Вы находитесь на странице: 1из 23

BAB I PENDAHULUAN

Abses submandibula di defenisikan sebagai terbentuknya abses pada ruang


potensial di regio submandibula yang disertai dengan nyeri tenggorok, demam
dan terbatasnya gerakan membuka mulut.1
Abses submandibula merupakan bagian dari abses leher dalam. Abses
leher dalam terbentuk di ruang potensial di antara fasia leher dalam sebagai akibat
penjalaran infeksi dari berbagai sumber, seperti gigi, mulut, tenggorok, sinus
paranasal, telinga tengah dan leher. Kuman penyebab infeksi biasanya campuan
kuman aerob dan anaerob. Gejala dan tanda klinik biasanya berupa nyeri dan
pembengkakan di ruang leher dalam yang terlibat.1,2,3
Abses submandibula dapat menyerang pria maupun wanita, tetapi
prevalensi kejadian abses submandibula lebih banyak terjadi pada pria
dibandingkan wanita. Kelopok usia terbanyak yang mengalami abses subandibula
adalah 20-40 tahun.4,5
Abses submandibula sudah semakin jarang dijumpai Hal ini disebabkan
penggunaan antibiotik yang luas dan kesehatan mulut yang meningkat. Disamping
insisi drainase abses yang optimal, pemberian antibiotik diperlukan untuk terapi
yang adekuat. Walaupun demikian, angka morbiditas dari komplikasi yang timbul
akibat Abses Submandibula masih cukup tinggi sehingga diagnosis dan
penanganan yang cepat dan tepat sangat dibutuhkan.4

iii
BAB II LAPORAN KASUS
2.1 IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. RD.F
Umur : 40 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Sengeti RT.014 NO.007
Agama : Islam
Pekerjaan : Pegawai Swasta
Pendidikan Pasien : SLTA

2.2 ANAMNESIS
Dilakukan: Autoanamnesis (Tanggal: 13 Februari 2017)
Keluhan Utama
Os Sangat nyeri pada leher kanan hingga dada
Riwayat Perjalanan Penyakit
Os datang dengan keluhan bengkak dan sangat nyeri pada leher kanan
hingga dada. Bengkak mulai dari kira-kira 5 hari yang lalu, diawali oleh
sakit gigi, nyeri dirasakan terus menerus. Os juga mengeluh susah
membuka mulut karena nyeri. os dirawat mulai tanggal 11 februari, setelah
diberikan obat oleh dokter nyeri dan bengkaknya berkurang, ada keluar
nanah dari mulut os.
Riwayat Pengobatan
Pasien sering mengkonsumsi obat dari warung untuk meredakan sakit
giginya.
Riwayat Penyakit Dahulu
Sakit gigi sejak SMP. Riwayat hipertensi (-), riwayat DM (-), riwayat
alergi obat (-), riwayat asma (-).

Riwayat Penyakit Keluarga

iii
Tidak ada anggota keluarga lain yang menderita keluhan yang sama
dengan pasien.
Autoanamnesis
TELINGA HIDUNG TENGGOROK LARING
Gatal : -/- Rinore : -/- Sukar Menelan : - Suara parau :-
Dikorek : -/- Buntu : -/- Sakit Menelan : + Afonia :-
Nyeri : -/- Bersin :- Trismus :+ Sesak napas : -
Bengkak : -/- Dingin/Lembab : - Ptyalismus :- Rasa sakit :-
Otore : -/- Debu Rumah :- Rasa Ngganjal : - Rasa ngganjal: -
Tuli : -/- Berbau : -/- Rasa Berlendir : -
Tinitus : +/- Mimisan : -/- Rasa Kering :-
Vertigo : - Nyeri Hidung : -/-
Mual :- Suara sengau :-
Muntah : -

