Вы находитесь на странице: 1из 23

MAKALAH

MATA KULIAH TEKNOLOGI PENGOLAHAN PRODUK DERIVAT


TEKNOLOGI PENGOLAHAN MINYAK KELAPA MENJADI
BIOEDIESEL

Disusun oleh :

Kelompok 6/THP-A

Nur Intan Aulia A.M.P 151710101082

Rizqiadevi Nurhaliza 151710101022

Falahyanti Ayunafitrih 151710101103

Ahmad Dzicky Jaisyllah 151710101130

JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS JEMBER

Oktober, 2017
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kebutuhan bahan bakar saat ini bagi penduduk di seluruh dunia semakin
meningkat, sementara cadangan bahan bakar fosil semakin menipis. Oleh karena
itu di banyak negara sudah mulai dilakukan uji coba dan pencarian alternatif
bahan bakar yang terbarukan sebagai pengganti atau substitusi bahan bakar fosil.
Salah satu alternatif pengganti atau substitusi bahan bakar fosil adalah
menggunakan minyak dari tumbuhan (nabati). Penggunaan minyak nabati sebagai
bahan bakar telah diaplikasikan dalam berbagai bentuk, mulai dari minyak nabati
murni tanpa modifikasi (biofuel) hingga dalam bentuk metyl atau etyl esternya
(biodiesel) yang lebih mendekati karakteristik bahan bakar diesel umumnya.
Biodiesel secara umum didefinisikan sebagai ester monoalkil dari minyak
tanaman dan lemak hewan. Biodiesel merupakan jenis bahan bakar yang
diproduksi dari bahan pertanian sehingga merupakan bahan bakar yang dapat
diperbaharui. Biodiesel memiliki sifat fisis yang sama dengan minyak solar
sehingga dapat digunakan sebagai bahan bakar alternatif untuk kendaraan
bermesin diesel.
Biodiesel bahan bakunya merupakan sumber minyak seperti minyak kelapa
(Coconut Oil), minyak sawit (CPO), minyak biji jarak (Jathrophacurcas), minyak
kedelai, minyak canola (Rapeseed Oil), dan sebagainya. Dari berbagai sumber
minyak tersebut yang banyak menghasilkan minyak ialah kelapa dikarenakan
minyak yang terkandung dalam kelapa cukup banyak yaitu mencapai 30-35% dari
berat basah buah kelapa. Selain itu, buah kelapa sangat gambat di temukan di
Indonesia karena penyebarannya sangat luas.
Minyak kelapa yang berasal dari kelapa prosesnya meliputi pengecilan ukuran
yaitu dilakukan pemarutan kelapa selanjutnya di ekstrak hingga menghasilkan
santan. Santan tersebut lalu dipanaskan beberpa saat hingga blondo dan minyak
akan terpisah. Lalu lakukan penyaringan sehingga mendapatkan minyak tanpa
blondo. Minyak yang sudah jadi tidak bisa langsung digunakan langsung sebagai
bahan bakar diesel hal tersebut dikarenakan daya bakar yang rendah. Sehingga hal
terbut masih ada prosenya yaitu dengan di transesterifikasi. Proses
transesterifikasi minyak kelapa dilakukan dengan menggunakan alkohol dan
katalis untuk mengubah trigliserida menjadi fatty acid alkyl ester (FAME) atau
etil ester asam lemak (biodiesel) dan gliserol.

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui tahapan proses pembuatan biodiesel dari minyak kelapa
2. Mengetahui karakteristik mutu yang penting dalam pembuatan biodiesel
3. Mengetahui aplikasi biodiesel dalam kehidupan sehari-hari
BAB 2. KARAKTERISTIK BAHAN

