Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Imunisasi adalah suatu cara intervensi yang paling efektif dalam menurunkan angka
kesakitan dan kematian bayi dan bayi. Angka kematian bayi (AKB) merupakan salah satu
parameter utama ukuran kesejahteraan masyarakat pedal umumnya dan kesehatan anak pada
khususnya. Sampai saat ini Indonesia masih termasuk kategori negara dengan AKB yang
tinggi bahkan tertinggi di negara ASEAN dibanding dengan negara maju. AKB sebagai
permasalahan yang serius sehingga ada upaya pencegahan primer yang mendasar dan
merupakan kegiatan rutin seperti pendeteksian kelainan janin dalam rahim, imunisasi pada
Salah satu indikator kesehatan suatu bangsa ialah derajat kesehatan anak, yang
biasanya diukur melalui angka kematian anak, cakupan imunisasi dan parameter-parameter
lainnya. Masalah imunisasi tentu menjadi fokus utama, di samping penyakit-penyakit lain
dan diselenggarakan pemerintah. Istilah wajib muncul karena program imunisasi merupakan
pelayanan yang domain rendah dan memiliki dampak terhadap orang lain (externality) yang
besar. Dengan demikian, ketersediaan berarti pemerintah harus menyediakan tenaga andal
dan cukup dalam melakukan, imunisasi, alat cukup sesuai dengan standar teknis, dana
(investasi, operasional, dan pemeliharaan) cukup, dan vaksin yang cukup (Muhlil R, 2005).
Laporan UNICEF yang dikeluarkan terakhir menyebutkan bahwa 27 juta anak bayi
dan 40 juta ibu hamil di seluruh dunia masih belum mendapatkan layanan imunisasi rutin.
Akibatnya, penyakit yang dapat dicegah oleh vaksin ini diperkirakan menyebabkan lebih dari
dua juta kematian tiap tahun. Angka ini mencakup 1,4 juta anak bayi yang terenggut jiwanya
(UNICEF, 2000).
Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I) seperti TBC, Diphteri,
Pertusis, Campak, Tetanus, Polio, dan Hepatitis B merupakan salah sa9tu penyebab kematian
anak di negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Diperkirakan 1,7 juta kematian pada
anak atau 5% pada bayi di Indonesia adalah akibat PD3I. Agar target nasional dan global
untuk mencapai eradikasi, eliminasi dan reduksi terhadap PD3I dapat dicapai, cakupan
imunisasi harus dipertahankan tinggi dan merata sampai mencapai tingkat Population
Immunity (kekebalan masyarakat) yang tinggi. Kegagalan untuk menjaga tingkat cakupan
imunisasi yang tinggi dan merata dapat menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB) PD3I
(Depkes, 2007).
Imunisasi di Indonesia secara teratur dimulai sejak tahun 1956 sehingga Indonesia
dinyatakan bebas cacar oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 1974. Tahun
1977 WHO memulai program imunisasi yang di Indonesia disebut Program Pengembangan
Imunisasi (PPI). Pemerintah sebenarnya tidak mewajibkan berbagai jenis imunisasi harus
dilakukan semua. Hanya lima jenis imunisasi pada anak di bawah satu tahun yang harus
dilakukan, yakni BCG (bacillus calmette-guerin), DPT (difteri pertusis tetanus), polio,
terhadap cakupan atas imunisasi lengkap pada sekelompok bayi. Bila cakupan UCI
tergambarkan besarnya tingkat kekebalan masyarakat atau bayi terhadap penularan penyakit
yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I). Dalam hal ini pemerintah mentargetkan
cacar di pulau Jawa. Kegiatan ini telah berhasil membasmi penyakit cacar di Indonesia,
sehingga pada tahun 1974 Indonesia dinyatakan telah bebas penyakit cacar oleh WHO.
Program Pengembangan Imunisasi (PPI) dimulai sejak tahun 1977 dengan pemberian vaksin
BCG, DPT dan TT. Pada tahun 1980 dikembangkan vaksin polio dan terakhir vaksin campak
vaksinasi cacar di pulau Jawa, hingga Indonesia dinyatakan bebas cacar oleh WHO pada
tahun 1974. Dengan keberhasilan tersebut maka sejak itu dilakukan pula vaksinasi Toxoid
Tetanus untuk ibu hamil tahun 1974. Vaksinasi DPT dimulai tahun 1976,vaksinasi BCG di
tahun 1978. Pengembangan program imunisasi (PPI) secara resmi dimulai tahun1977.
Vaksinasi polio dan campak mulai dikembangkan pada tahun 1980, hingga pada tahun 1982
program imunisasi telah mencangkup enam jenis antigen yaitu : BCG, DPT, Polio, dan
Campak. Pada tahun 1995-1997 diadakan pekan imunisasi Nasional (PIN) , diharapkan
setiap balita termasuk bayi baru lahir di seluruh Indonesia mendapatkan imunisasi. Pada
tahun 1995 PIN hanya memberikan vaksin polio, akan tetapi pada tahun 1996 dan 1997 juga
diberikan imunisasi polio dan campak pada balita dan imunisasi TT pada ibu hamil dan ibu
balita. Dengan tujuan agar mengurangi angka kematian bayi akibat penyakit yang dapat
dicegah dengan imunisasi (PB3I) dan tujuan khusus adalah tercapainya Universal Child
di bawah 1 per 10.000 kelahiran hidup) di seluruh Indonesia dan reduksi campak pada tahun
2000.(Nadhrin, 1995). Berdasarkan profil kesehatan provinsi Sulawesi Selatan tahun 2006
cakupan imunisasi telah mencapai UCI selama 5 tahun berturut-turut yaitu pada tahun 2002
sebesar 88,90%, pada tahun 2003 sebesar 91,70%, pada tahun 2004 sebesar 92,51%, pada
tahun 2005 sebesar 96,76% dan pada tahun 2006 sebesar 88,30%. (DinKes, 2007)
belum memadai dilihat dari masih meningkatnya penyakit menular yang dapat dicegah
dengan imunisasi (PD3I) seperti : Tetanus Neonatorum, Campak, Difteri, Pertusis, Hepatitis.
Secara nasional angka insiden Tetanus Neonatorum pada tahun 2003 sebanyak 175 kasus
(CFR 56%), Campak tahun 2003 sebanyak 2.914 kasus (CFR 0,34%), Difteri tahun 86 kasus
(CFR 23%), Pertusis pada tahun 2003 sebanyak 2.788 kasus dan Hepatits periode 2000-2003
sebanyak 29.597 kasus. Sedangkan Sulawesi Selatan sendiri angka insiden Tetanus
Neonatorum pada tahun 2005 8 kasus (CFR 5 orang), Campak tahun 2005 sebanyak 445
Orang, Difteri tahun 2005 sebayak 109 kasus, Pertusis 2005 1 kasus dan tahun 2006 16 kasus,
Kepercayaan dan perilaku kesehatan ibu juga hal yang penting, karena penggunaan
sarana kesehatan oleh anak berkaitan erat dengan perilaku dan kepercayaan ibu tentang
kesehatan dan mempengaruhi status imunisasi. Masalah pengertian dan keikutsertaan orang
tua dalam program imunisasi tidak akan menjadi halangan yang besar jika pendidikan yang
Dalam hal ini peran orang tua, khususnya ibu menjadi sangat penting, karena orang
terdekat dengan bayi dan anak adalah ibu. Demikian juga tentang pendidikan dan
imunisasi dasar pada bayi dan anak, sehingga dapat mempengaruhi status imunisasinya.
