Вы находитесь на странице: 1из 115

SKRIPSI

FORMULASI SNACK BAR TINGGI SERAT BERBASIS TEPUNG


SORGUM (Sorghum bicolor L), TEPUNG MAIZENA, DAN TEPUNG
AMPAS TAHU

Oleh:
FERIANA CHANDRA
F24060576

2010
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
FORMULASI SNACK BAR TINGGI SERAT BERBASIS TEPUNG
SORGUM (Sorghum bicolor L), TEPUNG MAIZENA, DAN TEPUNG
AMPAS TAHU

SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor

Oleh:
FERIANA CHANDRA
F24060576

2010
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
Judul Skripsi : Formulasi Snack Bar Tinggi Serat Berbasis Tepung
Sorgum (Sorghum Bicolor L), Tepung Maizena, dan
Tepung Ampas Tahu
Nama : Feriana Chandra
NIM : F24060576

Menyetujui
Bogor, Juli 2010

Pembimbing I, Pembimbing II,

(Prof. Dr. Ir. Rizal Syarief, DESS) (Prof. Dr. Ir. Fransiska R. Zakaria, M.Sc.)
NIP: 19480409. 197302. 1. 001 NIP: 19490505. 199203. 2. 002

Mengetahui,
Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

(Dr. Ir. Dahrul Syah)


NIP: 19650814. 199002. 1. 001

Tanggal Lulus :
Feriana Chandra. F24060576. Formulasi Snack Bar Tinggi Serat Berbasis
Tepung Sorgum (Sorghum bicolor L), Tepung Maizena, dan Tepung Ampas
Tahu. Dibawah bimbingan Rizal Syarief dan Fransiska Rungkat Zakaria

RINGKASAN

Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan produk snack bar yang sehat,
kaya serat, dan dapat menjadi pangan fungsional. Selain memanfaatkan aktivitas
antioksidan komponen fitokimia dan mineral yang terdapat dalam sorgum, snack
bar ini juga memanfaatkan komponen serat pangan yang banyak terkandung
dalam tepung ampas tahu.
Untuk memperoleh snack bar sorgum ampas tahu yang begizi, disukai dan
dapat diterima secara organoleptik, maka dilakukan formulasi snack bar dalam 3
tahap yaitu penentuan formula snack bar (tahap I), penentuan suhu pemanggangan
(tahap II), dan pembuatan snack bar (tahap III). Uji organoleptik tahap I
dilakukan untuk mendapatkan dua taraf pada variabel perbandingan sorgum
dengan maizena, sedangkan uji organoleptik tahap II dilakukan untuk
memperoleh formula yang disukai berdasarkan atribut rasa, aroma, tekstur, dan
overall. Pada hasil uji organoleptik tahap I diperoleh taraf variabel perbandingan
sorgum maizena yang disukai adalah 3:1 dan 1:1. Variabel yang digunakan pada
formulasi (tahap III) adalah persentase penambahan tepung ampas tahu (20%,
12%, dan 8%) dan perbandingan antara sorgum maizena (3:1 dan 1:1) yang
diperoleh dari uji organoleptik tahap I. Oleh karena itu, pada formulasi ini
didapatkan 6 variasi formula. Pemilihan formula terbaik berdasarkan hasil uji
rating hedonik, analisis total serat pangan, dan aktivitas antioksidan. Formula-
formula tersebut dipanggang pada suhu atas oven 160C dan suhu bawah oven
140C (hasil tahap II).
Formula yang paling disukai berdasarkan atribut rasa, aroma, tektur, dan
keseluruhan (uji organoleptik tahap II) adalah formula-formula dari variasi dua
variabel, yaitu perbandingan sorgum dengan maizena (3:1 dan 1:1) dan persentase
penambahan tepung ampas tahu (12% dan 8%) paling disukai. Formula-formula
tersebut antara lain: A1B2 (3:1 dan 12%), A2B2 (1:1 dan 12%), A1B3 (3:1 dan
8%), dan A2B3 (1:1 dan 8%).
Semakin tinggi persentase penambahan tepung ampas tahu, semakin tinggi
kadar total serat pangan. Perbandingan sorgum dengan maizena 3:1 menghasilkan
produk dengan kandungan serat pangan lebih tinggi dibandingkan dengan 1:1.
Aktivitas antioksidan akan semakin tinggi jika proporsi penambahan sorgum
dalam produk tinggi.
Formula terbaik pada penelitian ini adalah formula dengan penambahan
tepung ampas tahu sebesar 12% dan perbandingan antara sorgum dan maizena
3:1. Selain disukai secara organoleptik, formula ini mengandung total serat
pangan 10.68%bk, aktivitas antioksidan 16.59 mg eqivalen vitamin C/100g
produk, kadar air 13.21 %bk, mineral 1.65 %bk, protein 9.50 %bk, lemak 16.06
%bk, dan karbohidrat 72.79 %bk. Kandungan mineral Fe, Zn, dan Ca yang
terdapat pada formula terbaik berturut-turut adalah 64 ppm, 23 ppm, dan 2046
ppm. Hasil pengukuran warna formula A1B2 adalah L= 59.63, a= +8.23, b=
+23.10, dan Hue= 70.38. Tingkat kekerasan snack bar sorgum ampas tahu
terpilih adalah 1600 gram force.
Formula terbaik dapat memenuhi Angka Kecukupan Gizi (AKG) serat
pangan harian manusia sebesar 15.68%, karbohidrat 8.89%, lemak 9.08%, protein
6.98%, kalsium 10.64%, zat besi 10.23%, dan Zn 8%. Snack bar ini dapat
diklaim sebagai pangan sumber serat, kalsium, dan zat besi dengan takaran saji 1
bar.
RIWAYAT HIDUP

