Вы находитесь на странице: 1из 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Hubungan antara psikis dan somatik telah menjadi perhatian para ahli dan
para peneliti sejak dahulu. Aspek psikis dan somatik saling terkait secara erat dan
tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya. Kedua aspek saling
mempengaruhi yang selanjutnya tercermin dengan jelas dalam ilmu kedokteran
psikosomatik. 1

Pada abad pertengahan, mistik dan agama sangat mempengaruhi ilmu


kedokteran secara dominan dan semakin meyakinkan para ahli pada zaman itu
bahwa penyakit fisis dapat disembuhkan oleh kekuatan rohani, pengetahuan
tentang psikis dan somatis terus berkembang sampai abad ke 20 ini.1

Istilah somatoform berasal dari bahasa Yunani yaitu soma artinya tubuh;
dan gangguan somatoform adalah kelompok penyakit yang luas dan memiliki
tanda serta gejala yang berkaitan dengan tubuh sebagai komponen utama.
Gangguan ini mencakup interaksi pikiran tubuh : di dalam interaksi ini, dengan
cara yang masih belum diketahui, otak mengirimkan berbagai sinyal yang
memengaruhi kesadaran pasien dan menunjukkan adanya masalah serius di dalam
tubuh. Di samping itu, perubahan ringan neurokimia, neurofisiologi, dan
neuroimunologi dapat terjadi akibat mekanisme otak atau jiwa yang tidak
diketahui yang menyebabkan penyakit.2

Prevalensi gangguan somatisasi pada populasi umum diperkirakan 0,1


0,2 %, walaupun beberapa kelompok penelitian percaya bahwa angka
sesungguhnya mungkin mendekati 0,5 %. Prevalensi gangguan somatisasi pada
wanita di populasi umum adalah 1 2 %. Rasio penderita wanita dibanding laki-
laki adalah 5 berbanding 1 dan biasanya gangguan mulai pada usia dewasa muda
(sebelum usia 30 tahun).2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Defenisi

Gangguan psikosomatis atau somatisasi adalah gangguan atau penyakit


yang ditandai dengan gejala gejala yang menyerupai penyakit fisis dan diyakini
adanya hubungan yang erat antara suatu peristiwa psikososial tertentu dengan
timbulnya gejala-gejala tersebut. 1

Gangguan somatisasi ditandai dengan banyak gejala somatik yang tidak


dapat dijelaskan dengan adekuat berdasarkan pemeriksaan fisik dan laboratorium.
Gangguan ini biasanya dimulai sebelum usia 30 tahun, dapat berlanjut hingga
tahunan, dan dikenali sebagai kombinasi gejala nyeri, gastrointestinal, seksual,
serta pseudoneurologis. Gangguan ini bersifat kronis dan disertai penderitaan
psikologis yang signifikan, hendaya fungsi sosial dan pekerjaan, serta perilaku
mencari bantuan medis yang berlebihan.2

Gangguan somatisasi adalah salah satu gangguan somatoform spesifik


yang ditandai oleh banyaknya keluhan fisik/gejala somatik yang mengenai banyak
sistem organ yang tidak dapat dijelaskan secara adekuat berdasarkan pemeriksaan
fisik dan laboratorium.Gangguan somatisasi dibedakan dari gangguan somatoform
lainnya karena banyaknya keluhan dan melibatkaan sistem organ yang multipel
(sebagai contoh, gastrointestinal dan neurologis).2

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa gangguan psikosomatis


atau somatisasi adalah sekumpulan gejala yang dijumpai pada diri seseorang yang
mengenai beberapa organ yang tidak dapat dijelaskan secara adekuat melalui
pemeriksaan fisik dan laboratorium. Gangguan ini bersifat kronis dengan gejala
ditemukan selama beberapa tahun dan dimulai sebelum usia 30 tahun dan disertai
dengan penderitaan psikologis yang bermakna, gangguan fungsi sosial dan
pekerjaan, dan perilaku mencari bantuan medis yang berlebihan.
2.2. Epidemiologi

Prevalensi gangguan somatisasi pada populasi umum diperkirakan 0,1


0,2 %, walaupun beberapa kelompok penelitian percaya bahwa angka
sesungguhnya mungkin mendekati 0,5 %. Prevalensi gangguan somatisasi pada
wanita di populasi umum adalah 1 2 %. Rasio penderita wanita dibanding laki-
laki adalah 5 berbanding 1 dan biasanya gangguan mulai pada usia dewasa muda
(sebelum usia 30 tahun). Diantara pasien yang datang ke tempat praktek dokter
umum dan doketr keluarga, sebanyak 5 sampai 10 persen pasien mungkin
memenuhi kriteria diagnostik untuk gangguan somatisasi.3