Masalah pengertian, pemahaman dan kepatuhan ibu dalam program imunisasi bayinya tidak
akan jadi halangan yang besar jika pendidikan dan pengetahuan yang memadai tentang hal itu
Selain peran orang tua juga tidak dapat dipungkiri bahwa hampir semua kegiatan
pelayanan Posyandu tidak akan berjalan dengan baik tanpa kehadiran kader sebagai tenaga
sukarela. Kader inilah sebenarnya yang menjadi rohnya Posyandu. Peran kader pada hari
buka Posyandu sangat besar karena lancar tidaknya penyelenggaraan kegiatan Posyandu
Posyandu. Mengingat begitu strategisnya keberadaan kader maka untuk lebih optimalnya
(Bapenas, 2008)
keterbatasan kader, yaitu tidak semua kader aktif dalam setiap kegiatan Posyandu sehingga
pelayanan tidak berjalan lancar. Keterbatasan kader disebabkan adanya kader drop out karena
lebih tertarik bekerja di tempat lain yang memberikan keuntungan ekonomis, kader pindah
karena ikut suami, dan juga setelah bersuami tidak mau lagi menjadi kader, kader sebagai
relawan merasa jenuh dan tidak adanya penghargaan kepada kader yang dapat memotivasi
mereka untuk bekerja dan faktor-faktor lainnya seperti kurangnya pelatihan serta adanya
keterbatasan pengetahuan dan pendidikan yang seharusnya dimiliki oleh seorang kader,
karena berdasarkan penelitian sebelumnya kader yang direkrut oleh staf Puskesmas
kebanyakan hanya berpendidikan sampai tingkat SLTA dengan pengetahuan yang sangat
Posyandu 4079 yang tersebar di 906 Posyandu, namun yang aktif hanya 3526 orang
(86,44%). Sedangkan untuk kecamatan Tamalanrea tahun 2006 memiliki kader Posyandu
dengan jumlah kader yang aktif 236 orang (67,83%) (Dinas Kesehatan Kabupaten Takalar,
2008).
Imunisasi BCG dilakukan sekali pada bayi usia 0-11 bulan, lalu DPT diberikan tiga
kali pada bayi usia 2-11 bulan dengan interval minimal empat minggu. Imunisasi polio
diberikan empat kali pada bayi 0-11 bulan dengan interval minimal empat minggu.
Sedangkan campak diberikan satu kali pada bayi usai 9-11 bulan. Terakhir, imunisasi
hepatitis B harus diberikan tiga kali pada bayi usia 1-11 bulan, dengan interval minimal
Imunisasi harus diberikan berkali-kali dengan jangka waktu tertentu, orang tua kerap
lupa dan harus mencatat dalam dokumen kesehatan anak yang biasanya diberikan oleh bidan,
baik di tempat praktik atau di rumah sakit. Jika orang tua teledor, bisa-bisa dokumen
daerah sangat rendah. Ada sekitar 2.400 anak di Indonesia meninggal setiap hari termasuk
yang meninggal karena sebab-sebab yang seharusnya dapat dicegah. Misalnya tuberculosis,
campak, pertussis, dipteri dan tetanus. "Ini merupakan tragedi yang mengejutkan dan tidak
Indonesia. Wabah polio yang baru saja terjadi merupakan krisis kesehatan yang berdampak
global. Ini merupakan contoh yang baik mengapa beberapa program tidak boleh dibiarkan
gagal karena kurangnya dana dan kapasitas sumber daya manusia pada pelaksanaannya, "kata
Patalassang dari 952 bayi adalah sebagai berikut: BCG 88,4%, DPT/HB3 55,2%, Campak
Berdasarkan hal tersebut di atas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian
dengan judul "Hubungan antara pengetahuan, tingkat pendidikan, dan peran kader Posyandu
terhadap pemberian imunisasi pada bayi di wilayah kerja Puskesmas Patalassang Kabupaten
Takalar".
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dan latar belakang tersebut diatas, dapat dirumuskan masalah
"Adakah hubungan antara pengetahuan, tingkat pendidikan, dan peran kader Posyandu
terhadap pemberian imunisasi pada bayi di wilayah kerja Puskesmas Patalassang Kabupaten
Takalar?"
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan, tingkat pendidikan dan peran kader
Posyandu terhadap pemberian imunisasi pada bayi di wilayah kerja Puskesmas Patalassang
Kabupaten Takalar.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui hubungan pengetahuan ibu terhadap pemberian imunisasi pada bayi di
b. Untuk mengetahui hubungan tingkat pendidikan ibu terhadap imunisasi pada bayi di Wilayah
c. Untuk mengetahui hubungan peranan kader Posyandu terhadap pemberian imunisasi pada
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini merupakan suatu masukan bagi pihak Puskesmas setempat untuk lebih
meningkatkan kinerja stafnya dan juga kadar kesehatan yang dimilikinya dalam rangka
meningkatkan kualitas pelayanannya kepada seluruh bayi terutama dalam memantau cakupan
imunisasi.
2. Bagi Ibu Bayi
Hasil penelitian ini kiranya dapat meningkatkan pemahaman dan wawasan ibu mengenai
hubungan antara pendidikan, pengetahuan, dan peran kader Posyandu terhadap pemberian
Hasil penelitian ini diharapkan menjadi sumbangan ilmiah dan bahan bacaan untuk penelitian
4. Bagi Peneliti
Sebagai latihan dan pengalaman berharga bagi peneliti untuk mengetahui hubungan
pendidikan pengetahuan ibu, dan peranan kader Posyandu terhadap pemberian imunisasi
pada bayi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Pengertian imunisasi
a. Imunisasi adalah cara untuk mencegah agar anak terhindar dari cacat atau penyakit yang
mematikan dengan biaya efektif. Cara ini dapat pula merangsang perkembangan sistem-
sistem kesehatan dan menggambarkan investasi ekonomi yang bagus. Apalagi hal ini
memberi kontribusi kesehatan yang lebih baik dan juga mengurangi kemiskinan (UNICEF,
2000).
b. Suatu usaha memberikan vaksin tertentu kedalam tubuh untuk menghasilkan sistem
c. Imunisasi adalah upaya yang dilakukan dengan sengaja memberikan kekebalan (imunitas)
pada bayi atau anak sehingga terhindar dari penyakit. Istilah kekebalan dihubungkan dengan
perlindungan terhadap suatu penyakit tertentu. Imunitas atau kekebalan terdiri atas imunitas
pasif yaitu tubuh tidak membentuk imunitas, tetapi menerima imunitas sedangkan pada
d. Imunisasi adalah pemberian vaksin kepada seseorang untuk melindunginya dari beberapa
penyakit tertentu. Imunisasi merupakan upaya untuk mencegah penyakit lewat peningkatan
Menurut Supartini (2004) ada dua jenis kekebalan tubuh yaitu pasif dan aktif.
a. Kekebalan/imunitas pasif adalah pemberian antibodi yang berasal dari hewan atau manusia
kepada manusia lain dengan tujuan memberi perlindungan terhadap penyakit infeksi yang
bersifat sementara karena antibodi dasar akan berkurang setelah beberapa minggu atau bulan
(Depkes, 2000).
