Вы находитесь на странице: 1из 14

Pengertian Diare

Diare menurut Ngastiyah (2005) adalah keadaan frekwensi buang air besar lebih dari 4
kali sehari pada bayi dan lebih dari 3 kali sehari pada anak, konsistensi faeces encer, dapat
berwarna hijau atau dapat pula bercampur lendir dan darah atau lendir saja.

Diare diartikan sebagai buang air besar yang tidak normal atau bentuk tinja yang encer
dan frekuensinya lebih banyak dari biasanya. Neonatus dinyatakan diare bila frekuensi buang air
besar sudah lebih dari 4 kali. Sedangkan untuk bayi berumur lebih dari satu bulan dikatakan
diare bila frekuensinya lebih dari 3 kali sehari semalam dengan atau tanpa darah atau lendir
dalam tinja( WHO 2008).

Menurut Depkes (2010) diare adalah suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak normal
atau tidak seperti biasanya, ditandai dengan peningkatan volume keenceran, serta frekwensi lebih
dari 3 kali sehari pada anak dan pada bayi lebih dari 4 kali sehari dengan atau tanpa lendir darah.

Diare merupakan suatu kumpulan dari gejala infeksi pada saluran pencernaan yang dapat
disebabkan oleh beberapa organisme seperti bakteri, virus dan parasit. Beberapa organisme
tersebut biasanya menginfeksi saluran pencernaan manusia melalui makanan dan minuman yang
telah tercemar oleh organisme tersebut (food borne disease).(Kemenkes,2011)

Diare diartikan sebagai buang air besar yang tidak normal atau bentuk tinja yang encer
dan frekuensinya lebih banyak dari biasanya. Neonatus dinyatakan diare bila frekuensi buang air
besar sudah lebih dari 4 kali. Sedangkan untuk bayi berumur lebih dari satu bulan dikatakan
diare bila frekuensinya lebih dari 3 kali sehari semalam dengan atau tanpa darah atau lendir
dalam tinja( WHO 2008).
Diare lebih dominan menyerang balita karena daya tahan tubuh balita yang masih lemah
sehingga balita sangat rentan terhadap penyebaran virus penyebab diare. Diare merupakan salah
satu penyebab angka kematian dan kesakitan tertinggi pada anak, terutama pada balita. Menurut
Parashar tahun 2007, di dunia terdapat 6 juta balita yang meninggal tiap tahunnya karena
penyakit diare. Dimana sebagian kematian tersebut terjadi di negara berkembang
termasukIndonesia(DepkesRI, 2007).

Hal yang bisa menyebabkan balita mudah terserang penyakit diare adalah perilaku hidup
masyarakat yang kurang baik dan keadaan lingkungan yang buruk. Diare dapat berakibat fatal
apabila tidak ditangani secara serius karena tubuh balita sebagian besar terdiri dari air, sehingga
bila terjadi diare sangat mudah terkena dehidrasi (Depkes, 2010).

Penyakit diare adalah penyakit yang sangat berbahaya dan terjadi hampir di seluruh
daerah geografis di dunia dan bisa menyerang seluruh kelompok usia baik laki laki maupuun
perempuan, tetapi penyakit diare dengan tingkat dehidrasi berat dengan angka kematian paling
tinggi banyak terjadi pada bayi dan balita. Di negara berkembang termasukIndonesiaanak-anak
menderita diare lebih dari 12 kali per tahun dan hal ini yang menjadi penyebab kematian sebesar
15-34% dari semua penyebab kematian (Depkes, 2010).

Penyakit diare diIndonesia merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang utama, hal
ini disebabkan karena masih tingginya angka kesakitan diare yang menimbulkan banyak
kematian terutama pada balita. Angka kesakitan diare di Indonesia dari tahun ke tahun cenderung
meningkat, pada tahun 2006 jumlah kasus diare sebanyak 10.980 penderita dengan jumlah
kematian 277 (CFR 2,52%). Secara keseluruhan diperkirakan angka kejadian diare pada balita
berkisar antara 40 juta setahun dengan kematian sebanyak 200.000 sampai dengan 400.000
balita. Pada survei tahun 2000 yang dilakukan oleh Depkes RI melalui Ditjen P2MPL di 10
provinsi didapatkan hasil bahwa dari 18.000 rumah tangga yang disurvei diambil sample
sebanyak 13.440 balita, dan kejadian diare pada balita yaitu 1,3 episode kejadian diare pertahun
(Soebagyo, 2008).

