Вы находитесь на странице: 1из 5

Pendahuluan

CTS merupakan gangguan saraf terjepit yang paling umum dengan prevalensi pada orang
dewasa berkisar 2,7% - 5,8%. Gangguan saraf ini banyak ditemukan pada kaum wanita
dibandingkan pria, hampir 10x lipat. Walaupun etiologinya masih tidak diketahui, gangguan ini
biasanya dikaitkan dengan kondisi kondisi tertentu, termasuk obesitas, artritis, hipotiroid, DM,
trauma, lesi yang luas, amyloidosis, dan sarkoidosis. Sebagai tambahan, CTS lebih sering
dikaitkan dengan jenis cedera yang berlebihan yang disebabkan oleh gerakan repetitive.
Pemeriksaan seperti Uji Konduksi Saraf (NCS) dan Elektromiografi adalah
pemeriksaan/cara/pendekatan yang paling signifikan dalam membantu menegakkan diagnosa.
Pemeriksaan ini dapat megukur dan menentukan derajat keparahan CTS.
Sindroma metabolik, atau yang dikenal juga sebagai sindroma dismetabolik atau sindrom X ini
ditandai dengan obesitas sentral, dyslipidemia, hiperglikemia, dan hipertensi. Terdapat berbagai
definisi untuk sindroma metabolik. Pada tahun 1999 WHO mengajukan definisi untuk sndroma
metabolik yang akhirnya di modifikasi oleh European Group for the Study ofInsulin Resistance
ditahun yang sama. The National Cholesterol Education Program of the USA memperkenalkan
Adult Treatment Panel (ATP) III sebagai definisi sindroma tersebut di tahun 2001. Komponen
komponen pada ATP III mudah dan sering digunakan sebagai pengukuran dalam klinis dan
penelitian - penelitian. Sejauh ini ada banyak penilitian yang mengkaji dan mempelajari faktor-
faktor risiko terjadinya CTS, dan penelitian terbaru menunjukkan bahwa sindroma metabolik
berperan dalam terjadinya CTS.
Tujuan dari penelitian ini ialah untuk mendeterminasi hubungan antara sindroma metabolic
dengan CTS, selain itu membandingkan derajat keparahan CTS antara pasien diabetes (tidak
bersamaan dengan sindroma metabolik) dan pasien dengan sindroma metabolik.

