Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Wanita berdikari atau wanita berwirausaha sudah sejak lama menjadi pemikiran dan isi
hati Ibu Kartini. Dunia bisnis atau dunia wirausaha bukan milik kaum Adam semata sebagai
pemain tunggal, tapi dunia ini sudah menjadi trend masa kini buat wanita. Jumlah wanita yang
terjun di dunia wirausaha tidaklah sedikit. Bahkan tidak jarang di berbagai perusahaan besar,
wanitalah yang memegang peranan penting sebagai pucuk pimpinan. Inilah kenyataannya
bahwa wanita bisa disejajarkan dengan pria dari segi bisnis. Diungkapkan oleh DR. Suparman
Sumahamijaya (1980:96): Sesungguhnya Ibu Kartini telah merintis pendidikan mandiri bagi
wanita sejak beliau berumur 16 tahun, sejak sekitar tahun 1893. Hal ini dapat dibuktikan dari
hampir semua tulisan Ibu Kartini yang termuat di dalam kumpulan surat-suratnya yang
dibukukan dengan judul Door DuisternisTot Licht, dimana hampir setiap halaman surat-
suratnya penuh dengan kata-kata perlunya pengembangan watak dan pembentukan watak di
atas pendidikan otak. Karena dengan pembentukan watak, Ibu Kartini yakin manusia akan
lebih mampu untuk berdiri sendiri, tidak bergantung dari kerabat dan dari siapapun. Berkali-
kali ditekankan perlunya kepercayaan pada diri sendiri. Surat-surat Ibu Kartini dibukukan pula
dengan judul Letters of A Javanese Princess dan beredar di Amerika semenjak tahun 1921 oleh
Charles Scribner Sons, NewYork. Penerjemahnya yang bernama Agnes Louise Symmers
menyebutkan bahwa IbuKartini dalam perjuangannya menyadari bahwa The freedom of
women could only comethrough economic independence (kebebasan wanita hanya bisa datang
dari kebebasanekonomi).
Perjuangan Kartini bukan hanya kaum wanita saja, tetapi dia berjuang untuk
seluruhkemanusiaan yang selama ini tidak bisa dilakukan oleh wanita. Walaupun usia beliau
hanya mencapai 25 tahun, tapi beliau berhasil menyajikan karya tulis sebanyak kurang lebih
450 halaman, yamg mana karya tulis tersebut mengandung kepadatan kata-kata dengan arti
yang sangat dalam, keras, dan mengesankan. Kemampuan berwirausaha bisa kita ukur dengan
skala minat dan keinginan dalam berwirausaha, meskipun skala tersebut tidak mutlak
kebenarannya, akan tetapi setidaknya bisa menjadi tolak ukur sejauh mana minat usaha kita,
atau minat kita dalam berwirausaha.
Mengukur diri sendiri dengan cara melingkari salah satu angka yang sesuai dengan pribadi
anda. Arti dari masing-masing angka adalah:
5 = Sangat Kuat
4 = Kuat
3 = Sedang
2 = Lemah
1 = Lemah Sekali
Pedoman wawancara adalah sebagai berikut.
1. Bagaimana sejarah hidup pemiliknya?
2. Apakah salah seorang famili dari pemilik memiliki usaha/
3. Apakah pemilik ini pernah bekerja di perusahaan sebelumnya?
4. Pernakah ia memimpin perusahaan sebelumnya?
5. Adakah dasar pengetahuan yang ia miliki yang mendorong untuk membuka usaha?
6. Mengapa ia terdorong untuk membuka bisnis/
7. Mengapa ia memilih bisnis di bidang ini?
8. Apakah bentuk hokum dari usaha ini?
9. Apakah ada perijinan yang perku diurus dulu sebelum perusahaan berjalan?
10. Berapa jumlah uang yang ia miliki pada saat membuka usaha/
11. Dari mana ia mendapatkan uang itu?
12. Apakah jumlah uang itu ideal untuk memulai usaha?
13. Berapa lama ia mampu untuk mencapai titik break event
14. Bagaimanakh perencanaan yang dibuat oleh pemilik sebelum membuka usaha?
15. Berapa lama ia menyusun perencanaan, dan apakah selalu dikembangkan?
16. Adakah tenaga ahli yang ia gunakan? Tenaga ahli dalam bidang apa?
17. Bagaimana dan mengapa ia memilih lokasi di tempat ini
18. Apakah ia mempromosikan pembukaan usahanya?
19. Masalah apakah yang ia hadapi sejak membuka usaha sampai sekarang?
20. Bagaimana mengatasi masalah itu?
21. Catatan apa saja yang ia buat dalam perusahaan?
22. Bagaimana reaksi familinya terhadap kegiatan usahanya?
23. Apakah keuntungan dan kerugian membuka usaha?
24. Informasi dan keterampilan apa saja yang diperlukan untuk membuka usaha ini?
25. Nasehat apa yuang ia berikan apabila ada wanita lain yang ingin membuka usaha
sejenis?
26. bagaiman masa depan dari usaha ini?
