Вы находитесь на странице: 1из 41

ASKEP DERMATITIS

ASKEP DERMATITIS
A. Konsep Dasar Penyakit

2.1 Definisi
Dermatitis adalah peradangan kulit ( epidermis dan dermis ) sebagai respon terhadap pengaruh
fakor eksogen atau pengaruh factor endogen, menimbulkan kelainan klinis berupa efloresensi
polimorfik ( eritema, edema, papul, vesikel, skuama ) dan keluhan gatal ( Djuanda, Adhi, 2007 ).

2.2 Epidemiologi
Dermatitis kontak iritan dapat diderita oleh semua orang dari berbagai golongan umur, ras, dan
jenis kelamin. Jumlah penderita dermatitis kontak iritan diperkirakan cukup banyak, namun
angkanya secara tepat sulit diketahui. Hal ini disebabkan antara lain oleh banyak penderita
dengan kelainan ringan tidak datang berobat. Bila dibandingkan dengan dermatitis kontak iritan,
jumlah penderita dermatitis kontak alergik lebih sedikit, karena hanya mengenai orang yang
kulitnya sangat peka (hipersensitif). Namun sedikit sekali informasi mengenai prevalensi
dermatitis ini di masyarakat.

2.3 Etiologi
Penyebabnya secara umum dapat dibedakan menjadi 2 yaitu :
Luar ( eksogen ) misalnya bahan kimia ( deterjen, oli, semen ), fisik ( sinar matahari, suhu ),
mikroorganisme ( mikroorganisme, jamur).
Dalam ( endogen ) misalnya dermatitis atopik.

2.4 Faktor Predisposisi


Keringnya kulit.
Iritasi oleh sabun, deterjen, pelembut pakaian, dan bahan kimia lain.
Menciptakan kondisi yang terlalu hangat untuk anak, misalnya membungkus anak dengan
pakaian berlapis.
Alergi atau intoleransi terhadap makanan tertentu.
Alergi terhadap debu, serbuk bunga, atau bulu hewan.
Virus dan infeksi lain.
Perjalan ke Negara dengan iklim berbeda.

2.5 Gejala klinis


Pada umumnya penderita dermatitis akan meneluh gatal, dimana gejala klinis lainnya bergantung
pada stradium penyakitnya.
Stadium akut : kelainan kulit berupa eritema, edema, vesikel atau bula, erosi dan eksudasi
sehingga tampak basah.
Stadium subakut : eritema, dan edema berkurang, eksudat mongering menjadi kusta.
Stadium kronis : lesi tampak kering, skuama, hiperpigmentasi, papul dan likenefikasi.
Stadium tersebut tidak selalu berurutan, bisa saja sejak awal suatu dermatitis sejak awal memberi
gambaran klinis berupa kelainan kulit stadium kronis.

2.6 Patofisologi
Kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh iritan melalui kerja kimiawi
atau fisik. Bahan irisan merusak lapisan tanduk, denaturasi keratin, menyingkirkan lemak lapisan
tanduk, dan mengubah daya ikat air kulit. Keadaan ini akan merusak sel epidermis.
Ada 2 jenis bahan iritan yaitu: iritan kuat dan iritan lemah. Iritan kuat akan menimbulkan
kelainan kulit pada pajanan pertama pada hampir semua orang, sedang iritan lemah hanya pada
mereka yang paling rawan atau mengalami kontak berulang-ulang. Faktor lain yang dapat
mempengaruhi yaitu: kelembaban udara, tekanan, gesekan, mempunyai andil pada terjadinya
kerusakan tersebut. Berkaitan dengan gejala diatas dapat menimbulkan rasa nyeri yang timbul
akibat lesi kulit, erupsi dan gatal. Selain itu, dapat menimbulkan gangguan intergritas kulit dan
gangguan citra tubuh yang timbul karena vesikel kecil, kulit kering, pecah-pecah dan kulit
bersisik.

2.7 Klasifikasi
2.7.1 Berdasarkan etiologinya dermatitis diklasifikasikan menjadi 3 yaitu :
Dermatitis kontak ( dermatitis venemata )
Merupakan dermatitis yang disebabkan oleh oleh bahan yang menempel pada kulit atau
dermatitis kontak merupakan respon reaksi hipersensitivitas lambat tipe IV. Penyakit ini adalah
kelainan inflamasi yang sering bersifat ekzematosa yang disebabkan oleh reaksi kulit terhadap
sejumlah bahan yang iritatif atau alergenik.
Ada 4 bentuk dermatitis kontak yaitu :
Dermatitis kontak iritan
Dermatitis yang terjadi akibat kontak dengan bahan yang secara kimiawi atau fisik merusak kulit
tanpa dasar imunologik. Terjadi sesudah kontak pertama dengan iritan atau kontak ulang dengan
iritan ringan selama waktu yang lama. Dermatitis ini terjadi karena dipengaruhi oleh beberapa
faktor yaitu ukuran molekul, daya larut, konsentrasi bahan tersebut, lama kontak, kekerapan,
gesekan dan trauma fisis, shu serta kelembaban. Selain faktor diatas faktor lain yang mendukung
terjadinya dermatitis kontak alergik adalah faktor individu misalnya perbedaan kelembaban kulit,
usia ( anak dibawah umur 8 tahun dan usia lanjut lebih mudah teritasi ), ras ( kulit hitam lebih
rentan dari kulit putih ) dan jenis kelamin ( insidans DKI lebih banyak pad wanita ). Gejala klinis
yamg terjadi adalah kekeringan kulit yang berlangsung beberapa hari hingga bulan. Vesikulasi,
fisura dan pecah-pecah. Tangan dan lengan bawah merupakan bagian yang paling sering terkena.

Dermatitis kontak alergik.


Merupakan reaksi hipersensitivitas tipe IV yang terjadi akibat kontak kulit dengan bahan alergik
( bahan pelarut, deterjen, minyak pelumas ). Tipe ini memiliki periode sensitisasi 10 14 hari.
Reaksi hipersensitivitas tipe IV terjadi melalui 2 fase yaitu:
- Fase sensitisasi
Hapten masuk ke dalam epidermis melewati stratum korneum akan ditangkap oleh sel
langerhans denagn cara pinositosis dan diproses secara kimiawi oleh enzim lisosom. Pada
awalnya sel langerhans dalam keadaan istirahat, dan hanya berfungsi sebagai makrofag dengan
sedikit kemampuan menstimulasi sel T. Terjadinya sensitisasi kontak tergantung pada sinyal
iritan yang dapat berasal dari alergen kontak sendiri dari ambang rangsang yang rendah terhadap
respon iritan, dari bahan kimia inflamasi pada kulit yang meradang. Jadi sinyal bahaya yang
menyebabkan sensitisasi tidak berasal dari sinyal antigenik sendiri melainkan dari iritasi yang
menyertainya. Suatu tindakan mengurangi iritasi akan menurunkan potensi sensitisasi.
Fase elisitasi
Fase kedua (elisitasi) hipersensitivitas tipe lambat terjadi pada pajanan ulang alergen (hapten),
hapten akan ditangkap sel langerhans dan diproses secara kimiawi menjadi antigen, diikat oleh
HLA-DR, kemudian diekskresi di permukaan kulit. Selanjutnya kompleks HLA-DR-antigen
akan dipresentasikan kepada sel T yang telah tersensitisasi baik di kulit maupun di kelenjar limfe
sehingga terjadi proses aktivasi. Fase elisitasi umumnya berlangsung antara 24-48 jam.
Gambaran klinisnya dapat berupa vasodilatasi dan infiltrat perivaskuler pada dermis, edema
intrasel, biasanya terlihat pada permukaan dorsal tangan.

Dermatitis kontak fototoksik


Merupakan dermatitis yang menyerupai tipe iritan tetapi memerlukan kombinasi sinar matahari
dan bahan kimia yang merusak epidermis kulit. Gambaran klinis yang terjadi serupa dengan
dermatitis iritan.

Dermatitis kontak fotoalergik


Menyerupai dermatitis alergi tetapi memerlukan pajanan cahaya disamping kontak alergen untuk
menimbulkan reaktivitas imunologik. Gambaran klinis serupa dengan dermatitis iritan.

Dermatitis Atopik
Adalah peradangan kulit yang melibatkan perangsangan berlebihan limfosit T dan sel Mast. Tipe
gatal kronik yang sering timbul, dalam keadaan yang sering disebut eksema. Manifestasi klinik
dimulai sejak selama kanak-kanak. Dalam keadaan akut, yang pertama tampak kemerahan dan
banyak kerak. Pada bayi lesi kulit tampak pada wajah dan bokong. Pada anak yang yang lebih
tua dan remaja, lesi tampak lebih sering muncul di tangan dan kaki, di belakang lutut dan lipat
siku. Gejala terbesar adalah pruritus hebat menyebabkan berulangnya peradangan dan
pembentukan lesi yang merupakan keluahan utama mencari bantuan.

Dermatitis medikamentosa
Adalah kelainan hipersensitivitas tipe I, merupakan istilah yang digunakan untuk ruang kulit
karen pemakaian internal obat-obatan atau medikasi tertentu. Pada umumnya reaksi obat timbul
mendadak, ruam dapat disertai dengan gejala sistemik atau menyeluruh.
2.6.2 Berdasarkan morfologinya, dermatitis dapat diklasifikasikan menjadi 4 , yaitu :
Dermatitis papulosa
Dermatitis vesikulosa
Dermatitis madidans
Dermatitis eksfloliative
2.7.2 Berdasarkan bentuknya , dermatitis diklasifikasikan menjadi :
Dermatitis numularis
Merupakan dermatitis yng lesinya berbentuk mata uang atau agak lonjong, berbatas tegas,
dengan efloresensi berupa papulovesikel, biasanya mudah pecah sehingga basah.
Gambaran klinis yang terjadi adalah : umumnya mengeluh sangat gatal, lesi akut berupa vesikel
dan papolu vesikel ( 0,3 1.0 cm ) kemudian membesar dengan cara berkonploensi atau meluas
kesamping. Membentuk satu lesi karakteristik seperti uang logam ( koin ), eritematosa, sedikit
edematosa, dan berbatas tegas. Jumlah lesi dapat 1 dapat pula banyak dan tersebar, bilateral atau
simetris dengan ukuran bervariasi mulai dari miliar numular.

