Вы находитесь на странице: 1из 67

PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN SKIZOFRENIA DENGAN RESIKO


PERILAKU KEKERASAN DIRUANG NUSA INDAH RSUD Dr.SOEDOMO
KABUPATENTRENGGALEK

STUDI KASUS

Disusun Oleh :
FERI CHRISTIAN
NIM : 15.014

PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK


DINAS KESEHATAN
AKADEMI KEPERAWATAN PEMKAB TRENGGALEK
E-mail : akper_ga@yahoo.co.id
Website : www.akper-trenggalek.co.id
Jln. Dr. Soetomo No. 5 Telp/Fax (0355) 791293 Kode Pos 66312
TRENGGALEK
2017
PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN SKIZOFRENIA DENGAN RESIKO
PERILAKU KEKERASAN DIRUANG NUSA INDAH RSUD Dr.SOEDOMO
KABUPATENTRENGGALEK

Diajukan Sebagai Persyaratan Menyelesaikan Pendidikan DIII Keperawatan


Pada Akademi Keperawatan Pemkab. Trenggalek

Disusun oleh :
FERI CHRISTIAN
NIM : 15.042

PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK


DINAS KESEHATAN, PENGENDALIAN PENDUDUK
DAN KELUARGA BERENCANA
AKADEMI KEPERAWATAN TRENGGALEK
E-mail ; akper ga@yahoo.com
Website : www.akper-trenggalek.co.id
Jln. Dr. Soetomo No.5 Telp./Fax (0355) 791293 Kode Pos 66312
TRENGGALEK
2017
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Feri Christian

Tempat tanggal lahir : Trenggalek, 02 Juli 1997

Agama : Islam

Alamat : RT.15 RW.03 Ds. Ngadimulyo

Kecamatan Kampak, Kabupaten Trenggalek

Riwayat Pendidikan :

1. SD lulus tahun 2003 - 2009 : SDN 4 Ngadimulyo

2. SMP lulus tahun 2009 - 2012 : SMPN 1 Kampak

3. SMA/MA lulus tahun 2012 - 2015 : SMAN 1 Kampak

4. Akper Pemkab Trenggalek lulus pada tahun 2018


LEMBAR PERNYATAAN

Yang bertanda tangan di bawah ini saya :

Nama : Feri Christian

Tempat tanggal lahir : Trenggalek, 02 Juli 1997

NIM : 15.014

Menyatakan bahwa studi kasus yang berjudul Asuhan Keperawatan Pada Pasien

Skizofrenia Dengan Resiko Perilaku Kekerasan Diruang Nusa Indah Rsud

dr.Soedomo Trenggalek adalah karya tulis saya sendiri dan bukan hasil karya tulis

orang lain baik sebagian maupun keseluruhan, kecuali dalam bentuk kutipan yang

telah disebutkan sumbernya.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sebenar benarnya dan apabila surat

pernyataan ini tidak benar, saya bersedia mendapatkan sanksi dari akademik.

Trenggalek,

Yang menyatakan,

FERI CHRISTIAN
NIM 15.014
LEMBAR PERSETUJUAN SIDANG PROPOSAL

Proposal ini disusun oleh : Feri Christian


NIM : 15.014
Dengan Judul : Asuhan Keperawatan Pada Pasien
Skizofrenia Dengan Resiko Perilaku
Kekerasan Diruang Nusa Indah Rsud
dr.Soedomo Trenggalek

Telah disetujui untuk diujikan ke hadapan dewan penguji Sidang


Proposal Karya Tulis Ilmiah pada tanggal, - - 2017

Oleh :

Pembimbing I Pembimbing II

Awan Hariyanto, S.Kep.Ns. M. Kes Ns.Dewi Wulandari, S.Kep


NIDN. 304607801 NIDN:3411118101
LEMBAR PENGESAHAN

Proposal ini disusun oleh : Feri Cristian


NIM : 15.042
Dengan Judul : Asuhan Keperawatan Pada Pasien
Skizofrenia Dengan Resiko Perilaku
Kekerasan Diruang Nusa Indah Rsud
dr.Soedomo Trenggalek

Telah disetujui dan dipertahankan di hadapan dewan penguji Proposal


Karya Tulis Ilmiah Akademi Keperawatan Trenggalek pada tanggal,
- - 2017

Tim Penguji Tanda Tangan

Penguji 1 : Awan Hariyanto, S.Kep.Ns.M.Kes ( )


NIDN. 3407078001

Penguji 2 :Ns.Dewi Wulandari,S.Kep ( )


NIDN:3411118101

Mengetahui
Direktur Akademi Keperawatan
Trenggalek

Ns. Rahayu Niningasih, S. Kep. M. Kes


NIP.19691121 199203 2 005
MOTTO

KEGAGALAN AKAN MENGALAHKAN KEJENIUSAN

ORANG YANG BERBAKAT

YANG DI TEMPUH DENGAN USAHA DAN KERJA KERAS

MAKA DARI ITU

JANGAN PERNAH MENYERAH SEBELUM BERUSAHA

LAKUKAN APA YANG KAU BISA

MESKIPUN ITU KECIL


LEMBAR PERSEMBAHAN

Tiada yang maha pengasih dan maha penyayang selain Engkau ya Allah... Syukur
alhamdulillah berkat rahmat dan karunia-Mu ya Allah saya bisa menyelesaikan Karya Tulis
Ilmiah ini.

Karya Tulis Ilmiah ini kupersembahkan untuk:

KEDUA ORANG TUA KU TERCINTA

Bapak NUR ZAINUDIN dan Ibu TUMINAH ini anak mu yang mencoba memberikan yang
terbaik untukmu. Betapa diri ini ingin melihat kalian bangga pada anak mu ini. Betapa tak
ternilai kasih sayang dan pengorbanan kalian padaku. Terimakasih atas semua dukungan baik
moril maupun materil untukku selama ini. Aku sayang kalian..

Keluarga

Untuk keluarga tersayang yang telah memberi semangat selama ini memberi dukungan
terima kasih atas semua doa untuk kesuksesanku.

DOSEN dan GURU

Ucapan terimakasih yang tak terhingga untuk guru mulai SD, SMP dan SMA, serta tak
terkecuali seluruh dosen Akper Pemkab Trenggalek yang telah memberikan ilmu, motivasi,
perhatian yang tak henti-hentinya. Tak terlupakan dosen pembimbing akademikku Ibu Elok
Yulidaningsih, S.Kep dan Bapak Edi Yuswantoro, S.Kep.M.Kes yang telah sabar
memberikan bimbingan dan saran dalam penyusunan Proposal Karya Tulis Ilmiah saya

SAHABAT-SAHABAT ALMATERKU

Untuk teman-teman semua yang selalu memberi dukungan, semangat terima kasih untuk
semuanya. Tidak lupa ucapan terima kasih, semangat dan juga usaha jangan menyerah
untuk.Teman-teman seperjuanganku dikampus yang tidak dapat ku sebutkan satu persatu.
Semoga ilmu yang kita dapatkan dapat kita gunakan untuk mengabdi pada masyarakat dan
membantu orang lain untuk tetap tersenyum bersama keluarga mereka.
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Alloh SWT, karena berkat rahmat dan hidayah-

Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal yang berjudul Asuhan

Keperawatan Pada Pasien Skizofrenia Dengan Resiko Perilaku Kekerasan

Diruang Nusa Indah Rsud dr.Soedomo Trenggalek tepat pada waktu yang sudah

ditentukan. Proposal ini disusun sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh

gelar Ahli Madya Keperawatan di Akper Pemkab Trenggalek

Dalam penyususnan penulis mendapat banyak pengarahan dan bantuan dari

berbagai pihak, untuk itu dalam kesempatan ini penulis tidak lupa mengucapkan

terimakasih kepada yang terhormat :

1) Ns. Rahayu Niningasih, S.Kep,M.Kes selaku Direktur Akademi Keperawatan

Pemkab Trenggalek yang telah banyak memberikan saran dalam pembuatan

Karya Tulis Ilmiah ini.

2) Awan Harianto, S.Kep.Ns.M.Kes selaku pembimbing I penyusunan Proposal

Karya Tulis Ilmiah yang telah memberikan dorongan, perhatian, bimbingan,

pengarahan serta saran dalam pembuatan Karya Tulis Ilmiah ini mulai dari awal

sampai akhir.

3) Dewi Wulandari, S.Kep.Ns selaku pembimbing II penyusunan Proposal Karya

Tulis Ilmiah yang telah banyak membantu dan memberikan saran dalam

pembuatan Karya Tulis Ilmiah ini.

4) Semua dosen dan staf Akademi Keperawatan Pemkab Trenggalek yang telah

memberikan dukungan dan bantuan dalam penyusunan Proposal ini

5) Partisipan yang telah bersedia menjadi klien dalam pembuatan Proposal


6) Seluruh teman-teman yang telah memberikan masukan dalam penulisan proposal

ini.

Penulis berusaha untuk dapat menyelesaikan proposal ini dengan sebaik-

baiknya. Namun demikian penulis menyadari bahwa dalam penyusunan proposal

ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu demi kesempurnaan, penulis

mengharapkan adanya kritik dan saran dari semua pihak yang terkait untuk

menyempurnakannya.

Trenggalek, - - 2017

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL..
RIWAYAT HIDUP
LEMBAR PERNYATAAN...
LEMBAR PERSETUJUAN.
LEMBAR PENGESAHAN...
MOTTO..
LEMBAR PERSEMBAHAN
KATA PENGANTAR...
ABSTRAK..
ABSTRACT
DAFTAR ISI..
DAFTAR TABEL..
DAFTAR GAMBAR.
DAFTAR LAMPIRAN..
DAFTAR SINGKATAN...
DAFTAR ISTILAH...
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang..
1.2 Batasan Masalah..
1.3 Rumusan Masalah
1.4 Tujuan.
1.5 Manfaat Penelitian.....
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Skizofrenia
2.1.1 Epidemiologi Skizofrenia..
2.1.2 Etiologi Skizofrenia...
2.1.3 Manifestasi Klinis Skizofrenia.
2.1.4 Perjalanan Penyakit..
2.1.5 Jenis-jenis Skizofrenia..
2.1.6 Penatalaksanaan Terapi Skizofrenia.
2.1.7 Pengertian Persepsi Sensori..
2.1.8 Faktor Yang Mempengaruhi Fungsi Sensori
2.2 Konsep Resiko Perilaku Kekerasan
2.2.1 Pengertian Resiko Perilaku Kekerasa ..................................
2.2.2 Etiologi......
2.2.3 Manifestasi Klinis Resiko Perilaku Kekerasan
2.2.4 Pohon Masalah..
2.2.5 Rentang Respon Resiko Perilaku Kekerasan ...
2.2.6Jenis-Jenis Resiko Perilaku Kekerasan .....................
2.2.7FaseFase Resiko Perilaku Kekerasan ..............
2.2.8 Mekanisme Koping...
2.2.9 Perilaku..
2.2.10 Proses Terjadinya Masalah......
2.2.11 Komplikasi..
2.3 Konsep Asuhan Keperawatan
2.3.1 Pengkajian Keperawatan.......
2.3.2 Diagnosa Keperawatan......
2.3.3 Rencana Tindakan Keperawatan...
2.3.4 Strategi Komunikasi dan Pelaksanaan......
2.3.5 Evaluasi Keperawatan...
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian..
3.2 Batasan Istilah..
3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian...............
3.4 Subyek Penelitian atau Partisipan........
3.5 Pengumpulan Data...
3.6 Uji Keabsahan Data.........
3.7 Analisis Data...........
3.8 Etik Penelitian..
DAFTAR PUSTAKA.
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Schizofrenia merupakan suatu sindrome klinis atau proses penyakit yang

mempengaruhi kognisi,persepsi, emosi, perilaku, dan fungsi sosial, tetapi schizofrenia

mempengaruhi setiap individu dengan cara yang berbeda.Derajat gangguan pada fase

akut atau fase psikotik dan fase kronis atau fase jangka panjang sangat bervariasi

diantara individu (Videbeck, 2008) Gejala utama dari Schizopernia adalah perilaku

kekerasan.Perilaku kekerasan merupakan ekspresi kekuatan fisik dengan menyerang diri

sendiri atau orang lain, serta pemaksaan keinginan seseorang kepada orang lain

(Townsend, 2009). Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perilaku

kekerasan merupakan bentuk kekerasan dan pemaksaan secara fisik maupun verbal yang

ditujukan kepada diri sendiri maupun orang lain. Gejala mayor skizofrenia digolongkan

menjadi dua yaitu gejala positif dan negatif. Gejala positif yang muncul yaitu halusinasi

(90%), delusi (75%), waham, perilaku agitasi dan agresif, serta gangguan berpikir dan

pola bicara. Gejala negatif yaitu afek datar, alogia (sedikit bicara), apatis, penurunan

perhatian dan penurunan aktifitas sosial (Varcarolis, Carson & Shoemaker, 2006;

Slowik, 2011). Perilaku kekerasan muncul karena adanya dorongan alami atau timbul

sebagai bentuk mekanisme koping yang dimanifestasikan dengan tindakan konstruktif

atau destruktif yang secara langsung ditujukan pada diri sendiri atau orang lain. Perilaku

kekerasan biasanya berupa kekerasan secara fisik atau kekerasan secara verbal. Perilaku

kekerasan biasanya timbul untuk menutupi kekurangan seseorang, misalnya rendahnya

percaya diri (Townsend, 2009).

