Вы находитесь на странице: 1из 16
Bab II Tinjauan Pustaka IL1 — Konsep Dasar dan Khasifikasi Kesalahan Pengukuran Aktivitas pengukuran variabel-variabel proses dilakukan pada setiap proses kimia, Pada hakikatnya, semua kuantitas yang diperoleh dari pengukuran mengandung kesalahan dan besarnya tidak pasti. Oleh Karena itu, permasalahan kesalahan tersebut merupakan bagian penting dari perlakuan dan interpretasi terhadap data hasil pengukuran. Kesalahan pada pengukuran adalah kesalahan yang terkandung di dalam data pengukuran yang dapat berupa kesalahan acak (random error), kesalahan sistematik (systematic error), dan kesalahan nyata (gross error). Teori yang membahas kesalahan pengukuran dibagi menjadi teori umum dan teori khusus (Madron, 1992). Teori umum tentang kesalahan pengukuran mempelajari aturan umum penentuan asal kesalahan, perambatan kesalahan dalam rangkaian pemrosesan data pengukuran, dan metode untuk mendapatkan informasi kesalahan pada basis pengukuran yang tepat. Teori khusus tentang kesalahan pengukuran diterapkan untuk menemukan kesalahan dari metode pengukuran individu, instrumen, dan tujuan khusus lainnya. Selanjutnya, penerapan teori kesalahan diawali dengan diperkenalkannya istilah kesalahan absolut. Kesalahan absolut pada pengukuran e (untuk selanjutnya hanya berkenaan dengan kesalahan pada pengukuran) didefinisikan sebagai: xt afte (ay dimana: x* —:nilai hasil pengukuran % —— :nilai sebenarnya/nilai sejati pengukuran e + kesalahan pengukuran Untuk menaksir ketelitian dari hasil yang didapat, dilakukan_penghitungan kesalahan relatif yang disajikan dalam persamaan berikut: eft (1.2) yang sering juga diekspresikan dalam persentase berikut: e'= 1000/2 (3) Dalam prakteknya, jarang sekali dijumpai kasus pengukuran satu besaran, tetapi umumnya melibatkan pengukuran sejumlah besaran (temperatur, tekanan, laju alir, dll) dan mengacu kepada vektor hasil pengukuran x. Pengukuran masing- masing besaran dapat berupa pengukuran temperatur dan tekanan secara kontinyu atau penentuan konsentrasi secara diskrit dalam sampel yang terkumpul. Untuk kepentingan pemrosesan data pengukuran pada komputer digital, pengukuran kontinyu dikonversi menjadi diskrit. Pendiskritan pengukuran biasanya dilakukan dengan pembacaan sinyal kontinyn dalam waktu yang singkat yang telah dispesifikasi sebelumnya. Selanjutnya dapat diasumsikan bahwa besaran pengukuran (vektor x) didapat dalam waktu tertentu 4, k= 1, 2, ..., K. Nilai JK dari x} diperoleh sebagai hasil dari pengukuran dengan indeks ik yang menunjukkan pengukuran kuantitas ke-i pada waktu /, Nilai hasil pengukuran membentuk array dua dimensi. Indeks k mewakili dimensi waktu dan indeks i mewakili dimensi ruang. Dalam kenyataannya, terdapat lebih banyak lagi sistem data yang kompleks. Akan tetapi, skema sederhana sudah mencukupi untuk diterapkan pada berbagai aplikasi. Berikut ini disajikan persamaan yang dapat digunakan untuk menghitung nilai x} sesuai dengan analogi yang digunakan pada persamaan (11.1). xp =x4 +ey (1.4) Berdasarkan sifatnya, kesalahan dapat diklasifikasikan menjadi kesalahan acak, kesalahan sistematik, dan kesalaban nyata. Klasifikasi tersebut dilakukan untuk kepentingan pemrosesan data hasil pengukuran karena perlakuan terhadap data berbeda-beda bergantung pada bagaimana pengaruh tiap tipe kesalahan tethadap kesalahan total yang dihasilkan oleh pengukuran. 