2.8 Pemeriksaan fisik


Kulit
Pemeriksaan kulit meliputi pemeriksaan inspeksi dan palpasi.
1. Inspeksi
a. Higiene kulit
Penilaian atas kebersihan yang merupakan petunjuk umum atas kesehatan seseorang.
b. Kelainan yang bisa nampak pada inspeksi, yaitu:
Makula: suatu bercak yang nampak berwarna kemerahan, permukaan kulit datar dan ukurannya
kueang dari 1 cm, misalnya pada morbili atau campak.
Eritema: suatu bercak kemerahan yang ukurannya lebih besar dari makula, misalnya: crysipelas
Papula: suatu lesi kulit yang menonjol lebih tinggi daripada sekitarnya, misalnya gigitan.
Vesikula: suatu tonjolan kecil kurang dari 1 cm, berisi cairan yang jernih, misalnya cacar air ,
herpes simpleks. Jika tonjolannya besar-besar lebih dari 1 cm disebut bula, misalnya luka bakar.
Pustula: suatu tonjolan berisi cairan nanah, misalnya impetigo, jerawat, infeksi kuman
staphilococcus (bisul ).
Ulkus: suatu lesi yang terbuka yang diakibatkan pecahnya vesikula dan pustula.
Crusta: cairan tubuh yang mengering bisa dari serum, nanah, darah dsb.
Eksoriasis: pengelupasan epidermis pada luka lecet atau abrasi.
Fisurre: retak / pecahnya jaringan kulit sehingga terbentuk celah retakan. Hal ini diakibatkan
penurunan elastisitas jaringan kulit.
Cicatrix: pembentukan jaringan ikat pada kulit sesudah penyembuhan luka. Hal ini bisa karena
bakat ( mempunyai kecenderungan untuk itu) ada pula yang spesifik, yaitu cicatrix bekas irisan
kulit pada seseorang mofinis dan bekas suntikan BCG.
Petekie: ada bercak pendarahan yang terbatas dan terletak di epidermis kulit berukuran kurang
dari 1 cm.
Hematoma: pendarahan di bawah kulit yang umumnya berukuran lebih besar dan berwarna
merah, biru, ungu sampai biru.
Naevus pigmentosus: andeng- andeng atau tahi lalat, hiperpigmentasi pada suatu daerah kulit
dengan batas tegas.
Hiperpigmentasi: suatu daerah di kulit yang lebih tua warnanya dari kulit sekitarnya.
Vitiligo/hipopigmentasi: daerah kulit yang tidak berpigmen/ kurang pigmen daripada kulit
sekitarnya.
Tatttoo: hiperpigmentasi buatan dengan masukan zat warna.
Hemangioma: suatu bercak kemerahan akibat pelebaran pembuluh- pembuluh darah setempat
yang biasanya kongenital.
Spider naevi: suatu pelebaran pembuluh- pembuluh darah arteriola di kulit yang khas bentuk
dan arah aliran darahnya ( keluar) misalnya pada penderita sirosis hepatis.
Lichenifikasi: penebalan epidermis dan kekakuan kulit.
Striae: suatu garis- garis putih kulit yang bisa ditemui pada kulit perut wanita hamil, orang-
orang yang sangat gemuk ( daerah gluteal, lipat bahu, ketiak ini karena regangan kulit yang
melebihi ekstisitisitasnya).
Mongolian spot: suatu bercak kebiruan yang sering didapat di daerah gluteal sampai lumbal,
bayi-bayi dari ras oriental, Indian, Amerika, dan Negro.
Uremie frost: bedak ureum, salju ureum di kulit merupakan kristal halus ureum yang terjadi
akibat menguapnya keringat pasien uremia sehingga di kulit tertinggal bedak ureum.
Anemi: pucat bisa dilihat dari telapak tangan mulosa bibir, konjungtiva, warna dasar kuku
karena kurangnya Hb.
Cyanosis: tampak kulit warna kebiruan akibat jumlah reduced Hb melebihi kadar 5 % akibat
kegagalan transport oksigen atau menumpuknya CO2 di jaringan.
Ikterus: warna kuning- kuning kehijauan yang bisa tampak di kulit, telapak tangan, dan sklera
mata karena bilirubin yang tinggi pada penyakit-penyakit hati.
2. Palpasi
Pada palpasi pertama dirasakan kehangatan kulit ( dingin, hangat, deman ) kemudian
kelembabannya, psien dehidrasi terasa kering dan pasien hipertiroidisme berkeringat terlalu
banyak.
a. Tekstur kulit dirasakan halus, lunak, lentur, pada kulit normal. Teraba ksar pada defisiensi
vitamin A, hipotitoid, terlalu sering mandi, banyak ketombe, diaper-rash (di selangkangan bayi )
akibat popok bayi.
b. Turgor dinilai pada kulit perut dengan cubitan ringan. Bila lambat kembali ke keadaan semula
menunjukkan turgor turun pada pasien dehidrasi.
c. Krepitasi teraba ada gelembung-gelembung udara di bawah kulit akibat fraktura tulang-tulang
iga atau trauma leher yang menusuk kulit sehingga udara paru-paru bisa berada di bawah kulit
dada.
d. Edema adalah terkumpulnya cairan tubuh di jaringan tubuh lebih daripada jumlah semestinya.

2.9 Pemeriksaan Penunjang


a. Tes Tempel Terbuka.
Pada uji terbuka bahan yang dicurigai ditempelkan pada daerah belakang telinga karena daerah
tersebut sukar dihapus selama 24 jam. Setelah itu dibaca dan dievaluasi hasilnya. Indikasi uji
tempel terbuka adalah alergen yang menguap.
b. Tes Tempel Tertutup.
Untuk uji tertutup diperlukan Unit Uji Tempel yang berbentuk semacam plester yang pada
bagian tengahnya terdapat lokasi dimana bahan tersebut diletakkan. Bahan yang dicurigai
ditempelkan dipunggung atau lengan atas penderita selama 48 jam setelah itu hasilnya
dievaluasi.
c. Tes tempel dengan Sinar
Uji tempel sinar dilakukan untuk bahan-bahan yang bersifat sebagai fotosensitisir yaitu bahan-
bahan yang bersifat sebagai fotosensitisir yaitu bahan yang dengan sinar ultra violet baru akan
bersifat sebagai alergen. Tehnik sama dengan uji tempel tertutup, hanya dilakukan secara duplo.
Dua baris dimana satu baris bersifat sebagai kontrol. Setelah 24 jam ditempelkan pada kulit salah
satu baris dibuka dan disinari dengan sinar ultraviolet dan 24 jam berikutnya dievaluasi hasilnya.
Untuk menghindari efek daripada sinar, maka punggung atau bahan test tersebut dilindungi
dengan secarik kain hitam atau plester hitam agar sinar tidak bisa menembus bahan tersebut.
Untuk dapat melaksanakan uji tempel ini sebaiknya penderita sudah dalam keadaan tenang
penyakitnya, karena bila masih dalam keadaan akut kemungkinan salah satu bahan uji tempel
merupakan penyebab dermatitis sehingga akan menjadi lebih berat. Tidak perlu sembuh tapi
dalam keadaan tenang. Disamping itu berbagai macam obat dapat mempengaruhi uji tempel
sebaiknya juga dihindari paling tidak 24 jam sebelum melakukan uji tempel misalnya obat
antihistamin dan kortikosteroid.
Dalam melaksanakan uji tempel diperlukan bahan standar yang umumnya telah disediakan oleh
International Contact dermatitis risert group, unit uji tempel dan penderita maka dengan mudah
dilihat perubahan pada kulit penderita. Untuk mengambil kesimpulan dari hasil yang didapat dari
penderita diperlukan keterampilan khusus karena bila gegabah mungkin akan merugikan
penderita sendiri. Kadang-kadang hasil ini merupakan vonis penderita dimana misalnya hasilnya
positif maka penderita diminta untuk menghindari bahan itu. Penderita harus hidup dengan
menghindari ini itu, tidak boleh ini dan itu sehingga berdampak negatif dan penderita dapat jatuh
ke dalam neurosis misalnya. Karenanya dalam mengevaluasi hasil uji tempel dilakukan oleh
seorang yang sudah mendapat latihan dan berpengalaman di bidang itu. Tes in vitro
menggunakan transformasi limfosit atau inhibisi migrasi makrofag untuk pengukuran dermatitis
kontak alergik pada manusia dan hewan. Namun hal tersebut belum standar dan secara klinis
belum bernilai diagnosis.

2.10 Penatalaksanaan
Pada prinsipnya penatalaksanaan dermatitis kontak iritan dan kontak alergik yang baik adalah
mengidentifikasi penyebab dan menyarankan pasien untuk menghindarinya, terapi individual
yang sesuai dengan tahap penyakitnya dan perlindungan pada kulit.
Pencegahan
Merupakan hal yang sangat penting pada penatalaksanaan dermatitis kontak iritan dan kontak
alergik. Di lingkungan rumah, beberapa hal dapat dilaksanakan misalnya penggunaan sarung
tangan karet di ganti dengan sarung tangan plastik, menggunakan mesin cuci, sikat bergagang
panjang, penggunaan deterjen.
Pengobatan
Pengobatan yang diberikan dapat berupa pengobatan topikal dan sistemik.
Pengobatan topikal
Obat-obat topikal yang diberikan sesuai dengan prinsip-prinsip umum pengobatan dermatitis
yaitu bila basah diberi terapi basah (kompres terbuka), bila kering berikan terapi kering. Makin
akut penyakit, makin rendah prosentase bahan aktif. Bila akut berikan kompres, bila subakut
diberi losio, pasta, krim atau linimentum (pasta pendingin ), bila kronik berikan salep. Bila basah
berikan kompres, bila kering superfisial diberi bedak, bedak kocok, krim atau pasta, bila kering
di dalam, diberi salep. Medikamentosa topikal saja dapat diberikan pada kasus-kasus ringan.
Jenis-jenisnya adalah :

