Вы находитесь на странице: 1из 3

Saat ini, bahan tambahan pangan sulit untuk kita hindari karena kerap

terdapat dalam makanan dan minuman yang kita konsumsi setiap hari, khususnya
makanan olahan. Apalagi penggunaan bahan tambahan makanan yang melebihi
batas maksimum penggunaan dan bahan tambahan kimia yang dilarang
penggunaannya (berbahaya) yang kerap menjadi isu hangat di masyarakat. Sama
halnya seperti bahan pengawet lainnya, bahan tambahan pangan seperti formalin
dan boraks merupakan salah satu bahan yang dilarang digunakan dalam makanan
namun keberadaannya di sekitar kita sudah tidak dapat dihindari karena begitu
banyaknya produsen yang dengan sengaja menggunakan formalin dan boraks
dalam mengolah produksi pangan.

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor : 1168/Menkes/Per/X/1999


tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
722/Menkes/per/IX/1988 Tentang Bahan Tambahan Makanan, bahan tambahan
yang dilarang digunakan dalam makanan adalah : Asam Borat (Boric Acid) dan
senyawanya, Asam Salisilat dan garamnya (Salicylic Acid and its salt),
Dietilpirokarbonat (Diethylpirocarbonate DEPC), Dulsin (Dulcin), Kalium Klorat
(Potassium Chlorate), Kloramfenikol (Chloramphenicol), Minyak Nabati yang
dibrominasi (Brominated vegetable oils), Nitrofurazon (Nitrofurazone), Formalin
(Formaldehyde), Kalium Bromat (Potassium Bromate)

Boraks merupakan garam natrium Na2B4O7.10H2O serta asam borat yang


tidak merupakan kategori bahan tambahan pangan food grade, biasanya
digunakan dalam industri nonpangan seperti industri kertas, gelas, keramik, kayu,
dan produk antiseptik toilet. Baik boraks ataupun asam borat memiliki khasiat
antiseptika (zat yang menghambat pertumbuhan dan perkembangan
mikroorganisme). Pemakaiannya dalam obat biasanya dalam salep, bedak, larutan
kompres, obat oles mulut, bahkan juga untuk pencuci mata. Boraks juga
digunakan sebagai bahan solder, bahan pembersih, pengawet kayu dan antiseptik
kayu (Cahyo, 2006).
Asam borat dapat dibuat dengan menambahkan asam sulfat atau klorida pada
boraks. Larutannya dalam air (3%) digunakan sebagai obat cuci mata yang
dikenal sebagai boorwater. Asam borat juga digunakan sebagai obat kumur,
semprot hidung dan salep luka kecil. Tetapi bahan ini tidak boleh diminum atau
digunakan pada bekas luka luas, karena beracun bila terserap oleh tubuh (Khamid,
2006).
Formalin merupakan cairan jernih yang tidak berwarna dengan bau
menusuk, uapnya merangsang selaput lendir hidung dan tenggorokan dan rasa
membakar. Bobot tiap mililiter adalah 1,08 gram. Dapat bercampur dengan air
dan alkohol, tetapi tidak bercampur dengan kloroform dan eter (Norman and
Waddington, 1983). Didalam formalin mengandung sekitar 37% formaldehid
dalam air, biasanya ditambah methanol hingga 15% sebagai pengawet. Formalin
dikenal sebagai bahan pembunuh hama (desinfektan) dan banyak digunakan
dalam industri. Nama lain dari formalin adalah Formol, Methylene aldehyde,
Paraforin, Morbicid, Oxomethane, Polyoxymethylene glycols, Methanal,
Formoform, Superlysoform, Formaldehyde, dan Formalith (Astawan,
Made,2006).

Produsen sering kali tidak tahu kalau penggunaan formalin sebagai bahan
pengawet makanan tidaklah tepat karena bisa menimbulkan berbagai gangguan
kesehatan bagi konsumen yang memakannya. Beberapa penelitian terhadap tikus
dan anjing menunjukkan bahwa pemberian formalin dalam dosis tertentu pada
jangka panjang bisa mengakibatkan kanker saluran cerna. Penelitian lainnya
menyebutkan peningkatan risiko kanker faring (tenggorokan), sinus dan cavum
nasal (hidung) pada pekerja tekstil akibat paparan formalin melalui hirupan
(Yuliarti, 2007).
DAFTAR PUSTAKA

Astawan, Made. 2006. Mengenal Formalin Dan Bahayanya. Jakarta: Penebar


Swadya

Khamid, I. R. 2006. Bahaya Boraks Bagi Kesehatan. Jakarta: Penerbit Kompas.

Saparinto.,Cahyo. 2006. Bahan Tambahan Pangan. Kanisius. Yogyakarta

Yuliarti. 2007. Awas Bahaya Di Balik Lezatnya Makanan. Yogyakarta : Penerbit


Andi

Вам также может понравиться