2.1 Karakteristik Kelapa


Pohon kelapa termasuk jenis Palmae yang berumah satu (monokotil). Batang
tanaman tumbuh lurus ke atas dan tidak bercabang. Adakalanya pohon kelapa
dapat bercabang, namun hal ini merupakan keadaan yang abnormal, misalnya
akibat serangan hama tanaman. Dalam tata nama atau sistematika (taksonomi)
tumbuh-tumbuhan, tanaman kelapa (Cocos nucifera) dimasukkan ke dalam
klasifikasi sebagai berikut.
Kingdom : Plantae
Kelas : Liliopsida
Sub Kelas : Arecidae
Ordo : Arecales
Famili : Arecaceae
Genus : Cocos
Spesies : Cocos nucifera L.
Kelapa (Cocos nucifera L.) termasuk jenis tanaman palma yang mempunyai
buah berukuran cukup besar. Batang pohon kelapa umumnya berdiri tegak dan
tidak bercabang, dan dapat mencapai 10 - 14 meter lebih. Daunnya berpelepah,
panjangnya dapat mencapai 3 - 4 meter lebih dengan sirip-sirip lidi yang
menopang tiap helaian. Buahnya terbungkus dengan serabut dan batok yang
cukup kuat sehingga untuk memperoleh buah kelapa harus dikuliti terlebih
dahulu. Kelapa yang sudah besar dan subur dapat menghasilkan 2 - 10 buah
kelapa setiap tangkainya (Palungkun, 2004).
Menurut Sutardi, Santoso dan Anggia (2008), tanaman kelapa (Cocos
nucifera L.) merupakan tanaman serbaguna yang memiliki nilai ekonomi tinggi.
Seluruh bagian tanaman mulai dari akar, batang, daun dan buah dapat
dimanfaatkan untuk pemenuhan kebutuhan manusia, sehingga disebut sebagai
pohon kehidupan (tree for life). Buah kelapa umumnya berbentuk bulat yang
terdiri dari 35 % sabut (eksokarp dan mesokarp), 12 % tempurung (endokarp), 28
% daging buah (endosperm), dan 25 % air akar 2%, batang 22%, dan daun
sebanyak 23%. Tebal sabut kelapa kurang lebih 5 cm dan daging buah 1 cm atau
lebih (Palungkun, 2004). Komposisi kimia buah kelapa berdasarkan umur buah
kelapanya dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel 1. Kompisisi Kimia Buah Kelapa
Kandungan Satuan Kelapa Muda Kelapa Kelapa tua
setegah tua
Kalori Kal 68 180 359
Air g 83,3 70 46,9
Protein g 1 4 3,4
Lemak g 0,9 15 34,7
Karbohidrat g 14 10 14
Kalsium mg 7 8 21
Fosfor mg 30 55 98
Besi mg 1 1,3 2
Vitamin A mg 0 10 0
Vitamin B1 mg 0,06 0,05 0,1
Vitamin C mg 4 4 2
Sumber : Khomsan (2009).

2.2 Biodiesel
Biodiesel didefinisikan sebagai metil ester yang diproduksi dari minyak
tumbuhan atau lemak hewan dan memenuhi kualitas untuk digunakan sebagai
bahan bakar di dalam mesin diesel (Vicente et al., 2006).
Biodiesel termasuk bahan bakar yang terbakar sempurna dihasilkan dari
beberapa minyak nabati pengganti minyak bumi. Biodiesel terdiri dari metil ester
minyak nabati, dimana rantai karbon trigliserida diubah secara kimia menjadi
ester dan asam lemak. Rantai hidrokarbon biodiesel pada umumnya terdiri dari
16 - 20 atom karbon, sifat kimia biodiesel membuatnya dapat terbakar dengan
sempurna, dan mengikat pembakaran pada campurannya dengan bahan bakar
diesel dari minyak bumi (Vicente et al., 2006).
Rantai karbon biodiesel bersifat sederhana, berbentuk lurus dan dua atom
oksigen tiap cabang di degredasi oleh bakteri dibandingkan dengan rantai karbon
petrodisel yang bersifat kompleks, biodiesel dari ester nabati tidak mengandung
senyawa organik volatil. Beberapa studi menunjukkan bahwa pemakaiannya
sebagai biodiesel memberikan efek yang berbeda satu dengan yang lain. Sifat ini
berhubungan erat dengan struktur dan komposisi kandungan asam lemaknya.
Misalnya kandungan asam lemak antara minyak hewan dengan tumbuhan (Leung
et al., 2006).
Pada prinsipnya, proses pembuatan biodiesel sangat sederhana. Biodiesel
dihasilkan melalui proses yang disebut reaksi esterifikasi asam lemak bebas atau
reaksi transesterifikasi trigliserida dengan alkohol dengan bantuan katalis dan dari
reaksi ini akan dihasilkan metil ester/etil ester asam lemak dan gliserol :
Minyak lemak + alkohol/methanol biodiesel + gliseril

2.3 Minyak Kelapa


Minyak kelapa merupakan bagian yang paling berharga dari buah kelapa dan
banyak digunakan sebagai bahan baku industri atau sebagai minyak goreng.
Minyak kelapa dapat diekstraksi dari daging buah kelapa atau daging kelapa yang
dikeringkan. Kandungan minyak pada kopra umumnya 60 65%, sedangkan
daging buah kelapa sekitar 43% (Suhardiman, 1999).
Minyak kelapa merupakan ester dari gliserol dan asam lemak. Berdasarkan
kandungan asam lemaknya, minyak kelapa digolongkan kedalam asam laurat
karena kandung asam lauratnya paling besar jika dibandingkan dengan asam
lemak lainnya. Asam lemak jenuh minyak kelapa kurang dari 90%. Minyak
kelapa mengandung 84% trigliserida dengan tiga molekul asam lemak jenuh, 12%
trigliserida dengan dua asam lemak jenuh dan 4% trigliserida dengan satu asam
lemak jenuh ( Ketaren, 1986). Komposisi asam lemak minyak kelapa dipaparkan
pada tabel dibawah ini.
Tabel 2. Komposisi Asam Lemak Minyak Kelapa
Asam Lemak Rumus Kimia Jumlah (%)

Asam Lemak Jenuh :


Asam Kaproat C5H11COOH 0-0,8
Asam Kaprilat C7H15COOH 5,5-9,5
Asam Kaprat C9H19COOH 4,5-9,5
Asam Laurat C11H23COOH 44-52
Asam Palmitat C13H27COOH 7,5-10,5
Asam Stearat C17H35COOH 1-3
Asam Arachidat C19H39COOH 0-0,4

Asam Lemak Tak Jenuh :


Asam Palmitoleat C15H29COOH 0-1,3
Asam Oleat C17H33COOH 5-8
Asam Linoleat C17H31COOH 1,5-2,5

Sumber : Ketaren (1986).


