Bab II
Tinjauan Pustaka
IL1 — Konsep Dasar dan Khasifikasi Kesalahan Pengukuran
Aktivitas pengukuran variabel-variabel proses dilakukan pada setiap
proses kimia, Pada hakikatnya, semua kuantitas yang diperoleh dari pengukuran
mengandung kesalahan dan besarnya tidak pasti. Oleh Karena itu, permasalahan
kesalahan tersebut merupakan bagian penting dari perlakuan dan interpretasi
terhadap data hasil pengukuran. Kesalahan pada pengukuran adalah kesalahan
yang terkandung di dalam data pengukuran yang dapat berupa kesalahan acak
(random error), kesalahan sistematik (systematic error), dan kesalahan nyata
(gross error).
Teori yang membahas kesalahan pengukuran dibagi menjadi teori umum
dan teori khusus (Madron, 1992). Teori umum tentang kesalahan pengukuran
mempelajari aturan umum penentuan asal kesalahan, perambatan kesalahan dalam
rangkaian pemrosesan data pengukuran, dan metode untuk mendapatkan
informasi kesalahan pada basis pengukuran yang tepat. Teori khusus tentang
kesalahan pengukuran diterapkan untuk menemukan kesalahan dari metode
pengukuran individu, instrumen, dan tujuan khusus lainnya. Selanjutnya,
penerapan teori kesalahan diawali dengan diperkenalkannya istilah kesalahan
absolut. Kesalahan absolut pada pengukuran e (untuk selanjutnya hanya
berkenaan dengan kesalahan pada pengukuran) didefinisikan sebagai:
xt afte (ay
dimana: x* —:nilai hasil pengukuran
% —— :nilai sebenarnya/nilai sejati pengukuran
e + kesalahan pengukuran
Untuk menaksir ketelitian dari hasil yang didapat, dilakukan_penghitungan
kesalahan relatif yang disajikan dalam persamaan berikut:
eft (1.2)
yang sering juga diekspresikan dalam persentase berikut:
e'= 1000/2 (3)Dalam prakteknya, jarang sekali dijumpai kasus pengukuran satu besaran,
tetapi umumnya melibatkan pengukuran sejumlah besaran (temperatur, tekanan,
laju alir, dll) dan mengacu kepada vektor hasil pengukuran x. Pengukuran masing-
masing besaran dapat berupa pengukuran temperatur dan tekanan secara kontinyu
atau penentuan konsentrasi secara diskrit dalam sampel yang terkumpul. Untuk
kepentingan pemrosesan data pengukuran pada komputer digital, pengukuran
kontinyu dikonversi menjadi diskrit. Pendiskritan pengukuran biasanya dilakukan
dengan pembacaan sinyal kontinyn dalam waktu yang singkat yang telah
dispesifikasi sebelumnya.
Selanjutnya dapat diasumsikan bahwa besaran pengukuran (vektor x)
didapat dalam waktu tertentu 4, k= 1, 2, ..., K. Nilai JK dari x} diperoleh sebagai
hasil dari pengukuran dengan indeks ik yang menunjukkan pengukuran kuantitas
ke-i pada waktu /, Nilai hasil pengukuran membentuk array dua dimensi. Indeks
k mewakili dimensi waktu dan indeks i mewakili dimensi ruang. Dalam
kenyataannya, terdapat lebih banyak lagi sistem data yang kompleks. Akan tetapi,
skema sederhana sudah mencukupi untuk diterapkan pada berbagai aplikasi.
Berikut ini disajikan persamaan yang dapat digunakan untuk menghitung nilai x}
sesuai dengan analogi yang digunakan pada persamaan (11.1).
xp =x4 +ey (1.4)
Berdasarkan sifatnya, kesalahan dapat diklasifikasikan menjadi kesalahan
acak, kesalahan sistematik, dan kesalaban nyata. Klasifikasi tersebut dilakukan
untuk kepentingan pemrosesan data hasil pengukuran karena perlakuan terhadap
data berbeda-beda bergantung pada bagaimana pengaruh tiap tipe kesalahan
tethadap kesalahan total yang dihasilkan oleh pengukuran.
