Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
7. Jika pasien memakai kacamata/lensa kontak, maka minta pasien untuk melepasnya.
8. Biasakan untuk memeriksa mata kanan terlebih dahulu dan minta pasien untuk
menutup mata yang satu dengan menggunakan telapak tangan atau dengan alat (trial
frame + occluder).
9. Pasien diminta untuk melihat lurus ke depan dengan santai.
10. Pasien dipersilahkan untuk membaca huruf/gambar yang terdapat pada Snellen chart,
dari yang paling besar (dari atas) sampai pada huruf/gambar terkecil yang masih
dapat terlihat oleh mata pasien.
11. Jika pasien hanya dapat melihat huruf pada Snellen chart dibaris 5/20, artinya pasien
hanya dapat melihat pada jarak 5 m yang pada orang normal dapat dibaca dari jarak
20m (visus 5/20)
12. Apabila penderita tak dapat melihat huruf/gambar terbesar yang terdapat pada Snellen
chart, maka kita mempergunakan hitung jari.
13. Penderita diminta untuk menghitung jari pemeriksa (satu jari atau dua jari) yang
diletakkan secara horizontal di depan tubuh pemeriksa. Pemeriksa mulai pada jarak 1
m, lalu mundur sampai posisi 2 m di depan pasien, dan seterusnya sampai posisi 6 m.
Jika penderita dapat melihat pada jarak 1m, maka visus dinyatakan dalam 1/60 (dapat
melihat jari pada jarak 1 meter, yang pada orang normal dapat dilakukan pada jarak
60 m).
14. Apabila penderita tak dapat menghitung jari, maka dipergunakan lambaian tangan
pemeriksa pada jarak 1 m. Jika penderita dapat mengidentifikasi arah gerak lambaian
tangan pemeriksa, maka visus dinyatakan 1/300.
15. Apabila lambaian tangan tak terlihat oleh penderita, maka kita periksa visusnya
dengan cahaya (sinar baterai). Apabila pasien dapat melihat sinar tersebut maka visus
dinyatakan dalam 1/~ (satu per tak terhingga). Kemudian sinar diarahkan ke empat
kuadran penglihatan (atas, bawah, kiri, kanan) dan minta pasien menyebutkan arah
datangnya sinar tersebut. Apabila pasien dapat menjawab dengan benar, maka
visusnya dinyatakan dalam 1/~ , proyeksi sinar benar. Bila pasien menjawab salah,
maka visus dinyatakan dalam 1/~ , proyeksi sinar salah.
16. Bila penderita tidak dapat mengidentifikasi cahaya senter maka visus dinyatakan nol
(NLP = no light perception).
17. Setelah diketahui visus kedua mata, dilakukan koreksi dengan trial lens.
18. Pada mata dipasang trial frame, satu mata ditutup dengan occluder (penghalang).
19. Lensa negatif/positif terkecil dipasang pada bingkai.
20. Penderita kembali diminta membaca huruf/gambar pada Snellen chart sampai baris
terbawah.
21. Bila masih belum dapat membaca baris terbawah, lensa diganti dengan ukuran yang
lebih besar, hingga penderita dapat membaca baris terbawah Snellen chart (visus 6/6).
22. Lakukan hal yang sama pada kedua mata.
23. Setelah didapatkan ukuran lensa negatif/positif dengan koreksi terbaik pada kedua
mata, penderita diminta membaca huruf/gambar pada baris terbawah Snellen chart
dengan kedua mata terkoreksi.
A. SASARAN PEMBELAJARAN
Setelah kegiatan ini mahasiswa diharapkan mampu:
1. Melakukan pemeriksaan lapang pandang mata dengan metode konfrontasi.
2. Melakukan pemeriksaan tekanan bola mata dengan metode digital (palpasi).
3. Melakukan pemeriksaan tekanan bola mata dengan menggunakan tonometer Schiotz.
4. Melakukan pemeriksaan funduskopi.
a. Mempersiapkan pasien dan alat.
b. Melakukan pemeriksaan funduskopi pada posisi yang benar.
c. Melakukan interpretasi terhadap hasil yang didapatkan pada funduskopi.
B. PELAKSANAAN
1. PANDUAN BELAJAR PEMERIKSAAN LAPANG PANDANG MATA
1.1 Landasan Teori
Perimetri adalah suatu teknik untuk memeriksa lapangan pandang perifer dan sentral. Teknik ini
dilakukan terpisah untuk masing-masing mata, bertujuan untuk mengukur fungsi retina, nervus
optikus (N. II), dan jalur visual intrakranial secara bersama. Sensitivitas penglihatan paling besar di
pusat lapangan bersangkutan dan paling kecil di perifer. Perimetri tergantung pada respons pasien
secara subyektif dan hasilnya akan tergantung pada status psikomotor dan status penglihatan pasien.