Faktor-faktor yang meningkatkan resiko terjadinya diare adalah lingkungan, praktik penyapihan
yang buruk dan malnutrisi. Diare dapat menyebar melalui praktik-praktik yang tidak higienis
seperti menyiapkan makanan dengan tangan yang belum dicuci, setelah buang air besar atau
membersihkan tinja seorang anak serta membiarkan seorang anak bermain di daerah dimana ada
tinja yang terkontaminasi bakteri penyebab diare (Depkes, 2010).

Perilaku ibu dalam menjaga kebersihan dan mengolah makanan sangat dipengaruhi oleh
pengetahuan tentang cara pengolahan dan penyiapan makanan yang sehat dan bersih.
Pengetahuan dan kesadaran orang tua terhadap masalah kesehatan balitanya tentu sangat penting
agar anak selalu dalam keadaan sehat dan terhindar dari berbagai penyakit, sedangkan yang
mengalami diare tidak jatuh pada kondisi yang lebih buruk. Sebagian besar angka kematian diare
ini diduga karena kurangnya pengetahauan masyarakat terutama ibu, mengenai upaya
pencegahan dan penanggulangan diare (Wijaya, 2002).

Kurangnya pengetahuan bisa mempengaruhi perilaku seseorang termasuk perilaku di bidang


kesehatan sehingga bisa menjadi penyebab tingginya angka penyebaran suatu penyakit termasuk
penyakit diare yang mempunyai resiko penularan dan penyebaran cukup tinggi. Penyakit diare
yang merupakan penyakit berbasis lingkungan juga dipengaruhi oleh keadaan kebersihan baik
perorangan (personal hygiene) maupun kebersihan lingkungan perumahan, sanitasi yang baik
dan memenuhi syarat kesehatan serta didukung oleh personal hygiene yang baik akan bisa
mengurangi resiko munculnya suatu penyakit termasuk diantaranya penyakit diare. Personal
hygiene dan sanitasi lingkungan perumahan yang baik bisa terwujud apabila didukung oleh
perilaku masyarakat yang baik atau perilaku yang mendukung terhadap program-program
pembangunan kesehatan termasuk program pemberantasan dan program penanggulangan
penyakit diare.

Ada beberapa faktor yang berkaitan dengan kejadian diare yaitu tidak memadainya penyediaan
air bersih, air tercemar oleh tinja, kekurangan sarana kebersihan, pembuangan tinja yang tidak
higienis, kebersihan perorangan dan lingkungan yang jelek, serta pengolahan dan penyimpanan
makanan yang tidak semestinya. Banyak faktor yang secara langsung maupun tidak langsung
dapat menjadi faktor pendorong terjadinya diare, terdiri dari faktor agent penjamu, lingkungan
dan perilaku. Faktor penjamu yang menyebabkan meningkatnya kerentanan terhadap diare,
diantaranya tidak memberikan ASI selama 2 tahun, kurang gizi, penyakit campak, dan
imunodefisiensi. Faktor lingkungan yang paling dominan yaitu sarana penyediaan air bersih dan
pembuangan tinja, kedua faktor ini akan berinteraksi bersama dengan perilaku manusia. Apabila
faktor lingkungan tidak sehat karena tercemar kuman diare serta berakumulasi dengan perilaku
manusia yang tidak sehat pula, maka penularan diare dengan mudah dapat terjadi (Depkes,
2005).

Untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat diare, pemerintah melalui Dinas
Kesehatan melakukan beberapa upaya : 1) Meningkatkan kwalitas dan kwantitas tatalaksana
diare melalui pendekatan Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) dan pelaksanaan Pojok
Oralit, 2) Mengupayakan tatalaksana penderita diare di rumah tangga secara tepat dan benar, 3)
Meningkatkan upaya pencegahan melalui kegiatan Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE), 4)
Meningkatkan sanitasi lingkungan, 5) Meningkatkan kewaspadaan dini dan penanggulangan
kejadian luar biasa diare (DepKes RI, 2000). Upaya pencegahan diare meliputi : memberikan
ASI, memperbaiki makanan pendamping ASI, menggunakan air bersih yang cukup, mencuci
tangan, menggunakan jamban, membuang tinja bayi dengan benar dan memberikan imunisasi
campak karena pemberian imunisasi campak dapat mencegah terjadinya diare yang lebih berat
(Depkes, 2010).

Diare adalah buang air besar lembek atau cair dapat berupa air saja yang frekwensinya lebih
sering dari biasanya (biasanya tiga kali atau lebih dalam sehari) (DepkesRI, 2000). Sedangkan
menurut Widjaja (2002), diare diartikan sebagai buang air encer lebih dari empat kali sehari, baik
disertai lendir dan darah maupun tidak. Hingga kini diare masih menjadi child killer (pembunuh
anak-anak) peringkat pertama diIndonesia. Semua kelompok usia diserang oleh diare, baik balita,
anak-anak dan orang dewasa. Menurut Depkes (2010) diare adalah suatu keadaan pengeluaran
tinja yang tidak normal atau tidak seperti biasanya, ditandai dengan peningkatan volume
keenceran, serta frekwensi lebih dari 3 kali sehari pada anak dan pada bayi lebih dari 4 kali
sehari dengan atau tanpa lendir darah. Menurut Mansjoer A (2003), diare adalah buang air besar
dengan konsistensi encer atau cair dan lebih dari 3 kali sehari. Diare menurut Ngastiyah (2005)
adalah keadaan frekwensi buang air besar lebih dari 4 kali sehari pada bayi dan lebih dari 3 kali
sehari pada anak, konsistensi faeces encer, dapat berwarna hijau atau dapat pula bercampur
lendir dan darah atau lendir saja.

Latar belakang
Penyakit diare masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang seperti di
Indonesia, karena \morbiditas dan mortalitas-nya yang masih tinggi. Survei morbiditas yang
dilakukan oleh Subdit Diare, Departemen Kesehatan dari tahun 2000 s/d 2010 terlihat
kecenderungan insidens naik. Pada tahun 2000 IR penyakit Diare 301/ 1000 penduduk, tahun
2003 naik menjadi 374 /1000 penduduk, tahun 2006 naik menjadi 423 /1000 penduduk dan tahun
2010 menjadi 411/1000 penduduk. Kejadian Luar Biasa (KLB) diare juga masih sering terjadi,
dengan CFR yang masih tinggi. Pada tahun 2008 terjadi KLB di 69 Kecamatan dengan jumlah
kasus 8133 orang, kematian 239 orang (CFR 2,94%). Tahun 2009 terjadi KLB di 24 Kecamatan
dengan jumlah kasus 5.756 orang, dengan kematian 100 orang (CFR 1,74%), sedangkan tahun
2010 terjadi KLB diare di 33 kecamatan dengan jumlah penderita 4204 dengan kematian 73
orang (CFR 1,74 %.) (Kemenkes RI 2011)

Konsep Pengetahuan

2.2.1. Pengertian

Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia,
yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan
manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang
sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior) (Notoatmodjo, 2003).

2.2.2. Tingkat Pengetahuan

Pengetahuan yang dicakup di dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan (Notoatmodjo S,


2003), yaitu :

1) Tahu (Know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke
dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik
dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang diterima. Oleh sebab itu tahu
merupakan tingkatan pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang
tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan,
menyatakan dan sebagainya.

2) Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang
diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham
terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan,
meramalkan dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

3) Aplikasi (Application).

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada
situasi atau kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi dapat diartikan aplikasi atau penggunaan hukum-
hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

4) Analisis (Analysis).

