaan pelatih
yang beroperasi dengan peserta pelatihan:
a. Penyiapan:
1) Identifikasi kebutuhan-kebutuhan peserta pelatihan;
2) Analisa materi pelatihan kedalam sekuen logis;
3) Indikasi pelatihan peserta pelatihan yang diharapkan
b. Penyajian:
1) Implementasi metode-metode melatih terpilih
2) Pengenalan, pengembangan dan kesimpulan yang tepat
3) Penggunaan sumber-sumber berlatih secara efektif.
c. Hubungan Peserta pelatihan/Pelatih
1) Menjaga partisipasi peserta pelatihan dalam pelatihan;
2) Peningkatan iklim pelatihan yang memfasilitasi pelatihan.
d. Komunikasi
1) Penggunaan bahasa yang tepat
2) Penggunaan skill-skill efektif dalam komunikasi verbal dan non-verbal.
e. Penilaian Pelatihan
1) Membuat penilaian sejauh mana peserta pelatihan mencapai tujuan pelatihan yang telah ditetapkan.
f. Materi
1) Demonstrasi penguasaan materi;
Jika anda mengajak orang lain untuk mengevaluasi kinerja mengajar anda, maka anda dapat
menggunakan pro-forma seperti yang ditunjukan dalam Tabel 8.2.
Tugas-Tugas Profesional Lainnya
Melatih bukan hanya menghadapi peserta pelatihan atau penyiapannya, tetapi juga melibatkan banyak
aspek lainnya untuk membentuk profesional yang meluas. Tansley (1989) menegaskan mengenai tugas
profesional seorang pelatih atau penyuluh, yaitu: (1) Tugas manajerial dan administratif (2) Hubungan
dengan lembaga/organisasi lain (3) Tanggung jawab kemajuan peserta pelatihan (4) Tanggung jawab
pelatihan (5) Pengadministrasian pengujian yang dilakukan pada seorang peserta pelatihan.
Umpan Balik Pelatihan
Ada beberapa sumber yang dapat dijadikan umpan balik kinerja melatih sehingga kita memperoleh
keyakinan dari apa yang telah diajarkan. Umpan balik diperoleh dari peserta pelatihan, teman, dan
manajer atau tutor. Namun, semua orang ini harus memberikan anda umpan balik dalam cara yang
membantu anda dengan evaluasi diri sendiri. Mereka dapat memberikan informasi (data dan kesan) yang
sulit dikumpulkan oleh pelatih dengan hanya mengandalkan pada proses selama pelatihan. Sementara
itu diyakini bahwa satu-satunya evaluasi terbaik adalah melalui evaluasi-diri, walaupun ini memerlukan
keterampilan tersendiri.
Evaluasi materi pelatihan harus mengacu kepada tujuan pelatihan dan harus dilihat dari masukan, proses
dan keluaran.
Untuk mencapai kelengkapan menyangkut desain tujuan, anda perlu mempertimbangkan jenis-jenis
pertanyaan yang mungkin anda ajukan. Menurut Stufllebeam (1971) hal-hal yang perlu diperhatikan
dalam mengembangkan evaluasi adalah sebagai berikut: (1) Konteks: yaitu yang berhubungan dengan
tujuan kurikulum (2) Masukan: Elemen-elemen masukan berhubungan dengan peserta pelatihan, staf
dan sumber-sumber yang digunakan; (3) Proses: Ini berhubungan dengan ketepatan apa yang terjadi
pada pelatihan- bagaimana elemen-elemen input digunakan untuk mencapai tujuan dan sasaran; (4)
Produk: Ini berhubungan dengan hasil-hasil peserta pelatihan yang telah menjalani pelatihan dan apa
yang telah mereka pelajari. Menurut Stufflebeam evaluasi komprehensif harus menjawab pertanyaan-
pertanyaan yang berhubungan dengan setiap elemen.
Instrumen instrumen untuk Menilai Pembelajaran
Jika evaluasi berfungsi untuk memenuhi tujuan-tujuan yang telah anda lakukan, selanjutnya harus
dilanjutkan dengan observasi berkala, pengukuran dan pelaporan dan bagaimana pelajaran itu sedang
dilaksanakan memenuhi standar sesuai dengan tujuan pengembangan kurikulum.
Metode-metode untuk memperoleh informasi dapat berupa: kuesioner, checklist, kinerja peserta
pelatihan, dan program wawancara terstruktur.
Daftar cek.
Checklist dapat menjadi penuntun dalam mengingat kembali yang berguna untuk menjamin bahwa
pelatih telah merangkum semua bahan penting yang harus dilatihkan. Daftar cek dapat juga digunakan
sebagai dasar untuk mengembangkan kuesioner.
Kuesioner
Tujuan evaluasi ini adalah untuk memeriksa bagaimana peserta pelatihan menggunakan daftar buku-
buku bacaan untuk pelatihan. Bagaimanapun pemprogramannya, kuesioner haruslah mudah untuk
dijawab dan jangan terlalu panjang. Pertanyaan-pertanyaan perlu secara langsung berhubungan dengan
tujuan-tujuan apa yang ingin anda ketahui dan desainnya harus mudah untuk diikuti dan menarik. Telah
menjadi ketentuan dari setiap pertanyaan hanya memiliki satu subjek/pokok kalimat yang dipertanyakan.
Wawancara Terstruktur
Wawancara terstruktur, disiapkan sebagai dasar wawancara individual kepada sasaran anda. Dalam
wawancara terstruktur anda kemungkinan tidak dapat mencakup sebanyak mungkin aspek seperti dalam
kuesioner tetapi anda dapat mencakup soal secara lebih mendalam. Pertanyaan berikutnya tergantung
pada respon dari pertanyaan sebelumnya. Anda juga mendapatkan lebih banyak mendapat kontrol
terhadap respon-respon dimana anda dapat mengajukan pertanyaan untuk menjamin bahwa mereka
mengerti dan menjamin bahwa semua pertanyaan dijawab dengan benar.
Menilai Peserta pelatihan
Informasi mengenai seberapa baik pelatihan itu berlangsung, dapat diperoleh dari hasil-hasil penilaian
peserta pelatihan. Jika sebagian besar peserta pelatihan gagal pada ujian akhir, ini adalah informasi dan
pertanyaan yang perlu dipertanyakan mengenai mengapa hal ini terjadi. Hal ini tidak hanya dilakukan
pada akhir pelatihan. Jika peserta pelatihan berkinerja buruk (atau baik) pada tes-tes formatif anda, maka
ini juga merupakan informasi yang berguna mengenai keberhasilan pelatihan yang sedang dinilai.
Pengumpulan data dapat dalam jenis data kualitatif berhubungan dengan opini, atau data kuantitatif
ketika berhubungan dengan skala. Untuk tujuan perbandingan, lebih mudah untuk menarik kesimpulan
dari data kuantitatif daripada kualitatif. Untuk lebih menjamin dapat ditransfer menjadi skala maka data
kualitatif perlu dirubah menjadi data kuantitatif.
Menulis Laporan Evaluasi Pelatihan
Bagian penting dari proses evaluasi yaitu penyiapan laporan untuk disampaikan kepada pihak-pihak yang
terkait. Laporan biasanya memiliki empat divisi: pengantar, metodologi yang digunakan, penyajian dan
analisa data, kesimpulan dan rekomendasi. Format ini mencerminkan tahap-tahap proses evaluasi.
Pokok pokok di atas dapat diperluas menjadi sub-sub pokok yang dapat membantu anda untuk menulis
laporan. Sebelum memutuskan format terakhir, penting untuk bertanya pada diri anda sendiri mengenai
pemahaman laporan, dan bagaimana memberikan bukti bahwa rekomendasi itu demikian penting?
BAB IV
PENYULUHAN
A. Memahami Penyuluhan
Hakikat dari pembelajaran melalui penyuluhan adalah pembelajaran yang benar-benar asli, yang
merupakan pengembangan dari proses pembelajaran yang berkembang selama ini, kendati belum
sepenuhnya dipahami semua pihak akan tetapi merupakan merupakan nyawa dari pendidikan itu sendiri.
Penyuluhan juga dikenal demikian sederhana akan tetapi akan tetapi penampilannya demikian dipahami
secara utuh baik bagi mereka yang benar-benar memberikan perhatian khusus pada penyuluhan maupun
bagi mereka yang kurang memberikan perhatian khusus. Dalam banyak hal penyuluhan tidak
diperhatikan secara utuh akan tetapi bagi seorang profesional penyuluhan adalah merupakan bentuk
keragaman pendidikan dari upaya untuk mencerdaskan manusia.
Dalam skala rangking penyuluhan sendiri dapat diurutkan secara berjenjang sebagai berikut:
1. penyuluhan merupakan bentuk dari aplikasi sains yang bersumber dari sejumlah penelitian,
pengalaman yang beragam dan prinsip-prinsip yang relevan yang dihasilkan dari sains keperilakuan,
digabungkan dengan teknologi tepat guna berkembang menjadi kesatuan filsafat, prinsip, muatan dan
metode yang diarahkan pada pemecahan masalah yang berhubungan dengan pendidikan luar sekolah
terutama untuk pemuda dan orang dewasa;
2. penyuluhan merupakan bagian dari pendidikan yang bertujuan untuk melakukan perubahan perilaku
dan keterampilan orang-orang yang bergabung dalam penyuluhan;
3. penyuluhan didefinisikan sebagai proses pendidikan diarahkan dalam upaya memberikan pengetahuan
bagi penduduk pedesaan dalam upaya meningkatkkan keterampilan dalam meningkatkan kebermaknaan
dan membantu mereka dalam membuat keputusan sesuai dengan lingkungan sekitar dimana mereka
berada;
4. penyuluhan ditujukan dalam membantu penduduk pedesaan dalam melakukan perubahan yang
berkelanjutan dalam melakukan perubahan lingkungan fisik, kesejahteraan ekonomi dan sosial melalui
usaha perorangan dan kelompok. ditujukan untuk memungkinkan tersedianya untuk wilayah pedesaan,
sesuai dengan prinsip keilmuan dengan memberikan sejumlah informasi, pelatihan dan bimbingan dalam
upaya memecahkan masalah pertanian dan kehidupan diantara mereka;
5. pendidikan penyuluhan adalah kegiatan yang dilakukan diantara orang-orang dalam kegiatan yang
mudah dimengerti, bermuatan gagasan baru dan perbaikan teknologi mengenai praktek, dan
memberikan kemungkinan untuk memanfaatkannya dalam keseharian dalam upaya unutk memudahkan
peningkatan standar hidup melalui kemampuan merealisasikan diri dan usaha mandiri;
6. penyuluhan adalah sains yang bermuatan berbagai strategi perubahan pola perilaku manusia melalui
inovasi pengetahuan dan teknologi dalam upaya meningkatkan standar kehidupannya;
7. penyuluhan merupakan proses yang berkelanjutan yang dirancang dalam upaya memberikan
kesadaran pada orang-orang akan permasalahan serta berusaha untuk mencari pemecahan sendiri
dalam memecahkannya. Didalamnya tidak hanya menekankan pada pendidikan untuk menemukan
masalah dan metode akan tetapi memberikan aspirasi untuk mencapai kehidupan yang lebih baik;
8. penyuluhan pertanian merupakan jembatan penghubung antara penelitian dalam pertanian dengan
masyarakat petani melalui proses pembelajaran dan berbagai ragam pengorganisasian;
9. pendidikan penyuluhan merupakan sains terapan, pengetahuan yang memungkinkan untuk
dimanfaatkan dalam mengarahkan perubahan dalam keseluruhan perilaku manusia yang dmeikian rumit;
10. penyuluhan adalah proses pendidikan yang ditujukan untuk pengembangan individu, dimana melalui
proses ini penduduk pertanian pedesaan ditingkatkan kesadarannya melalui bantuan penyuluh dalam
upaya meningkatkan kondisi kehidupannya;
11. penyuluhan adalah upaya untuk mengajar orang-orang mengenai bagaimana berpikir, bukan
mengenai apa yang harus dipikirkan dana mengajar bagaimana orang-orang untuk memprkirakan secara
tepat mengenai kebutuhan dan menemukan cara untuk memecahkan permasalahan mereka dan
membantu mereka untuk memperoleh pengetahuan dan mengembangkan kepercayaan diri dalam
memenuhi kebutuhnnya;
12. penyuluhan merupakan pendidikan di luar sekolah dimana orang dewasa dan pemuda melakukan
pembelajaran sambil bekerja. Dalam proses ini terjadi kerjasama antara pemerintah, akademisi dan
orang-orang dalam memberikan pelayanan dan pendidikan yang dirancang dalam upaya memenuhi
kebutuhan orang-orang.
13. penyuluhan dan penyuluhan pertanian adalah merupakan metode atau sekumpulan metode dimana
praktek keilmuan dilaksanakan termasuk praktek dalam melakukan pemeliharaan tanaman;
14. pendidikan penyuluhan adalah upaya untuk melakukan pendidikan mengenai apa yang mereka
inginkan dan bagaimana bekerja dalam upaya memberi kepuasan pada mereka. Materi pendidikan bukan
hanya sebatas isi pendidikan akan tetapi lebih pada upaya untuk memenuhi sendiri kepuasan mereka
melalui kreativitas diri, meningkatkan kemauan dan keinginannya;
15. penyuluhan adalah pendidikan bagi orang dewasa di luar sistem sekolah yang menekankan pada
pilihan dan minat. Pendidikan ditujukan dalam upaya meningkatkan kebebasan mereka, melalui upaya
untuk membantu dalam memanfaatkan kebebasan untuk bertindak sesuai dengan dasar dari kehidupan
demokrasi.
Dari definisi di atas, pokok-pokok yang harus ditekankan meliputi:
1. pada kategori pengetahuan apa penyuluhan berada;
2. apa isi dari sebuah penyuluhan
3. apa hubungan antara penyuluhan dengan teknologi dan ilmu lain
4. siapa yang menjadi sasaran dari penyuluhan
5. apa metode, materi, prinsip dan filsafat yang ada dalam penyuluhan
Usaha untuk memberikan kepuasan pada definisi yang dikemukakan di atas akan selalu diusahakan,
akan tetapi definisi yang hampir lengkap adalah: pendidikan penyuluhan merupakan ilmu perilaku yang
mengikuti proses keberlanjutan, persuasi, dan memberikan pembedaan dari proses pendidikan. Tujuan
dari kegiatan ini yaitu mempengaruhi perilaku orang-orang sesuai dengan tujuan yang ditetapkan, melalui
pemberian keyakinan, komunikasi dan difusi, dengan menggunakan metode, prinsip dan filosofis yang
diarahkan pada keterlibatan dalam belajar baik peserta pelatihan maupun agen perubahan.
B. Filsafat penyuluhan
Filsafat umumnya dipergunakan untuk cakupan yang luas dan bersumber dari kebijakan, atau
pengetahuan mengenai sesuatu dan sumber keberadaannya baik teori maupun prakteknya. Filsafat
berusaha unutk memberikan jawaban akhir dari sebuah proses penyelidikan dan penelitian mengenai
segala sesuatu terutama untuk setiap pertanyaan yang sifatnya banyak kemungkinan dan segera setelah
tidak ada lagi keraguan sampai pada gagasan yang lebih nyata.
Filsafat penyuluhan didefinisikan dan diberikan interpretasi melalui berbagai cara sesuai dengan latar
belakang pemikirnya dan umumnya terdapat banyak sekali pemikiran yang beragam. Semua pemikiran
ini berupaya untuk mencapai gagasan dan kesimpulan yang komprehensif dengan memberikan
penekanan dari berbagai pemikiran yang dikemukakan berbagai ahli.
Dari berbagai pemikiran menekankan bahwa penyuluhan memiliki dasar mengenai pentingnya
perkembangan pribadi dalam rangka mendorong perkembangan masyarakat (pedesaan) yang
diharapkan memiliki imbas bagi perkembangan bangsa. Para penyuluh memiliki tugas untuk bekerja
dengan orang agar mereka mampu untuk membantu dirinya sendiri dan mampu mencapai kemajuan
dalam kehidupan. Secara bersama orang-orang menetapkan tujuan yang akan dicapai, yang bersumber
dari kenyataan dalam kehidupan, yang mengarahkan dirinya pada keterpenuhan kebutuhan secara
menyeluruh. Kemajuan yang dicapai orang-orang dengan demikian dapat beragam sesuai dengan
kebutuhan, minat dan kecakapannya. Melalui proses ini diharapkan memiliki pengaruh pada masyarakat
secara keseluruhan, sebagai dampak dari partisipasi dan pengembangan kepemimpinan.
Sehubungan dengan itu filsafat penyuluhan berkembang dalam pemikiran sebagai berikut:
1. Penyuluhan merupakan proses pendidikan. Penyuluhan adalah perubahan sikap, pengetahuan dan
keterampilan orang-orang,
2. Penyuluhan memiliki sasaran laki, perempuan, pemuda dan anak dalam upaya memecahkan
permasalahan dan keinginan. Penyuluhan menekankan pada mendidik orang mengenai apa yang
diinginkan dan bagaimana cara pemenuhan kebutuhan mereka;
3. Penyuluhan adalah membantu orang untuk membantu dirinya sendiri;
4. Penyuluhan menggunakan pendekatan belajar sambil bekerja dan proses mencari apa yang
diyakininya;
5. Penyuluhan melakukan pendekatan perorangan, pemimpin mereka, masyarakat dan dunia di sekitar
mereka;
6. Penyuluhan merupakan kerjasama dalam meningkatkan kesejahteraan dan kebahagiaan orang-orang;
7. Penyuluhan bekerja berdasar pada keharmonisan dengan budaya dimana mereka berada;
8. Penyuluhan merupakan hubungan antar sesama dalam kehidupan, melalui kepercayaan dan
penghargaan akan orang lain;
9. Penyuluhan menggunakan saluran komunikasi yang beragam;
10. Penyuluhan merupakan proses pendidikan yang berkelanjutan.
Sehubungan dengan itu filsafat penyuluhan ditekankan:
1. Membantu orang untuk membantu dirinya sendiri,
2. Melihat manusia sebagai sumber yang tidak terhingga;
3. Ia merupakan usaha kerjasama;
4. Penyuluhan berangkat dari dasar demokrasi;
5. Menggunakan dua saluran baik dalam pengetahuan maupun dalam pengalaman;
6. Penekanan pada penciptaan minat melalui upaya untuk mengamati dan mengerjakan;
7. Berdasar pada kesukarelaan, partisipasi secara kooperatif dalam pengembangan program;
8. Persuasi dan pendidikan orang-orang;
9. Program didasari oleh sikap dan nilai yang berkembang diantara orang-orang;
10. Merupakan program yang berkelanjutan.
Dari gambaran ini dapat ditarik empat prinsip yang berkembang menjadi filsafat dari penyuluhan:
1. Individu merupakan dasar dari demokrasi;
2. Rumah merupakan unit terkecil dari hakikat warga negara;
3. Keluarga merupakan tempat melakukan pendidikan pertama dari umat manusia;
4. Dasar dari kewarganegaraan yang menetap yaitu perpaduan antara manusia dengan tanah
Beberapa pemikir dengan menggabungkan pemikiran terdahulu menekankan: program penyuluhan
memiliki tekanan pada individu, pendamping dengan tujuan utama melakukan perubahan sikap,
pengetahuan, keterampilan, pemahaman, kapasitas dan kemampuan melalui upaya persuasi dari pihak
pendidik. Penekanan lain yaitu penggabungan antara pemikir lama dengan baru dengan penekanan pada
manusia dan nilai yang ada di dalamnya yang merupakan hakikat dari nilai kemanusiaan itu sendiri.
Dalam penyuluhan tidak dapat dipisahkan dari keterlibatan pemerintah walaupun tidak selalu melibatkan
pemerintah pusat dengan cara memberikan pelayanan bagi petani melalui pemberian pengetahuan
(know how) melalui pembimbingan peningkatan metode, dalam upaya mencapai perubahan yang
diharapkan melalui peningkatan produksi. Untuk mencapai semua ini penyuluhan tidak dapat dilepaskan
dari penelitian dan pendidikan.
C. Prinsip Penyuluhan
1. Pemahaman mengenai prinsip
Prinsip adalah pernyataan yang dapat membimbing para pembuat keputusan dan kegiatan secara
konsisten. Dari prinsip ini berkembang generalisasi. Bila pernyataan ini diangkat lebih tinggi maka ini
akan menjadi maka ini menjadilah asumsi. Bila perlu pengujian lebih jauh maka kemudian dikenal dengan
hipotesis. Selanjutnya hipotesis yang telah di test atau asumsi yang bisa diterima maka semua ini disebut
sebagai teori. Bila teori kemudian diuji melalui sejumlah pengujian yang sangat rumit, dalam satu kondisi
tertentu oleh sejumlah individu dan temuan dapat diterima maka hal ini disebut dengan prinsip. Jadi
prinsip merupakan kebenaran yang diterima umum dan telah mendapatkan pengamatan dan akhirnya
sampai pada tingkat kebenaran dengan tidak tergantung pada kondisi dan lingkungan. Prinsip
merupakan dasar kebenaran dan pengarah pada tindakan.
2. Pentingnya prinsip penyuluhan
Umumnya diyakini bahwa pengetahuan mengenai prinsip tidak memiliki arti bagi seorang penyuluh.
Prinsip umumnya hanya memiliki arti bagi para akademisi bagi mereka yang ingin mendalami lebih jauh
mengenai penyuluhan. Namun demikian terdapat makna khusus prinsip bagi seorang penyuluh, dimana
tanpa pengetahuan mengenai prinsip seorang penyuluh maka amat mungkin akan menghadapi
kesalahan besar terutama pada saat permulaan dalam menghadapi pekerjaan sebagai penyuluh. Lebih
jauh lagi bila seorang penyuluh ingin mengembangkan diri menjadi seorang administrator atau supervise,
maka tidak dapat tidak ia harus memperhatikan prinsip-prinsip penyuluhan.
3. Relativitas dari prinsip penyuluhan
Prinsip penyuluhan bersifat relative dan tidak selalu harus pasti dilihat dari kepentingan dan urutannya.
Namun demikian, benar pula bahwa setiap prinsip itu penting. Pada hal lain tidak mungkin pula terdapat
prinsip penyuluhan yang lengkap dan merupakan sesuatu yang sempurna. Bila kita perhatikan sejumlah
prinsip berikut ini merupakan prinsip yang mendasar dan dapat diterima dalam para pengkaji mengenai
prinsip penyuluhan.
Sejumlah prinsip yang mengemuka antara lain:
a. Prinsip mengenai minat dan kebutuhan
Untuk efektifnya penyuluhan maka penyuluh harus mengawali kegiatan dengan mengembangkan minat
dan kebutuhan dari pihak yang akan diberikan penyuluhan. Dalam banyak hal minat dari pihak yang akan
mendapatkan penyuluhan tidak sejalan dengan pihak penyuluh sendiri. Namun demikian kebutuhan dari
pihak yang akan mendapatkan penyuluhan dipandang lebih baik dibandingkan dengan kebutuhan para
penyuluh sendiri, karenanya semuanya harus dimulai dengan minat dan kebutuhan yang dirasakan oleh
pihak yang akan diberikan penyuluhan. Dalam hal ini para penyuluh harus menghimpun minat dan
kebutuhan dari pihak yang akan diberikan penyuluhan menjadi realistis. Kebutuhan yang akan dipenuhi
harus bisa memuaskan perorangan, kelompok, masyarakat dan minat nasional. Pemenuhan kebutuhan
akan mungkin bila menggunakan sumber yang ada, dan harus pula diberikan perioritas pada kebutuhan
yang saat ini sedang mendesak keberadaannya.
b. Prinsip kelembagaan akar rumput
Untuk menjadi sebuah kegiatan yang realistis dan efektif, maka lembaga yang dikembangkan seharusnya
harus berbasis prinsip demokrasi yang berkembang di lingkungan keluarga dan terutama sekali yang
berkembang di pedesaan. Semua pemikiran harus dimulai dari bawah atau akar rumput. Pada saat yang
sama, pengetahuan modern dibutuhkan untuk mengembangkan lembaga dan membuat koordinasi yang
lebih bijaksana baik yang menyangkut pemikiran dan tindakan dan memungkinkan dilaksanakan pada
lingkup keluarga maupun desa. Kehidupan yang paling berbudaya yaitu terdapat spesialisasi dari sebuah
desa. Untuk mewujudkannya dibutuhkan dukungan dari sejumlah profesi dan asosiasi. Hal ini bisa
ditingkatkan melalui perluasan peran keluarga maupun masyarakat.
c. Prinsip perbedaan budaya
Dalam upaya untuk meningkatkan efektivitas dari penyuluhan, maka prosedur dan pedekatan harus
sesuai benar dengan budaya dimana penyuluhan diselenggarakan. Perbedaan budaya pada hal lain
membutuhkan pendekatan yang berbeda. Atas dasar itu perencanaan yang dirancang untuk wilayah
tertentu tidak serta merta dapat diaplikasikan sepenuhnya untuk wilayah yang berbeda, sehubungan
dengan perbedaan budaya ini. Perbedaan budaya termasuk didalamnya filsafat hidup, sikap, nilai,
loyalitas, kebiasaan dan kesenangan.
d. Prinsip perubahan budaya
Sehubungan dengan perubahan perlu diajarkan dan belajar perlu dimulai dengan sesuatu yang telah
dikenal oleh manusia, maka menjadi tuntutan seorang penyuluh harus mengetahui apa yang telah
diketahui oleh pihak yang akan mendapatkan penyuluhan dan bagaimana mereka berpikir. Dengan
mengutamakan pemikiran ini dan sikap yang menghargai pada saling menghargai dan menerima
keragaman budaya, penyuluh harus mampu untuk menemukan rahasia budaya yang ada pada sasaran
dan pada saat yang sama harus mampu menerima keterbatasan budaya, sesuatu yang sifatnya tabu dan
nilai yang berkaitan dengan setiap tahapan dari program yang sedang dikembangkan, sebelum dimulai
sehingga setiap pendekatan yang dilakukan dapat diterima. Sebuah kesimpulan berkaitan dengan
budaya, dimana budaya itu unik dan sesuai dengan situasi yang berkembang maka budaya pun akan ikut
berubah pula. Kendati budaya dikembangkan maka ia akan tetap unik, karenanya tidak mungkin untuk
mendeskripsikan sedemikian tepat apa yang terjadi, dan karenanya pula setiap perorangan atau
kelompok yang memiliki keterlibatan dan tanggung jawab untuk melakukan perencanaan, melaksanakan
atau melakukan penyesuaian dengan perubahan tertentu, harus pula menyesuaikan dengan perubahan
yang berkembang.
e. Prinsip kerjasama dan partisipasi
Dalam suatu kegiatan yang melibatkan sejumlah orang dalam menyelesaikan tujuan bersama, tidak
mungkin untuk menggunakan pilihan yang ditetapkan salah satu pihak akan tetapi seharusnya mereka
sendiri yang menentukan apa seharunya menjadi tujuan. Tugas dari penyuluh adalah membantu mereka
untuk melakukan pengorganisasian setiap usaha dan membimbingnya kearah keberhasilan dari setiap
kegiatan yang telah ditetapkan sebelumnya. Bila mereka sendiri yang membuat suatu pilihan maka
mereka jauh akan lebih bertanggungjawab dalam menyelesaikan kegiatan yang telah ditetapkan
sebelumnya. Pengalaman dari beberapa negara mereka jauh lebih dinamis bila mereka diberikan
kesempatan untuk membuat keputusan dari setiap yang menjadi urusannya, menunjukkan sendiri
tanggung jawab dan dibantu untuk menyelesaikan kegiatan yang ada di daerahnya.
Patisipasi dari dari mereka merupakan hal yang sangat mendasar untuk menjamin keberhasilan dari
setiap usaha pendidikan. Para sasaran penyuluhan harus memiliki urutan dalam mengembangkan
program dan harus merasakan bahwa mereka terlibat dalam program yang sedang dilaksanakan.
f. Prinsip pemanfaatan ilmu melalui pendekatan demokratis
Pemanfaatan ilmu pertanian bukan hanya satu proses. Yang menjadi kunci dari sejauhmana tingkat
pemanfaatan ilmu yang sedang dipelajari yaitu siapa yang akan melakukan percobaan dari kalangan
mereka yang akan melakukan pemecahan pada permasalahan yang sedang dihadapi. Semua alternative
yang akan dilakukan seharusnya ditetapkan sendiri oleh mereka. Penyuluh harus mampu
menterjemahkan setiap fenomena yang berkembang yang memberikan kepuasan pada pihak
mendapatkan penyuluhan sehingga mereka benar-benar dapat menerima materi inovasi yang
diperkenalkan.
Semua bantuk dukungan yang diberikan oleh penyuluh harus berlangsung dalam suasana demokratis.
Hal ini ditempuh antara lain melalui proses diskusi dan pemberian saran. Dalam kenyataan semua proses
yang dilakukan bersama dengan pihak yang diberikan penyuluhan jauh lebih mendapatkan dukungan
jangka panjang dibanding dengan hanya sekedar dipaksakan. Semua alternative pemecahan seharusnya
dihadapi sendiri oleh pihak yang diberikan penyuluhan dan keahlian yang diperolehnya seharusnya
melalui diskusi diantara mereka. Selanjutnya berikan kebebasan pada mereka untuk memilih sendiri
kegiatan yang patut dilakukannya, mempergunakan metode yang bernilai guna yang sesuai dengan
situasi dan sumber yang terdapat disekitar mereka dan bantuan yang ada dari pihak pemerintah.
Jadi terdapat sejumlah faktor pendukung pada perkembangan penyuluhan yaitu dukungan masyarakat,
perkembangan ilmu sosial dan perkembangan profesi yang mendukung pada wujud penyuluhan terutama
yang berhubungan dengan pemahaman, objektivitas, kepercayaan, kemampuan melakukan perkiraan
dan pengontrolan.