11.1.1 Definisi Beberapa Istilah dalam Kesalahan Pengukuran
Beberapa istilah muncul dalam kajian kesalahan pada pengukuran. Istilah-
istilah seperti: kesalahan acak, kesalahan sistematik, kesalahan nyata, presisi, dan
akurasi umum dijumpai dalam pembahasan mengenai kesalahan pada pengukuran.
Untuk lebih memahami beberapa istilah tersebut berikut ini disajikan penjelasan
singkat yang memuat sifat-sifat dan definisi dari masing-masing istilah:1. Kesalahan acak (random error)
Kesalahan acak merupakan kesalahan yang besarnya bervariasi dan
memiliki tanda yang berbeda-beda. Kesalahan ini memiliki nilai yang
berosilasi di sekitar nol dan rata-ratanya nol. Masing-masing kesalahan
acak tidak memperlihatkan adanya keteraturan dan saling independen.
Nilai tiap kesalahan acak tidak dapat diprediksi dan tidak dapat dijelaskan
(Madron, 1992). Secara matematika sifat kesalahan acak dapat
diekspresikan berdasarkan kuantitas acak dan disajikan dalam persamaan
berikut:
nilai rata-rata sama dengan nol: yz, = E(e)=0 (IL5)
tidak ada korelasi: covle,,e,)=E(¢,,e,)=0 (6)
Kesalahan acak yang diasumsikan mengikuti distribusi normal
dikarakterisasi oleh parameter distribusinya (simpangan baku) dan hal ini
menentukan presisi dari pengukuran. Semakin kecil harga simpangan baku,
pengukuran akan semakin presisi.
2. Kesalahan sistematik (systematic error)
Kesalahan sistematik adalah kesalahan yang dapat ditandai oleh adanya
hasil pengukuran yang memiliki kecenderungan selalu lebih kecil ataupun.
selalu lebih besar dari nilai sejatinya. Kesalahan sistematik memberikan
informasi adanya kesalahan yang konstan terhadap waktu atau kesalahan
yang kelakuannya dapat diperkirakan (Madron, 1992). Kesalahan ini dapat
dijumpai pada asus seperti: pengaturan instrumen yang tidak
sempurna/baik (memiliki kesalahan Konstan), kesalahan yang memiliki
hubungan linier terhadap waktu akibat pergeseran nilai nol pada instrumen,
kesalahan dengan variasi periodik mengikuti temperatur ambien harian,
dan lain sebagainya.
3. Kesalahan nyata (gross error)
Kesalahan nyata merupakan kesalahan yang dapat muncul secara tiba-tiba
dan tidak disadari. Kesalahan nyata dapat disebabkan oleh gangguan
proses, kebocoran proses, dan kegagalan pemakaian atau kesalahan
kalibrasi instrumen (Madron, 1992).4, Presisi dan akurasi dalam pengukuran
Dalam kaitannya dengan kejadian adanya kesalahan acak dan sistematik,
muncul dua jstilah, yaitu: presisi dan akurasi, Presisi_ merupakan
kemampuan suatu alat ukur untuk menghasilkan nilai yang konstan di
dalam interval waktu tertentu. Pengukuran yang presisi memberikan hasil
yang sesuai di antara beberapa pengulangan pengukuran untuk suatu
kuantitas. Akurasi merupakan kemampuan dari instrumer/alat ukur untuk
mengukur nilai sejati secara benar (Madron, 1992).