2.3 PEMERIKSAAN FISIK


Kesadaran : Compos mentis
TD : 100/70 mmHg
Pernapasan : 19 x/i
Suhu : 36,5 C
Nadi : 76 x/menit
Anemia :-
Sianosis :-
Stridor inspirasi : -/-
Retraksi suprasternal :-
Retraksi interkostal : -/-
Retraksi epigastrial : -/-

iii
a) Telinga

Daun Telinga Kanan Kiri


Anotia/mikrotia/makrotia - -
Keloid - -
Perikondritis - -
Kista - -
Fistel - -
Ott hematoma - -
Nyeri tekan tragus - -
Nyeri tarik daun telinga - -
Liang Telinga Kanan Kiri
Atresia - -
Serumen prop - -
Epidermis prop - -
Korpus alineum - -
Jaringan granulasi - -
Exositosis - -
Osteoma - -
Furunkel - -
Membrana Timpani Kanan Kiri
Hiperemis - -
Retraksi - -
Bulging - -
Atropi - -
Perforasi - -
Bula - -
Sekret - -
Refleks Cahaya Arah jam 5 Arah Jam 7

iii
Retro-aurikular Kanan Kiri
Fistel - -
Kista - -
Abses - -
Pre-aurikular Kanan Kiri
Fistel - -
Kista - -
Abses - -

b) Hidung
Rinoskopi
Kanan Kiri
Anterior
Vestibulum nasi Hiperemis (-), livide (-) Hiperemis (-), livide (-)
Sekret (-), hiperemis (-), Sekret (-), hiperemis (-),
Kavum nasi
Edema mukosa (-) Edema mukosa (-)
Selaput lender DBN DBN
Septum nasi Deviasi (-) Deviasi (-)
Lantai + dasar
DBN DBN
hidung
Hipertrofi (-), hiperemis Hipertrofi (-), hiperemis
Konka inferior
(-), livide (-), edema (-) (-), livide (-), edema (-)
Meatus nasi inferior DBN DBN
Polip - -
Korpus alineum - -
Massa tumor - -
Rinoskopi
Kanan Kiri
Posterior
Kavum nasi
Tidak dilakukan
Selaput lendir

iii
Koana
Septum nasi
Konka superior
Adenoid
Massa tumor
Fossa rossenmuller
Transiluminasi
Kanan Kiri
Sinus
Tidak dilakukan

c) Mulut
Hasil
Selaput lendir mulut DBN
Sianosis (-) raghade (-), sudur bibir (N), gerakan bibir
Bibir
(N)
Lidah Atropi papil (-), aptae(-), tumor (-), parese(-)
Gigi Karies (+) M III Dextra
Kelenjar ludah DBN

d) Faring
Hasil
Uvula Sulit dinilai
Palatum mole Sulit dinilai
Palatum durum Sulit dinilai
Plika anterior Sulit dinilai
Sinistra: Sulit dinilai
Tonsil
Dextra: Sulit dinilai
Plika posterior Sulit dinilai
Mukosa orofaring Sulit dinilai

iii
e) Laringoskopi indirect
Hasil
Pangkal lidah
Epiglotis
Sinus piriformis
Aritenoid Tidak dilakukan
Sulcus arytenoid
Corda vocalis
Massa
f) Kelenjar Getah Bening Leher
Kanan Kiri
Regio I DBN DBN
Regio II DBN DBN
Regio III DBN DBN
Regio IV DBN DBN
Regio V DBN DBN
Regio VI DBN DBN
area Parotis DBN DBN
Area postauricula DBN DBN
Area occipital DBN DBN
Area supraclavicula DBN DBN

g) Pemeriksaan Nervi Craniales


Kanan Kiri
Nervus III, IV, VI DBN DBN
Nervus VII DBN DBN
Nervus IX DBN
Regio XII DBN

iii
2.4 PEMERIKSAAN AUDIOLOGI
Tes Pendengaran Kanan Kiri
Tes rinne + +
Tes weber Tidak ada lateralisasi Tidak ada lateralisasi
Sama dengan Sama dengan
Tes schwabach
pemeriksa/N pemeriksa/N

2.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG

LABORATORIUM
Hematologi
Trombosit : 201 x 109/L
Leukosit : 11 x 109/L
Eritrosit : 5,24 x 1012/L
Hb : 16,9 gr/dl
Masa perdarahan : 1,5 menit
Masa pembekuan : 3,5 menit
HbsAG (+) AntiHBsAG(-)
Gula Darah Sewaktu : 129mg/dl