Dukungan yang sangat membantu antara lain diterbitkannya sejumlah jurnal seperti halnya jurnal
pelayanan penyuluhan koperasi di Amerika dan Jurnal penyuluhan India, mendorong pada perubahan
berpikir dan menjadi awal pada pengembangan profesi mengenai penyuluhan. Perkembangan keilmuan
penyuluhan dengan demikian tidak hanya bersifat sederhana dan seragam akan tetapi berkembang
menjadi sangat bervariasi, rumit dan dinamis. Sejalan dengan lahirnya beberapa pandangan baru
semakin berkembang pula kebutuhan akan penelitian dan semakin berkembangnya konsep baru dalam
upaya mengatasi permasalahan.
Pengamatan dalam melihat interaksi sosial yang berkembang, yang semula hanya untuk kepentingan
melihat data kualitatif berkaitan dengan perilaku selanjutnya mendorong penelitian yang lebih luas dalam
penelitian mengenai penyuluhan.
Dengan lahirnya beberapa universitas pertanian dan lembaga penyuluhan pertanian semakin
mengakselerasi perkembangan penyuluhan. Semakin berkembang semakin meluas pula penelitian yang
berhubungan dengan penyuluhan.
Dari berbagai kajian, capaian dari kajian penyuluhan meliputi:
a) titik berat dari penyuluhan pertanian yang berkaitan dengan pengorganisasian manusia dihasilkan dari
observasi dan penelitian;
b) informasi dan fakta yang dihasilkan dari observasi dan penelitian;
c) dapat dikembangkannya batang tubuh yang berbentuk kesimpulan dan generalisasi menjadi sebuah
prinsip atau teori;
d) penyuluhan menggunakan metode penelitian sosial dan statistik yang pada gilirannya mendorong
pada penelitian lebih jauh, mengungkap sejumlah informasi, hipotesis diuji dan teori dihasilkan;
e) penggunaan metode demikian bermanfaat dalam untuk memecahkan permasalahan dalam
memecahkan masalah pendidikan;
f) informasi dan pengetahuan, prinsip dan metode yang dipergunakan merupakan bahan dalam
pengemabangan hakikat penyuluhan yang selanjutnya menjadi bahan bagi pengembangan teori dan
praktek dalam penyuluhan.
l. Tujuan penyuluhan
Tujuan dari penyuluhan sebagai ilmu yaitu membangun batang tubuh keilmuan, fakta dan generalisasi
yang dapat dimanfaatkan oleh pendidik, peneliti dan penyuluh dalam mewujudkan tujuan profesi dan
budaya. Dari sejumlah analisa dapat dikembangkan sejumlah tujuan yang berhubungan dengan
penyuluhan yaitu:
1) mengembangkan keyakinan dan mewujudkan sejumlah fakta yang perkembangnya dapat
meningkatkan, memungkinkan proses pembelajaran, peningkatan perilaku sosial dan meningkatkan
penyesuaian kepribadian. Perwujudan dari tujuan akan meningkatkan apresiasi dari sumbangan
penyuluhan bagi para penyuluh dan para guru;
2) membantu dalam mendefinisikan dan mengembangkan tujuan penyuluhan dan standar yang berkaitan
dengan perilaku yang diharapkan dan segala sesuatu yang berkaitan dengan itu;
3) membantu dalam mengembangkan perilaku simpati akan peserta penyuluhan sehingga perilaku
mereka sesuai dengan tujuan yang ditetapkan;
4) membantu dalam meningkatkan pemahaman sifat dan manfaat hubungan kemanusiaan dan metode
dalam memahami peserta penyuluhan bersamaan dengan pemahaman bagaimana bisa bekerja satu
dengan lainnya, partisipasi dalam kelompok dan kerjasama;
5) menyediakan batang tubuh mengenai fakta dan prinsip yang dapat dipergunakan dalam memecahkan
permalahan dan pemecahan proyek yang berkaitan dengan penyuluhan;
6) membantu dalam memberikan dukungan pada penyuluh dalam memahami perspektif untuk
menemukan dan memperoleh hasil yang lebih baik dari setiap usaha dan praktek pihak lain;
7) meningkatkan kemampuan penyuluh melalui peningkatan penguasaan fakta dan teknik yang
dibutuhkan dalam upaya menganalisis perilaku baik diri sendiri maupun pihak lain dalam upaya mencapai
penyesuaian normal terbaik dalam upaya lebih meningkatkan dan menyesuaikan penyuluhan;
8) membantu dalam mendefinisikan, memelihara dan membuat perpaduan metode penyuluhan yang
lebih maju, mengembangkan prosedur dan teknik untuk memperluas teknik yang lebih canggih dalam
bentuk yang lebih sederhana dan dapat dipahami.
m. Prinsip Pemuasan Semua Pihak
Pemberian pemuasan pada semua pihak merupakan bagian utama dari penyuluhan. Bila mampu
memberikan kepuasan pada orang, maka serta merta semua pihak yang terpuaskan akan memberikan
dukungan penuh pada penyuluhan yang akan diberikan dan keberlangsungannya. Patut diketahui sejalan
dengan pertumbuhan demokrasi dalam kehidupan tidak lagi manusia dipandang sebagai mesin.
Sehubungan hal ini kebermaknaan dalam mengikuti kegiatan penyuluhan harus sepenuhnya tergantung
pada kesadaran diri, dan ini hanya mungkin dipenuhi melalui pemberian kepuasan penuh pada mereka
yang memiliki kaitan dengan penyuluhan
Atas dasar itu penyuluhan dapat dibedakan dengan pendidikan pada umumnya dari beberapa aspek
seperti di bawah ini:
PENDIDIKAN FORMAL PENYULUHAN
Pendidikan dimulai dengan deori yang diikuti dengan praktek Penyuluhan memulai dengan praktek,
kenyataan lapangan dan pemasalahan yang diikuti dengan pamahaman mengenai konsep dan teori
Pendidikan sangat berdasar pada kurikulum baku Tidak ada kurikulumyang sangat baku. Dengan
keberadaan seperti ini dimungkinkajn untuk melakukan perubahan sesuai dengan kebutuhan dari peserta
pelatihan
Peserta pelatihan umumnya sangat homogen Peserta pelatihan umumnya sangat beragam
Mengajar sangat berdasar pada kurikulum yang ditentukan dari satu pusat dan relaltif sama untuk satu
tindakan Pembelajaran berlangsung secara horisontal dan berbasis pada permasalahan
Harus mengikuti tata cara yang berlaku dalam kelembagaan dan hampir tidak ada kesempatan untuk
melakukan perubahan pada cara yang ada Adanya kebebasan atas kesepakatan untuk memilih bahan
ajar
Pendidikan ini lebih bersifat khususan untuk suatu jenjang atau spesialisasi tertentu Pembelajaran bukan
didasarkan atas keperluan untuk jenjang pendidikan tertentu akan tetapi lebih bersifat informal
Pengajaran berlaku satu arah yaitu oleh pengajar pada yang diajar Melakukan pembelajaran dengan
menggunakan potensi lokal.
Terdapat beberapa pihak yang memiliki sumbangan pada proses penyuluhan yanb baik, yaitu penyuluh,
perencana dan para spesialis kurikulum. Kriteria umum penyuluh yang berhasil, adalah sebagai berikut:
1) melakukan penyuluhan dengan persiapan yang memadai menggunakan pembelajaran pendekatan
penyuluhan yang umum dipergunakan pada penyuluhan, seperti melalui diskusi, pembahasan
permasalahan dan pemecahannaya menggunakan sebanyak mungkin potensi yang ada pada peserta
penyuluhan,
2) pembelajaran diikuti dengan metode yang memadai yang umumnya menggunakan metode
demonstrasi,
3) mampu menterjemahkan pemikiran dan teori yang rumit menjadi bahan yang mudah dipahami,
4) mampu mengorganisasikan workshop,
5) mampu mengorganisasikan peserta pada kegiatan lapangan untuk mempraktekan hasil penyuluhan,
6) mampu mengorganisasikan peserta penyuluhan pada proses pembelajaran dengan mengakomodasi
minat dan kebutuhan peserta
7) berperan sebagai manusia sumber dan memiliki kemampuan untuk memecahkan permasalahan yang
rumit.
Sesuai dengan persyaratan ini seorang penyuluh yang baik umumnya memiliki ciri-ciri memahami secara
utuh dari semua materi yang harus diberikan pada proses penyuluhan, antusias dalam memberikan
penyuluhan dan penguasaan materi, memiliki minat yang memadai pada perkembangan peserta
penyuluhan, pemahaman yang luas mengenai pembelajaran, memiliki minat mengenai pengembangan
diri dan kepribadian, memiliki minat pada pengembangan diri agar dibutuhkan (demanding) dan mampu
memberikan motivasi untuk mengembangkan diri.
Selain itu dibutuhkan pula kemampuan perencana program, yang umumnya harus memiliki kemampuan
sebagai berikut:
1) mampu berperan sktif dalam proses penyuluhan,
2) memiliki pengetahuan yang memadai pengenai substansi penyuluhan,
3) pengetahuan yang memadai dalam melakukan pentahapan dalam proses penyuluhan,
4) dapat menetapkan metode yang paling bernilaiguna untuk dipergunakan dalam penyuluhan
5) dapat mensuplai lembaga dengan informasi yang paling mutakhir,
6) memiliki pengetahuan yang memadai mengenai cara mengevaluasi, melakukan pengolahan data dan
intepretasi hasil,
7) memiliki sejumlah data hasil penyuluhan yang telah dilakukan pada waktu lalu,
8) mampu mengembangkan diri berbasis pengalaman penyuluhan masa lalu untuk mengembangkan
kemampuan masa datang,
9) memiliki perhatian ekstra dalam mendalami proses penyuluhan yang menjadi tanggung jawabnya,
Penyuluh juga harus mendapatkan dukungan dari ahli dalam bidang penyuluhan dan substansi.
Kemampuan khusus ahli substansi yang dituntut yaitu:
1) memiliki pemahaman yang luas mengenai materi yang akan disampaikan pada proses penyuluhan,
2) memahami materi yang mutakhir yang akan dimanfaatkan dalam proses penyuluhan,
3) berperan sebagai penghubung dengan proses penelitian
4) mampu memilih, menginterpretasi dan memiliki kemampuan untuk memecahkan permasalahan yang
sedang dihadapi,
5) memiliki pengetahuan yang berhubungan dengan hubungan antar manusia,
6) aktif untuk berperan dalam proses demonstrasi yang ada pada wilayah-wilayah yang memiliki kaitan
dengan materei penyuluhan
7) memiliki kaitan dengan sistem pendidikan tinggi yang berhubungan dengan penyuluhan dan substansi
penyuluhan
8) memiliki pengetahuan yang luas yang berhubungan dengan materi penyuluhan dan peran spesialisasi
Fasilitas
a. mempersiapkan bahan secara seksama. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mengeceknya jauh
sebelum proses pelatihan dimulai
b. datang lebih awal. Hal ini dimaksudkan dalam upaya mengenai fasilitas dan mempersiapkan lebih awal
sebelum pelatihan atau penyuluhan dimulai.
11. Pembukaan dan Penutupan
Pembukaan
a. selalu membuka setiap pertemuan. Hal ini dilakukan dengan memberikan ice breker. Selalu melakukan
observasi dan mencoba akan selalu memutakhirkan bahan untuk pembuka pertemuan
b. melakukan proses pelatihan secara tenang. Ketenangan dalam bagian dari pembukaan maupun
penciptaan susana yang mendukung.
Penutupan
a. membuat kesimpulan pada setiap proses pelatihan atau penyuluhan. Seorang profesional berusaha
untuk membuat kesimpulan singkat padat pada setiap penampilan sesuai dengan tujuan yang menjadi
arah pelatihan
b. memberikan apresiasi pada peserta dengan mengucapkan terima kasih.
12. Catatan Khusus
a. membuat catatan sebagai kebutuhan khusus
b. memanfaatkan bahan visual seperti manual sebagai bahan pelatihan
c. melakukan pelatihan sebelum melakukan pelatihan sebenarnya
Mempersiapkan penyuluhan
Persiapan penyuluhan seperti halnya juga untuk mempersiapkan seminar, pembelajaran dan kegiatan
sejenis sangat tergantung pada kemampuan untuk merencanakan. Semuanya sangat tergantung pada
kemampuan komunikasi, kemampuan dalam memberikan pengaruh, gagasan yang cemerlang untuk
menunjang proses penampilan serta kemampuan dalam mengajar (memulai, melaksanakan dan
mengerjakannya dengan sempurna). Secara keseluruhan persiapan penyuluhan sangat tergantung pada
pemahaman mengenai keberhasilan penyuluhan, mempersiapkan bahan penyuluhan, pemahaman
sejumlah model penyuluhan, penggunaan beberapa alat Bantu dalam menunjang penyuluhan.
Penyuluhan yang berhasil
Kegagalan penyuluhan sangat tergantung pada beberapa faktor, seperti dapat diamati pada sejumlah
penyuluhan yang pernah kita laksanakan. Tanda-tanda yang muncul kepermukaan terutama dilihat dari
materi penyuluhan antara lain:
a. tidak jelas tujuan yang akan dicapai melalui penyuluhan,
b. kelemahan dalam struktur yang disajikan,
c. terlalu banyak informasi dan tidak dikelola seperti yang diharapkan atau sebaliknya informasi yang
terlalu sedikit,
d. kurang menghargai peserta , seperti tidak memberikan kesempatan untuk mengemukakan pendapat
atau kurang memberikan apresiasi pada proses penyuluhan,
e. kurang adanya kontak mata dengan peserta ,
f. penampilan yang kurang terorganisasi,
g. terlalu banyak kesalahan dan sikap depensif yang ditunjukkan oleh penyuluh terutama dalam
menerima semua kelemahan yang menyertai proses penyuluhan,
Sebaliknya penyuluhan yang berhasil dan dikatakan baik adalah memiliki sejumlah cirri:
a. memiliki tujuan yang jelas dan dapat dipahami oleh peserta ,
b. memiliki struktur yang jelas, baik dari sisi penyuluh atau peserta ,
c. memiliki informasi yang jelas yang dapat diikuti oleh peserta ,
d. selain dari pemaparan verbal juga dilengkapi dengan penampilan nonverbal,
e. hubungan dengan peserta demikian dekat serta bahan yang dikomunikasikan cukup relevan
Terdapat tiga tahapan dalam mempersiapkan penyuluhan yang baik yaitu perencanaan, persiapan dan
pemeriksaan persiapan penyuluhan. Dalam tahap ini yang harus diperhatikan yaitu:
a. mempertimbangkan sepenuhnya peserta yang akan mengikuti penyuluhan baik dari segi kebutuhan,
latar belakang sosial ekonomi maupun psikologis,
b. penetapan tujuan penyuluhan,
c. penetapan lama waktu penyuluhan,
d. mempersiapkan tempat yang menadai,
e. mempersiapkan alat dan bahan
f. membuat rancangan semua bahan yang akan dipergunakan.
Bahan ini secara sistemik terdiri dari tujuan, struktur (rangkaian logis dari penyuluhan, bahan utama dan
kesimpulan), bahasa, alat bantu dan pertanyaan yang akan dipergunakan sebagai alat ukur dari proses
penyuluhan. Beberapa hal yang harus dilakukan dalam mempersiapkan penyuluhan yaitu:
a. upayakan untuk memusatkan perhatian dari seluruh peserta pelatihan,
b. upayakan untuk memberikan penguatan,
c. memulai dengan membuat kesimpulan, semua informasi harus cukup tersedia untuk menunjang
simpulan yang akan dibuat,
d. membuat kunci-kunci keberhasilan dari semua tahapan yang akan dibuat.
Dalam melakukan persiapan harus diupayakan untuk melakukan praktek, bagaimana alur, waktu yang
dipergunakan, bagaimana komunikasi ebrlangsung, alat dan bahan apa yang dipergunakan, bagaimana
semua pertanyaan dapat dijawab dengan memuaskan semua pihak.
Tanggung jawab dalam penyuluhan
Tanggung jawab yang harus ditunjukkan dalam penyuluhan yaitu:
a. melakukan analisis pekerjaan dan mengembangkan deskripsi pekerjaan yang dipikul posisi tertentu
b. membantu karyawan untuk mengembangkan penghargaan akan pekerjaan yang menjadi tanggung
jawabnya
c. membuat pekerjaan sedemikian berharga dan dianggap sebagai suatu tantangan sehingga semua
karyawan mampu mengembangkan diri sesuai potensi yang dimilikinya,
d. mengembangkan metode agar pekerjaan menjadi mudah tanpa mengurangi standar dan prosedur
standar operasional yang dimiliki lembaga penyuluhan,
e. menempatkan pekerjaan demikian berarti sehingga semua karyawan memenuhi standar sesuai
dengan kebutuhan yang harus dipenuhinya
f. memberikan pelatihan dan pelatihan sebelum jabatan untuk karyawan,
g. memperkenalkan karyawan baru pada sesama pekerja,
h. memperkenalkan karwayan baru pada siapa mereka harus bertanggungjawab
i. mengembangkan rasa aman diantara karyawan dan peluang untuk saling membantu yang
menguntungkan,
j. membantu mengembangkan kondisi yang menunjang untuk setiap karyawan aagar mampu
mengerjakan pekerjaan dalam sebagai tim
k. mengembangkan disiplin diri berdasar pada keyakinan terutama dalam menunjang kerja tim
BAB V
MANAJEMEN PELATIHAN
A. Pendahuluan
Pelatihan pada konsep ini merupakan bagian dari pembelajaran sepanjang hayat ( continuing Education)
Tujuan dan keberadaan pelatihan berbeda dari suatu lembaga dengan lembaga lain. Akan tetapi pada
akhirnya tujuan dari lembaga yanag berhubungan dengan Pelatihan sangat berkaitan dengan bagaimana
efektivitas dalam mencapai tujuan. Bila setiap orang mempunyai urunan yang sama untuk mencapai
tujuan, pada akhirnya ketercapaian tujuan ini sangat tergantung pada keberadaan manajer yang secara
khusus memiliki tugas khusus dalam melakukan perencanaan, pengorganisasian dan mengevaluasi
setiap kegiatan lembaga dalam upaya untuk mencapai tujuan.
B. Materi pembelajaran
Manajer setiap saat harus siap untuk bersaing dalam upaya menyelenggarakan kegiatan yang
diperlukan. Untuk tujuan ini manajer harus menyelengarakan antar hubungan melalui proses yang sangat
rumit. Pendekatan manajer yang berdasar pada personal lebih banyak dilakukan dengan berdasar pada
pertimbangan filosophis dalam upaya untuk membuat perencanaan, pengorganisasian dan mengevaluasi
pengalaman belajar bagi peserta belajar di luar sekolah.
Manajemen ialah seni dan ilmu dalam upaya untuk mencapai tujuan orang-orang. Dalam beberapa segi
manajemen berbeda dengan administrasi karena yang terakhir ini lebih menekankan pada
keterselenggaraan tugas dibandingkan dengan melakukan kerjasama dengan orang-orang. Litelatur yang
berhubungan dengan pelatihan sering mengunakan istilah manajemen dengan administrasi secara
bergantian. Akan tetapi pada kepustakaan yang terakhir istilah manajemen yang paling banyak
dipergunakan. Istilah lain yang banyak dipergunakan untuk menggantikan manajemen yaitu
kepemimpinan, akan tetapi kepemimpinan tidak terlalu banyak memiliki kajian pada mengelola
organisasi. Kepemimpinan adalah kapasitas untuk mengembangkan harapan anggota. Jadi
kepemimpinan harusnya menjadi keperdulian dari semua anggota dalam suatu organisasi.
C. Perspektif Manajemen Pelatihan
Bagian berikut memaparkan jaringan kerja dari manajemen Pelatihan. Manajemen Pelatihan terdiri dari
lima subsistem yaitu (1) Tujuan jangka pendek dan jangka panjang (2) stuktur, yaitu tugas yang harus
dikerjakan serta pembagian dan koordinasinya (3) psikokultural dan sosiokultural, perilaku perorangan
dan motivasi, group dinamik, budaya dan perilaku politik (4) teknis, teknik untuk mentransformasikan
program yang dibutuhkan serta gagasan kedalam kursus, workshop, seminar dll. (5) manajerial,
merupakan hal yang paling mendasar dan upaya untuk mengkoordinasikan subsistem dalam upaya
mencapai tujuan, merencanakan struktur, mengimplementasikan kebijakan, memfasilitasi dinamika
kelompok dari lembaga, menetapkan proses pengawasan. Kelima subsistem itu merupakan dasar dari
perencanaan dan implementasinya.
Sistem manajerial merupakan sasaran utama dari pembahasan mengenai pengelolaan. Untuk hal itu
akan dibahas beberapa faktor utama yang berhubungan dengan pengelolaan ini.
Berikut ini digambarkan jaringan dari pengelolaan dalam Pelatihan
Terdapat empat tugas pelatihan yaitu pemerograman, staffing, pembiayaan dan pemasaran. Keempat
tugas itu dilaksanakan dengan menyelenggarakan tiga fungsi manajemen yaitu perencanaan,
pengorganisasian dan evaluasi. Pelaksanaan fungsi manajemen itu harus pula didasarkan kepada
keadaan sosial masyarakat meliputi keluarga dan organisasi kemasyarakatan lainnya, masyarakat dan
sistem belajar manusia.
Litelatur mengenai pengelolaan pelatihan memiliki banyak keragaman dalam fungsi dan peranannya.
Secara umum fungsi pengelolaan meliputi perencanaan, pengorganisasin, staffing, kepemimpinan dan
pengawasan (Langerman dan Smith, 1979). Tugas manajerial yang isinya memuat tugas yang harus
dikerjakan dibedakan dengan fungsi (langkah-langkah dimana tugas dipenuhi dan diakses).
Kepemimpinan tidak dimasukkan pada salah satu tugas maupun funsgi karena harus dijalankan olegh
semua staf. Evaluasi menggantikan pengawasan karena evaluasi dilakukan secara bersama, dengan
asumsi tidak dibedakan secara tegas antara atasan bawahan yang biasanya menjadi bagian utama pada
pengawasan.
E. Fungsi Manajemen
Walaupun terdapat banyak variasi mengenai fungsi manajemen, namun terdapat tiga fungsi utama
manajemen yaitu perencanaan, pengorganisasian dan evaluasi. Ketiga fungsi ini sering dilihat secara
linier, yaitu perencanaan sebagai awal dari fungsi manajemen serta evaluasi berada pada perencanaan
dan pengorganisasian. Pada pemikiran lain ketiga fungsi ini berlangsung secara simultan, dinamis dan
saling menunjang satu dengan lainnya. Dalam hubungan ini perencanaan tidak senantiasa diakhiri
dengan pengorganisasian serta evaluasi tidak selalu berada diujung perencanaan dan pengorganisasian.
1. Perencanaan
Setiap program pelatihan dilakukan untuk mencapai tujuan tertentu serta bagaimana mencapai tujuan
yang telah ditetapkan. Perencanaan adalah proses bagaimana menetapkan tujuan serta menetapkan
langkah-langkah untuk mencapai tujuan yang ditetapkan melalui tahapan analisis dan evaluasi alternatif
yang mungkin dikerjakan. Perencanaan berfungsi pula untuk menetapkan dasar dan arah untuk sebuah
lembaga pelatihan dan mengarahkan program yang dilakukan secara bersama oleh anggota staf untuk
mencapai tujuan yang secara eksplisit telah ditetapkan dalam perencanaan.
Salah satu pendekatan khusus dalam perencanaan yaitu perencanaan strategis, dengan menggabung
secara komprehensif dasar-dasar manajemen. Perencanaan ini lebih merupakan metodologi yang
mempertimbangkan secara sungguh-sungguh seluruh pertimbangan lingkungan dan peluang serta
hambatan. Tujuan utama dari perencanaan strategis yaitu memadukan antara tujuan fungsional dengan
perencanaan operasional dari staf. Terdapat lima langkah dari perencananan strategis yaitu: Satu,
penetapan tujuan dari lembaga (bagaimana cara untuk memberikan pelayanan pada klient). Kedua,
menetapkan kekuatan dari lembaga (Bagaimana cara kerja yang baik serta mengapa dilakukan). Ketiga,
penetapan kenyataan dan potensi dari klien (bagaimana sasaran pelatihan dilayani, apa yang
seharusnya dilakukan serta sejauh mana kita memahami harapan mereka). Keempat, penetapan faktor
internal dan eksternal yang mempengaruhi lembaga (sumber-sumber yang dibutuhkan dari lembaga
pelatihan dan masyarakat). Kelima, pengembangan dan operasional kegiatan (apa yang seharusnya
yang harus dilaksanakan dalam pemerograman, staffing dan pemasaran serta apakah semua itu bisa
didanai)
Perencanaan merupakan keseimbangan tugas satuan pelatihan, programming, staffing, pemasaran dan
kemampuan finansial. Dalam arti sempit perencanaan diartikan upaya menghadapi tantangan untuk
mencapai efektivitas.
2. Pengorganisasian
Perencanaan yang dibuat harus dilaksanakan. Pengoorganisasian yaitu menegembangkan sistem
peranan dan tanggung jawab serta pendelegasian tugas dan sumber-sumber untuk menjamin
penampilan yang maksimum, kejelasan harapan dan pembuatan keputusan yang efektif.
Lembaga yang berhasil memliki dasar yang kuat, struktur lembaga yang tidak terlalu rumit yang
memungkinkan terjadinya fleksibilitas dan adaptasi yang cepat. Dalam hubungan ini, lembaga pelatihan
yang berhasil ditandai dengan kejelasan tujuan lembaga yang akan dicapai serta peluang untuk
terselenggaranya fungsi secara efektif.
3. Evaluasi
Secepat perkembangan dari perencanaan, serta sumber-sumber diorganisasikan dibutuhkan pula
dukungan kemampuan untuk mengevaluasi proses dalam upaya menilai keberhasilan tujuan yang
ditetapkan. Dengan evaluasi, staf akan memiliki gambaran antara kenyataan yang telah dicapai dengan
harapan yang diinginkan dalam perencananaan. Pada hal lain dapat diketahui penyimpangan yang
terjadi, sehingga dapat dilakukan perubahan dari komponen kelembagaan dalam upaya untuk menjamin
ketercapaian rencana yang ditetapkan.
Evaluasi yang diselenggarakan hendaknya mempertimbangkan antara kemampuan untuk menyediakan
informasi yang dibutuhkan serta kemudahan dalam upaya untuk mengimplementasikan program. Metode
yang dipergunakan harus pula memperhatikan hak-hak staf maupun peserta belajar. Evaluasi dilakukan
melalui analisis data, interview pada klien dan audit program. Hal yang terpenting lainnya evaluasi
hendaknya dilakukan melalui upaya yang hati-hati berdasar atas observasi personal yang berkelanjutan.
Fungsi dan tugas dari manajemen dilaksanakan dalam organisasi dan lingkungan masyarakat yang
keduanya bisa membatasi keberfungsian manajerial
BAB V
MODEL PELATIHAN
PENDIDIKAN VOKASIONAL DAN TEKNIS
Model ini dikembangkan untuk menjawab model pelatihan yang tepat untuk pelatihan vokasional dan
teknis. Penekanan terletak pada tujuan yang menekankan keterserapan oleh lingkunga kerja melalui
pendidikan yang diselenmggarakan oleh sekolah negeri maupun swasta, dengan dokus utama pada
lembaga publik. Pelatihan nditujukanagar pemuda mampu untuk diserap oleh lingkungan kerja. Pada
diskusi ini tidak dibahas pendidkkan tingkat akademi.
Model pengembangan pelatihan ini terdiri dari empat tahapan:
A. Pemahaman kebijakan
Pemahaman kebijakan bekaitan dengan sumber-sumber yang berlangsung apda sisitem pendidikan
sendiri maupun lingkungan kerja sebagai dsar untuk penetapan kebijakan sesuai dengan pilihan yang
ada terutama yang menyangkut mengenai filsafat. Perusahaan kecil dnegan sumber daya yang terbatas,
berlebihnya tenaga pengawasan dan pelatihan paruh waktu sepenuhnya sangat tergantung pada sumber
dan jasa pelatihan yang dapat disediakan dari luar sistem. Sebaliknya perusahaan besar dengan tingkat
kecanggihan tinggi memiliki lembaga pelatihan tersendiri sebagai bagian pendukung yang berkitan erat
dengan pejualan dan kegiatan rpoduksi, umumnya memiliki pilihannyanhg cukup banyak dalam
penyediaan tenaga kerja. Dalam menunjang kegiatan pelatihan akan terjadi penambahan biaya dan
merupakan resiko tersendiri bila akan menyelenggarakan sendiri proses pelatihan.
Penyediaan lembaga pelatihan kerja tersendiri bukan merupakan pilihan yang paling baik, termasuk
untuk perusahaan besar sekali pun. Seperti yang dilakukan Perusahaan Motor Ford, lebih memilih
fasilitas yang disediakan oleh lembaga di luar perusahaan dalam memberikan pelatihan pada tenaga
kerjanya. Terndapat pula lembaga seperti general motor dan chrysler yang memiliki sendiri lembaga
pelatihan di lingkungan perusahaan.
Sebagai konsekulensinya diperlukan pengaturan khusus mengenai ketenagaan kerjaan dan pendidikan
vikasional pada semua tataran pemerintahan. Selanjutnya maka lembaga harus melakukan keputusan: 1)
apakah menyelenggarkaan proses pelatihan dengan menggunakan fasilitas publik 2) bagaimana
melakukantanggapan akan tekanan prioritas sosial yang langsung. Semua keputusan itu harus segera
dilakukan dan bila tidak dipandang lebih bermanfaat amat mungkin pula tidak dapat memenuhi tuntutan
kewajiban yang seharusnya ditunjukkan lembaga. Dalam hal ini pilihan mengenai siapa yang
menyelenggarakan pendidikan untuk tenaga kerja demikian krusial.