11.1.1 Definisi Beberapa Istilah dalam Kesalahan Pengukuran Beberapa istilah muncul dalam kajian kesalahan pada pengukuran. Istilah- istilah seperti: kesalahan acak, kesalahan sistematik, kesalahan nyata, presisi, dan akurasi umum dijumpai dalam pembahasan mengenai kesalahan pada pengukuran. Untuk lebih memahami beberapa istilah tersebut berikut ini disajikan penjelasan singkat yang memuat sifat-sifat dan definisi dari masing-masing istilah: 1. Kesalahan acak (random error) Kesalahan acak merupakan kesalahan yang besarnya bervariasi dan memiliki tanda yang berbeda-beda. Kesalahan ini memiliki nilai yang berosilasi di sekitar nol dan rata-ratanya nol. Masing-masing kesalahan acak tidak memperlihatkan adanya keteraturan dan saling independen. Nilai tiap kesalahan acak tidak dapat diprediksi dan tidak dapat dijelaskan (Madron, 1992). Secara matematika sifat kesalahan acak dapat diekspresikan berdasarkan kuantitas acak dan disajikan dalam persamaan berikut: nilai rata-rata sama dengan nol: yz, = E(e)=0 (IL5) tidak ada korelasi: covle,,e,)=E(¢,,e,)=0 (6) Kesalahan acak yang diasumsikan mengikuti distribusi normal dikarakterisasi oleh parameter distribusinya (simpangan baku) dan hal ini menentukan presisi dari pengukuran. Semakin kecil harga simpangan baku, pengukuran akan semakin presisi. 2. Kesalahan sistematik (systematic error) Kesalahan sistematik adalah kesalahan yang dapat ditandai oleh adanya hasil pengukuran yang memiliki kecenderungan selalu lebih kecil ataupun. selalu lebih besar dari nilai sejatinya. Kesalahan sistematik memberikan informasi adanya kesalahan yang konstan terhadap waktu atau kesalahan yang kelakuannya dapat diperkirakan (Madron, 1992). Kesalahan ini dapat dijumpai pada asus seperti: pengaturan instrumen yang tidak sempurna/baik (memiliki kesalahan Konstan), kesalahan yang memiliki hubungan linier terhadap waktu akibat pergeseran nilai nol pada instrumen, kesalahan dengan variasi periodik mengikuti temperatur ambien harian, dan lain sebagainya. 3. Kesalahan nyata (gross error) Kesalahan nyata merupakan kesalahan yang dapat muncul secara tiba-tiba dan tidak disadari. Kesalahan nyata dapat disebabkan oleh gangguan proses, kebocoran proses, dan kegagalan pemakaian atau kesalahan kalibrasi instrumen (Madron, 1992). 4, Presisi dan akurasi dalam pengukuran Dalam kaitannya dengan kejadian adanya kesalahan acak dan sistematik, muncul dua jstilah, yaitu: presisi dan akurasi, Presisi_ merupakan kemampuan suatu alat ukur untuk menghasilkan nilai yang konstan di dalam interval waktu tertentu. Pengukuran yang presisi memberikan hasil yang sesuai di antara beberapa pengulangan pengukuran untuk suatu kuantitas. Akurasi merupakan kemampuan dari instrumer/alat ukur untuk mengukur nilai sejati secara benar (Madron, 1992). 1.1.2 Penyebab Kesalahan pada Instrumen Pengukuran Kesalahan (error) pada instrumen pengukuran dapat disebabkan oleh banyak faktor. Kesalahan dari metode pengukuran dapat dijumpai pada kasus pengukuran tidak langsung dan ini disebabkan oleh adanya fakta bahwa tidak semua besaran yang mempengaruhi bacaan pada instrumen pengukuran dapat diperoleh. Variabel yang ikut mempengaruhi bacaan pada instrumen, tetapi tidak terukur oleh instrumen sering disebut sebagai variabel yang berpengaruh (influencing variables). Dalam banyak kasus, kesalahan yang dijumpai adalah kesalahan sistematik. Perhitungan sering dilakukan terhadap Kesalahan ini untuk tiap himpunan data sehingga dapat dieliminasi dengan tindakan koreksi. Kesalahan pengukuran dapat dijumpai sebagai akibat ketidaksempurnaan instrumen pengukuran (misal: berupa ketidakseimbangan bagian-bagian mekanik, friksi, dan lain sebagainya). Kesalahan pengukuran juga dapat disebabkan oleh adanya interferensi antar efek di dalam sirkuit pengukuran. Hal ini dapat ditunjukkan pada kasus fluktuasi tegangan dalam jaringan elektrik, fluktuasi tekanan dalam sistem pengendalian pneumatic, dan pengaruh magnetik dari luar. Selain itu, kesalahan bacaan juga dapat muncul karena kesalahan pembacaan dan perckaman/pencatatan yang dilakukan operator. Kesalaban Jain yang dapat muncul adalah kesalahan pada standar yang digunakan untuk kalibrasi. 