Beberapa penelitian telah menemukan bahwa gangguan somatisasi sering


kali bersama sama dengan gangguan mental lainnya. Kira kira dua pertiga dari
semua pasien dengan gangguan somatisasi memiliki gejala psikiatrik yang dapat
diidentifikasi, dan sebanyak separuh pasien dengan gangguan somatisasi memiliki
gangguan mental lainnya.3

2.3. Etiologi

Penyebab ganggguan somatisasi tidak diketahui secara pasti tetapi diduga


terdapat faktor-faktor yang berperan terhadap timbulnya gangguan somatisasi
yakni:

a. Faktor Psikososial

Penyebab gangguan somatisasi tidak diketahui. Secara psikososial, gejala


gejala gangguan ini merupakan bentuk komunikasi sosial yang bertujuan untuk
menghindari kewajiban, mengekspresikan emosi, atau menyimbolkan perasaan.4

Formulasi psikososial melibatkan interpretasi gejala sebagai komunikasi


social, akibatnya adalah menghindari kewajiban (contohnya harus pergi ke tempat
kerja yang tidak disukai), mengekspresikan emosi (contohnya marah kepada
pasangan), atau menyimbolkan suatu perasaan atau keyakinan (contohnya nyeri di
usus).2
Pandangan perilaku pada gangguan somatisasi menekankan bahwa
pengajaran parental, contoh parental, dan etika moral mungkin mengajarkan anak-
anak untuk lebih bersomatisasi dibandingkan anak lain. Di samping itu, beberapa
pasien dengan gangguan somatisasi berasal dari rumah yang tidak stabil dan telah
mengalami penyiksaan fisik.3

b. Faktor Biologis

Data genetik mengindikasikan adanya transmisi genetik pada gangguan


somatisasi. Terjadi pada 10-20% wanita turunan pertama, sedangkan pada saudara
laki-lakinya cenderung menjadi penyalahguna zat dan gangguan kepribadian
antisosial. Pada kembar monozigot terjadi 29% dan dizigot 10%.4

Data genetik menunjukkan bahwa gangguan somatisasi dapat memiliki


komponen genetik. Gangguan somatisasi cenderung menurun di dalam keluarga
dan terjadi pada 10 hingga 20 % kerabat perempuan derajat pertama pasien
dengan gangguan somatisasi. Di dalam keluarga ini, kerabat laki laki derajat
pertama rentan terhadap penyalahgunaan zat dan gangguan kepribadian
antisosial.2

Faktor sosial, kultural, dan etnik mungkin juga terlibat di dalam


perkembangan gejala gangguan somatisasi.3

2.4. Gambaran Klinis

Pasien dengan gangguan somatisasi memiliki banyak keluhan somatik dan


riwayat medis yang rumit dan panjang. Mual dan muntah (selain masa
kehamilan), kesulitan menelan, nyeri di lengan dan tungkai, napas pendek tidak
berkaitan dengan olahraga, amnesia, dan komplikasi kehamilan serta menstruasi
adalah gejala yang paling lazim ditemui. Pasien sering meyakini bahwa mereka
telah sakit selama sebagian besar hidup mereka.2
Gejala pseudoneurologik sering dianggap gangguan neurologik namun
tidak patognomonik. Misalnya gangguan koordinasi atau keseimbangan, paralisis
atau kelemahan lokal, sulit menelan atau merasa ada gumpalan di tenggorokan,
afonia, retensi urin, halusinasi, hilangnya sensasi raba atau sakit, penglihatan
kabur, buta, tuli, bangkitan, atau hilang kesadaran bukan karena pingsan.4

Penderitaan psikologik dan masalah interpersonal menonjol, dengan cemas


dan depresi merupakan gejala psikiatri yang paling sering muncul. Ancaman akan
bunuh diri sering ditemukan, namun bunuh diri aktual sangat jarang. Biasanya
pasien mengungkapkan keluhannya secara dramatik, dengan muatan emosi dan
berlebihan. Pasien-pasien ini biasanya tampak mandiri, terpusat pada dirinya, haus
penghargaan dan pujian, dan manipulatif.4

