Вы находитесь на странице: 1из 5

Setelah sel-sel morulla mengalami pembelahan terus-menerus maka akan terbentuk rongga di tengah.

Rongga ini makin lama makin besar dan berisi cairan. Embrio yang memiliki rongga disebut blastula,
rongganya disebut blastocoel, proses pembentukan blastula disebut blastulasi. Pembelahan hingga
terbentuk blastula ini terjadi di oviduk dan berlangsung selama 5 hari. Selanjutnya blastula akan
mengalir ke dalam uterus. Setelah memasuki uterus, mula-mula blastosis terapung-apung di dalam
lumen uteus. Kemudian, 6-7 hari setelah fertilisasi embrio akan mengadakan pertautan dengan dinding
uterus untuk dapat berkembang ke tahap selanjutnya. Peristiwa terpautnya antara embrio pada
endometrium uterus disebut implantasi atau nidasi. Implantasi ini telah lengkap pada 12 hari setelah
fertilisasi (Yatim, 1990).

Blastulasi dimulai di dalam uterus, ketika morula terdiri atas 32-64 sel. Diantara sel-sel morula terbentuk
rongga yang disebut blastocoel. Kelompok sel-sel pada kutub animal disebut Inner Cell Mass, akan
berkembang menjadi embrio selanjutnya. Lapisan sel-sel tunggal yang mengelilingi blastocoel disebut
trofoblas, akan berkembang menjadi selaput-selaput ekstraembrio. Blastula Mammalia disebut
blastokista. Blastokista berada bebas dalam cairan di lumen uterus sambil mempersiapkan diri untuk
berimplantasi. Pada hari kehamilan ke-4 dan ke-5 blastokista mulai berimplantasi dalam endometrium
uterus. Implantasi telah lengkap pada hari kehamilan ke-6. Segera setelah implantasi, embrio memasuki
tahap gastrulasi, neurulasi dan organogenesis (Kholil, 2009).

Blastula tumbuh menjadi 2 jaringan : embryoblast (pemberi makan). Zona pellucida pun pecah dan
masih berada pellucida yang masih berada di luar ovum hancur (Adnan, 2007).

Blastulasi dimulai di dalam uterus, ketika morulla sudah terdiri dari atas 32-64 sel. Diantara sel morulla
terbentuk rongga yang disebut blastocoel. Trofoblast merupakan lapisan dari beberapa sel yang akan
mengelilingi blastocoel, lapisan ini akan berkembang menjadi selaput-selaput blastocoel ekstrembrio
(Sugiono, 1996).

Menurut bentuknya blastula dibagi menjadi 3 macam diantaranya (Sudarwati, 1993) :

1. Coeloblastula yaitu balastula bundar yang berasal dari telur homo lecithal dan mediolecithal.

2. Discoblastula yaitu blastula yang berbentuk gepeng atau disebut juga blatula cakram, berasal dari
telur homolecithal yang mengalami pembelahan holoblastik tak teratur.

3. Stereobaltula yaitu bentuknya seperti coeloblastula tapi masif

2.3.4 Gastrulasi

Gastrulasi merupakan pertumbuhan yang terjadi setelah blastula. Pada tingkat ini terjadi proses
dinamisasi daerah-daerah bakal pembentuk alat pada blastula, diatur dan dideretkan sesuai dengan
bentuk tubuh sepesies yang bersangkutan. Istilah gastrula berasal dari kata gastrum atau gaster
(lambung), karena pada fase ini akan terjadi proses pertumbuhan yang kelak akan menjadi saluran
pencernaan (Yatim, 1996).
Gastrula adalah tingkatan perkembangan embrio dimana terjadi proses pembentukan lapis benih (germ
kayer). Tanda khas tingkatan ini adalah terbentuknya calon sitem pencernaan yaitu gastrocoel
(archenteron). Pada tingkatan ini juga terjadi diferensiasi yang pertama kali yaitu ektoderm, mesoderm
yang pada tingkatan sebelumnya tidak terjadi (blastula) (Suntoro, 1990).

Dalam proses gastrulasi disamping terus menerus terjadi pembelahan dan perbanyakan sel, terjadi pula
berbagai macam gerakan sel di dalam usaha mengatur dan menyusun sesuai dengan bentuk dan
susunan tubuh individu dari spesies yang bersangkutan (Lindsay, 1982).

2.3.5 Tubulasi Dan Diferensiasi

Mengiringi proses gastrulasi disebut proses tubulasi. Proses tubulasi terjadi mulai dari daerah kepala
sampai ekor, kecuali mesoderm, yang hanya berlangsung di daerah truncus embrio. Sementara pada
saat tubulasi berlangsung, maka embrio pun menjadi lebih besar serta bertambah panjang dan akan
mengahasilkan tubuh yang berbentuk batang yang merupakan ciri dari Chordata (Sugiono, 1996).

