Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
No A B C D E No A B C D E
1 X 26 X
2 X 27 X
3 X 28 X
4 X 29 X
5 X 30 X
6 X 31 X
7 X 32 X
8 X 33 X
9 X 34 X
10 X 35 X
11 X 36 X
12 X 37 X
13 X 38 X
14 X 39 X
15 X 40 X
16 X 41 X
17 X 42 X
18 X 43 X
19 X 44 X
20 X 45 X
21 X 46 X
22 X 47 X
23 X 48 X
24 X 49 X
25 X 50 X
Mikroekonomi:
P S
Px
CP
----- ---- D
Q Qx Q1 Q
Ceiling Price produces exces D, people buy more quality (cheeper price) (shortage supply)
P S
Px FP
----- D
Q Qxx Q
Floor Price Exces supply, people buy less quality (more expensive price)
2. Diketahui fungsi konsumsi: C = 250 + 0,80Y. Bila pemerintah melalui APBN menambah
pengeluaran sebesar Rp200 miliar dan menurunkan pajak sebanyak Rp150 miliar, serta
terjadi kenaikan investasi otonom Rp100 miliar, Anda diminta menghitung dampaknya
terhadap perubahan pendapatan masyarakat. Kemukakan pula bagaimana cara
menghitungnya.
Y=C+I+G
Y = C0 + C1 (Y-T) + I + G
Y (1 - C1) = C0- C1 T + I + G
Y = ----------- (C0- C1 T + I + G)
1 - C1
Y - C1 -0,8
T 1-C1 0,2
Dampak perubahan G
Y 1 1
G 1-C1 0,2
Y 1 1
I 1-C1 0,2
YI = Rp500 M
C
2000
800 I
600
G
400
O 2000 O O
National income National income
Disposible income (Yd)
(Y) (Y)
((Yd)(Y)
700 X
M
Tx 500
200
O O O
National income National income National income
(Y) (Y) (Y)
Jawab;
Y=C+I+G+XM
Y = 2000 + 0.8Yd
Y = 2000 + 0.8(Y-200)
0.2Y = 1840
Y = 1/0.2 (1840)
Y = 5(1840) = 9,200
c. Their saving:
or:
Penjelasan yang paling rasional untuk menjelaskan price rigidity (kekakuan harga) angkutan
umum ini adalah disparitas kebijakan antara pemerintah pusat dan daerah. Perlu diketahui
bahwa penentuan tarif angkutan umum dilakukan oleh pemerintah daerah dan Organda,
sedangkan kebijakan naik turunnya harga BBM dilakukan pemerintah pusat. Tidak
sinkronnya antara pemerintah pusat dan daerah menyebabkan kerugian masyarakat, karena
masyarakat tidak menikmati penurunan tarif angkutan umum yang seharusnya mereka terima.
Namun sebaliknya, saat harga BBM dinaikkan, pengusaha angkutan umum bisa langsung
menaikkan tarif angkutan dengan alasan biaya operasional meningkat.
Penaikan tarif bahkan bisa dilakukan oleh sopir angkutan baik bus, metromini, mikrolet dan
lain sebagainya, tanpa perlu menunggu instruksi Organda ataupun Pemda setempat. Saat
meminta tarif angkutan naik akibat kenaikan BBM, Organda menyebutkan komponen biaya
BBM sangatlah besar. Namun saat harga BBM turun, Organda pun menurunkan komponen
biaya BBM tersebut dalam total biaya transportasi. Lagi-lagi, rakyat sebagai konsumen di
tingkat akhir yang dirugikan.
Salah satu fenomena yang juga menarik terjadi pada pergerakan harga sembako (baik telur,
beras, daging ayam, daging sapi, minyak goreng, gula dan lain sebagainya). Di mana saat
harga BBM naik, harga-harga sembako tersebut langsung naik bahkan sering kali lebih besar
dari proporsi yang seharusnya, namun saat harga BBM turun maka harga-harga sembako itu
tidak ikut turun. Kalaupun turun, tapi terjadi time lag atau rentang waktu penyesuaian harga
yang cukup lama untuk menyesuaikan dengan besaran turunnya harga BBM. Atau presentase
turunnya harga sembako tidak sebesar presentase turunnya harga BBM.