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam
komponen-komponen, tetapi masih di dalam struktur organisasi tersebut dan masih ada
kaitannya satu sama lain, kemampuan analisis dapat dilihat penggunaan kata kerja dapat
menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan dan sebagainya.

5) Sintesis (Synthesis).

Sintesis menunjuk pada suatu kemampuan untuk meletakkan suatu bagian-bagian di dalam suatu
bentuk keseluruhan yang baru.

6) Evaluasi (Evaluation).
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penelitian terhadap
suatu materi atau objek.

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan
tentang isi materi yang akan diukur dari subjek penelitian atau responden.

Konsep Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS)

2.3.1. Pengertian

Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) adalah semua perilaku kesehatan yang dilakukan atas
dasar kesadaran sehingga anggota keluarga atau keluarga dapat menolong dirinya sendiri dalam
hal kesehtan dan berperan aktif dalam kegiatan-kegiatan kesehatan di masyarakat. Perilaku hidup
bersih dan sehat (PHBS) di Rumah Tangga adalah upaya untuk memberdayakan anggota rumah
tangga agar memahami dan mampu melaksanakan Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) serta
berperan aktif dalam Gerakan Kesehatan di masyrakat.

Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair (setengah
padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 200 gram atau 200ml/24jam.
Definisi lain memakai kriteria frekuensi, yaitu buang air besar encer lebih dari 3 kali/hari. Buang
air besar encer tersebut dapat disertai lendir dan darah.

Diare adalah penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi berak lebih dari
biasanya (3 atau lebih per hari) yang disertai perubahan bentuk dan konsistensi tinja dari
penderita (Depkes RI, Kepmenkes RI tentang pedoman P2D, Jkt, 2002).
Jika ditilik definisinya, diare adalah gejala buang air besar dengan konsistensi feses (tinja)
lembek, atau cair, bahkan dapat berupa air saja. Frekuensinya bisa terjadi lebih dari dua kali
sehari dan berlangsung dalam jangka waktu lama tapi kurang dari 14 hari. Seperti diketahui,
pada kondisi normal, orang biasanya buang besar sekali atau dua kali dalam sehari dengan
konsistensi feses padat atau keras.

B. Jenis-jenis Diare
1. Diare Akut
Merupakan diare yang disebabkan oleh virus yang disebut Rotaviru yang ditandai dengan
buang air besar lembek/cair bahkan dapat berupa air saja yang frekuensinya biasanya (3kali atau
lebih dalam sehari) dan berlangsung kurang dari 14 hari. Diare Rotavirus ini merupakan virus
usus patogen yang menduduki urutan pertama sebagai penyebab diare akut pada anak-anak.
2. Diare Bermasalah
Merupakan yang disebabkan oleh infeksi virus, bakteri, parasit, intoleransi laktosa, alergi
protein susu sapi. Penularan secara fecal-oral, kontak dari orang ke orang atau kontak orang
dengan alat rumah tangga. Diarae ini umumnya diawali oleh diare cair kemudian pada hari kedua
atau ketiga baru muncul darah, dengan maupun tanpa lendir, sakit perut yang diikuti munculnya
tenesmus panas disertai hilangnya nafsu makan dan badan terasa lemah.
3. Diare Persisten
Merupakan diare akut yang menetap, dimana titik sentral patogenesis diare persisten
adalah keruskan mukosa usus. Penyebab diare persisten sama dengan diare akut.

PENCEGAHAN DIARE

Menurut Depkes 2010, Upaya pencegahan diare meliputi : memberikan ASI,


memperbaiki makanan pendamping ASI, menggunakan air bersih yang cukup, mencuci tangan,
menggunakan jamban, membuang tinja bayi dengan benar dan memberikan imunisasi campak
karena pemberian imunisasi campak dapat mencegah terjadinya diare yang lebih berat.