Penulis merupakan anak tunggal dari pasangan Kok Hian Tat


dan Ho Hon Tju. Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 15
Februari 1988. Penulis menempuh pendidikan sekolah dasar di
SD Santa Cicilia (1994-2000), kemudian SMP Kristen Kanaan
(2000-2003), lalu SMU Kristen Kanaan (2003-2006). Penulis
diterima di IPB pada tahun 2006 melalui jalur SPMB (Seleksi
Penerimaan Mahasiswa Baru).
Selama menempuh pendidikan di IPB, penulis aktif dalam berbagai
kegiatan organisasi maupun kepanitiaan. Penulis menjadi staff pengurus KMB
IPB (Keluarga Mahasiswa Buddhist Institut Pertanian Bogor) divisi Manajemen
dan Kewirausahaan tahun 2007, KMB IPB divisi Pengembangan Kerohanian
tahun 2008, kemudian pada tahun berikutnya penulis menjadi staff HIMITEPA
(Himpunan Mahasiswa Teknologi Pangan) divisi Pengembangan dan Sumber
Daya Manusia. Penulis juga terlibat dalam kepanitiaan NSPC, LCTIP, Vegetarian
Day, Baur, dan banyak kepanitiaan lainnya. Penulis pun telah menjalani pelatihan
HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) yang diadakan oleh M-Brio.
Sebagai tugas akhir, penulis melakukan penelitian dengan judul Formulasi Snack
Bar Kaya Serat Berbasis Sorgum (Sorghum bicolor L), Tepung Maizena, dan
Tepung Ampas Tahu di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Rizal Syarief, DESS dan
Prof. Dr. Ir. Fransiska Rungkat, M.Sc.

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur yang tak terhingga penulis haturkan ke hadirat TRIRATNA


yang telah melimpahkan bimbingan dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Ilmu dan
Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Penyusunan skripsi, yang berjudul FORMULASI SNACK BAR TINGGI
SERAT BERBASIS TEPUNG SORGUM (Sorghum bicolor L), TEPUNG
MAIZENA, DAN TEPUNG AMPAS TAHU ini didasarkan pada pelaksanaan
penelitian yang telah dilaksanakan sejak Juni 2009 sampai Mei 2010 di
Laboratorium Pengolahan Pangan dan Biokimia Pangan, Departemen Ilmu dan
Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor serta
Pilot Plan SEAFAST.
Penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis
sampaikan kepada:
1. Mama Ho Hon Tju dan papa Kok Hian Tat yang sangat kucintai, yang tiada henti-
hentinya memberikan kasih sayang, doa, nasihat, dan dukungan moril maupun
materi kepada penulis.
2. Bapak Prof. Dr. Ir. Rizal Syarief, DESS selaku dosen pembimbing yang selalu
menyediakan waktu di tengah-tengah kesibukannya memberikan saran, arahan,
dan bimbingan kepada penulis.
3. Ibu Prof. Dr. Ir. Fransiska Rungkat Zakaria, M.Sc atas kesediaannya sebagai
dosen pembimbing kedua yang selalu dengan senang hati mendengar masalah
yang dihadapi penulis dan memberi masukkan yang sangat berarti.
4. Bapak Dr. Ir. Sukarno, M.Sc atas waktu dan kesediannya sebagai dosen penguji
pada sidang skripsi penulis.
5. Ibu Elvira Syamsir, STP, M.Si , Pak Ir. Subarna, M.Si serta seluruh staf pengajar
ITP. Terima kasih atas bimbingannya selama penulis menjalani penelitian,
mengolah data, dan ilmu-ilmu yang telah diberikan kepada penulis.
6. Anak-anakku (Fenny, Abu, Ndut, Ndit, dan Ucil) yang telah memberi banyak
hiburan disaat penulis penat. Terima kasih atas aroma terapi yang telah kalian
berikan.