Jika bunuh diri terjadi, maka sering kali disertai dengan penyalahgunaan
zat. Riwayat medis pasien sering kali sepintas, samar samar, tidak jelas, tidak
konsisten, dan tidak tersusun. Pasien mungkin tidak dapat membedakan gejala
sekarang dengan gejala yang lampau. Pasien wanita dengan gangguan somatisasi
mungkin berpakaian secara eksibisionistik.3

Gangguan somatisasi sering kali disertai oleh gangguan mental lainnya,


termasuk gangguan depresif berat, gangguan kepribadian, gangguan berhubungan
zat, gangguan kecemasan umum, dan fobia.3

2.5. Diagnosis

Untuk diagnosis gangguan somatisasi, DSM-IV-TR mengharuskan


permulaan gejala terjadi sebelum usia pasien 30 tahun, dan berlangsung selama
beberapa tahun. Selama perjalanan gangguan, pasien harus memiliki keluhan
sedikitnya empat gejala nyeri, dua gejala gastro intestinal, satu gejala seksual, dan
satu gejala pseudoneurologis, yang seluruhnya tidak dapat dijelaskan dengan
pemeriksaan fisik atau laboratorium.4

Pasien dengan gangguan somatisasi umumnya telah mengunjungi banyak


praktik dokter, melakukan banyak pemeriksaan dan laboratorium, yang
seluruhnya tidak memberikan hasil yang bermakna mengenai penyakit yang ia
rasakan. Sebagai contoh, seorang pasien mungkin memiliki keluhan abdominal
kronis (nyeri perut, diare) yang telah dievaluasi secara tuntas namun tidak
ditemukan penyebabnya. Hal ini biasanya di dahului dengan riwayat gejala lain
yang tidak dapat dijelaskan.5

Pada gangguan ini sering kali terlihat adanya perilaku mencari perhatian
(histrionik), terutama pada pasien yang kesal karena tidak berhasil membujuk
dokternya untuk menerima bahwa keluhannya memang penyakit fisik dan bahwa
perlua danya pemeriksaan fisik yang lebih lanjut.

Tidak adanya saling pengertian antara dokter dan pasien mengenai


kemungkinan penyebab keluhan keluhannya menimbulkan frustasi dan
kekecewaan pada kedua belah pihak.5
Kriteria Diagnostik DSM IV-TR : GANGGUAN SOMATISASI
A. Riwayat banyak keluhan fisik dimulai sebelum usia 30 tahun yang terjadi
selama suatu periode beberapa tahun dan menyebabkan pencarian terapi atau
hendaya fungsi sosial, pekerjaan, atau area fungsi penting lain yang signifikan.

B. Masing-masing kriteria berikut ini harus dipenuhi, dengan setiap gejala terjadi
pada waktu kapanpun selama perjalanan gangguan :

1. empat gejala nyeri : riwayat nyeri yang berkaitan dengan sedikitnya empat
tempat atau fungsi yag berbeda (cnt : kepala, abdomen, punggung, sendi,
ekstremitas, dada, rectum, selama menstruasi, selama hubungan sekdual,
atau selama berkemih)

2. dua gejala gastrointestinal : riwayat sedikitnya dua gejala gastrointestinal


selain nyeri (cnt: mual, kembung, muntah selain selama hamil, diare, atau
intoleransi terhadap beberapa makanan yang berbeda)

3. satu gejala seksual : riwayat sedikitnya satu gejala seksual atau reproduksi
selain nyeri(cnt: ketidakpedulian terhadap seks, disfungsiereksi atau
ejakulasi, menstruasi tidak teratur, perdarahan menstruasi berlebihan,
muntah sepanjang hamil)

4. satu gejala pseudoneurologis : riwayat sedikitnya satu gejala atau deficit


yang mengesankan keadaan neurologis tidak terbatas pada nyeri (gejala
konversi seperti gangguan koordinasi atau keseimbangan, paralisis, atau
kelemahan lokal, kesulitan menela, atau benjolan di tenggorok, afonia,
retensi urin, halusinasi, hilangnya sensasi raba atau nyeri, penglihatan
ganda, buta, tuli, kejang, gejala disosiatif seperti amnesia, atau hilang
kesadaran selain pingsan)