Sedangkan menurut Kemenkes RI 2011, Kegiatan pencegahan penyakit diare yang benar dan
efektif yang dapat dilakukan adalah :

Prilaku

1. Pemberian ASI

ASI adalah makanan paling baik untuk bayi. Komponen zat makanan tersedia dalam
bentuk yang ideal dan seimbang untuk dicerna dan diserap secara optimal oleh bayi. ASI saja
sudah cukup untuk menjaga pertumbuhan sampai umur 6 bulan. Tidak ada makanan lain yang
dibutuhkan selama masa ini.
ASI bersifat steril, berbeda dengan sumber susu lain seperti susu formula atau cairan lain
yang disiapkan dengan air atau bahan-bahan dapat terkontaminasi dalam botol yang kotor.
Pemberian ASI saja, tanpa cairan atau makanan lain dan tanpa menggunakan botol,
menghindarkan anak dari bahaya bakteri dan organisme lain yang akan menyebabkan diare.
Keadaan seperti ini di sebut disusui secara penuh (memberikan ASI Eksklusif).

Bayi harus disusui secara penuh sampai mereka berumur 6 bulan. Setelah 6 bulan dari
kehidupannya, pemberian ASI harus diteruskan sambil ditambahkan dengan makanan lain
(proses menyapih). ASI mempunyai khasiat preventif secara imunologik dengan adanya antibodi
dan zat-zat lain yang dikandungnya. ASI turut memberikan perlindungan terhadap diare. Pada
bayi yang baru lahir, pemberian ASI secara penuh mempunyai daya lindung 4 kali lebih besar
terhadap diare daripada pemberian ASI yang disertai dengan susu botol. Flora normal usus bayi
yang disusui mencegah tumbuhnya bakteri penyebab botol untuk susu formula, berisiko tinggi
menyebabkan diare yang dapat mengakibatkan terjadinya gizi buruk.

2. Makanan Pendamping ASI

Pemberian makanan pendamping ASI adalah saat bayi secara bertahap mulai dibiasakan
dengan makanan orang dewasa. Perilaku pemberian makanan pendamping ASI yang baik
meliputi perhatian terhadap kapan, apa, dan bagaimana makanan pendamping ASI diberikan.

Ada beberapa saran untuk meningkatkan pemberian makanan pendamping ASI, yaitu:

a. Perkenalkan makanan lunak, ketika anak berumur 6 bulan dan dapat teruskan pemberian ASI.
Tambahkan macam makanan setelah anak berumur 9 bulan atau lebih. Berikan makanan
lebih sering (4x sehari). Setelah anak berumur 1 tahun, berikan semua makanan yang
dimasak dengan baik, 4-6 x sehari, serta teruskan pemberian ASI bila mungkin.

b. Tambahkan minyak, lemak dan gula ke dalam nasi /bubur dan biji-bijian untuk energi.
Tambahkan hasil olahan susu, telur, ikan, daging, kacangkacangan, buah-buahan dan
sayuran berwarna hijau ke dalam makanannya.

c. Cuci tangan sebelum meyiapkan makanan dan meyuapi anak. Suapi anak dengan sendok
yang bersih.
d. Masak makanan dengan benar, simpan sisanya pada tempat yang dingin dan panaskan
dengan benar sebelum diberikan kepada anak.

3. Menggunakan Air Bersih Yang Cukup

Penularan kuman infeksius penyebab diare ditularkan melalui Face-Oral kuman tersebut
dapat ditularkan bila masuk ke dalam mulut melalui makanan, minuman atau benda yang
tercemar dengan tinja, misalnya jarijari tangan, makanan yang wadah atau tempat makanminum
yang dicuci dengan air tercemar.

Masyarakat yang terjangkau oleh penyediaan air yang benar-benar bersih mempunyai
risiko menderita diare lebih kecil dibanding dengan masyarakat yang tidak mendapatkan air
bersih. Masyarakat dapat mengurangi risiko terhadap serangan diare yaitu dengan menggunakan
air yang bersih dan melindungi air tersebut dari kontaminasi mulai dari sumbernya sampai
penyimpanan di rumah.

Yang harus diperhatikan oleh keluarga :

a. Ambil air dari sumber air yang bersih


b. Simpan air dalam tempat yang bersih dan tertutup serta gunakan gayung khusus untuk
mengambil air.
c. Jaga sumber air dari pencemaran oleh binatang dan untuk mandi anak-anak
d. Minum air yang sudah matang (dimasak sampai mendidih)
e. Cuci semua peralatan masak dan peralatan makan dengan air yang bersih dan cukup.