1.1.2 Penyebab Kesalahan pada Instrumen Pengukuran
Kesalahan (error) pada instrumen pengukuran dapat disebabkan oleh
banyak faktor. Kesalahan dari metode pengukuran dapat dijumpai pada kasus
pengukuran tidak langsung dan ini disebabkan oleh adanya fakta bahwa tidak
semua besaran yang mempengaruhi bacaan pada instrumen pengukuran dapat
diperoleh. Variabel yang ikut mempengaruhi bacaan pada instrumen, tetapi tidak
terukur oleh instrumen sering disebut sebagai variabel yang berpengaruh
(influencing variables). Dalam banyak kasus, kesalahan yang dijumpai adalah
kesalahan sistematik. Perhitungan sering dilakukan terhadap Kesalahan ini untuk
tiap himpunan data sehingga dapat dieliminasi dengan tindakan koreksi.
Kesalahan pengukuran dapat dijumpai sebagai akibat ketidaksempurnaan
instrumen pengukuran (misal: berupa ketidakseimbangan bagian-bagian mekanik,
friksi, dan lain sebagainya). Kesalahan pengukuran juga dapat disebabkan oleh
adanya interferensi antar efek di dalam sirkuit pengukuran. Hal ini dapat
ditunjukkan pada kasus fluktuasi tegangan dalam jaringan elektrik, fluktuasi
tekanan dalam sistem pengendalian pneumatic, dan pengaruh magnetik dari luar.
Selain itu, kesalahan bacaan juga dapat muncul karena kesalahan pembacaan dan
perckaman/pencatatan yang dilakukan operator. Kesalaban Jain yang dapat
muncul adalah kesalahan pada standar yang digunakan untuk kalibrasi.
112 Diagnosis dan Klasifikasi Kesalahan pada Proses
Kesalahan (fault) pada proses didefinisikan sebagai penyimpangan
terhadap rentang nilai yang dapat diterima untuk sebuah variabel yang diamati10
atau parameter yang terkalkulasi dari suatu proses (Himmelblau, 1978). Pada saat
terjadi kesalahan pada proses maka proses dinyatakan berada pada kondisi tidak
normal (abnormal). Kondisi tidak normal tersebut dapat didiagnosis. Diagnosis
kesalahan (fault) adalah proses identifikasi penyebab terjadinya malfungsi atau
Kegagalan proses sepanjang waktu. Diagnosis ini dapat didasarkan data sensor dan
pengetahuan yang telah disusun mengenai kelakuan proses pada kondisi normal
dan tidak normal. Kondisi tidak normal dari suatu proses merupakan hal yang
perlu diketahui dan dikenali dari proses. Ketidaknormalan proses dapat
diidentifikasi dari penyimpangannya terhadap nilai parameter proses yang
dikehendaki, contohnya: penyimpangan tekanan, penyimpangan temperatur,
penyimpangan laju alir, penyimpangan level ketinggian, penyimpangan komposisi
Komponen kimia, dan berbagai karakteristik proses lainnya (laju korosi, laju erosi,
fouling, kavitasi, ekspansi, kontraksi, sifat-sifat fisik, aktivitas katalis, dan lain
sebagainya). Dalam prakteknya, kasus ketidaknormalan dapat diklasifikasikan ke
dalam tiga kategori kondisi (Huang dkk., 2002), yaitu:
1. Perubahan struktural
Perubahan struktural dapat diakibatkan oleh adanya kegagalan fisik (hard
failure) pada peralatan proses dan instrumentasi. Perubahan struktural
dapat mengakibatkan perubahan informasi berbagai variabel proses.
Beberapa contoh dari tipe kondisi ini, yaitu: kebocoran pada bejana,
kerusakan pipa, kegagalan sistem pengendalian, kegagalan kerangan
(membuka/menutup), dan lain-lain. Secara konvensional, kegagalan fisik
dapat diakomodasi dengan pemasangan sistem rangkap berlebih
(redundansi).
2. Perubahan parameter proses nyata (gross parameter)
Kegagalan pada proses terjadi ketika terdapat gangguan terhadap proses
melalui variabel independen, seperti: Konsentrasi umpan, perubahan
Koefisien perpindahan panas, perubahan aktivitas katalis, dan lain-lain.