Sifat fisika dan kimia minyak kelapa meliputi kandungan air, asam lemak
bebas, warna, bilangan iod, bilangan penyabunan dan bilangan peroksida (Erliza,
2007). Sifat fisik dan kimia minyak kelapa ditentukan oleh sifat fisik dan kimia
dari asam laurat. Berdasarkan tingkat ketidakjenuhannya yang dinyatakan dengan
bilangan Iod, minyak kelapa dapat dimasukkan ke dalam golongan non drying oil,
karena bilangan iod minyak tersebut berkisar antara 7.5-10.5 (Ketaren, 2005).
Minyak kelapa mempunyai titik leleh yang tajam pada suhu 24.4-25.5 C,
karena kandungan asam lemak berberat molekul rendah yang tinggi dibandingkan
panjang rantainya (Lawson, 1995). Semakin besar derajat ketidakjenuhan asam
lemak, maka semakin rendah titik leleh minyak yang bersangkutan (Braipson
Danthine and Gibon, 2007). Minyak kelapa berwujud padat keras pada suhu 70F
(21.1C), tetapi akan meleleh secara cepat dan sempurna sedikit di bawah suhu
tubuh. Wujud padat dan cair dari minyak kelapa ini ditentukan oleh akumulasi
sifat berat molekul dan titik cair dari masing-masing asam lemak penyusunnya.
Komposisi asam lemak yang berbeda akan menghasilkan titik cair minyak yang
berbeda pula. Berdasarkan perbedaan titik cair ini, maka minyak kelapa dapat
difraksinasi menjadi minyak atau lemak dengan sifat fisika-kimia yang berbeda.
Fraksinasi dapat dilakukan dengan cara mendiamkan minyak kelapa pada
berbagai tingkat suhu dingin, dikenal dengan istilah winterisasi (OBrien, 2004).
2.4 Metanol
Menurut Erliza, dkk (2007) menyatakan bahwa alkohol yang paling digunakan
dalam proses transsesterifikasi adalah metanol, metanol merupakan alkohol yang
dapat dibuat dari batu bara, gas alam atau kayu. Sehingga metanol memiliki
harganya lebih murah dan daya reaksinya lebih tinggi dibandingkan dengan
alkohol rantai panjang, sehingga metanol ini mampu memproduksi biodiesel yang
lebih stabil.
Metanol berwujud cairan yang tidak berwarna, dan mudah menguap. Metanol
memiliki berat molekul 32,042, titik leleh -98oC dan titik didih 64oC (Alam Syah,
2006). Metanol disebut juga metil alkohol merupakan senyawa paling sederhana
dari gugus alkohol. Rumus kimianya adalah CH3OH. Berbeda dengan etanol,
metanol tersedia dalam bentuk absolut yang mudah diperoleh, sehingga hidrolisa
dan pembentukan sabun akibat air yang terdapat dalam alkohol dapat
diminimalkan. Biaya untuk memproduksi etanol absolut cukup tinggi. Akibatnya,
bahan bakar biodiesel berbasis etanol tidak berdaya saing secara ekonomis dengan
metil ester asam lemak, sehingga membiarkan bahan baker diesel fosil bertahan
sendiri. Disamping itu, harga alkohol juga tinggi sehingga menghambat
penggunaannya dalam produksi biodiesel dalam skala industri (Erliza, dkk, 2007).

2.5 Katalis Natrium Hidroksida (NaOH)


Katalis digunakan untuk mempercepat dalam suatu reaksi karena katalis
adalah suatu bahan yang digunakan untuk memulai suatu raeaksi denga bahan
lain. Katalis saat bereaksi dengan bahan lain tidaka akan ikut terkonsumsi menjadi
produk. Katalis yang digunakan tergantung dari jenis asam lemak yang digunakan
karena akan sangat berbengaruh besar terhadap hasil karakteristik biodiesel baik
secra fisik dan kimia. Hal ini dikarenkan asam lemak akan membentuk ester atau
biodiesel (Mardiah dkk, 2006).

