Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
11
Subduksi antara Lempeng India-Australia dengan Sundaland membentuk
pola konvergen yang miring (oblique) menyudut N20oE. Gerakan miring tersebut
merupakan resultan dua gaya, yaitu gerakan turun dan gerakan mendatar. Gerakan
turun terakomudasi oleh penunjaman Lempeng Samudra India-Australia dibawah
Sundaland. Sedangkan gerakan mendatar terefleksikan pada pola-pola sesar geser
yang membentuk rangkaian struktur dextral wrenching di dalam Sundaland.
Rangkaian struktur sesar geser tersebut pada akhirnya membentuk sesar besar
Sumatra yang dikenal dengan nama Sesar Geser Semangko. Pergeseran
menghasilkan zona lemah yang memungkinkan menjadi jalan keluarnya magma
pada aktifitas volkanisme dan menghasilkan jajaran Pegunungan Barisan (Gambar
II.2). Hal ini berarti bahwa posisi Sesar Semangko berada tepat pada Barisan
Mountain Volcanic-Arc yang dibuktikan dengan banyak ditemukannya wrench
fault pada jajaran pegunungan tersebut (Darman dan Sidi, 2000). Pada daerah
back-arc basin dipengaruhi oleh rezim tensional dengan arah gaya tegak lurus
terhadap zona subduksi. Rezim tensional ini disebabkan oleh adanya aliran panas
dibawah permukaan. Gaya kompresi yang menghasilkan dextral wrenching
berarah sejajar dengan batas lempeng dan sangat kuat mempengaruhi rezim
tensional pada back-arc basin dan menghasilkan struktur-struktur yang berarah
sejajar dengan batas lempeng.
Magma
Diapirism
12
Cekungan Sumatra Tengah merupakan cekungan busur belakang yang
berkembang di sepanjang tepi barat dan selatan Paparan Sunda atau disebelah
barat daya Asia Tenggara. Cekungan ini terbentuk akibat subduksi antara
Lempeng Samudra Hindia dengan Lempeng Eurasia.
Cekungan Sumatra Tengah terbentuk pada awal Tersier (Eosen-Oligosen)
dan merupakan bagian dari rangkaian cekungan half graben yang terpisah oleh
blok horst. Cekungan ini berbentuk asimetris berarah barat laut-tenggara. Bagian
yang paling dalam terletak di bagian barat daya dan semakin ke arah timur laut
semakin dangkal. Pada beberapa bagian half graben ini diisi oleh endapan klastik
darat dan endapan danau (Eubank dan Makki, 1981).
13
Cekungan
Sumatra Tengah
Gambar II.3. Batas-batas microplate penyusun batuan dasar berumur Pra-Tersier pada Cekungan Sumatra Tengah
(dimodifikasi dari Pulunggono dan Cameron, 1984)
14
Orientasi struktur pada batuan dasar akan memberikan pengaruh pada
pengendapan lapisan sedimen Tersier yang menumpang di atasnya dan
selanjutnya akan mengontrol arah tarikan dan pengaktifan ulang yang terjadi
kemudian. Pola struktur tersebut disebut sebagai elemen struktur F0.
Pada episode F0, struktur yang terjadi sejak masa Paleozoik Akhir hingga
Mesozoik Akhir merupakan suatu multifase. Tinggian-tinggian yang terbentuk
pada fase ini adalah Tinggian Mutiara, Kampar, Napuh, Kubu, Pinang dan Ujung
Pandang. Tinggian-tinggian tersebut menjadi batas yang penting pada
pengendapan sedimen selanjutnya. Pada umumnya tinggian tersebut mempunyai
panjang 50 km dengan arah sekitar N 315o E. Batuan dasar yang membentuk
tinggian tersebut telah mengalami perulangan perlipatan dan persesaran selama
deformasi Paleosen Akhir akibat tektonik inversi.
15
Tabel II.1. Perkembangan tektonostratigrafi Cekungan Sumatra
Tengah (Heidrick dan Aulia, 1993).
16
II.2. Stratigrafi Cekungan Sumatra Tengah
Secara umum, stratigrafi regional Cekungan Sumatra Tengah tersusun atas
beberapa unit formasi, mulai dari paling tua hingga yang paling muda adalah
Batuan Dasar (Basement), Kelompok Pematang, Kelompok Sihapas, Formasi
Telisa, Formasi Petani, dan Formasi Minas.
Kelompok Pematang
Kelompok Pematang merupakan batuan induk sumber hidrokarbon utama
bagi perangkap-perangkap minyak bumi yang ada pada Cekungan Sumatra
17
Tengah dan merupakan lapisan sedimen tertua berumur Paleogen (24-65 Ma).
Sedimen syn-rift Kelompok Pematang ini diendapkan secara tidak selaras pada
half graben yang berarah utara-selatan dan terdiri dari sedimen kipas aluvial,
sungai, delta, dan danau.