Gangguan tersebut hanya berpengaruh terhadap nilai parameter proses
tanpa mengubah struktur proses.i
3. Malfungsi pada sensor dan aktuator
Kondisi ketidaknormalan pada kategori ini meliputi: kegagalan tetap (fixed
failure) pada instrumen sensor dan aktuator, bias tetap (constant bias),
kegagalan karena berada di luar rentang (out-of range failure), dan lain-
lain, Ketidaknormalan ini dapat menurunkan kinerja sistem pengendalian
dan dapat mengakibatkan perubahan struktural tethadap proses, sebagai
contoh, bias tetap pada sensor dapat mengakibatkan kegagalan pada
kerangan pengendali (control valve).
Klasifikasi kategori ketidaknormalan tersebut berguna untuk penentuan strategi
diagnosis kesalahan yang efisien, efektif, handal, dan tangguh.
IL3 Metode Principal Component Analysis (PCA)
113.1. Pengantar Metode Principal Component Analysis (PCA)
Principal Component Analysis (PCA) adalah salah satu teknik
penyelesaian multivariabel dimana sejumlah variabel terkorelasi_ dapat
ditransformasikan menjadi himpunan variabel tak terkorelasi yang berdimensi
lebih kecil. Teknik statistik multivariabel ini dikenal sebagai alat yang tangguh
untuk meringkas data dan mereduksi dimensinya schingga dapat diperoleh dan
dipertahankan informasi pokoknya. Dengan diperolehnya informasi pokok
tersebut, analisis terhadap data akan menjadi lebih mudah dibandingkan analisis
terhadap himpunan data awal yang masih berukuran besar. Teknik ini juga dapat
digunakan secara efektif untuk mengekstrak informasi yang benar dari himpunan
data yang diperoleh dari proses yang mengalami gangguan (Venkatasubramanian,
2003).
Metode PCA pertama kali diusulkan oleh Karl Pearson (1901), tetapi
prosedur umum yang banyak dijumpai saat ini dikembangkan oleh Harold
Hotelling (1947). Metode ini merupakan teknik multivariabel standar dan termuat
dalam beberapa buku rujukan (Anderson, 1984; Jackson, 1991) dan juga beberapa
tulisan ilmiah (Wold, 1978; Wold, Esbensen, dan Geladi, 1987). PCA merupakan
suatu metode analisis kuantitatif yang dikategorikan pada metode berbasis sejarah
proses (process history based). Pada prinsipnya, diagnosis dengan pendekatan
kuantitatif ini adalah sebuah penyelesaian permasalahan identifikasi pola (pattern12
recognition) dari sejumlah data. PCA adalah teknik statistik yang dapat digunakan
sebagai pengklasifikasi sejumlah data variabel proses yang terukur untuk
mengidentifikasi kesalahan berdasarkan pola yang terbentuk dari ekstraksi data
proses tersebut.
Metode analisis berbasis sejarah proses biasanya dilakukan setelah terjadi
suatu kegagalan pada operasi pabrik. Hal ini bertujuan untuk mengidentifikasi
penyebab kesalahan dan dampak lanjutan dari kesalahan yang ada sehingga dapat
ditemukan usulan tindakan penanganan yang tepat supaya kegagalan yang sama
dapat dicegah dan dihindari pada masa mendatang. Selain itu, analisis kesalahan
dalam tahap perancangan selanjutnya, dilakukan dengan tujuan mengidentifikasi
kemungkinan terjadinya kesalahan dan dampak yang ditimbulkan kesalahan
tersebut sehingga dapat disusun suatu prosedur operasi dan konfigurasi
pengendalian yang mampu menghindari kesalahan tersebut.
Salah satu dampak yang ditimbulkan dari kesalahan yang ada dalam
proses adalah variabilitas. Variabilitas merupakan hal yang tidak dikehendaki di
dalam proses yang menargetkan kualitas produk. Beberapa proses kimia
dipengaruhi oleh variabilitas, tetapi variabel prosesnya tidak berfluktuasi secara
acak sepenuhnya. Variabel proses ini dihubungkan oleh satu himpunan pembatas
(neraca massa dan energi, kebijakan pengoperasian) yang dapat disusun dalam
suatu model proses. Analisis secara statistik dari data hasil pengukuran variabel
proses terhadap waktu dapat menyatakan korelasi yang mendasari hubungan antar
variabel terukur, jika model matematika yang tepat tidak tersedia.