1. Kortikosteroid
Kortikosteroid mempunyai peranan penting dalam sistem imun. Pemberian topikal akan
menghambat reaksi aferen dan eferen dari dermatitis kontak alergik. Steroid menghambat
aktivasi dan proliferasi spesifik antigen. Ini mungkin disebabkan karena efek langsung pada sel
penyaji antigen dan sel T. Pemberian steroid topikal pada kulit menyebabkan hilangnya molekul
CD1 dan HLA-DR sel Langerhans, sehingga sel Langerhans kehilangan fungsi penyaji
antigennya. Juga menghalangi pelepasan IL-2 oleh sel T, dengan demikian profilerasi sel T
dihambat. Efek imunomodulator ini meniadakan respon imun yang terjadi dalam proses
dermatitis kontak dengan demikian efek terapetik. Jenis yang dapat diberikan adalah
hidrokortison 2,5 %, halcinonid dan triamsinolon asetonid. Cara pemakaian topikal dengan
menggosok secara lembut. Untuk meningkatan penetrasi obat dan mempercepat penyembuhan,
dapat dilakukan secara tertutup dengan film plastik selama 6-10 jam setiap hari. Perlu
diperhatikan timbulnya efek samping berupa potensiasi, atrofi kulit dan erupsi akneiformis.
2. Radiasi ultraviolet
Sinar ultraviolet juga mempunyai efek terapetik dalam dermatitis kontak melalui sistem imun.
Paparan ultraviolet di kulit mengakibatkan hilangnya fungsi sel Langerhans dan menginduksi
timbulnya sel panyaji antigen yang berasal dari sumsum tulang yang dapat mengaktivasi sel T
supresor. Paparan ultraviolet di kulit mengakibatkan hilangnya molekul permukaan sel langehans
(CDI dan HLA-DR), sehingga menghilangkan fungsi penyaji antigennya. Kombinasi 8-methoxy-
psoralen dan UVA (PUVA) dapat menekan reaksi peradangan dan imunitis. Secara imunologis
dan histologis PUVA akan mengurangi ketebalan epidermis, menurunkan jumlah sel Langerhans
di epidermis, sel mast di dermis dan infiltrasi mononuklear. Fase induksi dan elisitasi dapat
diblok oleh UVB. Melalui mekanisme yang diperantarai TNF maka jumlah HLA- DR + dari sel
Langerhans akan sangat berkurang jumlahnya dan sel Langerhans menjadi tolerogenik. UVB
juga merangsang ekspresi ICAM-1 pada keratinosit dan sel Langerhans.
3. Siklosporin A
Pemberian siklosporin A topikal menghambat elisitasi dari hipersensitivitas kontak pada marmut
percobaan, tapi pada manusia hanya memberikan efek minimal, mungkin disebabkan oleh
kurangnya absorbsi atau inaktivasi dari obat di epidermis atau dermis.
4. Antibiotika dan antimikotika
Superinfeksi dapat ditimbulkan oleh S. aureus, S. beta dan alfa hemolitikus, E. coli, Proteus dan
Candida sp. Pada keadaan superinfeksi tersebut dapat diberikan antibiotika (misalnya
gentamisin) dan antimikotika (misalnya clotrimazole) dalam bentuk topikal.
5. Imunosupresif topikal
Obat-obatan baru yang bersifat imunosupresif adalah FK 506 (Tacrolimus) dan SDZ ASM 981.
Tacrolimus bekerja dengan menghambat proliferasi sel T melalui penurunan sekresi sitokin
seperti IL-2 dan IL-4 tanpa merubah responnya terhadap sitokin eksogen lain. Hal ini akan
mengurangi peradangan kulit dengan tidak menimbulkan atrofi kulit dan efek samping sistemik.
SDZ ASM 981 merupakan derivat askomisin makrolatum yang berefek anti inflamasi yang
tinggi. Pada konsentrasi 0,1% potensinya sebanding dengan kortikosteroid klobetasol-17-
propionat 0,05% dan pada konsentrasi 1% sebanding dengan betametason 17-valerat 0,1%,
namun tidak menimbulkan atrofi kulit. Konsentrasi yang diajurkan adalah 1%. Efek anti
peradangan tidak mengganggu respon imun sistemik dan penggunaan secara topikal sama
efektifnya dengan pemakaian secara oral.
Pengobatan sistemik
Pengobatan sistemik ditujukan untuk mengontrol rasa gatal dan atau edema, juga pada kasus-
kasus sedang dan berat pada keadaan akut atau kronik. Jenis-jenisnya adalah :
1)Antihistamin
Maksud pemberian antihistamin adalah untuk memperoleh efek sedatifnya. Ada yang
berpendapat pada stadium permulaan tidak terdapat pelepasan histamin. Tapi ada juga yang
berpendapat dengan adanya reaksi antigen-antobodi terdapat pembebasan histamin, serotonin,
SRS-A, bradikinin dan asetilkolin.
2)Kortikosteroid
Diberikan pada kasus yang sedang atau berat, secara peroral, intramuskular atau intravena.
Pilihan terbaik adalah prednison dan prednisolon. Steroid lain lebih mahal dan memiliki
kekurangan karena berdaya kerja lama. Bila diberikan dalam waktu singkat maka efek
sampingnya akan minimal. Perlu perhatian khusus pada penderita ulkus peptikum, diabetes dan
hipertensi. Efek sampingnya terutama pertambahan berat badan, gangguan gastrointestinal dan
perubahan dari insomnia hingga depresi. Kortikosteroid bekerja dengan menghambat proliferasi
limfosit, mengurangi molekul CD1 dan HLA- DR pada sel Langerhans, menghambat pelepasan
IL-2 dari limfosit T dan menghambat sekresi IL-1, TNF-a dan MCAF.
3)Siklosporin
Mekanisme kerja siklosporin adalah menghambat fungsi sel T penolong dan menghambat
produksi sitokin terutama IL-2, INF-r, IL-1 dan IL-8. Mengurangi aktivitas sel T, monosit,
makrofag dan keratinosit serta menghambat ekspresi ICAM-1.
4)Pentoksifilin
Bekerja dengan menghambat pembentukan TNF-a, IL-2R dan ekspresi ICAM-1 pada keratinosit
dan sel Langerhans. Merupakan derivat teobromin yang memiliki efek menghambat peradangan.
5)FK 506 (Takrolimus)
Bekerja dengan menghambat respon imunitas humoral dan selular. Menghambat sekresi IL-2R,
INF-r, TNF-a, GM-CSF . Mengurangi sintesis leukotrin pada sel mast serta pelepasan histamin
dan serotonin. Dapat juga diberikan secara topikal.
6)Ca++ antagonis
Menghambat fungsi sel penyaji dari sel Langerhans. Jenisnya seperti nifedipin dan amilorid.
7)Derivat vitamin D3
Menghambat proliferasi sel T dan produksi sitokin IL-1, IL-2, IL-6 dan INF-r yang merupakan
mediator-mediator poten dari peradangan. Contohnya adalah kalsitriol.
8)SDZ ASM 981
Merupakan derivay askomisin dengan aktifitas anti inflamasi yang tinggi. Dapat juga diberikan
secara topical, pemberian secara oral lebih baik daripada siklosporin

2.11 Diet
Penatalaksanaan diet pada dermatitis msih merupakan masalah yang kontriversional. Alergi
makanan yang signifikan tidak diketahui seganai penyebab dari dermatitis atau berapa persentase
dari klien dermatitis yang mempunyai alergi terhadap makanan. Diet pada penyakit dermatitis
adalah diet TKTP ( Tinggi Kalori Tinggi Protein).
a. Tujuan diet dermatitis:
Memberikan makanan secukupnya tanpa menimbulkan gejala alergi, meringankan intensitas
serangan, mengurangi frekuensi serangan.
Mencapai status gizi yang optimal.
b. Syarat diet dermatitis:
Tinggi Energi, protein, mineral dan vitamin sesuai dengan kebutuhan.
Tidak menggunakan bahan makanan yg disangka menimbulkan alergi.
c. Bahan makanan yang dapat menimbulkan alergi:
Sumber zat tenaga : beras, gandum, cantel, havemut, jagung, kentang, lombok, terong .
Sumber zat pembangun : daging sapi, susu sapi, ayam, kalkun, itik, burung dara dan telur
hewan tsb., ikan tawar, ikan laut, cumi, kerang, keong, kepiting, rajungan, udang, belut, kura-
kura,penyu, telur penyu, ular , kacang tanah,kacang polong, kedelai dan hasil olahan.
Sumber Zat Pengatur : daun selada, bit, bawang merah,bawang putih, labu, ragi, semangka,
kurma, peterseli, brocoli,lobak,kol,anggur, apel, murbei, stroberi,kayu manis, kakao, coklat.

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
Menetapkan bahan alergen penyebab dermatitis kontak alergik diperlukan anamnesis yang teliti,
riwayat penyakit yang lengkap, pemeriksaan fisik dan uji tempel.
Anamnesis ditujukan selain untuk menegakkan diagnosis juga untuk mencari kausanya. Karena
hal ini penting dalam menentukan terapi dan tindak lanjutnya, yaitu mencegah kekambuhan.
Diperlukan kesabaran, ketelitian, pengertian dan kerjasama yang baik dengan pasien. Pada
anamnesis perlu juga ditanyakan riwayat atopi, perjalanan penyakit, pekerjaan, hobi, riwayat
kontaktan dan pengobatan yang pernah diberikan oleh dokter maupun dilakukan sendiri, obyek
personal meliputi pertanyaan tentang pakaian baru, sepatu lama, kosmetika, kaca mata, dan jam
tangan serta kondisi lain yaitu riwayat medis umum dan mungkin faktor psikologik.
Pemeriksaan fisik didapatkan adanya eritema, edema dan papula disusul dengan pembentukan
vesikel yang jika pecah akan membentuk dermatitis yang membasah. Lesi pada umumnya timbul
pada tempat kontak, tidak berbatas tegas dan dapat meluas ke daerah sekitarnya. Karena
beberapa bagian tubuh sangat mudah tersensitisasi dibandingkan bagian tubuh yang lain maka
predileksi regional diagnosis regional akan sangat membantu penegakan diagnosis.
Kriteria diagnosis dermatitis kontak alergik adalah :
- Adanya riwayat kontak dengan suatu bahan satu kali tetapi lama, beberapa kali atau satu kali
tetapi sebelumnya pernah atau sering kontak dengan bahan serupa.
- Terdapat tanda-tanda dermatitis terutama pada tempat kontak.
- Terdapat tanda-tanda dermatitis disekitar tempat kontak dan lain tempat yang serupa dengan
tempat kontak tetapi lebih ringan serta timbulnya lebih lambat, yang tumbuhnya setelah pada
tempat kontak.
- Rasa gatal.
- Uji tempel dengan bahan yang dicurigai hasilnya positif.