Menurut World Health Organization (WHO), Kesehatan jiwa merupakan suatu keadaan

dimana seseorang yang terbebas dari gangguan jiwa, dan memiliki sikap positif untuk
menggambarkan tentang kedewasaan serta kepribadiannya. Menurut data WHO pada tahun

2012 angka penderita gangguan jiwa mengkhawatirkan secara global, sekitar 450 juta orang

yang menderita gangguan mental. Orang yang mengalami gangguan jiwa sepertiganya

tinggal di negara berkembang, sebanyak 8 dari 10 penderita gangguan mental itu tidak

mendapatkan perawatan (Kemenkes RI, dalam Kirana, 2014). Depertemen Kesehatan

Republik Indonesia tahun 2010, menyatakan jumlah penderita gangguan jiwa di indonesia

mencapai 2,5 juta yang terdiri dari pasien resiko perilaku ke-kerasan. Diperkirakan sekitar

60% menderita resiko perilaku kekerasan di Indonesia (Wirnata, dalam Sari, 2015). Di jawa

Timur,pada tahun 2014orang orang yang mengalami gangguan jiwa 63.483 orang yang

mengalami gangguan jiwa. Angka kejadian ini merupakan penderita yang sudah terdiagnosa.

Klien dengan perilaku kekerasan mengalami perubahan respon kognitif berupa gangguan

proses pikir yaitu gangguan dalam mempersepsikan sesutu serta tidak mampu membuat

alasan (Boyd & Nihart, 2007). Respon kognitif merupakan hasil penilaian terhadap kejadian

yang menekan ,pilihan koping yang digunakan, reaksi emosional, fisiologis, perilaku dan

sosial individu akan menampilkan respon afektif yang dimunculkan dengan emosi berupa

marah ,gembira,sedih,menerima,antisipasi atau respon emosi lainnya(Stuart & Laraia,

2005). Peryataan peryataan diatas dapat disimpulkan bahwa pada klien perilaku kekerasan

mengalami perubahan pada respon kognitif yang nantinya akan berpengaruh terhadap respon

afektif yang dimunculkan dalam bentuk emosi seperti kemarahan. Hal ini menunjukkan

bahwa intervensi yang diberikan pada klien perilaku kekerasanjuga perlu mengacu kepada

emosi selain kognitif dan perilaku. Di Trenggalek, jumlah penderita ganngguan jiwa

Skizofrenia tahun 2O15 mencapai 349 orang yang tersebar di 14 kecamatan (Dinas

Kesehatan Pemkab Trenggalek, 2016).

Permasalahan utama yang sering terjadi pada pasien Schizofrenia adalah perilaku

kekerasan.Hal ini sesuai dengan diagnosa keperawatan NANDA yang biasa ditegakkan

berdasarkan pengkajian gejala psikotik atau tanda positif. Kondisi ini harus segera
ditangani karena perilaku kekerasan yang terjadi akan membahayakan diri pasien, orang

lain, dan lingkungan. Hal ini yang menjadi alasan utama pasien Schizofrenia dibawa ke

rumah sakit. Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan

tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri,orang lain,

maupun lingkungan. Hal tersebut dilakukan untuk mengungkapkan perasaan kesal atau

marah yang tidak konstruktif (Stuart danSundeen,2006). ).Perilaku kekerasan dianggap

sebagai suatu akibat yang ekstrim dari rasa marah atau ketakutan yang mal adaptif

(panik). Perilaku agresif dan perilaku kekerasan itu sendiri sering dipandang sebagai

suatu dimana agresif verbal di suatu sisi dan perilaku kekerasan (violence) di sisi yang

lain. Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan di mana seseorang melakukan tindakan

yang dapat membahayakan secara fisik, baik kepada diri sendiri maupun orang lain,

sering disebut juga gaduh gelisah atau amuk dimana seseorang marah berespon terhadap

suatustressor dengan gerakan motorik yang tidak terkontrol (Stuart dan Laraia, 2005),

Keliat (2003), menyebutkan bahwa pemberian tindakan keperawatan generalis

untuk perilaku kekerasan menghasilkan kemampuan mencegah perilaku kekerasan secara

mandiri sebesar 86,6% dan secara signifikan menurunkan perilaku kekerasan. Penelitian

yang dilakukan oleh Wahyuningsih (2009) membuktikan bahwa terjadi penurunan

sebesar 87,4% respon perilaku, sosial dan kognitif pada klien yang diberikan terapi

generalis dan asertiveness training jika dibandingkan dengan klien yang hanya diberikan

terapi generalis saja. Ini menunjukkan bahwa dengan pemberian asertiveness training

dan terapi generalis terbukti lebih baik dari pada diberikan terapi generalis saja.

Pendidikan kesehatan merupakan suatu proses memberikan masukan berupa informasi

informasi kesehatan agar seseorang dapat merubah perilaku kesehatannya sesuai yang

diharapkan. Pendidikan kesehatan jiwa adalah strategi untuk memampukan individu

keluarga, komunitas, kelompok mengotrol kesehatan jiwa dan faktor yang


mempengaruhi yaitu lingkungan, kebiasaan dan pola hidup Widyatuti (2009) cit Suryana

(2012). Perawat wajib berperan sebagai pendidik kegiatan yaitu mendengar,

memerintahkan, menyarankan, menjelaskan, mendiskusikan dan membantu

memutuskan.Dengan pendidikan kesetatan jiwa yang diberikan di klinik keperawatan

oleh perawat membuat pasien dan keluarga tahu, yakin, memutuskan dan melakukan

informasi dan latihan yang diberikan Widyatuti (2009) cit Suryana (2012) Mengingat

latar belakang permasalahan di atas maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang :

Asuhan Keperawatan Skizofrenia Pada Klien dengan Resiko Tinggi Perilaku Kekerasan

diruang Nusa Indah RSUD dr.Soedomo Trenggalek.

1.2 Batasan Masalah

Pada Studi Kasus ini dibatasi pada pengambilan kasus Skizopenia dengan perilaku

kekerasan tanpa penyerta diagnosa lain. Pengambilan masalah pada studi kasus ini dibatasi

2 diagnosa keperawatan utama.

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan masalahnyasebagai berikut

: Bagaimanakah Asuhan Keperawatan Pada Klien Skizofrenia Dengan Resiko Perilaku

Kekerasan diruang Nusa Indah RSUD dr.Soedomo Trenggalek?

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum

Memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif serta menganalisa

kesenjangan antara fakta dan teori pada pasien yangmenderita Skizofrenia dengan Resiko

Perilaku Kekerasan Diruang Nusa Indah RSUD dr.Soedomo Trenggalek.

1.4.2 Tujuan Khusus


1. Melakukan penkajiandan menganalisamasalah yang munculpada

pasienSkizofrenia dengan Resiko Perilaku Kekerasan.

2. Merumuskan serta membandingkan diagnose keperawatanyang muncul

secarafakta dan teori pada pasien Skizofreniadengan Resiko Perilaku

Kekerasan.

3. Mengidentifikasi rencana tindakan yang tepat sertamenganalisateori dan fakta

pada pasien Skizofrenia denganResiko Perilaku Kekerasan.

4. Melaksanakan tindkan yang tepat serta menganalisa antara teoridan fakta pada

pasien Skizofrenia dengan Resiko Perilaku Kekerasan.

5. Mengevaluasi tindakan serta menganalisa antara teori danfaktapada pasien

Skizofrenia dengan Resiko Perilaku Kekerasan.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Manfaat Teoritis

Hasil studi kasus ini dapat digunakan sebagai bahan kajian dalampengembangan

ilmu keperawatan yang berkaitan dengan asuhankeperawatan pada pasien Skizofrenia

dengan Resiko Perilaku Kekerasan.

1.5.2 Manfaat Praktis

1. Bagi Institusi Puskesmas

Dapat digunakan sebagai bahan masukan dan evaluasi yang dipergunakan

dalam pelaksanaan praktek pelayanan keperawatan khususnya pada pasien

Skizofrenia dengan Resiko Perilaku Kekerasan.

2. Bagi Pendidikan

Dapat digunakan sebagai masukan dalam proses keperawatanserta dalam

memberikan asuhan keperawatan yang berhubungandengan perawatan pasien


Skizofreniadengan Resiko Perilaku Kekerasan, sehingga dapat dijadikan

bahan penelitian selanjutnya yanglebih mendalam.

3. Bagi Pasien

Dapat memberikan pengetahuan atau informasi dalamperawatanpada pasien

Skizofrenia dengan Resiko Perilaku Kekerasan


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DefinisiSkizofrenia

Skizofreniaadalah biasanya ditandai dengan dua kategori gejala utama, positif dan

negatif. Gejala positif berfokus pada distorasi fungsi normal , Sementara gejala negatif

mengindikasikan hilangnya fungsi normal.(linda carman 2007)

Skizofrenia merupakan suatu bentuk yang sering dijumpai di mana mana sejaak

kala. Meskipun demikian pengetahuan kita tentang sebab-sebabnya dan patogenesanya

kurang(Willy F. Maramis 2005)

2.1.1 Epidemiologi

Hal ini disebabkan karena beban kehidupan dan pikiran manusia yang

semakin berat.Masyarakat dihadapkan dalam berbagai permasalahan kehidupan

yang sangat kompleks. Setiap orang mempunyai kemampuan yang tidak sama

untuk beradaptasi dengan perubahan kondisi sosial budaya. Jika individu kurang

atau tidak mampu dalam beradaptasi dengan perubahan tersebut, maka individu

akan mengalami berbagai penyakit fisik maupun mental (timbul stress dan terjadi

perilaku kekerasan ) dimana seseorang pernah atau mempunyairiwayat melakukan

tindakan yang dapat membahayakan diri sendiri atau orang lain atau lingkungan

baik secara fisik atau emosional atau seksual dan verbal (Keliat, 2010).

2.1.2 Etiologi

Terdapat beberapa pendekatan yang dominan dalam menganalisa penyebab

skizofrenia, antara lain :


1) Faktor genetic

Menurut Maramis (2005), factor keturunan juga menentukan timbulnya

skizofrenia. Hal ini telah dibuktikan dengan penelitian tentang keluarga

keluarga penderita skizofrenia terutama anak-anak kembar satu telur. Angka

kesakita bagi saudara tiri ialah 0,9-1,8%; bagi saudara kandung 7-15%; bagi

anak dengan salah satu orang tua yang menderita skizofrenia 7-16%; bila

kedua orang tua menderita skizofrenia 40-68%; bayi kembar dua telur

(Heterozigot) 2-15%; Bayi kembar satu telur

(monozigot) 61-80%. Skizofrenia melibatkan lebuh dari satu gen,sebuah fenomena

yang disebut quantitative trait loci. Skizofrenia yang paling sering kita lihat

mungkin disebabkan oleh beberapa gen yang berlokasii di tempat-tempat yang

berbeda di seluruh kromosom. Ini juga mengklarifikasikan mengapa ada gradasi

tingkat keparahan pada orang orang yang mengalami gangguan ini (dari ringan

sampai berat) dan mengapa resiko untuk mengalami skizohrenia semakin tinggi

dengan semakin banyaknya jumlah anggota keluarga yang memiliki penyakit ini

(Maramis, 2005).