Tubulasi adalah pertumbuhan yang mengiringi pembentukan gastrula atau disebut juga dengan
pembumbungan. Daerah-daerah bakal pembentuk alat atau ketiga lapis benih ectoderm, mesoderm dan
endoderm, menyusun diri sehingga berupa bumbung, berongga. Yang tidak mengalami pembumbungan
yaitu notochord, tetapi masif. Mengiringi proses tubulasi terjadi proses differensiasi setempat pada tiap
bumbung ketiga lapis benih, yang pada pertumbuhan berikutnya akan menumbuhkan alat (organ)
bentuk definitif. Ketika tubulasi ectoderm saraf berlangsung, terjadi pula differensiasi awal pada daerah-
daerah bumbung itu, bagian depan tubuh menjadi encephalon (otak) dan bagian belakang menjadi
medulla spinalis bagi bumbung neural (saraf). Pada bumbung endoderm terjadi differensiasi awal
saluran atas bagian depan, tengah dan belakang (Sudarwati, 1993).

Mengiringi proses tubulasi terjadi proses diferensiasi. Diferensiasi terjadi pada ketiga tabung benih yang
mana pada pertumbuhan berikutnya akan membentuk (organ), bentuk definitif (Campbell, 2003).

Diferensiasi berlangsung pada jaringan embrio awal. Di sini berlaku daur sel. Sel muda yang bersifat
pluripotent atau totipotent setelah mengalami diferensiasi akan menjadi sel dewasa unipotent, yaitu
yang mengalami satu macam struktur dan aktivitas. Diferensiasi ini berlangsung sejak zygote, yakni
setelah terjadi fertilisasi, dan berakhir pada tingkat organogenesis (Sadler, 1988).

2.3.6 Organogenesis

Organogenesis disebut juga dengan morphogenesis. Pada periode ini embrio akan memiliki bentuk yang
khusus bagi suatu spesies, pada masa ini juga akan mengalami penyelesaian pertumbuhan jenis kelamin,
watak (karakter psikis dan fisik) serta roman atau wajah yang khusus bagi setiap individu (Sugiono, 1996).
Adnan, Halifah. 2007. Penuntun Praktikum Reproduksi dan Embriologi. Makassar : Jurusan Biologi FMIPA
UNM

Campball. 2003. Biologi Jilid 3. Jakarta : Erlangga

Hafez, E. S. E. 1993. Reproduction In Farm Animals. USA : Lea and Febiger

Iksan. 1992. Diktan Inseminasi Buatan. Malang : UB Press

Junquiera, Luis C. Carneiro Jose. 1980. Histologi Dasar Edisi Ketiga. Alih bahasa Adji Dharma. Jakarta :
EGC

Kholil, Kholifah. 2009. Petunjuk Praktikum Sruktur Perkembangan Hewan II. Malang : Uin Press

Lindsay. 1982. Reproduction In Domestic Livestock In Indonesia. University Of Queensland Press

Marjono, Budi. 1992. http : // www. Geositis. Com / yosimite/ rabbit / 1744 html. Diakses tanggal 20
Mei 2010

Mukayat, Djarubita. 1984. Reproduksi Hewan. Surabaya : IKIP Press

Nalbandov. 1990. Fisiologi Reproduksi Pada Mammalia Dan Unggas. Jakarta : UI Press

Ngatidjan. 1991. Petunjuk Laboratorium, Metode Laboratorium dalam Toksikologi. Yogyakarta : UGM

Novian, Darkuni. 1994. Embriologi Hewan I. Malang : IKIP Malang


Partodihardjo, Soebadi. 1992. Ilmu Reproduksi Hewan. Jakarta : Mutiara Sumber Widya

Rugh, R. 1971. A Guide to Vertebrate Development.USA : Burgess Publishing Co

Sadler, TW. 1988. Embriologi Kedokteran Edisi 5. Alih bahasa Irwan Susanto. Jakarta : EGC

Sudarwati, S. 1993. Perkembangan Hewan. Bandung : ITB

Sugianto, 1996. Perkembangan Hewan. Yogyakarta : Gajah Mada University Press

Suntoro, Susilo Handari. 1990. Struktur dan Perkembangan Hewan. Yogyakarta : Universitas Gajah Mada

Susilowati. 1989. Laporan Praktikum Inseminasi Buatan Fakultas Peternakan. Malang : UB Press

Susilowati. 1992. Pengantar Fisiologi Reproduksi. Malang : UB Press

Tenzer, A. 2001. Petunjuk Praktikum Perkembangan Hewan. Malang : JICA UM Malang.

Toelihere, Mozes. 1979. Inseminasi buatan Pada Ternak. Bandung : Angkasa

Toelihere, Mozes. 1993. Analisis Kualitas Semen Pada Ternak. Bandung : Angkasa

Yatim, W. 1990. Reproduksi Dan Embriologi. Bandung : Tarsito


Yatim, W. 1996. Histologi. Bandung : Tarsito

Вам также может понравиться