2.6 Transesterifikasi
Transesterifikasi adalah istilah umum yang digunakan untuk menjabarkan
reaksi organik yang penting di mana ester ditransformasi menjadi bahan lain
melalui interchange dari alkoksi. Jika reaksi terjadi antara ester original dengan
suatu alkohol maka proses transesterifikasi disebut sebagai alkoholisis
(Manurung, 2006). Reaksi transesterifikasi antara minyak atau lemak alami
dengan metanol dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Gambar 1. Reaksi Transesterifikasi dengan katalis basa


Transesterifikasi, yang meliputi reaksi:
a. Alkoholisis, merupakan reaksi antara ester dengan alkohol membentuk
ester yang baru. RCOOR` + R``OH RCOOR`` + R`OH
b. Asidolisis, merupakan reaksi antara ester dengan asam karboksilat
membentuk ester yang baru. RCOOR` + R``COOH R``COOR` +
RCOOH
c. Interesterifikasi merupakan suatu reaksi ester dengan ester lainnya atau
disebut ester interchange.
Transesterifikasi atau alkoholisis adalah reaksi pertukaran gugus alkohol dari
suatu ester dengan ester lain. Kehadiran katalis (asam kuat atau basa kuat) akan
mempercepat pembentukan ester. Transesterifikasi dapat dikatalisis oleh asam-
asam Brnsted, lebih sering digunakan sulfonat dan asam sulfat (Anisa, 2010).
Beberapa faktor yang mempengaruhi reaksi alkoholisis antara lain waktu
reaksi, temperatur, katalisator, kecepatan pengadukan, rasio reaktan dan
konsentrasi (Raharja dkk, 2000 dalam Sidabutar dan Faniudin, 2013).
a. Waktu
Makin lama waktu reaksi, makin besar konversi reaksi, ini disebabkan
kesempatan zat-zat pereaksi untuk saling bertumbukan makin besar.
Tetapi apabila konversi tidak berubah, penambahan waktu reaksi tidak
menguntungkan.
b. Temperatur
Semakin tinggi temperatur (sampai pada batas tertentu), makin cepat
jalannya reaksi. Pengaruh temperatur terhadap kecepatan reaksi
dipengaruhi oleh katalisator yang digunakan.
c. Katalisator
Makin kecil tenaga aktivasi, konstanta kecepatan reaksi makin besar.
Tenaga aktivasi dapat diperkecil dengan mengaktifkan reaktan, yaitu
dengan cara menambah katalisator, sehingga menyebabkan tumbukan
antara zat-zat pereaksi makin besar. Katalisator yang digunakan bisa
berupa asam, atau basa.
d. Pengadukan
Agar reaksi dapat berjalan dengan baik, diperlukan pencampuran sebaik-
baiknya, yakni dengan cara pengadukan agar menaikkan frekuensi
tumbukan sehingga kecepatan reaksi akan bertambah besar. Frekuensi
tumbukan yang semakin besar menyebabkan konstanta kecepatan reaksi
makin besar pula.
e. Rasio Reaktan
Reaksi alkoholisis pada umumnya menggunakan alkohol yang berlebihan
agar reaksi dapat berjalan sempurna, karena menyebabkan reaksi bergeser
ke kanan (Widodo, 1993 dalam Raharja dkk, 2000) . Selain itu pemakaian
alkohol berlebihan akan memperbesar frekuensi tumbukan, sehingga
konstanta kecepatan reaksi bertambah (Kirk and Othmer, 1980 dalam
Raharja dkk, 2000). Menurut Groggins (1958) dalam Raharja dkk (2000),
menggunakan alkohol berlebih atau mengambil salah satu hasil reaksi
akan menggeser keseimbangan ke kanan, dengan demikian di dapat hasil
produk yang banyak dari proses alkoholisis.
f. Konsentrasi
Kecepatan reaksi sebanding dengan besarnya konsentrasi reaktan
(Groggins, 1958 dalam Raharja dkk, 2000). Bila konsentrasi zat pereaksi
diperbesar, maka kecepatan reaksi akan meningkat. Jumlah molekul yang
bertumbukan akan bertambah, apabila zat pereaksi yang digunakan
semakin murni, sehingga mempercepat terjadinya reaksi. Minyak yang
dipakai sebaiknya bersih dan kering serta alkohol dengan kadar yang
tinggi (Bailey, 1945 dalam Raharja dkk, 2000).