Untuk membuat keputusan penggunaan lembaga penyelenggara pelatihan publik serta penetapan
lembaga pendidikan yang lebih memadai berikut programnya yang memenuhi ketentuan manajemen,
dimana pada umumnya tidak menjadi keperdulian. Sebagian kecil pengelola berpendapat bahwa melalui
penyediaan akademi dapat melakukan pelatihan untuk kepentingan pertanian maupun mekanik. Calon
peserta belajar unutk lembaga ini benar-benar merupakan tantangan tersendiri.
Manajemen dalam hubungan ini perlu secara skeptis dalam melihat manfaat program yang
dikembangkan. Pengembangan akademi tidak luput dari dukungan sponsor yang sungguh-sungguh.
Kerjasama perlu secara berlanjut dilakukan antara pusat pelatihan tenaga kerja, pusat pelatihan dan
lembaga pelatihan keterampilan regional.
Kebijakan lembaga pelatihan sangat ditekankan pada program prioritas yang mempunyai dimensi nilai
tambah. Selama ini pelatihan lebih bayak ditujukan pada peserta belajar hyang memiliki kekurnagan
secara fisik seperti halnya untuk veteran. Dalam rangka pengembangan pelatihan perhatian harus pula
ditujukan dalam upaya memberikan hak yang sama untuk memperoleh kemampuan vokasional terutama
bagi etnis minoritas, perempuan, pekerja yang lebih tua dalam mempersiapkan kareer dan kepada pihak
yang selama ini kurang menfapatkan perhatian.
Keikutsertaan dalam proses pelatihan berdasar pada sejumlah pertimbangan kebijakan. Dalam hal ini
standar yang ada perlu mendapat peninjauan kembali, peserta latihan hahrus dilihat dalam hubungannya
dengan peluang ekonomi, dengan memanfaatkan subsidi yang bisa disediakan oleh pemerintah
berkaitan dengan peluang kerja yang berkaitan dengan sektor usaha.
Isu yang berhubungan dengan aspek legal, sosial, filsafat dan ekonomi hendaknya menjadi pertimbangan
utama dalam pembuatan keputusan yang berkaitan dengan pelatihan tenaga kerja. Rangkaian
pertimbangan hendaknya lebih diperioritaskan pada aspek manajemen sebelum diarahkan pada
pemanfaatan sumber keterampilan dan teknis yang berhubungtan dengan program yang dikembangkan.
E. Sumber-sumber pelatihan
Terdapat beberapa sekolah yang menyelenggarakan pendidikan untuk memenuhi tenaga yang
memenuhi kualifikasi dalam bidang keterampilan dan teknis baik untuk pemuda maupun orang dewasa
yang pengkoordinasiannya terletak pada sekolah. Beberapa lembaga pendidikan juga menyelenggarkan
pendidikan pada waktu petang untuk ornag dewasa.
Kurikulum umumnya terbagi menjadi tiga bagian 1) komersil dan bisnis seperti kemampuan mengetik dan
home ekonomic 2) vokasional menekankan pada permesinan, kerja metal dan perabotan rumah tangga
3) pertanian. Sebagai tambahan juga diselenggarakan pelatihan yang ditujukan dalam memenuhi
kebutuhan pada perkotaan
a. Bidang pendidikan vokasional
Sekolah dengan tipe ini merupakan tipe baru dari lembaga pendidikan dengan tujuan utama memenuhi
kebutuhan masyarakat pada lingkup sosial yang terbatas di pedesaan yang tidak dapat
menyelenggarakan pendidikan teknik setingkat sekolah menengah atas. Lembaga ini umumnya
mendapat pasokan dana dan karenanya memiliki peralatan yang relatif baru dan lengkap
b. Program diploma
Terdapat pula akademi tingkat dasar menyelenggarakan pendidikan yang memadai dengan perlengkapan
yang cukup, baik peralatan maupun staf yang terlatih. Selain memberikan pelatihan dalam kelas melalui
program permagangan lembaga ini juga menyelenggarakan pelatihan hidraulik, elektronik, teknologi
industri, disain alat, perancan gan dan bidang khusus teknik.
c. Universitas.
Pendidikan yang diselenggarakan selama empat tahun banyak yang menyelenggarakan pelatihan
profesional. Lembaga pemerintah banyak yang menyelenggarakan pelatihan dalam upaya
memperbaharui dan meningkatkan kemampuan untuk bidang tertentu. Pelatihan umumnya
diselenggarakan merupakan pendidikan berkelanjutan dengan ciri pendekatan yang baku, struktur yang
baku dan program dengan kredit konvensional. Umumnya lembaga ini memiliki pengajar dari industri.
F. Pembelajaran mandiri
Pembelajaran mandiri dimanfaatkan pada lingkungan industri sesuai waktu yang tersedia. Lembaga
pendidikan dengan menggunakan persuratan banyak melayani peminat melalui pembelajaran mandiri
dengan menggunakan bahan ajar, program dan pembimbingan sebagai bagian dari pelatihan formal.
Beberapa perusahaan besar menggunakan bahan belajar mandiri dengan menggunakan dukungan
media dengan memperhatikan penghematan dana dan menghindari penggajian khusus setelah selesai
pelatihan. Bahan pelatihan dipaket dalam bentuk dipublikasikan secara komersial dan menggunakan
bahan ajar dalam bentuk video tape dan didukung dengan buku sesuai dengan penyajian video.
Beberapa bahan ajar dikemas dalam bentuk simulasi dan bahan pelatihan mutakhir untuk menjamin
kesesuaian dengan lingkiungan kerja.
BAB VI
SUBSTANSI DAN KURIKULUM PNF
A. Pendahuluan
Semakin berkembangnya tuntutan lingkungan disekitar Pendidikan Luar Sekolah menuntun pada
perubahan dan mulai meninggalkan kurikulum yang dibakukan untuk kurun waktu yang demikian lama.
Kurikulum lama sering dihadapkan pada permasalahan retorik karena berangkat dari konsep pendidikan
idealisme dimana mempersiapkan peserta didik untuk perannya dimasa yang akan datang tanpa
memperhatikan perubahan yang ada.. Kurikulum baru berorientasi pada pemikiran konstruktivisme
dimana peserta didik dibina belajar untuk lingkungan bukan tentang dan mengenai lingkungan.
Cakupannya tidak hanya melulu pada silabus pembelajaran akan tetapi menyangkut penyediaan
ketenagaan, sarana pendukung, metodologi dan system evaluasi. Perubahan orientasi ini memberikan
implikasi pada kurikulum dalam arti luas.
C. Sistem Internasional yang mengikat Indonesia untuk Memberikan Tanggapan dan Pelaksanaan
Indonesia termasuk negara yang telah merativikasi kesepakatan internasional mengenai pendidikan.
Kesepakatan itu dibuat berdasarkan kesepakatan delapan tahunan yaitu tahun 1990 di Jomtien dan
tahun 1998 di Dakar. Kesepakatan itu kemudian secara regional telah diperbaharui dan lebih
dijelastegaskan, seperti halnya dalam pertemuan Tokyo. Pertemuan dilaksanakan bersama ACCU
APPEAL tahun 2001 mengenai pendidikan non formal di Asia dan Fasilifik, yang diselenggarakan di
Jepang tanggal 26-30 Juni 2001. Dinyatakan bahwa wilayah Asia-Fasifik, masih memiliki warga negara
yang masih terbelakang, merupakan sumber daya intelektual yang potensial dan seharusnya dapat
menjadi pendorong bagi kemajuan ekonomi, merupakan paradok dengan 612 juta buta huruf pemuda
dan orang dewasa, dan sebanyak 60 juta belajar di luar sekolah. Hak untuk memperoleh pendidikan
harus tetap dipenuhi dalam upaya memberikan life skill dan hidup layak sebagai manusia terhormat.
Sebanyak 19 negara menegaskan lagi komitmen untuk mencapai PUS yang telah diundangkan dalam
pertemuan Dakar. Untuk mencapai tujuan itu sangat mendesak untuk melihat pendidikan non formal
sebagai partner setara dengan pendidikan sekolah. Dengan mempertimbangkan keragaman di wilayah
ini, kita sangat mendambakan pendidikan non formal dengan pendidikan sekolah saling kerja sama untuk
mencapai masyarakat berbasis pengetahuan. Kita menghimbau negara yang terhimpun dalam negara
EFA untuk segera melangkah sesuai dengan tujuan yang ditetapkan dalam deklarasi Dakar, meliputi:
1. Memperluas dan meningkatkan pendidikan bagi anak dini usia, terutama mereka yang kurang memiliki
peluang dan kurang beruntung;
2. Menjamin bahwa pada tahun 2015, terutama bagi kelompok perempuan, anak yang berada pada
lingkungan yang kurang memadai dan dari kelompok etnis minoritas memiliki peluang untuk
menyelesaikan wajib belajar pendidikan dengan kualitas yang baik;
3. Memberikan jaminan bahwa kebutuhan belajar bagi pemuda dan orang dewasa dapat dipenuhi
dengan peluang yang sama untuk mendapatkan pengajaran dan kecakapan yang memadai;
4. Mencapai 50% perbaikan bagi orang dewasa yang belum melek huruf pada tahun 2015, terutama bagi
kelompok perempuan, dan peluang yang sama untuk memperoleh pendidikan dasar dan pendidkan yang
berkelanjutan bagi orang dewasa;
5. Membatasi ketidakadilan gender untuk pendidikan dasar dan menengah pada tahun 2005 dan
mencapai kesetaraan gender pada tahun 2015;
6. Meningkatkan semua aspek kualitas pendidikan dan menjamin program yang sempurna sehingga hasil
pemelajaran dikenal dan dapat diukur dari segi keluarannya bagi semua, terutama yang berhubungan
dengan kemelekhurufan, kemampuan menghitung dan life skill
Kesepakatan ini berdampak pada perubahan visi pendidikan dan perubahan kurikulum. Dalam perluasan
visi pendidikan, hal-hal yang menjadi perioritas meliputi:
1. pendidikan sebagai bagian tak terpisahkan dari hak asasi manusia,
2. pendidikan sebagai investasi untuk kepentingan kemajuan ekonomi, sosial dan politik
3. sebagai alat dalam melakukan pemerdayaan terutama untuk kelompok yang kurang beruntung
4. sebagai prinsip utama dalam upaya pengembangan sumber daya manusia seutuhnya dan
pengembangan kemampuan pribadi
5. sebagai batu loncatan dalam peningkatan perdamaian
6. sebagai jalan utama dalam mengembangkan masyarakat belajar
Orientasi dan perubahan visi ini memberikan dampak pada perubahan kurikulum pendidikan non formal:
1. tidak hanya sebatas menjadi pelengkap bagi pendidikan sekolah karena dibutuhkan pendekatan dan
sasaran yang berbeda sesuai dengan latar belakang peserta didik dan tuntutan lingkungan,
2. mutu pendidikan merupakan tuntutan tersendiri dan ini memberkan dampak pula pada semua aspek
penunjanng pendidikan non formal
3. perubahan kurikulum pendidikan non formal tidak dipisahkan dari pemerdayaan peserta didik, dan
untuk kepentingan ini dibutuhkan kemelekan politis baik selam proses pemelajaran maupun dalam
mengorientasikan mereka pada kehidupan nyata,
4. pendidikan non formal sudah waktunya untuk memberikan elaborasi pada kurikulumnya berkaitan
dengan life skill, sepanjang faktor utama kesenjangan kehidupan di sekitar lingkungan disebabkan oleh
faktor ekonomi,
5. pendidikan non formal juga harus memperhatikan masyarakat belajar, karenanya pengembangan
kurikulum tidak dapat dipisahkan dari masyarakat belajar (learning community, long life learning,
pengembangan lembaga, dan learning organization)
6. kurikulum juga harus memperhatikan lingkungan dimana peserta belajar tumbuh kembang atau
glokalisasion.
Atas dasar perbedaan ini maka pertimbangan dalam mengembangkan kurikulum dan sistem
pembelajaran harus senantiasa memperhatikan:
1. identifikasi permasalahan dan kondisi kebutuhan untuk kelompok yang memiliki kemiripan,
2. mempertimbangkan perbedaan individu dalam hal ekonomi, budaya dan keyakinan, dan pengetahuan
yang bisa dimanfaatkan dalam memecahkan permasalahan kehidupan,
3. pertimbangan beberapa kelemahan yang terjadi pada masa lalu,
4. mencari keunggulan lokal yang dapat dimanfaatkan untuk proses pemelajaran,
5. indentifikasi kesiapan kelompok untuk melakukan proses pemelajaran.
Dalam cakupan yang lebih luas pertimbangan dalam mengembangkan substansi dan kurikulum PNF
harus merujuk pada:
1. penghargaan yang proporsional pada keunggukan lokal,
2. penghargaan pada nilai budaya dan norma,
3. menggunakan lembaga dan sumber daya lokal
4. memiliki kemanfaatan untuk kepentingan lokal dan global,
5. mengembangkan paraprofesional,
6. program dan pendekatan terpadu,
7. kebutuhan dan dukungan dari pusat dan daerah,
8. terintergrasi kedalam pendidikan terpadu dan pembangunan masyarakat
Beberapa perbandingan antara antara masyarakat sekolah dengan MB antara lain
SEKOLAH MB
Terdiri dari anak dan pemuda yang belajar Anak, pemuda dan orang dewasa belajar
Orang dewasa mendidik anak Intergenerasi dan belajar dari teman
Pendidikan di sekolah Pendidikan di sekolah dan luar sekolah
Pendidikan formal Formal, informal dan non formal
Pelatih sebagai satu-satu nya sumber belajar Setiap orang bisa menjadi sumber beajar
Sekolah sebagai agent perbuahan Pendidikan sebagai agent perubahan
Murid sebagai subjek Anak dan pendidikan sebagai subjek pendidikan
Pendidikan merupakan fragmentasi Pendidikan secara sistemik
Perencaan oleh lembaga pendidikan Perencanaan terpadu
Innovis terisolasi pada lingkungan sekolah Innovsi berada pada jaringan
Jeringan hanya pada lingkungan sekolah Jaringan terjadi pada semua lembaga pendidikan
Pendekatan sektoral Pendekatan teritorial
Tanggung jawab pada satu kementrian Tanggung jawab bersama
Penekanan pada negara Negara, masyarakat lokal
PENDIDIKAN SEUMUR HIDUP BELAJAR SEPANJANG HAYAT
Dari gambaran ini negara berkembang termasuk didalamnya pelatihan hampir bisa dipastikan tidak
menganut secara utuh salahs satu jenis
Sesuai dengan kuatnya tekanan perubahan yang ada pada lingkungan, maka proses pembelajaran
hendaknya lebih diarahkan pada pengembangan produktivitas dan posibilitas. Skema dari pemelajaran
ini adalah seperti pada gambar berikut:
Melalui sistem pemelajaran ini maka si terlatih bukan hanya sebatas tabung tabularasa yang siap untuk
diisi tetapi secara aktif mengembangkan sendiri pengetahuan.
Untuk mewadahi pemelajaran seperti ini dibutuhkan pendidikan kritis, dimana sumber belajar maupun
peserta belajar aktif untuk tetap melihat perkembangan lingkungan melalui sistem:
PENDIDIKAN KRITIS UNTUK PELATIHAN
Peran lembaga pendidikan Lembaga pendidikan dan masyarakat saling merefleksikan, dimana lembaga
pendidikan berupaya untuk memecahkan permasalahan sosial
Outcome pendidikan Lulusan yang mampu berpartisipasi dan mampu melakukan rekonstruksi pada
lingkungan masyarakat
Pengorganisasian kurikulum Materi yang beragam diangkat berdasar pada negosiasi antara lembaga
pendidikan, tutor dan peserta didik
Organisasi kelas heterogen
Peran pengajar Sebagai proyek organizer dan sumber belajar
Peran peserta didik Sebagai co learner, yang menggunakan pengetahuan dalam interaksi dengan
lingkungan
Hubungan pendidik dan peserta didik Pendidik sebagaio koordinator dalam melakukan negosiasi
Control
Dilakukan secara bersama
Pengetahuan Bersifat dialektis, memiliki kebermaknaan dilihat dari kemanfaatan dalam aksi di
masyarakat
Teori Belajar Konstruktivisme-interaksionis
Sumber belajar Bersifat luas
Pengujian
Didasarkan pada negosiasi dan penilaian sebaya sesuai dengan lingkungan kerja
Sumber: Kemmis, 1983
G. Aplikasi kurikulum
Kompetensi merupakan pengetahuan, ketrampilan dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam
kebiasaan berpikir dan bertindak. Kebiasaan berpikir dan bertindak secara konsisten dan terus menerus
memungkinkan seseorang menjadi kompeten dalam arti memiliki pengetahuan, keterampilan, dan nilai-
nilai dasar untuk melakukan sesuatu.
Dasar pemikiran penggunaan konsep kompetensi dalam kurikulum adalah:
1. Kompetensi berkenaan dengan kemampuan terlatih melakukan sesuatu dalam berbagai konteks.
2. Kompetensi merupakan hasil belajar (learning out comes) yang menjelaskan hal-hal yang dilakukan
terlatih setelah melalui proses pembelajaran.
3. Kehandalan kemampuan terlatih melakukan sesuatu harus didefinisikan secara jelas dan luas dalam
suatu standar yang dapat dicapai melalui kinerja yang dapat diukur (Pusat Kurikulum, Balitbang Diknas:
2002)
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) merupakan seperangkat rencana dan pengaturan tentang
kompetensi dan hasil belajar yang harus dicapai terlatih, penilaian, KBM, dan pemberdayaan sumber
daya pendidikan dalam pengembangan kurikulum sekolah.
Ciri-ciri Kurikulum Berbasis Kompetensi:
1. Menekankan pada ketercapaian kompetensi terlatih baik secara individual maupun klaikal.
2. Berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman.
3. Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan metode yang bervariasi.
4. Sumber belajar bukan hanya pelatih, tetapi juga sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur
edukatif.
5. Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu
kompetensi.
Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) sebagai Sistem Kurikulum Nasional
Sebagai suatu sistem kurikulum nasional, Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) mengakomodasi
berbagai perbedaan secara tanggap dengan memadukan beragam kepentingan dan kemampuan
daerah. KBK menerapkan strategi yang meningkatkan kebermaknaan pembelajaran untuk semua
peserta didik terlepas dari latar budaya, etnik, agama, dan jender melalui pengelolaan kurikulum berbasis
sekolah. Kedudukan pengelolaan kurikulum berbasis kompetensi dalam pengembangan sistem kurikulum
nasional dapat dilihat pada bagan berikut.
Pengembangan Silabus
1. Pembentukan Tim Pengembang Silabus
Pembentukan tim pengembang atau penyusun silabus mutlak perlu untuk memenuhi kriteria mutu silabus
yang dapat dipertanggung jawabkan. Anggota tim dipilih berdasarkan kriteria tertentu untuk menjaring
orang yang memiliki kemampuan menjadi penyusun silabus.
Pengembang yang direkrut terdiri atas spesialis pengembang kurikulum, ahli mata pelajaran, ahli
metodik/didaktik, ahli penilaian, konselor, psikolog, pelatih atau instruktur, kepala sekolah, pengawas dan
perwakilan orang tua. Tim tersebut bertanggungjawab kepada Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota
atau sekolah sesuai dengan mekanisme kerja yang berlaku di daerah masing-masing.
2. Penyusunan Silabus dengan langkah-langkah:
a. Perencanaan
b. Pelaksanaan
c. Penilaian Silabus
BAB VII
MODEL-MODEL PEMBELAJARAN
A. Pendahuluan
Dari beberapa kenyataan dilapangan, pendidikan di Indonesia masih kurang memuaskan dan tentunya
harus dilakukan upaya-upaya peningkatan mutu pendidikan yang dilakukan secara menyeluruh yang
mencakup pengembangan dimensi manusia Indonesia seutuhnya, yakni aspek-aspek moral, akhlak, budi
pekerti, pengetahuan, keterampilan, seni, olah raga, dan perilaku. Pengembangan aspek-aspek tersebut
bermuara pada peningkatan dan pengembangan kecakapan hidup (life-skill) yang diwujudkan melalui
pencapaian kompetensi peserta didik/peserta untuk bertahan hidup, menyesuaikan diri, dan berhasil di
masa datang. dengan demikian peserta didik/peserta memiliki ketangguhan, kemandirian, dan jati diri
yang dikembangkan melalui pembelajaran dan atau pelatihan yang dilakukan secara bertahap dan
berkesinambungan (Depdiknas, 2003).
Di dalam Undang-undang Sistem Pendidikan nasional (UUSPN) No. 20 tahun 2003 menyatakan
pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu
lingkungan belajar. Pembelajaran sebagai proses belajar yang dibangun oleh guru/dosen untuk
mengembangkan kreatifitas berpikir yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir peserta/peserta didik,
serta dapat meningkatkan kemampuan mengkonstruksi pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan
penguasaan yang lebih baik terhadap materi perkuliahan.
Sementara itu di dalam Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan;
menegaskan bahwa pendidikan Nasional harus memenuhi standar Nasional Pendidikan yang meliputi :
1) Standar isi, 2) Standar proses, 3) Standar kompetensi lulusan, 4) Standar pendidikan tenaga
kependidikan, 5) Standar sarana dan prasarana, 6) Standar pengelolaan, 7), Standar pembiayaan, 8)
Standar penilaian pendidikan. Dalam standar proses; dinyatakan bahwa Proses pembelajaran pada
tingkat satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang,
memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberi ruang lingkup yang cukup bagi
prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta
psikologis peserta didik.
Secara umum pembelajaran mempunyai dua karakteristik, yaitu : pertama, dalam proses pembelajaran
melibatkan proses mental peserta didik secara maksimal, bukan hanya menuntut peserta didik sekedar
mendengar, mencatat, akan tetapi menghendaki aktivitas peserta didik dalam proses berpikir. Kedua,
dalam pembelajaran membangun suasana dialogika dan proses tanya jawab yang diarahkan untuk
memperbaiki dan meningkatkan kemampuan berpikir peserta didik yang pada gilirannya membantu
peserta didik untuk memperoleh pengetahuan yang mereka konstruksi sendiri.
Belajar secara umum adalah proses manusia memperoleh berbagai pengetahuan, skill, dan
perilaku/attitude dan nilai-nilai yang dimulai sejak bayi sampai dewasa.
Proses pembelajaran di kelas adalah proses yang kompleks, interaktif, dan setingnya dinamis. Teori
belajar diharapkan dapat memberi sumbangan untuk memahami seting tersebut.
Menurut Corey (1986-1905) pembelajaran adalah suatu proses di mana lingkungan seseorang secara
sengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi kondisi
khusus atau menghasilkan respons terhadap situasi tertentu.
Pembelajaran mengandung arti setiap kegiatan yang dirancang untuk membantu seseorang mempelajari
suatu kemampuan dan atau nilai yang baru. Proses pembelajaran pada awalnya meminta dosen/guru
untuk mengetahui kemampuan dasar yang dimiliki oleh peserta didik meliputi kemampuan dasarnya,
motivasinya, latar belakang akademiknya, latar belakang sosial ekonominya, dan lain sebagainya.
Kesiapan dosen/guru untuk mengenal karaktersitik peserta didik daam pembelajaran merupakan modal
utama penyampaian bahan belajar dan menjadi indikator susksesnya pelaksanaan pembelajaran.
B. Teori Belajar
Beberapa teori belajar yang akan di bahas antara lain :
1. Teori belajar Skinner Operant Conditioning
2. Teori Belajar Conditining of Learning, Robert M. Gagne
3. Teori Belajar Perkekmembangan Kognitif Jean Piaget
4. Teori Belajar Sosial Albert Bandura
5. Teori Belajar Orang Dewasa
6. Teori Pembelajaran Orang Dewasa
1. Teori Operant Conditioning
Teori operant conditioning dimulai pada tahun 1930-an. Burhus Fredik Skinner selama periode teori
stimulus (S)- Respons ( R) untuk menyempurnakan teorinya Ivan Pavlo yang disebut Classical
Conditioning. Skinner setuju dengan konsepnya John Watson bahwa psikologi akan diterima sebagai
sain (science) bila studi tingkah laku (behavior) tersebut dapat diukur, seperti ilmu fisika, teknik, dan
sebagainya.
Menurut Skinner , belajar adalah proses perubahan tingkah laku yang harus dapat diukur. Bila pembelajar
(peserta didik) berhasil belajar, maka respon bertambah, tetapi bila tidak belajar banyaknya respon
berkurang, sehingga secara formal hasil belajar harus bisa diamati dan diukur.
Hasil temuan skinner terdapat tiga komponen dalam belajar yaitu :
a. Discriminative stimulus (SD)
b. Response
c. Reinforcement (penguatan)
penguatan positif
penguatan negative
2. Teori Conditioning Of Learning, Robert M. Gagne
Teori ini ditemukan oleh Gagne yang didasarkan atas hasil riset tentang faktor-faktor yang kompleks pada
proses belajar manusia. Penelitiannya diamksudkan untuk menemukan teori pembelajaran yang efektif.
Analisanya dimulai dari identifikasi konsep hirarki belajar, yaitu urut-urutan kemampuan yang harus
dikuasai oleh pembelajar (peserta didik) agar dapat mempelajari hal-hal yang lebih sulit atau lebih
kompleks.
Menurut Gagne belajar memberi kontribusi terhadap adaptasi yang diperlukan untuk mengembangkan
proses yang logis, sehingga perkembangan tingkah laku (behavior) adalah hasil dari efek belajar yang
komulatif (gagne, 1968). Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa belajar itu bukan proses tunggal. Belajar
menurut Gagne tidak dapat didefinisikan dengan mudah, karena belajar bersifat kompleks.
Gagne (1972) mendefinisikan belajar adalah : mekanisme dimana seseorang menjadi anggota
masyarakat yang berfungsi secara kompleks. Kompetensi itu meliputi, skill, pengetahuan, attitude
(perilaku), dan nilai-nilai yang diperlukan oleh manusia, sehingga belajar adalah hasil dalam berbagai
macam tingkah laku yang selanjutnya disebut kapasitas atau outcome. Kemampuan-kemampuan
tersebut diperoleh pembelajar (peserta didik) dari :
a. Stimulus dan lingkungan
b. proses kognitif
Menurut Gagne belajar dapat dikategorikan sebagai berikut :
a. Verbal information (informasi verbal)
b. Intellectual Skill (skil Intelektual)
c. Attitude (perilaku)
d. Cognitive strategi (strategi kognitif)
Belajar informasi verbal merupakan kemampuan yang dinyatakan , seperti membuat label, menyusun
fakta-fakta, dan menjelaskan. Kemampuan / unjuk kerja dari hasil belajar, seperti membuat pernyataan,
penyusunan frase, atau melaporkan informasi.
Kemampuan skil intelektual adalah kemampuan pembelajar yang dapat menunjukkan kompetensinya
sebagai anggota masyarakat seperti; menganalisa berita-berita. Membuat keseimbangan keuangan,
menggunakan bahasa untuk mengungkapkan konsep, menggunakan rumus-rumus matematika. Dengan
kata lain ia tahu Knowing how
Attitude (perilaku) merupakan kemampuan yang mempengaruhi pilihan pembelajar (peserta didik) untuk
melakukan suatu tindakan. Belajar mealui model ini diperoleh melalui pemodelan atau orang yang
ditokohkan, atau orang yang diidolakan.
Strategi kognitif adalah kemampuan yang mengontrol manajemen belajar si pembelajar mengingat dan
berpikir. Cara yang terbaik untuk mengembangkan kemampuan tersebut adalah dengan melatih
pembelajar memecahkan masalah, penelitian dan menerapkan teori-teori untuk memecahkan masalah ril
dilapangan. Melalui pendidikan formal diharapkan pembelajar menjadi self learner dan independent
tinker.
3. Teori Perkembangan Kognitif Jean Piaget (Cognitive Development Theory)
Menurut Piaget pengetahuan (knowledge) adalah interksi yangterus menerus antara individu dengan
lingkungan.
Fokus perkembangan kognitif Piaget adalah perkembangan secara alami fikiran pembelajar mulai anak-
anak sampai dewasa. Konsepsi perkembangan kognitif Piaget, duturunkan dari analisa perkembangan
biologi organisme tertentu. Menurut Piaget, intelegen (IQ=kecerdasan) adalah seperti system kehidupan
lainnya, yaitu proses adaptasi.
Menurut Piaget ada tiga perbedaan cara berfikir yang merupakan prasyarat perkekmbangan operasi
formal, yaitu; gerakan bayi, semilogika, praoprasional pikiran anak-anak, dan operasi nyata anak-anak
dewas.
Ada empat faktor yang mempengaruhi perkembangan kognitif yaitu:
a. lingkungan fisik
b. kematangan
c. pengaruh sosial
d. proses pengendalian diri (equilibration)
(Piaget, 1977)
Tahap perkembangan kognitif :
a. Periode Sensori motor (sejak lahir 1,5 2 tahun)
b. Periode Pra Operasional (2-3 tahun sampai 7-8 tahun)
c. Periode operasi yang nyata (7-8 tahun sampai 12-14 tahun)
d. Periode operasi formal
Kunci dari keberhasilan pembelajaran adalah instruktur/guru/dosen/guru harus memfasilitasi agar
pembelajar dapat mengembangkan berpikir logis.
4. Teori Berpikir Sosial (sosial Learning Theory)
Teori ini dikembangkan oleh Albert Bandura seorang psikolog pendidikan dari Stanford University, USA.