2.6 DIAGNOSIS
Abses Submandibula

2.7 DIAGNOSIS BANDING


- Abses Retrofaring
- Abses Parafaring

iii
2.8 PENATALAKSANAAN
Diagnostik
1. Pungsi abses submandibula darah (+) dan pus (+)
2. Foto rontgen jaringan lunak leher

Terapi
Pasien dirawat inap
1. IVFD RL + ketorolac 1 ampul 20 gtt/i
2. Diet lunak
3. Ceftriaxone 1 x 2 gram IV
4. Metronidazole drip 2 x 500 mg
5. Ranitidin 2 x 1 ampul IV
6. Posisi pasien trendelenburg
7. Konsul dokter gigi

Monitoring
Keluhan pasien
Tanda-tanda vital pasien (tekanan darah, nadi, nafas, suhu)
Tanda-tanda komplikasi

KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi)


Menjelaskan mengenai penyakit pasien, termasuk faktor yang
memperberat penyakit pasien
Menjelaskan kepada pasien mengenai tujuan dan manfaat dari
pengobatan yang diberikan kepada pasien
Memberitahukan kepada pasien akan pentingnya follow up dan terapi
yang adekuat untuk penyakitnya
Menyarankan pasien untuk makan makanan yang lembut dulu seperti
bubur

iii
Menyarankan pasien untuk tetap menjaga kebersihan mulut, serta
kumur dengan cairan hangat, kompres dingin pada leher dan
memakan makanan yang bergizi

Follow Up
Selasa, 14 Februari 2017
S : nyeri pada leher kanan (+), mulut masih sulit dibuka, dari mulut masih
keluar nanah, bisa makan dan minum (Bubur) tapi masih nyei waktu
menelan.
O : KU baik
Tanda vital: TD: 90/70 mmHg, HR = 79 x/i, RR = 18 x/i, T = 36,6C
Trismus (+) dua jari
Status lokalisata : nyeri tekan (+) pada leher sebelah kanan
A : Abses submandibula
P : IVFD RL + ketorolac 1 ampul 20 gtt/i
Metronidazole drip 3 x 500 mg
Ceftriaxone 1 x 2 gr IV
Ranitidin 2 x 1 gram
Konsul dokter gigi
Kamis, 16 febuari 2016
S : Bengkak dan nyeri sudah minial setelah keluar nanah dari mulut. Saat
menelan masih sakit dan masih sulit membuka mulut.
O : KU baik
Tanda vital: TD: 90/70 mmHg, HR = 79 x/i, RR = 18 x/i, T = 36,6C
Trismus (+) dua jari
Status lokalisata : nyeri tekan (+) pada leher sebelah kanan
A : Abses submandibula
P : IVFD RL + ketorolac 1 ampul 20 gtt/i
Metronidazole drip 3 x 500 mg
Ceftriaxone 1 x 2 gr IV
Ranitidin 2 x 1 gram

iii
Jumat, 17 Februari 2017
S : Nyeri waktu menelan dan sulit membuka mulut
O: KU baik
Tanda vital: TD: 90/70 mmHg, HR = 79 x/i, RR = 18 x/i, T = 36,6C
Trismus (+) dua jari
Status lokalisata : nyeri tekan (+) pada leher sebelah kanan tapi
sudah lebih baik dari hari sebelumnya.
A: Abses submandibula
P: IVFD RL + ketorolac 1 ampul 20 gtt/i

Ceftriaxone 1 x 2 gr IV

Ranitidin 2 x 1 gram

Sabtu, 18 Februari 2017

S : Bengkak sudah sangat mengecil dan tidak lagi nyeri menelan

O: KU baik

Trismus (-)

A: Abses Submandibula

P: Ceftriaxone 1 x 1 gram
Pasien boleh pulang

2.9 PROGNOSIS
Qua ad Vitam : bonam
Qua Ad fungsionam : bonam

iii
BAB III TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anatomi
Pada daerah leher terdapat beberapa ruang potensial yang dibatasi oleh
fasia servikal. Fasia servikal dibagi menjadi dua yaitu fasia superfisialis dan fasia
profunda. Kedua fasia ini dipisahkan oleh m. Plastima yang tipis dan meluas ke
anterior leher. Muskulus platisma sebelah inferior berasal dari fasia servikal
profunda dan klavikula serta meluas ke superior untuk berinsersi di bagian
inferior mandibula.2