2.7 Syarat Mutu Biodiesel


Minyak diesel diharapkan memiliki kekentalan yang relatif rendah, agar
mudah mengalir melalui pompa injeksi. Untuk keselamatan selama penanganan
dan penyimpanan, titik nyala harus cukup tinggi agar terhindar dari bahaya
kebakaran pada suhu kamar. Kadar belerang dapat menyebabkan terjadinya
keausan pada dinding silinder. Jumlah endapan karbon pada bahan bakar diesel
dapat diukur dengan metode Conradson atau Ramsbottom, untuk memperkirakan
kecenderungan timbulnya endapan karbon pada nozzle dan ruang bakar. Abu
kemungkinan berasal dari produk mineral dan logam sabun yang tidak dapat larut,
dan jika tertinggal dalam dinding dan permukaan mesin dapat menyebabkan
kerusakan nozzle dan menambah deposit dalam ruang bakar (Haryanto, 2002).
Tabel 3. Syarat Mutu Biodiesel Berdasarkan SNI
No Parameter Satuan Nilai
1 Massa jenis pada 40 C kg/m3 850 890
2 Viskositas kinematik pd 40 C mm2/s (cSt) 2,3 6,0
3 Angka setana min. 51
4 Titik nyala (mangkok tertutup) C min. 100
5 Titik kabut C maks. 18
6 Korosi lempeng tembaga (3 jam pada 50 %-massa maks. no 3
C)
7 Residu karbon
- dalam contoh asli maks 0,05
- dalam 10 % ampas distilasi (maks. 0,3)

8 Air dan sedimen %-vol. maks.


0,05*
9 Temperatur distilasi 90 % C maks. 360
10 Abu tersulfatkan %-massa maks.0,02
11 Belerang ppm-m maks. 100
(mg/kg)
12 Fosfor ppm-m maks. 10
(mg/kg)
13 Angka asam mg-KOH/g maks.0,8
14 Gliserol bebas %-massa maks. 0,02
15 Gliserol total %-massa maks. 0,24
16 Kadar ester alkil %-massa min. 96,5
17 Angka iodium %-massa maks. 115
(g-I2/100 g)
18 Uji Halphen negatif

Spesifikasi minyak diesel secara lengkap dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 4. Spesifikasi Minyak Diesel (Dasar SK Dirjen Migas No. 3675
K/24/DJM/2006, tanggal 17 Maret 2006)
Sifat Satuan Batasan Metoda
Min Max ASTM
Densitas pada 15oC Kg/m3 815 870 D-4052/1298
Kinematic viscosity mm2/sec 2,0 5,0 D-445
@ 45oC
o
Distilasi T 95 C - 370 D-86
Angka centana 48 D-613
Index Centana - 45 D-4737
Water content - - 500 D-1744
Colour mg/kg - 3,0 D-1500
Ash No. ASTM - 0,01 D-482
o
Flash point PM C 60 - D-93
Condradson carbon % m/m - 0,1 D-4530
residue
BAB 3. PRINSIP PENGOLAHAN

Pada hakekatnya proses pembuatan biodiesel dihasilkan melalui reaksi


transesterifikasi minyak nabati atau minyak hewani. Transesterifikasi merupakan
proses reaksi antara trigliserida dengan alkohol menghasilkan metil ester asam
lemak (Fatty Acids Methyl Esters / FAME) atau biodiesel dan gliserol sebagai
produk samping.

Gambar 2. Reaksi Transesterifkasi


Pada reaksi transesterifikasi terjadi pengubahan gugus gliserida yang
digantikan oleh metil atau etil dari alkohol dan gliserida diubah menjadi gliserol.
Alkohol yang digunakan pada proses transesterifikasi adalah alkohol rantai
pendek karena bereaksi lebih cepat dengan trigliserida. Gliserida yang terkandung
dalam minyak nabati pada umumnya terbagi dalam tiga golongan yaitu
monogliserida, digliserida, dan trigliserida. Semua jenis gliserida tersebut dapat
mengalami reaksi transesterifikasi.

Gambar 3. Reaksi transesterifikasi antara trigliserida dan metanol


Pada proses reaksi transesterifikasi dalam pembuatan biodiesel memerlukan
bantuan katalis yang berfungsi untuk mempercepat reaksi. Percepatan reaksi
tersebut terjadi karena katalis mempengaruhi mekanisme reaksi yang berlangsung,
dimana penggunaan katalis asam atau basa melibatkan mekanisme yang berbeda.
Secara umum diketahui bahwa reaksi transesterifikasi diawali dengan reaksi
antara alkohol dengan katalis untuk menghasilkan spesies aktif yang selanjutnya
bereaksi dengan asam lemak. Untuk penggunaan CaO/SiO2 sebagai katalis dan
metanol, mekanisme reaksi yang terlibat disajikan dalam Gambar 3.
BAB 4. TAHAPAN PROSES PRODUKSI BIODIESEL

4.1 Alat dan Bahan


4.1.1 Alat
1. Heating mantel
2. Labu leher tiga (reaktor)
3. Termometer
4. Selang air pendingin
5. Statif
6. Kondensor
7. Sumbat karet atau gabus
8. Pengaduk (magnetic stirer)
9. Parutan kelapa
10. Penangas air
11. Corong
12. Wadah
13. Pisau
14. Saringan
15. Panci
16. Air destilasi
4.1.2 Bahan
1. Daging Kelapa
2. NaOH
3. Metanol dengan kemurnian 96%
4. Air
4.2 Skema Kerja dan Fungsi Perlakuan
4.2.1 Pembuatan Minyak Kelapa