4. Mencuci Tangan

Kebiasaan yang berhubungan dengan kebersihan perorangan yang penting dalam


penularan kuman diare adalah mencuci tangan. Mencuci tangan dengan sabun, terutama sesudah
buang air besar, sesudah membuang tinja anak, sebelum menyiapkan makanan, sebelum
menyuapi makan anak dan sebelum makan, mempunyai dampak dalam kejadian diare (
Menurunkan angka kejadian diare sebesar 47%).

5. Menggunakan Jamban
Pengalaman di beberapa negara membuktikan bahwa upaya penggunaan jamban
mempunyai dampak yang besar dalam penurunan risiko terhadap penyakit diare. Keluarga yang
tidak mempunyai jamban harus membuat jamban dan keluarga harus buang air besar di jamban.

Yang harus diperhatikan oleh keluarga :

a. Keluarga harus mempunyai jamban yang berfungsi baik dan dapat dipakai oleh seluruh
anggota keluarga.
b. Bersihkan jamban secara teratur.
c. Gunakan alas kaki bila akan buang air besar.

6. Membuang Tinja Bayi Yang Benar

Banyak orang beranggapan bahwa tinja bayi itu tidak berbahaya. Hal ini tidak benar
karena tinja bayi dapat pula menularkan penyakit pada anak-anak dan orang tuanya. Tinja bayi
harus dibuang secara benar.

Yang harus diperhatikan oleh keluarga:

a. Kumpulkan segera tinja bayi dan buang di jamban


b. Bantu anak buang air besar di tempat yang bersih dan mudah di jangkau olehnya.
c. Bila tidak ada jamban, pilih tempat untuk membuang tinja seperti di dalam lubang atau di
kebun kemudian ditimbun.
d. Bersihkan dengan benar setelah buang air besar dan cuci tangan dengan sabun.

7. Pemberian Imunisasi Campak

Pemberian imunisasi campak pada bayi sangat penting untuk mencegah agar bayi tidak
terkena penyakit campak. Anak yang sakit campak sering disertai diare, sehingga pemberian
imunisasi campak juga dapat mencegah diare. Oleh karena itu berilah imunisasi campak segera
setelah bayi berumur 9 bulan.

PENYEHATAN LINGKUNGAN

1. Penyediaan Air Bersih


Mengingat bahwa ada beberapa penyakit yang dapat ditularkan melalui air antara lain
adalah diare, kolera, disentri, hepatitis, penyakit kulit, penyakit mata, dan berbagai penyakit
lainnya, maka penyediaan air bersih baik secara kuantitas dan kualitas mutlak diperlukan dalam
memenuhi kebutuhan air sehari-hari termasuk untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan.
Untuk mencegah terjadinya penyakit tersebut, penyediaan air bersih yang cukup disetiap rumah
tangga harus tersedia. Disamping itu perilaku hidup bersih harus tetap dilaksanakan.

2. Pengelolaan Sampah

Sampah merupakan sumber penyakit dan tempat berkembang biaknya vektor penyakit
seperti lalat, nyamuk, tikus, kecoa dsb. Selain itu sampah dapat mencemari tanah dan
menimbulkan gangguan kenyamanan dan estetika seperti bau yang tidak sedap dan
pemandangan yang tidak enak dilihat. Oleh karena itu pengelolaan sampah sangat penting, untuk
mencegah penularan penyakit tersebut. Tempat sampah harus disediakan, sampah harus
dikumpulkan setiap hari dan dibuang ke tempat penampungan sementara. Bila tidak terjangkau
oleh pelayanan pembuangan sampah ke tempat pembuangan akhir dapat dilakukan pemusnahan
sampah dengan cara ditimbun atau dibakar.