Dermatitis atopik : erupsi kulit yang bersifat kronik residif, pada tempat-tempat tertentu seperti
lipat siku, lipat lutut dise rtai riwayat atopi pada penderita atau keluarganya. Penderita dermatitis
atopik mengalami efek pada sisitem imunitas seluler, dimana sel TH2 akan memsekresi IL-4
yang akan merangsang sel Buntuk memproduksi IgE, dan IL-5 yang merangsang pembentukan
eosinofil. Sebaliknya jumlah sel T dalam sirkulasi menurun dan kepekaan terhadap alergen
kontak menurun.
Dermatitis numularis : merupakan dermatitis yang bersifat kronik residif dengan lesi berukuran
sebesar uang logam dan umumnya berlokasi pada sisi ekstensor ekstremitas.
Dermatitis medikamentosa: adanya riwayat minum obat sebelumnya, setelah itu timbul reaksi
obat mendadak, ruam dapat disertai dengan gejala sistemik atau menyeluruh.

2. Diagnosa Keperawatan
Kerusakan integritas kulit b/d adanya lesi, perubahan pigmentasi, penebalan epidermis dan
kekakuan kulit.
Nyeri b/d agen cedera fisik: adanya vesikel atau bula, erosi , papula, garukan berulang
Gangguan pola tidur b/d pruritus, nyeri.
Ganguan citra tubuh b/d penyakit dermatitis.
Kurang pengetahuan b/d program terapi.

3. Intervensi dan Rasionalisasi


Dx 1: Kerusakan integritas kulit b/d adanya lesi, perubahan pigmentasi, penebalan epidermis dan
kekakuan kulit.
Tujuan: Setelah diberikan tindakan keperawatan 3x24 jam kondisi kulit klien menunjukkan
perbaikan.
Kriteria hasil :
Klien akan mempertahankan kulit agar mempunyai hidrasi yang baik dan turunnya peradangan,
ditandai dengan:
- Mengungkapkan peningkatan kenyamanan kulit.
- Berkurangnya derajat pengelupasan kulit, berkurangnya kemerahan, berkurangnya lecet karena
garukan, penyembuhan area kulit yang telah rusak.
Intervensi:
Mandi paling tidak sekali sehari selama 15 20 menit. Segera oleskan salep atau krim yang
telah diresepkan setelah mandi. Mandi lebih sering jika tanda dan gejala meningkat.
Rasional : dengan mandi air akan meresap dalam saturasi kulit. Pengolesan krim pelembab
selama 2 4 menit setelah mandi untuk mencegah penguapan air dari kulit.
Gunakan air hangat jangan panas.
Rasional : air panas menyebabkan vasodilatasi yang akan meningkatkan pruritus.
Gunakan sabun yang mengandung pelembab atau sabun untuk kulit sensitive. Hindari mandi
busa.
Rasional : sabun yang mengandung pelembab lebih sedikit kandungan alkalin dan tidak
membuat kulit kering, sabun kering dapat meningkatkan keluhan.
Kolaborasi: oleskan/berikan salep atau krim yang telah diresepkan 2 atau tiga kali per hari.
Rasional : salep atau krim akan melembabkan kulit.
Dx 2: Nyeri b/d agen cedera fisik: adanya vesikel atau bula, erosi , papula, garukan berulang.
Tujuan: Setelah diberikan tindakan keperawatan 3x24 jam, rasa nyeri pasien dapat berkurang
Kriteria Hasil:
- Melaporkan nyeri berkurang/ terkontrol.
- Menunjukkan ekspresi wajah/ postur tubuh rileks.
- Berpartisipasi dalam aktivitas dan tidur atau istirahat dengan tepat.
Intervensi:
Observasi keluhan nyeri, perhatikan lokasi atau karakter dan intensitas skala nyeri (0-10 )
Rasional: dapat mengidentifikasi terjadinya komplikasi dan untuk intervensi selanjutnya.
Ajarkan tehnik relaksasi progresif, nafas dalam guided imagery.
Rasional: membantu klien untuk mengurangi persepsi nyeri atau mangalihkan perhatian klien
dari nyeri.
Kolaborasi: Berikan obat sesuai indikasi topikal maupun sistemik; pentoksifilin
Rasional: pemberian obat membantu mengurangi efek peradangan.

Dx 3: Gangguan pola tidur b/d pruritus, nyeri.


Tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan 3x 24 jam klien bisa beristirahat secara optimal.
Kriteria Hasil :
- Mencapai tidur yang nyenyak.
- Mempertahankan kondisi lingkungan yang tepat.
- Menghindari konsumsi kafein.
- Mengenali tindakan untuk meningkatkan tidur.
- Mengenali pola istirahat/tidur yang memuaskan.

Intervensi :
Nasihati klien untuk menjaga kamar tidur agar tetap memiliki ventilasi dan kelembaban yang
baik.
Rasional: Udara yang kering membuat kulit terasa gatal, lingkungan yang nyaman meningkatkan
relaksasi.
Menjaga agar kulit selalu lembab.
Rasional: Tindakan ini mencegah kehilangan air, kulit yang kering dan gatal biasanya tidak dapat
disembuhkan tetapi bisa dikendalikan.
Menghindari minuman yang mengandung kafein menjelang tidur.
Rasional: kafein memiliki efek puncak 2-4 jam setelah dikonsumsi.
Melaksanakan gerak badan secara teratur.
Rasional: memberikan efek menguntungkan bila dilaksanakan di sore hari.
Mengerjakan hal ritual menjelang tidur.
Rasional: Memudahkan peralihan dari keadaan terjaga ke keadaan tertidur.

Dx 4: Ganguan citra tubuh b/d penyakit dermatitis


Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan 3x24 jam pengembangan peningkatan
penerimaan diri pada klien tercapai.
Kriteria Hasil :
- Mengembangkan peningkatan kemauan untuk menerima keadaan diri.
- Mengikuti dan turut berpartisipasi dalam tindakan perawatan diri.
- Melaporkan perasaan dalam pengendalian situasi.
- Menguatkan kembali dukungan positif dari diri sendiri.
- Mengutarakan perhatian terhadap diri sendiri yang lebih sehat.
- Menggunakan teknik penyembunyian kekurangan dan menekankan teknik untuk meningkatkan
penampilan.
Intervensi :
Kaji adanya gangguan citra diri (menghindari kontak mata,ucapan merendahkan diri sendiri).
Rasional: Gangguan citra diri akan menyertai setiap penyakit/keadaan yang tampak nyata bagi
klien, kesan orang terhadap dirinya berpengaruh terhadap konsep diri.
Identifikasi stadium psikososial terhadap perkembangan.
Rasional: Terdapat hubungan antara stadium perkembangan, citra diri dan reaksi serta
pemahaman klien terhadap kondisi kulitnya.
Berikan kesempatan pengungkapan perasaan.
Rasional: klien membutuhkan pengalaman didengarkan dan dipahami.
Nilai rasa keprihatinan dan ketakutan klien, bantu klien yang cemas mengembangkan
kemampuan untuk menilai diri dan mengenali masalahnya.
Rasional: Memberikan kesempatan pada petugas untuk menetralkan kecemasan yang tidak perlu
terjadi dan memulihkan realitas situasi, ketakutan merusak adaptasi klien .
Dukung upaya klien untuk memperbaiki citra diri , spt merias, merapikan.
Rasional: membantu meningkatkan penerimaan diri dan sosialisasi.
Mendorong sosialisasi dengan orang lain.
Rasional: membantu meningkatkan penerimaan diri dan sosialisasi.

Dx 5: Kurang pengetahuan b/d program terapi


Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan 3x 24 jam terapi dapat dipahami dan dijalankan
Kriteria Hasil :
- Memiliki pemahaman terhadap perawatan kulit.
- Mengikuti terapi dan dapat menjelaskan alasan terapi.
- Melaksanakan mandi, pembersihan dan balutan basah sesuai program.
- Menggunakan obat topikal dengan tepat.
- Memahami pentingnya nutrisi untuk kesehatan kulit.
Intervensi :
Kaji apakah klien memahami dan mengerti tentang penyakitnya.
Rasional: memberikan data dasar untuk mengembangkan rencana penyuluhan.
Jaga agar klien mendapatkan informasi yang benar, memperbaiki kesalahan
konsepsi/informasi.
Rasional: Klien harus memiliki perasaan bahwa sesuatu dapat mereka lakukan, kebanyakan klien
merasakan manfaat.
Peragakan penerapan terapi seperti, mandi dan penggunaan obat-obatan lainnya.
Rasional: memungkinkan klien memperoleh cara yang tepat untuk melakukan terapi.
Nasihati klien agar selalu menjaga hygiene pribadi juga lingkungan.
Rasional: dengan terjaganya hygiene, dermatitis alergi sukar untuk kambuh kembali.

4. Evaluasi
Dx 1:
- Mengungkapkan peningkatan kenyamanan kulit.
- Berkurangnya derajat pengelupasan kulit, berkurangnya kemerahan, berkurangnya lecet karena
garukan, penyembuhan area kulit yang telah rusak.
Dx 2:
- Melaporkan nyeri berkurang/ terkontrol.
- Menunjukkan ekspresi wajah/ postur tubuh rileks.
- Berpartisipasi dalam aktivitas dan tiduratau istirahat dengan tepat.
Dx 3:
- Mencapai tidur yang nyenyak.
- Mempertahankan kondisi lingkungan yang tepat.
- Menghindari konsumsi kafein.
- Mengenali tindakan untuk meningkatkan tidur.
- Mengenali pola istirahat/tidur yang memuaskan.
Dx 4:
- Mengembangkan peningkatan kemauan untuk menerima keadaan diri.
- Mengikuti dan turut berpartisipasi dalam tindakan perawatan diri.
- Melaporkan perasaan dalam pengendalian situasi.
- Menguatkan kembali dukungan positif dari diri sendiri.
- Mengutarakan perhatian terhadap diri sendiri yang lebih sehat.
- Menggunakan teknik penyembunyian kekurangan dan menekankan teknik untuk meningkatkan
penampilan.
Dx 5:
- Memiliki pemahaman terhadap perawatan kulit.
- Mengikuti terapi dan dapat menjelaskan alasan terapi.
- Melaksanakan mandi, pembersihan dan balutan basah sesuai program.
- Menggunakan obat topikal dengan tepat.
- Memahami pentingnya nutrisi untuk kesehatan kulit.