Buah Kelapa

Tempurung,
Pemisahan sabut, nira
kelapa

Daging Buah

Pengecilan ukuran

Air 1:2 Filtrasi Ampas Kelapa

Santan

Pemanasan 60-75C (takanan 1 Atm) Blondo

Pengambilan minyak

Minyak kelapa

Gambar 2. Skema Pembuatan Minyak Kelapa

Dalam pembuatan Minyak Kelapa (Coconut Oil) bahan yang perlu


disiapkan adalah Buah Kelapa. Kemudian Buah Kelapa dipisahkan dari
tempurung,serabut dan airnya, bagian yang digunakan dalam pembuatan minyak
kelapa adalah daging buah (endosperm). Daging buah banyak mengandung
minyak sekitar 65-72% sehingga berpotensi dijadikan sebagai minyak goreng.
Kemudian kelapa dilakukan pengecilan ukuran dengan diparut untuk
memperlebar luas permukaan sehinngga mempermudah mendapatkan ekstrak
minyaknya. Kemudian kelapa parut ditambahkan dengan air dan dilakukan
penyaringan untuk mendapatkan santan. Setelah diperoleh santan, selanjutnya
dilakukan pemanasan pada suhu 60-75C (tekanan 1 Atm) bertujuan untuk
mendapatkan ekstrak crude minyak kelapa dengan menjaga zat penting minyak
agar tidak terjadi kerusakan.

4.2.2 Pembuatan Biodiesel Minyak Kelapa

NaOH Metanol
sebanyak 1% 96%

Pencampuran

Minyak Kelapa

Transesterifikasi

Crude Biodiesel + Gliserol

Gliserol
Dekantasi

Pure Biodiesel

H2SO4 , HNO3
Nitrasi

Gambar 3. Skema Pembuatan Biodiesel Minyak Kelapa

Pembuatan biodiesel dapat dilakukan dengan menggunakan minyak dari


daging kelapa ataupun dari bagian ampas kelapanya. Prinsip pembuatan biodiesel
dengan menambahkan alkohol sebagai alkali dan dibantu dengan katalis basa
untuk membantu mempercepat reaksi transesterifikasi. Fungsi dari alkohol adalah
mengkonversi metil minyak atau lemak menjadi ester. Basa digunakan untuk
mempercepat proses katalis. Selanjutnya dilakukan pencampuran pada asam
lemak bebas dengan pemanasan 60C selama 1,5 jam atau bisa disebut dengan
Transesterifikasi. Transesterifikasi dilakukan pada suhu tinggi pada waktu tertentu
dengan dilakukan pengadukan, hal tersebut merupakan faktor-faktor yang dapat
mempengarhui hasil dari transesterifikasi. Menurut Literatur dari Padil et al
(2010) suhu yang digunakan untuk transesterifikasi adalah 60C dengan lama
waktu 1,5 jam. Setelah itu diperoleh Crude Biodiesel dan Gliserol yang
merupakan hasil dari transesterifikasi, kemudian dilakukan pemisahan antara
gliserol dan crude biodiesel dengan metode pemisahan dekantasi berdasarkan
berat jenis dari bahan. Gliserol berada di atas dan minyak kelapa berada dibawah
kemudian dilakukan pemisahan. Setelah itu dilakukan Nitrasi dengan
memasukkan ion nitrat dan nitrit ke dalam biodiesel tujuannya untuk menambah
molekul Oksigen dalam biodiesel sehingga mampu mendapatkan proses
pembakaran yang sempurna (Cahyono,2014) .
BAB 5. KARAKTERISTIK MUTU BIODIESEL

5.1 Massa Jenis


Jika biodiesel mempunyai massa jenis melebihi ketentuan, akan terjadi reaksi
tidak sempurna pada konversi minyak nabati. Biodiesel seperti ini akan
meningkatkan keausan mesin, emisi, dan menyebabkan kerusakan pada mesin.
Massa Jenis biodiesel pada 60/60F dalam metode ASTM (ASTM D1298) yaitu
0,850 0,890 g/cm3. Menurut Mittelbach dan Remschmidt (2004) perbedaan
massa jenis biodiesel dapat berkaitan dengan komposisi asam lemak dan tingkat
kemurnian biodiesel. Peningkatan massa jenis juga menunjukkan penurunan
panjang rantai karbon dan peningkatan ikatan rangkap. Data hasil analisis
terhadap massa jenis dapat digunakan untuk menghitung panas pembakaran.
Panas pembakaran yang tinggi menunjukkan kualitas pembakaran biodiesel yang
baik.