112 Diagnosis dan Klasifikasi Kesalahan pada Proses Kesalahan (fault) pada proses didefinisikan sebagai penyimpangan terhadap rentang nilai yang dapat diterima untuk sebuah variabel yang diamati 10 atau parameter yang terkalkulasi dari suatu proses (Himmelblau, 1978). Pada saat terjadi kesalahan pada proses maka proses dinyatakan berada pada kondisi tidak normal (abnormal). Kondisi tidak normal tersebut dapat didiagnosis. Diagnosis kesalahan (fault) adalah proses identifikasi penyebab terjadinya malfungsi atau Kegagalan proses sepanjang waktu. Diagnosis ini dapat didasarkan data sensor dan pengetahuan yang telah disusun mengenai kelakuan proses pada kondisi normal dan tidak normal. Kondisi tidak normal dari suatu proses merupakan hal yang perlu diketahui dan dikenali dari proses. Ketidaknormalan proses dapat diidentifikasi dari penyimpangannya terhadap nilai parameter proses yang dikehendaki, contohnya: penyimpangan tekanan, penyimpangan temperatur, penyimpangan laju alir, penyimpangan level ketinggian, penyimpangan komposisi Komponen kimia, dan berbagai karakteristik proses lainnya (laju korosi, laju erosi, fouling, kavitasi, ekspansi, kontraksi, sifat-sifat fisik, aktivitas katalis, dan lain sebagainya). Dalam prakteknya, kasus ketidaknormalan dapat diklasifikasikan ke dalam tiga kategori kondisi (Huang dkk., 2002), yaitu: 1. Perubahan struktural Perubahan struktural dapat diakibatkan oleh adanya kegagalan fisik (hard failure) pada peralatan proses dan instrumentasi. Perubahan struktural dapat mengakibatkan perubahan informasi berbagai variabel proses. Beberapa contoh dari tipe kondisi ini, yaitu: kebocoran pada bejana, kerusakan pipa, kegagalan sistem pengendalian, kegagalan kerangan (membuka/menutup), dan lain-lain. Secara konvensional, kegagalan fisik dapat diakomodasi dengan pemasangan sistem rangkap berlebih (redundansi). 2. Perubahan parameter proses nyata (gross parameter) Kegagalan pada proses terjadi ketika terdapat gangguan terhadap proses melalui variabel independen, seperti: Konsentrasi umpan, perubahan Koefisien perpindahan panas, perubahan aktivitas katalis, dan lain-lain. Gangguan tersebut hanya berpengaruh terhadap nilai parameter proses tanpa mengubah struktur proses. i 3. Malfungsi pada sensor dan aktuator Kondisi ketidaknormalan pada kategori ini meliputi: kegagalan tetap (fixed failure) pada instrumen sensor dan aktuator, bias tetap (constant bias), kegagalan karena berada di luar rentang (out-of range failure), dan lain- lain, Ketidaknormalan ini dapat menurunkan kinerja sistem pengendalian dan dapat mengakibatkan perubahan struktural tethadap proses, sebagai contoh, bias tetap pada sensor dapat mengakibatkan kegagalan pada kerangan pengendali (control valve). Klasifikasi kategori ketidaknormalan tersebut berguna untuk penentuan strategi diagnosis kesalahan yang efisien, efektif, handal, dan tangguh. IL3 Metode Principal Component Analysis (PCA) 113.1. Pengantar Metode Principal Component Analysis (PCA) Principal Component Analysis (PCA) adalah salah satu teknik penyelesaian multivariabel dimana sejumlah variabel terkorelasi_ dapat ditransformasikan menjadi himpunan variabel tak terkorelasi yang berdimensi lebih kecil. Teknik statistik multivariabel ini dikenal sebagai alat yang tangguh untuk meringkas data dan mereduksi dimensinya schingga dapat diperoleh dan dipertahankan informasi pokoknya. Dengan diperolehnya informasi pokok tersebut, analisis terhadap data akan menjadi lebih mudah dibandingkan analisis terhadap himpunan data awal yang masih berukuran besar. Teknik ini juga dapat digunakan secara efektif untuk mengekstrak informasi yang benar dari himpunan data yang diperoleh dari proses yang mengalami gangguan (Venkatasubramanian, 2003). Metode PCA pertama kali diusulkan oleh Karl Pearson (1901), tetapi prosedur umum yang banyak dijumpai saat ini dikembangkan oleh Harold Hotelling (1947). Metode ini merupakan teknik multivariabel standar dan termuat dalam beberapa buku rujukan (Anderson, 1984; Jackson, 1991) dan juga beberapa tulisan ilmiah (Wold, 1978; Wold, Esbensen, dan