Daftar Pustaka
.............. 2005. Panduan Diagnosa Keperaewatan Nanda 2005-2006 Definisi dan
Klasifikasi.Jakarta: Prima Medika.

................ 2009. Dermatitis. (http:/ www.wikipedia.com), diakses 17 Oktober 2009.

Djuanda, Adhi dkk. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: FKUI.

Doenges, Marlynn E dkk.2005. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan
pendokumentasian Perawatan pasien, Ed III. Jakarta: EGC
PORAN PENDAHULUAN DERMATITIS

Browse Home Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Lengkap LAPORAN


PENDAHULUAN DERMATITIS

LAPORAN PENDAHULUAN DERMATITIS

A. DEFINISI

Eksim atau sering disebut eksema, atau dermatitis adalah peradangan hebat yang
menyebabkan pembentukan lepuh atau gelembung kecil (vesikel) pada kulit hingga akhirnya
pecah dan mengeluarkan cairan. Istilah eksim juga digunakan untuk sekelompok kondisi yang
menyebabkan perubahan pola pada kulit dan menimbulkan perubahan spesifik di bagian
permukaan. Istilah ini diambil dari Bahasa Yunani yang berarti 'mendidih atau mengalir keluar
(Mitchell dan Hepplewhite, 2005)

Dermatitis adalah peradangan kulit epidermis dan dermis sebagai respon terhadap pengaruh
faktor eksogen atau faktor endogen, menimbulkan kelainan klinis berubah eflo-resensi
polimorfik (eritema, edema,papul, vesikel, skuama, dan keluhan gatal) (Adhi Juanda,2005).

Dermatitis atau lebih dikenal sebagai eksim merupakan penyakit kulit yang mengalami
peradangan kerena bermacam sebab dan timbul dalam berbagai jenis, terutama kulit yang kering,
umumnya berupa pembengkakan, memerah, dan gatal pada kulit (Widhya, 2011).

B. KLASIFIKASI

Dermatitis muncul dalam beberapa jenis, yang masing-masing memiliki indikasi dan gejala
berbeda:

1. Contact Dermatitis

Dermatitis kontak adalah dermatitis yang disebabkan oleh bahan/substansi yang menempel pada
kulit. (Adhi Djuanda,2005)

Dermatitis yang muncul dipicu alergen (penyebab alergi) tertentu seperti racun yang terdapat
pada tanaman merambat atau detergen. Indikasi dan gejala antara kulit memerah dan gatal. Jika
memburuk, penderita akan mengalami bentol-bentol yang meradang. Disebabkan kontak
langsung dengan salah satu penyebab iritasi pada kulit atau alergi. Contohnya sabun
cuci/detergen, sabun mandi atau pembersih lantai. Alergennya bisa berupa karet, logam,
perhiasan, parfum, kosmetik atau rumput.

2. Neurodermatitis
Peradangan kulit kronis, gatal, sirkumstrip, ditandai dengan kulit tebal dan garis kulit tampak
lebih menonjol(likenifikasi) menyerupai kulit batang kayu, akibat garukan atau gosokan yang
berulang-ulang karena berbagai ransangan pruritogenik. (Adhi Djuanda,2005)

Timbul karena goresan pada kulit secara berulang, bisa berwujud kecil, datar dan dapat
berdiameter sekitar 2,5 sampai 25 cm. Penyakit ini muncul saat sejumlah pakaian ketat yang kita
kenakan menggores kulit sehingga iritasi. Iritasi ini memicu kita untuk menggaruk bagian yang
terasa gatal. Biasanya muncul pada pergelangan kaki, pergelangan tangan, lengan dan bagian
belakang dari leher.

3. Seborrheich Dermatitis

Kulit terasa berminyak dan licin; melepuhnya sisi-sisi dari hidung, antara kedua alis, belakang
telinga serta dada bagian atas. Dermatitis ini seringkali diakibatkan faktor keturunan, muncul
saat kondisi mental dalam keadaan stres atau orang yang menderita penyakit saraf seperti
Parkinson.

4. Statis Dermatitis

Merupakan dermatitis sekunder akibat insufisiensi kronik vena(atau hipertensi vena) tungkai
bawah. (Adhi Djuanda,2005)

Yang muncul dengan adanya varises, menyebabkan pergelangan kaki dan tulang kering berubah
warna menjadi memerah atau coklat, menebal dan gatal. Dermatitis muncul ketika adanya
akumulasi cairan di bawah jaringan kulit. Varises dan kondisi kronis lain pada kaki juga menjadi
penyebab.

5. Atopic Dermatitis

Merupakan keadaan peradangan kulit kronis dan resitif, disertai gatal yang umumnya sering
terjadi selama masa bayi dan anak-anaka, sering berhubungan dengan peningkatan kadar IgE
dalam serum dan riwayat atopi pada keluarga atau penderita(D.A, rinitis alergik, atau asma
bronkial).kelainan kulit berupa papul gatal yang kemudian mengalami ekskoriasi dan
likenifikasi, distribusinya dilipatan(fleksural). (Adhi Djuanda,2005)
Dengan indikasi dan gejala antara lain gatal-gatal, kulit menebal, dan pecah-pecah. Seringkali
muncul di lipatan siku atau belakang lutut. Dermatitis biasanya muncul saat alergi dan seringkali
muncul pada keluarga, yang salah satu anggota keluarga memiliki asma. Biasanya dimulai sejak
bayi dan mungkin bisa bertambah atau berkurang tingkat keparahannya selama masa kecil dan
dewasa.

C. ETIOLOGI

Penyebab dermatitis dapat berasal dari luar(eksogen), misalnya bahan kimia (contoh :
detergen,asam, basa, oli, semen), fisik (sinar dan suhu), mikroorganisme (contohnya : bakteri,
jamur) dapat pula dari dalam(endogen), misalnya dermatitis atopik.(Adhi Djuanda,2005)

Sejumlah kondisi kesehatan, alergi, faktor genetik, fisik, stres, dan iritasi dapat menjadi
penyebab eksim. Masing-masing jenis eksim, biasanya memiliki penyebab berbeda
pula. Seringkali, kulit yang pecah-pecah dan meradang yang disebabkan eksim menjadi infeksi.
Jika kulit tangan ada strip merah seperti goresan, kita mungkin mengalami selulit infeksi bakteri
yang terjadi di bawah jaringan kulit. Selulit muncul karena peradangan pada kulit yang terlihat
bentol-bentol, memerah, berisi cairan dan terasa panas saat disentuh dan .Selulit muncul pada
seseorang yang sistem kekebalan tubuhnya tidak bagus. Segera periksa ke dokter jika kita
mengalami selulit dan eksim.

D. PATOFISIOLOGI

Pada dermatitis kontak iritan kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh
bahan iritan melalui kerja kimiawi maupun fisik. Bahan iritan merusak lapisan tanduk, dalam
beberapa menit atau beberapa jam bahan-bahan iritan tersebut akan berdifusi melalui membran
untuk merusak lisosom, mitokondria dan komponen-komponen inti sel. Dengan rusaknya
membran lipid keratinosit maka fosfolipase akan diaktifkan dan membebaskan asam arakidonik
akan membebaskan prostaglandin dan leukotrin yang akan menyebabkan dilatasi pembuluh
darah dan transudasi dari faktor sirkulasi dari komplemen dan system kinin. Juga akan menarik
neutrofil dan limfosit serta mengaktifkan sel mast yang akan membebaskan histamin,
prostaglandin dan leukotrin. PAF akan mengaktivasi platelets yang akan menyebabkan
perubahan vaskuler. Diacil gliserida akan merangsang ekspresi gen dan sintesis protein. Pada
dermatitis kontak iritan terjadi kerusakan keratisonit dan keluarnya mediator- mediator. Sehingga
perbedaan mekanismenya dengan dermatis kontak alergik sangat tipis yaitu dermatitis kontak
iritan tidak melalui fase sensitisasi.Ada dua jenis bahan iritan yaitu : iritan kuat dan iritan lemah.
Iritan kuat akan menimbulkan kelainan kulit pada pajanan pertama pada hampir semua orang,
sedang iritan lemah hanya pada mereka yang paling rawan atau mengalami kontak berulang-
ulang. Faktor kontribusi, misalnya kelembaban udara, tekanan, gesekan dan oklusi, mempunyai
andil pada terjadinya kerusakan tersebut.

Pada dermatitis kontak alergi, ada dua fase terjadinya respon imun tipe IV yang menyebabkan
timbulnya lesi dermatitis ini yaitu :

a.Fase Sensitisasi

Fase sensitisasi disebut juga fase induksi atau fase aferen. Pada fase ini terjadi sensitisasi
terhadap individu yang semula belum peka, oleh bahan kontaktan yang disebut alergen kontak
atau pemeka. Terjadi bila hapten menempel pada kulit selama 18-24 jam kemudian hapten
diproses dengan jalan pinositosis atau endositosis oleh sel LE (Langerhans Epidermal), untuk
mengadakan ikatan kovalen dengan protein karier yang berada di epidermis, menjadi komplek
hapten protein. Protein ini terletak pada membran sel Langerhans dan berhubungan dengan
produk gen HLA-DR (Human Leukocyte Antigen-DR). Pada sel penyaji antigen (antigen
presenting cell). Kemudian sel LE menuju duktus Limfatikus dan ke parakorteks Limfonodus
regional dan terjadilah proses penyajian antigen kepada molekul CD4+ (Cluster of Diferantiation
4+) dan molekul CD3. CD4+berfungsi sebagai pengenal komplek HLADR dari sel Langerhans,
sedangkan molekul CD3 yang berkaitan dengan protein heterodimerik Ti (CD3-Ti), merupakan
pengenal antigen yang lebih spesifik, misalnya untuk ion nikel saja atau ion kromium saja.
Kedua reseptor antigen tersebut terdapat pada permukaan sel T. Pada saat ini telah terjadi
pengenalan antigen (antigen recognition). Selanjutnya sel Langerhans dirangsang untuk
mengeluarkan IL-1 (interleukin-1) yang akan merangsang sel T untuk mengeluarkan IL-2.
Kemudian IL-2 akan mengakibatkan proliferasi sel T sehingga terbentuk primed me mory T
cells, yang akan bersirkulasi ke seluruh tubuh meninggalkan limfonodi dan akan memasuki fase
elisitasi bila kontak berikut dengan alergen yang sama. Proses ini pada manusia berlangsung
selama 14-21 hari, dan belum terdapat ruam pada kulit. Pada saat ini individu tersebut telah
tersensitisasi yang berarti mempunyai resiko untuk mengalami dermatitis kontak alergik.

b.Fase elisitasi

Fase elisitasi atau fase eferen terjadi apabila timbul pajanan kedua dari antigen yang sama dan
sel yang telah tersensitisasi telah tersedia di dalam kompartemen dermis. Sel Langerhans akan
mensekresi IL-1 yang akan merangsang sel T untuk mensekresi Il-2. Selanjutnya IL-2 akan
merangsang INF (interferon) gamma. IL-1 dan INF gamma akan merangsang keratinosit
memproduksi ICAM-1 (intercellular adhesion molecule-1) yang langsung beraksi dengan
limfosit T dan lekosit, serta sekresi eikosanoid. Eikosanoid akan mengaktifkan sel mast dan
makrofag untuk melepaskan histamin sehingga terjadi vasodilatasi dan permeabilitas yang
meningkat. Akibatnya timbul berbagai macam kelainan kulit seperti eritema, edema dan vesikula
yang akan tampak sebagai dermatitis.