1) Menurut terbentuknya :
a) Kekebalan pasif bawaan (passive congenitao yang terdapat pada neonatus sampai dengan
usia enam bulan. yang di dapat dari ibu yang berupa antibodi melalui vaskularisasi pada
ditransmisikan dari sumber lain berupa gamaglobulin dan anti serum dari plasma darah yang
memiliki imunitas, dapat digunakan dalam keadaan darurat untuk memberikan kekebalan
terhadap penyakit. Ketika resiko terjangkit suatu penyakit tertentu cukup besar dan saat
tersebut bukan waktu yang tepat bagi seseorang untuk membentuk imunitas aktif yang
Produksi antibodi oleh limfosit B dilepas kedalam aliran L:ah dan berdiam di dalam plasam
atau fraksi darah yang berupa cazan. Imunits ini terdapat dalam Imunoglobulin yaitu lg G, A
dan M.
b) Imunitas seluler stimulasi limfosit yang berada dalam nodus limfatikus untuk menjadi sel
yang akan menyerang langsung (fagositosis) mikroba dan bukan menyerang lewat antibodi.
menghasilkan antibodi dan kekebalan seluler yang bertahan lebih lama dibanding kekebalan
1) Kekebalan aktif didapat secara alami (naturally acquired) misalnya : anak-anak yang terkena
difteri atau poliomielitis kemudian menjadi sembuh selanjutnya kebal terhadap penyakit
tersebut.
2) Kekebalan aktif yang sengaja dibuat yang dikenal dengan imunisasi dasar dan ulangan
(booster) berupa pemberian vaksin (misalnya : cacar dan polio) yang kumannya masih hidup
tapi kumannya sudah dilemahkan. Karena itu imunisasi juga disebut vaksinasi yang berarti
memasukkan vaksin kedalam tubuh agar membuat zat anti untuk mencegah penyakit tersebut.
Depkes (2000) menetapkan bahwa ada tujuh penyakit yang dapat dicegah dengan
imunisasi yaitu : tuberculosis, difteri, pertusis, tetanus, poliomielitis, campak dan hepatitis.
Jenis jenis imunisasi yang dapat mencegah penyakit ini adalah BCG untuk mencegah
penyakit Tuberculosis, DPT untuk mer.cengah penyakit Difteri, Pertusis dan Tetanus, Polia
untuk mencegah penyakit Poliomielitis, Hepatitis untuk mencegah penyakit Hepatitis B dan
a. BCG diberikan 1 kali, disuntikkan secara intrakutan tepat di insersio muskulus deltoideus
kanan dengan dosis 0,05 cc pada umur 0-11 bulan (sebaiknya sebelum umur 2 bulan).
b. DPT diberikan 3 kali (selang waktu pemberian 4 minggu), disuntikkan secara intramuskuler
c. Polio diberikan 4 kali (selang waktu pemberian 4 minggu) diteteskan di mulut dengan dosis
intramuskuler pada paha bagian luar dengan dosis 0,5 cc pada umur 0-11 bulan
e. Campak diberikan 1 kali disuntikkan secara subkutan, biasanya dilengan kiri atas dengan
Beberapa hal penting yang harus diperhatikan dalam pemberian imunisasi adalah
pengetahuan orang tua tentang status kesehatan anak saat ini, pengalaman/reaksi terhadap
imunisasi yang pernah di dapat sebelumnya, penyakit yang dialami pada masa lalu dan
sekarang. Selain itu orang tua juga harus mengerti tentang hal-hal yang berkaitan dengan
penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi dan efek samping yang mungkin timbul
setelah imunisasi. Orang tua juga harus memahami dengan baik bahwa imunisasi adalah
Berikut ini penjelasan mengenai beberapa vaksin yang sering diberikan pada anak :
a. Imunisasi BCG
Penularan penyakit TBC terhadap seorang anak dapat terjadi karena terhirupnya
percikan udara yang mengandung kuman TBC. Kuman ini dapat menyerang berbagai organ
tubuh, seperti paru-paru (paling sering terjadi), kelenjar getah bening, tulang, sendi, ginjal,
hati, atau selaput otak (yang terberat). Pemberian imunisasi BCG sebaiknya dilakukan pada
bayi yang baru lahir sampai usia 12 bulan, tetapi imunisasi ini sebaiknya dilakukan sebelum
bayi berumur 2 bulan. Imunisasi ini cukup diberikan satu kali saja. Bila pemberian imunisasi
ini "berhasil," maka setelah beberapa minggu di tempat suntikan akan timbul benjolan kecil.
Karena luka suntikan meninggalkan bekas, maka pada bayi perempuan, suntikan sebaiknya
dilakukan di paha kanan atas. Biasanya setelah suntikan BCG diberikan, bayi tidak menderita
demam.
b. Imunisasi DPT
Kuman difteri sangat ganas dan mudah menular. Gejalanya adalah demam tinggi dan
tampak adanya selaput putih kotor pada tonsil (amandel) yang dengan cepat meluas dan
menutupi jalan napas. Selain itu racun yang dihasilkan kuman difteri dapat menyerang otot
jantung, ginjal, dan beberapa serabut saraf. Racun dari kuman tetanus merusak sel saraf pusat
tulang belakang, mengakibatkan kejang dan kaku seluruh tubuh. Pertusis (batuk 100 hari)
cukup parah bila menyerang anak bayi, bahkan penyakit ini dapat menyebabkan kematian. Di
Indonesia vaksin terhadap difteri, pertusis, dan tetanus terdapat dalam 3 jenis kemasan, yaitu:
kemasan tunggal khusus untuk tetanus, bentuk kombinasi DT, dan kombinasi DPT. Imunisasi
dasar DPT diberikan 3 kali, yaitu sejak bayi berumur 2 bulan dengan selang waktu
apa-apa, itu sebabnya suntikan ini harus diberikan sebanyak 3 kali. Imunisasi ulang pertama
dilakukan pada usia 1 - 2 tahun atau kurang lebih 1 tahun setelah suntikan imunisasi dasar ke-
3. Imunisasi ulang berikutnya dilakukan pada usia 6 tahun atau kelas 1 SD. Pada saat kelas 6
SD diberikan lagi imunisasi ulang dengan vaksin DT (tanpa P). Reaksi yang terjadi biasanya
demam ringan, pembengkakan dan nyeri di tempat suntikan selama I-2 hari. Imunisasi ini
tidak boleh diberikan kepada anak yang sakit parah dan yang menderita kejang demam
kompleks
c. Imunisasi Polio
Gejala yang umum terjadi akibat serangan virus polio adalah anak mendadak lumpuh
pada salah satu anggota geraknya setelah demam selama 2-5 hari. Terdapat 2 jenis vaksin
yang beredar, dan di Indonesia yang umum diberikan adalah vaksin Sabin (kuman yang
Tetravaccine, yaitu kombinasi DPT dan polio. Imunisasi dasar diberikan sejak anak baru lahir
atau berumur beberapa hari dan selanjutnya diberikan setiap 4-6 minggu. Pemberian vaksin
polio dapat dilakukan bersamaan dengan BCG, vaksin hepatitis B, dan DPT. Imunisasi
d. Imunisasi Campak
Penyakit ini sangat mudah menular. Gejala yang khas adalah timbulnya bercak-bercak
merah di kulit setelah 3-5 hari anak menderita demam, batuk, atau pilek. Bercak merah ini
mula-mula timbul di pipi yang menjalar ke muka, tubuh, dan anggota badan. Bercak merah
ini akan menjadi coklat kehitaman dan menghilang dalam waktu 7-10 hari. Pada stadium
demam, penyakit campak sangat mudah menular. Sedangkan pada anak yang kurang gizi,
penyakit ini dapat diikuti oleh komplikasi yang cukup berat seperti radang otak
(encephalitis), radang paru, atau radang saluran kencing. Bayi baru lahir biasanya telah
mendapat kekebalan pasif dari ibunya ketika dalam kandungan dan kekebalan ini bertahan
hingga usia bayi mencapai 6 bulan. Imunisasi campak diberikan kepada anak usia 9 bulan.