C. Baik (1) atau (2) :

1. Setelah penelitian yang sesuai, setiap gejala Kriteria B tidak dapat dijelaskan
secara utuh dengan keadaan medis umum yang diketahui atau efek langsung suatu
zat (cnt : penyalahgunaan obat, pengobatan)
2. Jika terdapat keadaan medis umum, keluhan fisik, atau hendaya sosial atau
Pedoman diagnostik PPDGJ III

F45.0 Gangguan Somatisasi

Diagnostik pasti memerlukan semua hal berikut :

a. adanya banyak keluhan keluhan fisik yang bermacam macam yang


tidak dapat di jelaskan atas dasar adanya kelainan fisik yang sudah
berlangsung sedikitnya 2 tahun

b. tidak mau menerima nasehat atau penjelasan dari beberapa dokter bahwa
tidak ada kelainan fisik yang dapat menjelaskan keluhan keluhannya.

c. terdapat disabilitas dalam fungsinya di masyarakat dan keluarga yang


berkaitan dengan sifat keluhan keluhannya dan dampak dari perilakunya.

2.6. Diagnosis Banding

Klinisi harus menyingkirkan keadaan psikis non-psikiatri yang dapat


menjelaskan gejala pasien. Sejumlah gangguan medis sering menunjukkan
kelainan yang sementara dan nonspesifik pada kelompok usia yang sama.
Gangguan medis ini mencakup MS (Multipel Sklerosis), SLE, AIDS, miastenia
gravis, hiperparatiroidisme, hipertiroidisme, dan infeksi sistemik kronik. Awitan
berbagai gejala somatic pada pasien diatas 40 tahuin harus dianggap disebabkan
oleh keadaan medis nonpsikiatri sampai pemeriksaan medis yang mendalam telah
dilengkapi.2

Banyak gangguan jiwa dipertimbangkan sebagai diagnosa banding. Pasien


dengan gangguan depresif berat, gangguan ansietas menyeluruh, dan skizofrenia
semua memiliki keluhan awal yang berpusat pada gejala somatik. Meskipun
demikian, pada semua gangguan ini, gejala depresi, ansietas, dan psikosis
akhirnya mendominasi keluhan somatik. Meskipun pasien dengan gangguan panic
dapat mengeluhkan banyak gejala somatik yang berkaitan dengan serangan
paniknya, mereka tidak terganggu oleh gejala somatik diantara serangan panik.2
Di antara semua gangguan somatoform, hipokondriasis, gangguan
konversi, dan gangguan somatisasi nyeri, pasien dengan hipokondriasis memiliki
keyakinan salah bahwa mereka memiliki penyakit tertentu, sedangkan pasien
dengan gangguan somatisasi mengkhawatirkan banyak gejala. Gejala gangguan
konversi terbatas pada satu atau dua sistem neurologis bukannya gejala gangguan
somatisasi yang sangat beragam. Gangguan nyeri terbatas pada satu atau dua
keluhan gejala nyeri.2

2.7. Perjalanan Penyakit dan Prognosis

Gangguan somatisasi merupakan gangguan yang berlangsung kronik,


berfluktuasi, menyebabkan ketidakmampuan dan sering kali disertai dengan
ketidak serasian dari perilaku sosial, interpersonal dan keluarga yang
berkepanjangan. Menurut definisinya, gejala harus mulai dari usia sebelum usia
30 tahun dan ada selama beberapa tahun.3

Gejala awal sudah dimulai saat remaja. Masalah menstruasi biasanya


merupakan keluhan paling dini yang muncul pada wanita. Keluhan seksual sering
kali berkaitan dengan perselisihan dalam perkawinan.4

Episode peningkatan keparahan gejala dan perkembangan gejala yang baru


diperkirakan berlangsung 6 9 bulan dan dapat dipisahkan dari periode yang
kurang simtomatik yang berlangsung 9 12 bulan. Tetapi jarang seorang pasien
dengan gangguan somatisasi berjalan lebih dari satu tahun tanpa mencari suatu
perhatian medis. Seringkali terdapat hubungan antara periode peningkatan stress
atau stress baru dan eksaserbasi gejala somatik. Prognosis gangguan somatisasi
umumnya sedang sampai buruk.3

2.8. Penatalaksanaan

Pasien dengan gangguan somatisasi paling baik diobati jika mereka


memiliki seorang dokter tunggal sebagai perawat kesehatan umumnya. Klinisi
primer harus memeriksa pasien selama kunjungan terjadwal yang teratur, biasanya
dengan interval satu bulan.3