Menurut Heidrick dan Aulia (1993), dengan ditemukannya fosil ostracods,
fresh water gastropods, spores, pollen, dinoflagellates, algae, dan fern debris
pada contoh batuan inti dan cutting di semua palung utama, serta dengan tidak
hadirnya sama sekali foraminifera memberikan indikasi lingkungan pengendapan
non-marine pada suasana lembab dan tropis. Batuan yang mendominasi adalah
fanglomerat, konglomerat, batupasir, batulanau, batulumpur, batulempung, dan
serpih.
Kelompok Pematang dibagi ke dalam 3 satuan batuan, mulai dari yang
tertua hingga yang termuda adalah :
1. Satuan Lower Red Bed, terdiri dari batulempung, batulanau, batupasir
arkose, dan konglomerat yang diendapkan pada lingkungan darat dengan
sistem pengendapan kipas aluvial dan berubah secara lateral menjadi
lingkungan sungai dan danau. Satuan batuan ini memiliki ketebalan sekitar
3000 m.
2. Satuan Brown Shale, terdiri dari serpih berlaminasi baik, warna coklat
sampai hitam dan kaya akan material organik yang mengindikasikan
lingkungan pengendapan danau dengan kondisi air yang tenang. Satuan
batuan dengan ketebalan lebih dari 600 kaki ini diyakini sebagai penghasil
minyak dan gas bumi yang terdapat di Cekungan Sumatra Tengah.
3. Satuan Upper Red Bed, terdiri dari batupasir, konglomerat dan serpih
merah kehijauan yang diendapkan pada lingkungan lakustrin.
Kelompok Sihapas
Kelompok Sihapas diendapkan secara tidak selaras di atas Kelompok
Pematang. Unit-unit sedimennya merupakan sekuen transgresi hasil perubahan
dari lingkungan darat menjadi fluvio-deltaic.
Kelompok Sihapas dibagi ke dalam 5 formasi, urutan dari tua ke muda
adalah sebagai berikut :
18
1. Formasi Menggala, terdiri atas batupasir halus-kasar yang bersifat
konglomeratan dengan lingkungan pengendapan braided river-non-
marine. Formasi ini diperkirakan berumur Miosen Awal (N4) yang
diendapkan secara tidak selaras di atas Kelompok Pematang dan memiliki
ketebalan sekitar 1800 kaki.
2. Formasi Bangko, dengan litologi berupa serpih abu-abu gampingan
berselang-seling dengan batupasir halus-sedang yang diendapkan pada
lingkungan estuarine. Formasi ini berumur Miosen Awal (N5) yang
diendapkan selaras di atas Formasi Menggala dan memiliki ketebalan
sekitar 300 kaki.
3. Formasi Bekasap, berupa batupasir dengan kandungan glaukonit di bagian
atasnya serta sisipan serpih, batugamping tipis dan lapisan batubara yang
diendapkan pada lingkungan estuarine, intertidal, inner-outer neritic.
Formasi ini berumur Miosen Awal (N6) yang diendapkan selaras di atas
Formasi Bangko dengan tebal mencapai 1300 kaki.
4. Formasi Duri, berupa batupasir berukuran halus-sedang berselang-seling
dengan serpih dan sedikit batugamping dengan tebal mencapai 900 kaki.
Formasi ini berumur Miosen Awal (N7-N8) yang diendapkan selaras di
atas Formasi Bekasap dengan lingkungan pengendapan barrier bar
complex dan delta front.
5. Formasi Telisa, didominasi oleh serpih dengan sisipan batulanau
gampingan. Lingkungan pengendapannya mulai dari neritic sampai non
marine dengan ketebalan mencapai 1600 kaki. Formasi ini berumur
Miosen Awal-Tengah (N6-N11) dan mempunyai hubungan menjemari
dengan Formasi Bekasap di sebelah barat daya dan dengan Formasi Duri
di sebelah timur laut.
Formasi Petani
Formasi ini berumur Miosen Tengah - Pliosen Awal (N9-N21) yang
diendapkan secara tidak selaras di atas Formasi Telisa. Litologi penyusun formasi
ini terdiri dari sekuen monoton serpih - mudstone yang berisi interkalasi batupasir
minor dan batulanau dimana semakin ke atas menunjukkan lingkungan
19
pengendapan yang semakin dangkal yaitu dari laut menjadi daerah payau.
Ketebalan formasi ini mencapai 6000 kaki dan merupakan awal dari fase regresi
yang menunjukkan akhir dari periode panjang transgresi di Cekungan Sumatra
Tengah.
Tabel II.2. Kolom stratigrafi Cekungan Sumatra Tengah (Heidrick dan Aulia,
1993)
Formasi Minas
Formasi ini merupakan endapan Kuarter yang diendapkan secara tidak
selaras di atas Formasi Petani. Litologi penyusun formasi ini terdiri dari lapisan-
lapisan tipis konglomerat, pasir kuarsa, pasir lepas, kerikil, dan lempung yang
merupakan endapan fluvial-aluvial dari zaman Pleistosen hingga saat ini.
20