Biasanya tidak terdapat reaksi akibat imunisasi. Namun adakalanya terjadi demam ringan
atau sedikit bercak merah pada pipi di bawah telinga, atau pembengkakan pada tempat
suntikan
e. Imunisasi Hepatitis B
Cara penularan hepatitis B dapat terjadi melalui mulut, transfusi darah, dan jarum
suntik. Pada bayi, hepatitis B dapat tertular dari ibu melalui plasenta semasa bayi dalam
kandungan atau pada saat kelahiran. Virus ini menyerang hati dan dapat menjadi
kronik/menahun yang mungkin berkembang menjadi cirrhosis (pengerasan) hati dan kanker
hati di kemudian hari. Imunisasi dasar hepatitis B diberikan 3 kali dengan tenggang waktu 1
bulan antara suntikan pertama dengan kedua, dan tenggang waktu 5 bulan antara suntikan
kedua dan ketiga. Imunisasi ulang diberikan 5 tahun setelah pemberian imunisasi dasar.
Menurut Supartini (2004) ada beberapa kondisi yang menjadi pertimbangan untuk
b. Perubahan pada sistem imun yang tidak dapat menerima vaksin virus yang hidup.
c. Sedang dalam pemberian obat-obatan yang menekan sistem imun, seperti sitostatika,
Menurut Suroso (2003) efek samping yang dapat timbul akibat imunisasi adalah BCG
dapat menimbulkan perubahan warna kulit pada tempat penyuntikan yang akan berubah
menjadi pustula kemudian pecah menjadi ulkus dan akhirnya menyembuh spontan dalam
waktu 8 - 12 minggu dengan meninggalkan jaringan perut, reaksi lainnya adalah berupa
pembesaran kelenjar ketiak atau bagian leher, bila diraba akan terasa padat dan bila ditekan
tidak terasa sakit. DPT dapat menimbulkan demam, nyeri, dan bengkak pada permukaan kulit
6. Manfaat imunisasi
atau kematian.
b. Untuk Keluarga: menghilangkan kecemasan dan psikologi pengobatan bila anak sakit.
Mendorong pembentukan keluarga apabila orang tua yakin bahwa anaknya akan menjalani
c. Untuk Negara: memperbaiki tingkat kesehatan, menciptakan bangsa yang kuat dan berakal
1. Pengetahuan Ibu
Saat ini banyak orang tua yang enggan melakukan imunisasi karena berbagai
informasi yang beredar di masyarakat mengenai efek samping vaksinasi yang dapat terjadi,
kematian, bayi mendadak (sudden infant death syndrome), kadar thimerosal (zat pengawet)
yang terdapat dalam vaksin begitu tinggi sehingga bisa menyebabkan keracunan merkuri, dan
bayi yang mendapatkan imunisasi dan secara langsung menyebabkan jumlah penderita
bukti ilmiah, hanya berupa dugaan belaka. Berbagai penelitian yang telah dilakukan tidak
menemukan hubungan secara langsung kejadian-kejadian tersebut dengan pemberian
vaksinasi. Selain itu, berbagai teknologi terus dikembangkan untuk membuat vaksin yang
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan
pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indra manusia,
yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan
manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan adalah pembentukan pemikiran
assosiatif yang menghubungkan atau menjalin sebuah pikiran dengan kenyataan atau pikiran
Pengetahuan adalah salah satu komponen dari perilaku yang menurut Bloom termasuk
dalam kognitif dominant, yakni bagaimana terjadinya proses menjadi tahu. Kognitf dominant
a. Tahu (knowledge)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.
Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah bahan yang dipelajari atau rangsangan
b. Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar objek yang
c. Aplikasi (aplication)
d. Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke
dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam struktur organisasi tersebut dan masih ada
e. Sintesis (synthesis)
f. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini diartikan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu
2. Pendidikan Ibu
Pendidikan adalah suatu proses belajar yang memberikan latar belakang ; berupa
pengajaran kepada manusia untuk dapat berfikir secara objektif dan memberikan kemampuan
baginya untuk dapat menilai apakah kebudayaan masyarakatnya dapat diterima atau tidak
mengakibatkan seseorang dalam masyarakat memiliki faktor penentu yang dapat menjadi
pendorong bagi perubahan tingkah laku. Pendidikan diartikan sebagai tahapan kegiatan yang
berlangsung secara informal dan nonformal disamping secara formal seperti di Sekolah,
diperoleh seseorang di sekolah secara teratur, sistematis, bertingkat, dan dengan mengikuti
syarat-syarat yang jelas dan ketat, mulai dari tingkat TK sampai perguruan tinggi, pendidikan
dengan SMP ke bawah masih dikategorikan kurang dan SMA keatas dianggap baik.
(Ngatimin, 1990).
3. Peran Kader Posyandu
Bagi petugas kesehatan di harapkan harus selalu siap untuk menjelaskan atau
menyiapkan ruangan konsultasi imunisasi di pusat kesehatan. Brosur tentang imunisasi harus
diperbanyak dengan bahasa yang sederhana dan mudah dimengerti dan disesuaikan dengan
taraf pendidikan orang tua khususnya ibu-ibu. Organisasi nonprofit harus membantu ha1 ini.
Pada umumnya masyarakat yang sudah semakin maju memerlukan informasi atau haus akan
penjelasan berbagai hal khususnya kesehatan mereka, kesehatan anaknya, termasuk status
imunisasinya.
Upaya agar masyarakat berperilaku atau mengadopsi perilaku kesehatan dengan cara
pesuasi, bujukan, himbauan, ajakan, memberikan bentuk intervensi atau upaya yang
ditujukan kepada perilaku, agar perilaku tersebut kondusif untuk kesehatan. Dengan
perkataan lain pendidikan kesehatan mengupayakan agar perilaku individu, kelompok, atau
Agar intervensi atau upaya tersebut efektif, maka sebelum dilakukan intervensi perlu
dilakukan diagnosis atau analisis terhadap masalah perilaku tersebut. Menurut Green,
tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem
nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan sebagainya.
Ikhwal ini dapat dijelaskan sebagai berikut. Untuk berperilaku kesehatan misalnya:
pemeriksaan kesehatan bagi Ibu hamil diperlukan pengetahuan dan kesadaran ibu tersebut
tentang manfaat periksa hamil, baik bagi kesehatan ibu sendiri dan janinnya. Disamping itu,
kadang-kadang kepercayaan, tradisi dan sistem nilai masyarakat juga dapat mendorong atau
menghambat ibu untuk periksa hamil. Misalnya, orang hamil tidak boleh disuntik (periksa
hamil termasuk memperoleh suntikan anti tetanus), karena suntikan bisa menyebabkan anak
cacat. Faktor-faktor ini terutama yang positif mempermudah terwujudnya perilaku, maka
Faktor-faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan
bagi masyarakat, misalnya : air bersih, tempat pembuangan sampah, tempat pembuangan
tinja, ketersediaan makanan yang bergizi, dan sebagainya. Termasuk juga fasilitas pelayanan
kesehatan seperti Puskesmas, rumah sakit, poliklinik, Posyandu, polindes, pos obat desa,
dokter atau bidan praktek swasta, dan sebagainya. Untuk berperilaku sehat, masyarakat
Ibu hamil yang mau periksa hamil tidak hanya karena ia tahu dan sadar manfaat periksa
hamil saja, melainkan ibu tersebut dengan mudah harus dapat memperoleh fasilitas atau
tempat periksa hamil, misalnya : Puskesmas, polindes, bidan praktek, ataupun rumah sakit.
kesehatan, maka faktor-faktor ini disebut faktor pendukung atau faktor pemungkin.