Metode
Semua pasien yang dirujuk pada periode April 2013 desember 2013 ke laboratorium
elektrofisiologi dengan keluhan sensorik dan motorik pada ekstremitas atas dilakukan
pemeriksaan untuk merekrut sejumlah pasien CTS dalam penelitian ini. Hasil pemeriksaan
tersebut, didapatkan 200 pasien CTS yang telah ditetapkan/didiagnosa berdasarkan gambaran
klinis dan elektrofisiologi. Beberapa kriteria eksklusi diterapkan kedalam penelitian ini, seperti;
kehamilan, hipotiroid, artritis rheumatoid, terapi kortikosteriod atau terapi sulih hormone,
riwayat fraktur pergelangan tangan, riwayat pembedahan untuk CTS, atau temuan EMG yang
menandakan adanya polineuropati, radikulopati servikalis, disfungsi plexus brachial (brachial
plexopathy), atau sindrom outlet toraks (thoracic outlet syndrome). Data demografik pasien juga
dievaluasi, yang diantaranya ialah; lingkar pinggang, tekanan darah (hipertensi), gula darah
puasa, hipertrigliseridemia, dan HDL-C.
ATP III digunakan dalam penelitian ini untuk menilai sindorma metabolik pasien pasien yang
telah didapat, jika tiga dari lima kriteria yang ada dalam ATP III terpenuhi maka pasien tersebut
cukup memenuhi kriteria diagnosa sindroma metabolik. Kriteria-kriteria tersebut adalah sebagai
berikut : obesitas sentral (lingkar pinggang > 102cm pada pria dan >88cm pada wanita),
hipertrigliseridemia(trigliserid 150mg/dL), kadar HDL-C rendah ( <40 mg/dL untuk pria dan <
50 mg/dL untuk wanita), hipertensi (tekanan darah 130/85 mm Hg atau sedang dalam
pengobatan antihipertensi),dan gula darah puasa ( 100 mg/dL).
Pengamatan elektrofisiologi menggunakan alat Nihon Kohden Neuropack 9400 System
dilakukan kepada pasien yang dibaringkan dalam posisi supinasi. Pengamatan tersebut ditujukan
untuk menilai konduksi saraf motorik dan sensorik pada saraf median dan ulnar di kedua
ekstermitas atas, dan suhu kulit dijaga pada suhu 32C. Parameter yang diukur dan diambil
ialah latency minimal gelombang F dan CMAP pada saraf median dan saraf ulnar. CMAP diukur
dengan cara meletakan elektroda pada otot abductor pollicis brevis dan titik stimulasi diletakan
7cm dari elektroda untuk saraf median. Untuk saraf ulnar, elektroda diletakan pada otot abductor
digiti minimi dan titik stimulasi berada pada jarak 5cm dari elektroda. (lihat gambar agar lebih
jelas). Sensory Nerve Action Potential (SNAP) dari saraf median dan ulnar didapatkan secara
ortodromik (artinya diperoleh sesuai arah konduksi/impuls yang normal dari saraf yang sedang
diukur). SNAP dilakukan pada telapak tangan dan digit II (jari telunjuk) untuk pengukuran saraf
sensorik median dan digit V (jari kelingking) untuk pengukuran saraf sensorik ulnar (lihat
gambar S7, S1, R1, G itu nama plugnya sama seperti EKG ada V1-V6). Elektromiografi dan
pengamatan neurofisiologi lainnya dilakukan sesuai persyaratan.
Pengamatan konduksi saraf merupakan uji diagnostik yang paling pasti untuk CTS; hasilnya
positif pada 95% pasien yang menunjukan gejala dan tanda CTS. Secara tradisional/ dahulu kala,
diagnosa CTS memerlukan satu atau lebih dari kriteria berikut : 1) SCV yang abnormal pada
segmen jari-pergelangan tangan. 2) SCV yang abnormal pada segmen telapak-pergelangan
tangan. 3) terminal latency yang memanjang. Jika kriteria diagnosa diatas memberikan hasil
normal pada pasien, maka perlu digunakan metode lain yang telah direkomendasikan oleh
Stevens untuk meningkatkan dan mendapatkan hasil diagnosa. Metodenya ialah dengan
menganalisa dan membandingkan temuan riwayat/pemeriksaan fisik dan temuan
elektrodiagnostik. Skema yang ditetapkan oleh Stevens digunakan pada penelitian ini untuk
menentukan derajat keparahan CTS berdasarkan temuan elektrofisiologi.
Pasien pasien (yang dipastikan secara klinis dan berdasarkan elektrofisiologi memiliki CTS)
dikelompokan menjadi empat kelompok berdasarkan ada atau tidaknya sindroma metabolik
dan/atau diabetes mellitus saja : 1) hanya sindroma metabolik (MS+DM-), 2) hanya diabetes
mellitus (MS-DM+), 3) diabetes mellitus dan sindroma metabolik (MS+DM+), 4) tidak keduanya
(MS-DM-). Selanjutnya karakteristik demografi, derajat keparahan CTS, dan temuan
elektrofisiologi dari subjek penelitian dianalisa dan dibandingkan diantara 4 kelompok tersebut.

Hasil
Sebanyak enam ratus dua puluh dua pasien prediagnosa CTS yang dirujuk ke laboratorium
elektrofisiologi pada periode April 2013 Desember 2013, didapati 200 pasien yang di diagnosa
CTS dan diikut sertakan pada penelitian ini; 140 (70%) pasien ialah wanita dan 60 (30%) pasien
pria, dan usia keseluruhan pasien adalah 51,6111,86 tahun. Ditemukan CTS unilateral sebanyak
59 (29,5%) dan CTS bilateral 141 (70,5%) dari subjek penelitian. BMI keseluruhan subjek
penelitian 25,402,24 kg/m2, 78% subjek penelitian memliki BMI >24,9 kg/m2. Kadar LDL-C
tinggi ditemukan sebanyak 71%, hipertrigliseridemia sebanyak 22%, dan kadar HDL-C rendah
sebanyak 33% dari seluruh subjek
Parameter yang diukur dalam elektrofisiologi ada 6
yaitu; Minimal Latencies F-wave, F-wave
persistence, Compound Motor Action Potential
(CMAP), Sensory Nerve Action Potential (SNAP), dan
Nerve Conduction Velocity yang dibagi 2 motorik
(MCV) & sensorik (SCV). Di jurnal yang dipakai
Minimal Latencies F-wave karena parameter ini
punya sensitifitas tinggi dibanding parameter lain
untuk deteksi kelainan saraf. Sumber
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/9324086

Вам также может понравиться