Jika gangguan somatisasi telah didiagnosis, dokter yang mengobati pasien


harus mendengarkan keluhan somatik sebagai ekspresi emosional, bukannya
sebagai keluhan medis. Tetapi, pasien dengan gangguan somatisasi dapat juga
memiliki penyakit fisik, karena itu dokter harus mempertimbangkan gejala mana
yang perlu diperiksa dan sampai sejauh mana.3

Strategi luas yang baik bagi dokter perawatan primer adalah meningkatkan
kesadaran pasien tentang kemungkinan bahwa faktor psikologis terlibat dalam
gejala penyakit. Psikoterapi dilakukan baik individual dan kelompok. Dalam
lingkungan psikoterapetik, pasien dibantu untuk mengatasi gejalanya, untuk
mengekspresikan emosi yang mendasari dan untuk mengembangkan strategi
alternatif untuk mengekspresikan perasaan mereka.3

Pengobatan psikofarmakologis diindikasikan bila gangguan somatisasi


disertai dengan gangguan penyerta (misalnya: gangguan mood, gangguan depresi
yang nyata, gangguan anxietas. Obat harus diawasi karena pasien dengan
gangguan somatisasi cenderung menggunakan obat secara berlebihan dan tidak
dapat dipercaya.2
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Gangguan somatisasi adalah sekumpulan gejala yang dijumpai pada diri


seseorang yang mengenai beberapa organ yang tidak dapat dijelaskan secara
adekuat melalui pemeriksaan fisik dan laboratorium. Gangguan ini bersifat kronis
dengan gejala ditemukan selama beberapa tahun dan dimulai sebelum usia 30
tahun dan disertai dengan penderitaan psikologis yang bermakna, gangguan fungsi
sosial dan pekerjaan, dan perilaku mencari bantuan medis yang berlebihan.
Penyebab ganggguan somatisasi tidak diketahui secara pasti tetapi diduga terdapat
faktor-faktor yang berperan terhadap timbulnya gangguan somatisasi yakni:
Faktor Psikososial dan Faktor Biologis. Faktor sosial, kultural, dan etnik
mungkin juga terlibat di dalam perkembangan gejala gangguan somatisasi. 3

Diagnosis berdasarkan Kriteria diagnosis gangguan somatisasi


berdasarkan DSM IV: Riwayat banyak keluhan fisik dengan onset sebelum usia
30 tahun. Tiap kriteria berikut ini harus ditemukan, dengan gejala individual yang
terjadi pada sembarang waktu selama perjalanan gangguan, Gejala tidak
ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti pada gangguan buatan atau
pura-pura).

Diagnosis pasti gangguan somatisasi berdasarkan PPDGJ III: Ada banyak dan
berbagai gejala fisik yang tidak dapat dijelaskan adanya kelainan fisik yang sudah
berlangsung sekitar 2 tahun, Selalu tidak mau menerima nasehat atau penjelasan
dari beberapa dokter bahwa tidak ada kelainan fisik yang dapat menjelaskan
keluhan-keluhannya. Terdapat disabilitas dalam fungsinya di masyarakat dan
keluarga, yang berkaitan dengan sifat keluhan-keluhannya dan dampaak daari
perilakunya.terapi yang di anjurkan psikoterapi dan terapi psikofarmakologi bila
terdapat gangguan lain.
DAFTAR PUSTAKA

1. Sudoyono AW. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi Kelima Jilid
III.Jakarta: Interna Publishing.2009: 2093-2097
2. Sadock, Benjamin J. Kaplan & Sadock Buku Ajar Psikiatri Klinis Edisi
2.Jakarta: EGC.2010: 268 - 280
3. Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA. Sinopsis Psikiatri Ilmu Pengetahuan
Perilaku Psikiatri Klinis Edisi Ketujuh Jilid II. Jakarta: Binarupa Aksara.
2010: 84-90
4. Elvira, Sylvia D & Hadisukanto, Gitayanti. Buku Ajar Psikiatri. Jakarta:
FK-UI. 2015: 287-290
5. Puri Basant K , Laking Paul J, Treasaden Ian H. Buku Ajar Psikiatri Edisi
Kedua. Jakarta: EGC. 2011: 224-236
6. Muslim, Rusdi. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas dari PPDGJ-
III dan DSM-5. Jakarta: FK-Unika Atmajaya. 2013: 84-86

Вам также может понравиться