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia yang meneliti tentang hubungan antara transmisi
harga BBM vs harga sembako dengan metode Asymmetric Vertical Transmission Price
dengan Error Correction Model (ECM), didapatkan bahwa fenomena asymmetric price
transmission terjadi pada harga telur, beras dan daging ayam terhadap harga BBM. ketika
harga BBM naik maka harga sembako langsung naik, ketika harga BBM turun harga
sembako tidak langsung turun, perlu waktu penyesuaian untuk merespon penurunan harga
BBM. Respons penyesuaian telur selama 2 bulan, beras 3 bulan dan daging ayam 4 bulan.
Salah satu penyebab yang dapat menjelaskan terjadinya transmisi harga tidak simetris adalah
dugaan adanya perilaku spekulan atau penyalahgunaan kekuatan pasar yang dilakukan
pedagang perantara dalam satu supply chain sembako. Menurut Prastowo et al. (2008),
struktur pasar sangat berpengaruh terhadap jumlah margin keuntungan yang ditetapkan oleh
para pelaku usaha dalam satu rantai pemasaran. Pada struktur pasar persaingan sempurna,
atau pasar yang memiliki tingkat kompetisi yang tinggi, perusahaan atau pelaku usaha hanya
berperan sebagai price taker, yaitu tidak memiliki kekuatan untuk mempengaruhi harga
produk di pasar. Margin yang akan diperoleh dalam struktur pasar seperti ini akan sangat
kecil. Berbeda dengan pasar monopoli atau oligopoli, dimana perusahaan tunggal atau
beberapa perusahaan dominan akan berperilaku sebagai price maker, yang memiliki
keleluasaan dalam menetapkan harga dan menentukan margin seoptimal mungkin.
5. Jawaban:
2014
Jika pencatatan persediaan akhir terlalu tinggi, maka pengaruhnya HPP terlalu rendah,
mengakibatkan laba terlalu tinggi, dan modal terlalu tinggi.
Untuk menghitung HPP yang benar (HPP + kelebihan pencatatan persediaan akhir)
= 150 + 12
162
Untuk menghitung laba bersih yang benar (laba bersih - kelebihan pencatatan
persediaan akhir)
= 44 12
32
Untuk menghitung modal yang benar (modal - kelebihan pencatatan persediaan akhir)
= 574 12
= 562
HPP Rp162.000.000,00
Modal Rp562.000.000,00
2015
Pengaruh perubahan data 2014 ke data 2015
Persediaan awal terlalu tinggi Rp12.000.000,00 dan modal awal terlalu tinggi
Rp12.000.000,00. Tahunn 2015 terjadi kesalahan pencatatan persediaan akhir terlalu rendah
Rp5.000.000,00 .
a. Jika pencatatan persediaan awal terlalu tinggi pengaruhnya HPP terlalu tinggi, laba
terlalu rendah, dan modal terlalu rendah.
b. Jika pencatatan persediaan akhir terlalu rendah pengaruhnya HPP terlalu tinggi, laba
bersih terlalu rendah, dan modal terlalu rendah.
c. Jika pencatatan modal awal terlalu tinggi maka pengaruhnya modal akhir terlalu
tinggi.
Untuk menghitung HPP yang benar (HPP kelebihan pencatatan persediaan awal
kekurangan pencatatan persediaan akhir)
= 174 12 5
= 157
Untuk menghitung laba bersih yang benar (laba bersih + kelebihan pencatatan
persediaan awal + kekurangan pencatatan persediaan akhir)
= 50 + 12 + 5
67
= 590 + 12 + 5 12
= 595
Jawaban: