Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Akuisisi data seismik adalah tahapan survey guna mendapatkan data seismik berkualitas baik di
lapangan. Sebagai tahap terdepan dari serangkaian survey seismik, data seismik yang diperoleh
dari tahapan ini akan menentukan kualitas hasil tahapan berikutnya. Sehingga, dengan data yang
baik akan membawa hasil pengolahan yang baik pula, dan pada akhirnya, dapat dilakukan
interpretasi yang akurat, yang menggambarkan kondisi bawah permukaan sebagaimana
mestinya.
Untuk memperoleh data berkualitas baik perlu diperhatikan berbagai macam persiapan,
penentuan parameter-parameter lapangan yang sesuai. Penentuan parameter lapangan tersebut
umumnya tidak sama, sesuai karakteristik dan kondisi daerah lokasi survey. Perlunya penentuan
parameter ini dimaksudkan untuk menetapkan parameter awal dalam suatu rancangan survey
akuisisi data seismik, yang dipilih sedemikian rupa, sehingga dalam pelaksanaannya akan
diperoleh informasi target bawah permukaan selengkap mungkin dengan noise serendah
mungkin.
Dalam eksplorasi minyak dan gas bumi pada khususnya, sebelum melakukan akuisisi data, perlu
untuk menentukan target yang akan dicapai, mengidentifikasikan terlebih dahulu permasalahan
yang mungkin terjadi. Paling tidak ada delapan permasalahan yang perlu diselesaikan, antara lain
:
1. Offset Terjauh (Far Offset); jarak antara sumber seismik dengan sensor penerima/receiver
terjauh, yang didasarkan pada pertimbangan kedalaman sasaran paling dalam.
2. Offset Terdekat (Near Offset); jarak antara sumber seismik dengan sensor penerima terdekat,
didasarkan pada pertimbangan kedalaman sasaran paling dangkal.
3. Group Interval; jarak antara satu kelompok sensor penerima/receiver dengan kelompok
penerima berikutnya, dimana satu kelompok memberikan satu trace seismik sebagai
stack/superposisi beberapa sensor penerima.
5. Kedalaman Sumber (Charge Depth); sumber seismik sebaiknya ditempatkan di bawah lapisan
lapuk, sehingga energi sumber seismik dapat ditransfer secara optimal ke dalam sistem pelapisan
medium di bawahnya.
6. Kelipatan Cakupan (Fold Coverage); merupakan jumlah suatu titik di bawah permukaan yang
terekam oleh perekam di permukaan. Semakin besar kelipatannya, maka kualitas data akan
semakin baik.
7. Laju pencuplikan (Sampling Rate); laju pencuplikan akan menentukan batas frekuensi
maksimum seismik yang masih dapat direkam dan direkontruksi dengan baik sebagai data,
dimana frekuensi yang lebih besar dari batas akan menimbulkan aliasing.
8. Tapis Potong Bawah (Low-Pass Filter); merupakan filter pada instrumen perekam untuk
memotong amplitudo frekuensi gelombang seismik/trace yang rendah.
10. Panjang Perekaman (Record Length); merupakan lamanya waktu perekaman gelombang
seismik yang ditentukan oleh kedalaman sasaran.
11. Rangkaian Penerima (Receiver Group); merupakan suatu kumpulan instrumen sensor
penerima/receiver yang disusun sedemikian hingga, sehingga noise dapat diredam seminimal
mungkin.
12. Panjang Lintasan; panjang lintasan survey ditentukan dengan mempertimbangkan luas
sebaran/panjang target di bawah permukaan terhadap panjang lintasan survey di permukaan.
13. Larikan Bentang Penerima (Receiver Array); bentang penerima menentukan informasi
kedalaman rambatan gelombang seismik, nilai kelipatan cakupan, dan alternatif skenario
peledakan sumber seismik, seperti ketika lintasan melalui sungai yang lebar.
14. Arah Lintasan; ditentukan berdasarkan informasi studi pendahuluan terhadap target.
15. Spasi Antar Lintasan; jarak antar satu lintasan ke terhadap lintasan yang lain.
SISTEM PEREKAMAN
Geophone/Hydrophone
Fenomena pemantulan
gelombang seismik.
Sensor geophone umumnya berjenis moving coil, yang bekerja atas prinsip fisika Hukum Lenz,
yang berupa kumparan kawat yang bergerak di dalam medan magnet). Sedangkan hydrophone,
sensornya berupa kristal piezo elektrik yang peka terhadap perubahan tekanan.