2) Faktor Biokomia

Sizofrenia mungkin berasal dari ketidakseimbangan kimiawai otak yang disebut

neurotransmitter, yaitu kimiawi otak yang memungkinkan neuron-neuron

berkomunikasi satu sama lain. Beberapa ahli mengatakan bahwa skizofenia berasal

dari aktivitas neurotransmitterdopamine yang berlebihan di bagian-bagian tertentu

otak atau dikarenakan sensitivitas yang abnormal terhadap dopamine. Banyak ahli

yang berpendapat bahwa aktifitas dopamine yang berlebihan saja tidak cukup

untuk skizofrenia. Beberapa neurotransmitter lain seperti serotonin dan

norepinephrin tampaknya juga memainkan peranan


(Maramis, 2005).

3) Faktor Psikologis dan Sosial

Faktor psikososial meliputi adanya kerawanan herediter yang semakin

lama semakin kuat, adanya trauma yang bersifat kejiwaan, adanya hubungan orang

tua anak yang bersifat patogenik, serta interaksi yang patogenik dalam keluarga.

Banyak penelitian yang mempelajari bagaimana interaksi dalam keluarga

mempengaruhi penderita skizofrenia. Sebagai contoh, istilah schizophregenic

mother kadang-kadang digunakan untuk mendeskripsikan tentang ibu yang memiliki

sifat dingin, dominan , dan penolak, yang diperkirakan menjadi penyebab

skizofrenia pada anak anaknya (Maramis, 2005).

Menurut Coleman dan Maramis (,2005), keluarga pada masa kanak-kanak

memegang peranan penting dalam pembentukan kepribadian. Orang tua terkadang

bertindak terlalu banyak untuk anak-anak dan tidak member kesempatan anak untuk

berkembang, ada kalanya orang tua bertindak sedikit dan tidak merangsang anak,

atau tidak member bimbingan dan anjuran yang dibutuh kannya

2.1.3 Manifestasi Klinis Skizofrenia

1) Gambaran gangguan jiwa

Gambaran gangguan jiwa skizofrenia beraneka ragam mulai dari Gangguan pada

alam pikir, perasaan, dan perilaku yang mencolok sampai Yang tersamar. Gejala

skizofrenia dapat dibagi menjadi 2 kelompok yaitu gejala primer dan sekunder.

(Menurut Bleuder 1938, dikutip dalam buku Maramis 2005)

2) Gejala Primer
a) Delusi atau waham, yaitu suatui keyakinan yang tidak rasional meskipun telah

dibuktikan secara objektif bahwa keyakinan itu tidak rasional, namun penderita

tetap meyakini kebenarannya.

b) Halusinasi, yaitu pengalaman panca indera tanpa adanya rangsangan (stimulus).

Misalnya mendengar suara-suara/bisikan di telinganya padahal tidak ada sumber

dari suara bisikan tersebut.

c) Kekacauan alam pikir, yang dapat dilihat dari isi pembicaraan. Misalnya berbicara

kacau sehingga tidak dapat mengikuti alur pikirannya.

d) Gaduh, gelisah, tidak dapat diam, mondar-mandir, agresif, bicara dengan semangat

dan gembira berlebihan .

e) Merasa dirinya orang besar, merasa serba mampu, serba hebat dan sejenisnya.

f) Pikirannya penuh dengan kecurigaan atau sekan akan ada ancaman terhadap

dirinya. (Maramis, 2005).

3) Gejala Sekunder

a) Alam perasaan (affect) tumpul atau mendatar. Gambaran alam perasaan ini

dapat terlihat dari wajahnya yang tidak menumjukkan ekspresi.

b) Menarik diri atau ,mengasingkan diri.

c) Kontak emosional amat miskin, pendiam.

d) Pasif dan apatis.

e) Sulit dalam berfikir abstrak.

f) Pola pikir stereotip.

g) Tidak ada atau kehilangan dorongan kehendak dan tidak ada inisiatif, tidak ada

upaya dan usaha, tidak ada spontanitas, monoton, serta tidak ingin apa-apa.

(Maramis, 2005).

2.1.4 Tipe-tipe Skizofrenia


1) Tipe paranoid

Ciri utama skizofrenia tipe ini adalah waham yang mencolok atau halusinasi auditorik dalam

konteks terdapatnya fungsi kognitif dan afektif yang relative masih terjaga.Waham

biasanya adalah waham kejar atau waham kebesaran atau keduanya, tetapi waham

dengan tema lain (misalnya waham kecemburuan, keagamaan, atau somalisas)

mungkin juga muncul. Ciri-ciri lainnya meliputi ansietas, kemarahan,menjaga jarak

dan suka berargumentasi dan agresif. Tipe paranoid merupakan skizofrenia yang

dikarakteristikkan dengan adanya kecurigaan yang ekstrim terhadap orang lain

dengan halusinasi dan waham kejar atauwaham kebesaran (Townsend, 2009)

2) Tipe Disorganized (tidak terorganisasi)

Ciri utama skizofrenia tipe disorganized adalah pembicaraan kacau,

tingkah laku yang kacau dan afek yang datar atau inappropriate. Pembicaraan yang kacau

dapat disertai kekonyolan dan tertawa yangtidak erat kaitannya dengan isi

pembicaraan.Disorganisasi tingkah lakudapat membawa pada gangguan yang serius

pada berbagai aktivitassehari-hari.Menurut (Arif, 2006) Skizofrenia tidak terinci

merupakansejenis schizophrenia dimana gejala-gejala yang muncul sulit

untukdigolongkan pada tipa Skizofrenia pada tipe tertentu.Skizofrenia tidaktertentu

dikarakteristik dengan perilaku disorganisasi dan gejala-gejalapsikologis yang

mungkin memenuhi lebih dari satu tipe/kelompok criteriakizofrenia (Townsend,

2009). Menurut FKUI (2002), Klien skizofreniamerupakan gangguan jiwa yang

memenuhu kriteria umum skizofreniatetapi tidak memenuhi kriteria untuk

memenuhi criteria residual ataudepresi pasca skisofrenia. Skizofrenia tidak terinci

(undifferentiated)didiagnosis dengan memenuhi criteria umum untuk diagnosa

skizofrenia,tidak memenuhi criteria untuk skizofrenia paranoid,


hebefrenik,katatonik,dan tidak memenuhi criteria untuk skizofrenia tidak terinci

ataudepresi pasca skizofrenia (Liza, 2008).

3) Skizofrenia Hibefrenik

Merupakan jenis skizofrenia yang ditandai dengan adanya percakapan dan perilaku

yang kacau serta afek yang datar, gangguan asosiasi dan mempunyai sikap yang

aneh, menunjukkan perilaku menarik diri secara sosial yang ekstrim, mengabaikan

higiene dan penampilan diri dan terjadi sebelum usia 25 tahun (Isaac, 2005).

4) Tipe Katatonik

Ciri utama pada skizofrenia tipe ini adalah gangguan pada psikomotor yang dapat meliputi

ketidakbergerakan motorik (waxy flexibility). Aktivitas motor yang berlebihan,

negativism yang ekstrim, sama sekali tidak mau berbicara dan berkomunikasi

(mutism) gerakan-gerakan yang tidak terkendali, mengulang ucapan orang lain

(echolalia) atau mengikuti tingkah laku orang lain (echopraxia). (Issac, 2005).

5) Tipe Undifferentiated

Tipe undifferentiated merupakan tipe skizofrenia yang menampilkan perubahan pola

simtomp-simtomp yang cepat menyangkut semua indikator skizofrenia. Misalnya,

indikasi yang sangat ruwet, kebingungan (confusion), emosi yang tidak dapat

dipegang karena berubah-ubah, adanya delusi, referensi yang berubah ubah atau

salah adanya ketergugahan yang sangat besar, autism yang seperti mimpi, depresi

dan sewaktu-waktu juga ada fase yang menunjukkan ketakutan. (Iyus Yosep, 2008).

6) Schizoaffective

Schiziaffective merujuk kepada perilaku yanag berkarakteristik skizofrenia, ada tambahan

indiikasi kelainan alam perasaan, seperti depresi atau mania (Iyus Yosep, 2008).

7) Tipe Residual

Tipe ini merupakan kategori yang dianggap telah terlepas dari skizofrenia
tetapi masih memperlihatkan gejala-gejala residual atau sisa, seperti keyakinan-keyakinan

negative, atau mungkin masih memiliki ide-ide tidak wajar yang tidak sepenuhnya

delusiaonal. Gejala-gejala residual itu dapat meliputi menarik diri secara sosial,

pikiran-pikiran ganjil, inaktivitas, dan afek datar.Tipe residual merupakan eksentrik

tetapi gejala-gejala psikosis saat perilaku diperiksa/dirawat tidak menonjol.Menarik

diri dan afek yang serasi merupakan karakteristik dari kelainan ini, pasien memiliki

riwayat paling sedikit satu episode skizofrenia dengan gejala-gejala yang menonjol

(Iyus Yosep 2008).

2.2 Konsep Resiko Perilaku Kekerasan

Perilaku kekerasan adalah reaksi sekelompok psikotik yang mempengaruhi berbagai area

fungsi individu termasuk fungsi berfikir dan berkomunikasi, menerima dan

menginterprestasikan realitas, merasakan dan menunjukkan emosi dan berperilaku secara

rasional. Gejala positif atau sering disebut psikotik adalah tanda-tanda yang berlebihan, yang

biasanya kebanyakan pada orang tidak ada namun pada klien skizofrenia justru muncul, yaitu

penurunan efek, kurang motivasi, penurunan interaksi sosial, dan penurunan perhatian.(Iyus

Yosep 2011).Resiko perilaku kekerasan adalah suatu bentuk perilaku yang bertujuan

untukmelikai seseorang, baik secara fisik maupun psikologis.respon ini dapat menimbulkan

keriugian baik pada diri sendiri,orang lain,maupun lingkungan(Budi ana keliat,2009) Perilaku

kekerasan atau agresif merupakan suatu bentuk perilaku yang bertujuan untuk melukai orang

lain secara fisik maupun psikologis, (Harnawati 2002).

Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang dapat

membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan. Hal

tersebut dilakukan untuk mengungkapkan perasaan kesal atau marah yang tidak konstruktif

(Stuart dan Sundeen, 2005).) Perilaku kekerasan (PK) adalah suatu keadaan dimana

seseorang melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik, baik pada dirinya
sendiri maupuin orang lain, disertai amuk dan gaduh gelisah yang tak terkontrol (Farida

Kusumawati dan Yudi Hartono 2010).

2.2.1 Etiologi

Perilaku kekerasan bisa disebabkan adanya gangguan harga diri: harga diri rendah.

Harga diri adalah penilaian individu tentang pencapaian diri dengan menganalisa seberapa

jauh perilaku sesuai dengan ideal diri.Dimana gangguan harga diri dapat digambarkan

sebagai perasaan negative terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri, merasa gagal

mencapai keingina, (Iyus Yosep, 2011).