Pada umumnya orang terdorong membuka usaha sendiri karena faktor berikut:
1. Membuka kesempatan untuk memperoleh keuntungan
2. Memenuhi keinginan dan minat pribadi
3. terbuka kesempatan untuk menjadi Bos
4. Adanya kebebasan dalam manajeman
Faktor-faktor yang menunjang / menghambat wanita wirausaha
yang menunjang :
1. Naluri wanita yang bekerja lebih cermat, pandai mengantisipasi masa depan,
menjaga keharmonisan, kerjasama dalam rumah tangga dapat diterapkan dalam
kehidupan usaha.
2. Mendidik anggota keluarga agar berhasil dikemudian hari, dapat dikembangkan dalam
personel manajemen perusahaan.
3. Faktor adat istiadat, contohnya di Bali dan Sumatera Barat, dimana wanita memegang
peranan dalam mengatur ekonomi rumah tangga.
4. Lingkungan kebutuhan hidup seperti kecantikan, fashion, jahit menjahit, menyulam,
membuat kue, aneka masakan, kosmetika mendorong lahirnya wanita pengusaha yang
mengembangkan komoditi tersebut.
5. Majunya dunia pendidikan wanita sangat mendorong perkembangan wanita menjadi
pegawai, atau membuka usaha sendiri dalam berbagai bidang usaha.
Banyaknya kaum wanita dan kelompok minoritas terjun ke dunia usaha, yang kebanyakan
dalam usaha small business, didorong oleh alasan2 berikut :
Entrepreneurial idea : 35 %
Glass ceiling : 22%
Glass ceiling ini agak spesifik. Apa artinya glass ceiling? The glass ceiling is an invisible
barrier that keeps women and minorities from reaching the highest level positions (Bovee
2004). Glass ceiling artinya satu hambatan yang tidak kelihatan bagi wanita dan kelompok
minoritas untuk mencapai posisi-jabatan lebih tinggi dalam sebuah organisasi. Hambatan
secara diam-diam ini, karena dominasi karyawan pria, dan banyaknya gangguan bagi karyawan
wanita karena masalah keluarganya, kesehatan dsb. Dan juga adanya sexism, job
discrimination dan sexual harassment.
Bore in job 14%
Downsized 10%
Akibat perampingan organisasi, penciutan karyawan, berimbas kepada beralihnya perhatian
pada bisnis kecil, mendirikan usaha sendiri.
Fell into it 10%
Family event 5%
Born entrepreneur 4%
Yang menghambat :
1. Faktor kewanitaan, dimana sebagai ibu rumah tangga ada masa hamil, menyusui, tentu
agak menganggu jalanya bisnis. Hal ini dapat diatasi dengan dengan mendelegasikan
wewenang atau tugas kepada karyawan lain. Tentunya pendelegasian ini mempunyai
keuntungan dan kerugian.jalannya perusahaan tidak akan persis sama bila dipimpin
oleh pemilik sendiri, jadi ada dua kemungkinan, lebih baek atau lebih buruk.
2. Faktor sosial budaya, adat istiadat, wanita sebagai ibu rumah tangga bertanggung jawab
penuh dalam urusan rumah tangga, bila anak atau suami sakit, ia harus memberi
perhatian penuh, dan ini akan mengganggu aktivitas usahanya. Jalannya bisnis yang
dilakukan oleh wanita tidak sebebas yang dilakukan oleh laki laki.
3. Faktor emosional yang dimiliki wanita, disamping menguntungkan dan juga bisa
merugikan, misalnya dalam mengambil keputusan, karena ada faktor emosional, maka
keputusan yang diambil akan kehilangan rasionalitasnya. Juga dalam memimpin
karyawan, muncul elemen2x emosional yang mempengaruhi hubungan dengan
karyawan pria atau wanita yang tidak rasional lagi.
4. Sifat pandai, cekatan, hemat dalam mengatur keuangan rumah tangga, akan
mempengaruhi terhadap keuangan perusahaan. Kadang kadang wanita pengusaha agak
sulit dalam mengeluarkan uang, dan harga harga dipasang agak tinggi. Kibiasaan
kaum ibu ialah bila mau membeli ia menawar rendah skali tapi bila menjual ingin
tinggi.
Gaya kepemimpinan: Selalu ada perbedaan antara gaya manajemen entrepreneur pria
dan perempuan serta gaya kepemimpinan mereka, mungkin karena pengaruh genetik.
Membedakan sifat-sifat pemimpin pria dari pemimpin perempuan tidaklah sulit.
Entrepreneur pria cenderung lebih mandiri/ memberikan otonomi, agresif dalam
persaingan sementara entrepreneur perempuan lebih berfokus pada hubungan,
interdependensi, dan kerjasama. Keduanya memiliki kelebihan dan kekurangan sendiri-
sendiri.
Gaya pengelolaan: Untuk tujuan operasional, para pria bergerak lebih cepat, lebih
analitis, lebih fokus dan berkonsentrasi lebih pada tujuan jangka pendek dan aturan.