3. Sarana Pembuangan Air Limbah

Air limbah baik limbah pabrik atau limbah rumah tangga harus dikelola sedemikian rupa
agar tidak menjadi sumber penularan penyakit. Sarana pembuangan air limbah yang tidak
memenuhi syarat akan menimbulkan bau, mengganggu estetika dan dapat menjadi tempat
perindukan nyamuk dan bersarangnya tikus, kondisi ini dapat berpotensi menularkan penyakit
seperti leptospirosis, filariasis untuk daerah yang endemis filaria. Bila ada saluran pembuangan
air limbah di halaman, secara rutin harus dibersihkan, agar air limbah dapat mengalir, sehingga
tidak menimbulkan bau yang tidak sedap dan tidak menjadi tempat perindukan nyamuk.

PENULARAN PENYAKIT

Penderita diare rotavirus dapat mengekskresi virus dalam jumlah besar, yang dapat
menyebar melalui tangan yang terkontaminasi. Rotavirus merupakan virus yang tahan terhadap
berbagai lingkungan, sehingga dapat ditularkan melalui berbagai benda yang terkontaminasi, air,
maupun makanan. Pada iklim tropis, rotavirus pada tinja dapat bertahan hidup sampai 2 bulan.
Para peneliti juga menduga bahwa rotavirus dapat ditularkan melalui udara, karena virus ini juga
terdeteksi di sekresi saluran nafas pada anak yang menderita infeksi rotavirus.

Diare merupakan suatu kumpulan dari gejala infeksi pada saluran pencernaan yang dapat
disebabkan oleh beberapa organisme seperti bakteri, virus dan parasit. Beberapa organisme
tersebut biasanya menginfeksi saluran pencernaan manusia melalui makanan dan minuman yang
telah tercemar oleh organisme tersebut (food borne disease).

Organisme penyebab diare biasanya berbentuk renik dan mampu menimbulkan diare
yang dapat dibedakan menjadi 3 jenis berdasarkan gejala klinisnya. Jenis yang pertama adalah
diare cair akut dimana balita akan kehilangan cairan tubuh dalam jumlah yang besar sehingga
mampu menyebabkan dehidrasi dalam waktu yang cepat. Jenis kedua adalah diare akut berdarah
yang sering disebut dengan disentri. Diare ini ditandai dengan adanya darah dalam tinja yang
disebabkan akibat kerusakan usus. Balita yang menderita diare berdarah akan menyebabkan
kehilangan zat gizi yang berdampak pada penurunan status gizi. Jenis yang ketiga adalah diare
persisten dimana kejadian diare dapat berlangsung 14 hari. Diare jenis ini sering terjadi pada
anak dengan status gizi rendah, AIDS, dan anak dalam kondisi infeksi (WHO, 2010).

Beberapa jenis diare tersebut sering disebabkan oleh organisme renik seperti bakteri dan
virus. Bakteri patogen seperti E.coli, Shigella, Campylobacter, Salmonella dan Vibrio cholera
merupakan beberapa contoh bakteri patogen yang menyebabkan epidemi diare pada anak. Kolera
merupakan salah satu contoh kasus epidemik dan sering diidentikkan dengan penyebabkan
kematian utama pada anak. Namun sebagian besar kejadian diare yang disebabkan oleh kolera
terjadi pada dewasa dan anak dengan usia yang lebih besar. Diare cair pada anak sebagian besar
disebabkan oleh infeksi rotavirus , V. cholera dan E.coli.

Hindari makanan dan minuman yang tidak bersih


Cuci tangan pakai sabun dan

air bersih sebelum makan

dan sesudah buang air besar

Rebus air minum terlebih dahulu

Gunakan air bersih untuk memasak

Buang air besar di jamban

Yang deiatas semua dari (kemenkes RI.2011)

Depkes, R I., 2010. Panduan Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat Di Rumah Tangga. Jakarta:
Pusat Promosi Kesehatan.

Depkes, R I., 2010. Buku Bagan Managemen Terpadu Balita Sakit (MTBS). Jakarta: Depkes RI.

Depkes, R I., 2010. Buku Saku Petugas Kesehatan Lintas Diare. Jakarta: Ditjen PPM dan PL.

Soebagyo, 2008. Diare Akut pada Anak. Surakarta : Universitas Sebelas Maret Press.

Вам также может понравиться