5.2 Titik nyala


Titik nyala (flash point) merupakan pengukuran temperatur dimana bahan
bakar harus dipanaskan sehingga uap air dan udara diatas bahan bakar dapat
terbakar. Bahan bakar diesel memiliki titik api relatif tinggi (min. 54C, umumnya
71C). Titik nyala biodiesel adalah 100C dalam standar ASTM (ASTM D 93).
Titik nyala yang terlampau tinggi dapat menyebabkan keterlambatan penyalaan
sementara apabila titik nyala terlampau rendah akan menyebabkan timbulnya
denotasi yaitu ledakan kecil yang terjadi sebelum bahan bakar masuk ruang bakar.
Hal ini dapat meningkatkan resiko bahaya saat penyimpanan. Titik nyala yang
tinggi akan memudahkan penyimpanan bahan bakar, karena minyak tidak akan
mudah terbakar pada temperatur ruang (Hardjono, 2000).
Titik api yang rendah dapat disebabkan oleh sisa ethanol/methanol pada ester.
Titik nyala ethyl ester yang dibuat dari bahan alam dapat sangat berbeda, hal ini
disebabkan kemurnian bahan baku dari sumber alam yang beragam, sehingga sulit
untuk membandingkan nilai titik api dari ester yang dihasilkan.
Titik nyala berkaitan dengan residu metanol dalam biodiesel karena methanol
mempunyai titik nyala yang rendah yaitu 11,11C. Residu metanol dalam jumlah
kecil menurunkan titik nyala yang berpengaruh terhadap pompa bahan bakar serta
dapat menghasilkan sifat-sifat yang jelek dalam pembakaran (Tyson, 2004).

5.3 Nilai Viskositas Kinematis


Standar nilai viskositas kinematis biodiesel menurut ASTM (ASTM D 445)
yaitu 2,3 6,0 cSt. Viskositas biodiesel dipengaruhi oleh kandungan trigliserida
yang tidak ikut bereaksi dan komposisi asam lemak penyusunnya. Viskositas yang
terlalu rendah maupun terlalu tinggi akan mengurangi daya pembakaran dan dapat
menyebabkan konsumsi bahan bakar meningkat. Viskositas merupakan faktor
yang penting dalam mekanisme terpecahnya serta atomisasi bahan bakar dalam
ruang bahan bakar (Soerawidjaja dkk, 2006). Viskositas berkaitan dengan
komposisi asam lemak dan tingkat kemurnian biodiesel (Mittelbach dan
Remschmidt, 2004). Viskositas naik dengan kenaikan panjang rantai karbon asam
lemak jenuh, kenaikan panjang rantai karbon alkohol, penurunan panjang rantai
karbon asam lemak tidak jenuh dan adanya kenaikan sisa mono-, di- dan
trigliserida dalam biodiesel. Viskositas juga dipengaruhi oleh tingkat polimerisasi
sebagai akibat proses degradasi oksidasi (Canakci dan Van Gerpen, 1999).

5.4 Nilai Titik Tuang


Titik tuang (pour point) adalah temperature yang paling rendah dimana bahan
bakar masih dapat mengalir. Titik tuang menunjukkan kemampuan bahan bakar
untuk masih dapat mengalir pada temperatur tertentu. Hal ini sangat penting
khususnya pada daerah dengan temperatur yang rendah, sehingga bahan bakar
tidak akan menggumpal dengan mudah. Titik tuang yang terlalu tinggi akan
menghambat penyalaan bahan bakar (Hardjono, 2000). Semakin rendah titik
tuang tentunya lebih baik karena mengurangi kecenderungan bahan bakar untuk
membeku pada temperatur yang dingin. Titik tuang dipengaruhi oleh panjang
rantai karbon. Semakin panjang rantai karbon, semakin tinggi titik tuangnya.
Standar nilai titik tuang biodiesel menurut ASTM (ASTM D 97) yaitu maksimal
18C.
Titik tuang menunjukkan kemampuan suatu bahan bakar untuk digunakan
pada cuaca dingin serta daya tahan pada saat penyimpanan. Titik tuang ini
dipengaruhi oleh derajat ketidakjenuhan (angka iodium). Semakin tinggi
ketidakjenuhan, titik tuang akan semakin rendah (Knothe, 2005). Titik tuang juga
dipengaruhi oleh panjang rantai karbon. Semakin panjang rantai karbon, semakin
tinggi titik tuangnya (Prihandana et al., 2006). Menurut standar SNI 04-7182-
2006, titik tuang metil ester maksimal sebesar 28C.