Proses peredaan atau penyusutan peradangan terjadi melalui beberapa mekanisme yaitu proses
skuamasi, degradasi antigen oleh enzim dan sel, kerusakan sel Langerhans dan sel keratinosit
serta pelepasan Prostaglandin E-1dan 2 (PGE-1,2) oleh sel makrofag akibat stimulasi INF
gamma. PGE-1,2 berfungsi menekan produksi IL-2R sel T serta mencegah kontak sel T dengan
keratisonit. Selain itu sel mast dan basofil juga ikut berperan dengan memperlambat puncak
degranulasi setelah 48 jam paparan antigen, diduga histamin berefek merangsang molekul CD8
(+) yang bersifat sitotoksik. Dengan beberapa mekanisme lain, seperti sel B dan sel T terhadap
antigen spesifik, dan akhirnya menekan atau meredakan peradangan.

PATHWAY
E. MANIFESTASI KLINIK

Subyektif ada tandatanda radang akut terutama priritus ( sebagai pengganti dolor). Selain itu
terdapat pula kenaikan suhu (kalor), kemerahan (rubor), edema atau pembengkakan dan
gangguan fungsi kulit (function laisa).Obyektif, biasanya batas kelainan tidak tgas an terdapt lesi
polimorfi yang dapat timbul scara serentak atau beturut-turut. Pada permulaan eritema dan
edema.Edema sangat jelas pada klit yang longgar misalya muka (terutama palpebra dan bibir)
dan genetelia eksterna .Infiltrasi biasanya terdiri atas papul.

Dermatitis madidans (basah) bearti terdapat eksudasi.Disana-sini terdapat sumber dermatitis,


artinya terdapat Vesikel-veikel fungtiformis yang berkelompok yang kemudian membesar.
Kelainan tersebut dapat disertai bula atau pustule, jika disertai infeksi.Dermatitis sika (kering)
berarti tiak madidans bila gelembung-gelumbung mongering maka akan terlihat erosi atau
ekskoriasi dengan krusta. Hal ini berarti dermatitis menjadi kering disebut ematiti sika.Pada
stadium tersebut terjadi deskuamasi, artinya timbul sisik. Bila proses menjadi kronis tapak
likenifikasi dan sebagai sekuele telihat hiperpigmentai tau hipopigmentasi.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Laboratorium

a. Darah : Hb, leukosit, hitung jenis, trombosit, elektrolit, protein total, albumin, globulin

b. Urin : pemerikasaan histopatologi

2. Penunjang (pemeriksaan Histopatologi)

Pemeriksaan ini tidak memberi gambaran khas untuk diagnostik karena gambaran
histopatologiknya dapat juga terlihat pada dermatitis oleh sebab lain. Pada dermatitis akut
perubahan pada dermatitis berupa edema interseluler (spongiosis), terbentuknya vesikel atau
bula, dan pada dermis terdapat dilatasi vaskuler disertai edema dan infiltrasi perivaskuler sel-sel
mononuclear. Dermatitis sub akut menyerupai bentuk akut dengan terdapatnya akantosis dan
kadangkadang parakeratosis. Pada dermatitis kronik akan terlihat akantosis, hiperkeratosis,
parakeratosis, spongiosis ringan, tidak tampak adanya vesikel dan pada dermis dijumpai infiltrasi
perivaskuler, pertambahan kapiler dan fibrosis. Gambaran tersebut merupakan dermatitis secara
umum dan sangat sukar untuk membedakan gambaran histopatologik antara dermatitis kontak
alergik dan dermatitis kontak iritan.

Pemeriksaan ultrastruktur menunjukkan 2-3 jam setelah paparan antigen, seperti


dinitroklorbenzen (DNCB) topikal dan injeksi ferritin intrakutan, tampak sejumlah besar sel
langerhans di epidermis. Saat itu antigen terlihat di membran sel dan di organella sel Langerhans.
Limfosit mendekatinya dan sel Langerhans menunjukkan aktivitas metabolik. Berikutnya sel
langerhans yang membawa antigen akan tampak didermis dan setelah 4-6 jam tampak rusak dan
jumlahnya di epidermis berkurang. Pada saat yang sama migrasinya ke kelenjar getah bening
setempat meningkat. Namun demikian penelitian terakhir mengenai gambaran histologi,
imunositokimia dan mikroskop elektron dari tahap seluler awal pada pasien yang diinduksi
alergen dan bahan iritan belum berhasil menunjukkan perbedaan dalam pola peradangannya.

G. KOMPLIKASI

1. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit

2. Infeksi sekunder khususnya oleh Stafilokokus aureus

3. hiperpigmentasi atau hipopigmentasi post inflamasi

4. jaringan parut muncul pada paparan bahan korosif atau ekskoriasi

H. PENATALAKSANAAN

Pada prinsipnya penatalaksanaan yang baik adalah mengidentifikasi penyebab dan menyarankan
pasien untuk menghindarinya, terapi individual yang sesuai dengan tahap penyakitnya dan
perlindungan pada kulit.

1. Pencegahan
Merupakan hal yang sangat penting pada penatalaksanaan dermatitis kontak iritan dan kontak
alergik. Di lingkungan rumah, beberapa hal dapat dilaksanakan misalnya penggunaan sarung
tangan karet di ganti dengan sarung tangan plastik, menggunakan mesin cuci, sikat bergagang
panjang, penggunaan deterjen.

2. Pengobatan

a. Pengobatan topikal

Obat-obat topikal yang diberikan sesuai dengan prinsip-prinsip umum pengobatan dermatitis
yaitu bila basah diberi terapi basah (kompres terbuka), bila kering berikan terapi kering. Makin
akut penyakit, makin rendah prosentase bahan aktif. Bila akut berikan kompres, bila subakut
diberi losio, pasta, krim atau linimentum (pasta pendingin ), bila kronik berikan salep. Bila basah
berikan kompres, bila kering superfisial diberi bedak, bedak kocok, krim atau pasta, bila kering
di dalam, diberi salep. Medikamentosa topikal saja dapat diberikan pada kasus-kasus ringan.
Jenis-jenisnya adalah :

1) Kortikosteroid

Kortikosteroid mempunyai peranan penting dalam sistem imun. Pemberian topikal akan
menghambat reaksi aferen dan eferen dari dermatitis kontak alergik. Steroid menghambat
aktivasi dan proliferasi spesifik antigen. Ini mungkin disebabkan karena efek langsung pada sel
penyaji antigen dan sel T. Pemberian steroid topikal pada kulit menyebabkan hilangnya molekul
CD1 dan HLA-DR sel Langerhans, sehingga sel Langerhans kehilangan fungsi penyaji
antigennya. Juga menghalangi pelepasan IL-2 oleh sel T, dengan demikian profilerasi sel T
dihambat. Efek imunomodulator ini meniadakan respon imun yang terjadi dalam proses
dermatitis kontak dengan demikian efek terapetik. Jenis yang dapat diberikan adalah
hidrokortison 2,5 %, halcinonid dan triamsinolon asetonid. Cara pemakaian topikal dengan
menggosok secara lembut. Untuk meningkatan penetrasi obat dan mempercepat penyembuhan,
dapat dilakukan secara tertutup dengan film plastik selama 6-10 jam setiap hari. Perlu
diperhatikan timbulnya efek samping berupa potensiasi, atrofi kulit dan erupsi akneiformis.

2) Radiasi ultraviolet
Sinar ultraviolet juga mempunyai efek terapetik dalam dermatitis kontak melalui sistem imun.
Paparan ultraviolet di kulit mengakibatkan hilangnya fungsi sel Langerhans dan menginduksi
timbulnya sel panyaji antigen yang berasal dari sumsum tulang yang dapat mengaktivasi sel T
supresor. Paparan ultraviolet di kulit mengakibatkan hilangnya molekul permukaan sel langehans
(CDI dan HLA-DR), sehingga menghilangkan fungsi penyaji antigennya. Kombinasi 8-methoxy-
psoralen dan UVA (PUVA) dapat menekan reaksi peradangan dan imunitis. Secara imunologis
dan histologis PUVA akan mengurangi ketebalan epidermis, menurunkan jumlah sel Langerhans
di epidermis, sel mast di dermis dan infiltrasi mononuklear. Fase induksi dan elisitasi dapat
diblok oleh UVB. Melalui mekanisme yang diperantarai TNF maka jumlah HLA- DR + dari sel
Langerhans akan sangat berkurang jumlahnya dan sel Langerhans menjadi tolerogenik. UVB
juga merangsang ekspresi ICAM-1 pada keratinosit dan sel Langerhans.

3) Siklosporin A

Pemberian siklosporin A topikal menghambat elisitasi dari hipersensitivitas kontak pada marmut
percobaan, tapi pada manusia hanya memberikan efek minimal, mungkin disebabkan oleh
kurangnya absorbsi atau inaktivasi dari obat di epidermis atau dermis.

4) Antibiotika dan antimikotika

Superinfeksi dapat ditimbulkan oleh S. aureus, S. beta dan alfa hemolitikus, E. koli, Proteus dan
Kandida spp. Pada keadaan superinfeksi tersebut dapat diberikan antibiotika (misalnya
gentamisin) dan antimikotika (misalnya clotrimazole) dalam bentuk topikal.