Sebaliknya, para entrepreneur perempuan umumnya mengumpulkan lebih banyak data,
mempertimbangkan konteksnya, berpikir jangka panjang, dan mengandalkan intuisi
dan simpati mereka dalam berbisnis.
Gaya berorganisasi: Status dan peringkat lebih penting bagi para entrepreneur pria
sementara para entrepreneur perempuan lebih nyaman dengan bekerja dalam hierarki
yang setara. Struktur yang lebih disukai entrepreneur pria menyerupai bentuk piramida
atau hierarki, yang menjadi asal dari kewenangan dari posisi seseorang dalam sebuah
hierarki dan menekankan lebih pada tujuan daripada proses.
Gaya dalam hubungan bisnis: Bagi entrepreneur pria, hubungan bisnis lebih bersifat
kompetitif, dan kekuasaan ditingkatkan melalui kendali atas informasi yang bisa
dipegang erat daripada dibagi-bagikan. Entrepreneur perempuan, di sisi lain,
mempunyai jaringan sosial yang lebih luas, yang membuatnya lebih baik dalam hal
menemukan nasihat atau sumber daya untuk bisnisnya. Entrepreneur perempuan juga
lebih saling mendukung satu sama lain. Unsur persaingan masih ada tetapi tidak
sekental antarentrepreneur pria.
Gaya emosi: Kejutan terbesar bagi kita semua ialah temuan bahwa pria suka untuk
mencari jaringan emosional yang lebih besar. Mereka lebih banyak mencari
kenyamanan dalam perkumpulan yang memberikan kehangatan, pujian, dan dorongan.
Entrepreneur pria juga cenderung menunjukkan emosi dalam bisnis daripada
perempuan, sebagai bagian dari dominasi dan intimidasi.
Gaya investasi: Kebanyakan pemodal ventura (venture capitalists) dan angel investor
adalah pria. Perempuan nampaknya berjejaring demi membangun hubungan dan
mereka akan berinvestasi untuk menopang hubungan yang sudah dibangun tetapi lebih
sedikit tertarik pada investasi peluang bisnis. Pria membangun jejaring demi
manfaatnya dalam bisnis.
Gaya motivasi: Perempuan lebih cenderung untuk termotivasi mengejar karier
entrepreneur sebagai cara untuk menyeimbangkan kehidupan karier (aktualisasi diri)
dan keluarga. Sementara pria lebih condong termotivasi oleh upaya menumpuk
kekayaan dan kemajuan karir. Menurut sebuah penelitian yang didanai oleh Yayasan
Kauffman, citra diri perempuan jarang memuat entrepreneurship.
INTRAPRENEURSHIP
Lebih lanjut tabel berikut perbandingan antara traditional managers, Entrepreneurs dan
intrapreneurs.
Sifat Tradisional Enterpreneurs Intrapreneurs
Managers
Ada kebebasan dan
Mengharapkan
Ada kebebasa, ada peluang
promosi dan hadiah,
Motif Utama peluang berkreasi mengembangkan
ada kantor,
dan dapat uang bakat dan ada hadiah
kekuasaan dan staff
dari perusahaan
- Kegiatan Mendelegasikan, dan Terlibat secara Lebih banyak terlibat
banyak pengawasan langsung ketimbang
mendelegasikan
kepada orang lain
- Resiko Sangat hati-hati Lebih moderat Bersifat
dalam mengambil moderatdalm
resiko mengambil resiko
Status Sangat Tidak peduli Tidak terlalu
memperhatinkan dengan simbol memperhatikan
status status, hanya ingin
keleluasaan
Kesalahan Berusaha Terbiasa dengan Mencoba tidak
& kegagalan menghindari kesalahan dan membicarakan
kesalahan kegagalan kesalahan sampai ia
berhasil
Decisions Setuju saja dengan Mengikuti mimpi, Mencoba
keputusan dari atasan intuisi sebagai meyakinkan kolega
bahan agar menyokong
pertimbangan idenya
Latar belakang Anggota keluarga Pengusaha small Pengusaha samll,
family bekerja di business, business propesional
perusahaan/kantor profesional, atau dan pertanian
pertanian
Hubungan Ada hirarki Saling Saling berhubungan
berhubungan dalam kerangka
hirarki
Eesley dan Longenecker (2006, dikutip oleh Budiharjo, 2011) mengemukakan 10 hambatan
utama dalam intrepreneurship meliputi :
1. Menghukum kesalahan yang disebabkan oleh tindakan risk taking
2. Gagasan-gasasan tanpa tindak lanjut
3. Tidak ada dorongan intrapreneurship
4. Unhealthy politicking dalam organisasi
5. Komunikasi yang buruk antar karyawan dan juga pada pelanggan
6. Karyawan tidak didorong berpikir untuk mencari peluang
7. Misi, sasaran perusahaan tidak jelas
8. Kurang dukungan manajemen
9. Penghasilan keputusan beresiko yang tidak diberi reward
10. Keterbatasan waktu dan sumber daya