Sensor geophone.
Sensor hydrophone.
Sistem perekaman data lapangan terdiri dari satu sumber seismik dan banyak penerima, dimana
gelombang-gelombang seismik terpantul (refleksi) tiba ke permukaan hampir bersamaan.
Kondisi tersebut mengakibatkan perekaman dilakukan secara simultan, dengan suatu instrumen
multiplexer. Multiplexer berfungsi sebagai pencuplik amplitudo gelombang, yang dengan
mekanismenya berputar sangat cepat, mencuplik gelombang 1 dari penerima 1 ke 2, 3, dst,
mencuplik gelombang 2 dari penerima 1,2,3, dst. Mekanisme tersebut menyebabkan amplitudo
gelombang seismik tidak terekam berdasarkan urutan waktu/trace seismik, namun berdasarkan
urutan posisinya. Hal ini pun akan menjadi permasalahan tersendiri, yang dalam tahapan
Pengolahan Data Seismik dilakukan proses demultiplexing untuk mengatasinya.
Mekanisme instrumen
perekaman data seismik.
Melalui alat ini juga dilakukan pengaturan laju pencuplikan (sampling rate), sehingga data yang
terekam terhindar dari gejala aliasing.
Banyak faktor yang mempengaruhi perambatan gelombang seismik melalui medium bumi,
sehingga mengakibatkan adanya pelemahan amplitudo yang akan menjadi sulit untuk direkam
seiring bertambahnya waktu. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, dipergunakan instrumen
penguat elektronik (amplifier) yang nilai penguatannya (gain) dapat diatur sesuai dengan
bertambahnya waktu. Terdapat dua macam amplifier yang umumnya digunakan :
Binary Gain Amplifier, dimana penguatannya dapat diatur naik +6 dB (penguatan sekitar
12 kali) dan turun -6 (pelemahan sekitar 0,5 kali).
Automatic Gain Control (AGC), amplifier yang mampu menguatkan sinyal yang terlalu
lemah, sekaligus melemahkan sinyal yang terlalu kuat, sesuai dengan batas dynamic
range-nya.
Formater; instrumen pemformat ini berfungsi untuk mengatur penempatan data di dalam pita
magnetik.
MACAM-MACAM GANGGUAN/NOISE
Dalam segala survey seismik perlu diantisipasi adanya berbagai macam jenis gangguan-
gangguan/noise yang mempengaruhi dan mengurangi kualitas data yang terekam. Berbagai
macam noise tersebut dapat berupa :
1. Noise koheren; noise ini dapat diidentifikasi dalam bentuk pola-pola khusus gelombang yang
terekam. Beberapa contoh noise yang koheren antara lain :
Ground Roll, terdapat di data seismik darat yang dicirikan dengan amplitudo yang kuat
dan frekuensi yang rendah.
Multiple, umumnya terdapat pada data seismik laut dalam bentuk kenampakan refleksi
sekunder akibat gelombang yang terperangkap.
Gelombang langsung (direct wave), dicirikan dengan frekuensi yang cukup tinggi dan
dengan waktu datang (arrival time) lebih awal.
2. Noise tidak koheren; muncul pada rekaman data seismik dengan pola yang acak.
1. Shot-related (Correlated); merupakan noise yang ditimbulkan oleh energi dari sumber
seismik itu sendiri, dimana secara umum noise ini akan muncul secara berulang ketika
pengukuran yang sama dilakukan secara berulang pula, dan tidak akan muncul apabila tidak ada
ledakan/sumber seismik yang diberikan.
3. Recording; noise yang muncul karena adanya masalah pada perlengkapan, seperti bad
geophones, bad cables, noise bursts, electronic hum, spikes, dan gangguan pada amplifier.
Like this:
Related
GEOFISIKAIn "Geofisika"
This entry was posted on February 19, 2015 at 12:02 am and is filed under Geofisika, Minyak dan Gas Bumi with
tags Akuisisi Data Seismik, Eksplorasi Minyak dan Gas Bumi, Metode Seismik, Metode Seismik Refleksi. You can
follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own
site.
Leave a Reply
473288f910 /2015/02/19/akuis guest
Blog at WordPress.com.
Post to
Reblog Post 9766151 https://geohazard Science Never Di
Cancel
55b3083ef2 /2015/02/19/akuis
Follow
o Science Never Dies...
o Customize
o Follow
o Sign up
o Log in
o Copy shortlink
o Report this content
o Manage subscriptions
o Collapse this bar