Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
PEMBAHASAN
2. Definisi Etika
Secara garis besar dapat diartikan sebagai serangkaian prinsip atau nilai
moral, berarti keseluruhan norma dan penilaian yang dipergunakan oleh
masyarakat untuk mengetahui bagaimana manusia seharusnya menjalankan
kehidupannya. Perilaku etis sangat diperlukan oleh masyarakat agar dapat
berfungsi secara teratur dan sebagai panduan untuk menilai benar/salahnya
perbuatan/perilaku.
Menurut Josephson Institute terdapat 6 (enam) nilai inti etis mengenai perilaku
etis :
a. Dapat dipercaya (Trustworthiness)
Mencakup kejujuran yaitu menuntut itikad baik untuk mengemukakan
kebenaran, intergritas berarti tindakan seseorang sesuai dengan kesadaran
tinggi dalam situasi apapun, dan reliabilitas dimana melakukan semua
usaha yang masuk akal untuk memenuhi komitmen serta loyalitas adalah
tanggung jawab untuk mengutamakan dan melindungi berbagai kepentingan
masyarakat dan organisasi tertentu.
b. Penghargaan (Respect)
Mencakup gagasan seperti kepantasan (Civility), kesopansantunan
(courtesy), kehormatan, toleransi dan penerimaan.
c. Pertanggungjawaban (Responsibility)
Mencakup bertanggung jawab atas tindakan seseorang serta dapat menahan
diri dan berusaha sebaik mungkin dan memberi teladan dengan contoh.
d. Kelayakan (Fairness)
Mencakup isu-isu tentang kesamaan penilaian, sikap tidak memihak,
proporsionalitas, keterbukaan, dan keseksamaan. Perlakuan yang layak
berarti bahwa situasi serupa akan ditangani dengan cara yang konsisten.
e. Perhatian (Caring)
Mencakup kesungguhan dalam memperhatikan kesejahteraan pihak lain
melalui tindakan.
f. Kewarganegaraan (Citizenship)
Termasuk kepatuhan pada undang-undang serta melaksanakan
kewajibannya sebagai warga negara.
Faktor utama yang mempengaruhi seseorang bertindak tidak etis sebagai berikut:
a. Standar etika seseorang berbeda dengan masyarkat umum
Salah satu contoh ekstrem ketika orang-orang berperilaku melanggar
hampir semua standar etika yang dianut oleh setiap orang seperti para
pengedar narkoba dan sebagian besar orang tersebut tidak menunjukkan rasa
penyesalan saat mereka tertangkap, dikarenakan standar etika mereke
berbeda dengan yang berlaku di masyrakat secara keseluruhan.
Contoh lain, manakala orang lain melanggar nilai etis menurut kita,
diantaranya berlaku curang dalam pengisian SPT pajaknya, memperlakukan
orang lain dengan rasa permusuhan. Jika orang lain memutuskan bahwa
perilaku ini etis dan dapat diterima, maka akan ada konflik nilai etis yang
tidak mungkin terselesaikan.
b. Orang memilih untuk bertindak mementingkan diri sendiri
Sebagian besar perilaku tidak etis disebabkan oleh tindakan yang
mementingkan diri sendiri seperti contoh skandal politik akibat adanya
keinginan untuk mendapatkan kekuasaan politik. Kasus diatas orang
tersebut mengetahui bahwa perilakunya tidak benar tetapi ia memilih untuk
tetap melakukan disebabkan pengorbanan pribadi untuk bertindak secara
etis.