Geladi, 1987). PCA merupakan suatu metode analisis kuantitatif yang dikategorikan pada metode berbasis sejarah proses (process history based). Pada prinsipnya, diagnosis dengan pendekatan kuantitatif ini adalah sebuah penyelesaian permasalahan identifikasi pola (pattern 12 recognition) dari sejumlah data. PCA adalah teknik statistik yang dapat digunakan sebagai pengklasifikasi sejumlah data variabel proses yang terukur untuk mengidentifikasi kesalahan berdasarkan pola yang terbentuk dari ekstraksi data proses tersebut. Metode analisis berbasis sejarah proses biasanya dilakukan setelah terjadi suatu kegagalan pada operasi pabrik. Hal ini bertujuan untuk mengidentifikasi penyebab kesalahan dan dampak lanjutan dari kesalahan yang ada sehingga dapat ditemukan usulan tindakan penanganan yang tepat supaya kegagalan yang sama dapat dicegah dan dihindari pada masa mendatang. Selain itu, analisis kesalahan dalam tahap perancangan selanjutnya, dilakukan dengan tujuan mengidentifikasi kemungkinan terjadinya kesalahan dan dampak yang ditimbulkan kesalahan tersebut sehingga dapat disusun suatu prosedur operasi dan konfigurasi pengendalian yang mampu menghindari kesalahan tersebut. Salah satu dampak yang ditimbulkan dari kesalahan yang ada dalam proses adalah variabilitas. Variabilitas merupakan hal yang tidak dikehendaki di dalam proses yang menargetkan kualitas produk. Beberapa proses kimia dipengaruhi oleh variabilitas, tetapi variabel prosesnya tidak berfluktuasi secara acak sepenuhnya. Variabel proses ini dihubungkan oleh satu himpunan pembatas (neraca massa dan energi, kebijakan pengoperasian) yang dapat disusun dalam suatu model proses. Analisis secara statistik dari data hasil pengukuran variabel proses terhadap waktu dapat menyatakan korelasi yang mendasari hubungan antar variabel terukur, jika model matematika yang tepat tidak tersedia. Tindakan koreksi dapat dilakukan lebih awal jika kesalahan diidentifikasi dan dilokalisir dengan cepat. Metode analisis PCA memenuhi kedua persyaratan tersebut. Dengan kemampuan deteksi dan diagnosis yang akurat secara dini dan kemampuan membedakan antara satu kesalahan dengan kesalahan lain, PCA telah digunakan untuk mendeteksi dan mendiagnosis kesalahan pada beberapa kasus, seperti: unit operasi reaktor (Shah dkk., 1998), kompresor (Rotem dkk.,, 1999), sistem lingkar sintesis amonia (Amand dkk., 2001), dan pabrik fraksionasi hydrocracker (Tong dan Crowe, 1996). Selain itu, PCA juga memiliki kemampuan untuk mengakomodasi gangguan (noise) dan ketidakpastian (uncertainties) yang dapat mengakibatkan kegagalan diagnosis secara tiba-tiba, 13 mengenali dan mengelompokkan kesalahan yang tidak diketahui penyebabnya (unknown faults, novel faults), dan memungkinkan perekayasaan model seminimal mungkin, serta memiliki algoritma dan implementasi yang efisien. PCA merupakan suatu alat yang tangguh untuk menganalisis data pada saat gambaran grafis yang jelas tidak tersedia karena pola dalam data berdimensi tinggi susah ditemukan. Kelebihan PCA adalah segera setelah pola data ditemukan dan data direduksi dimensinya, informasi tidak banyak hilang akibat pereduksian data, Teknik ini sering digunakan dalam kompresi informasi data yang diperoleh dari gambar. Lebih lanjut, pada saat ini, PCA yang telah dimodifikasi dan dikombinasikan dengan metode analisis statistik yang lain, dapat digunakan untuk memantau proses secara langsung. Usaha pemantauan dan pengendalian proses memerlukan integrasi antara fungsi diagnosis kesalahan dengan operasi proses yang lain, seperti: pengaturan pengendalian, penyepakatan data, dan pengawasan pengendalian. Kerangka integrasi dari masing-masing fungsi yang membangun sistem operasi proses yang handal disajikan pada Gambar I.1. Berdasarkan kerangka integrasi tersebut, letak penerapan PCA adalah pada penyepakatan data (data reconciliation) dan diagnosis kesalahan