Teori belajar ini dikembangkan untuk menjelaskan bagaimana orang belajar dalam seting yang
alami/lingkungan sebenarnya.
Bandura (1977) menghipotesiskan bahwa baik tingkah laku (B), lingkungan (E) dan kejadian-kejadian
internal pada pembelajar yang mempengaruhi persepsi dan aksi (P) adalah merupakan hubungan yang
saling berpengaruh (interlocking),
Skema
Proses Kognitif Pembelajar
Proses perhatian sangat penting dalam pembelajaran karena tingkah laku yang baru (kompetensi) tidak
akan diperoleh tanpa adanya perhatian pembelajar. Proses retensi sangat penting agar pengkodean
simbolik tingkah laku ke dalam visual atau kode verbal dan penyimpanan dalam memori dapat berjalan
dengan baik. Dalam hal ini rehearsal (ulangan ) memegang peranan penting.
Proses motivasi yang penting adalah penguatan dari luar, penguatan dari dirinya sendiri dan Vicarius
Reinforcement (penguatan karena imajinasi).
Lebih lanjut menurut Bandura (1982) penguasaan skill dan pengetahuan yang kompleks tidak hanya
bergantung pada proses perhatian, retensi, motor reproduksi dan motivasi, tetapi juga sangat dipengaruhi
oleh unsur-unsur yang berasal dari diri pembelajar sendiri yakni sense of self Efficacy dan self
regulatory system. Sense of self efficacy adalah keyakinan pembelajar bahwa ia dapat menguasai
pengetahuan dan keterampilan sesuai standar yang berlaku.
Self regulatory adalah menunjuk kepada 1) struktur kognitif yang memberi referensi tingkah laku dan hasil
belajar, 2) sub proses kognitif yang merasakan, mengevaluasi, dan pengatur tingkah laku kita (Bandura,
1978). Dalam pembelajaran sel-regulatory akan menentukan goal setting dan self evaluation
pembelajar dan merupakan dorongan untuk meraih prestasi belajar yang tinggi dan sebaliknya.
Menurut Bandura agar pembelajar sukses instruktur/guru/dosen/guru harus dapat menghadirkan model
yang mempunyai pengaruh yang kuat terhadap pembelajar, mengembangkan self of mastery, self
efficacy, dan reinforcement bagi pembelajar.
Berikut Bandura mengajukan usulan untuk mengembangkan strategi proses pembelajaran yaitu sebagi
berikut :
No Strategi Proses
1 Analisis tingkah laku yang akan dijadikan model yang terdiri :
a. Apakah karekter dari tingkah laku yang akan dijadikan model itu berupa konsep, motor skil atau efektif?
b. Bagaimanakah urutan atau sekuen dari tingkah laku tersebut?
c. Dimanakah letak hal-hal yang penting (key point) dalam sekuen tersebut?
2 Tetapkan fungsi nilai dari tingkah laku dan pilihlah tingkah laku tersebut sebagai model.
a. Apakah tingkah laku (kemampuan yang dipelajari) merupakan hal yang penting dalam kehidupan
dimasa datang? (success prediction)
b. Bila tingkah laku yang dipelajari kurang memberi manfaat (tidk begitu penting) model manakah yang
lebih penting?
c. Apakah model harus hidup atau simbol?
Pertimbangan soal biaya, pengulangan demonstrasi dan kesempatan untuk menunjukkan fungsi nilai dan
tingkah laku.
d. Apakah reinforcement yang akan didapat melalui model yang dipilih?
Menurut Robert Gagne belajar meliputi hierarki tertentu. Ada 8 jenis proses mental yaitu sebagai berikut :
1) belajar isyarat
2) belajar stimulus-respon
3) belajar motorik
4) belajar berangkai
5) belajar membedakan berganda
6) belajar konsep
7) belajar aturan
8) belajar pemecahan masalah.
E. Metode Pembelajaran
Metode pembelajaran adalah strategi pengajaran sebagai alat untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
Pemilihan dan penentuan metode dalam pembelajaran dipengaruhi oleh beberapa faktor ; 1) Peserta
didik/peserta didik, 2) Tujuan, 3) Situasi , 4) Fasilitas , 5) Dosen/guru
Macam-macam metode pembelajaran
1. Metode Proyek
Cara penyajian perkuliahan yang bertitik tolak dari suatu maslah, kemudian dibahas dari berbagai segi
(mata perkuliahan yang berbeda) yang berhubungan sehingga pemecahannya secara keseluruhan dan
bermakna.
2. Metode eksperimen
Cara penyajian perkuliahan, dimana peserta didik melakukan percobaan dengan mengalami dan
membuktikan sendiri sesuatu yang dipelajari.
3. Metode tugas dan resitasi/review
Cara penyajian pengajaran dimana dosen/guru memberikan tugas tertentu agas peserta didik melakukan
kegiatan belajar.
4. Metode Diskusi
Cara penyajian perkuliahan, di mana peserta didik-peserta didik dihadapkan kepada suatu masalah yang
bisa berupa pernyataan atau pertanyaan yang bersifat problematis untuk dibahas dan dipecahkan
bersama.
5. Metode Sosiodrama/ role playing
Cara penyajian pengajaran dengan mendramatisasikan tingkah laku dalam hubungannya dengan
masalah sosial.
6. Metode demonstrasi
Cara penyajian bahan perkuliahan dengan memperagakan atau mempertunjukkan kepada peserta didik
suatu proses, siatuasi, atau benda tertentu yang sedang dipelajari, baik sebenarnya ataupun tiruan, dan
disertai dengan penjelasan lisan.
7. Metode Problem solving
Cara penyajian bahan perkuliahan yang dimulai dengan adanya masalah, kemudian mencari data-data
pendukung untuk memecahkan maslaah tersebut, menetapkan jawaban sementara, menguji kebenaran
dan pada kahirnya menarik kesimpulan.
8. Metode karyawisata
Cara penyajian bahan perkuliahan dengan mengajak peserta didik mengunjungi tempat atau objek
tertentu yang berhubungan dengan bahan yang dipelajari.
9. Metode Tanya jawab
Cara penyajian perkuliahan dalam bentuk pertanyaan yang harus dijawab. Dari dosen/guru ke peserta
didik atau dari peserta didik ke dosen/guru.
10. Metode Latihan
Cara penyajian bahan perkuliahan melalui training atau latihan untuk menanamkan kebiasan-kebiasan
tertentu dan dapat juga digunakan untuk meperoleh suatu ketangkasan, ketepatan, kesempatan, dan
keterampilan.
11. Metode Ceramah
Cara penyajian bahan perkuliahan dalam bentuk penyampaian informasi, keterangan atau uraian tentang
suatu pokok persoalan secara lisan.
Kegiatan Pembelajaran yang Efektif
Kegiatan belajar mengajar berbasis kompetensi menuntut pendekatan kolaboratif antara peserta
didik/peserta didik, guru/dosen/guru, orang tua, perguruan tinggi, dunia usaha, dan masyarakat dalam
keseluruhan proses penyelenggaraan pendidikan. Secara umum pengelolaan Pembelajaran dapat dibagi
dalam tahap pengelolaan sebagai berikut :
1. Mengelola ruang kelas
Dosen/guru dalam mengelola kelas harus mempertimbangkan : hal-hal sebagai berikut diantaranya :
aksebilitas yaitu kemudahan peserta didik menjangkau alat dan maupun sumber belajar; mobilitas yaitu
terjadi gerak secara leluasa baik dosen/guru maupun peserta didik dalam proses pembelajaran; interaksi
yaitu hubungan dan terjadi interaksi baik antar peserta didik/peserta didik maupun peserta didik/peserta
didik dengan dosen/guru secara leluasa; variasi kerja peserta didik/peserta didik yaitu dimungkinkan
peserta didik/peserta didik kerja secara variasi sehingga tidak menimbulkan kejenuhan dapat kerja
mandiri, berpasangan dan kelompok sesuai dengan karakteristik masing-masing.
2. Mengelola Peserta didik/peserta didik
Dosen/guru harus mengatur skenario untuk kegiatan peserta didik/peserta didik sehingga langkah-
langkah yang harus dijalani peserta didik/peserta didik dalam pembelajaran jelas seperti kapan peserta
didik/peserta didik harus bekerja mandiri, berpasangan dan kelompok sesuai karakteristik pembelajran,
kapan peserta didik/peserta didik mencari informasi, mengolah informasi dan menyampaikan informasi
secara lisan maupun tulisan dan kapan peserta didik/peserta didik melakukan dan penyampaian
informasi.
3. Mengelola Kegiatan Pembelajaran
Dosen/guru dalam mengelola kegiatan pembelajaran dengan peserta didik/peserta didik harus memiliki
perencanaan yang matang, pelaksanaan kegiatan pembelajaran yang telah terinci dengan baik meliputi ;
materi pembelajaran, pengalaman belajar yang akan dilakukan oleh peserta didik/peserta didik, indikator
yang akan dicapai, penilaian yang akan dilaksanakan, waktu dan bahan yang digunakan serta skenario
yang akan dijalankan selama proses pembelajaran.
Idealnya kegiatan pembelajaran harus mampu mengakomodasi keberagaman tingkat kemampuan
peserta didik/peserta didik untuk itu diperlukan lembar kerja yang berbeda, bagi setiap peserta
didik/peserta didik, hal itu yang paling efektif untuk mengakomodasi keberagaman tingkat kemampuan
peserta didik/peserta didik.
Prinsip-prinsip pembelajaran yang efektif
1. Mengalami
Melalui pengalaman langsung tentang apa yang sedang dipelajari akan lebih mengaktifkan indera dari
pada hanya mendengarkan lisan
2. Interaksi
Antara peserta didik/peserta didik dengan lingkungan sosialnya melalui diskusi, saling bertanya dan
menjelaskan.
3. Komunikasi
Pengungkapan isi pikiran gagasan sendiri maupun mengomentari gagasan orang lain, akan mendorong
peserta didik untuk membenahi gagasannya dan memantapkan pemahaman tentang apa yang sedang
dipelajari. Dosen/guru harus siap memberikan tanggapan terhadap pendapat atau gagasan yang
dikomunikasikan.
4. Refleksi
Memikirkan ulang (refleksi) apa yang sedang dikerjakan atau dipikirkan, akan lebih memantapkan
pemahaman.
5. Mengembangkan keingintahuan, imajinasi dan fitrah bertuhan
Rasa ingin tahu dan imajinasi menghasilkan sikap peka, kritis, mandiri dan kreatif sedangkan fitrah
bertuhan menghasilkan sikap bertaqwa.
6. Membangkitkan motivasi Peserta didik/peserta didik
Motivasi (daya dorongan untuk belajar) dipengaruhi oleh keingintahuan dan keyakinan akan kemampuan
diri, melalui antara lain : pemberian tugas, dan sekaligus menyakinkan kepada peserta didik/peserta didik
bahwa mereka pasti bisa.
7. Memanfaatkan Pengalaman Awal Peserta didik/peserta didik
Peserta didik/peserta didik membangun pengalaman terhadap apa yang dipelajari, diwarnai oleh
pengetahuan awal yang dimiliki. Dosen/guru harus berupaya untuk menggali pengalaman awal peserta
didik/peserta didik sebelum memulai perkuliahan.
8. Menyenangkan Peserta didik/peserta didik
Suasana belajarsangatmempengaruhi efektivitas proses pembelajaran, peserta didik/peserta didik akan
sulit membangun pemahaman dalam keadaan tertekan. Dosen/guru/dosen/guru harus dapat
menciptakan suasana yang menyenangkan/mengasikan sesuai dengan tingkat perkembangan peserta
didik/peserta didik, dengan pendekatan Belajar sambil bereksperimen.
9. Tugas yang menantang
Pada prinsipnya semakin banyak waktu konsentrasi anak maka semakin baik hasil belajarnya, dan
konsentrasi akan terjadi bila peserta didik/peserta didik mendapat tugas yang menantang (sedikit
melebihi kemampuannya).
10. Pemberian Kesempatan Belajar
Belajar merupakan proses membangun pemahaman. Maka dosen/guru/dosen/guru harus memberikan
kesempatan bagi peserta didik/peserta didik untuk berpikir pada saat memecahkan masalah, dan
membangun gagasannya sendiri.
11. Belajar Untuk kebersamaan
Perbedaan individu jangan sampaikan menciptakan manusia yang individualis, sehingga perlu dibangun
kehidupan bersama melalui tugas-tugas yang memungkinkan peserta didik bekerja baik mandiri maupun
kelompok.
12. Pengembangan Multi Kecerdasan
Setiap peserta didik/peserta didik memiliki lebih dari satu kecerdasan (selain kecerdasan akademik).
Untuk perguruan tinggi memiliki kewajiban untuk berupaya mengakomodasi keberagaman kecerdasan
tersebut.
Penyiapan Rancangan Pembelajaran
Agar kegiatan belajar mengajar dapat dilaksanakan secara efektif sesuai dengan kurikulum, dosen/guru
harus membuat rencana pembelajaran dan perangkat pembekajaran sekurang-kurangnya untuk 1
semester. Rencana pembelajaran ini merupakan skenario tentang aktivitas selama proses pembelajaran
berlangsung baik yang dilakukan peserta didik/peserta didik (pengalaman belajar) maupun aktivitas
dosen/guru di dalam mengelola aktivitas peserta didik/peserta didik serta dalam memberikan penjelasan.
Perangkat pembekajaran dapat dibuat dalam berbagai bentuk sesuai dengan aktivitas yang akan
dilakukan baik oleh dosen/guru maupun peserta didik/peserta didik antara lain :
1. Lembar informasi
2. lembar tugas
3. lembar kerja
4. lembar laporan diskusi
5. dll
Pendekatan Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran kontekstual merupakan konsep pembelajaran yang membantu dosen/guru dalam
mengkaitkan materi pelajaran/perkuliahan dengan kehidupan nyata, dan memotivasi peserta didik
membuat hubungan antara pengetahuan yang dipelajarinya dengan kehidupan mereka. Melalui
pembelajaran kontekstal diharapkan konsep-konsep materi perkuliahan dapat diintegrasikan dalam
konteks kehidupan nyata dengan harapan peserta didik dapat memahami apa yang dipelajarinya dengan
baik dan mudah.
Pembelajaran kontekstual telah berkembang di negara-negara maju dengan berbagai nama. Di Belanda
berkembang apa yang disebut dengan Realistic Mathematics Education (RME) yang menjelaskan bahwa
pembelajaran matematika harus dikaitkan dengan kehidupan nyata peserta didik. Di Amerika
berkembang apa yang disebut Contextual Teaching and Learning (CTL) yang intinya membantu
dosen/guru/guru untuk mengkaitkan materi pembelajaran dengan kehidupan nyata dan memotivasi
peserta didik untuk mengkaitkan pengetahuan yang dipelajarinya dengan kehidupan mereka. Sementara
itu di Michigan juga berkembang Connected Mathematics Project (CMP) yang bertujuan
mengintegrasikan ide matematika ke dalam konteks kehidupan nyata dengan harapan peserta didik
dapat memahami apa yang dipelajarinya dengan baik dan mudah.
Pembelajaran kontekstual berbeda dengan pembelajaran konvensional yang selama ini kita kenal. Tabel
1 berikut ini menunjukkan perbedaan antara pembelajaran kontekstual dan pembelajaran konvensional.
Tabel 1.
Perbedaan Pola pembelajaran kontekstual dan konvensional
Konvensional Kontekstual
Menyandarkan kepada hapalan. Menyandarkan pada memori spasial.
Pemilihan informasi ditentukan oleh guru/dosen/guru Pemilihan informasi berdasarkan kebutuhan
individu peserta didik.
Cenderung terfokus (disiplin) tertentu. Cenderung mengintegraskan beberapa bidang (disiplin).
Memberikan tumpukan informasi kepada peserta didik sampai pada saaatnya diperlukan. Selalu
mengkaitkan informasi dengan pengetahuan awal yang telah dimiliki peserta didik/peserta didik.
Penilaian hasil belajar hanya melalui kegiatan akademik berupa ujian/ulangan. Menerapkan penilaian
autentik melalui penerapan praktis dalam pemecahan masalah.
2) Pengajaran Langsung
Landasan teori : Albert Bandura : Pemodelan tingkah laku (modelling) dengan Ciri ; Teacher center
Keterampilan dasar yang dilatihkan ; 1) Pengetahuan Deklaratif , yaitu merupakan merupakan
pengetahuan tentang sesuatu, dan 2) Pengetahuan Prosedural yaitu, merupakan pengetahuan tentang
bagaimana melaksanakan sesuatu .
a. Menyampaikan tujuan
b. Membimbing pelatihan
c. Mendemonstrasikan pengetahuan/ keterampilan
d. Meningkatkan kemampuan
3) Pembelajaran Koperatif
Landasan teori Vygotsky : teori belajar kognitif-konstruktivis
Keterampilan yang dikembangkan :
1. Keterampilan akademik
2. Keterampilan sosial peserta didik :
Ket. Kooperatif tingkat awal
Ket. Kooperatif tingkat menengah
Ket. Kooperatif tingkat mahir
Beberapa model dalam Pembelajaran koperatif
EXAMPLES NON EXAMPLES
(CONTOH DAPAT DARI KASUS/GAMBAR YANG RELEVAN)
Langkah-langkah :
Dosen/guru mempersiapkan gambar-gambar sesuai dengan tujuan pembelajaran
Dosen/guru menempelkan gambar di papan atau ditayangkan melalui OHP
Dosen/guru memberi petunjuk dan memberi kesempatan pada peserta didik untuk
memperhatikan/menganalisa gambar
Melalui diskusi kelompok 2-3 orang peserta didik, hasil diskusi dari analisa gambar tersebut dicatat pada
kertas
Tiap kelompok diberi kesempatan membacakan hasil diskusinya
Mulai dari komentar/hasil diskusi peserta didik, dosen/guru mulai menjelaskan materi sesuai tujuan yang
ingin dicapai
Kesimpulan
PICTURE AND PICTURE
Langkah-langkah :
Dosen/guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai
Menyajikan materi sebagai pengantar
Dosen/guru menunjukkan/memperlihatkan gambar-gambar kegiatan berkaitan dengan materi
Dosen/guru menunjuk/memanggil peserta didik secara bergantian memasang/mendosen/gurutkan
gambar-gambar menjadi urutan yang logis
Dosen/guru menanyakan alasan/dasar pemikiran urutan gambar tersebut
Dari alasan/urutan gambar tersebut dosen/guru memulai menamkan konsep/materi sesuai dengan
kompetensi yang ingin dicapai
Kesimpulan/rangkuman
NUMBERED HEADS TOGETHER
(KEPALA BERNOMOR)
Langkah-langkah :
Peserta didik dibagi dalam kelompok, setiap peserta didik dalam setiap kelompok mendapat nomor
Dosen/guru memberikan tugas dan masing-masing kelompok mengerjakannya
Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan tiap anggota kelompok dapat
mengerjakannya/mengetahui jawabannya
Dosen/guru memanggil salah satu nomor peserta didik dengan nomor yang dipanggil melaporkan hasil
kerjasama mereka
Tanggapan dari teman yang lain, kemudian dosen/guru menunjuk nomor yang lain
Kesimpulan
COOPERATIVE SCRIPT
Metode belajar dimana peserta didik bekerja berpasangan dan bergantian secara lisan mengikhtisarkan,
bagian-bagian dari materi yang dipelajari
Langkah-langkah :
Dosen/guru membagi peserta didik untuk berpasangan
Dosen/guru membagikan wacana/materi tiap peserta didik untuk dibaca dan membuat ringkasan
Dosen/guru dan peserta didik menetapkan siapa yang pertama berperan sebagai pembicara dan siapa
yang berperan sebagai pendengar
Pembicara membacakan ringkasannya selengkap mungkin, dengan memasukkan ide-ide pokok dalam
ringkasannya.
Sementara pendengar :
Menyimak/mengoreksi/menunjukkan ide-ide pokok yang kurang lengkap
Membantu mengingat/menghafal ide-ide pokok dengan menghubungkan materi sebelumnya atau dengan
materi lainnya
Bertukar peran, semula sebagai pembicara ditukar menjadi pendengar dan sebaliknya. Serta lakukan
seperti diatas.
Kesimpulan Peserta didik bersama-sama dengan Dosen/guru
Penutup
KEPALA BERNOMOR STRUKTUR
(MODIFIKASI DARI NUMBER HEADS)
Langkah-langkah :
Peserta didik dibagi dalam kelompok, setiap peserta didik dalam setiap kelompok mendapat nomor
Penugasan diberikan kepada setiap peserta didik berdasarkan nomorkan terhadap tugas yang berangkai
Misalnya : peserta didik nomor satu bertugas mencatat soal. Peserta didik nomor dua mengerjakan soal
dan peserta didik nomor tiga melaporkan hasil pekerjaan dan seterusnya
Jika perlu, dosen/guru bisa menyuruh kerja sama antar kelompok. Peserta didik disuruh keluar dari
kelompoknya dan bergabung bersama beberapa peserta didik bernomor sama dari kelompok lain. Dalam
kesempatan ini peserta didik dengan tugas yang sama bisa saling membantu atau mencocokkan hasil
kerja sama mereka
Laporkan hasil dan tanggapan dari kelompok yang lain
Kesimpulan
STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD)
Langkah-langkah :
Membentuk kelompok yang anggotanya = 4 orang secara heterogen (campuran menurut prestasi, jenis
kelamin, suku, dll)
Dosen/guru menyajikan perkuliahan
Dosen/guru memberi tugas kepada kelompok untuk dikerjakan oleh anggota-anggota kelompok.
Anggotanya tahu menjelaskan pada anggota lainnya sampai semua anggota dalam kelompok itu
mengerti.
Dosen/guru memberi kuis/pertanyaan kepada seluruh peserta didik. Pada saat menjawab kuis tidak boleh
saling membantu
1. Memberi evaluasi
2. Kesimpulan
JIG SAW
Langkah-langkah :
1. Peserta didik dikelompokkan ke dalam = 4 anggota tim
2. Tiap orang dalam tim diberi bagian materi yang berbeda
3. Tiap orang dalam tim diberi bagian materi yang ditugaskan
4. Anggota dari tim yang berbeda yang telah mempelajari bagian/sub bab yang sama bertemu dalam
kelompok baru (kelompok ahli) untuk mendiskusikan sub bab mereka
5. Setelah selesai diskusi sebagai tim ahli tiap anggota kembali ke kelompok asal dan bergantian
mengajar teman satu tim mereka tentang sub bab yang mereka kuasai dan tiap anggota lainnya
mendengarkan dengan sungguh-sungguh
6. Tiap tim ahli mempresentasikan hasil diskusi
7. Dosen/guru memberi evaluasi
8. Penutup
ARTIKULASI
Langkah-langkah :
1. Menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai
2. Dosen/guru menyajikan materi sebagaimana biasa
3. Untuk mengetahui daya serap peserta didik, bentuklah kelompok berpasangan dua orang
4. Suruhlan seorang dari pasangan itu menceritakan materi yang baru diterima dari dosen/guru dan
pasangannya mendengar sambil membuat catatan-catatan kecil, kemudian berganti peran. Begitu juga
kelompok lainnya
5. Suruh peserta didik secara bergiliran/diacak menyampaikan hasil wawancaranya dengan teman
pasangannya. Sampai sebagian peserta didik sudah menyampaikan hasil wawancaranya
6. Dosen/guru mengulangi/menjelaskan kembali materi yang sekiranya belum dipahami peserta didik
7. Kesimpulan/penutup
MIND MAPPING
Sangat baik digunakan untuk pengetahuan awal peserta didik atau untuk menemukan alternatif jawaban
Langkah-langkah :
1. Dosen/guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai
2. Dosen/guru mengemukakan konsep/permasalahan yang akan ditanggapi oleh peserta didik/sebaiknya
permasalahan yang mempunyai alternatif jawaban
3. Membentuk kelompok yang anggotanya 2-3 orang
4. Tiap kelompok menginventarisasi/mencatat alternatif jawaban hasil diskusi
5. Tiap kelompok (atau diacak kelompok tertentu) membaca hasil diskusinya dan dosen/guru mencatat di
papan dan mengelompokkan sesuai kebutuhan dosen/guru
6. Dari data-data di papan peserta didik diminta membuat kesimpulan atau dosen/guru memberi
bandingan sesuai konsep yang disediakan dosen/guru
MAKE A MATCH
(MENCARI PASANGAN)
Langkah-langkah :
1. Dosen/guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok untuk sesi
review, sebaliknya satu bagian kartu soal dan bagian lainnya kartu jawaban
2. Setiap peserta didik mendapat satu buah kartu
3. Tiap peserta didik memikirkan jawaban/soal dari kartu yang dipegang
4. Setiap peserta didik mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya (soal
jawaban)
5. Setiap peserta didik yang dapat mencocokkan kartunya sebelum batas waktu diberi poin
6. Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar tiap peserta didik mendapat kartu yang berbeda dari
sebelumnya
7. Demikian seterusnya
8. Kesimpulan/penutup
THINK PAIR AND SHARE
Langkah-langkah :
1. Dosen/guru menyampaikan inti materi dan kompetensi yang ingin dicapai
2. Peserta didik diminta untuk berfikir tentang materi/permasalahan yang disampaikan dosen/guru
3. Peserta didik diminta berpasangan dengan teman sebelahnya (kelompok 2 orang) dan mengutarakan
hasil pemikiran masing-masing
4. Dosen/guru memimpin pleno kecil diskusi, tiap kelompok mengemukakan hasil diskusinya
5. Berawal dari kegiatan tersebutmengarahkan pembicaraan pada pokok permasalahan dan menambah
materi yang belum diuangkapkan para peserta didik
6. Dosen/guru memberi kesimpulan
7. Penutup
DEBATE
Langkah-langkah :
1. Dosen/guru membagi 2 kelompok peserta debat yang satu pro dan yg lainnya kontra
2. Dosen/guru memberikan tugas untuk membaca materiyang akan didebatkan oleh kedua kelompok
diatas
3. Setelah selesai membaca materi. Dosen/guru menunjuk salah satu anggotanya kelompok pro untuk
berbicara saat itu ditanggapi atau dibalas oleh kelompok kontra demikian seterusnya sampai sebagian
besar peserta didik bisa mengemukakan pendapatnya.
4. Sementara peserta didik menyampaikan gagasannya dosen/guru menulis dosen/guru menulis inti/ide-
ide dari setiap pembicaraan di papan tulis. Sampai sejumlah ide yang diharapkan dosen/guru terpenuhi
5. Dosen/guru menambahkan konsep/ide yang belum terungkap
6. Dari data-data di papan tersebut, dosen/guru mengajak peserta didik membuat kesimpulan/rangkuman
yang mengacu pada topik yang ingin dicapai
ROLE PLAYING
Langkah-langkah :
1. Dosen/guru menyusun/menyiapkan skenario yang akan ditampilkan
2. Menunjuk beberapa peserta didik untuk mempelajari skenario dua hari sebelum kbm
3. Dosen/guru membentuk kelompok peserta didik yang anggotanya 5 orang
4. Memberikan penjelasan tentang kompetensi yang ingin dicapai
5. Memanggil para peserta didik yang sudah ditunjuk untuk melakonkan skenario yang sudah
dipersiapkan
6. Masing-masing peserta didik duduk di kelompoknya, masing-masing sambil memperhatikan
mengamati skenario yang sedang diperagakan
7. Setelah selesai dipentaskan, masing-masing peserta didik diberikan kertas sebagai lembar kerja untuk
membahas
8. Masing-masing kelompok menyampaikan hasil kesimpulannya
9. Dosen/guru memberikan kesimpulan secara umum
10. Evaluasi
11. Penutup
GROUP INVESTIGATION
Langkah-langkah :
1. Dosen/guru membagi kelas dalam beberapa kelompok heterogen
2. Dosen/guru menjelaskan maksud pembelajaran dan tugas kelompok
3. Dosen/guru memanggil ketua-ketua untuk satu materi tugas sehingga satu kelompok mendapat tugas
satu materi/tugas yang berbeda dari kelompok lain
4. Masing-masing kelompok membahas materi yang sudah ada secara kooperatif berisi penemuan
5. Setelah selesai diskusi, lewat juru bicara, ketua menyampaikan hasil pembahasan kelompok
6. Dosen/guru memberikan penjelasan singkat sekaligus memberi kesimpulan
7. Evaluasi
8. Penutup
TALKING STIK
Langkah-langkah :
1. Dosen/guru menyiapkan sebuah tongkat
2. Dosen/guru menyampaikan materi pokok yang akan dipelajari, kemudian memberikan kesempatan
kepada peserta didik untuk untuk membaca dan mempelajari materi pada pegangannya/paketnya
3. Setelah selesai membaca buku dan mempelajarinya mempersilahkan peserta didik untuk menutup
bukunya
4. Dosen/guru mengambil tongkat dan memberikan kepada peserta didik, setelah itu dosen/guru
memberikan pertanyaan dan peserta didik yang memegang tongkat tersebut harus menjawabnya,
demikian seterusnya sampai sebagian besar peserta didik mendapat bagian untuk menjawab setiap
pertanyaan dari dosen/guru
5. Dosen/guru memberikan kesimpulan
6. Evaluasi
7. Penutup
BERTUKAR PASANGAN
Langkah-langkah :
1. Setiap peserta didik mendapat satu pasangan (dosen/guru biasa menunjukkan pasangannya atau
peserta didik menunjukkan pasangannya
2. Dosen/guru memberikan tugas dan peserta didik mengerjakan tugas dengan pasangannya
3. Setelah selesai setiap pasangan bergabungdengan satu pasangan yang lain
4. Kedua pasangan tersebut bertukar pasangan masing-masing pasangan yang baru ini saling
menanyakan dan mengukuhkan jawaban mereka
5. Temuan baru yang didapat dari pertukaran pasangan kemudian dibagikan kepada pasangan semula
SNOWBALL THROWING
Langkah-langkah :
1. Dosen/guru menyampaikan materi yang akan disajikan
2. Dosen/guru membentuk kelompok-kelompok dan memanggil masing-masing ketua kelompok untuk
memberikan penjelasan tentang materi
3. Masing-masing ketua kelompok kembali ke kelompoknya masing-masing, kemudian menjelaskan
materi yang disampaikan oleh dosen/guru kepada temannya
4. Kemudian masing-masing peserta didik diberikan satu lembar kertas kerja, untuk menuliskan satu
pertanyaan apa saja yang menyangkut materi yang sudah dijelaskan oleh ketua kelompok
5. Kemudian kertas tersebut dibuat seperti bola dan dilempar dari satu peserta didik ke peserta didik yang
lain selama 15 menit
6. Setelah peserta didik dapat satu bola/satu pertanyaan diberikan kesempatan kepada peserta didik
untuk menjawab pertanyaan yang tertulis dalam kertas berbentuk bola tersebut secara bergantian
7. Evaluasi
8. Penutup
STUDENT FACILITATOR AND EXPLAINING
Peserta didik/peserta mempresentasikan ide/pendapat pada rekan peserta lainnya
Langkah-langkah :
1. Dosen/guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai
2. Dosen/guru mendemonstrasikan/menyajikan materi
3. Memberikan kesempatan peserta didik/peserta untuk menjelaskan kepada peserta untuk menjelaskan
kepada peserta lainnya baik melalui bagan/peta konsep maupun yang lainnya
4. Dosen/guru menyimpulkan ide/pendapat dari peserta didik
5. Dosen/guru menerangkan semua materi yang disajikan saat itu
6. Penutup
INSIDE-OUTSIDE-CIRCLE
(LINGKARAN KECIL-LINGKARAN BESAR)
Peserta didik saling membagi informasi pada saat yang bersamaan, dengan pasangan yang berbeda
dengan singkat dan teratur
Langkah-langkah :
1. Separuh kelas berdiri membentuk lingkaran kecil dan menghadap keluar
2. Separuh kelas lainnya membentuk lingkaran di luar lingkaran pertama, menghadap ke dalam
3. Dua peserta didik yang berpasangan dari lingkaran kecil dan besar berbagi informasi. Pertukaran
informasi ini bisa dilakukan oleh semua pasangan dalam waktu yang bersamaan
4. Kemudian peserta didik berada di lingkaran kecil diam di tempat, sementara peserta didik yang berada
di lingkaran besar bergeser satu atau dua langkah searah jarum jam.