Faktor-faktor ini meliputi sikap dan perilaku tokoh masyarakat (toma), tokoh agama
(toga), sikap dan perilaku para petugas termasuk petugas kesehatan. Termasuk juga di sini
undang-undang, peraturan-peraturan baik dari pusat maupun pemerintah daerah yang terkait
dengan kesehatan. Untuk berperilaku sehat, masyarakat kadang-kadang bukan hanya perlu
pengetahuan dan sikap politik, dan dukungan fasilitas saja, melainkan diperlukan perilaku
contoh (acuan) dari para tokoh masyarakat, tokoh agama, para petugas, lebih-lebih para
perilaku masyarakat tersebut. Seperti perilaku periksa hamil, serta kemudahan memperoleh
fasilitas periksa hamil, juga diperlukan peraturan atau perundang-undangan yang
tersebut. Pendekatan ini disebut model Precede, yakni predisposing, reinforcing and enabling
Apabila konsep Blum, yang menjelaskan bahwa derajat kesehatan itu dipengaruhi
oleh 4 faktor utama, yakni lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan, dan turunan
(hereditas), maka pendidikan (promosi) kesehatan adalah sebuah intervensi terhadap faktor
perilaku (konsep Green), maka kedua konsep tersebut dapat diilustrasikan seperti pada bagan
hubungan Status Kesehatan, Perilaku, dan Pendidikan Kesehatan. Adapun peran kader dalam
1) Memberitahukan hari dan jam buka Posyandu kepada ibu pengguna Posyandu (ibu hamil,
ibu yang mempunyai bayi dan anak bayi serta ibu usia subur) sebelum hari buka Posyandu.
3) Melakukan pendaftaran bayi, bayi, ibu hamil dan usia subur yang hadir di Posyandu.
4) Melakukan penimbangan bayi dan bayi, mencatat hasil penimbangan ke dalam Kartu
Menuju Sehat (KMS) sesuai dengan permasalahan yang dihadapi ibu yang bersangkutan.
5) Melakukan penyuluhan perorangan kepada ibu-ibu di meja IV, dengan isi penyuluhan sesuai
6) Melakukan penyuluhan kelompok kepada ibu-ibu sebelum meja I atau setelah meja V (kalau
diperlukan).
7) Melakukan kunjungan rumah khususnya pada ibu hamil, ibu yang mempunyai bayi dan bayi
serta pasangan usia subur, untuk menyuluh dan mengingatkan agar datang ke Posyandu. :
(Unicef. 2000).
C. Kerangka Konsep
D. Hipotesa
a. Tidak ada hubungan antara tingkat pengetahuan Ibu dengan pemberian imunisasi pada bayi.
b. Tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan pemberian imunisasi pada bayi.
c. Tidak ada hubungan antara peran kader Posyandu dengan pemberian imunisasi pada bayi.
a. Ada hubungan antara pengetahuan ibu dengan pemberian imunisasi pada bayi.
b. Ada hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan pemberian imunisasi pada bayi.
c. Ada hubungan antara peran kader Posyandu dengan pemberian imunisasi pada bayi.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
pemberian kuesioner pada ibu-ibu yang memiliki anak bayi yang berada dalam wilayah kerja
dilakukan analisis untuk mencari ada tidaknya hubungan antara tingkat pendidikan dan
pengetahuan ibu, dan peran kader Posyandu terhadap pemberian imunisasi pada
bayi.(Sugiyono, 2006).
1. Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu yang memiliki anak yang termasuk kategori
usia bayi (0-12 Bulan) pada Wilayah kerja Puskesmas Patalassang Kabupaten Takalar saat
penelitian dilakukan.
2. Sampel
Sampel penelitian ini adalah semua ibu yang memiliki anak bayi yang berada pada
Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan rumus perkiraan besar sampel
(Sugiyono, 2006):
Keterangan :
N : Perkiraan populasi
d : Tingkat Ketelitian
Kriteria Inklusi :
b. Semua ibu yang memiliki anak berada pada wilayah kerja , Puskesmas Patalassang
Kabupaten Takalar.
Kriteria Eksklusi :
b. Ibu yang memiliki anak bayi namun tidak berada dalam wilayah kerja Puskesmas
c. Ibu tidak mampu membaca dan menulis sehingga mempersulit untuk mengisian kuesioner.
1. Variabel Independent
a. Tingkat pengetahuan ibu Yang dimaksud dengan pengetahuan ibu dalam penelitian ini
adalah pengetahuan ibu tentang manajemen imunisasi. Dimana setiap pertanyaan yang
dijawab Ya mendapat skor 1 dan jawaban tidak mendapat skor 0 Kriteria objektif :
1) Baik : bila responden menjawab pertanyaan dengan skor nilai > 75%
2) Kurang : bila responden menjawab pertanyaan dengan skor nilai < 75%
Yang dimaksud dengan pendidikan ibu dalam penelitian ini adalah tahapan-tahapan
kegiatan yang mengubah sikap dan perilaku ibu melalui upaya belajar yang diperoleh dari
lembaga pendidikan formal yang telah diikuti oleh responden yang ditandai dengan ijazah
yang dimiliki.
Kriteria Obyektif :
kan tinggi : bila pendidikan terakhir ibu tamat SMA atau perguruan tinggi.
Yang dimaksud peran kader Posyandu dalam penelitian ini adalah kesiapan atau kehadiran
dari kader Posyandu untuk membantu menjelaskan atau menyiapkan konsultasi dan
pendidikan kesehatan tentang imunisasi di pusat kesehatan pada ibu-ibu yang memiliki bayi
Kriteria Obyektif :
an : Bila ibu menganggap keberadaan kader Posyandu sangat membantu dalam pemberian
imunisasi pada bayi terutama dari kelengkapan imunisasinya dimana skor nilai yang
berperan : Bila ibu menganggap keberadaan kader Posyandu kurang atau tidak membantu
dalam pemberian imunisasi pada bayi terutama dari kelengkapan imunisasinya dimana skor
2. Variabel Dependent
Pemberian imunisasi
Maksud dari pemberian imunisasi dalam penelitian ini adalah imunisasi yang seharusnya
sudah diberikan pada bayi sesuai dengan usia bayi itu sendiri sejak lahir sampai
dilaksanakannya penelitian.
Kriteria Obyektif
Diberikan : jika anak bayi belum mendapatkan salah satu jenis imunisasi atau lebih yang
diberikan : jika anak bayi telah mendapatkan imunisasi yang seharusnya telah ia dapatkan sesuai
D. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan cara menyebarkan
kuesioner untuk mengetahui variabel independen (pengetahuan, tingkat pendidikan dan peran
imunisasi yang direkomendasikan oleh IDAI ( Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2004).