2.2.2 Faktor-faktor yang menyebabkan perilaku kekerasan (nita fitria 2010)

1) Faktor Predisposisi

Ada beberapa factor yang mempengaruhi terjadinya perilaku kekerasan menurut teori

biologic, teori psikologik, dan teori sosiokultural yang dijelaskan oleh Towsend

(1996 dalam Purba dkk, 2008) adalah :

a) Teori Biologik

Teori biologic terdiri dari beberapa pendangan terhadap perilaku :

(1) Neurobiologik

Ada 3 area pada otak yang berpengaruh terhadap proses impuls agresif, system

limbic, lobus frontal dan hypothalamus. Neurotransmitter juga mempunyai

peranan dalam memfasilitasi atau menghambat proses impuls agresif. Sistem

limbic merupakan system informasi, ekspresi, perilaku, dan memori. Apabila

ada gangguan pada system ini maka akan meningkatkan atau menurunkan

potensial perilaku kekerasan. Adanya gangguan pada lobus frontal maka

individu tidak mampu membuat keputusan kerusakan pada penilaian, perilaku

tidak sesuai, dan agresif.Beragam komponen dari system neurologis

mempunyai implikasi memfasilkitasi dan menghambat impuls agresif.Sistem


limbic terlambat dalam menstimulasi timbulnya perilaku agresif.Pusat otak

atas secara konstan berinteraksi dengan pusat agresi, yang dijelaskan oleh

towsend (1996 dalam Purba dkk, 2008).

(2) Biokimia

Berbagai neurotransmitter (epinephrine, norepinefrine, dopamine, asetikolin, dan

serotonin) sangat berperan dalam memfasilitasi atau menghambat impuls

agresif. Teori ini sangat konsisten dengan fight atau flight yang dikenalkan

oleh Selye dalam teorinya tentang respons terhadap stress, yang dijelaskan

oleh Towsend (1996 dalam Purba dkk, 2008).

(3) Genetik

Penelitian membuktikan adanya hubunga langsung antara perilaku agresif dengan

genetic karyotype XYY, yang dijelaskan oleh Towsend (1996 dalam Purba

dkk, 2008).

(4) Gangguan Otak

Sindroma otal organic terbukti sebagai factor predispossisi perilaku agresif dan

tindak kekerasan. Tumor otak, khususnya yang menyerang system limbik dan

lobus temporal: trauma otak, yang menimbulkan perubahan serebral, dan

penyakit sperti ensefalitis, dan epilepsy, khususnya lobus temporal, terbukti

berpengaruh terhadap perilaku agresif dan tindak kekerasan, yang dijelaskan

Towsend (1996 dalam Purba dkk, 2008).

b) Teori psikologik

c) Teori psikoanalitik

Teori ini menjelaskan tidak terpenuhinya kebutuhan untuk mendapatkan

kepuasan dan rsa aman dapat mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan

konsep diri rendah.Agresi dan tindak kekerasan memberikan kekuatan dan


prestise yang dapat meningkatkan citra diri dan memberikan arti dalam

kehidupannya. Perilaku agresif dan perilaku kekerasan merupakan

pengungkapan secara terbuka terhadap rasa ketidakberdayaan dan rendahnya

harga diri, yang dijelaskan oleh Towsend (1996 dalam Purba dkk, 2008)

d) Teori pembelajaran

Anak belajar melalui perilaku meniru dari contoih peran mereka, biasanya orang

tua mereka sendiri. Contoh peran tersebut ditiru karena dipersepsikan sebagai

prestise atau berpengaruh, atau jika perilaku tersebut diikuti dengan pujian yang

positif. Anak memiliki persepsi ideal tentang orang tua mereka selama tahap

perkembangan awal. Namun, dengan perkembangan yang dialami mereka mulai

meniru pola perilaku guru, teman, dan orang lain. Individu yang dianiyaya

ketika masih kanak-kanak atau Mempunyai orang tua yang mendisiplinkan anak

mereka dengan hukuman fisik akan cenderung untuk berperilakukekerasan

setelah dewasa, yang dijelaskan oleh towsend (1996 dalam Purba dkk, 2008).

e) Teori Sosiokultural

Pakar sosiolog lebih menekankan pengaruh factor budaya dan dtruktur sosial

terhadap perilaku agresif. Ada kelompok sosial yang secara umum menerima

perilaku kekeraan sebagai cara untuk menyelesaikan masalahnya. Masyarakat

juga berpengaruh pada perilaku tindak kekerasan, apabilla individu menyadari

bahwa kebutuhan dan keinginan mereka tidak dapat terpenuhi secara konstruktif.

Penduduk yang ramai/padat dan lingkungan yan g rebut dapat beresiko untuk

perilaku kekerasan. Adanya keterbatasan sosial dapat menimbulkan kekerasan

dalam kehidupan individu. (Iyus Yosep 2011).

2) Faktor Presipitasi
Faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku kekerasan sering kali berkaitan

dengan (Yosep, 2008):

a) Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau symbol solidaritas seperti

dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah, perkelahian masal dan

sebagainya.

b) Ekspresi dari tidak nterpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial ekonomi.

c) Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak

membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung melakukan

kekerasan dalam menyelesaikan konflik.

d) Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan

dirinya sebagai seorang yang dewasa.

e) Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan

alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat menghadapi rasa

frustasi.

f) Kematian anggota keluarga yang yang terpenting, kehilangan

pekerjaan, perubahan tahap perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan

keluarga, (Yosep, 2008).

2.2.3 Tanda dan Gejala

Nita Fitria (2010) mengemukakan bahwa tanda dan gejala perilaku kekerasan

adalah sebagai berikut :

1) Fisik

a) Muka merah dan tegang

b) Mata melotot/pandangan tajam

c) Tangan mengepal

d) Rahang mengatup
e) Postur tubuh kaku

f) Jalan mondar mandir

2) Verbal

a) Bicara kasar

b) Suara tinggi, membentak atau berteriak

c) Mengancam secara verbal atau fisik

d) Mengumpat dengan kata-kata kotor

e) Suara keras

3) Perilaku

a) Melempar atau memukul benda/orang lain

b) Menyerang orang lain

c) Merusak lingkungan

d) Amuk/agresif

4) Emosi

a) Tidak adekuat

b) Tidak aman dan nyaman

c) Rasa terganggu, dendam dan jengkel

d) Tidak berdaya

e) Bermusuhan

f) Mengamuk, ingin berkelahi

g) Menyalahkan dan menuntut

5) Intelektual

Mendominasi,cerewet, kasar, berdebat, meremehkan, sarkasme.

6) Spiritual
Merasa diri berkuasa, merasa diri benar, mengkritik pendapat orang lain, tidak peduli

dan kasar.

7) Sosial

Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan, sindiran.

8) Perhatian

Bolos, mencuri, melarikan diri, penyimpangan seksual.

2.2.4 Rentang Respon

Marah merupakan perasaan jengkel yang timbul sebagai respon terhadap

kecemasan/kebutuhan yang tidak terpenuhi yang dirasakan sebagai ancaman (Stuart dan

Sundeen, 2005).Perilaku kekerasan dianggap sebagai suatu akibat yang ekstrim dan marah

atau (panik). Perilaku agresif dan perilaku kekerasan itu sendiri sering dipandang sebagai

suatu rentang, dimana agresif verbal di suatu sisi dari perilaku kekerasan di sisi yang lain.

Kegagalan yang menimbulkan frustasi dapat menimbulkan respon pasif dan melarikan

diri atau respon melawan dan menantang merupakan respon yang maladaptive, yaitu agresif

kekerasan perilaku yang menampakkan mulai rendah sampai yang tinggi, yaitu :

Asertif : Mengemukakan pendapat/ekspresi tidak senang/tidak setuju tanpa

menyakiti lawan bicara. Hal ini menimbulkan ketegangan.

Pasif : Perilaku yang ditandai dengan perasaan tidak mampu untuk mengungkapkan

perasaannya sebagai usaha mempertahankan hak-haknya merasa kurang mampu, HDR,

pendiam, malu, sulit diajak bicara.

Agresif : Suatu perilaku yang menyertai marah merupakan dorongan mentak untuk

bertindak dan masi terkontrol.

Kekerasan : Sering juga disebut gaduh-gaduh atau amuk. Perilaku kekerasan ditandai

dengan menyentuh orang lain secara menakutkan, member kat-kata ancaman-ancaman,


melukai disertai melukai pada tingkat ringan, dan yang paling berat adalah melukai/merusak

secara serius. Klien tidak mampu mengendalikan diri. (Nita Fitria, 2010).

2.2.5 Mekanisme Koping

Mekanisme koping adalah setiap upaya yang diarahkan pada penatalaksanaan stress,

termasuk upaya penyelesaian mesalah langsung dan mekanisme pertahanan yang digunakan

untuk melindungi diri.Kemarahan merupakan ekspresi dari rasa cemas yang timbul karena

adanya ancaman. Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada klien marah (Iyus Yosep,

2011)

1) Sublimasi

Menerima suatu sasaran pengganti artinya dimata masyarakat untuk suatu dorongan yang

mengalami hambatan penyalurannya secara normal. (Iyus Yosep, 2008).

2) Proyeksi

Menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau keinginannya yang tidak

baik. (Iyus Yosep, 2009).

3) Represi

Mencegah pikiran yang menyakitkan atau membahayakan masuk kea lam sadar.

4) Reaksi Formasi

Mencegah keinginan yang berbahaya bila diekspresikan, dengan melebih-lebihkan sikap dan

perilaku yang berlawanan dan mengguanakannya sebagai rintangan. (Iyus Yosep,

2008).

5) Displacement

Melepaskan perasaan yang tertekan biasanya bermusuhan, pada obyek yang tidak

begitu berbahaya seperti yang pada mulanya yang membangkitkan emosi itu.

(Iyus Yosep, 2008)

2.2.6 Perilaku
Perilaku yang berkaitan dengan perilaku kekerasan antara lain :

1) Menyerang atau menghindar, pada keadaan ini respon fisiologis timbul karena

kegiatan system saraf otonom beraksi terhadap sekresi epinephrine yang

menyebabkan tekanan darah meningakat, takikardi, wajah merah, pupil melebar,

sekresi HCL meningkat, peristaltic gaster menurun, pengeluaran urine dan saliva

meningkat, konstipasi, kewaspadaan juga meningkat disertai ketegangan otot,

seperti rahang terkatup, tangan dikepal, tubuh menjadi kaku dan disertai reflek

yang cepat. (Iyus Yosep, 2008).

2) Menyatakan secara asertif, perilaku yang sering ditampilkan individu dalam

mengekspresikan kemarahannya yaitu dengan perilaku pasif, agresif, dan asertif.

(Iyus Yosep, 2008).

3) Memberontak, perilaku yang biasanya disrtai alkibat konflik perilaku acting out

untuk menarik perhatian orang lain. Perilaku kekerasan.Tindak kekerasan atau

amuk yang ditujukan kepada diri sendiri, orang lain maupun lingkungan. (Iyus

Yosep, 2008).

2.2.7 Akibat Dari Perilaku Kekerasan

Kien dengan perilaku kekerasan dapat menyebabkan resiko tinggi mencederai

diri, lingkungan dan orang lain. Resiko mencederai merupakan suatu tindakan

yang kemungkinan dapat melukai/membahayakan diri, orang lain, dan

lingkungan. (Iyus Yosep, 2008).

2.2.8 Penatalaksanaan

1) Pengobatan medik

Beberapa obat yang digunakan untuk mengatasi perilaku agresif antara lain : (Iyus

Yosep, 2008).

a) Anti ansietas hipnotik sedaif, contohnya Diazepam (Valium).


b) Anti depresan, contohnya Amitriptilin.

c) Mood stabilizer, contohnya : Lithium, Carbamazepin.

d) Antipsikotik contohnya : Chlorpomazine, Haloperidol, dan Stelazine

e) Obat lain : Naltrexone, Propanolol

f) ECT (Elektro Convulsive Therapy), yaitu menenangkanklien bila

mengarah pada keadaan amuk. (Maramis, 2005).

2) Penanganan Secara keperawatan

Strategi tindakan keperawatan perilaku kekerasan disesuaikan sejauh man tindakan kekerasan

yang dilakukan klien. Strategi tindakan tersebut terdiri dari :

a) Strategi preventive, terdiri daro penyuluhan klien dan latihan asertif.

b) Strategi pengekangan, terdirin manajemen krisis, pengasingan, dan pengikatan.

(Nita Fitria, 2010).