5) Imunosupresif

Obat-obatan baru yang bersifat imunosupresif adalah FK 506 (Tacrolimus) dan SDZ ASM 981.
Tacrolimus bekerja dengan menghambat proliferasi sel T melalui penurunan sekresi sitokin
seperti IL-2 dan IL-4 tanpa merubah responnya terhadap sitokin eksogen lain. Hal ini akan
mengurangi peradangan kulit dengan tidak menimbulkan atrofi kulit dan efek samping sistemik.
SDZ ASM 981 merupakan derivat askomisin makrolatum yang berefek anti inflamasi yang
tinggi. Pada konsentrasi 0,1% potensinya sebanding dengan kortikosteroid klobetasol-17-
propionat 0,05% dan pada konsentrasi 1% sebanding dengan betametason 17-valerat 0,1%,
namun tidak menimbulkan atrofi kulit. Konsentrasi yang diajurkan adalah 1%. Efek anti
peradangan tidak mengganggu respon imun sistemik dan penggunaan secara topikal sama
efektifnya dengan pemakaian secara oral.

b. Pengobatan sistemik

Pengobatan sistemik ditujukan untuk mengontrol rasa gatal dan atau edema, juga pada kasus-
kasus sedang dan berat pada keadaan akut atau kronik. Jenis-jenisnya adalah :

1) Antihistamin

Maksud pemberian antihistamin adalah untuk memperoleh efek sedatifnya. Ada yang
berpendapat pada stadium permulaan tidak terdapat pelepasan histamin. Tapi ada juga yang
berpendapat dengan adanya reaksi antigen-antobodi terdapat pembebasan histamin, serotonin,
SRS-A, bradikinin dan asetilkolin.

2) Kortikosteroid

Diberikan pada kasus yang sedang atau berat, secara peroral, intramuskular atau intravena.
Pilihan terbaik adalah prednison dan prednisolon. Steroid lain lebih mahal dan memiliki
kekurangan karena berdaya kerja lama. Bila diberikan dalam waktu singkat maka efek
sampingnya akan minimal. Perlu perhatian khusus pada penderita ulkus peptikum, diabetes dan
hipertensi. Efek sampingnya terutama pertambahan berat badan, gangguan gastrointestinal dan
perubahan dari insomnia hingga depresi. Kortikosteroid bekerja dengan menghambat proliferasi
limfosit, mengurangi molekul CD1 dan HLA- DR pada sel Langerhans, menghambat pelepasan
IL-2 dari limfosit T dan menghambat sekresi IL-1, TNF-a dan MCAF.

3) Siklosporin

Mekanisme kerja siklosporin adalah menghambat fungsi sel T penolong dan menghambat
produksi sitokin terutama IL-2, INF-r, IL-1 dan IL-8. Mengurangi aktivitas sel T, monosit,
makrofag dan keratinosit serta menghambat ekspresi ICAM-1.

4) Pentoksifilin

Bekerja dengan menghambat pembentukan TNF-a, IL-2R dan ekspresi ICAM-1 pada keratinosit
dan sel Langerhans. Merupakan derivat teobromin yang memiliki efek menghambat peradangan.
5) FK 506 (Trakolimus)

Bekerja dengan menghambat respon imunitas humoral dan selular. Menghambat sekresi IL-2R,
INF-r, TNF-a, GM-CSF . Mengurangi sintesis leukotrin pada sel mast serta pelepasan histamin
dan serotonin. Dapat juga diberikan secara topikal.

6) Ca++ antagonis

Menghambat fungsi sel penyaji dari sel Langerhans. Jenisnya seperti nifedipin dan amilorid.

7) Derivat vitamin D3

Menghambat proliferasi sel T dan produksi sitokin IL-1, IL-2, IL-6 dan INF-r yang merupakan
mediator-mediator poten dari peradangan. Contohnya adalah kalsitriol.

8) SDZ ASM 981

Merupakan derivay askomisin dengan aktifitas anti inflamasi yang tinggi. Dapat juga diberikan
secara topical, pemberian secara oral lebih baik daripada siklosporin

ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
a. Identitas Pasien

b. Keluhan Utama.

Biasanya pasien mengeluh gatal, rambut rontok.

c. Riwayat Kesehatan.

1) Riwayat penyakit sekarang

Tanyakan sejak kapan pasien merasakan keluhan seperti yang ada pada keluhan utama dan
tindakan apa saja yang dilakukan pasien untuk menanggulanginya.

2) Riwayat penyakit dahulu

Apakah pasien dulu pernah menderita penyakit seperti ini atau penyakit kulit lainnya.

3) Riwayat penyakit keluarga

Apakah ada keluarga yang pernah menderita penyakit seperti ini atau penyakit kulit lainnya.

4) Riwayat psikososial

Apakah pasien merasakan kecemasan yang berlebihan. Apakah sedang mengalami stress yang
berkepanjangan.

5) Riwayat pemakaian obat

Apakah pasien pernah menggunakan obat-obatan yang dipakai pada kulit, atau pernahkah pasien
tidak tahan (alergi) terhadap sesuatu obat

d. POLA FUNGSIONAL GORDON

1) Pola persepsi dan penanganan kesehatan

Tanyakan kepada klien pendapatnya mengenai kesehatan dan penyakit. Apakah pasien langsung
mencari pengobatan atau menunggu sampai penyakit tersebut mengganggu aktivitas pasien.

2) Pola nutrisi dan metabolisme


Tanyakan bagaimana pola dan porsi makan sehari-hari klien ( pagi, siang dan malam )

Tanyakan bagaimana nafsu makan klien, apakah ada mual muntah, pantangan atau alergi

Tanyakan apakah klien mengalami gangguan dalam menelan

Tanyakan apakah klien sering mengkonsumsi buah-buahan dan sayur-sayuran yang


mengandung vitamin antioksidant

3) Pola eliminasi

Tanyakan bagaimana pola BAK dan BAB, warna dan karakteristiknya

Berapa kali miksi dalam sehari, karakteristik urin dan defekasi

Adakah masalah dalam proses miksi dan defekasi, adakah penggunaan alat bantu untuk
miksi dan defekasi.

4) Pola aktivitas/olahraga

Perubahan aktivitas biasanya/hobi sehubungan dengan gangguan pada kulit.

Kekuatan Otot :Biasanya klien tidak ada masalah dengan kekuatan ototnya karena yang
terganggu adalah kulitnya

Keluhan Beraktivitas : kaji keluhan klien saat beraktivitas.

5) Pola istirahat/tidur

Kebiasaan : tanyakan lama, kebiasaan dan kualitas tidur pasien

Masalah Pola Tidur : Tanyakan apakah terjadi masalah istirahat/tidur yang berhubungan
dengan gangguan pada kulit

Bagaimana perasaan klien setelah bangun tidur? Apakah merasa segar atau tidak?

6) Pola kognitif/persepsi

Kaji status mental klien


Kaji kemampuan berkomunikasi dan kemampuan klien dalam memahami sesuatu

Kaji tingkat anxietas klien berdasarkan ekspresi wajah, nada bicara klien. Identifikasi
penyebab kecemasan klien

Kaji penglihatan dan pendengaran klien.

Kaji apakah klien mengalami vertigo

Kaji nyeri : Gejalanya yaitu timbul gatal-gatal atau bercak merah pada kulit.

7) Pola persepsi dan konsep diri

Tanyakan pada klien bagaimana klien menggambarkan dirinya sendiri, apakah kejadian
yang menimpa klien mengubah gambaran dirinya

Tanyakan apa yang menjadi pikiran bagi klien, apakah merasa cemas, depresi atau takut

Apakah ada hal yang menjadi pikirannya

8) Pola peran hubungan

Tanyakan apa pekerjaan pasien

Tanyakan tentang system pendukung dalam kehidupan klien seperti: pasangan, teman, dll.

Tanyakan apakah ada masalah keluarga berkenaan dengan perawatan penyakit klien

9) Pola seksualitas/reproduksi

Tanyakan masalah seksual klien yang berhubungan dengan penyakitnya

Tanyakan kapan klien mulai menopause dan masalah kesehatan terkait dengan menopause

Tanyakan apakah klien mengalami kesulitan/perubahan dalam pemenuhan kebutuhan seks

10) Pola koping-toleransi stress

Tanyakan dan kaji perhatian utama selama dirawat di RS ( financial atau perawatan diri )
Kaji keadan emosi klien sehari-hari dan bagaimana klien mengatasi kecemasannya
(mekanisme koping klien ). Apakah ada penggunaan obat untuk penghilang stress atau klien
sering berbagi masalahnya dengan orang-orang terdekat.

11) Pola keyakinan nilai

Tanyakan agama klien dan apakah ada pantangan-pantangan dalam beragama serta
seberapa taat klien menjalankan ajaran agamanya. Orang yang dekat kepada Tuhannya lebih
berfikiran positif.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kekeringan pada kulit

2. Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan imunitas

3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan pruritus

4. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan penampakan kulit yang tidak bagus.