1. Data primer, diperoleh dengan cara menyebarkan kuesioner pada ibu-ibu yang berkunjung ke
Setelah data terkumpul kemudian ditabulasi dalam tabel sesuai dengan variabel yang
1. Editing
Editing atau pengguntingan data mulai pada saat penelitian yakni memeriksa semua
kuesioner yang telah diisi, mengenai kekurangan cara pengisian, selanjutnya setelah
2. Koding
mengisi daftar kode yang disediakan pada kuesioner sesuai dengan jawaban yang diisi dari
laporan, selanjutnya dibuat daftar variable sesuai dengan yang ada dalam instrumen
penelitian. Apabila ada variable yang diperlukan dalam instrumen penelitian maka tidak lagi
maka dibuat formulir koding kemudian hasil koding siap untuk dimasukkan ke dalam
komputer.
3. Tabulasi
Setelah selesai pembuatan kode, selanjutnya dilakukan pengolahan data kedalam satu
tabel menurut sifat-sifat yang dimiliki untuk memudahkan penganalisaan data. Uji statistik
yang digunakan adalah Univariat dan Bivariat dengan serta menggunakan jasa perangkat
komputer.
4. Analisa Data
a. Analisis Univariat
b. Analisis Bivariat
Untuk melihat hubungan dari tiap variabel dengan menggunakan uji statistik Kai-
Keterangan :
= Jumlah
G. Etika Penelitian
pihak institusi atau pihak lain dengan mengajukan permohonan izin kepada instansi tempat
1. Informed consent
Lembar persetujuan ini diberikan kepada responden yang akan diteliti yang memenuhi
kriteria inklusi dan disertai judul penelitian dan manfaat penelitian. Bila subjek menolak
maka peneliti tidak akan memaksakan kehendak dan tetap menghormati hak-hak subjek.
Untuk menjaga kerahasiaan peneliti tidak akan mencantumkan nama responden, tetapi
3. Confidentiality
Kerahasiaan informasi responden dijamin oleh peneliti dan hanya kelompok data
BAB IV
A. Hasit Penelitian
Patalassang Kabupaten Takalar. Penelitian dilakukan selama 14 hari yaitu dari tanggal 20
Februari sampai dengan 02 Januari 2009. Populasi pada penelitian ini adalah mencakup
semua ibu dan anaknya yang melakukan kunjungan secara tetap di Puskesmas Patalassang
Kabupaten Takalar.
Berdasarkan hasil pengolahan data maka berikut ini akan disajikan analisis univariat
1. Analisis Univariat
Analisis Univariat pada penelitian ini bertujuan untuk melihat distribusi frekuensi dari
variabel independen, meliputi pengetahuan ibu, tingkat pendidikan ibu dan peran kader
Hasil univariat dapat dilihat pada tabel 4.1 sampai dengan tabe14.4
Tabe14.1
Tabel Distribusi Frekuensi Pengetahuan Responden Di Wilayah Kerja Puskesmas
Patalassang Kabupaten Takalar
Pengetahuan Ibu Frekuensi Persentase
Baik 70 64.2
Kurang 39 35,8
109
Jumlah 100
'
Berdasarkan tabel 4.1 tersebut, melalui kuesioner yang diberikan dari 109 responden
diperoleh 70 responden (64,2%) yang pengetahuannya baik terkait pemberian imunisasi pada
Tabel 4.2
Tabel Distribusi Frekuensi Tingkat Pendidikan Responden Di Wilayah Kerja
Puskesmas Patalassang Kabupaten Takalar
Pendidikan Ibu Frekuensi Persentase
Tinggi 47 43,1
Berdasarkan tabel 4.2 tersebut, melalui kuesioner yang diberikan dari 109 responden
diperoleh 62 responden (56,9%) yang memiliki tingkat pendidikan rendah dan hanya 47
Tabel 4.3
Tabel Distribusi Frekuensi Responden Terhadap Peran Kader Posyandu Di Wilayah Keria
Berperan 87 79,8
Tidak Berperan
22 20,2
r
Berdasarkan tabel 4.3 tersebut, melalui kuesioner yang diberikan dari 109 responden
diperoleh 87 responden (79,8%) yang menyatakan adanya peranan kader terhadap pemberian
imunisasi pada anak batitanya dan hanya 22 responden (20,2%) yang menyatakan bahwa
kader posyandu tidak berperan terhadap pemberian imunisasi pada anak batitanya.
Tabe14.4
Tabel Distribusi Frekuensi Responden Terhadap Pemberian Imunisasi Pada Batita Di Wilaya
Sementara berdasarkan tabel 4.4 tersebut, melalui lembar observasi dan kuesioner yang
diberikan dari 109 responden diperoleh 59 responden (54,1%) yang anak batitanya telah
diberikan imunisasi sesuai usia anaknya dan hanya 50 responden (20,2%) yang anaknya tidak
diberikan imunisasi walaupun usia anak batitanya sudah seharusnya diberikan imunisasi
2. Analisis Bivariat
Untuk menilai hubungan antara pengetahuan ibu, tingkat pendidikan ibu dan peran kader
Takalar maka digunakan uji statistik Chi square dengan tingkat kemaknaan = 0,05 atau
Maka ketentuan bahwa pengetahuan ibu, tingkat pendidikan ibu dan peran kader posyandu
dikatakan mempunyai hubungan dengan pemberian imunisasi anak batita yang berrnakna bila
a. Hubungan pengetahuan ibu dengan pemberian imunisasi. Hubungan variabel ini dapat dilihat
Tabel 4.5
Hubungan Pengetahuan Ibu Dengan Pemberian Imunisasi Pada Anak Batita DI Wilavah
Pemberian Imunisasi
Tidak Telah
Diberikan
24 (22,0%)
Baik 46 (42.2) 70 (64,2%)
(42,2%)
16 (23,9%)
Kurang 13 (11.9%) 39 (35,8%) 0,001
(11,9%)
50 (45,9%)
Jum1ah 59 (100%) 109 (100%)
(54,1%)
memperlihatkan pengetahuan yang baik dan anak batitanya telah diberikan imunisasi sesuai
umur anak batita tersebut yaitu 46 responden (42,2%). Sementara hanya 26 responden
(23,9%) yang memperlihatkan pengetahuan kurang dan anak batitanya tidak diberikan
lebih kecil dari nilai a (0,05). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan ibu dengan pemberian imunisasi pada anak
Tabe14.6
Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu Dengan Pemberian Imunisasi Pada Anak Batita Di
Tidak
Pendidikan Ibu Diberikan
Telah
Diberikan
Diberikan
147
Tinggi 15(13,8%) 32 (29.4%)
(43,1%)
62
Rendah 35(32,1%) 27 (24,8%) 0,011
(56,9%)
109
Jumlah 50(45,9%) 59 (54,1%)
(100%)
Berdasarkan tabel 4.6 diperoleh bahwa lebih besar responden yang memperlihatkan tingkat
pendidikan yang rendah dan anak batitanya tidak diberikan imunisasi sesuai umur anak batita
memperlihatkan tingkat pendidikan tinggi dan anak batitanya diberikan imunisasi sesuai
umurnya.