5. Sekarang giliran peserta didik berada di lingkaran besar yang membagi informasi. Demikian
seterusnya
CONSEPT SENTENCES
Langkah-langkah :
1. Dosen/guru menyampaikan kompentensi yang ingin dicapai
2. Dosen/guru menyajikan materi secukupnya
3. Dosen/guru membentuk kelompok yang anggotanya 4 orang secara heterogen
4. Menyajikan beberapa kata kunci sesuai materi yang disajikan
5. Tiap kelompok disuruh membuat beberapa kalimat dengan menggunakan minimal 4 kata kunci setiap
kalimat
6. Hasil diskusi kelompok. Didiskusikan lagi secara pleno yang dipandu Dosen/guru
7. Kesimpulan
TIME TOKEN
Struktur yang dapat digunakan untuk mengajarkan keterampilan sosial, untuk menghindari peserta didik
mendominasi pembicaraan atau peserta didik diam sama sekali
Langkah-langkah :
1. Kondisikan kelas untuk melaksanakan diskusi (cooperative learning / CL)
2. Tiap peserta didik diberi kupon berbicara dengan waktu 30 detik. Tiap peserta didik diberi sejumlah
nilai sesuai waktu keadaan
3. Bila telah selesai bicara kopon yang dipegang peserta didik diserahkan. Setiap bebicara satu kupon
4. Peserta didik yang telah habis kuponnya tak boleh bicara lagi. Yang masih pegang kupon harus bicara
sampai kuponnya habis
5. Dan seterusnya
KELILING KELOMPOK
Maksudnya agar masing-masing anggota kelompok mendapat kesempatan untuk memberikan kontribusi
mereka dan mendengarkan pandangan dan pemikiran anggota lainnya
Caranya:
1. Salah satu peserta didik dalam masing-masing kelompok menilai dengan memberikan pandangan dan
pemikirannya mengenai tugas yang sedang mereka kerjakan
2. Peserta didik berikutnya juga ikut memberikan kontribusinya
3. Demikian seterusnya giliran bicara bisa dilaksanakan arah perputaran jarum jam atau dari kiri ke kanan
TWO STAY TWO STRAY
(DUA TINGGAL, DUA TAMU)
Memberi kesempatan kepada kelompok untuk membagikan hasil dan informasi dengan kelompok
lainnya.
Langkah-langkah :
1. Peserta didik bekerja sama dalam kelompok berempat seperti biasa
2. Setelah selesai, dua orang dari masing-masing bertamu kedua kelompok yang lain
3. Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi mereka ke
tamu mereka
4. Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan melaporkan temuan mereka dari
kelompok lain
5. Kelompok mencocokkan dan membahas hasil kerja mereka
PEMBELAJARAN FORTOFOLIO
Prinsip Dasar :
1. Belajar peserta didik aktif
a. Fase perencanaan
b. Fase keg. lapangan
c. Fase pelaporan
1. Kelompok belajar kooperatif
2. Pembelajaran partisipatorik
3. Menciptakan motivasi peserta didik
Langkah-langkah Pembelajaran Portofolio
1. Mengidentifikasi masalah
a. Kegiatan kelompok kecil
Membagi kelas dalam kelompok kecil (3-4 orang) dan mencari masalah yang dianggap penting
b. Pekerjaan rumah
Wawancara, mencari informasi dari media cetak/ elektronik
2. Memilih Masalah untuk kajian kelas
a. Membuat daftar masalah
b. Melakukan vooting
3. Mengumpulkan informasi masalah yang akan dikaji di kelas
a. Kegiatan kelas
b. Tugas pekerjaan rumah
4. Mengembangkan Portofolio kelas
a. Spesifikasi Portofolio
Jika informasi cukup, portofolio dikembangkan menjadi dua seksi:
seksi penayangan
seksi dokumentasi
b. Kelompok portofolio
BAB VIII
MANAJEMEN SARANA DAN PRASARANA
A. Masalah Pendidikan
1. Masalah Akses. Tidak semua anak bangsa dan umat menikmati arti kemerdekaan untuk
memanfaatkan kesempatan memperoleh ilmu. Sumbangan bagi umat juga masih perlu ditingkatkan
2. Kualitas. Kualitas sarana dan prasarana kurang memadai yang berdampak pada kualitas pendidikan
relatif rendah
3. Relevansi. Ilmu-ilmu yang diperoleh masih perlu ditingkatkan sehingga sanggu memakmurkan dunia.
Nilai pertukaran yang relatif rendah sehingga lebih banyak dipakai sebagai lahan uji coba.
4. Efisiensi dan efektivitas yang rendah. Hasilan pendidikan dalam kerangka meningkatkan produktivitas
masih belum sejalan dengan pemanfaatan sumber-sumber. Masih terlalu banyak yang disia-siakan.
Melek huruf
Kemampuan menghitung
Memperoleh informasi
Belajar dari pengalaman
Menggunakan pendekatan seluruh pikiran
Kemampuan memanfaat komputer
Keterampilan belajar
Melek komputer Memulai dan memelihara hubungan
Berkomunikasi
Kemampuan untuk menjadi sumber
Menjadi anggota yang efektif dalam kelompok
Manajemen konflik
Memberi dan menerima umoan balik,
Berkeluarga
mempengaruhi Pengembangan kareer,
Pengelolaan waktu,
Pengelolaan keuangan
kewirausahaan,
memilih dan menggunakan waktu luang
persiapan untuk pensiun
mencari dan mempertahankan pekerjaan
mengatasi kehilangan pekerjaan,
mengelola rumah
menetapkan tujuan dan perencanaan kegiatan
Memiliki pemikiran positif pada diri sendiri,
kreatif dalam memcahkan permasalahan
membuat keputusan
mengelola stres
mengelola hubunan sek
memelihara kesehatan tubuh
memelihara kemutakhiran
proaktif
mengelola emosi negatif
mengungkap minat, nilai dan keterampilan,
mengungkap rahasia pekerjaan,
mengembangkan keyakinan diri
membantu orane lain
mengembangkan politik diri
Dalam melakukan diagnosis dan analisis kebutuhan akan sarana dan prasarana ditempuh langkah (1)
jalur yang mengkaji sumber yang dimiliki dan kebutuhan akan lembaga Pelatihan. (2) jalur mengkaji dan
menganalisis mengenai inventaris yang dimiliki saat ini sekaitan dengan lembaga Pelatihan, pemetaan
kebutuhan nasional maupun regional, kebutuhan akan lembaga Pelatihan serta identifikasi permalahan
yang harus dipecahkan melalui penyediaan sarana fisik dan penunjang. Perpaduan antara kebutuhan
dan identifikasi permasalahan akan menghasilkan alternatif kebijakan mengenai pendirian lembaga
Pelatihan terutama yang menyangkut sarana dan prasarana, yang umumnya terdiri dari dua atau tiga
alternatif.
Dalam mengembangkan penelitian yang berhubungan dengan penyediaan sarana fisik dan penunjang
terutama diarahkan pada survey kenyataan pengguna sarana dan prasarana . Survey ini mengambil pola
alaternatif yang diperoleh pada tahapan diagnosis dan analisis, diarahkan pada delapan aspek kelayakan
dan standar mengenai sarana fisik dan penunjang lembaga Pelatihan, meliputi: (1) spesifikasi lembaga
Pelatihan, (2) perlengkapan mebeler, (3) norma mengenai ruang yang layak dipergunakan, (4) norma
yang berhubungan dengan kenyamanan, (5) norma mengenai keamanan dan rasa aman (6) metode
pembangunan termasuk material yang dipergunakan (7) pembiayaan dan (8) kriteria lingkungan. Semua
hasil yang bersumber dari bentuk tubuh pengguna (survey antropometrik) Pelatihan ini dipergunakan
untuk tahapan berikutnya dalam penelitian yaitu konsep perencanaan keruangan, petunjuk pelaksanaan
dan teknis sarana dan prasarana (menyangkut pembangunan, pengembangan model dan pemeliharaan),
pengembangan prototipe dan evaluasi prototipe.
Dalam perencanaan, memanfaatkan studi kelayakan mengenai pengembangan sarana fisik dan
penunjang, dengan mengembangkan rencana pengembangan jangka menengah dan rencana tahunan
mengenai sarana dan prasarana . Perencanaan jangka menengah meliputi perioritas, pengembangan
denah lembaga Pelatihan, pembiayaan dan administrasi. Menggunakan data perencanaan regional
mengenai satuan pendidikan dan latihan dan memadukan dengan perancanaan nasional mengenai
sarana dan prasarana , dengan penekanan pada pereencanaan jangka menengah dan jangkan panjang.
Perencanaan nasional ini dikembangkan berdasarkan pada perencanaan regional mengenai sarana dan
prasarana . Perencanaan nasional ini selanjutnya menjadi dasar dari rencana tahunan, yang terdiri dari
pengembangan rencana tahunan mengenai pembangunan, pereubahan dan pemeliharaan rencana fisik
dan sarana penunjang.
Bagian akhir dari rangkaian pengelolaan yaitu implementasi standarisasi sarana dan prasarana.
Implementasi standarisasi sarana dan prasarana mendasarkan diri berdasar pada rencana regional dan
tata kota mengenai sarana fisik dan penunjang sarana dan prasarana pendidikan dan latihan. Dengan
menggunakan input ini dikembangkan dua hal yaitu perencanaan tata ruang dan rancang bangun dan
pembiayaan. Tata ruang sangat menentukan rancang bangun dan perkiraan pembiaan dan gambaran
mengenai arsistektur sarana dan prasarana. Sementara rancang bangun dan perkiraan biaya selanjutnya
menjadi bahan untuk evaluasi rancang bangun sarana. Selanjutnya gambaran mengenai arsitektur dan
evaluasi disain menjadi bahan penetapan pembangunan, perbaikan dan pemeliharaan. Semua produk
penetapan ini akan dievaluasi sesuai dengan kebutuhan yang telah ditetapkan pada tahapan analisis dan
diagnosa kebutuhan srana fisik dan penunjangnya.
1. Rincian Standarisasi Sarana dan Prasarana Generik
a. Tata Letak Bangunan
Bila tofogragi bertingkat, ruang kelas harus berada di bagian bawah sehingga memudahkan akses dan
lebih menyenangkan dalam melakukan proses pembelajaran. Bila dalam satu komplek terdapat semua
bentuk kegiatan (ruang kuliah, kantor dan laboratorium), hendaknya ruang kelas diberikan jarak dengan
ruang untuk kepentingan lainnya)
Ruang kelas hendaknya dijauhkan dari ruang generator. Untuk mengurangi kegaduhan dari luar, wilayah
kelas hendaknya dijauhkan dari wilayah kehaduhan, seperti: jalan, dari parkir, perumahan, plasa, wilayah
rekreasi, lapangan olah raga. Dalam upaya mengurangi kegaduhan yang datang dari lingkungan kelas
hendaknya ruangan kelas cukup jauh dari ruangan mekanik, elevator, ruang istirahat dan ruangan
generator.
b. Jalan masuk.
Jalan masuk hendaknya terbagi menjadi dua bagian yaitu jalan masuk langsung dan jalan menuju kelas.
Jalan masuk hendaknya diberikan tanda, sehingga kelompok yang berasal dari luar dapat masuk dengan
tidak mengganggu kegiatan dalam kelas. Jarak dari pintu masuk ke ruangan kelas tidak terlalu jauh
sehingga dalam proses menuju kelas peserta tidak menggangu kegiatan pembelajaran pada rauangan
lain.
Jalan masuk dan keluar seharusnya dibedakan sehingga tidak mengganggu proses selam keluar masuk.
Dalam ruang bertingkat, maka tangga harus mampu mengakomodasi peserta belajar yang masuk dan
keluar.
c. Pintu
Pintu masuk minimal berukuran tiga kaki (di atas 80 cm). Sebaiknya memiliki panel tembus pandang,
yang umumnya menggunakan kaca untuk menghindari kecelakaan pada saat dibuka.
d. Ruang istirahat
Ruang istirahat harus terdapat pada setiap lantai, dengan besar ruangan diseimbangkan dengan banyak
peserta belajar, terutama pada saat pergantian jam pelajaran. Pada setiap ruang istirahat harus tersedia
toilet, baik bagi kebanyakan maupun peserta belajar dengan kebutuhan khusus.
Ruangan kelas besar juga harus memiliki kedekatand dengan ruang istirahat. Ruang istirahat harus
dibuka untuk kepentingan malam hari, walaupun ruang lain sudah dikunci.
e. Fasilitas air minum
Fasilitas air minum harus dimiliki paling tidak oleh 50% dari ruangan yang ada dari setiap lantai, dan
memudahkan untuk dijangkau.
f. Telepon
Telepon untuk umum harus ditempatkan pada wilayah yang mudah dilihat yaitu sekitar lobi atau pintu
masuk bangunan. Telepon juga jangan terlalu jajuh dari ruangan kuliah, dan sebaiknya tidak saling
mengganggu dengan ruang lobi.
g. Warna
Pemilihan warna hendaknya diperhitungkan benar untuk setiap ruangan dengan warna cerah. Warna
harus memungkinkan untuk dicuci. Jangan menggunakan bahan yang lunak sehingga tidak
memungkinkan untuk pencucian. Ruang yang dilengkapi dengan televisi sebaiknya menggunakan warna
biru atau abu, dan tidak memantulkan cahaya. Kekuatan untuk merefleksikan cahaya, pada tiap bagian
adalah sebagai berikut:
1) langit-langit 80% atau lebih
2) dinding 50-70%
3) lantai 20-40%
4) meja 20-40%
tingkat kekuatan cahaya harus memungkinkan untuk melihat benda yang sedang dipegang dan untuk itu
warna tidak bolah mengganggu penglihatan. Permukaan meja dibuat kontras dengan kertas, buku dan
layar komputer ketika sedang dioperasikan.
h. Lantai
Lantai harus memiliki permukaan yang halus. Penggunaan karpet lebih bagus karena memberikan efek
akustik. Bila mengunakan kursi yang bergerak pertimbangan menggunakan karpet hendaknya diimbangi
dengan biaya yang harus ditanggung.
i. Koridor
Koridor hendaknya dilengkapi dengan tempat duduk sehingga tidak memungkinkan peserta untuk duduk
di lantai dan mengganggu lalu lalang. Lantai koridor harus cukup halus, sehingga tidak menimbulkan
suara saat dipergunakan untuk pengangkutan barang atau orang yang menggunakan roda.
j. Kloset.
Setiap ruangan kelas harus memiliki kloset atau berdekatan dengan kloset, sehingga peserta belajar
yang akan menggunakan tidak perlu terlalu lama meninggalkan kelas. Untuk wilayah tertentu dibutuhkan
kloset dalam jumlah lebih dari satu.
k. Akustik
Pertimbangan tingkat kebisingan dilakukan dalam upaya memperhatikan:
1) membatasi suara yang datang dari luar
2) tingkat kejernihan suara yang dibutuhkan untuk setiap ruangan,
3) pembagian suara kepada ruang yang berbeda bila dibutuhkan
4) mempertimbangkan berbagai jenis suara yang dibutuhkan dalam ruangan baik suara langsung
maupun suara yang datangnya dari alat.
Sehubungan dengan kualitas suara ini maka faktor lain yang mempengaruhi yaitu dinding, langit-langit
dan alat isolasi dari berbagai kebisingan.
l. Kemudahan untuk mengakses.
Tiap ruangan harus memiliki pintu yang sesuai dengan besarnya ruangan. Antar ruangan juga diberikan
petunjuk dan denah rute serta pintu darurat pada saar terjadi kebakaran dan musibah lainnya. Setiap
raungtan juga harus dilengkapi dengan suplay udara yang memadai dengan penyediaan jendela dan
dijauhkan dari udara buangan dari pembangkit tenaga.
m. Sistem bangunan
Cahaya dalam ruangan harus memadai untuk penggunaan teknologi, dengan disain memudahkan untuk
pemakaian, mudah dilakukan penyesuaian semisal pada saat terjadinya pemadaman listrik. Pada saat
dilakuakan pengurangan cahaya dibutuhkan jenis pencahayaan lain sehingga proses pembelajaran dapat
berjalan dengan baik.
Pencahayaan untuk ruangan kelas paling tidak harus memiliki kekuatan sebanyak 50-60 cahaya lilin.
Pada tiap ruangan memiliki saklar dan ruangan kontrol daya yang cukup jelas, sehingga bisa dikelola tiap
saat dibutuhkan. Cahaya untuk sekitar papan tulis cukup memadai untuk proses pembelajaran.
Pencahayaan khusus dibutuhkan untuk perekaman video dan pembelajaran jarak jauh.
Ventilasi udara dan penyejuk ruangan dibutuhkan untuk kondisi tertentu
n. Pelayanan listrik, telekomunikasi dan audiovisual
Sesuai dengan kebutuhan penggunaan teknologi pembelajaran, dibutuhkan pelayanan listrik,
telekomunikasi dan audiovisual. Instalasi hendaknya memudahkan untuk peningkatan an perluasan dan
tidak perlu melakukan renovasi. Semua sirkuit hendaknya memiliki kode yang jelas untuk kepentingan
penggunaan dan pemeliharaan.
o. Teknologi
Sarana dan prasarana Pelatihan hendaknya dipersiapkan untuk melayani teknologi dengan
memperhatikan standar, keamanan, sistem proyeksi video dan komputer, layar proyeksi, komputer.
p. Ruang kelas
Ruang kelas dipersoapkan untuk mengakomodasi sekitar 20-75 peserta belajar. Ruang kelas yang
memadai yaitu panjang sebanyak satu setangah kali lebarnya. Semua kelengkapan kelas hendaknya
tidak mengganggu proses pembelajaran. Kelas yang memuat 50 tempat duduk dipersyaratkan memiliki
satu jalan keluar dan masuk. Pintu depan umumnya mengganggu proses pembelajaran.
Jendela hendaknya dijauhkan dari daerah parkir, buangan udara dan kebisingan lainnya
q. Tempat duduk.
Tempat duduk peserta belajar memperhatikan kejelasan penglihatan pada layar bila pembelajaran
menggunakan layar
r. Sarana penangkal kebisingan. Sarana ini dapat dipakai dalam bentuk panel maupun tanaman. Tiap
bahan yang dipergunakan memiliki nilai positif dan negatif. Terutama penggunaan pohon harus
diperhitungkan jenis tanaman yang kokoh, cukup rindang, tidak memiliki daun yang terlalu besar karena
menyulitkan dalam penangan sampah atau tanaman berdaun jarum karena kurang memiliki kemampuan
untuk menjaga air tanah.
E. Sistem Manajemen
1. Kaidah Umum
Pengembangan sarana dan prasarana Pelatihan ditujukan untuk peningkatan pelayanan yang
berlangsung terus menerus, kegiatan dan prosedur yang perlu untuk menjamin kondisi sarana dan
prasarana yang paling baik, (Oteng Sutisna, 1983: 133). Selanjutnya beliau menyebutkan lima hal pokok
yang sangat penting untuk diperhatikan oleh para Pengelola sarana dan prasarana lembaga Pelatihan ,
yaitu:
a. Memajukan iklim belajar. Sarana dan prasarana Pelatihan yang bersih, nyaman, sejuk,
menyenangkan, teratur serta memberikan perasaan aman dan tentram menyumbang secara tidak
langsung kepada proses belajar. Lingkungan Pelatihan yang menarik tidak saja menghasilkan iklim
belajar yang merangsang untuk belajar dengan menyenangkan tetapi juga memajukan rasa bangga dan
respek terhadap barang-barang milik lembaga Pelatihan.
b. Memajukan kesehatan dan keamanan. Tanggung jawab pemeliharaan lembaga Pelatihan meliputi
perlindungan peserta Pelatihan dan personel Pelatihan terhadap kondisi yang merusak kesehatan dan
keamanan. Kewaspadaan maupun perencanaan kooperatif adalah perlu jika kondisi aman dan sehat
akan terpelihara.
c. Memelihara gedung secara ekonomis. Pengelola Pelatihan bertanggungjawab atas pemeliharaan
sarana dan prasana Pelatihan yang ekonomis. Ada tiga bidang yang jika diperhatikan dapat
menghindarkan pemborosan dalam pelayanan pemeliharaan : personil, perbekalan dan perlengkapan
yang dipakai dalam pekerjaan pemeliharaan, dan pemakaian tilpon, air dan listrik. Karena bidang-bidang
ini menimbulkan biaya yang cukup besar, kebutuhan akan program pelayanan dan pemeliharaan yang
disusun dengan teliti menjadi jelas.
d. Melindungi barang-barang milik lembaga Pelatihan. Pencegahan kerusakan pada fasiltas dan
perlengkapan lembaga Pelatihan adalah maksud pokok dalam pengembangan sarana dan prasana
lembaga Pelatihan. Perlindungan barang-bartang lembaga Pelatihan meliputi pemeliharaan, termasuk
perhatian segera kepada perbaikan-perbaikan kecil dan besar; kegiatan pembersihan, yang
mengarahkan perhatian kepada pekerjaan pembersihan; dan tindakan pencegahan untuk melindungi
gedung dan halaman terhadap kerusakan, kebrutalan, dan bahaya kebakaran.
e. Memajukan citra masyarakat terhadap lembaga Pelatihan. Kesan yang menyenangkan yang
diciptakan oleh sarana dan prasarana lembaga Pelatihan yang bersih dan rapi dan halaman yang
terpelihara cenderung untuk membangkitkan sikap-sikap mendukung lembaga Pelatihan di antara para
pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholder) Pelatihan. Lembaga Pelatihan berpotensi untuk
memberikan kepuasaan kepada stakeholder mereka.
Pengembangan sarana dan prasarana dalam menunjang peningkatan kualitas pendidikan dan pelatihan,
sangat ditentukan oleh perancangan dan perencanaan bangunan dan penunjangnya. Sarana prasarana
dalam mengembangkan perancangan sarana fisik dan perlengkapan tergantung pada empat faktor, yaitu:
a. Aspek Fungsional, dilihat dari kesesuaian dengan kebutuhan akan ruang, memperhatikan norma
kenyamanan dari pandangan arsitektur dan kaidah internasional, aspek hubungan antara lembaga
Pelatihan non formal dengan pusat kegiatan lain yang berhubungan dengan pendidikan dan latihan, serta
terhindar dari kebisingan dan kegiatan yang membutuhkan ketenangan di sekitar pusat Pendidikan dan
Latihan.
b. Aspek Konstruksi, harus memanfaatkan bahan lokal yang berkualitas yang dapat ditangani oleh
pekerja lokal, memenuhi tuntutan kekhasan bangunan lokal, dapat dipadukan dengan bahan modern
dalam upaya memenuhi kebutuhan jangka panjang dan pemeliharaan yang murah serta pemilihan
konstruksi dan bahan yang tahan terhadap gangguan dan kerusakan alam,
c. Aspek Estetika, memiliki kesesuaian dengan kebutuhan ruang yang layak untuk kemanusiaan,
terintegrasi secara visual dengan masyarakatnya, menarik bagi peserta belajar dan masyarakat untuk
mengambil keberdaannya serta mempertimbangkan secara sempurna tuntutan arsitektur, dan
d. Aspek Pembiayaan, masih dalam batas pertimbangan kebutuhan arsitektur, baik dilihat dari biaya per-
unit, biaya per-satuan peserta belajar.
2. Jenis Sarana dan prasarana
Sarana dan prasarana pendidikan pada dasarnya dapat dikelompokaan dalam empat kelompok, yaitu
tanah, bangunan, perlengkapan, dan perabot lembaga Pelatihan (site, building, equipment, and furniture).
a. Lahan atau site
Lahan atau site yang dimaksud adalah letak/lokasi tanah atau suatu lahan yang telah dipilih secara
seksama untuk dibangun di atas tanah/lahan tersebut gedung atau bangunan lembaga Pelatihan atau
lembaga pendidikan. Bahkan dalam pengertian yaang lebih luas lahan ini mencakup pula tempat
berkebun, bertani, beternak, maupun berolah raga serta halaman tempat upacara berlangsung, dan
kegiatan lain sepanjang ada kaitannya secara langsung dengan kegiatan pendidikan dan latihan.
b. Bangunan atau Building
Bangunan atau Building berarti semua bangunan atau ruangan yang sengaja didirikan di atas lahan
tersebut dan digunakan untuk kepentingan pendidikan dan latihan.
c. Perabot dan perlengkapan atau Equipment
Perabot adalah sarana pendidikan yang mudah dipindahkan dan disusun sesuai kebutuhan program.
Pada umumnya digunakan sebagai sarana dan prasarana dalam proses pembelajaran. Pelaksanaan
pengadaan perabot direncanakan sesuai dengan fungsi dan kegunaannya. Fungsi perabot erat kaitannya
dengan jenis kegiatan yang dilaksanakan, ruang penempatan perabot dan calon pemakai perabot
tersebut
d. Furniture
Furniture atau mebeler, berarti berupa meja, kursi, bangku, berbagai macam papan pendidikan, kotak
maupun rak dan gantungan.
Bagan 1
Alur Pengembangan Sarana dan Prasarana PELATIHAN
4. Persiapan
Pengembangan sarana dan prasarana bertujuan untuk meningkatkan efektifitas dan efesiensi serta
kualitas penyelenggaraan program Pelatihan. Oleh karena itu dalam pengembangan sarana dan
prasarana perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut : apa yang perlu dikembangkan, untuk apa, untuk
siapa, siapa yang akan melakukan pengembangan, kapan, untuk berapa lama, dan bagaimana
mengembangkannya. Untuk menjadi lembaga Pelatihan yang efektif dan efisien perlu dipersiapkan dan
direncanakan secara cermat dengan mempertimbangkan sejumlah aspek diantaranya:
a. Visi, Misi, Tujuan dan Strategi
Visi, misi, tujuan dan strategi adalah landasan utama dalam penyusunan rencana strategi. Visi
merupakan pandangan kedepan lembaga tentang masa depan yang akan dicapai dan pencapaiannya
melalui sejumlah misi yang diemban oleh lembaga. Selanjutnya pencapaian-pencapaiannya dirujuk
dengan tujuan-tujuan kelembagaan dan strategi pelaksanaan yang dipergunakan.
b. Analisis Kebutuhan (need assessment)
Definisi analisis/identifikasi kebutuhan (needs assesment) adalah suatu cara untuk menentukan ada atau
tidaknya kesenjangan antara kenyataan dengan yang diinginkan atau menentukan kelayakan suatu
keadaan. Dengan kata lain, analisis kebutuhan adalah suatu cara yang sistimatis untuk memilih dan
menentukan prioritas kebutuhan sebagai masukan dalam pengambilan alternatif kebijakan tentang
lembaga bagi para pemimpin.
Definisi lain, analisis kebutuhan adalah suatu investigasi sistematik mengenai diskripsi dimensi manusia,
sarana dan prasarana, program, dan dana untuk menggambarkan kesenjangan, menetapkan penyebab
terjadinya kesenjangan, dan memutuskan apakah keberadaan lembaga dengan dimensi manusia, sarana
dan prasarana, program, dan dana merupakan solusi potensial untuk mengatasi kesenjangan tersebut.