4) Penyuluhan

Penyuluhan yang diberikan pada klien untuk mencegah perilaku kekerasan berisi :

a) Bantu klien menyelesaikan masalah

b) Berikan kesempatan untuk marah

c) Praktekkan ekspresi marah

d) Terapkan ekspresi marah dalam situasi nyata

e) Identifikasi alternative cara mengekspresikan marah

5) Latihan Asertif

Adapun tujuan dari latihan asertif klien bisa berperilaku asertif yang ditandai

dengan cirri-ciri sebagai berikut :

a) Berkomunikasi langsung dengan orang lain

b) Mengatakan tidak untuk perilaku yang tidak beralasan


c) Mampu menyatakan keluhan

d) Mengekspresikan apresiasi yang sesuai

Tahap latihan meliputi :

(1) Diskusikan bersama klien cara ekspresi marah selama ini

(2) Tanyakan apakah dengan cara ekspresi marah tersebut dapat menyelesaikan

masalah atau justru menimbulkan masalah baru

(3) Anjurkan klien untuk memperagakannya

(4) Anjurkan klien untuk menerapkan asertif dalam situasi nyata. (Nita Fitria,

2010)

2.3 Patofisiologi

Perjalanan penyakit skizofrenia sangat bervariasi pada tiap-tiap

individu.Perjalanan klinis skozofrenia berlangsung secara perlahan-lahan,

meliputi beberapa fasi yang dimulai dari keadaan premorbid, prodromal,

fase aktif dan keadaan residual (Sadock, 2005).Pola gejala premorbid

merupakan tanda pertama penyakit skizofrenia, walaupun gejala yang ada

dikenali hanya secara retrospektif. Karakteristik gejala skizofrenia yang

dimulai dari masa remaja akhir atau permulaan masa dewasa akan diikuti

dengan perkembangan gejala prodormal yang berlangsung beberapa hari

sampai beberapa bulan. Tanda dan gejala prodormal skozofrenia dapat

berupa cemas, gundah, (gelisah), merasa diteror atau depresi. Penelitian

retrospektif terhadap pasiendengan skizofrenia menyatakan bahwa

sebagian penderita mengeluhkan gejala somatic, seperti nyeri jkepala, nyeri

pinggung dan otot, kelemahan dan masalah pencernaan (Sadock, 2005)

Fase aktif skizofrenia ditandai dengan gangguan jiwa yang nyata secara

klinis, yaitu adanya kekacauan dalam pikiran, perasaan, dan


perilaku.Penilaian pasien skizofrenia terhadap realita terganggu dan

pemahaman diri (tilikan) buruk sampai tidak ada.Fase residual ditandai

denga tidak menghilangnya beberapa gejala klinis skizofrenia. Yang tinggal

hanya satu atau dua gejala sisa yang tidak terlalu nyata secara klinis, yaitu

dapat berupa penarikan diri (withdrawal) dan perilaku aneh (Buchanan,

2005)

2.4 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pada pasien skizofrenia dapat berupa terapi biologis, dan terapi psikososial.

2.4.1 Terapi Biologis

Pada penatalaksanaan terapi biologis terdapat tiga bagian yaitu terapi dengan

menggunakan obet anti psikosis, terapi elektrokonvulsif, dan pembedahan bagian

otak.Terapi dengan menggunakan obat anti psikosi dapat meredakan gejala-gejala

skizofrenia. Obat yang digunakan adalah

chlorpromazine (thorazin) dan fluphenazine decanoate (prolixin). Kedua obat tersebut

termasuk kelompok phenothiazines, reserpine (serpasil), dan haloperidol

(haldol).Obat ini disebut obat penenang utama.Obat tersebut dapat menimbulkan rasa

kantuk dan kelesuan, tetapi tidak mengakibatkan tidur yang lelap, sekalipun dalam

dosis yang sangat tinggi (orang tersebut dapat dengan mudah terbangun).Obat ini

cukup tepat bagi penderita skizofrenia yang tampaknya tidak dapat menyaring

stimulus yang tidak relevan (Maramis, 2005).

2.4.2 Terapi elektrokonvolsif

Terapi elektrokonvulsif juga dikenal sebagai terapi electroshock pada pelaksanaan

terapi biologis. Pada akhir 1930-an, electroconvulsive therapy(ECT) diperkenalkan

sebagai penanganan untuk skizofrenia. Tetapi terapi ini telah menjadi pokok

perdebatan dan keprihatinan masyarakat karena beberapa alasa.ECT ini digunakan


beberapa rumah sakit jiwa pada berbagai gangguan jiwa, termasuk skizofrenia.

Menurut Fink dan Sackeim (1996) antusiasme awal terhadap ECT semakin

memudar karena metode ini kemudian diketahui tidak menguntungkan bagi sebagian

besar penderita skizofrenia meskipun pengguanaan terapi ini masih dilakukan

hingga saat ini. Sebelum prosedur ECT yang lebih manusiawi dikembangkan, ECT

merupakan pengalaman yang sangat menakutkan pasien. Pasien seringkali tidak

bangun lagi setelah aliran listrik dialirkan ke tubuhnya dan mengakibatkan

ketidaksadaran sementara, serta seringkali menderita kerancuan pikiran dan

hilangnya ingatan setelah ini. Adakalanya, intensitas kekejangan otot yang

menyertai serangan otak mengakibatkan berbagai cacat fisik (Maramis, 2005).

2.4.3 Terapi Psikososial

Gejala-gejala gangguan skizofrenia yang kronik mengakibatkan situasi pengobatan di dalam

maupun di luar Rumah Sakit Jiwa (RSJ) menjadi monoton dan menjemukan. Secara

historis, sejumlah penanganan psikososial telah diberikan pada pasien skizofrenia,

yang mencerminkan adanya keyakinan bahwa gangguan ini merupakan akibat

masalah adaptasi terhadap dunia karena berbagai pengalaman yang dialami di usia

dini. Pada terapi psikososial terdapat dua bagian yaitu terapi kelompok dan terapi

keluarga (Maramis, 2005).Terapi kelompok kelompok merupakan salah satu jenis

terapi humanistic. Pada terapi ini beberapa klien berkumpul dan saling berkomunikasi

dan therapist berperan sebagai fasilitator dan sebagai pemberi arah di dalamnya. Para

peserta terapi saling memberikan feedback tentang pikiran dan perasaan yang

dialami. Peserta diposisikan pada situasi sosial yang mendorong peserta untuk

berkomunikasi, sehingga dapat memperkaya pengalaman peserta dalam kemampuan

berkomunikasi.Pada terapi keluarga merupakan suatu bentuk khusus dari terapi

kelompok.Terapi ini digunakan untuk penderita yang telah keluar dari Rumah Sakit
Jiwa dan tinggal bersama keluarganya. Keluarga berusaha untuk menghindari

ungkapan-ungkapan emosi yang bisa mengakibatkan penyakit penderita kambuh

kembali. Dalam hal ini keluarga diberi informasi tentang cara cara untuk

mengekspresikan perasaan-perasaan, baik yang positif maupun negative secara

konstruktif dan jelas, dan untuk memecahkan setiap persoalan secara bersama-sama.

Keluarga diberi pengetahuantentang keadaan penderita dan cara-cara untuk

menghadapinya. Dari beberapa penelitian, seperti yang dilakukan oleh Fallon

(Davison, et al, 1994; Rathus, et al, 1991) ternyata campur tangan keluarga sangat

membantu dalam proses penyembuhan, atau sekurang-kurangnya mencegah

kambuhnya penyakit penderita.

2.5 Konsep Asuhan Keperawatan

2.5.1 Pengkajian

1) Pengumpulan data

Data yang dikumpulkan meliputi :

a) Aspek biologis

Respon fisiologis timbul karena kegiatan

b) Aspek emosional

Individu yang marah merasa tidak nyaman, merasa tidak berdaya, jengkel,

frustasi, dendam, ingin memukul orang lain, mengamuk, bermusuhan,

menyalahkan dan menuntut. (Maramis, 2005).

c) Aspek intelektual

Sebagian pengalaman hidup individu didapatkan melalui proses intelektual,

peran panca indra sangat penting untukn beradaptasi dengan lingkungan yang

selanjutnya diolah dalam proses intelektual sebagai suatu pengalaman. Perawat

perlu mengkaji cara klien marah,


mengidentifikasi penyebab kemarahan, bagaimana informasi diproses, diklarifikasi

dan diintegrasikan. (Budiana Keliat, 2003).

d) Aspek sosial

Meliputi interaksi sosial, budaya, konsep rasa percaya dan ketergantungan. Emosi

marah yang sering merangsang kemarahan orang lain. (Budiana Keliat, 2009).

e) Aspek spiritual

Kepercayaan, nilai dan moral mempengaruhi hubungan individu dan lingkungan.

Hal yang bertentangan dengan norma yang dimiliki dapat menimbulkan

kemarahan yang dimenifestasikan dengan amoral dan rasa tidak berdosa.

2) Klarifikasi data

Data yang didapat dari pengumpulan data dikelompokkan menjadi 2 macam yaitu data

subyektif dan data obyektif.Data subyektif adalah data yang disampaikan secara

lisan oleh klien dan keluarga.Data ini didapatkan melalui wawancara perawat

dengan klien dan keluarga.Sedangkan data obyektif yang ditemukan secara

nyata.Data ini didapatkan melalui observasi atau pemeriksaan langsung oleh

perawat. (Budiana Keliat, 2009).

Pohon Masalah

Resiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan


Efect

Perilaku Kekerasan
Core Problem

Cause Gangguan konsep diri harga diri rendah

Koping individu inefektif Ketidakefektifan penatalaksanaan


Kegagalan pada masa lalu regimen terapeutik
- Ketidaktahuan keluarga - Ketidak patuhan berobat dan
Dalam mengenal masalah minum obat
Gambar 1 pohon masalah Resiko Perilaku Kekerasan

2.5.2 Diagnosa Keperawatan

1) Resiko perilaku kekerasan dapat diartikan sebagai keadaan ketika individu

mengalami perilaku yang secara fisik dapat membahayakan diri sendiri atau orang

lain (Nita Fitria, 2010).

a) Data Subyektif

(1) Klien mengatakan benci atau kesal kepada seseorang.

(2) Klien suka membentak dan menyerang orang yang mengusiknya jika sedang

kesal atau marah.

(3) Riwayat perilaku kekerasan atau gangguan jiwa lainnya

b) Data obyektif

(1) Mata merah wajah agak merah.

(2) Nada suara tinggi danbkeras, bicara menguasai : berteriak, menjerit,

memukul diri sendiri/orang lain.

(3) Ekspresi marah saat membicarakan orang, pandangan tajam.

(4) Merusak dan melempar barang-barang.

2 )Faktor-faktor yang berhubungan dengan masalah perilaku kekerasan, antara lain

sebagai berikut :

a) Ketidak mampuan mengendalikan dorongan marah

b) Stimulus lingkungan

c) Konflik interpersonal

d) Status mental

e) Putus obat
f) Penyalah gunaan narkoba/alcohol.

2.5.3 Intervensi Keperawatan (nita fitria 2010)

Rencana tindakan keperawatan pada klien dengan Resiko perilaku kekerasan

1) Tujuan umum : klien tidak mecederai diri sendiri.

2) Tujuan khusus : Klien dapat membina hubungan saling percaya. Kriteria hasil :

Klien mau membalas salam, klien mau menjabat tangan, klien mau menyebut

nama, klien mau tersenyum, klien mau kontak mata, klien mau mengenal nama

perawat. Intervensi ;

a) Berikan salam atau panggil nama

b) Sebutkan nama perawat

c) Jelaskan maksud hubungan interaksi

d) Jelaskan akan kontrak yang akan dibuat

e) Lakukan kontak singkat tapi sering

3) Klien mampu mengidentifikasi sisi penyebab perilaku kekerasan. Kriteria hasil :

Klien mengungkapkan perasaannya, klien dapat mengungkapkan penyebab

perasaannya jengkel/kesal (dari diri sendiri, lingkungan, maupun orang lain).

Intervensi :

a) Berikan kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya

b) Bantu klien untuk mengungkapkan penyebab perasaan jengkel/kesal.

4) Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda dan gejala perilaku kekerasan.