Ruang potensial leher dibagi menjadi ruang yang melibatkan seluruh leher,
ruang suprahioid dan ruang infrahioid. Ruang yang melibatkan seluruh leher
terdiri dari ruang retrofaring, ruang bahaya (danger space) dan ruang prevertebra.
Ruang suprahioid terdiri dari ruang submandibula, ruang parafaring, ruang
parotis, ruang peritonsil dan ruang temporalis. Ruang infrahioid meliputi bagian
anterior dari leher mulai dari kartilago tiroid sampai superior mediastinum
setinggi vertebra ke empat dekat arkus aorta.2

Ruang Submandibula
Ruang submandibula terdiri dari ruang sublingual, submaksila dan
submental. Muskulus milohioid memisahkan ruang sublingual dengan ruang

iii
submental dan submaksila.2,3 Ruang sublingual dibatasi oleh mandibula di bagian
lateral dan anterior, pada bagian inferior oleh m. milohioid, di bagian superior
oleh dasar mulut dan lidah, dan di posterior oleh tulang hioid. Di dalam ruang
sublingual terdapat kelenjer liur sublingual beserta duktusnya.2

Ruang submental di anterior dibatasi oleh fasia leher dalam dan kulit dagu,
di bagian lateral oleh venter anterior m. digastrikus, di bagian superior oleh m.
milohioid, di bagian inferior oleh garis yang melalui tulang hyoid. Di dalam ruang
submental terdapat kelenjer limfa submental.2
Ruang maksila bagian superior dibatasi oleh m. milohioid dan m.
hipoglossus. Batas inferiornya adalah lapisan anterior fasia leher dalam, kulit
leher dan dagu. Batas medial adalah m. digastrikus anterior dan batas posterior
adalah m. stilohioid dan m. Digastrikus posterior. Di dalam ruang submaksila
terdapat kelenjer liur submaksila atau submandibula beserta duktusnya. Kelenjar
limfa submaksila atau submandibula beserta duktusnya berjalan ke posterior
melalui tepi m. Milohioid kemudian masuk ke ruang sublingual. Akibat infeksi
pada ruang ini mudah meluas dari satu ruang ke ruang lainnya.2

iii
3.2 Abses Submandibula
3.2.1 Defenisi
Abses submandibula adalah suatu peradangan yang disertai pembentukan
pus pada daerah submandibula. Keadaan ini merupakan salah satu infeksi pada
leher bagian dalam (deep neck infection). Pada umumnya sumber infeksi pada
ruang submandibula berasal dari proses infeksi dari gigi, dasar mulut, faring,
kelenjar limfe submandibula. Mungkin juga kelanjutan infeksi dari ruang leher
dalam lain.4

3.2.2 Epidemiologi
Huang dkk, dalam penelitiannya pada tahun 1997 sampai 2002,
menemukan kasus infeksi leher dalam sebanyak 185 kasus. Abses submandibula
(15,7%) merupakan kasus terbanyak ke dua setelah abses parafaring (38,4),
diikuti oleh angina Ludovici (12,4%), parotis (7%) dan retrofaring (5,9%).6
Imanto M, dalam penelitiannya pada tahun 2012 menemukan kasus infeksi
leher dalam yaitu abses peritonsil 32%, abses retrofaing 14%, abses parafaring
4%, dan abses submandibular 18%. Abses submandibula lebih banyak dideita
laki-laki daipada perepuan dan entang usia terbanyak adalah 20-40 tahun.5

3.2.3 Etiologi dan Faktor Resiko


Infeksi dapat bersumber dari gigi, dasar mulut, faring, kelenjer liur atau
kelenjer limfa submandibula. Sebagian lain dapat merupakan kelanjutan infeksi
ruang leher dalam lainnya.2,3
Sebagian besar kasus infeksi leher dalam disebabkan oleh berbagai kuman,
baik aerob maupun anaerob.3 Kuman aerob yang paling sering ditemukan adalah
Streptococcus sp, Staphylococcus sp, Neisseria sp, Klebsiella sp, Haemophillus
sp. Pada kasus yang berasal dari infeksi gigi, sering ditemukan kuman anaerob
Bacteroides melaninogenesis, Eubacterium Peptostreptococcus dan yang jarang
adalah kuman Fusobacterium.2