Adapun tujuan analisis kebutuhan lembaga Pelatihan adalah :
1) Menggambarkan kondisi riil keberadaan lembaga Pelatihan terkait dengan tantangan kerja saat ini dan
masa yang akan datang.
2) Menentukan sebab-sebab adanya kesenjangan antara kondisi riil saat ini dengan kondisi ideal yang
dibutuhkan untuk mewujudkan tugas pokok dan fungsi lembaga Pelatihan
3) Merekomendasikan solusi yang sesuai dalam menjembatani kesenjangan antara kondisi riil saat ini
dengan kondisi ideal yang diharapkan.
4) Menggambarkan peta permasalahan yang dihadapi oleh lembaga Pelatihan baik dari dimensi sarana
prasarana, ketersediaan dana, SDM dan Program Pelatihan serta akses jejaring antar lintas institusi.
Langkah-langkah dalam melakukan analisis kebutuhan
Ada empat langkah yang harus ditempuh dalam melakukan analisis kebutuhan lembaga Pelatihan.
Pertama analisis kesenjangan (gap analysis); kedua analisis skala prioritas; ketiga analisis kinerja
kelembagaan dan peluang; keempat mengindentifikasi solusi atau peluang yang mungkin dapat diambil.
Adapun rinciannya sebagai berikut:
1) Analisis kesenjangan:
a) Mendiskripsikan tujuan institusional kelembagaan Pelatihan
b) Mendiskripsikan tugas pokok dan fungsi lembaga Pelatihan secara rinci.
c) Mendiskripsikan prakondisi yang harus dipenuhi untuk menunjang pencapaian tugas pokok dan fungsi
lembaga Pelatihan.
Dari ketiga tahap itu akan ditemukan adanya kesenjangan antara kondisi saat ini (existing condition) yang
riil yang dimiliki oleh lembaga Pelatihan dengan kondisi ideal (future condition) sesuai tebaran tugas
pokok, fungsi serta tujuan yang ingin dicapai oleh lembaga Pelatihan. Kondisi ini perlu dianalisis
seberapa jauh kesenjangan antara keadaan saat ini dengan tujuan yang hendak dicapai serta tugas
pokok dan fungsi yang diemban oleh suatu lembaga Pelatihan. Dari kesenjangan yang teridentifikasi
tersebut dapat dijadikan rujukan dalam menentukan beragam kebutuhan lembaga Pelatihan yang ideal.
Penting diperhatikan dalam identifikasi ini adalah seberapa besar peluang lembaga Pelatihan mampu
menjalankan tugas pokok dan fungsinya sekaligus mencapai tujuan kelembagaan secara efektif.
2) Analisis Skala Prioritas
Berdasarkan kondisi riil yang saat ini dimiliki oleh lembaga Pelatihan kemudian diidentifikasi skala
prioritas apa yang hendak diutamakan untuk dipenuhi. Hal ini mencakup sejumlah daftar kebutuhan yang
dihasilkan dari tahap identifikasi kebutuhan lantas diputuskan mana skala prioritas utama yang mendesak
untuk dipenuhi mana yang bisa ditangguhkan sementara. Argumen yang menjadi dasar penentuan skala
prioritas mencakup hal-hal sebagai berikut:
a) Feasibilitas. Artinya, kebutuhan mana yang paling mungkin untuk bisa dipenuhi lebih dulu berdasarkan
efektivitas anggaran yang dimiliki. Dalam hal ini perlu dilakukan analisis cost and benefit.
b) Implementasi peraturan perundang-undangan. Artinya, apakah ada suatu peraturan perundang-
undangan yang memaksa lembaga Pelatihan harus mengutamakan pemenuhan kebutuhan terkait
dengan implementasi peraturan perundang-undangan. Misalnya, implementasi standar pelayanan prima,
peraturan keselamatan kerja dan sebagainya.
c) Kebijakan pimpinan. Artinya, jika pimpinan memiliki kebijakan yang urgen untuk diimplementasikan
maka hal itu harus menjadi skala prioritas. Misalnya, kebijakan pimpinan untuk meningkatkan kinerja
karyawan maka semua hal yang terkait dengan peningkatan kinerja akan menjadi skala prioritas.
d) Konsumen. Artinya, penentuan skala prioritas hendaknya juga memperhatikan harapan dan tuntutan
konsumen. Apa saja yang diinginkan konsumen perlu diposisikan sebagai skala prioritas tentu saja
dengan mempertimbangkan kemampuan lembaga Pelatihan dalam memenuhi harapan konsumen.
3) Analisis Masalah
Pada langkah ini sangat urgen untuk mengidentifikasi masalah-masalah yang dihadapi oleh lembaga
Pelatihan. Identifikasi masalah yang cermat akan menjadi pedoman dalam mencari solusi yang tepat dan
feasible.
4) Analisis Peluang
Eksistensi lembaga Pelatihan sangat ditentukan oleh kemampuan lembaga tersebut dalam survival
menjalankan tugas pokok dan fungsinya serta terus menerus melakukan inovasi-inovasi kreatif. Sebab
lembaga Pelatihan tidak hidup dalam situasi yang steril dan status melainkan hidup dalam kompetisi yang
dinamis. Oleh karena itu lembaga Pelatihan harus cerdas membaca peluang dan memanfaatkan untuk
mengukuhkan eksistensinya.
Jenis-jenis Analisis Kebutuhan
1) Analisis kinerja
Analisis kinerja adalah pendekatan sistematik untuk mengidentifikasi kesenjangan antara kinerja yang
terjadi yang diharapkan serta faktor-faktor yang menghambat kinerja yang diinginkan. Tujuan analisis
kinerja adalah menentukan penyebab kesenjangan kinerja dan kemungkinan solusinya.
2) Analisis fungsi
Analisis fungsi adalah mengidentifikasi suatu posisi yang melaksanakan sejumlah besar tugas-tugas
kelembagaan.
Tujuan analisis fungsi adalah untuk menentukan peran dan fungsi, serta kompetensi pimpinan atau
pengambil kebijakan di lembaga.
3) Analisis pekerjaan
Analisis pekerjaan adalah proses untuk menyusun daftar semua tugas bagi pekerjaan atau posisi
tertentu. Tujuan analisis pekerjaan adalah membantu pimpinan untuk mengalokasikan sumber daya di
tempat yang paling memerlukan
4) Analisis tugas
Analisis tugas adalah upaya menganalisis pekerjaan dan menguraikan semua tugas yang tercakup dalam
pelaksanaannya. Analisis tugas bertujuan untuk memperoleh gambaran dalam menentukan atau
merancang tugas/pekerjaan bagi pegawai di lembaga.
Metodologi Analisis Kebutuhan
Langkah-langkah analisis kebutuhan
1) Melakukan identifikasi kesenjangan
a) Situasi sekarang.
b) Situasi yang diinginkan.
2) Menentukan sebab-sebab terjadinya kesenjangan
a) Faktor dari luar lembaga
b) Faktor dari dalam lembaga
3) Mengidentifikasi prioritas lembaga
Dalam menentuan prioritas suatu lembaga dengan memperhatikan beberapa hal antara lain:
a) Efektivitas biaya, yaitu sejauh mana perbandingan antara masalah dan biaya solusinya.
b) Mandat peraturan perundang-undangan
c) Desakan pimpinan
d) Populasi
e) Pelanggan
4) Mengidentifikasi penyebab masalah kinerja dan atau peluang
5) Mengidentifikasi solusi dan atau peluang pertumbuhan
6) Menggambarkan tentang peran atau pelaksanaan tugas dan fungsi lembaga
Teknik Analisis Kebutuhan
Teknik/metode yang dapat dipergunakan untuk melakukan analisis kebutuhan lembaga antara lain:
1) Instrumen wawancara
2) Instrumen isian/angket
3) Pengamatan/penilaian dokumen
No Komponen Jenis
1 Site (lokasi lahan) a. Areal tempat Pelatihan
b. Halaman
c. Taman
d. Lapanagan olah raga
e. Tempat parkir kendaraan
f. Jalan
g. Lapangan Upacara
h. Kebun
i. Taman
j. Kolam
k. Ternak
l. Drainase
m. Tempat pembuangan sampah sementara
2 Gedung/Ruang a. Ruang Belajar
b. Perpustakaan
c. Mes atau pemondokan
d. Aula
e. Dapur
f. Kantin
g. Ruang Ibadah
h. Ruang kantor manajemen /administrasi
i. Kamar mandi dan WC
j. Ruang Tunggu/Tamu
k. Laboratorium
l. Ruang kerja/Workshop
m. Gudang/Store
n. Ruang Tenaga listrik
o. Ruang Teleconference
p. Ruang Radio Komunitas
q. Laboratorium Komputer
r. Ruang Pajang
s. Ruang Kesehatan/Klinik
t. Ruang Pos Jaga/Keamanan
3 Perlengkapan a. Komputer
b. Printer
c. Telp dan Faximile
d. Media pembelajaran baik elektronik maupun bukan elektronik
e. Radio Komunitas
f. Jaringan ICT
g. Audio Visual Equipment
h. Kamera
i. OHP
j. LCD Proyektor
k. DVD Cam/ Video Digital
l. Sound system
m. Televisi
n. Server
o. PHBX
p. Handy Talky
q. Tape Recorder
Perlengkapan Penunjang a. Instalasi listrik
b. Instalasi air
c. Cadangan listrik
d. Pemanas dan pendingin
e. Sarana komunikasi
4 Perabot (Furniture) a. Meja
b. Kursi
c. Lemari
d. Papan Tulis Elektronik
e. Rak
f. Kabinet
5 Kendaraan a. Motor
b. Mobil Dinas
c. Mobil Unit
BAB IX
KOMPETENSI PELATIH/FASILITATOR PENDIDIKAN KEAKSARAAN
A. Kompetensi Dasar
Suatu pelatihan dikatakan berhasil apabila persiapan, proses, dan hasilnya berjalan lancar dan
menyenangkan semua pihak baik bagi peserta, pelatih/fasilitator maupun penyelenggara/panitia. Setiap
pelatihan, tujuan akhir yang ingin dicapai adalah para peserta dapat menerapkan isi pelatihan dalam
tugasnya sehari-hari. Untuk memenuhi hal itu, salah satu upaya yang perlu dipersiapkan oleh seorang
pelatih/fasilitator profesional memiliki kompetensi dasar umum sebagai pelatih/fasilitator, yang mencakup:
1. Seorang pelatih/fasilitator harus mampu berfikir logis dan positif sebelum mengatakan sesuatu;
2. Kemampuan untuk menyesusaikan diri pada orang lain
3. Kemampuan menjelaskan sesuatu dan dikomunikasikan secara singkat dan jelas;
4. Kemampuan membedakan antara persoalan pribadi dengan persoalan pekerjaan;
5. Kepekaan mendengarkan pembicaraan orang lain dengan aktif;
6. Kemampuan menghargai pendapat/ide/gagasan orang lain;
7. Kemampuan berempati;
8. Kemampuan memahami sebab akibat tindakannya sebagai seorang pelatih/fasilitator;
9. Kemampuan menghadapi suasana konflik dan tegang selama proses pelatihan berlangsung;
10. Kemampuan membangun suasana saling percaya dan terbuka dengan semua pihak yang terlibat
dalam pelatihan.
11. Kemampuan mengendalikan emosi dan sikap tidak bersikukuh pada pendapatnya sendiri.
8. Tugas Analisa: Dalam kegiatan ini, peserta bekerja bersama atau sendiri-sendiri untuk menganalisa
teori, konsep, prinsip, dan langkah-langkah aplikasinya di lapangan.
9. Permainan dan Kegiatan (energizer): Karena waktu pelatihan sangat intensif, peserta perlu diberi
kesempatan untuk melakukan kegiatan yang bersifat hiburan/ice breaking dalam rangka mendinamisasi
kelompok, tanpa terlepas dari unsur-unsur edukasi atau pelatihan.
BAB X
PEMBERDAYAAN VISI DARI PELATIHAN DAN PENYULUHAN
Bersasarkan konsep ini maka langkah yang akan diambil dalam pengembangan desa (baca=kecamatan)
Cibugel sebagai desa PNFI berdasar pada pemilahan sebagai berikut:
Dari jejaring pengelolaan ini nampak perioritas garapan serta jalinan satu kegiatan dengan kegiatan lain
maupun tugas masing-masing pemangku kepentingan dalam mendukung keberhasilan pengembangan
desa PNFI sebagai bagian dari pengembangan sumbe daya manusia.
BAB XI
KUALITAS PELATIHAN
Seperti dikemukakan Jan Amos Comenius bahwa kualitas pendidikan adalah sesuatu yang tidak dapat
ditawar lagi. Seperti dinyatakan bahwa setiap umat harus memperoleh pendidikan secara penuh, dalam
keserasian kemanusiaan dengan tidak membedakan siapa ia sesungguhnya, bukan dilihat jumlahnya,
laki atau perempuan, muda atau tua, miskin dan kaya, akan tetapi lebih dilihat dari sejatinya sebagai
manusia. Pendidikan yang dimaksudkan yaitu pendidikan sebagai manusia sejati sebagai makhluk yang
utuh, terpenuhi kebutuhannya untuk menjadi manusia yang sempurna.
Ternyata kualitas pendidikan memiliki penekanan yang berbeda. Seperti diungkapkan Unesco. Titik berat
mutu pendidikan memiliki penekanan yang berbeda. Pada kebijakan tahun 2002-2007 kualitas
pendidikan ditekankan pada penganekaragaman isi dan metode pembelajaran dan promosi nilai-nilai
yang sifatnya universal. Sedikit berbeda dengan program tahunan 2002-2003 yang memberikan mandat
dan penekanan baru pada hakikat kualitas pendidikan. Dalam hal menata fokus pendidikan, lebih
menekankan pada dialog yang lebih luas antar kelembagaan dan negara anggota yang memiliki
keterbatasan dalam sumber-sumber untuk pendidikan agar mempergunakannya secara efekktif, untuk
menjamin kesamaan hak untuk mendapatkan pendidikan untuk semua (education for all). Penekanannya
secara kelembagaan Unesco agar mengatur keserasian usaha untuk meningkatkan kualitas pendidikan
melalui dukungan lingkungan yang menunjang, proses belajar dan mengajar, dan keluaran pendidikan
yang lebih diarahkan pada penciptaan generasi baru yang lebih mandiri dan peserta belajar yang kritis
yang mampu untuk menetapkan dan melaksanakan pendidikan yang berkelanjutan yang diperlukan
untuk setiap tahapan dalam kekhidupan mereka.
Kualitas pendidikan merupakan bagian yang menjadi debat badan dunia karena berbagai hal dilihat dari
tujuan, kontekstual, pengguna dan waktu. Akan tetapi semuanya merujuk pada standar yang tinggi dan
kualitas untuk semua. Kualitas pendidikan tidak hanya dapat dilihat secara terpisah dengan hanya
menekankan pada pendidikan sekolah, untuk kepentingan prestasi kognitif atau budaya global yang
berhubungan dengan pembelajaran. Tantangan sesungguhnya terletak pada ketidakmampuan untuk
memenuhi standar pendidik dan fasilitator sehubungan dengan rendahnya asupan sarana prasarana,
kurangnya buku sumber yang memadai, pedoman dan acuan serta ketidakadaan identifikasi dan
penilaian yang bekelanjutan untuk melihat keluaran dan kurangnya kemampuan pengadministrasian
pendidikan dan kapasitas dalam manajemen. Semua kelemahan ini berujung pada tingginya tingkat
dropout, kegagalan dalam pendidikan, pencapaian dibawah standar dan angka mengulang yang tinggi.
Mutu pendidikan tidak sebatas pada penyediaan asupan pendidikan untuk kepentingan di lingkungan
pendidikan formal atau dalam kerangka meningkatkan efektivitas sekolah. Mutu pendidikan lebih
diarahkan pada memberikan fasilitasi pada peningkatan kemampuan setiap individu serta
pengembangan diri secara penuh kepribadian peserta belajar. 1)Di atas segalanya kualitas pendidikan
menekankan pada pengembangan individu yang mandiri dan kritis dalam belajar, setiap individu
diperhatikan kebutuhan sesuai dengan usianya untuk memilih sendiri dan memanfaatkan keunggulan
untuk memanfaatkan peluang belajar secara berkelanjutan yang dibutuhkan dalam upaya melakukan
transisi dari tahapan kehidupan satu tahap pada tahapan berikutnya. 2) Pembelajaran sepanjang hayat
hanya bisa dimaknai dilihat dari peningkatan kecakapan perorangan dan peluang untuk memilih berbasis
informasi dan tidak hanya sekedar untuk memenuhi tekanan ekonomi dan politik semata. 3)Mutu
pendidikan juga hendaknya dilihat dari sudut pembauran sosial dan penghargaan atas kemanusiaan,
solidaritas, keadilan dan kedamaian yang dibangun pada sendi warga negara yang merdeka dan
berbasis informasi. 4)Kualitas pendididkan juga berbasis antar hubungan yang luas dari semua
pemangku kepentingan pendidikan, termasuk negara dan pemerintah daerah, lembaga sosial
kemasyarakatan, asosiasi dan kelompok, lembaga swasta serta. Diatas semuanya yaitu orang tua, guru
dan peserta belajar sendiri.
Pendidikan untuk pembangunan yang berkelanjutan merupakan payung dari mutu pendidikan. Hal ini
hanya mungkin melalui peletakkan pendidikan untuk pembangunan yang berkelanjutan sebagai bagian
integral dari mutu pendidikan sesuai dengan kenyataan. Dalam konsep pembangunan berkelanjutan
mutu pendidikan harus merupakan bagian tidak terpisahkan dari pemenuhan hak dasar manusia,
demokrasi, toleransi dan penghargaan pada keragaman nilai, perlindungan, warga negara, lingiungan,
kesehatan, pemanfaatan budaya lokal dan penghargaan atas keragaman budaya yang dijadikan bagian
utama dalam penetapan keluaran dari pendidikan sesuai dengan tantangan yang sangat mendesak pada
abad 21. Atas dasar itu pula tedapat penekanan pada keseimbangan antara kebutuhan global dan
regional, antara bangsa dan dalam bangsa sendiri, untuk kepentingan universal dan individu, tradisi dan
modern, kebutuhan untuk kepentingan kompetisi dan dan kebutuhan untuk kesamaan untuk
memeperoleh kesempatan, antara perluasan pengetahuan dan kapasitas untuk melakukan asimilasi dan
antara kepetingan untuk spiritual dam material.
Selanjutnya kualitas pendidikan berbasis pada pembangunan berkelanjutan dibagi menjadi dimensi 1)
pendidikan untuk kepentingan pembangunan sosial sebagai perluasan dari tanggung jawab sosial, 2)
keterpaduan interdisiplin pada semua tingkatan 3) pencapaian tujuan untuk kepentingan abad 21 4)
relevansi dan tidak terpisahkan dilihat dari fleksibiltas 5) mutu dalam proses mengajar dan belajar
berbasis pada peserta belajar 6) efektivitas dalam menejemen, kepemimpinan dankerjasama, serta 7)
pengukuran dan monitoring hasilan belajar.
BAB XII
PENJAMINAN MUTU PELATIHAN
Seiring dengan perubahan lingkungan global (globalisasi) terjadilah perubahan yang signifikan pada
lingkungan pelatihan. Perubahan pada lingkungan lingkungan umumnya lebih cepat dibandingkan
dengan perubahan yang ada dalam lembaga sendiri. Pasar dan persaingan dalam angkutan yang
demikian sporadic dan sistemik berlangsung sangat luas, baikpada sisi input maupun sisi output.
Keadaan ini menunjukkan bahwa tuntutan lingkungan dunia angkutan di Indonesia semakin kompleks
dan dinamis, yang berdampak pada tuntutan sumber daya dimana dalam kenyataan relatif beragam dan
terbatas.
Fenomena masalah di atas dihadapi juga oleh lingkungan pelatihan. Karena itu unit pelatihan perlu
meredefinisi strateginya yang difokuskan pada upaya mengurangi kesenjangan antara tuntutan
lingkungan dan persaingan dengan sumber daya internalnya, sekaligus meningkatkan daya saingnya
baik di pasar regional maupun nasional. Hal ini dapat dilakukan dengan melakukan perbaikan secara
berkelanjutan terhadap mutu sumber daya manusia, proses, dan fasilitas fisik melalui suatu sistem
penjaminan mutu yang memadai.
Dalam perspektif manajemen mutu, unit pelatihan perlu mengendalikan mutu kegiatan yang
diselenggarakannya pada setiap tahapan dalam proses bisnisnya mencakup input, proses, output, dan
kepuasan stakeholders.
Secara yuridis, tuntutan penjaminan mutu di atas sesuai dengan Undang-Undang No 23 tahun 2007
Pasal 80 yang menyatakan:
Perbaikan mutu pendidikan secara berkelanjutan (continuous quality improvement) di perlu dilakukan
dalam kerangka manajemen mutu, baik atas inisiatif sendiri (internally driven) dan atau melibatkan pihak
eksternal. Tuntutan mutu pada lembaga pelatihan menegaskan: a healthy organization, a continuous
quality improvement should become its primary concern. Quality asserance should be internally
driven.. Pendekatan penjaminan mutu tersebut penting agar dapat mengelola sumber daya secara
optimal untuk menjamin mutu layanan akademik bagi peserta dan menjamin akuntabilitas terhadap
stakeholder.
Dalam strategi Pengembangan pelatihan rujukan utama seperti yang dikemukakan KELTS, 2003-2010
yaitu:
1. Peningkatan daya saing bangsa
Peningkatan daya saing dengan berbasis pengetahuan dan teknologi juga memerlukan basis sosial-
budaya internal yang kuat. Indonesia dengan keberagaman dan pluralistik dalam tingkat perkembangan
ekonomi, ketersediaan infrastruktur, kekayaan sumber daya alam, dan sosial-budaya.
2. Desentralisasi otoritas dan pemberian otonom yang lebih luas kepada institusi
Pemberian otonomi yang lebih luas kepada setiap institusi akan mampu mengembangkan diri sesuai
dengan konteksnya dan berkontribusi untuk meningkatkan daya saing bangsa. Program-program
pengembangan akan secara sistematis dan terprogram dikembangkan berdasarkan prinsip pemberian
otonomi yang lebih luas kepada setiap institusi. Dalam hubungan ini PT sebagai lembaga otonom perlu
menjadikan peluang sebagai sarana untuk meningkatkan pelayanan dan kepuasan stakeholders.
3. Kesehatan organisasi
Desentralisasi otoritas dengan mernberikan otonomi yang lebih luas kepada institusi dapat dilaksanakan
apabila setiap institusi memiliki organisasi serta manajemen internal yang sehat dan memenuhi syarat.
Kemampuan intitusi pendidikan tinggi untuk berkontribusi kepada peningkatan daya saing bangsa hanya
dapat dilakukan oleh suatu organisasi yang sehat, maka program pengembangan hams dirancang untuk
memberikan dorongan bagi tumbuhnya kapasitas organisasi dalam kerangka otonomi dan desentralisasi.
Bagi dunia pelatihan, perubahan politik, ekonomi, sosial, budaya, ilmu pengetahuan teknologi dan seni
merupakan tantangan yanga amat kompleks dan saling berkaitan. Dalam menghadapi tantangan global,
tugas semakin berat karena selain harus memenuhi tuntutan lokal dan nasional, juga harus berusaha
memenuhi tuntutan lokal yang mampu bersaing di tingkat regional dan global. Oleh karena itu, pelatihan
selain harus mampu memberikan pelayanan pedagogik, keilmuan dan profesionalisme untuk memenuhi
kebutuhan individu peserta latihan, juga harus mampu memberikan pencerahan bagi kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Untuk menghadapi tantangan tersebut, harus mengembangkan rencana strategis (Renstra) untuk jangka
waktu lima tahun kedepan. Rencana tersebut disusun dengan memperhatikan hasil evaluasi pelaksanaan
Rencana Strategis sebelumnya dan hasil-hasil analisis kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman
serta transisi budaya korporasi yang ada saat ini. Selanjutnya, dikembangkan kebijakan, strategi,
program kerja, dan indikator kinerjanya dengan standar mutu nasional tanpa mengabaikan kemungkinan
penerapan standar internasional.
Isu mutu dalam dalam pelatihan di mendapat perhatian penting. Dalam hal ini prioritas pengembangan
unit pelatihanselama lima tahun ke depan difokuskan pada peningkatan mutu, akses, dan daya saing.
Oleh karena itu, penyelenggaraan manajemen mutu merupakan necessary condition bagi unit
pelatihandalam melaksanakan seluruh kegiatan dari proses bisnisnya agar dapat bersaing dan mencapai
keunggulan posisional di tingkat nasional, internasional, bahkan global tanpa mengabaikan tanggung
jawab lokal.
BAB XIII
PENGENDALIAN MUTU PELATIHAN
BAB XIV
ORGANISASI PENJAMINAN MUTU
Organisasi penjaminan mutu Unit Pelatihan selain bersifat inheren dalam proses manajemen juga
dibentuk Satuan Penjaminan Mutu (SPM) yang merupakan alat manajemen yang bertanggungjawab
kepada Direktur. Organisasi penjaminan mutu Unit Pelatihan berada pada lingkungan Unit Pelatihan
A. Tingkat
Organisasi penjaminan mutu di tingkat Pusat melibatkan Dewan Direksi, Pimpinan, Satuan Penjaminan
Mutu (SPM), dan Satuan Audit Internal (SAI). Dewan Direksi, adalah badan normatif tertinggi yang
bertugas untuk:
1. menyusun kebijakan pelatihan;
2. menyusun kebijakan penilaian prestasi pelatihan dan kecakapan serta kepribadian tenaga instruktur;
3. merumuskan norma dan tolok ukur penyelenggaraan pelatihan;
4. memberikan masukan kepada pimpinan dalam penyusunan Rencana Strategis serta Rencana Kerja
dan Anggaran;
5. melakukan pengawasan mutu pelatihan dalam penyelenggaraan Unit Pelatihan ; dan
6. merumuskan tata tertib penyelenggaraan Pelatihan
Dewan direksi melaksanakan tugas-tugas di atas dengan menyusunan berbagai kebijakan yang
berkaitan dengan aspek mutu. Kebijakan mutu inilah yang kemudian dijadikan landasan melalui SPM
dalam melakukan kegiatan penjaminan mutu.
Dalam pelaksanaan di tingkat unit pelatihan dilakukan oleh SPM Unit Pelatihan yang bertugas:
1. mengembangkan dan melaksanakan sistem penjaminan mutu Unit Pelatihan ;
2. menyusun perangkat atau standar yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan sistem penjaminan
mutu Unit Pelatihan ;
3. menyelenggarakan sosialisasi, pelatihan, dan kerjasama penj aminan mutu;
4. mengkoordinasikan, memfasilitasi, dan memotivasi kegiatan penj aminan mutu pada setiap unit kerja di
lingkungan Unit Pelatihan ;
5. melakukan evaluasi pelaksanaan sistem penjaminan mutu Unit Pelatihan ; dan
6. melaporkan secara berkala pelaksanaan penj aminan mutu Unit Pelatihan untuk setiap periode mutu.
Pengendalian mutu pada digambarkan seperti bagan di bawah ini:
Keterangan:
SKM : Satuan Kendali Mutu
GKM : Gugus Kendali Mutu
BAB XV
STANDAR MUTU PELATIHAN
A. Pengantar
Standar sangat diperlukan untuk menentukan, mengkaji, memonitor dan menilai mutu kinerja, keadaan,
dan menyiapkan perangkat pelatihan dalam rangka penjaminan mutu suatu unit pelatihan. Standar
adalah tolok ukur yang harus dipenuhi lembaga pelatihan, digunakan sebagai dasar untuk merancang,
melaksanakan, memonitor dan menilai mutu kinerja, keadaan, dan perangkat kependidikan lembaga
pelatihan, serta untuk menentukan tingkat kepuasan dari stakeholders dari lembaga yang bersangkutan.
menentukan dan merumuskan standar mutunya melalui analisis sistemik terhadap komponen-komponen
sistem penyelenggaraan pendidikan tinggi yang mencakup masukan, proses, keluaran, dan dampak.
Analisis komponen sistemik penyelenggaraan pelatihan itu dibagankan dalam gambar berikut:
ANALISIS SISTEMATIK
DALAM MENENTUKAN STANDAR MUTU
Dengan analisis sistemik itu ditemukan dimensi-dimensi mutu Unit Pelatihan pada, yaitu sebagai berikut.
1. Masukan, mencakup komponen:
a. Visi dan misi Unit Pelatihan
b. Tujuan dan sasaran
c. Peserta Pelatihan
d. Pelatih dan tenaga pendukung/tenaga kependidikan lainnya
e. Kurikulum atau bahan ajar
f. Sarana dan prasarana
g. Biaya dan sumber dana (pendanaan)
2. Proses, mencakup komponen:
a. Tatapamong (governance)
b. Pengelolaan program
c. Proses pembelajaran
d. Suasana Akademik
e. karya tulis atau dan laporan tugas akhir
3. Keluaran/dampak, mencakup komponen:
a. Lulusan pelatihan dan kinerjanya
b. Keluran lainnya: publikasi hasil kajian dan atau produk kajian dalam bentuk patent, rancang bangun,
prototip, perangkat lunak, serta pemanfaatannya
c. Sistem informasi
4. Balikan dan tindak lanjut, mencakup komponen:
a. Sistem peningkatan, kendali dan jaminan mutu pelatihan
b. Mutu Unit Pelatihan
B. Standar Mutu
Berdasarkan analisis tersebut, ditentukan dan dirumuskan standar mutu Unit Pelatihan sebagai berikut:
1. Eligibilitas, Integritas, Visi, Misi, Sasaran, dan Tujuan
2. Peserta pelatihan
3. Pelatih dan Tenaga Kependidikan Lainnya
4. Kurikulum dan Pengembangannya
5. Sarana dan Prasarana
6. Sistem Pendanaan
7. Penatakelolaan (Governance)
8. Sistem Pengelolaan
9. Sistem Pembelajaran
10. SuasanaAkademik
11. Lulusan dan Kinerjanya
12. Kajian, Publikasi dan Karya Inovatif,
13. Pengabdian Kepada Masyarakat dan Hasil Lainnya, serta Penerapannya
14. Sistem Informasi
15. Sistem Jaminan Mutu Internal
16. Mutu Program Latihan
Sementara itu Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Bab II Pasal 2 menetapkan standar nasional
pendidikan seprti berikut.