proses (fault detection). +{ Process | “ier expan = “Sonera er Gambar II.1 Kerangka integrasi sistem operasi pada proses (Venkatasubramanian dkk., 2003) 113.2. Formulasi dan Prosedur Umum Metode PCA Analisis statistik menggunakan PCA pada dasarnya adalah dekomposisi ortogonal suatu matriks data proses X (matriks j x k, dimana j adalah jumlah sampel dan & adalah jumlah variabel terukur) ke dalam komponen-komponen utamanya (principal components, PC). Tujuan dari analisis statistik ini adalah untuk menemukan faktor yang memberikan pengaruh paling besar terhadap pola dari data proses yang terukur (Venkatasubramanian, 2003). Prinsip dekomposisi suatu matriks data pengukuran dalam PCA disajikan pada persamaan (II.7). = ‘ X=X+E=>'tp) +E=TP'+E a7 7 Matriks residual E menyatakan perbedaan antara nilai data terukur (X) terhadap nilai data sejatinya (X ). Konstanta k menyatakan jumlah dari komponen utama yang mempengaruhi data terukur. Vektor f; adalah nilai dari komponen- Komponen utama (PC) data original. Nilai ini sering kali disebut sebagai principal 15 component score. Vektor p; adalah koefisien kombinasi linier antara variabel original dengan komponen utama (PC). Koefisien ini sering kali disebut sebagai principal component loading vectors. Jika matriks U menyatakan hasil dekomposisi ortonormal matriks kovarians S menjadi matriks diagonal L mengikuti aturan aljabar matriks, maka hubungan ini dapat dituliskan sebagai berikut: S=ULU" (IL8) Matriks diagonal L beranggotakan elemen /1, 1, .... fxs yang merupakan nilai eigen (eigenvalue) dari matriks kovarians S, Hubungan di atas sering digunakan untuk transformasi dasar PCA (Jackson, 1991). Setelah data original diperoleh untuk suatu kasus, prosedur umum PCA melibatkan 10 langkah berikut: (ulasan lebih lengkap disajikan pada Lampiran B) 1. Perhitungan nilai rata-rata untuk setiap variabel (himpunan data). . Penyusunan matriks kovarian (S) dari himpunan data. . Penyusunan persamaan untuk transformasi dasar PCA. Penentuan nilai eigen (eigenvalue) dan vektor nilai eigen (eigenvector). . Analisis grafis data yang telah diolah. Penyusunan elemen eigenvector. . Penentuan beberapa variabel yang dianggap berpengaruh. . Penyusunan feature vector yang didapat. Cen aAneen . Transformasi data original menjadi komponen utama. 10. Penentuan skala eigenvector. 11.3.3. Metode Dynamic Principal Component Analysis (DPCA) Pada dasarnya, PCA merupakan metode yang bersifat statik sehingga agar dapat digunakan dalam analisis sistem dinamik maka PCA perlu dimodifikasi. Bentuk modifikasi yang dapat dilakukan adalah penambahan kolom pada matriks data pengukuran yang berisikan data pengukuran pada saat ini dengan sejumlah 7 data pengukuran sebelumnya (Klanéar, 1998). Berikut ini disajikan matriks yang dibentuk menurut modifikasi yang telah disebutkan di atas: X,=1X, XX] (9) Dengan bentuk ini, kebergantungan nilai data yang terukur pada saat ini dapat diidentifikasi. 16 Jumlah data pengukuran / dapat ditentukan secara gradual, dimulai dari asus statik (/=0). Hal yang perlu dipenuhi adalah jumlah relasi statik harus sama dengan beda jumlah seluruh variabel (kolom X()) tethadap jumlah komponen utama (PC) yang dipilih. Kemudian pada tahap selanjutnya, pada X; dan X,, ditambahkan relasi dinamik baru. Ini dapat dilakukan dengan mengurangi jumlah variabel dengan jumlah Komponen utama dan jumlah relasi yang telah ditemukan sebelumnya, Prosedur ini dilakukan sampai tidak ada lagi relasi yang ditemukan. 