Tindakan koreksi dapat dilakukan lebih awal jika kesalahan diidentifikasi
dan dilokalisir dengan cepat. Metode analisis PCA memenuhi kedua persyaratan
tersebut. Dengan kemampuan deteksi dan diagnosis yang akurat secara dini dan
kemampuan membedakan antara satu kesalahan dengan kesalahan lain, PCA telah
digunakan untuk mendeteksi dan mendiagnosis kesalahan pada beberapa kasus,
seperti: unit operasi reaktor (Shah dkk., 1998), kompresor (Rotem dkk.,, 1999),
sistem lingkar sintesis amonia (Amand dkk., 2001), dan pabrik fraksionasi
hydrocracker (Tong dan Crowe, 1996). Selain itu, PCA juga memiliki
kemampuan untuk mengakomodasi gangguan (noise) dan ketidakpastian
(uncertainties) yang dapat mengakibatkan kegagalan diagnosis secara tiba-tiba,13
mengenali dan mengelompokkan kesalahan yang tidak diketahui penyebabnya
(unknown faults, novel faults), dan memungkinkan perekayasaan model
seminimal mungkin, serta memiliki algoritma dan implementasi yang efisien.
PCA merupakan suatu alat yang tangguh untuk menganalisis data pada
saat gambaran grafis yang jelas tidak tersedia karena pola dalam data berdimensi
tinggi susah ditemukan. Kelebihan PCA adalah segera setelah pola data
ditemukan dan data direduksi dimensinya, informasi tidak banyak hilang akibat
pereduksian data, Teknik ini sering digunakan dalam kompresi informasi data
yang diperoleh dari gambar. Lebih lanjut, pada saat ini, PCA yang telah
dimodifikasi dan dikombinasikan dengan metode analisis statistik yang lain, dapat
digunakan untuk memantau proses secara langsung.
Usaha pemantauan dan pengendalian proses memerlukan integrasi antara
fungsi diagnosis kesalahan dengan operasi proses yang lain, seperti: pengaturan
pengendalian, penyepakatan data, dan pengawasan pengendalian. Kerangka
integrasi dari masing-masing fungsi yang membangun sistem operasi proses yang
handal disajikan pada Gambar I.1. Berdasarkan kerangka integrasi tersebut, letak
penerapan PCA adalah pada penyepakatan data (data reconciliation) dan
diagnosis kesalahan proses (fault detection).+{ Process |
“ier expan
= “Sonera
er
Gambar II.1 Kerangka integrasi sistem operasi pada proses
(Venkatasubramanian dkk., 2003)
113.2. Formulasi dan Prosedur Umum Metode PCA
Analisis statistik menggunakan PCA pada dasarnya adalah dekomposisi
ortogonal suatu matriks data proses X (matriks j x k, dimana j adalah jumlah
sampel dan & adalah jumlah variabel terukur) ke dalam komponen-komponen
utamanya (principal components, PC). Tujuan dari analisis statistik ini adalah
untuk menemukan faktor yang memberikan pengaruh paling besar terhadap pola
dari data proses yang terukur (Venkatasubramanian, 2003). Prinsip dekomposisi
suatu matriks data pengukuran dalam PCA disajikan pada persamaan (II.7).
= ‘
X=X+E=>'tp) +E=TP'+E a7
7
Matriks residual E menyatakan perbedaan antara nilai data terukur (X)
terhadap nilai data sejatinya (X ). Konstanta k menyatakan jumlah dari komponen
utama yang mempengaruhi data terukur. Vektor f; adalah nilai dari komponen-
Komponen utama (PC) data original. Nilai ini sering kali disebut sebagai principal15
component score. Vektor p; adalah koefisien kombinasi linier antara variabel
original dengan komponen utama (PC). Koefisien ini sering kali disebut sebagai
principal component loading vectors.