iii
3.2.4 Patofisiologi
Beratnya infeksi tergantung dari virulensi kuman, daya tahan tubuh dan
lokasi anatomi. Infeksi gigi dapat mengenai pulpa dan periodontal. Penyebaran
infeksi dapat meluas melalui foramen apikal gigi ke daerah sekitarnya.7,8
Peradangan yang disebabkan oleh karies gigi menyebabkan edema dan
hipoksia dari pulpa gigi yang mengakibatkan nekrosis pulpa. Lingkungan ini
memungkinkan untuk invasi bakteri mudah dari jaringan tulang. Penyebaran
infeksi di dalam tulang terjadi pada semua arah. Jika infeksi menembus tulang di
atas milohioid, dapat menibulkan keterlibatan ruang fasia. Infeksi menyeba
melalui fasia ke dalam ruang leher dalam, seperti ruang submandibula, dapat
mengakibatkan pembentukan abses lokal. Perluasan infeksi odontogenik ke dalam
ruang leher dalam adalah kejadian yang tidak biasa, tetapi berpotensi mengancam
nyawa dan menibulkan gejala sisa.8
Infeksi dari submandibula dapat meluas ke ruang mastikor kemudian ke
parafaring. Perluasan infeksi ke parafaring juga dapat langsung dari ruang
submandibula. Selanjutnya infeksi dapat menjalar ke daerah potensial lainnya.
Penyebaran abses leher dalam dapat melalui beberapa jalan yaitu limfatik, melalui
celah antara ruang leher dalam dan trauma tembus.2

iii
3.2.5 Gejala dan Tanda
Pada abses submandibula didapatkan pembengkakan di bawah mandibula
atau di bawah lidah baik unilateral atau bilateral, pebengkakan dirasa nyeri,
disertai demam dan trismus. Mungkin didapatkan riwayat infeksi atau cabut gigi.
Pembengkakan dapat berfluktuasi ataupun tidak.1,2,3

3.2.6 Penegakan Diagnosa


a. Anamnesis3
- Nyei pada leher (di bawah mandibula atau dibaah lidah)
- Susah membuka mulut
- Demam
- Ada riwayat infeksi gigi
b. Pemeiksaan fisik3
- Bengkak pada bagian bawah mandibula atau bawah lidah
- Nyeri tekan pada daerah yang mengalami pembengkakan
c. Pemeiksaan Pununjang
Pemeriksaan penunjang sangat berperan dalam menegakkan diagnosis.
Pada foto polos jaringan lunak leher anteroposterior dan lateral didapatkan
gambaran pembengkakan jaringan lunak, cairan di dalam jaringan lunak, udara di

iii
subkutis dan pendorongan trakea. Pada foto polos toraks, jika sudah terdapat
komplikasi dapat dijumpai gambaran pneumotoraks dan juga dapat ditemukan
gambaran pneumomediastinum.2
Jika hasil pemeriksaan foto polos jaringan lunak menunjukkan kecurigaan
abses leher dalam, maka pemeriksaan tomografi komputer idealnya dilakukan.
Tomografi Komputer (TK) dengan kontras merupakan standar untuk evaluasi
infeksi leher dalam. Pemeriksaan ini dapat membedakan antara selulitis dengan
abses, menentukan lokasi dan perluasan abses. Pada gambaran TK dengan kontras
akan terlihat abses berupa daerah hipodens yang berkapsul, dapat disertai udara di
dalamnya, dan edema jaringan sekitar. TK dapat menentukan waktu dan perlu
tidaknya operasi.2
Pemeriksaan penunjang lainnya adalah pemeriksaan pencitraan resonansi
magnetik (Magnetic resonance Imaging / MRI) yang dapat mengetahui lokasi
abses, perluasan dan sumber infeksi. Sedangkan Ultrasonografi (USG) adalah
pemeriksaan penunjang diagnostik yang tidak invasif dan relatif lebih murah
dibandingkan TK, cepat dan dapat menilai lokasi dan perluasan abses.2
Foto panoramik digunakan untuk menilai posisi gigi dan adanya abses
pada gigi. Pemeriksaan ini dilakukan terutama pada kasus abses leher dalam yang
diduga sumber infeksinya berasal dari gigi.2
Pemeriksaan darah rutin dapat melihat adanya peningkatan leukosit yang
merupakan tanda infeksi. Analisis gas darah dapat menilai adanya sumbatan jalan
nafas. Pemeriksaan kultur dan resistensi kuman harus dilakukan untuk mengetahui
jenis kuman dan antibiotik yang sesuai.2