Kriteria hasil : Klien dapat mengungkapkan perasaannya saat marah/jengkel. Klien

dapat menyampaikan tanda dan gejala jengkel/kesal yang dialaminya.Intervensi ;

a) Anjurkan klien mengungkapkan apa yang dialami dan dirasakannya

b) Observasi tanda dan gejala perilaku kekerasan

c) Simpulkan bersama klien tanda dan gejala jengkel/kesal yang akan dialami.
5) Klien dapat mengidentifikasi mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa

dilakukan.

Kriteria hasil ; Klien dapat mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa

dilakukan. Klien dapat bermain peran sesuai perilaku kekerasan yang bisa

dilakukan. Klien dapat mengetahui cara yang bisa dilakukan untuk menyelesaikan

masalah. Intervensi :

a) Anjurkan klien untuk mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa dilakukan

klien

b) Bantu klien bermain peran sesuai perilaku kekerasan yang biasa dilakukan

c) Bicarakan dengan klien tentang apakah yang dia lakukan sudah menyelesaikan

masalah

6) Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.

Kriteria hasil : Klien dapat menjelaskan akibat dari cara yang digunakan klien,

akibat pada klien sendiri, akibat pada orang, akibat pada lingkungan. Intervensi :

a) Bicarakan akibat atau kerugian dari cara yang dilakukan klien

b) Bersama klien menyimpulkan akibat dengan cara yang dilakukan oleh klien

c) Tanyakan kepada klien Apakah ia ingin mempelajari cara baru yang sehat

7) Klien mendemonstrasikan cara fisik untuk mencegah perilaku kekerasan.

Kriteria hasil : Klien dapat menyebutkan contoh pencegahan perilaku kekerasan

secara fisik : tarik nafas dalam, pukul kasur dan bantal, dll. Klien dapat

mendemonstrasikan cara fisik untuk mencegah perilaku kekerasan. Intervensi :

a) Diskusikan kegiatan fisik yang bisa dilakukan klien. Berikan pujian atas fisik

klien yang bisa dilakukan.

b) Diskusikan dua cara yang fisik yang paling mudah dilakukan untuk mencegah

perilaku kekerasan, yaitu : tarik nafas dalam, pukul kasur bantal.


c) Diskusikan cara melakukan nafas dalam dengan klien

Berikan contoh kepada klien tentang cara menarik nafas dalam.

d) Beri pujian positif atas kemampuan klien mendemonstrasikan cara menarik

nafas dalam

e) Tanyakan perasaan klien setelah selesai

f) Anjurkan klien menggunakan cara yang telah dipelajari saat marah atau

jengkel

8) Klien dapat mendemonstrasikan cara sosial untuk mencegah perilaku kekerasan.

Kriteria hasil : Klien dapat menyebutkan cara bicara (verbal) yang baik dalam

mencegah perilaku kekerasan, meminta dengan baik, menolak dengan baik,

mengungkapkan perasaan dengan baik, bicara yang baik.Klien dapat

mendemonstrasikan cara verbal yang baik. Itervensi :

a) Diskusikan cara bicara yang baik dengan klien

b) Meminta klien mengikuti contoh cara bicara yang baik, meminta dengan baik :

Saya minta uang buat beli makan

c) Menolak dengan baik Maaf saya tidak bisa melakukan, karena ada kegiatan

yang lain.

d) Mengungkapkan perasaan yang baik : Saya kesal karena permintaan saya tidak

dipenuhi. Disertai nada yang rendah.

e) Minta klien mengulang sendiri

f) Beri pujian klien atas keberhasilan.

9) Klien dapat mengikuti TAK : stimulasi persepsi pencegahan perilaku kekerasan.

Kriteria hasil : Klien dapat menyebutkan jenis, dosis, pengobatan, dan waktu

minum obat serta manfaat dari obat itu (prinsip 5 benar : benat orang, obat, dosis ,

waktu, dan cara pemberian).


Intervensi ;

a) Diskusikan tentang proses minum obat

b) Klien memeriksa obat sesuai dosisnya

c) Klien maeminaum obat pada waktu yang tepat

d) Susun jadwal minum obat bersama klien

2.5.4 Tindakan Keperawatan (Budiana Keliat, 2009)

1) Tujuan Keperawatan.

a) Pasien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.

b) Pasien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan.

c) Pasien dapat menyebutkan perilaku kekerasan yang pernah dilakukan.

d) Pasien dapat menyebutkan akibat dari perilaku kekerasan yang dilakukannya.

e) Pasien dapat menyebutkan cara mencegah/mengendalikan perilaku kekerasan.

f) Pasien dapat mencegah/mengendalikan perilaku kekerasan secara fisik,

spiritual, sosial dan dengan terapi psikofarmaka.

2) Tindakan keperawatan

a) Bina hubungan saling percaya.

(1) Mengucapkan salam terapeutik

(2) Berjabat tangan

(3) Menjelaskan tujuan berinteraksi

(4) Membuat kontrak, topic, waktu, dan tempat setiap kali.

b) Diskusikan bersama pasien penyebab perilaku kekerasan sekarang dan yang

lalu.

c) Diskusikan perasaan, tanda dan gejala yang dirasakan pasien jika terjadi

penyebab perilaku kekerasan.

(1) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara fisik.


(2) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara patologis.

(3) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara sosial.

(4) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara intelektual.

(5) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan yang biasa dilakukan pada

saat marah.

(a) Verbal

(b) Terhadap orang lain

(c) Terhadap orang lain

(d) Terhadap lingkungan

(6) Diskusikan bersama pasien akibat perilaku kekerasan yang ia lakukan.

(7) Diskusikan bersama pasien cara mengendalikan perilaku kekerasan.

(a) Fisik pukul bantal/kasur dan tarik nafas dalam.

(b) Obat

(c) Sosial/verbal : Menyatakan secara asertif rasa marahnya

(d) Spiritual : Beribadah sesuai keyakinan pasien

(e) Bantu pasien mengendalikan perilaku kekerasan secara fisik.

3) Strategi Pelaksanaan 1

a) Proses Keperawatan

(1) Kondisi Klien :

(a) Muka merah dan tegang, pandangan tajam

(b) Mengatupkan rahang dengan kuat, mengepalkan tangan

(c) Jalan mondar mandir, bicara kasar suara tinggi atau berteriak.

(d) Mengancam secara verbal dan fisik

(e) Melempar atau memukul benda/irang lain, merusak barang.


(2) Diagnosa

Perilaku Kekerasan

(3) Tujuan Umum Klien Tidak Mencederai Diri

Tujuan

(a) Klien dapat membina hubungan saling percaya

(b) Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan

(c) Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan

(d) Klien dapat menyebutkan jenis perilaku kekerasan yang pernah

dilakukannya

(e) Klien dapat menyebutkan akibat dari perilaku kekerasan yang

dilakukannya

(f) Klien dapat menyebutkan cara mencegah/mengontrol perilaku

kekerasannya secara fisik

b) Tindakan Keperawatan

(1) Membina hubungan saling percaya

(2) Mendiskusikan bersama klien penyebab perilaku nkekerasan saat ini dan

yang lalu

(3) Mendiskusikan perasaan klien jika terjadi penyebab perilaku kekerasan

(4) Mendiskusikan bersama klien perilaku kekerasan yang biasa dilakukan

pada saat marah

(5) Mendiskusikan bersama klien akibat dari perilakunya

(6) Mendiskusikan bersama klien cara mengontrol perilaku kekerasan

(7) Melatih klien mengontrol perilaku kekerasan secara fisik

c) SP 1 pasien : Membina hubungan saling percaya, mengidentifikasi penyebab

marah, tanda dan gejala yang dirasakan, perilaku kekerasan yang dilakukan,
akibat, dan cara mengendalikan perilaku kekerasan dengan cara fisik pertama

(latihan nafas dalam)

(1) Orientasi

(a) Salam terapeutik

Selamat pagi pak, perkenalkan nama saya Nugraha Dewantara, bisa

dipanggil nugraha, saya yang akan merawat bapak selama 1 minggu,

nama bapak siapa dan senang dipanggil siapa?

(b) Evaluasi / validasi

Bagaimana perasaan bapak saat ini? Masih ada perasaan kesal atau marah ?

(c) Kontrak

Topik : Bagaimana kalau sekarang kita berbincang tentang perasaan marah

bapak?

Waktu : Berapa lama bapak mau berbincang-bincang, bagaimana kalau selama

15 menit, bapak setuju?

Tempat : Dimana kira-kira tempat yang enak buat kita berbincang-bincang ?

Bagaimana kalau di depan rumah?

(2) Kerja

Menurut bapak apa yang menjadi penyebab bapak marah?, apakah

sebelumnya bapak pernah marah-marah? Kemudian menurut bapak

penyebabnya apa? Apakah sama dengan yang terjadi sekarang?Pada saat

penyebab marah itu muncul, seperti bapak sering diolok-olok oleh tetangga

atau sering diejek dan tidak dipedulikan oleh keliarga karena keinginannya

tidak dituruti, apa yang bapak rasakan? Apakah bapak merasakan kesal

kemudian dada bapak berdebar-debar, mata melotot, rahang tertutup rapat,


dan tangan mengepal? Setelah itu apa yang bapak lakukan? O begitu ya,

jadi bapak merusak barang-barang yang ada di rumah dan memaki-maki

etangga bapak apakah dengan ini masalah terselesaikan? Iya tentu

tidak.Apa kerugian cara yang bapak lakukan/ Betul, barang-barang rumah

tangga banyak yang rusak. Menurut bapak adakah cara lain yang lebih

baik? Maukah bapak belajar cara mengungkapkan kemarahan dengan baik

tanpa menimbulkan kerugian? Ada beberapa cara untuk mengontrol

kemarahan bapak, salah satunya adalah dengan cara fisik, jadi melalui

kegiatan fisik disalurkan rasa marah. Bagaimana kalau kita belajar cara

itu terlebih dahulu? Begini pak, kalau tanda-tanda marah bapak rasakan

maka bapak berdiri, tarik nafas dari hidung, tahan sebentar, lalu keluarkan

atau tiup perlahan-lahan melalui mulut seperti mengeluarkan kemarahan.

Ayo coba lagi, tarik dari hidung, bagus, tahan, dan tiup melalui mulut Nah

lakukan sampai bapak merasa nyaman. Bagus sekali bapak sudah bisa

melakukannya. Bagaimana perasaannya setelah latihan tarik nafas

dalam?Bagus bapak sudah mampu melakukannya. Sebaiknya latihan ini

bapak lakukan secara rutin ya?, dan bila sewaktu-waktu rasa marah itu

muncul bapak sudah terbiasa melakukannya.

(3) Terminasi

(a) Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan.

Evaluasi klien (subyektif)

Bagaimana perasaan bapak sekarang setelah kita berbincang bincang tentang

rasa marah yang bapak alami?

Evaluasi perawat (perawat)

Iya jadi tadi ada berapa penyebab marah? Toloong


sebutkan, bagus sekali, kemudian yang dirasakan saat bapak marah ?

kemudian akibatnya? Coba bapak sebutkan.

(b) Rencana tindak lanjut

Bapak, tadi kita sudah belajar cara marah secara fisik, bagus sekali

bapak sudah bisa melakukannya, dilatih terus ya cara mengendalikan

marah dengan tarik nafas dalam yang saya ajarkan?

(c) Kontrak yang akan datang

Topik : Baiklah pak, untuk pertemuan hari ini saya cukupkan dulu, besok

kita bertemu lagi dan saya ajarkan cara mengendalikan marah dengan

latihan fisik yang kedua yaitu memukul bantal bapak setuju?

Waktu ; Besok kita ketemu setelah makan pagi ya? Selama 15 menit

Tempat : Diruang tamu saja ya? Sampai jumpa.

4) Strategi Pelaksanaan 2

a) Proses Keperawatan

(1) Kondisi klien

(a) Klien mengatakan masih ada rasa marah dan kesal

(b) Klien mau mencoba latihan fisik dengan tarik nafas dalam

(c) Klien kurang tenang, tidak kooperatif, bicara kurang terarah

(2) Diagnosa

Perilaku kekerasan

(3) Tujuan

Klien dapat mencegah atau mengontrol perilaku kekerasannya

secara fisik.