5. Kurang pengetahuan tentang program terapi berhubungan dengan kurangnya informasi

C. RENCANA KEPERAWATAN

DIAGNOSA
No NOC NIC
KEPERAWATAN

1. Kerusakan integritas kulit Setelah dilakukan asuhan 1. Lakukan inspeksi lesi


berhubungan dengan keperawatan, kulit klien dapat
kekeringan pada kulit kembali normal dengan kriteria setiap hari
hasil:
2. Pantau adanya tanda-
Kenyamanan pada kulit tanda infeksi
meningkat
3. Ubah posisi pasien tiap
Derajat pengelupasan kulit 2-4 jam
berkurang
4. Bantu mobilitas pasien
Kemerahan berkurang sesuai kebutuhan

Lecet karena garukan 5. Pergunakan sarung


berkurang tangan jika merawat lesi

Penyembuhan area kulit 6. Jaga agar alat tenun


yang telah rusak selau dalam keadaan bersih
dan kering

7. Libatkan keluarga dalam


memberikan bantuan pada
pasien

8. Gunakan sabun yang


mengandung pelembab atau
sabun untuk kulit sensitive

9. Oleskan/berikan salep
atau krim yang telah
diresepkan 2 atau tiga kali per
hari.

2. Resiko infeksi berhubungan Setelah dilakukan asuhan 1. Lakukan tekni aseptic


dengan penurunan imunitas keperawatan diharapkan tidak dan antiseptic dalam
terjadi infeksi dengan kriteria melakukan tindakan pada
hasil: pasien
Hasil pengukuran tanda vital 2. Ukur tanda vital tiap 4-6
dalam batas normal. jam

- RR :16-20 x/menit 3. Observasi adanya tanda-


tanda infeksi
- N : 70-82 x/menit
4. Batasi jumlah
- T : 37,5 C
pengunjung
- TD : 120/85 mmHg
5. Kolaborasi dengan ahli
Tidak ditemukan tanda-tanda gizi untuk pemberian diet
infeksi (kalor,dolor, rubor, tumor, TKTP
infusiolesa)
6. Libatkan peran serta
Hasil pemeriksaan laborat keluarga dalam memberikan
dalam batas normal Leuksosit bantuan pada klien
darah : 5000-10.000/mm3
7. Kolaborasi dengan
dokter dalam terapi obat

3. Gangguan pola tidur Setelah dilakukan asuhan 1. Menjaga kulit agar


berhungan dengan pruritus keperawatan diharapkan klien bisa selalu lembab
istirahat tanpa danya pruritus
2. Determinasi efek-efek
dengan kriteria hasil:
medikasi terhadap pola tidur
Mencapai tidur yang nyenyak
3. Jelaskan pentingnya
Melaporkan gatal mereda tidur yang adekuat

Mengenali ttindakan untuk 4. Fasilitasi untuk


meningkatkan tidur mempertahankan aktifitas
sebelum tidur
Mempertahankan kondisi
lingkungan yang tepat 5. Ciptakan lingkungan
yang nyaman
6. Kolaborasi dengan
dokter dalam pemberian obat
tidur.

4. Gangguan citra tubuh Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji adanya gangguan


berhubungan dengan keperawatan diharapkan citra diri (menghindari kontak
penampakan kulit yang tidak Pengembangan peningkatan mata,ucapan merendahkan
bagus. penerimaan diri pada klien diri sendiri).
tercapai dengan kriteria hasil:
2. Identifikasi stadium
Mengembangkan psikososial terhadap
peningkatan kemauan untuk perkembangan.
menerima keadaan diri.
3. Berikan kesempatan
Mengikuti dan turut pengungkapan perasaan.
berpartisipasi dalam tindakan
4. Nilai rasa keprihatinan
perawatan diri.
dan ketakutan klien, bantu
Melaporkan perasaan dalam klien yang cemas
pengendalian situasi. mengembangkan kemampuan
untuk menilai diri dan
Menguatkan kembali
mengenali masalahnya.
dukungan positif dari diri sendiri.
5. Dukung upaya klien
untuk memperbaiki citra diri ,
spt merias, merapikan.

6. Mendorong sosialisasi
dengan orang lain.

5. Kurang pengetahuan tentang Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji apakah klien


program terapi berhubungan keperawatan diharapkan terapi memahami dan mengerti
dengan kurangnya informasi dapat dipahami dan dijalankan tentang penyakitnya.
dengan kriteria hasil:
2. Jaga agar klien
Memiliki pemahaman mendapatkan informasi yang
terhadap perawatan kulit. benar, memperbaiki kesalahan
konsepsi/informasi.
Mengikuti terapi dan dapat
menjelaskan alasan terapi. 3. Peragakan penerapan
terapi seperti, mandi dan
Melaksanakan mandi,
penggunaan obat-obatan
pembersihan dan balutan basah
lainnya.
sesuai program
4. Nasihati klien agar
.Menggunakan obat topikal
selalu menjaga hygiene
dengan tepat.
pribadi juga lingkungan.
Memahami pentingnya
nutrisi untuk kesehatan kulit.

DAFTAR PUSTAKA

Djuanda S, Sularsito. (2005). SA. Dermatitis In: Djuanda A, ed Ilmu penyakit kulit dan kelamin.
Edisi III. Jakarta: FK UI: 126-31.

Johnson, M., et all. 2002. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River

Mc Closkey, C.J., et all. 2002. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River

NANDA, 2012, Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi.

Price, A. Sylvia.2006 Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit edisi 4. Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Smeltzer, Suzanne C. (2002). Buku ajar medikal bedah Brunner Suddarth/Brunner Suddarths
Texbook of Medical-surgical. Alih Bahasa:Agung Waluyo..(et.al.). ed 8 Vol 3 Jakarta: EGC.

Widhya. (2011). Askep Dermatitis. Diaskes pada tanggal 28 April 2012


pada http:///D:/LAPORAN%20POROFESI%20NERS%202012/MEDICAL%20BEDAH/SUMB
ER%20DERMATITIS/askep-dermatitis.html

Вам также может понравиться

  • Abses Hepar
    Abses Hepar
    Документ1 страница
    Abses Hepar
    Intang Sulistiani Zen
    Оценок пока нет
  • SEMINAR
    SEMINAR
    Документ10 страниц
    SEMINAR
    Intang Sulistiani Zen
    Оценок пока нет
  • Asuhan Keperawatan Anak - BBLR
    Asuhan Keperawatan Anak - BBLR
    Документ38 страниц
    Asuhan Keperawatan Anak - BBLR
    yuli nurul
    Оценок пока нет
  • Askep Anak Tuberculosis Paru
    Askep Anak Tuberculosis Paru
    Документ9 страниц
    Askep Anak Tuberculosis Paru
    Egi Munandar
    Оценок пока нет
  • Askep Asthma Bronchial
    Askep Asthma Bronchial
    Документ15 страниц
    Askep Asthma Bronchial
    Bayu Setyiawan
    0% (1)
  • Laporan Kasus
    Laporan Kasus
    Документ11 страниц
    Laporan Kasus
    adis
    Оценок пока нет
  • lapsus-SINDROM NEFROTIK
    lapsus-SINDROM NEFROTIK
    Документ30 страниц
    lapsus-SINDROM NEFROTIK
    ngalasantaru
    100% (1)
  • HOSPITALISASI ANAK
    HOSPITALISASI ANAK
    Документ7 страниц
    HOSPITALISASI ANAK
    Rheza Hakviasyah
    Оценок пока нет
  • Nefrology Ners
    Nefrology Ners
    Документ12 страниц
    Nefrology Ners
    Intang Sulistiani Zen
    Оценок пока нет
  • Askep Chest Pain
    Askep Chest Pain
    Документ14 страниц
    Askep Chest Pain
    Intang Sulistiani Zen
    100% (2)
  • Addison Disease
    Addison Disease
    Документ27 страниц
    Addison Disease
    Intang Sulistiani Zen
    Оценок пока нет
  • Askep Anak Tumbang Usia Todler
    Askep Anak Tumbang Usia Todler
    Документ8 страниц
    Askep Anak Tumbang Usia Todler
    Ken Arok
    Оценок пока нет
  • Askep Anak Acute Non Lymphoid Myelogenous Leukemia (Anll Atau Aml)
    Askep Anak Acute Non Lymphoid Myelogenous Leukemia (Anll Atau Aml)
    Документ9 страниц
    Askep Anak Acute Non Lymphoid Myelogenous Leukemia (Anll Atau Aml)
    Giary Rizka Mazeda
    Оценок пока нет
  • ASKEP Asfiksia Mekonium
    ASKEP Asfiksia Mekonium
    Документ4 страницы
    ASKEP Asfiksia Mekonium
    Rini Indriani
    Оценок пока нет
  • Askep Anak Asma Bronkial
    Askep Anak Asma Bronkial
    Документ15 страниц
    Askep Anak Asma Bronkial
    Uda Yengki
    Оценок пока нет
  • Ap 2
    Ap 2
    Документ3 страницы
    Ap 2
    Intang Sulistiani Zen
    Оценок пока нет
  • Askep Anak Apendiksitis
    Askep Anak Apendiksitis
    Документ8 страниц
    Askep Anak Apendiksitis
    Devi Sarah Fauziyah
    Оценок пока нет
  • Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Anak Dengan Anemia
    Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Anak Dengan Anemia
    Документ7 страниц
    Laporan Pendahuluan Asuhan Keperawatan Anak Dengan Anemia
    Abu Sufyan Abdurrahman
    0% (1)
  • S1 2015 316072 Introduction
    S1 2015 316072 Introduction
    Документ29 страниц
    S1 2015 316072 Introduction
    Kahhar Andliman
    Оценок пока нет
  • Askep Anak Akut Respiratori Distress Sindrom (Ards)
    Askep Anak Akut Respiratori Distress Sindrom (Ards)
    Документ7 страниц
    Askep Anak Akut Respiratori Distress Sindrom (Ards)
    f4n_psik05
    100% (1)
  • Askep All
    Askep All
    Документ11 страниц
    Askep All
    Xonny Tehe Nama
    Оценок пока нет
  • Askep Anak Alergi
    Askep Anak Alergi
    Документ4 страницы
    Askep Anak Alergi
    Jenifer Jill Saputro
    Оценок пока нет
  • Askep CHF PDF
    Askep CHF PDF
    Документ31 страница
    Askep CHF PDF
    Intang Sulistiani Zen
    Оценок пока нет
  • Ap 3
    Ap 3
    Документ9 страниц
    Ap 3
    Intang Sulistiani Zen
    Оценок пока нет
  • Pathway Gagal Jantung PDF
    Pathway Gagal Jantung PDF
    Документ2 страницы
    Pathway Gagal Jantung PDF
    Intang Sulistiani Zen
    Оценок пока нет
  • Anemia Aplastik
    Anemia Aplastik
    Документ8 страниц
    Anemia Aplastik
    Latasha Gonzalez
    Оценок пока нет
  • DM Bab 2 PDF
    DM Bab 2 PDF
    Документ15 страниц
    DM Bab 2 PDF
    PipitPuspita
    Оценок пока нет
  • 3 DM (DR - Joko)
    3 DM (DR - Joko)
    Документ33 страницы
    3 DM (DR - Joko)
    Intang Sulistiani Zen
    Оценок пока нет
  • Anemia Hemolitik
    Anemia Hemolitik
    Документ19 страниц
    Anemia Hemolitik
    Intang Sulistiani Zen
    Оценок пока нет
  • Anatomi Dan Fisiologi Sistem Endokrin
    Anatomi Dan Fisiologi Sistem Endokrin
    Документ31 страница
    Anatomi Dan Fisiologi Sistem Endokrin
    Intang Sulistiani Zen
    Оценок пока нет