Perimetri harus selalu dilakukan dan ditafsirkan dengan mengingat hal tersebut.
Ada 2 metode dasar penyajian sasaran dalam perimetri, yaitu:
1. Perimetri statik
Sebuah objek yang sulit, misalnya cahaya lemah, disajikan pertama kali di lokasi tertentu. Jika
tidak terlihat, ukuran atau intensitas cahaya secara bertahap dinaikkan sampai dapat dideteksi oleh
pasien. Hal serupa dilakukan di lokasi-lokasi lain sehingga sensitivitas cahaya berbagai titik dalam
lapangan dapat dinilai dan digabungkan membentuk profil dari lapangan visual.
2. Perimetri kinetik
Mula-mula diuji sensitivitas seluruh lapangan terhadap satu objek uji, dengan ukuran dan
kecerahan yang tetap, yang digerakkan perlahan-lahan dari perifer ke sentral. Batas daerah
terlihatnya objek uji tersebut oleh pasien disebut isopter. Makin besar isopter, makin baik lapangan
pandang mata itu.
Dalam latihan keterampilan klinik kali ini yang akan dilakukan adalah perimetri kinetik.
13. Lakukan pemeriksaan funduskopi pada mata kiri pasien dengan oftalmoskop di tangan kiri
pemeriksa dan dilihat dengan mata kiri pemeriksa.
A. SASARAN PEMBELAJARAN
Setelah kegiatan ini mahasiswa diharapkan mampu:
1. Melakukan anamnesis kelainan telinga.
2. Melakukan pemeriksaan telinga dengan menggunakan otoskop dan corong telinga.
B. PELAKSANAAN
1. PANDUAN BELAJAR ANAMNESIS KELAINAN TELINGA
1.1 Landasan Teori
Anamnesis adalah kesimpulan hasil wawancara mengenai penyakitnya dengan pasien dan
atau orang lain yang mengetahui tentang sakitnya (autoanamnesa dan alloanamnesa). Berikut ini
adalah langkah-langkah anamnesis mengenai beberapa kelainan telinga yang sering dijumpai di
masyarakat.
1.4 Kesimpulan
Menyimpulkan hasil anamnesis menjadi kemungkinan-kemungkinan diagnosis, apakah mengarah ke
kelainan telinga atau tidak.
a. Persiapan Pasien:
a. Meminta pasien untuk duduk tegak lurus dengan kepala condong ke depan.
b. Untuk melihat telinga kiri, kepala pasien diputar ke kanan dan sebaliknya.
www.treathb.com www.sciencephoto.com
Tes garpu tala adalah suatu tes untuk mengevaluasi fungsi pendengaran individu secara
kualitatif dengan menggunakan alat berupa seperangkat garpu tala frekuensi rendah
sampai tinggi 128 HZ-2048 Hz.
Satu perangkat garpu tala memberikan skala pendengaran dari frekuensi rendah hingga
tinggi akan memudahkan survei kepekaan pendengaran. Cara menggunakan garpu tala
yaitu garpu tala di pegang pada tangkainya, dan salah satu tangan garpu tala dipukul
pada permukaan yang berpegas seperti punggung tangan atau siku.
TES RINNE
Tujuan : membandingkan hantaran udara dan hantaran tulang pada telinga yang
diperiksa.
Cara Pemeriksaan :
Bunyikan garpu tala frekuensi 512 Hz, letakkan tangkainya tegak lurus pada planum
mastoid penderita (posterior dari MAE) sampai penderita tak mendengar, kemudian
cepat pindahkan ke depan MAE penderita. Apabila penderita masih mendengar garpu
tala di depan MAE disebut Rinne positif. Bila tidak mendengar disebut Rinne negatif.
Interpretasi :
- Normal : Rinne positif
- Tuli konduksi : Rinne negatif
- Tuli sensori neural : Rinne positif
TES WEBER
Cara Pemeriksaan :
Garpu tala frekuensi 512 Hz dibunyikan, kemudian tangkainya diletakkan tegak lurus
di garis median, biasanya di dahi (dapat pula pada vertex, dagu atau pada gigi
insisivus) dengan kedua kaki pada garis horisontal. Penderita diminta untuk
menunjukkan telinga mana yang tidak mendengar atau mendengar lebih keras . Bila
mendengar pada satu telinga disebut laterisasi ke sisi telinga tersebut. Bila kedua
telinga tak mendengar atau sama-sama mendengar berarti tak ada laterisasi.
Interpretasi :
- Normal : Tidak ada lateralisasi
- Tuli konduksi : Mendengar lebih keras di telinga yang sakit
- Tuli sensorineural : Mendengar lebih keras pada telinga yang sehat
TES SCHWABACH
Interpretasi :
- Normal : Schwabach sama dengan pemeriksa
- Tuli konduksi : Schwabach memanjang
- Tuli sensorineural : Schwabach memendek