Namun berdasarkan hasil uji Chi-square diperoleh nilai p = 0,011 yang berarti lebih kecil
dari nilai a (0,05). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ada hubungan yang bermakna
antara tingkat pendidikan ibu dengan pemberian imunisasi pada anak batita di wilayah kerja
c. Hubungan peran kader posyandu dengan pemberian imunisasi. Hubungan variabel ini dapat
Tabel 4.7
Hubungan Peran Kader Posyandu Dengan Pemberian Imunisasi Pada Anak Batita Di
Pemberian Imunisasi
Peran Kader Posyandu Jumlah p
Tidak Telah
Diberikan Diberikan
Berperan 31(28.4%) 56(51,4%) 87(79,8%)
Berdasarkan tabei 4.7 dipero::,h bahwa lebih besar responden yang menyatakan adanya
peranan kader posyandu sehingga anak batitanya telah diberikan imunisasi sesuai umur anak
batita tersebut yaitu 56 responden (51,4%). Sementara hanya 19 responden (17,4%) yang
menyataka.^. tidak adanya peranan kader posyandu sehingga anak batitanya imunisasinya
Namun berdasarkan hasil uji Chi-square diperoleh nilai p = 0,000 yang berarti lebih kecil
dari nilai a (0,05). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa ada hubungan yang bermakna
antara peran kader posyandu dengan pemberian imunisasi pada anak batita di wilayah kerja
B. Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian dengan membandingkan teori yang ada, maka dapat
dikemukakan :
Hasil analisa univariat menunjukkan bahwa dari 109 responden diperoleh 70 responden
(64,2%) yang pengetahuannya baik terkait pemberian imuninisasi pada batita dan hanya 39
responden (35,8%) yang berpengetahuan kurang. Sehingga secara proporsi pengetahuan ibu
Dari hasil analisa bivariat menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara
Kabupaten Takalar. Maka hipotesa alternatif (Ha) yang disajikan oleh peneliti dinyatakan
diterima, karena ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan ibu dengan pemberian
Hal ini didukung dalam artikel yang ditemukan oleh Arsunan, 2006 Yang mengatakan
bahwa dalam hal ini pemberian imunisasi peran orang tua, khususnya ibu menjadi sangat
penting, karena orang terdekat dengan bayi dan anak adalah ibu. Demikian juga tentang
pendidikan dan pengetahuan ibu. Pendidikan dan pengetahuan ibu akan mempengaruhi
kelengkapan imunisasi dasar pada bayi dan anak, sehingga dapat mempengaruhi status
imunisasinya. Masalah pengertian, pemahaman dan kepatuhan ibu dalam program imunisasi
bayinya tidak akan jadi halangan yang besar jika pendidikan dan pengetahuan yang memadai
Saat ini memang banyak orang tua yang enggan melakukan imunisasi pada anaknya
karena berbagai informasi yang beredar di masyarakat mengenai efek samping vaksinasi
yang dapat terjadi misalnya vaksinasi MMR menyebabkan autisme, beberapa vaksinasi
menyebabkan sindroma kematian bayi mendadak (sudden infant death syndrome), kadar
thimerosal (zat pengawet) yang terdapat dalam vaksin begitu tinggi sehingga bisa
menyebabkan keracunan merkuri, dan lain sebagainya. Informasi-informasi tersebut
menyebabkan penurunan drastis jumlah bayi-bayi yang mendapatkan imunisasi dan secara
pendapat tersebut tidak berdasarkan bukti-bukti ilmiah, hanya berupa dugaan belaka.
Berbagai penelitian yang telah dilakukan tidak menemukan hubungan secara langsung
kejadian-kejadian tersebut dengan pemberian vaksinasi. Selain itu, berbagai teknologi terus
dikembangkan untuk membuat vaksin yang lebih aman dan tidak menimbulkan efek
samping.
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan
pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pendendraan terjadi melalui panca indra manusia
yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan
manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan adalah pembentukan pemikiran
assosiatif yang menghubungkan atau menjalin sebuah pikiran dengan kenyataan atau pikiran
responden (56,9%) yang memiliki tingkat pendidikan rendah clan hanya 47 responden
(43,1%) yang memiliki tingkat pendidikan tinggi. Sehingga secara proporsi tingkat
pendidikan ibu di wilayah kerja Puskesmas Patalassang Kabupaten Takalar adalah rendah.
Namun berdasarkan hasil analisa bivariat menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara
tingkat pendidikan ibu dengan pemberian imunisasi di wilayah kerja Puskesmas Patalassang
Kabupaten Takalar. Maka hipotesa alternatif (Ha) yang disajikan oleh peneliti dinyatakan
diterima, karena ada hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan ibu dengan
dan sebagainya. Artinyan semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin baik
pula pengetahuan yang dimiliki orang tersebut. Sehingga peneliti berasumsi bahwa masih
banyaknya anak batita yang pemberian imunisasi nya tidak lengkap sangat dipengaruhi oleh
pengetahuan ibu yang di latar belakangi oleh tingkat pendidikan dari masing-masing individu
itu pula.
responden (79,8%) yang menyatakan adanya peranan kader terhadap pemberian imunisasi
paua anak batitanya dan r:anya 22 responden (20,2%) yang menyatakan bahwa kader
posyandu tidak berperan terhadap pemberian imunisasi pada anak batitanya. Sehingga secara
proporsi kader posyandu di wilayah kerja Puskesmas Patalassang Kabupaten Takalar sangat
Demikian pula dengan hasil analisa bivariat menunjukkan adanya hubungan yang
bermakna antara peran kader posyandu dengan pemberian imunisasi di wilayah kerja
Puskesmas Patalassang Kabupaten Takalar. Maka hipotesa alternatif (H1) yang disajikan oleh
peneliti dinyatakan diterima, karena ada hubungan yang signifikan antara peran kader
Takalar.
Hal ini didukung oleh teori yang dikeluarkan oleh Depkes RI (1995), kader posyandu
sangat penting peranannya dalam melakukan kunjungan rumah khususnya pada ibu hamil,
ibu yang mempunyai bayi dan balita serta pasangan usia subur, untuk menyuluh dan
mengingatkan mereka agar mau datang ke posyandu. Terutama dalam upaya pemberian
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
2. Ada hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan ibu dengan pemberian imunisasi
3. Ada hubungan yang bermakna antara peran kader posyandu dengan pemberian imunisasi pada
B. Saran
A. Agar pihak manajemen Puskesmas Patalassang Kabupaten Takalar mampu membina dan
dimilikinya agar mampu memberikan penyuluhan atau pendidikan. kesehatan kepada ibu
yang memiliki anak usia batita demi meningkatkan pengetahuan agar para ibu mau
memberikan imunisasi sesuai usianya demi kelengkapan imunisasi nya agar kelak terhindar
yang dimiliki warganya khususnya para ibu yang memiliki anak batita demi membantu
A. Demi meningkatkan peran dari, kader posyandu diharapkan kepada pemerintah setempat
pendidikan dan petatihan demi meningkatkan pengetahuan dan kualitas kader posayndu yang
dimilikinya.
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi Fahmi U; 2006, Imunisasi Mengapa Perlu?, Penerbit Buku Kompas. Jakarta.
Hidayat, Aziz Alimul A, 2007, Metode Penelitian Dan Tehnik Analisis Data, Salemba Medika.
Jakarta.
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) 2004, Jadwal Imunisasi, Diakses tanggal 18 Maret 2008.
Khalidatunnur & Masriati Maeta, 2007, Isu Mutakhir Imunisasi, Bagian Epidemiologi FKM
UNHAS. Takalar.
Nain, Umar, 2008, Posyandu, Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat, Penerbit Kareso.
Yogyakarta.
Ngatimin, R, 2006, Mengenal Pendidikan Kesehatan Ibu Dan Tingkah Lakunya, Jakarta.
Mahlil Ruby, 2005, Peneliti Pada Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan, FKM UI.
Jakarta.
Mansjoer, A dkk, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, Edisi ke 3 jilid kedua, Penerbit Aesculapius
FKM UI. Jakarta
UNICFF, 2000, Buku Kader Usaha Perbaikan Gizi Keluarga (UPG), Jakarta.