114 — Penyepakatan Data dan Penerapan PCA dalam Penyepakatan Data 11.4.1 Penyepakatan Data (Data Reconciliation) Penyepakatan data merupakan aktivitas penting yang perlu dilakukan dalam industri proses yang berlangsung kontinyu (Venkatasubramanian, 2003). Pada dasarnya, penyepakatan data adalah pendekatan diagnosis kesalahan secara kuantitatif yang terfokus pada deteksi kesalahan sensor dan bias sensor. Tujuan utama aktivitas ini adalah menyepakatkan data pengukuran. Data pengukuran yang tersepakati merupakan data yang konsisten dan memiliki presisi lebih tinggi daripada data pengukuran yang diperoleh langsung. Penyepakatan data biasanya terdiri atas tiga bagian, yaitu: identifikasi bias pengukuran pada sensor (Venkatasubramanian, 2003). Lebih lanjut, penyepakatan data memberikan informasi tentang kemungkinan keberadaan kesalahan nyata, keakurasian hasil pengukuran, dan perambatan kesalahan pengukuran. Pada _prinsipnya, pada parameter, estimasi bias, dan memperbail penyepakatan data merupakan permasalahan optimasi multidimensional dan multivariabel baik linier maupun non-linier. Aktivitas penyepakatan data dapat dilakukan pada kondisi tunak (steady- state) maupun tak tunak (transient). Penyepakatan data untuk keadaan tunak merupakan permasalahan penghilangan kesalahan (error) yang diberikan oleh sekumpulan data dari variabel-variabel sensor (Venkatasubramanian, 2003). Hal ini biasanya dilakukan dengan teknik estimasi Jeast squares linier dan telah dibuktikan dapat memberikan hasil yang dapat dipercaya. Di lain sisi, penyepakatan data dinamik merupakan permasalahan penghilangan kesalahan dari variabel-variabel sensor di dalam suatu rentang waktu. Penyepakatan data 17 dinamik merupakan permasalahan yang secara signifikan lebih sukar dibandingkan penyepakatan data untuk keadaan tunak. Ini disebabkan oleh kehadiran batasar/kendala diferensial dan efek yang nyata dari nonlinieritas pada strategi penyclesaiannya. Secara umum, terdapat strategi dua tingkat untuk penyepakatan data, Berikut ini disajikan gambaran singkat strategi penyepakatan data tersebut. Metode Kualtatit | Diagnosis Metode Kuanttatit Penyepakatan Data Pemrograman nontinier “Teknik Statistik Gambar II.2 Strategi dua tingkat untuk penyepakatan data (Vachhani dkk., 2001) 11.4.2 Deteksi Kesalahan Nyata (gross error) dalam Penyepakatan Data Keadaan Tunak dengan PCA Pengujian secara statistik menyediakan metode pada insinyur dan operator untuk menilai validitas pengukuran variabel proses dan penyepakatan data. Beberapa metode statistik seperti: uji terhadap variabel tunggal, maximum power, dan uji chi-square telah banyak digunakan untuk tujuan ini. Unjuk kerja metode- metode statistik tersebut tidak selalu memuaskan. Salah satu kelompok baru dari uji statistik untuk deteksi dan identifikasi kesalahan nyata berdasarkan PCA telah dibuktikan mampu mendeteksi kesalahan nyata yang nilainya kecil. Selain itu, PCA juga memiliki kelebihan dalam mengidentifikasi variabel yang memiliki kesalahan (Tong dan Crowe, 1995). Deteksi kesalahan nyata yang dilakukan oleh Tong dan Crowe (1995) dilakukan dalam penyepakatan data untuk keadaan tunak. Uji statistik yang dilakukan membutuhkan vektor residual dari batasan proses (process constraints) 18 dan matriks kovariannya, Variabel-variabel yang tidak terukur dalam batasan proses yang berlangsung tunak, seperti: persamaan neraca massa dan energi, dapat dihilangkan dengan menerapkan metode proyeksi matriks. Variabel-variabel yang tidak terukur dapat diasumsikan tidak ada dalam batasan (constraints). Batasan tersebut dapat dinyatakan sebagai batasan tereduksi dan batasan yang melibatkan variabel-variabel yang tidak terukur dinyatakan sebagai batasan original. Ketika semua variabel dapat diukur, batasan tereduksi identik dengan batasan original. Di dalam pengukuran yang mengandung kesalahan acak dan terkadang kesalahan nyata (misal: bias pada sensor dan kebocoran pada proses), hukum. neraca/konservasi dan batasan-batasan proses yang lain tidak memuaskan. Residual dari batasan tereduksi untuk proses keadaan tunak linier dapat didefinisikan dalam bentuk matriksnya sebagai berikut: e= Bx" (11.10) dimana x* adalah vektor dari variabel-variabel terukur. Matriks B adalah matriks m x n dengan m

Вам также может понравиться