(4) Tindakan keperwatan

(a) Mengevaluasi latihan nafas dalam


(b) Melatih klien secara fisik ke-2 pukul kasur dan bantal

(c) Mengajarkan klien menyusun jadwal kegiatan harian cara kedua.

b) SP 2 pasien : Membantu pasien latih melatih mengendalikan perillaku

kekerasan dengan cara kedua.

(1) Orientasi

(a) Salam terapeutik

Selamat pagi pak?

(b) Evaluasi / validasi

Bagaimana perasaan bapak hari ini/ Kegiatan apa saja yang sudah

bapak lakukan? apakah masih ada penyebab

perasaan jengkel atau marah?

(c) Kontrak

Topik : Baiklah, sesuai janji kita kemarin hari ini kita akan latihan cara

mengontrol marah dengan latihan fisik cara yang kedua yaitu memukul

bantal atau kasur, bapak masih ingat?

Waktu : Mau berapa lama latihannya? Bagaimana kalu 15 menit, bapak setuju?.

(2) Kerja

Baiklah mari sekarang kita latihan fisik yang kedua yaitu memukul kasur

dan bantal. Dimana tidur bapak?Jadi nanti kalau bapak kesal dan ingin

marah, langsung saja ke tempat tidur dan lampiaskan kemarahan tersebut

denga memukul kasur dan bantal.Nah, sekarang coba bapak lakukan,

pukul kasur dan bantal.Ya bagus sekali, kekesalan lampiaskan ke kasur

dan bantal Bagus, bapak sudah mampu.Cara ini masih dapat dilakukan

secara rutin jika ada perasaan marah, Kemudian jangan lupa merapikan

tempat tidurnya kembali setelah latihan.


(3) Terminasi

(a) Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan

Evaluasi klien (subyektif)

Bagaimana perasaan bapak setelah latihan menyalurkan perasaan marah

atau jengkel tadi?

Evaluasi perawat (obyektif)

Coba sekarang bapak ingat-ingat ada berapa cara yang sudah

kita latih? Bagus sekali bapak masih mengingatnya

(b) Rencana tindak lanjut

Mau kapan bapak mau latihan memukul bantal dan kasur?Bagaimana kalau setiap

pagi setelah bangun tidur?

(c) Kontrak yang akan datang.

Topik : Sekarang cukup dulu ya, besok kita akan bertemu lagi, kita akan latihan cara

mengontrol marah dengan bicara yang baik bapak setuju?

Waktu : Mau jam berapa latihannya? Bagaimana kalu jam 09.00 selama 10 menit?

Tempat : Di taman depan ya, Sampai jumpa?

5) Strategi Pelaksanaan 3

a) Proses Keperawatan

(1) Kondisi klien.

(a) Klien mau latihan memukul bantal

(b) Klien mengatakan perasaannya sudah tenang

(c) Klien tenang, kooperatif, bicara terarah.

(2) Diagnosa

Perilaku kekerasan

(3) Tujuan khusus


Klien dapat mengontrol perilaku kekerasan secara sosial/verbal.

(4) Tindakan keperawatan

(a) Mengevaluasi latihan memukul bantal

(b) Melatih klien mengungkapkan rasa marah secara verbal : menolak

dengan baik, meminta dengan baik, mengungkapkan perasaannya

dengan baik

(c) Mengajarkan klien menyusun jadwal kegiatan harian latihan secara

verbal.

b) SP 3 : Membantu pasien latihan mengendalikan perilaku kekerasan secara

sosial/verbal

(1) Orientasi

(a) Salam terapeutik

Selamat pagi bapak?

(b) Evaluasi / validasi.

Bapak, bagaimana keadaan bapak hari ini? Apakah mas ada perasaan jengkel

atau marah? Sudah dicoba cara yang saya ajarkan? Apa yang dirasakan

setelah latihan secara tersatur? Bagus kalau begitu.

(c) Kontrak

Topik : Bapak, sesuai janji saya kemarin, sekarang kita akan belajar latihan cara

bicara untuk mencegah marah

Waktu : Waktunya 15 menit saja, bapak setuju?

Tempat : Dimana enaknya kita berbincang bincang? Bagaimana kalau di teras

depan rumah?

(2) Kerja
Sekarang kita latihan cara bicara yang baik untuk mencegah marah. Kalau

marah sudah disalurkan maelalui tarik nafas dalam atau pukul kasur dan

bantal, dan sudah lega, maka kita perlu bicara dengan orang yang

membuat kita marah. Ada tiga caranya pak :

(a) Meminta dengan baik tanpa marah dengan nada suara yang rendah

serta tidak menggunakan kata-kata kasar. Kemarin bapak bilang

penyebab marahnya karena minta uang sama ibu tidak diberi. Coba

bapak minta uang dengan baik : Bu,

saya perlu uang untuk membeli rokok. Nanti bisa dicoba di sini untuk meminta

baju, minum obat, dan lain-lain.Coba bapak praktekkan.Bagus sekali

bapak melakukannya. Menolak dengan baik, jika ada yang menyuruh

dan bapak tidak ingin melakukannya, katakana : Maaf saya tidak

bisa melakukannya karena sedang ada kerjaan. Coba

praktekkan.Bagus sekali. Mengungkapkan perasaan kesal, jika ada

perlakuan orang lain yang membuat kesal bapak, bapak dapat

mengatakan : Saya jadi ingin marah karena perkataan kamu itu.

Coba praktekkan.Bagus.

(3) Terminasi

(a) Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan

Evaluasi klien (subyektif)

Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang cara

bicara yang baik?

Evaluasi perawat (obyektif)

Coba sekarang bapak sebutkan lagi cara bicara yang baikyang telah

kita pelajari
(b) Rencana tindak lanjut

Ayo kita masukkan kegiatan sehari-hari, misalnya meminta obat, meminta kue atau

meminta uang.

(c) Kontrak yang akan datang

Topik : Sekarang cukup dulu ya, besok pagi kita bertemu lagi, kita akan membicarakan

cara lain untuk mengatasi rasa marah yaitu dengan cara ibadah

Waktu : Mau jam berapa kita latihan? Jam 9 pagi selama 15 menit ya?

Tempat : Mau dimana kita berbincangnya, disini lagi saja ya? Sampai jumpa

6) Strategi Pelaksanaan 4

a) Proses Keperawatan

(1) Kondisi klien

(a) Klien mau latihan bicara dengan baik

(b) Klien mengatakan perasaannya sudah tenang

(c) Klien tenang, kooperatif, bicara terarah

(2) Diagnosa

Perilaku kekerasan

(4) Tujuan khusus

Klien dapat mengontrol perilaku kekerasan secara spiritual

(5) Tindakan keperawatan

(a) Mendiskusikan hasil mengontrol perilaku kekerasan secara fisik dan

sosial/verbal

(b) Melatih klien sholat/berdoa.

c) SP 4 PASIEN : Membantu pasien latihan mengendalikan perilaku kekerasan

secara spiritual.

(1) Orientasi.
(a) Salam terapeutik

Selamat pagi pak?

(b) Evaluasi / validasi

Bapak, bagaimana keadaannya hari ini?Bagaimana latihan fisik dan verbalnya?Apa

sudah dilakukan? Apa yang dirasakan setelah latihan? Bagus

sekali.Bagaimana perasaan marahnya?

(c) Kontrak

Topik : Bagaimana kalau sekarang kita latihan cara lain untuk mencegah rasa marah

yaitu dengan ibadah?

Waktu : Berapa lama bapak mau berbincan-bincang? 15 menit saja, bapak setuju?

Tempat : Di tempat kemarin saja ya?

(2) Kerja

Coba ceritakan kegiatan ibadah yang biasa bapak lakukan ! Bagus, baik,

yang mau dicoba? Nah, kalau bapak sedang marah coba bapak

langsung duduk dan tarik nafas dalam, jika tidak reda juga marahnya

rebahkan badan agak rileks, jika tidak reda juga, ambil air wudhu

kemudian sholat Bapak bisa melakukan sholat secara teratur untuk

meredakan kemarahannya.Coba bapak sebutkan sholat 5 waktu?

Bagus, Mau coba yang mana?Coba sebutkan caranya.

(3) Terminasi

(a) Evaluasi respon kloien terhadap tindakan keperawatan.

Evaluasi klien (subyektif)

Bagaimana perasaan bapak setelah kita berbincang-bincang tentang

cara yang ini?

Evaluasi perawat (obyektif)


Jadi sudah berapa cara yang kita pelajari untuk mengontrol

marah?.Bagus sekali.

(b) Tindak lanjut

Coba bapak sebutkan lagi cara ibadah yang dapat bapak lakukan bila

bapak merasa marah

(c) Kontrak yang akan datang

Topik : Besok kita ketemu lagi ya pak, nanti kita

bicarakan cara selanjutnya mengontrol rasa marah, yaitu patuh minum obat,. Nanti kita

akan membicarakan cara penggunaan obat yang benar untuk

mengontrol marah

Waktu : Bagaimana kalau sesudah makan pagi? Selama 15 menit?

Tempat : Di ruang makan ya pak? Sampai jumpa besok ya?

7) Strategi Pelaksanaan 5

a) Proses Keperawatan

(1) Kondisi klien

(a) Klien mampu latihan doa dan sholat

(b) Klien mengatakan sudah tidak kesal lagi

(c)Klien tenang, kooperatif, dan mau melakukan kegiatan

(2) Diagnosa

Perilaku kekerasan

(3)Tujuan umum

Klien dapat mengontrol perilaku kekerasan dengan meminum obat.

(4) Tindakan keperawatan


(a) Mengevaluasi jadwal kegiatan harian klien untuk cara mencegah

marah yang sudah dilatih

(b) Melatih klien minum obat secara teratur dengan perinsip 5 benar,

disertai penjelasan guna obat dan akibat berhenti minum obat

(c) Menyusun jadwal minum obat secara teratur

b)SP 5 PASIEN : Membantu pasien latihan mengendalikan perilaku kekerasan

dengan obat.

(1) Orientasi

(a) Salam terapeutik

Selamat pagi pak? Sesuai janji saya sekarang kita bertemu lagi

(b) Evaluasi / validasi

Bagaimana pak sudah dilakukan latihan tarik nafas dalam, pukul kasur bantal,

bicara yang baik serta sholat?Apa yang dirasakan setelah melakukan latihan

secara teratur? Coba kita lihat kegiatannya

(c) Kontrak

Topik : Bagaimana kalau sekarang kita bicara dan latihan tentang cara minum obat

yang benar untuk mengontrol rasa marah?

Waktu ; Berapa lama pak mau berbincang-bincang? 15 menit saja, bapak setuju?

Tempat : Di tempat kemarin saja ya?

(2) Kerja

Pak sudah diperiksa dokter? berapa macam obat yang bapak minum?Warnanya apa

saja? Bagus, jam berapa bapak minum? Bagus. Obatnya ada tiga macam

pak, yang warnanya oranye namanya CPZ gunanya agar pikiran tenang, yang

putih itu namanya THD agar rileks dan tidak tegang, dan yang merah jambu

ini namanya HLP agar pikiran teratur dan rasa marah berkurang. Semuanya
ini harus bapak minum 3 kali sehari, jam 7 pagi, jam 1 siang, dan jam 7

malam. Bila nanti setelah minum obat mulut bapak terasa kering, untuk

mengatasinya bapak bisa menghisap hisap es batu.Bila terasa mata

berkunang-kunang, bapak sebaiknya beristirahat dan jangan beraktivitas

dulu Nanti di rumah sebelum minum obat ini bapak lihat dulu label di

kotak obat apakah nama bapak tertulis di situ, berapa dosis yang harus di

minum. Baca juga apakah nama obatnya sudah benar? Di sini minta obatnya

pada pak mantra kemudian cek apakah benar nama obatnya!Jangan pernah

menghentikan minum obat sebelum berkonsultasi dengan dokter ya pak,

karena dapat terjadi kekambuhan.Sekarang kita masukkan waktu minum

obatnya ke dalam jadwal ya pak.

(3) Terminasi

(a) Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan

Evaluasi klien (subyektif)

Bagaimana perasaan bapak setelah kita berbincang tentang cara minum

obat yang benar?