3. Kode Etik
Kode etik merupakan wujud dari komitmen moral organisasi, yang berisi
beberapa hal yang harus dilakukan oleh anggota profesi, dan sanksi jika anggota
profesi melanggar kode etik tersebut. Tujuan utama kode etik adalah untuk
melindungi kepentingan masyarakat dari kemungkinan kelalaian, kesalahan atau
pelecehan, baik disengaja maupun tidak disengaja oleh anggota profesi, dengan
kata lain bermaksud melindungi keluhuran profesi dari perilaku perilaku
menyimpang oleh anggota profesi. Agar kode etik dapat berfungsi dengan
optimal, minimal ada 2 (dua) syarat yang harus dipenuhi yaitu harus dibuat oleh
profesinya sendiri dan tidak akan efektif kode etik tersebut, apabila ditentukan
oleh pemerintah atau instansi di luar profesi. Pelaksanaan kode etik harus
diawasi secara terus-menerus dan setiap pelanggaran akan dievaluasi dan
diambil tindakan oleh suatu dewan yang khusus dibentuk.
Seiring dengan perkembangan ekonomi saat ini yang merupakan hasil dari
proses pembangunan, teah membuat dunia usaha semakin semarak, kompleks,
variatif dan dinamis. Masing-masing perusahaan berusaha untuk menggali
segala potensi yang ada agar tetap bertahan dan memenuhi kebutuhan
pelanggannya. Namun, seperti juga yang dialami oleh negara-negara maju
maupun Negara berkembang, setiap pencapaian kemampuan di bidang ekonomi,
cenderung diiringi pula dengan munculnya bentuk-bentuk kejahatan baru, baik
di bidang ekonomi maupun sosial.
6. Professional Liability
Professional liability adalah pertanggungjawaban terhadap pelaksanaan
suatu jasa profesi. Adapun yang disebut profesional masih belum ada definisi
komprehensif mengenai siapa yang dimaksud dengan seorang profesional.
Namun demikian seorang profesional memiliki persamaan karakteristik,
diantaranya adalah memiliki keahlian khusus yang diperoleh melalui pendidikan
dan pelatihan, memiliki kemampuan mengendalikan dan mengatur etika profesi
dan profesional memberikan advis atau jasa biasanya dengan imbalan berupa
uang. Adapun auditor merupakan sebuah profesi yang memberikan jasa terkait
audit dan menuntut profesionalitas dalam melaksanakan profesinya. Di
Indonesia terdapat IAPI atau Institut Akuntan Publik Indonesia sebagai payung
organisasi profesi seorang auditor dimana mereka membuat beberapa regulasi
baik berupa aturan maupun kode etik dalam rangka mempertahankan eksistensi
profesi akuntan publik di Indonesia.
6.1 Aturan Etika Akuntan Publik
Berdasarkan aturan etika, seorang profesional akuntan publik harus
memiliki karakteristik yang mencakup:
1. Penguasaan keahlian intelektual yang diperoleh melalui pendidikan dan
pelatihan.
2. Kesediaan melakukan tugas untuk masyarakat di tempat instansi kerja
maupun untuk auditan.
3. Berpandangan obyektif.
4. Penyediaan layanan dengan standar pelaksanaan tugas dan kinerja yang
tinggi.
Berikut ini defenisi mengenai kegagalan bisnis, kegagalan audit dan risiko audit
menurut Loebbecke dan Arens (1999,h.787) :
a) Kegagalan bisnis terjadi jika perusahaan tidak mampu membayar kembali
utangnya atau tidak mampu memenuhi harapan para investornya, karena
kondisi ekonomi atau bisnis, seperti resesi, keputusan manajemen yang
buruk, atau persaingan yang tak terduga dalam industri itu.
b) Kegagalan audit terjadi jika auditor mengeluarkan pendapat audit yang salah
karena gagal dalam memenuhi persyaratan-persyaratan standar auditing yang
berlaku umum.
c) Risiko Audit, risiko dimana auditor menyimpulkan bahwa laporan keuangan
disajikan dengan wajar tanpa pengecualian, sedangkan dalam kenyataannya
laporan tersebut disajikan salah secara material.
REFERENSI
Boynton, C William, Johnson N Raymond dan Kell G. Walter, 2003. Modern Auditing,
buku satu, edisi ketujuh diterjemahkan oleh Paul A. Rajoe, dkk, Penerbit Erlangga,
Jakarta.