Jika matriks U menyatakan hasil dekomposisi ortonormal matriks
kovarians S menjadi matriks diagonal L mengikuti aturan aljabar matriks, maka
hubungan ini dapat dituliskan sebagai berikut:
S=ULU" (IL8)
Matriks diagonal L beranggotakan elemen /1, 1, .... fxs yang merupakan nilai eigen
(eigenvalue) dari matriks kovarians S, Hubungan di atas sering digunakan untuk
transformasi dasar PCA (Jackson, 1991).
Setelah data original diperoleh untuk suatu kasus, prosedur umum PCA
melibatkan 10 langkah berikut: (ulasan lebih lengkap disajikan pada Lampiran B)
1. Perhitungan nilai rata-rata untuk setiap variabel (himpunan data).
. Penyusunan matriks kovarian (S) dari himpunan data.
. Penyusunan persamaan untuk transformasi dasar PCA.
Penentuan nilai eigen (eigenvalue) dan vektor nilai eigen (eigenvector).
. Analisis grafis data yang telah diolah.
Penyusunan elemen eigenvector.
. Penentuan beberapa variabel yang dianggap berpengaruh.
. Penyusunan feature vector yang didapat.
Cen aAneen
. Transformasi data original menjadi komponen utama.
10. Penentuan skala eigenvector.
11.3.3. Metode Dynamic Principal Component Analysis (DPCA)
Pada dasarnya, PCA merupakan metode yang bersifat statik sehingga agar
dapat digunakan dalam analisis sistem dinamik maka PCA perlu dimodifikasi.
Bentuk modifikasi yang dapat dilakukan adalah penambahan kolom pada matriks
data pengukuran yang berisikan data pengukuran pada saat ini dengan sejumlah 7
data pengukuran sebelumnya (Klanéar, 1998). Berikut ini disajikan matriks yang
dibentuk menurut modifikasi yang telah disebutkan di atas:
X,=1X, XX] (9)
Dengan bentuk ini, kebergantungan nilai data yang terukur pada saat ini dapat
diidentifikasi.16
Jumlah data pengukuran / dapat ditentukan secara gradual, dimulai dari
asus statik (/=0). Hal yang perlu dipenuhi adalah jumlah relasi statik harus sama
dengan beda jumlah seluruh variabel (kolom X()) tethadap jumlah komponen
utama (PC) yang dipilih. Kemudian pada tahap selanjutnya, pada X; dan X,,
ditambahkan relasi dinamik baru. Ini dapat dilakukan dengan mengurangi jumlah
variabel dengan jumlah Komponen utama dan jumlah relasi yang telah ditemukan
sebelumnya, Prosedur ini dilakukan sampai tidak ada lagi relasi yang ditemukan.
114 — Penyepakatan Data dan Penerapan PCA dalam Penyepakatan Data
11.4.1 Penyepakatan Data (Data Reconciliation)
Penyepakatan data merupakan aktivitas penting yang perlu dilakukan
dalam industri proses yang berlangsung kontinyu (Venkatasubramanian, 2003).
Pada dasarnya, penyepakatan data adalah pendekatan diagnosis kesalahan secara
kuantitatif yang terfokus pada deteksi kesalahan sensor dan bias sensor. Tujuan
utama aktivitas ini adalah menyepakatkan data pengukuran. Data pengukuran
yang tersepakati merupakan data yang konsisten dan memiliki presisi lebih tinggi
daripada data pengukuran yang diperoleh langsung.
Penyepakatan data biasanya terdiri atas tiga bagian, yaitu: identifikasi bias
pengukuran pada sensor
(Venkatasubramanian, 2003). Lebih lanjut, penyepakatan data memberikan
informasi tentang kemungkinan keberadaan kesalahan nyata, keakurasian hasil
pengukuran, dan perambatan kesalahan pengukuran. Pada _prinsipnya,
pada parameter, estimasi bias, dan memperbail
penyepakatan data merupakan permasalahan optimasi multidimensional dan
multivariabel baik linier maupun non-linier.