5.5 Kadar Asam Lemak Bebas


Asam lemak bebas dalam konsentrasi tinggi akan sangat merugikan.
Tingginya asam lemak bebas ini dapat mengakibatkan rendemen biodiesel akan
turun. Untuk itulah dalam pembuatan biodiesel dari minyak nabati harus dicegah
terbentuknya asam lemak bebas. Kenaikan kadar asam lemak bebas ditentukan
oleh beberapa perlakuan seperti penumpukan buah yang terlalu lama, proses
hidrolisa selama pemrosesan dalam pabrik, dll.
DAFTAR PUSTAKA
Alamsyah, Andi Nur. 2006. Biodiesel Jarak Pagar. Bogor: PT. Agromedia
Pustaka.
Ali Khomsan. 2009. Rahasia Sehat dengan Makanan Berkhasiat. Jakarta :
Kompas. h 122-5.
Braipson-Danthine S, V Gibon. 2007. Comparative analysis of triacylglycerol
composition, melting properties and polymorphic behavior of palm oil and
fractions. Eur J Lipid Sci Technol 109:359-372
Cahyono, E., Tjahjani, S. 2014. Pengaruh Penambahan Aditif Alkil Nitrat yang
Disintesis dari Biodiesel Minyak Biji Kapuk (Cieba Pentandra) Terhadap
Kenaikan Angka Setana Solar. UNESA Journal of Chemistry Vol. 3, No. 1.
Jurusan FMIPA, Fakultas MIPA UNESA. Surabaya.
Canakci, M., dan Van Gerpen J, 1999. Biodiesel production via acid catalysis. Trans Am
Soc Agric Eng, 42:12031210.

Erliza dkk. 2007. Teknologi Bioenergi. Jakarta : Agromedia Pustaka


Erliza Hambali, dkk. 2007. Teknologi Bioenergi. Jakarta : Agromedia Pustaka.
Hardjono. A., 2000. Teknologi Minyak Bumi. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press.

Indartono, Y. S. 2006. Mengenal Biodisel : Karakteristik, Produksi Hingga


Performansi Mesin. Jakarta : Agromedia Pustaka.
Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Cetakan
Pertama. Jakarta : UI-Press.
Knothe, G., Clements, D., Van Gerpen, J., Shanks, B., Pruszko, R. 2004.
Biodiesel Production Tecnology. NREL/SR, 510-36244.
Knothe G. 2005. Dependence Of Biodiesel Fuel Properties On The Structure Of
Fatty Acid Alkyl Esters. Fuel Processing Technology 86: 1059-1070.
Knothe, G., J. Krahl and J. Van Gerpen. 2005. The Biodiesel Handbook, AOCS Press,
Champaign, IL

Lawson H. 1995. Food Oil and Fats Technology, Utilization, and Nutrition. New
York : Chapman and Hall.
Leung D.Y.C., Guo Y., 2006. Transterification of Neat and Used Frying Oil:
Optimization for Biodiesel Production. Fuel Process Technology 87, 883-
884.
Manurung, R. 2006. Transesterifikasi Minyak Nabati. Medan : Teknik Kimia
Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara. Jurnal Teknologi Proses 5 (1)
hal : 47-52.
Mardiah, Widodo, Agus, Trisningwati, Efi, Purijatmiko, Aries. 2006. Pengaruh
Asam Lemak dan Konsentrasi Katalis Asam terhadap Karakteristik dan
Konversi Biodiesel pada Transesterifikasi Minyak Mentah Dedak Padi.
Surabaya : Jurusan Teknik Kimia, Institut Teknologi Sepuluh Nopember
(ITS).
Mittelbach, M., dan C. Remschmidt., 2004, Biodiesel: The Comprehensive Handbook,
Martin Mittelbach, Graz, Austria (dalam Prosiding Seminar Nasional Tatang H.
Soerawidjaja).

OBrien, Richard D. 2004, Fats and Oils, Formulating and Processing for
Applications, 2nd edition. Florida, USA : CRC Press.
Padil et al. 2010. Pembuatan Biodiesel Dari Minyak Kelapa Melalui Reaksi
Metanolisis Menggunakan Katalis CaCO3 Yang Dipijarkan. Jurnal Natur
Indonesia 13 (1),Oktober 2010: 27-32. Riau : Jurusan Kimia, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Riau.
Palungkun, R., 2004. Aneka Produk Olahan Kelapa. Jakarta: Penebar Swadaya.
Pertamina. 1997. Bahan Bakar Minyak. Direktorat Pembekalan dan Pemasaran
Dalam Negeri.
Prihandana. 2006. Menghasilkan Biodiesel Murah Mengatasi Polusi dan
Kelangkaan BBM. Jakarta: Agro Media Pustaka.
Sidabuntar, E. Dan Fanusin, M., N. 2013. Pengaruh Rasio Reaktan dan Jumlah
Katalis Terhadap Konversi Minyak Jagung menjadi Metil Ester. Teknik
Kimia Fakultas Teknik niversitas Sriwijaya. Jurnal Teknik Kimia No. 1 Vol.
19.
SNI-04-7182-2006. 2006. Biodiesel. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional.
Suhardiman, P. 1999. Bertanam Kelapa Hibrida. Jakarta : Penebar Swadaya.
Sutardi, santoso, U.,Angia, 2008. Pengaruh Pemanasan Kelapa Parut Dan Teknik
Pengunduhan Terhadap Rendemen Dan Mutu Virgin Coconut Oil (VCO).
Jurnal Keteknikan Pertanian Vol. 22 No. 2 : 135 142.
Tyson, K. S., 2004. Energy Efficiency and Renewable Energy. U.S. Departement of
Energy.

Вам также может понравиться