3.2.7 Penatalaksanaan
Antibiotik dosis tinggi terhadap kuman aerob dan anaerob harus diberikan
secara parenteral. Hal yang paling penting adalah terjaganya saluran nafas yang
adekuat dan drainase abses yang baik.3
Seharusnya pemberian antibiotik berdasarkan hasil biakan kuman dan tes
kepekaan terhadap bakteri penyebab infeksi, tetapi hasil biakan membutuhkan
waktu yang lama untuk mendapatkan hasilnya, sedangkan pengobatan harus

iii
segera diberikan.16 Sebelum hasil mikrobiologi ada, diberikan antibiotik kuman
aerob dan anaerob.2.3
Evakuasi abses dapat dilakukan dalam anastesi lokal untuk abses yang
dangkal dan terlokalisasi atau eksplorasi dalam narkosis bila letak abses dalam
dan luas.2,3
Insisi abses submandibula untuk drainase dibuat pada tempat yang paling
berfluktuasi atau setinggi os hyoid, tergantung letak dan luas abses. Eksplorasi
dilakukan secara tumpul sampai mencapai ruang sublingual, kemudian dipasang
salir. Pasien diawat inap sampai 1-2 hari setelah gejala dan tanda infeksi reda.2.3

3.2.8 Koplikasi
Infeksi dapat menjalar ke ruang leher dalam lainnya seperti parafaing dan
retrofaring. Koplikasi dapat juga menyebar ke sistemik yaitu seperti endokarditis,
bacteiemia odontologik. Koplikasi lain seperti septikemia, infeksi CNS, infeksi
otot dan saluran pernapasan juga mungkin saja terjadi namun sangat jarang terjadi
pada orang dengan imunokompeten.7.8

iii
BAB IV ANALISA KASUS

Berdasarkan anamnesis yang telah dilakukan pada Tn.RD.F, laki-laki, 40


tahun dengan keluhan bengkak dan nyeri pada leher sebelah kanan hingga dada
sejak 5 hai yang lalu. Os datang dengan keluhan bengkak dan sangat nyeri pada
leher kanan hingga dada. Bengkak mulai dari kira-kira 5 hari yang lalu, diawali
oleh sakit gigi, nyeri dirasakan terus menerus. Os juga mengeluh susah membuka
mulut karena nyeri. os dirawat mulai tanggal 11 februari, setelah diberikan obat
oleh dokter nyeri dan bengkaknya berkurang, ada keluar nanah dari mulut os. os
sering mengkonsumsi obat dari warung untuk meredakan sakit giginya. Riayat
penyakit os adalah Sakit gigi sejak SMP, Riwayat hipertensi (-), riwayat DM (-),
riwayat alergi obat (-), riwayat asma (-).
Dari pemeriksaan fisik ditemukan bengkak pada leher dan nyeri tekan,
Trismus (+). Terdapat karies pada gigi molar III kanan bawah. Dimana hal
tersebut sesuai dengan teori gejala dan tanda abses submandibula sehingga dapat
disimpilkan bahwa tuan RD.F mengalami abses submandibula dextra.
Tatalaksana untuk pasien ini adalah pemberian antibiotik spektrum luas
dan melakukan evakuasi abses dengan anastesi lokal. Terapi cairan juga harus
diberikan untuk menjaga hidrasi os dan karena os sangat nyeri maka diberikan
analgetik.
Prognosis pada pasien ini adalah bonam. prognosis sangat tergantung dari
pengobatan dan tentunya daya tahan tubuh pasien itu sendiri.