Evaluasi perawat (obyektif)

Coba bapak sebutkan lagi obat yang bapak minum, cara minum obat yang benar.

(b) Tindak lanjut

Nah, sudah berapa cara yang kita pelajari untuk mengontrol rasa marah?

(c) Kontrak yang akan datang

Topik : Baik, besok kita ketemu kembali untuk melihat sejauh mana bapak dapat

mencegah rasa marah.

Waktu : Besok kita bertemu jam 10 ya? Selama 15 menit?

Tempat : Di ruang tamu saja ya pak? Sampai jumpa.


8)Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan Klien Dengan Diagnose

Keperawatan Perilaku kekerasan (Keluarga)

a) Proses Keperawatan

(1) Kondisi klien

(a) Keluarga mampu memahami tentang masalah klien

(b) Keluarga mampu memberikan tindakan perawatan kepada klien.

(2) Diagnosa

Perilaku kekerasan

(3) Tujuan khusus

Keluarga dapat menjadi teman serta wadah untuk klien dalam

proses penyembuhan.

b) Tindakan keperawatan

Menjelaskan kepada keluarga tentang keadaan klien. Memberikan penjelasan kepada

keluarga betapa pentingnya peran keluarga dalam proses penyambuhan.

(1) Orientasi

Selamat pagi Bu?Saya perawat yang merawat Tn.T.Bagaimana perasaan ibu

hari ini? Apa pendapat ibu tentang Tn.T?Hari ini kita akan berdiskusi

tentang masalah yang Tn.T alami dan bantuan apa yang bisa ibu berikan

kepada Tn.T sendiri.Kita mau berdiskusi dimana?Berapa lama?

(2) Kerja

Selama ini apa yang dilakukan oleh Tn.T ketika marah? Perilaku yang

ditunjukkan oleh Tn.T itu dikarenakan gangguan jiwanya yang membuat

Tn.T marah?Kalau Tn.T kurang motivasi dalam merawat diri apa yang
ibu lakukan?Ibu perlu juga memperhatikan rasa aman nyaman yang

dibutuhkan oleh Tn.T ibu juga perlu mendampingi pada saat Tn.T sendiri

dan merenung.

(3) Terminasi

Bagaimana perasaan ibu setelah bercakap-cakap?Coba ibu sebutkan lagi

apa saja yang harus diperhatikan dalam membantu Tn.T dalam merawat

diri?Dalam seminggu ini cobalah ibu mendampingi dan membantu Tn.T

saat tidak ada pekerjaan. Minggu depan saya akan datang lagi sekitar jam

10.00 pagi, untuk mendiskusikan hasil yang sudah dicapai oleh Tn.T
BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Rancangan yang di gunakan dalam penulisan penelitian ini adalah studi kasus. Studi

kasus merupakan prosedur penelitian yang menganalisis suatu permasalahan dalam suatu

unit kasus tunggal.Tetapi peneliti di sini menggunakan 2 partisipan , yang pertama klien

dengan kelolaan dan kasus yang kedua yaitu sebagai pembanding. Hal ini sesuai dengan

pendapat Nursalam (2008) yaitu metode penelitian merupakan cara memecahkan

masalah berdasarkan keilmuan. Rancangan penelitian yang digunakan dalam penulisan

ini adalah deskriptif observasional dengan studi kasus. Studi kasus merupakan

rancangan penelitian yang mencakup pengkajian suatu unit penelitian secara intensif

misalnya satu pasien, keluarga, kelompok, komunitas, atau institusi. Hal ini sejalan

dengan tujuan penelitian yaitu penulis menganalisa tentang asuhan keperawatan pada

klien dengan kasus Skizofrenia dengan perilaku kekerasan di ruang Nusa Indah RSUD

dr. Soedomo Trenggalek.

3.2 Sumber Data

Salah satu pertimbangan dalam memilih masalah penelitian adalah ketersediaan sumber

data. Sumber data penelitian merupakan sumber subjek dari tempat mana data bisa

didapatkan. Sumber data dalam Karya Tulis Ilmiah ini diperoleh dari informasi klien,

keluarga yang mendampingi klien, status klien di ruangan, perawat jaga yang bertugas di

ruangan yang berkaitan di dalam asuhan keperawatan di rumah sakit maupun pendamping
dalam pengambilan data, dari percatatan perkembangan. Penentuan informan didasarkan

pada faktor- faktor kontekstual dari fenomena yang diteliti melalui kemampuannya dalam

memberikan informasi secara maksimum. Sedangakan pada klien pembanding sendiri

peneliti dalam mencari sumber data diperoleh dari informasi klien sendiri, dari keluarga

yang mendampingi klien saaat melakukan pengkajian, status klien di ruangan, perawat

jaga yang bertugas di ruangan yang berkaitan di dalam asuhan keperawatan di rumah

sakit maupun pembimbing lahan dari ruangan maupun kepala ruang sendiri.

3.3Lokasi dan Waktu penelitian

3.3.1 Lokasi

Lokasi pengambilan studi kasus asuhan keperawatan pada pasien- pasien

skizofrenia dengan ResikoPerilaku Kekerasan Di Ruang Nusa Indah RSUD dr.

Soedomo Trenggalek.

3.3.2 Waktu

Sedangkan waktu penelitian, penulis melakukan penelitian pada bulan Mei 2017

3.3.3 Partisipan

Partisipan adalah salah satu pasien skizofrenia dengan Resiko Perilaku

Kekerasan Di Ruang Nusa Indah RSUD dr. Soedomo Trenggalek.

3.4 Etika

Etika penyusunan penelitian harus memperhatikan hal-hal berikut :

Sebelum peneliti mengambil data, peneliti mengambil persetujuan terlebih dahulu kepada

partisipan. Sesuai dengan teori disebut dengan Informed consent (lembar persetujuan

menjadi informan), merupakan pernyataan tertulis kesediaan informan sebagai subyek

dalam penyusunan karya tulis ilmiah. (Daryanto, 1994).


Dalam memasukkan data berupa identitas nama, peneliti tidak perlu mencantumkan

identitas nama asli dari partisipan, cukup dengan memberikan inisial. Sesuai dengan teori

disebut Anonymity (tanpa nama), nama dari informan tidak perlu dicantumkan pada

lembar pengumpulan data, untuk mengetahiu keikutsertaannya peneliti cukup dengan

menuliskan nama inisial. (Daryanto, 1994).

Dalam pengambilan data dari partisipan, peneliti hanya melaporkan data trtentu saja

yang mendukung terlaksananya penelitian, selalu menjaga kerahasiaan pasien sesuai

dengan teori disebut Confidentiality (kerahasiaan) artinya kerahasiaan informasi yang

telah dikumpulkan dari informan dijamin kerahasiaannya. Hanya kelompok data tertentu

saja yang akan disajikan/dilaporkan pada hasil penelitian. (Daryanto, 1994).

3.5. Pengumpulan Data

3.5.1 Bahan atau instrument dan Metode Pengumpulan Data

Jenis instrument yang dapat digunakan dalam pengumpulan data adalah dokumen

wawancara terstruktur berupa format asuhan keperawatan atau check list ,

pedoman observasi, pengukuran dengan alat, alat pemeriksaan laboratorium atau

dokumen yang relevan.

Metode pengumpulan dengan menggunakan data primer atau data sekunder. Data primer

berupa wawancara, pemeriksaan fisik (inspeksi, auskultasi, palpasi, perkusi),

sedangkan data sekunder berupa hasil pemeriksaan laboratorium, hasil catatan

status pasien dari tenaga medis yang lain serta studi dokumentasi.

3.5.2 Prosedur Pengumpulan Data

Prosedur pengumpulan data merupakan suatu proses pengkajian dengan

pengumpulan informasi tentang status kesehatan secara sistematis dan terus

menerus. Prosedur pengumpulan data dalam penelitian ini meliputi pengantar

permohonan ijin penelitian dari Direktur Akademi KeperawatanTrenggalek, yang


selanjutnya penyelesaian ijin penelitian dari kepala RSUD dr. Soedomo

Trenggalek, kemudian peneliti menuju rumah sakit atau ke pasien untuk

melaksanakan penelitian, serta penyelesaian ijin penelitian dari pasien sebagai

partisipan penelitian.

3.6 Analisa Data

Dalam melakukan penelitian ini, peneliti menggunakan metode kualitatif.Peneliti sebagai

instrument.Dalam penelitian teknik pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti

adalah observasi atau pengamatan serta dengan anamneses atau wawancara.Untuk

memperoleh data yang akurat, diperlukan rasa aling percaya antar peneliti dengan

partisipan, keluarga dan orang terdekat pasien.Sesuai yang ada pada teori dalam

penerapannya, metode analisa data yang digunakan adalah metode kualitatif yaitu

peneliti sebagai human instrument dan dengan teknik pengumpulan data participant

observation (observasi berperan serta) dan in depth interview (wawancara mendalam),

maka peneliti harus berinteraksi denga sumber data.Dengan demikian peneliti harus

mengenal betul orang yang memberikan data (Sugiyono, 2009).

Selanjutnya peneliti akan melakukan pembahasan dari hasil penelitian berupa hasil,

Justifikasi (prioritas masalah) dan Opini (pendapat). Sesuai yang ada pada teori yaitu

analisa data dilakukan berdasarkan analisis deskriptif yaitu mendeskripsikan atau

menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud

membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau atau generalisasi, dengan

menyajikan data dalam bentuk table, grafik atau diagram lingkaran (Sugiyono, 2009).

3.7 Keabsahan Data

Keabsahan data pada penelitian didasarka pada derajat kepercayaan (credibility),

keterlatihan (transferability), kebergantungan (dependability) dan kepastian

(confermability) (Sugiyono, 2009).


PEMERINTAH KABUPATEN TRENGGALEK
DINAS KESEHATAN PENGENDALIAN PENDUDUK
DAN KELUARGA BERENCANA
AKADEMI KEPERAWATAN TRENGGALEK
JL. Dr. Soetomo No. 5 Telp (0355) 791293 KodePos 66312
TRENGGALEK

LEMBAR KONSULTASI KARYA TULIS ILMIAH


NAMA : FERI CHRISTIAN
NIM : 15.014
PEMBIMBING 1 : Awan Harianto, S.Kep.Ns.M.Kes
JUDUL : Asuhan Keperawatan Pada Pasien Skizofrenia Dengan Resiko
Perilaku Kekerasan Diruang Nusa Indah Rsud dr.Soedomo
Trenggalek

TANDA
NO. HARI / TANGGAL MASUKAN / REVISI
TANGAN
Daftar pustaka
Kesehatan jiwa dan psikiarti : pedoman klinis perawat / linda carman copel ; alih bahasa,

akemat ; editor edisi bahasa indonesia, devi yulianti, Pamilih Eko Karyuni .-ed.2-Jakarta :

EGC, 2007.

Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa / Willy F. Maramis _Cet. 9 _Surabaya: Airlangga University

Press, 2005.

Keliat, B., et al. (2010). Model Praktik

Keperawatan Profesional Jiwa.

EGC. Jakarta.

Maramis, (2005), Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa, Cetakan Kesembilan, Surabaya : Airlangga

University Press.

Yoseph I, (2008), Keperawatan Jiwa, Cetakan pertama, Bandung : PT, Refika Aditama.

Yoseph, Iiyus, (2011), Keperawatan Jiwa, Bandung : Refika Aditama.

Model Praktik Keperawatan Profesional jiwa/ Editor ,Budi Ana keliatAkemat: editor
penyelaras,Monica Ester,-jakarta :EGC, 2009

Stuart and Laraia. 2005. Principles and practice of Psichiatric Nursing. (5th Ed). Medical

Universityof South Carolina.

Stuart, G,W, & Sundeen. S,J, (2005), Buku Saku Keperawatan Jiwa, Edisi ke-4, Jakarta
Mosby, Inc.

Fitria, Nita 2010, Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan SP dan SP, Jakarta : Salemba Medika.

Buku Ajar Keperawatan Jiwa Farida Kusumiati dan Yudi Hartono-Jakarta:Salemba, 2010

Вам также может понравиться