1. Lingkup Standar Nasional Pendidikan meliputi:
a. standar isi;
b. standar proses;
c. standar kompetensi lulusan;
d, standar pendidik dan tenaga kependidikan;
e. standar sarana dan prasarana;
f. standar pengelolaan;
g. standar pembiayaan; dan
h. standar penilaian pendidikan.
2. Untuk penjaminan dan pengendalian mutu pendidikan sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan
dilakukan evaluasi, akreditasi, dan sertifikasi.
3. Standar Nasional Pendidikan disempurnkan secara terencana, terarah, dan berkelanjutan sesuai
dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global.
Standar mutu hasil analisis sistemik itu dapat dipadukan dengan Standar Nasional Pendidikan sebagai
berikut.
Standar mutu unit pelatihan yang dijabarkan sebelum PP 19/2005 diberlakukan tidak berubah, karena
seperti dikemukakan dalam komparasi di atas, standar yang telah ada itu lebih merupakan rincian dari
Standar Nasional Pendidikan yang termaktub dalamPP 19/2005.
C. Rincian Standar
Standar 1. Eligibilitas, Integritas, Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran
1. Unit Pelatihan memiliki izin resmi penyelenggaraan pelatihan.
2. Unit Pelatihan memperlihatkan sifat jujur, terbuka, peduli terhadap kesejahteraan dan kebutuhan
pelatih, peserta pelatihan dan masyarakat.
3. Unit Pelatihan memiliki visi yang jelas dan relevan dengan tugas pokok dan fungsi Unit Pelatihan, dan
mencerminkan kepedulian terhadap kehidupan dan kepentingan masyarakat dan bangsa khususnya
pemakai jasa perkeretaapian.
4. Misi Unit Pelatihan dirumuskan sesuai dengan visi Unit Pelatihan
5. Tujuan Unit Pelatihan ditentukan dan dirumuskan sebagai rincian dan pengkhususan dari misi Unit
Pelatihan sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat.
6. Sasaran Unit Pelatihan dirumuskan sebagai hasil yang diharapkan dari upaya penyelenggaraan
program Unit Pelatihan, termasuk profil lulusan pelatihan,
Standar 2. Peserta Pelatihan
1. Unit Pelatihan memiliki sistem rekrutmen dan seleksi calon Peserta Pelatihan.
2. Unit Pelatihan memiliki profil Peserta Pelatihan: akademik, sosio-ekonomi, pribadi (termasuk
kemandirian dan kreativitas) yang didukung oleh data dan evidensi yang lengkap dan valid.
3. Unit Pelatihan memiliki catatan mengenai keterlibatan Peserta Pelatihandalam berbagai kegiatan
sosial dan akademik yang relevan.
4. Unit Pelatihan menjamin keberlanjutan penerimaan Peserta Pelatihan(minat calon Peserta Pelatihan
dan kebutuhan akan lulusan program).
5. Unit Pelatihan mengorganisasikan layanan bagi Peserta Pelatihan dalam bentuk: a. Bantuan tutorial
akademik. b. Informasi dan bimbingan karir. c. Konseling pribadi dan sosial.
Standar 3. Pelatih dan Tenaga Kependidikan Lainnya
1. Unit Pelatihan memiliki sistem rekrutmen dan seleksi Pelatih dan tenaga kependidikan lainnya.
2. Unit Pelatihan memiliki sistem pengelolaan Pelatih dan tenaga kependidikan lainnya.
3. Unit Pelatihan memiliki profil Pelatih dan tenaga kependidikan lainnya yang didukung oleh data dan
evidensi yang lengkap dan valid, termasuk mutu, kualifikasi; pengalaman, ketersediaan (kecukupan,
kesesuaian, dan rasio dosen-Peserta Pelatihan ).
4. Unit Pelatihan memiliki catatan lengkap dan bukti-bukti hasil karya akademik Pelatih (hasil pengkajian
dan karya lainnya).
5. Unit Pelatihan memiliki peraturan kerja dan kode etik yang komprehensif.
6. Unit Pelatihan memiliki rancangan pengembangan staf yang telah dan akan dilaksanakan.
7. Unit Pelatihan menjamin keberlanjutan pengadaan dan pemanfaatan Pelatih dan tenaga kependidikan
lainnya sesuai dengan kebutuhan.
Standar 4. Kurikulum dan Pengembangannya
1. Unit Pelatihan memiliki kurikulum yang sesuai dengan visi, misi, tujuan, dan sasaran Unit Pelatihan.
2. Kurikulum program-program dalam Unit Pelatihan relevan dengan tuntutan dan kebutuhan
stakeholders.
3. Kurikulum program-program dalam Unit Pelatihan memiliki struktur dan isi yang sesuai dengan
tuntutan masyarakat dalam hal keluasan, kedalaman, koherensi, penataan/organisasinya.
4. Kurikulum program-program dalam Unit Pelatihan memiliki rumusan kompetensi dan etika lulusan yang
diharapkan.
5. Kurikulum program-program dalam Unit Pelatihan memenuhi derajat integrasi materi pembelajaran
(intra dan antar disiplin ilmu).
6. Kurikulum program-program dalam Unit Pelatihan memiliki mata latih pilihan yang merujuk pada
harapan/kebutuhan Peserta Pelatihansecara individual/ kelompok Peserta Pelatihantertentu.
7. Kurikulum program-program dalam Unit Pelatihan menjamin peluang bagi Peserta Pelatihanuntuk
mengembangkan diri berupa kesempatan untuk melanjutkan studi, mengembangkan pribadi,
memperoleh pengetahuan dan pemahaman materi khusus sesuai dengan bidang studinya,
mengembangkan keterampilan yang dapat dialihkan (transferable skills)., terorientasi ke arah karir, dan
pemerolehan pekerjaan.
Standar 5. Sarana dan Prasarana
1. Unit Pelatihan memiliki sarana dan prasarana yang cukup dan relevan untuk digunakan sebagai
pendukung penyelenggaraan program-programnya.
2. Unit Pelatihan mengelola, memanfaatkan, dan memelihara sarana dan prasarana secara efisien dan
efektif.
3. Unit Pelatihan menyediakan gedung, ruang kuliah, laboratorium, ruang perpustakaan, dll. untuk
mendukung penyelenggaraan program pelatihan, pengkajian dan program labolatorium dalam ruang
pengujian dan lapangan.
4. Unit Pelatihan menyediakan fasilitas komputer untuk mendukung penyelenggaraan program pelatihan,
pengkajian dan program labolatorium dalam ruang pengujian dan lapangan.
5. Unit Pelatihan menjamin keberlanjutan pengadaan, pemeliharaan dan pemanfaatan sarana dan
prasarana secara tepat.
Standar 6. Sistem Pendanaan
1. Unit Pelatihan merancang dan merinci sumber dana untuk mendukung penyelenggaraan program-
programnya.
2. Unit Pelatihan memiliki sistem alokasi dana yang efektif dan efisien.
3. Unit Pelatihan menata pengelolaan dana dan memelihara akuntabilitas pemanfaatannya.
4. Unit Pelatihan menjamin keberlanjutan pengadaan dana dan pemanfaatannya.
5. Unit Pelatihan mengembangkan sumber dana dari pemanfaatan jasa palatihan
Standar 7. Penatakelolaan (Governance)
1. Unit Pelatihan memiliki sistem nilai dasar sebagai rujukan utama dalam penyelenggaraan program-
programnya.
2. Unit Pelatihan memiliki dan menerapkan sistem pengeloan kelembagaan yang menjadi rujukan bagi
pengelolaan pada tingkat dibawahnya.
3. Unit Pelatihan memiliki dan menerapkan sistem kepemimpinan yang efektif dan efisien.
4. Unit Pelatihan memiliki dan menerapkan sistem untuk memotivasi civitas pelatihan dalam
pengembangan kebijakan, serta pengelolaan dan koordinasi pelaksanaan program.
5. Unit Pelatihan memiliki dan menerapkan sistem perencanaan program jangka panjang (Renstra), serta
monitoring pelaksanaannya sesuai dengan visi, misi, tujuan dan sasaran Unit Pelatihan.
Standar 8. Sistem Pengelolaan
1. Unit Pelatihan menerapkan kepemimpinan yang efisien dan efektif.
2. Unit Pelatihan merancang dan melaksanakan program evaluasi kelembagaan/program dan pelacakan
lulusan.
3. Unit Pelatihan melaksanakan perencanaan dan pengembangan program dengan memanfaatkan hasil
evaluasi internal dan eksternal.
4. Unit Pelatihan memiliki dan melaksanakan program kerjasama dan kemitraan dengan lembaga lain.
5. Unit Pelatihan memonitor dan menilai dampak hasil evaluasi program terhadap pengalaman dan
mutupembelajaran Peserta Pelatihan .
Standar 9. Sistem Pembelajaran
1. Unit Pelatihan mempunyai rumusan mengenai misi pembelajaran
2. Unit Pelatihan memiliki dan menerapkan rumusan strategi dan Pedoman Pembelajaran
3. Unit Pelatihan memiliki dan menggunakan Pedoman tentang Bimbingan Belajar dan Tutorial Peserta
Pelatihan .
4. Unit Pelatihan memiliki dan menggunakan Pedoman penilaian kemajuan dan keberhasilan belajar
Peserta Pelatihan
Standar 10. Suasana Akademik
1. Unit Pelatihan memiliki sarana yang diperlukan untuk memelihara interaksi dosen-Peserta Pelatihan,
baik di dalam maupun di laboratorium lapangan, dan untuk menciptakan iklim yang mendorong
perkembangan dan kegiatan akademik/profesional.
2. Unit Pelatihan memiliki dan menerapkan cara untuk mendorong interaksi kegiatan akademik pelatih,
Peserta Pelatihandan civitas pelatihanlainnya.
3. Unit Pelatihan memiliki dan melaksanakan rancangan menyeluruh untuk mengembangkan suasana
akademik yang kondusif untuk pembelajaran, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat.
4. Unit Pelatihan memiliki dan menerapkan metode untuk mengembangkan pribadi gemar belajar pada
Pelatih, Peserta Pelatihan , dan tenaga kependidikian lainnya
Standar 11. Lulusan Pelatihan dan Kinerjanya
1. Unit Pelatihan memiliki catatan data dan informasi yang komprehensif tentang kemajuan dan hasil
pembelajaran Peserta Pelatihan .
2. Unit Pelatihan memiliki dan menerapkan kriteria keberhasilan belajar dalam bentuk profil kompetensi
Peserta Pelatihanyang diharapkan.
3. Unit Pelatihan memiliki catatan yang komprehensif tentang kepuasan Peserta Pelatihandengan hasil
pemebelajarannya.
4. Unit Pelatihan memiliki catatan data dan informasi yang komprehensif tentang kepuasan pengguna
lulusan.
5. Unit Pelatihan melaksanakan usaha untuk menjamin keberlanjutan penyerapan lulusan oleh pasar
kerja.
6. Unit Pelatihan memiliki dan menerapkan sistem pelacakan lulusan untuk mengetahui kinerja lulusan
dan kepuasan pengguna lulusan, dan memanfaatkan hasilnya untuk perbaikan program-programnya.
Standar 12. Penelitian, Publikasi, karya tulis, Karyal novatif, Layanan kepada Masyarakat, dan hasil
Lainnya, serta pemanfaatannya
1. Unit Pelatihan memiliki catatan data dan informasi mengenai kualitas, produktivitas, relevansi sasaran,
dan efisiensi pemanfaatan dana penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.
2. Unit Pelatihan memiliki agenda berkelanjutan dan diseminasi hasil penelitian dan pengabdian kepada
masyarakat.
3. Unit Pelatihan memiliki rancangan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat yang dilakukan
bersama antara dosen dan peserta.
4. Unit Pelatihan memiliki catatan data dan informasi mengenai kegiatan dan hasil penelitian yang
dilakukan oleh peserta, didukung dengan dokumentasinyayang lengkap.
5. Unit Pelatihan memiliki pedoman untuk menghubungkan pengaj aran dengan penelitian dan
pengabdian kepada masyarakat.
6. Unit Pelatihan memiliki catatan data dan informasi lengkapmengenai kegiatan penelitian dan publikasi
dosen.
7. Unit Pelatihanmerancang dan melaksanakan sistem kerj a sama dan kemitraan dalam penelitian
dengan lembaga penelitian lain di dalam danluarnegeri.
8. Unit Pelatihan memiliki pedoman penulisan karya tulis ilmiah untuk menjamin mutu dan ketepatan
waktu penyelesaiannya.
9. Unit Pelatihan memiliki dan memanfaatkan publikasi hasil kajian, karya inovatif, dan rangkuman tesis
10. Unit Pelatihan memiliki dan memanfaatkan produk ilmiah berupa model-model, hak paten, hasil
pengembangan prosedur kerja, produk fisik sebagai hasil penelitian.
Standar 13. Sistem Informasi
1. Unit Pelatihan merancang pengembangan sistem informasi dan melaksanakannya secara efisien dan
efektif.
2. Unit Pelatihan memiliki sumber daya manusia, sarana dan prasarana pendukung dengan jumlah dan
mutu yang sesuai dengan yang dibutuhkan untuk penyelenggaraan sisrtem informasi.
3. Unit memanfaatkan sistem informasi secara efisien dan efektif.
4. Unit Pelatihan memiliki dan memanfaatkan on-campus connectivity devices (intranet).
5. Unit Pelatihan memiliki dan memanfaatkan global connectivity devices (internet).
Standar 14. Sistem Jaminan Mutu Internal
1. Unit Pelatihan memiliki Satuan Penjaminan Mutu (SPM).
2. SPM mengembangkan dan melaksanakan sistem jaminan mutu secara efisien dan efektif.
3. SPM mengembangkan dan menerapkan standar jaminan mutu Unit Pelatihan.
4. SPM mengembangkan dan menerapkan kriteria keberhasilan lembaga SPM.
5. SPM melaksanakan tugas dan fungsinya secara efektif dan efisien.
6. SPM memotivasi pengembangan dan pelaksanaan penj aminan mutu pada tingkat fakultas, jurusan
dan program studi.
7. SPM memonitor dampak proses penj aminan mutu terhadap pengalaman dan mutu hasil belajar
Peserta Pelatihan .
8. SPM memiliki dan menerapkan metodologi baku mutu (benchmarking).
9. SPM melaksanakan evaluasi internal Unit Pelatihan secara berkelanjutan.
10. SPM mempersiapkan evaluasi eksternal/akreditasi oleh lembaga yang berwewenang.
11. SPM memanfaatkan hasil evaluasi internal dan eksternal dalam perbaikan dan pengembangan
progrman-program Unit Pelatihan.
12. SPM melaksanakan kerja sama dan kemitraan dengan instansi terkait.
Standar 15. Mutu Program Studi
1. Unit Pelatihan memiliki program studi yang teruji mutunya.
2. Program studi sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
3. Unit Pelatihan memiliki dan menerapkan kriteria untuk menilai mutu program studi.
4. Unit Pelatihan memiliki dan menggunakan instrumen untuk menilai mutu program studi.
BAB XVI
SKALA PENILAIAN KINERJA PELATIHAN
A. Pengantar
Daftar pernyataan karakteristik kinerja lembaga pelatihan terutama digunakan dalam penilaian-diri (self-
assessment) atau pengkajian-diri (self-review) yang dilakukan oleh unit pelatihan di lingkungan mengenai
keadaan dan kinerjanya dengan cara mengkaji kecocokan keadaan dan kinerjanya itu dengan setiap
pernyataan terkait.
Pernyataan-pernyataan itu dapat pula digunakan dalam rangka pengkajian internal yang dilakukan oleh
pihak dalam lingkungan lembaga pelatihan tersebut, atau kadang-kadang mengikutsertakan pula pihak di
luar lembaga pelatihan yang bersangkutan, misalnya personil kalangan profesi atau pengguna lulusan
lembaga pelatihan yang sengaja dihadirkan.
Penilaian atau pengkajian-diri itu dilakukan dengan menelaah keadaan, kinerja, informasi, data dan bukti-
bukti lainnya yang ada di program eplatihan dan mencocokkannya dengan setiap pernyataan karakteristik
terkait, dengan kriteria umumnya ditetapkan sebagai berikut:
1. Patut dicontoh (exemplary), yaitu apabila aspek yang dinilai sepenuhnya memenuhi persyaratan
karakteristik terkait, serta memperlihatkan adanya inovasi dan dilaksanakan secara efektif, dan
bermanfaat untuk didesiminasikan kepada Program Pelatihanlain.
2. Memenuhi syarat (compliant), yaitu apabila aspek yang dinilai sepenuhnya memenuhi persyaratan
karakteristik terkait.
3. Sebagian memenuhi syarat (partially compliant), yaitu apabila aspek yang dinilai sebagian memenuhi
persyaratan karakteristik terkait, tetapi memerlukan bantuan tertentu untuk dapat memenuhi persyaratan
itu.
4. Tidak memenuhi syarat (not compliant), yaitu apabila aspek yang dinilai tidak memenuhi persyaratan
karakteristik terkait, dan Program Pelatihandituntut untuk melakukan tindakan yang diperlukan untuk
memperbaikinya.
5. Tidak sesuai (not relevant), yaitu apabila aspek yang dinilai sama sekali tidak sesuai dengan
persyaratan karakteristik terkait.
Berdasarkan hasil kajian-diri ini, setiap unit pelatihan dapat membuat profil dirinya menurut pernyataan-
pertanyaan yang ditetapkan. Selanjutnya, satuan pelatihan dapat menggunakan semua hasil evaluasi diri
yang akan dipergunakan untuk akreditasi lembaga yang bersangkutan yang akan dilakukan oleh aksesor
yang ditunjuk dengan menggunakan borang akreditasi dan porto folio lembaga pelatihan.
Pada paparan berikut ini didisajikan Skala Penilaian, dengan menyajikan karakteristik kinerja Program
Pelatihansebagai pernyataan-pernyataan karakteristik kinerjaProgram Pelatihanyang baik (statements of
good practice), beserta skala penilaian (A, B, C, D dan E) seperti yang dikemukakan di atas.
Anda dapat mencocokkan keadaan dan kinerja Program PelatihanAnda dengan menggunakan skala
penilaian tersebut. Pengerjaannya dapat dilakukan dalam LembaranJawaban yang disediakan.
6. Pedoman Program Pelatihan menyertakan informasi kepada peserta pelatihan mengenai peraturan-
peraturan yang berlaku pada program pelatihan, termasuk:
a. struktur dan penanggalan program pelatihan;
b. peraturan-peraturan yang berkaitan dengan Program Pelatihanyang tercantum dalam Kalender
program pelatihan;
c. persyaratan kehadiran dan sangsi-sangsi bagi ketidakhadiran peserta pelatihan sebagaimana
ditetapkan dalam ketentuan pada tingkat program pelatihan;
d. persyaratan bagi pemasukan tugas-tugas, sangsi-sangsi bagi tidak dimasukkannya tugas, dan batas
tanggal pemasukan tugas;
e. penataan ujian dan penataan ujian-ulang;
f. kebijakan mengenai sangsi terhadap penyimpangan dalam ujian, misalnya plagiarisme
7. Pedoman Program latihan mengatur dukungan akademik bagi peserta pelatihan termasuk:
a. saran-saran dalam memilih matalatih;
b. penataan balikan bagi tugas-tugas yang dimasukkan;
c. program penyesuaian/induksi peserta latihan;
d. fasilitas perpustakaan;
e. fasilitas komputer;
f. fasilitas laboratorium sesuai dengan yang diperlukan jalur-jalur yang tepat untuk mengajukan keluhan,
misalnya pembimbing akademik, ketua Program Pelatihan
8. Pedoman Program Pelatihan mengatur bantuan pribadi bagi peserta pelatihan, termasuk:
a. bimbingan pribadi;
b. penunjukan dan perubahan pembimbing pribadi peserta latihan;
c. pemberian layanan konseling bagi peserta latihan;
d. pemberian layanan bimbingan karir.
9. Pedoman Program Pelatihan mengatur prosedur evaluasi peserta latihan terhadap mutu program
pendidikan:
a. penggunaan angket penilaian anonim;
b. mekanisme pertimbangan terhadap hasil angket;
c. mekanisme balikan terhadap hasil evaluasi peserta pelatihan.
10. Peserta latihan yang baru mengikuti studi memahami:
a. sasaran dan tujuan tingkatan program yang dimasukinya;
b. kurikulum untuk tingkatan program yang dimasukinya;
c. metode pembelajaran dan penilaian untuk tingkatan program yang dimasukinya
d. matalatih yang akan ditempuhnya sebagai bagian dari keseluruhan program pendidikan yang disajikan
dalam bentuk garis besar (outline).
11. Garis besar setiap matalatih berisi:
e. penjabaran sasaran, tujuan dan hasil belajar yang diharapkan dari setiap matalatih, termasuk
keterampilan-keterampilan pokok;
f. penjelasan garis besar isi setiap matalatih;
g. penjelasan garis besar metode mengajar dan belajar;
h. penjelasan garis besar jenis penilaian;
i. penjelasan garis besar metode penilaian;
j. penjelasan garis besar jadwal penilaian;
k. spesifikasi persyaratan untuk mengikuti suatu mata pelatihan serta nilai kredit setiap matalatih;
l. rincian persyaratan kehadiran dan persyaratan
lainnya;
m. daftar staf pengajar;
n. acuan studi yang diperlukan
IV. Kurikulum
1. Program Latihan memiliki kurikulum yang merupakan rancangan dari selurah kegiatan Program
Latihan, terutama yang berkenaan dengan pembelajaran.
2. Kurikulum Program Latihan dikembangkan, dilaksanakan, dikendalikan dan dievaluasi, sehingga
memiliki ciri-ciri yang merupakan kriteria atau standar mutu, sesuai dengan tuntutan kompetensi dari
ikatan profesi, serta lingkungan/ masyarakat dan kebutuhan peserta latihan .
3. Kurikulum yang ditawarkan dideskripsikan secara jelas dan tepat dalam bentuk penerbitan.
4. Peserta latihan memiliki peluang untuk:
a. melakukan interaksi yang bermakna dengan pelatih ;
b. melibatkan diri dalam kegiatan pelatihan baik di sekitar ruangan maupun di luar ruangan;
c. melakukan antar hubungan dengan pengembang keilmuan yang memiliki kaitan dengan pelatihan;
d. melakukan interaksi yang bermakna antar sebaya di antara para peserta latihan ;
e. memperoleh penilaian yang mendalam dari pelatih .
5. Struktur kurikulum mencakup:
a. landasan dan tujuan keseluruhan kurikulum;
b. kode dan nama mata-mata latih, bobot, dan persebarannya dalam setiap program;
c. garis besar isi setiap matalatih;
d. perkembangan/perubahan kurikulum.
6. Program Latihan memiliki standar program yang dirumuskan dalam bentuk pernyataan-pernyataan
secara eksplisit dan spesifik, yang mencerminkan tingkat perolehan kemampuan dalam bentuk:
a. pengetahuan dan pemahaman mengenai bidang yang memiliki kaitan strategik dengan pelatihan
b. keterampilan-keterampilan pokok sebagaimana dicantumkan dalam rumusan tujuan.
c. sikap-sikap akademik profesional
7. Kurikulum mencerminkan tuntutan bagi peserta latihan untuk memunculkan dan pengembangkan:
a. kematangan intelektual;
b. penguasaan pengetahuan yang kompleks dan spesifik;
c. kreativitas dan kemandirian
8. Kurikulum bagi peserta latihan untuk melaksanakan praktikum dan kerja lapangan dengan proporsi
yang wajar antara teori dan praktek, yang berfungsi sebagai:
a. pelatihan dalam penerapan pengetahuan yang dikajinya;
b. pembuktian dalil-dalil yang dikajinya;
c. pembentukan keterampilan yang diharapkan;
d. penuntasan keseluruhan program pendidikan yang diikutinya;
V. Pelatih dan Tenaga Kependidikan Lainnya
1. Program Latihan dilengkapi dengan pelatih dan tenaga administrasi yang memadai untuk
menyelenggarakan program-programnya
2. Pelatih penyelenggara Program Latihan memiliki kualifikasi pendidikan dalam bidang keahliannya,
minimal:
a. Setara sarjana (SI)
3. Pelatih dan tenaga administrasi penyelenggara Program Latihan memiliki karakteristik:
a. mutu dan banyaknya cukup untuk melaksanakan pendidikan/pengajaran, pembimbingan, pengkajian
dan aplikasi kepada masyarakat;
b. kepedulian dan kehendak untuk mencapai hasil kinerja yang bermutu tinggi;
c. kemampuan dan keterampilan akademik/ administratif/profesional;
d. kemampuan dan kesediaan untuk melaksanakan fungsi program latihan yang mencakup
pendidikan/pengajaran, pengkajian dan aplikasi kepada masyarakat;
e. kemampuan dan kesediaan untuk melaksanakan interaksi dengan peserta latihan , pelatih lainnya, dan
pimpinan program;
4. Selain peserta pelatihan, pelatih penyelenggara Program Latihan:
a. melakukan pengkajian yang hasilnya dipublikasikan;
b. menulis karya ilmiah yang dipublikasikan;
c. melibatkan peserta latihan daram kegiatan pengkajian ;
d. membimbing pengkajian peserta latihan .
5. Program Latihan menyampaikan proposal pengembangnan staf kepada lembaga pelatihan terkait.
6. Semua staf yang terlibat dalam pengajaran memahami:
a. sasaran dan tujuan, kurikulutn, dan metode belajar-mengajar serta penilaian yang berkaitan dengan
matalatih yang mereka berikan;
b. kaitan antara matalatih yang diberikannya dengan tingkatan program dan keseluruhan program
pendidikan;
c. sasaran dan tujuan, kurikulum, metode belajar-mengajar serta penilaian, dan standar-standar dari
keseluruhan Program Latihan.
7. Lembaga pelatihan memiliki program pengadaan dan pengembangan staf, dan melaksanakannya
sesuai dengan kebutuhan, yang mencakup komponen-komponen:
d. pedoman mengenai proses rekruitmen dan seleksi calon pelatih, sesuai dengan tuntutan kurikulum;
e. deskripsi yang jelas mengenai persyaratan yang harus dipenuhi oleh pelatih /calon pelatih berkenaan
dengan tingkat pendidikan dan pengalaman serta kerhampuan pengkajian ;
f. sumber dana yang memadai untuk menarik dan mempertahankan staf pengajar yang bermutu;
g. rancangan untuk memanfaatkan tenaga pengajar luar biasa yang memiliki kepakaran, baik dari dalam
maupun luar negeri;
h. penataan akses peserta latihan dengan pengajar luar biasa;
i. penataan keseimbangan beban kerjan pelatih ;
j. tanggung jawab dan peranan pelatih ;
k. hubungan/kemitraan antara pelatih dengan masyarakat pengguna lulusan Program Latihan;
l. kendali dan evaluasi mutu dan kinerja pelatih pada segi akademik, sosial, pribadi dan interaksi dengan
peserta latihan serta teman sejawatnya;
m. rumusan tentang prosedur kerja yang harus ditaati oleh pelatih dan staf lainnya.
VI. Sarana dan Prasarana
1. Program Latihan dilengkapi/memiliki akses yang tinggi terhadap sarana dan prasarana yang memadai
untuk penyelenggaraan program pendidikan/pengajaran, pembimbingan, pengkajian , dan pengabdian
kepada masyarakat, yang mencakup:
a. bangunan dan prasarana lainnya, termasuk ruang belajar dan ruang kerja dan pemanfaatannya;
b. perabotan/peralatan pendukung dan pemanfaatannya;
c. perpustakaan dan pemanfaatannya;
d. laboratorium yang relevan dan pemanfaatannya;
e. alat bantu/media pendidikan/pengajaran dan pemanfaatannya;
f. fasilitas komputer: kuantitas, kualitas komputer dan pemanfaatannya oleh pelatih dan peserta latihan ;
g. perlengkapan khusus dan pemanfaatannya terutama dalam mendukung profesi jasa KA;
h. sarana bimbingan peserta latihan dan pemanfaatannya;
i. fasilitas lain dan pemanfaatannya: asrama, perumahan, dll.
2. Bangunan fisik termasuk ruang belajar dan ruang kerja yang dirancang secara khusus untuk kegiatan
proses belajar-mengajar, dan dilengkapi dengan perabotan dan peralatan yang diperlukan.
3. Program Latihan memiliki deskripsi yang jelas mengenai bangunan fisik termasuk lokasi, kemudahan
akses pencapaian, status kepemilikan, luas, dan mutu bangunan
4. Program Latihan memiliki/mempunyai akses yang tinggi terhadap:
a. perpustakaan sebagai sarana sumber belajar dan pengkajian bagi peserta latihan dan pelatih ;
b. laboratorium yang diperlukan untuk melaksanakan proses belajar-mengajar dan pengkajian oleh
peserta latihan dan pelatih ;
c. alat bantu/media pendidikan yang memadai untuk kelancaran proses belajar-mengajar;
d. perangkat komputer yang pesertaikan peluang kepada pelatih dan peserta latihan , baik dalam
pemrosesan kata dan data, maupun dalam melakukan akses terhadap sumber belajar-mengajar yang
mutakhir dan dalam jangkauan yang luas melalui internet dan sebagainya
VII. Pendanaan
5. Program Latihan memiliki alokasi pembiayaan yang sesuai dengan kebutuhan untuk
menyelenggarakan pendidikan/pengajaran, pembimbingan, pengkajian dan aplikasi kepada masyarakat,
sehingga program kegiatan yang dilakukan benar-benar dapat menunjang perwujudan visi, pelaksanaan
misi, dan pencapaian tujuan Program Latihan.