iii
BAB V KESIPULAN

1. Telah dilaporkan Tuan RD.F 40 tahun dengan diagnosis abses


submandibula
2. Abses submandibula adalah suatu peradangan yang disertai
pembentukan pus pada daerah submandibula. Keadaan ini merupakan
salah satu infeksi pada leher bagian dalam (deep neck infection). Pada
umumnya sumber infeksi pada ruang submandibula berasal dari proses
infeksi dari gigi, dasar mulut, faring, kelenjar limfe submandibula.
Mungkin juga kelanjutan infeksi dari ruang leher dalam lain.
3. Penatalaksanaan berupa medikamentosa: antibiotik dan analgetik,
diberikan juga cairan untuk mempertahankan keseimbangan cairan
elektrolit. Bila terbentuk abses lakukan pungsi pada daerah abses,
kemudian di insisi untuk mengeluarkan nanah.
4. Terdapat beberapa komplikasi dari abses submandibula terhadap organ
disekitarnya maupun organ lain yang jauh.

iii
DAFTAR PUSTAKA
1. Ballenger JJ. Infection of the facial space of neck and floor of the mouth.
In: Ballenger JJ editors. Diseases of the nose, throat, ear, head and
neck.15th ed. Philadelphia, London: Lea and Febiger. 1991:p.234-41
2. Scott BA, Steinberg CM, Driscoll BP. Infection of the deep Space of the
neck. In: Bailley BJ, Jhonson JT, Kohut RI et al editors. Otolaryngology
Head and neck surgery. Philadelphia: JB.Lippincott Company 2001.p.472-
60
3. Soepardi E A, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti R. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan Kepala Dan Leher. Edisi
Ketujuh. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia, 2014
4. Hesly I, Lomintang N, Limpeleh H. Pofil Abses Submandibula Di Bagian
Bedah RS Prof.Dr.R.D. Kando Manado Periode Juni 2009 Sampai Juli
2012.Manado:Universitas Sam Ratulangi Manado.2012
5. Imanto M. Evaluasi Penatalaksanaan Abses Leher Dalam Di Departemen
THT-KL Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung Periode Januari 2012-
Desember 2012.Lampung: Bagian Ilmu THT-KL Universitas
Lapung.2013
6. Huang T, chen T, Rong P, Tseng F, Yeah T, Shyang C. Deep neck
infection: analysis of 18 cases. Head and neck. Ock, 2004.860-4
7. Novialdi, Asyari A. Penatalaksanaan Abses Submandibula Dengan
Penyulit Uremia Dan Infark Miokardium Lama.Padang: Bagian THT-KL
Universitas Lampung.2013
8. Raftopulos M, Jefferson N Etall. A Rare Case Of Submandibular Abscess
Complicated By Stroke. Wolongong: Journal Of The Royal Society Of
Medecine.2013

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN...................................................................................i

KATA PENGANTAR ............................................................................................ii

DAFTAR ISI ..........................................................................................................iii

DAFTAR GAMBAR..............................................................................................iv

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1


BAB II LAPORAN KASUS ................................................................................... 2
2.1 IDENTITAS PASIEN ................................................................................... 2
2.2 ANAMNESIS ................................................................................................ 2
2.3 PEMERIKSAAN FISIK ................................................................................ 3
2.4 PEMERIKSAAN AUDIOLOGI ................................................................... 8
2.5 PEMERIKSAAN PENUNJANG .................................................................. 8
2.6 DIAGNOSIS ................................................................................................. 8
2.7 DIAGNOSIS BANDING .............................................................................. 8
2.8 PENATALAKSANAAN .............................................................................. 9
BAB III TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................... 12
3.1 Anatomi ....................................................................................................... 12
3.2 Abses Submandibula ................................................................................... 14
3.2.1 Defenisi ................................................................................................. 14
3.2.2 Epidemiologi ......................................................................................... 14
3.2.3 Etiologi dan Faktor Resiko ................................................................... 14
3.2.4 Patofisiologi .......................................................................................... 15
3.2.5 Gejala dan Tanda .................................................................................. 16
3.2.6 Penegakan Diagnosa ............................................................................. 16
3.2.7 Penatalaksanaan .................................................................................... 17
3.2.8 Koplikasi ............................................................................................... 18
BAB IV ANALISA KASUS................................................................................. 19
BAB V KESIPULAN ........................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 21

iii
iii

Вам также может понравиться