LEMBAR PERMINTAAN MENJADI RESPONDEN
Kepada
Yth. Ibu/Bapak Calon Responden
Dengan Hormat,
Kami yang bertanda tangan di bawah ini ;
Nama : Ramlah
NIM : NH
A1amat :
Akan mengadakan penelitian dengan judul "Hubungan antara pengetahuan, tingkat
pendidikan, dan peran kader Posyandu terhadap pemberian imunisasi pada bayi di Wilayah
Kerja Puskesmas Patalassang Kabupaten Takalar".
Penelitian tidak akan menimbulkan akibat yang merugikan bagi Bapak/Ibu sebagai
responden, kerahasiaan semua informasi yang Bapak/Ibu berikan merupakan tanggung jawab
kami untuk menjaganya. Jika Bapak/Ibu bersedia ataupun menolak untuk menjadi responden,
maka tidak ada ancaman bagi Bapak/Ibu ataupun keluarga. Jika selama menjadi responden
'Bapak/Ibu merasa dirugikan maka Bapak/Ibu diperbolehkan untuk mengundurkan diri dan
tidak berpartisipasi pada penelitian ini.
Demikian surat permintaan ini kami buat, jika Bapak/Ibu telah menyetujui permintaan
kami untuk menjadi responden, maka kami sebagai peneliti sangat mengharapkan
kesediannya untuk menandatangani lembar persetujuan untuk menjadi responden dan
menjawab segala pertanyaan yang kami berikan baik melalui kuesioner ataupun wawancara.
Atas perhatian dan persetujuan dari Bapak/Ibu responden kami mengucapkan terima
kasih.
Peneliti
Ramlah
LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN
Saya bersedia menjadi responden dalam penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Nam Hasanuddin Takalar yang bernama Ramlah dengan
judul penelitian "Hubungan antara pengetahuan, tingkat pendidikan, dan peran kader
Posyandu terhadap pemberian imunisasi pada bayi di wilayah kerja Puskesmas Patalassang
Kabupaten Takalar".
Saya memahami penelitian ini dimaksudkan dalam rangka penyusunan skripsi yang
dilakukan oleh peneliti demi kepentingan ilmiah dan penelitian ini tidak merugikan bagi saya
serta identitas dan jawaban yang saya berikan akan dijaga kerahasiannya. Dengan demikian
secara sukarela dan tidak ada unsur paksaan dari siapapun saya siap berpartisipasi dalam
penelitian ini.
Takalar, 2008
( )
PETUNJUKKUESIONER
1. Judul Penelitian :
Hubungan antara pengetahuan, tingkatpendidikan, dan peran kader Posyandu terhadap
pemberian imunisasi pada bayidi Wilayah Kerja Puskesmas Patalassang Kabupaten
Takalar
2. PelaksanaKuesioner : Ramlah, Mahasiswa Program S1 Keperawatan STIKES
NANI HASANUDDINTakalar.
Kuesioner ini disusun untuk memperoleh data tentang hubungan antara pengetahuan,
tingkat pendidikan, dan peran kader Posyandu terhadap pemberian imunisasi pada bayi di
Wilayah Kerja Puskesmas Patalassang Kabupaten Takalar. Diharapkan hasil kuesioner ini
nantinya dapat turut membantu pihak terkait yang ingin mengetahui tentang apakah ada
hubungan antara pengetahuan, tingkat pendidikan dan peran kader Posyandu dengan
pemberian imunisasi di Wilayah Kerja Puskesmas Patalassang Kabupaten Takalar.
Jawaban saudara terhadap pertanyaan-pertanyaan yang ada merupakan pendapat anda.
Sehingga tidak ada jawaban yang benar atau salah. Oleh karena itu berikanlah jawaban
sejujur -jujurnya dan seterus terang mungkin. Sebab kuesioner ini tidak ada gunanya bila
jawaban yang saudara berikan bukan gambaran yang sebenarnya.
Atas bantuan saudara dalam penyelesaian penelitian yang kami buat, kami atas nama
peneliti mengucapkan "banyak terima kasih".
Takalar, 2009
Pemberi Kuesioner
Ramlah
Program S1 Keperawatan
STIKES NANI HASANUDDIN
TAKALAR
ANGKET KUESIONER
Hubungan antara pengetahuan, tingkat pendidikan, dan peran kader Posyandu terhadap
pemberian imunisasi pada bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Patalassang
Kabupaten Takalar
Petunjuk
1. Bacalah dengan cermat dan teliti setiap item pernyataan dibawah ini.
2. Nomor identitas diisi oleh peneliti.
3. Berikan tanda silang () pada jawaban yang saudara pilih.
4. Terima kasih atas perhatian, bantuan dan kerja sama saudara dalam penelitian ini.
Biodata Orang Tua Anak (Ibu)
1. Nomor identitas : (Diisi oleh pemberi kuesioner/peneliti)
Pernyataan Ya Tidak
1. Imunisasi adalah pemberian vaksin kepada seorang anak untuk
melindunginya dari penyakit tertentu (TBC, Polio, Difteri,
Pertusis, Tetanus, Campak).
2. Imunisasi harus diberikan pada seorang anak secara lengkap.
3. Imunisasi dapat diperoleh dengan mudah di toko-toko obat atau
apotek terdekat.
4. Anak yang sakit boleh diberikan imunisasi
5. Imunisasi BCG sebaiknya diberikan sedini (sesegera) mungkin
pada anak pada saat lahir.
6. Imunisasi BCG diberikan agar anak kelak terhindar dari penyakit
TBC.
7. Imunisasi DPT diberikan secara berkala sebanyak 3 kali
pemberian.
8. Imunisasi DPT diberikan pada bayi yang berusia 0 - 9 bulan.
9. Imunisasi campak bertujuan untuk mencegah penyakit campak.
10. Imunisasi polio diberikan dengan cara meneteskan pada mulut
anak.
11. Imunisasi campak sebaiknya diberikan pada anak setelah
berumur 9 - 12 bulan.
12. Penyakit cacar dapat dicegah dengan pemberian Imunisasi
campak.
13. Menurut ibu jika setelah di imunisasi kemudian anak ibu demam
maka demam yang terjadi pada anak ibu merupakan sesuatu yang
tidak normal
14. Jika anak ibu demam setelah di imunisasi apakah anak ibu harus
segera dibawa ke dokter untuk diberikan antibiotik
15. Jika ibu lupa membawa anak ibu untuk di imunisasi maka
imunisasi yang dilupakan tersebut tidak usah lagi diberikan
b. Peran kader Posyandu
Pernyataan Ya Tidak
1. Ruangan untuk konsultasi imunisasi disiapkan oleh kader
Posyandu.
2. Kader Posyandu membantu ibu mengenal Imunisasi
3. Kader Posyandu membantu ibu mengetahui tujuan dari
pemberian imunisasi
4. Ibu memperoleh informasi tentang imunisasi melalui
kader Posyandu.
5. Kader Posyandu selalu mengingatkan ibu tentang jadwal
pemberian imunisasi
6. Kader Posyandu membantu dalam penimbangan berat
badan bayi.
7. Kader Posyandu selalu memberikan pelayanan yang
ramah
8. Kader Posyandu selalu memotivasi ibu untuk selalu
membawa anak ibu untuk di imunisasi.
9. Kader Posyandu selalu melaksanakan tugasnya dengan
baik.
10. Kader Posyandu selalu melakukan pemeriksaan kesehatan
pada bayi dan anak.