6. Rancangan pembiayaan Program Latihan mencakup:
a. anggaran belanja (pernyataan pendanaan) yang disiapkan untuk penyelenggaraan
pendidikan/pengajaran, pengkajian, dan aplikasi kepada masyarakat;
b. rancangan pemanfaatan anggaran belanja;
c. sumber dana anggaran belanja;
d. upaya/kegiatan khusus untuk menyediakan dana tambahan;
e. dana khusus pengembangan program;
f. dana khusus pengembangan dan pemanfaatan staf
g. dana khusus sarana/prasarana: jumlah, pengadaan, dan pemanfaatannya;
h. pertanggungjawaban anggaran belanja Program Latihan.
7. Program Latihan beroperasi berdasarkan anggaran belanja yang disiapkan sesuai dengan dana yang
dibutuhkan untuk penyelenggaraan pendidikan yang baik, termasuk anggaran biaya operasional serta
pengadaan dan pemeliharaan berbagai sumber daya yang diperlukan.
8. Setiap awal tahun anggaran, Program Latihan mengusulkan pendanaan dengan menyertaikan
gambaran yang jelas dan cermat, serta alasan untuk setiap butir pendanaan itu.
9. Setiap akhir tahun anggaran, Program Latihan mengusulkan rancangan pendanaan untuk tahun
berikutnya.
10. Setiap akhir tahun anggaran, Program Latihan menerbitkan laporan/pertanggungjawaban
pemanfaatan dana pada tahun anggaran yang bersangkutan.
VIII. Pengelolaan Program
1. Lembaga pelatihan memiliki Pedoman Pengelolaan Program Latihan tertulis yang merupakan
ketentuan dan peraturan untuk menunjang pencapaian misi dan tujuannya, yang mencakup pengelolaan:
a. kurikulum dan proses pembelajaran;
b. ketenagaan (pelatih dan tenaga administrasi);
c. peserta latihan , termasuk penerimaan peserta latihan , monitoring kemajuan yang dicapai,
penanganan terhadap keluhan-keluhan peserta latihan , pertum-buhan keadaan peserta latihan ,
penanganan putus pelatihan;
d. sistem evaluasi, termasuk penelusuran dan pendataan para lulusan, dan penggunaan berbagai
metode penilaian untuk mengetahui sejauh mana tujuan-tujuan program telah dicapai;
e. sarana/prasarana dan pembiayaanpersonil organisasi Program Latihan yang memiliki kemampuan dan
keterampilan akademik dan atau administratif yang diharapkan, dan upaya Program Latihan dalam
meningkatkan kemampuan dan keterampilan personilnya;
f. sistem kerjasama Program Latihan dengan instansi lain: instansi atau pihak di luar lembaga pelatihan
yang menjadi mitra kerja sama Program Latihan, keselarasan tujuan kerja sama/kemitraan dengan misi
dan tujuan Program Latihan, manfaat yang diharapkan dari kerjasama/kemitraan, dan rencana
pengembangan kerja sama/kemitraan untuk masa yang akan datang, dikaitkan dengan visi, misi, dan
tujuan Program Latihan
2. Lembaga pelatihan memiliki Unit Khusus Kendali Mutu yang berfungsi mengkaji dan mengendalikan
kualitas semua Program Latihan, termasuk:
a. sasaran dan tujuan program berdasarkan relevansinya dengan bidang studi.
b. sasaran dan tujuan program berdasarkan relevansinya dengan bidang pekerjaan, dengan
memperhatikan pendapat-pendapat dari peserta latihan, lulusan, lembaga profesional terkait dan
pendapat para pengguna lulusan;
c. isi dan organisasi program dalam kaitannya dengan pencapaian sasaran dan tujuan;
d. metode belajar-mengajar dan penilaian dalam kaitannya dengan pencapaian sasaran dan tujuan;
e. standar-standar program dalam kaitannya dengan pelestarian standar-standar itu dalam kurun waktu
tertentu dan pembandingannya dengan lembaga lain;
f. kebijakan mengenai seleksi calon peserta latihan dalam kaitannya dengan keberlanjutan kemampuan
Program Latihan untuk menarik minat calon peserta latihan yang memiliki potensi untuk menyelesaikan
gelar yang diberikan oleh Program Latihan dan atau potensi untuk memenuhi tuntutan profesional;
g. program penyesuaian peserta latihan baru dalam mempersiapkan peserta latihan untuk memperoleh
gelar;
h. program penyesuaian peserta latihan yang kembali mengikuti studi;
i. program penyesuaian peserta latihan yang kembali mengikuti studi;
j. mekanisme penyesuaian pelatih kepada program terkait;
k. mutu pengajaran dalam program dengan memperhatikan hasil evaluasi dari peserta latihan , dan
setiap permasalahan dan masalah umum yang ditemukan dalam rangka pengamatan sejawat (peer
observation);
l. mekanisme pemberian balikan kepada peserta latihan tentang hasil penilaian;
m. kemajuan peserta latihan setiap angkatan, dan apabila kemajuan peserta latihan itu tidak dapat
diterima, Unit Khusus Kendali Mutu berupaya untuk mengungkap sebab-sebanya dan melakukan
penyesuaian yang diperlukan;
n. kemajuan peserta latihan dalam memperoleh dan melaksanakan pekerjaannya setelah lulus, dan
apabila kemajuan itu tidak dapat diterima, Unit Khusus Kendali Mutu berupaya untuk mengungkapkan
sebab-sebanya dan melakukan penyesuaian yang diperlukan.
IX. Proses Belajar-mengajar
1. Program Latihan memiliki Pedoman Sistem Pembelajaran tertulis yang komprehensif dan operasional,
terpusat pada peserta latihan , merujuk kepada dan diselaraskan dengan sasaran dan tujuan Program
Latihan, yang berisi penataan mengenai:
a. metode pembelajaran dan penerapannya;
b. kelengkapan sarana pembelajaran dan pemanfaatannya;
c. perencanaan pembelajaran dan penerapannya oleh pelatih ;
d. interaksi pelatih dengan peserta latihan dan implementasinya;
e. pengawasan dan kendali mutu pembelajaran;peluang peserta latihan untuk mengakses dan
memanfaatkan fasilitas pendukung pembelajaran; peluang peserta latihan untuk melakukan interaksi
akademik dengan pihak tertentu di dalam dan di luar disiplin ilmu yang ditekuninya.
2. Kesempatan bagi peserta latihan untuk belajar mandiri dirancang dalam kaitannya dengan sasaran
dan tujuan Program Latihan
3. Kesempatan bagi peserta latihan untuk belajar mandiri meningkat selama peserta latihan mengikuti
Program Latihan.
X. Pengkajian dan Aplikasi kepada masyarakat
1. Lembaga pelatihan memiliki program pengkajian yang dirancang dan dilaksanakan dengan melibatkan
pelatih dan peserta latihan .
2. Lembaga pelatihan menyediakan biaya dan sarana yang memadai untuk pengkajian yang
dilaksanakan oleh pelatih dan atau peserta latihan baik secara perorangan maupun kelompok.
3. Biaya pengkajian diberikan kepada pelatih /peserta latihan berdasarkan proses kompetitif.
4. Pengkajian yang dipersyaratkan bagi peserta latihan dirancang dalam kurikulum terpadu dengan
kegiatan pembelajaran.
5. Lembaga pelatihan memiliki Pedoman Pelaksanaan Pengkajian tertulis yang digunakan oleh semua
pihak terkait di lembaga pelatihan untuk mengajukan proposal, memilih proposal yang dapat diterima dan
dilaksanakan, penganugrahan biaya, tatacara pelaksanaan, pengawasan dan pengendalian mutu,
pelaporan, dan penerbitan hasil pengkajian .
6. Setiap pelatih mempunyai hak untuk mengajukan proposal dan memperoleh kesempatan untuk
melakukan pengkajian yang sesuai dengan bidang studinya, baik perorangan, kelompok maupun dengan
mengikutsertakan peserta latihan .
7. Pengkajian yang diajukan dan dilaksanakan di lembaga pelatihan mencakup:
a. pengkajian murni dalam rangka pengembangan ilmu;
b. pengkajian terapan dalam rangka pemecahan masalah tertentu;
c. pengkajian kebijakan dalam rangka pengembangan kebijakan;
d. pengkajian tindakan, dalam rangka pengembangan atau perbaikan kinerja tertentu.
8. Lembaga pelatihan memiliki program aplikasi kepada masyarakat yang dirancang dan dilaksanakan
dengan melibatkan pelatih dan peserta latihan.
9. Lembaga pelatihan menyediakan biaya dan sarana yang memadai untuk aplikasi kepada masyarakat
yang dilaksanakan oleh pelatih dan atau peserta latihan baik secara perorangan maupun kelompok.
10. Biaya aplikasi kepada masyarakat diberikan kepada pelatih /peserta latihan berdasarkan proses
kompetitif.
11. Lembaga pelatihan memiliki Pedoman Pelaksanaan Aplikasi kepada masyarakat tertulis yang
digunakan oleh semua pihak terkait di lembaga pelatihan untuk mengajukan proposal, memilih proposal
yang dapat diterima dan dilaksanakan, penganugrahan biaya, tatacara pelaksanaan, pengawasan dan
pengendalian mutu, pelaporan, dan penerbitan hasil aplikasi kepada masyarakat
12. Setiap pelatih mempunyai hak untuk mengajukan proposal dan memperoleh kesempatan untuk
melakukan aplikasi kepada masyarakat yang sesuai dengan bidang studinya, baik perorangan, kelompok
maupun dengan mengikutsertakan peserta latihan.
13. Aplikasi kepada masyarakat yang diajukan dan dilaksanakan di lembaga pelatihan dapat mencakup:
a. desiminasi penerapan hasil pengkajian ;
b. penerapan konsep tentang pengembangan masyarakat dalam berpartisipasi pada jasa layanan KA;
c. upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat tertentu, maupun peningkatan layanan KA;
d. pengkajian tindakan berbasis kolaborasi dengan masyarakat tertentu.
14. Dalam mengikuti studi, peserta latihan memiliki dan memanfaatkan:
a. kebebasan akademik dalam rangka pendidikan dan pengkajian secara bertanggungjawab;
b. peluang untuk berpartisipasi dalam pengkajian yang dilakukan oleh pelatih ;
c. pengkajian tindakan, dalam rangka pengembangan atau perbaikan kinerja tertentu
15. Lembaga pelatihan memiliki program aplikasi kepada masyarakat yang dirancang dan dilaksanakan
dengan melibatkan pelatih dan peserta latihan .
16. Lembaga pelatihan menyediakan biaya dan sarana yang memadai untuk aplikasi kepada masyarakat
yang dilaksanakan oleh pelatih dan atau peserta latihan baik secara perorangan maupun kelompok.
17. Biaya aplikasi kepada masyarakat diberikan kepada pelatih /peserta latihan berdasarkan proses
kompetitif.
18. Lembaga pelatihan memiliki Pedoman Pelaksanaan Aplikasi kepada masyarakat tertulis yang
digunakan oleh semua pihak terkait di lembaga pelatihan untuk mengajukan proposal, memilih proposal
yang dapat diterima dan dilaksanakan, penganugrahan biaya, tatacara pelaksanaan, pengawasan dan
pengendalian mutu, pelaporan, dan penerbitan hasil aplikasi kepada masyarakat.
19. Setiap pelatih mempunyai hak untuk mengajukan proposal dan memperoleh kesempatan untuk
melakukan aplikasi kepada masyarakat yang sesuai dengan bidang studinya, baik perorangan, kelompok
maupun dengan mengikutsertakan peserta latihan .
20. Aplikasi kepada masyarakat yang diajukan dan dilaksanakan di lembaga pelatihan dapat mencakup:
a. desiminasi penerapan hasil pengkajian ;
b. penerapan konsep tentang pembangunan masyarakat;
c. upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat tertentu;
d. pengkajian tindakan berbasis kolaborasi dengan masyarakat tertentu.
21. Dalam mengikuti studi, peserta latihan memiliki dan memanfaatkan:
a. kebebasan akademik dalam rangka perpelatihanan dan pengkajian secara bertanggungjawab;
b. peluang untuk berpartisipasi dalam pengkajian yang dilakukan oleh pelatih;
c. peluang untuk berpartisipasi dalam kegiatan aplikasi kepada masyarakat;
d. hak kepemilikan intelektual untuk partisipasinya dalam pengkajian dan pengembangan tulisan ilmiah,
termasuk tulisan sebagai bagian dari tugas-tugas perpelatihanan.
XI. Layanan bagi Peserta latihan
1. Untuk mencapai misi dan tujuannya, Program Latihan memililh pedoman yang komprehensif mengenai
program dan layanan bimbingan bagi peserta latihan .
2. Kebijakan dan prosedur pelaksanaan pemberian bantuan bagi peserta latihan , mencakup
pembimbingan akademik, bantuan pemecahan masalah sosial/pribadi, bantuan keuangan sepanjang
memungkinkan, penempatan kerja dan bantuan lainnya.
3. Program studi melaksanakan program bantuan (akademik dan non-akademik) bagi peserta latihan
secara reguler.
4. Program Latihan memiliki strategi dan metode bimbingan yang tepat untuk pesertaikan layanan
bimbingan sesuai dengan kebutuhan peserta latihan .
5. Program Latihan dilengkapi tenaga pembimbing yang memiliki kemampuan dan kesempatan yang
memadai untuk melaksanakan program bantuan peserta latihan .
6. Program Latihan memiliki akses yang tinggi terhadap sarana penunjang yang memadai untuk
pelaksanaan layanan bimbingan bagi peserta latihan.
7. Program Latihan melakukan pengawasan dan kendali mutu pelaksanaan layanan bimbingan bagi
peserta latihan.
8. Program latihan memiliki dan melaksanakan program pengembangan kemampuan dalam bidang
bimbingan peserta latihan bagi personil sesuai dengan fungsinya masing-masing.
9. Selain pesertaikan pelatihan, pelatih pesertaikan pembimbingan akademik dan non-akademik, baik di
dalam maupun di luar kegiatan belajar-mengajar yang reguler.
XII. Evaluasi dan Penilaian
1. Program latihan memiliki sistem evaluasi yang merupakan suatu wahana untuk mengetahui:
a. sampai di mana suatu program telah mencapai tujuannya, seberapa banyak kontribusi program
tersebut kepada kepentingan masyarakat dan kepentingan program itu sendiri (evaluasi program);
b. bagaimana efektivitas dan efisiensi proses-proses yang diterapkan untuk mencapai tujuan program
(evaluasi proses);
c. berapa tinggi mutu hasil yang diperoleh dari pelaksanaan program itu (penilaian produk: keberhasilan
belajar peserta latihan ).
2. Program Latihan memiliki Pedoman Evaluasi tertulis yang jelas dan lengkap mengenai penilaian
keberhasilan belajar peserta latihan , dan menerapkannya sesuai dengan ketentuan yang dipersyaratkan
dalam pedoman itu.
3. Perguruan tinggi melaksanakan evaluasi program melalui:
a. monitoring pelaksanaan program-program yang diselenggarakan oleh Program Latihan, termasuk
program pengajaran, pengkajian, dan aplikasi kepada masyarakat;
b. pelacakan lulusan Program Latihan;
c. pengumpulan dan pengolahan informasi balikan dari masyarakat, terutama pengguna lulusan
mengenai program-program yang diselenggarakan;
d. survai pendapat peserta latihan ;
e. survai pendapat lulusan.
4. Data evaluasi mengenai pengajaran yang dilakukan oleh pelatih secara individual merupakan salah
satu bagian dari keseluruhan proses evaluasi.
5. Ketua Program Latihan menghimpun data evaluasi dan menyiapkan rangkumannya untuk disampaikan
kepada Unit Khusus Kendali Mutu program latihan terkait, dilengkapi dengan usulan untuk menangani
permasalahan yang ditemukan.
6. Rangkuman hasil evaluasi mengenai matalatih beserta usulan untuk menangani permasalahan yang
ditemukan didiskusikan oleh Unit Khusus Kendali Mutu, dan apabila diterima usulan itu dilaksanakan dan
dimonitor.
7. Program Latihan melaksanakan evaluasi proses yang mencakup penilaian terhadap efektivitas dan
efisiensi proses kegiatan, termasuk:
a. penyelenggaraan pembelajaran;
b. layanan administrasi bagi pelatih dan peserta latihan ;
c. pembimbingan peserta latihan ;
d. pengkajian oleh pelatih dan peserta latihan ;
e. aplikasi kepada masyarakat oleh pelatih dan peserta latihan
8. Program Latihan melaksanakan penilaian keberhasilan belajar peserta latihan yang mencakup:
a. waktu yang ditempuh untuk mencapai gelar/menyelesaikan studi;
b. syarat mengenai kehadiran;
c. (syarat penyusunan karya tulis);
d. jumlah sks minimum yang harus ditempuh;
e. indeks prestasi minimum;
f. syarat untuk dinyatakan berhasil/boleh meneruskan studi yang dilakukan secara dini untuk menghindari
rendahnya kualitas;
g. jenis ujian kualifikasi/penyelesaian studi;
h. Program Latihan/lembaga pelatihan memiliki sistem pencatatan yang terpusat dan terkomputerisasi
mengenai kondisi akademik setiap peserta latihan;
i. program studi/perguruan tinggi memelihara keamanan dan kerahasiaan data mengenai peserta latihan;
j. Program Latihan/lembaga pelatihan memiliki dan menerapkan pedoman menyeluruh mengenai
evaluasi program, evaluasi proses, dan evaluasi produk (keberhasilan belajar peserta latihan).
9. Metode penilaian dirancang untuk menilai keberhasilan peserta latihan dalam mencapai hasil belajar
yang diharapkan.
10. Penilaian keberhasilan belajar mahaapeserta digunakan untuk tujuan penilaian formatif dan sumatif.
11. Peserta latihan diberi balikan mengenai hasil penilaian yang berisi saran yang diperlukan bagi peserta
latihan untuk memperbaiki kinerjanya.
XIII. Lulusan
1. Lulusan program studi memiliki profil kemampuan seperti yang diharapkan sebagaimana dijabarkan
dalam sasaran Program Latihan.
2. Lembaga pelatihan memiliki Pedoman dan Rancangan Pelacakan Lulusan sebagai salah satu wahana
untuk perbaikan program-programnya.
3. Program studi melaksanakan program pelacakan terhadap lulusannya secara efisien dan efektif sesuai
dengan ketentuan dan rancangan dalam Pedoman dan Rancangan Pelacakan Lulusan perguruan tinggi
terkait.
4. Program Latihan memiliki Catatan lengkap mengenai mutu hasil dan keberhasilan karir lulusannya
yang merupakan salah satu indikator dari keberhasilan Program Latihan.
XIV. Sistem Informasi
1. Lembaga pelatihan memiliki dan menerapkan sistem informasi sebagai salah satu pendukung
penyelenggaraan program-programnya, yang merupakan keseluruhan upaya layanan pengumpulan,
pengolahan, dan penyampaian informasi bagi peserta pelatihandan masyarakat yang terkait dengan
Program Latihan, terutama masyarakat pengguna lulusannya.
2. Sistem informasi mencakup:
a. pedoman penyelenggaraan sistem informasi;
b. pokok-pokok materi informasi pelatihan;
c. metode pemerolehan dan pengolahan informasi;
d. kelengkapan sarana penunjang;
e. penanggungjawab sistem informasi;
f. prosedur diseminasi dalam sistem informasi;
g. pengawasan dan kendali mutu pelaksanaan sistem informasi.
XV. Program Pengembangan
1. Lembaga pelatihan memiliki Pedoman Pengembangan Lembaga tertulis yang komprehensif, yaitu
pedoman tentang upaya peningkatan kinerja lembaga pelatihan beserta program-Program Latihannya
dengan memanfaatkan berbagai informasi balikan yang diperoleh dari evaluasi program, proses dan
penilaian keberhasilan belajar peserta latihan .
2. Pedoman Pengembangan Lembaga mencakup:
a. aspek-aspek pengembangan, termasuk: kurikulum, ketenagaan, kepeserta latihan an.
sarana/prasarana, sistem pembelajaran, sistem bimbingan, dan sistem penilaian.
b. prosedur pengembangan Program Latihan;
c. kelengkapan sarana penunjang;
d. penanggungjawab pengembangan Program Latihan;
e. pelaksanaan pengembangan Program Latihan;
f. kriteria keberhasilan pengembangan Program Latihan;
g. pengawasan dan kendali mutu pelaksanaan Program Latihan;
h. rencana pengembangan Program Latihan untuk masa yang akan datang dalam kaitannya dengan visi,
misi dan tujuan Program Latihan;
i. rancangan pengembangan sarana dan prasarana untuk mendukung perwujudan visi, pelaksanaan misi
dan pencapaian tujuan Program Latihan;
j. rancangan pengembangan kurikulum;
k. rancangan pengembangan saran dan prasarana;
l. rancangan pengembangan pelatih ;
m. rancangan pengembangan tenaga administrasi;
n. rancangan pengembangan sistem pembelajaran, bimbingan, dan evaluasi;
o. rancangan pengembangan program pengkajian dan aplikasi kepada masyarakat.
3. Program Latihan mengajukan proposal program pengembangannya kepada lembaga pelatihan terkait
sesuai dengan ketentuan dalam Pedoman Pengembangan Lembaga lembaga pelatihan.
4. Program Latihan melaksanakan program pengembangan sesuai dengan ketentuan dan rancangan
yang terdapat dalam Pedoman Pengembangan Lembaga lembaga pelatihan terkait.
5. Program Latihan memiliki dan menerapkan kriteria keberhasilan program pengembangan yang
merujuk pada kriteria keberhasilan dalam Pedoman Pengembangan Lembaga lembaga pelatihan terkait.
6.
a. rencana pengembangan Program Latihan untuk masa yang akan datang dalam kaitannya dengan visi,
misi dan tujuan Program Latihan;
b. rancangan pengembangan sarana dan prasarana untuk mendukung perwujudan visi, pelaksanaan misi
dan pencapaian tujuan Program Latihan;
c. rancangan pengembangan kurikulum;
d. rancangan pengembangan saran dan prasarana;
e. rancangan pengembangan pelatih ;
f. rancangan pengembangan tenaga administrasi;
g. rancangan pengembangan sistem pembelajaran, bimbingan, dan evaluasi;
h. rancangan pengembangan program pengkajian dan aplikasi kepada masyarakat.
7. Program Latihan mengajukan proposal program pengembangannya kepada lembaga pelatihan terkait
sesuai dengan ketentuan dalam Pedoman Pengembangan Lembaga lembaga pelatihan.
8. Program Latihan melaksanakan program pengembangan sesuai dengan ketentuan dan rancangan
yang terdapat dalam Pedoman Pengembangan Lembaga lembaga pelatihan terkait.
9. Program Latihan memiliki dan menerapkan kriteria keberhasilan program pengembangan yang
merujuk pada kriteria keberhasilan dalam Pedoman Pengembangan Lembaga lembaga pelatihan terkait.
Daftar Pustaka
Arief S. Sadiman.Dr.Msc, Media Pendidikan, Pustekom Dikbud & PT. RajaGrafindo Persada, 1993
A.M Sardiman (2004), Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada,
Cetakan kesebelas.
Ahmed, Manzoor. ( 1975 ). The Economic of Nonformal Education. California: Praeger Publisher.
Ansyar, Mohamad.1989. Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum. Jakarta: Depdikbud.
Archer, David & Sara Cotingham. (1996). Regenerated Freirean Literacy through empowering Community
Techniques, Actionaids, London.
Bachman Edmund (2005) Meetoda Belajar berpikir kritis dan inovatif, alih bahasa, jakarta, Prestasi
Pustaka.
Bistok.1987. Pengembangan Materi Pengajaran Bahasa FPS 626..Jakarta: Depdikbud
Bobbi DePoerter dan Mak Reardon (1999), Quantum Learning : Membiasakan belajar nyaman dan
mehnyenangkan. Alih bahasa Alwiyah Abdurrohan, bandung, Kaifa.
Bobbi DePoerter dan Mike Hernacki (1999), Quantum Learning : Membiasakan beajar nyaman dan
mehnyenangkan. Alih bahasa Alwiyah Abdurrohan, bandung, Kaifa.
Boikin, James. W. (1979 ). No Limits to Learning. Oxford : The Pergamon Text Book.
Broockfield, Stephen. ( 1984 ). Adult Learners, Adult Education and The Comnmnity. New York: Teacher
College Press.
Cross, K. Patricia. (1984). Adults as Learners. San Francisco: Jossey Bass Publishers.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1994/1995). Model Penilaian Paket A setara SD, Bagian
Proyek Pembinaan Balai Pengembangan Kegiatan Belajar, Lembang Bandung.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1994/1995). Model Penilaian Paket B setara SMP, Bagian
Proyek Pembinaan Balai Pengembangan Kegiatan Belajar, Lembang Bandung.
Depdikbud. 2006. Panduan Pengembangan Silabus dan Panduan Pengembangan Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).
Depdiknas (2003) Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning) Jakarta, Depdiknas
Dirjen Dikdasmen.
Dimyati dan moejiono (1996) Belajar dan Pembelajaran, Jakarta . Rineka Cipta.
Djudju Sudjana, (1983 ). Pendidikan Non Formal, Wawasan, Sejarah, Asas. Bandung: Theme 76.
Dunkin, Michael J. Teaching and Teacher Education, Oxford: Pergamon Press.
Elias, John L. &Sharran Memam. ( 1980 ). Philoshophical Foundations of Adult Educations. Florida:
Robert E. Krieger Pub. Coy.
Fenstermacher, Garry D & Jonas F. Soltis, ( 1986 ). Approach to Teaching. New York: Teacher College
Press.
Fien, John. ( 1993). Education for The Environment. Victoria: Deakin University. Fowles, Jib. (1984 ).
Handbook of Future Research. London : Greenwood Press.
Gilbreath, Robert D. (1991). Save Yourself. ,New York: McGraww-Hi!!, Inc.
Goad, L.H. (1984). Preparing Teachers for Lifelong Education. Hamburg: Pergamon Press.
Hamalik. U . (1995) Kurikulum dan Pembelajaran, jakarta. Bumi Aksara Cetakan pertama.
Hasibuan dan Moejiono, (2000), Proses Belajar Mengajar, bandung, rosdakarya.
Hiemstra, Roger. ( 1976 ). Life Long Learning. Lincoln: Profesional Educator Publications.
http://www.puskur.net/download/naskahakademik/naskahakademikbasing/babiii.doc.
Ian Reece & Stephen Walker, Teaching, Training and Learning, Business Education Publishers Limited,
1997
Ingalls, John D. (1973). A Trainer Guide to Andragogy. Washington D.C.: US Departement of Health,
Education and Welfare.
John.D.Latuheru. Drs, M.P, Media Pembelajaran, Dirjen Dikti,Depdiknas, 1988
Kardiawarman, Metode dan Model Pembelajaran yang relevan untuk meningkatkan kualitas
pembelajaran sains, makalah, 2005
Knowles, Malcolm S. (1973) A Trainer guide to Andragogy: It Concept, experience dan application, US
Departement of Health, Education and Welfare, Washington D.C.
Knowles, Malcolm S. (1984) Andragogy versus Pedagogy, US Departement of Health, Education and
Welfare, Washington D.C.
Knowles, Malcolm. ( 1990 ). The Adult Learner : A Neglected Species. London: Gulf Publishing Coy.
Mansyur (1996), Pemanfaatan model-model pembelajaran: Strategi belajar Mengajar, jakarta: Dirjen
Pembinaan kelembagaan agama islam dan UT.
Merriam, Sharran. & Phyllis M. Cunningham (1989). Handbook of Adult and Continuing Education. San
Francisco: Jossey Bass Publication.
Munandir.1987. Rancangan Sistem Pengajaran. Jakarta: Depdikbud.Siahaan,
Nurhadi, Pendekatan Kontekstual (Contextual teaching and Learning), Jakrta : Depdiknas- Direktorat
Jendral Pendidikan dasar dan menengah PLP, 2002
Peraturan Pemerintah No 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, jakarta Eka jaya.
Presiden RI (2003) Undang-undang Republik indonesia No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional , jakarta Restindo Mediatama.
Presiden RI (2005) Undang-undang Republik indonesia No. 14 tahun 2005 tentang Dosen/guru dan
Dosen/guru , jakarta.
Reece, Ian and Stephen Walker (1997). Teaching, Training and Learning: A Practice Guide, Aethanueum
Press, Gateshead
S. Nasution, Teknologi Pendidikan, C.v Jemmars, 1982
Sagala Syaiful, (2005) Konsep dan Makna Pembelajaran; Bandung Alfabeta
Sunaryo Wowo, (2004) Konsep Pembelajaran Orang dewasa, UPTD Balai Pelatihan guru.
Wilis Dahar, R (1989) Teori-teori Belajar, jakarta erlangga
Zahorik, John A. (1995) Constrictivist Teaching (Fastback 390). Bloomington, Indiana: Phi-Delta Kappa
Educational Foundation.
Zain Aswan dan Bahri Syaiful, (2002), Strategi Belajar Mengajar, Jakarta, rineka Cipta.
Zainul asmawi dan Nasution Noehi, Penilaian Hasil Belajar (2001) Jakarta, PAU-PPAI-UT.