Aktivitas penyepakatan data dapat dilakukan pada kondisi tunak (steady-
state) maupun tak tunak (transient). Penyepakatan data untuk keadaan tunak
merupakan permasalahan penghilangan kesalahan (error) yang diberikan oleh
sekumpulan data dari variabel-variabel sensor (Venkatasubramanian, 2003). Hal
ini biasanya dilakukan dengan teknik estimasi Jeast squares linier dan telah
dibuktikan dapat memberikan hasil yang dapat dipercaya. Di lain sisi,
penyepakatan data dinamik merupakan permasalahan penghilangan kesalahan dari
variabel-variabel sensor di dalam suatu rentang waktu. Penyepakatan data17
dinamik merupakan permasalahan yang secara signifikan lebih sukar
dibandingkan penyepakatan data untuk keadaan tunak. Ini disebabkan oleh
kehadiran batasar/kendala diferensial dan efek yang nyata dari nonlinieritas pada
strategi penyclesaiannya. Secara umum, terdapat strategi dua tingkat untuk
penyepakatan data, Berikut ini disajikan gambaran singkat strategi penyepakatan
data tersebut.
Metode Kualtatit
| Diagnosis
Metode Kuanttatit
Penyepakatan Data
Pemrograman nontinier
“Teknik Statistik
Gambar II.2 Strategi dua tingkat untuk penyepakatan data
(Vachhani dkk., 2001)
11.4.2 Deteksi Kesalahan Nyata (gross error) dalam Penyepakatan Data
Keadaan Tunak dengan PCA
Pengujian secara statistik menyediakan metode pada insinyur dan operator
untuk menilai validitas pengukuran variabel proses dan penyepakatan data.
Beberapa metode statistik seperti: uji terhadap variabel tunggal, maximum power,
dan uji chi-square telah banyak digunakan untuk tujuan ini. Unjuk kerja metode-
metode statistik tersebut tidak selalu memuaskan. Salah satu kelompok baru dari
uji statistik untuk deteksi dan identifikasi kesalahan nyata berdasarkan PCA telah
dibuktikan mampu mendeteksi kesalahan nyata yang nilainya kecil. Selain itu,
PCA juga memiliki kelebihan dalam mengidentifikasi variabel yang memiliki
kesalahan (Tong dan Crowe, 1995).
Deteksi kesalahan nyata yang dilakukan oleh Tong dan Crowe (1995)
dilakukan dalam penyepakatan data untuk keadaan tunak. Uji statistik yang
dilakukan membutuhkan vektor residual dari batasan proses (process constraints)18
dan matriks kovariannya, Variabel-variabel yang tidak terukur dalam batasan
proses yang berlangsung tunak, seperti: persamaan neraca massa dan energi, dapat
dihilangkan dengan menerapkan metode proyeksi matriks. Variabel-variabel yang
tidak terukur dapat diasumsikan tidak ada dalam batasan (constraints). Batasan
tersebut dapat dinyatakan sebagai batasan tereduksi dan batasan yang melibatkan
variabel-variabel yang tidak terukur dinyatakan sebagai batasan original. Ketika
semua variabel dapat diukur, batasan tereduksi identik dengan batasan original.
Di dalam pengukuran yang mengandung kesalahan acak dan terkadang
kesalahan nyata (misal: bias pada sensor dan kebocoran pada proses), hukum.
neraca/konservasi dan batasan-batasan proses yang lain tidak memuaskan.
Residual dari batasan tereduksi untuk proses keadaan tunak linier dapat
didefinisikan dalam bentuk matriksnya sebagai berikut:
e= Bx" (11.10)
dimana x* adalah vektor dari variabel-variabel terukur. Matriks B adalah matriks
m x n dengan m