ii
7. Teman sepenelitianku: Stephanie, Erinna, dan Yessica. Terima kasih atas
kebersamaan dan dukungan kalian disaat suka maupun duka.
8. Sahabat-sahabat terbaikku di kostan (Puri Riveria 99) : Yurina, Margaret, Ko
Goto, Ko Suhendri, Ko Ica, Ko Dika, Ko Dial, Ko Glenn, Ko Deni, Martin, Ko
Icoez, Ko Budi, Lolo, Ko Sipit, Ko Baba, Babe, dan semua penghuni lainnya yang
telah memberi dukungan dan kehangatan layaknya keluarga.
9. Sahabat-sahabat terbaikku di ITP 43: Syenny, Richie, Stefanus, Stephanie G H,
Felicia, Dyas, Desonk, Nina, Stella, Jessica, Dessyana, Prima, Federika, Saphie,
Mario, Dyah, Widi, Risma, Rina B, Rina, Ius, Riza, Wonojatun, Zatil, Anto,
Rijali, Helena, Selma, dan teman-teman ITP 43 yang tidak dapat disebutkan satu
persatu. Terimakasih atas dukungan, doa, kebersamaan, dan nasehatnya. Semoga
tetap menjadi sahabat kemarin, hari ini, esok, dan selamanya.
10. Sahabat-sahabat terbaikku KMB IPB: Yuni, Theresia, Diana, Nadya, Limpey, Ko
Leo, Ko Kenci, Ko Andi, Ci Vero, Ci Stef, Eliana, Trancy, Kenny, Yunko, Edi,
Sally, Wahyu, Irene, Siska, dan teman-teman KMB yang tidak dapat disebutkan
satu persatu. Terima kasih atas dukungan dan motivasi kalian selama ini.
11. Teman-teman ITP 42 dan IPN : Ci Irene, Ko Acel, Ci Eveline, Ci Teresia, Ci
Stella, Ci Yusi, Ci Diana, Ko Adi, Ci Beli, Ci Cha Cha, Ci Kalista, Kak Ester,
Kak Tuthie, Kak Midun, Kak Sina (trims atas pinjaman botolnya), Kak Siyam,
Kak Nono, Mbak Alina, Mbak Mutiara, Mbak Fonna, Bu Yuzda, Kak Anaz, Kak
Dito. Terima kasih atas bantuan, motivasi, saran, dan bimbingannya selama di
laboratorium dan saat pengolahan data.
12. Teman-temanku di Jakarta: Rosita, Henny, Elvira, Yohana, dan seluruh alumni
XII IPA 2006. Terima kasih atas dukungan dan dorongannya.
13. Pak Wahid, Pak Gatot, Pak Yahya, Pak Rojak, Bu Antin, Bu Rubiah, Pak Jun, Pak
Nur, Pak Yas, Mbak Ari, Bu Sari, Mas Edi, Pak Taufik, dan teknisi lainnya.
Terimakasih atas bantuannya, bimbingannya, masukkan, dan nasehat yang
diberikan selama di laboratorium.
14. Bapak-bapak di PITP, yang selalu melayani penulis dengan senang hati mencari
skripsi, buku, artikel, jurnal, dan fotokopi semua bahan-bahan tersebut untuk
kepentingan penulisan skripsi ini.

iii
15. Kepada staf-staf di UPT ITP: Bu Novi, Mbak Ani, Bu Kokom, Bu Sofi. Terima
kasih atas kesediaannya membantu penulis dalam menyelesaikan masalah
birokrasi.
Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
berbagai pihak untuk memperbaiki dan menyempurnakan penulisan skripsi ini.
Penulis juga berharap semoga skripsi ini dapat berguna dan bermanfaat bagi
semua pihak.

Bogor, Juli 2010

Penulis

iv
DAFTAR ISI

Halaman
RIWAYAT HIDUP .......................................................................................... i
KATA PENGANTAR ..................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................... v
DAFTAR TABEL ............................................................................................ viii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... ix
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... x
I. PENDAHULUAN .................................................................................... 1
A. Latar Belakang .................................................................................... 1
B. Tujuan Penelitian ................................................................................ 2
C. Manfaat Penelitian .............................................................................. 2
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Sorgum (Sorghum bicolor L) ................................................................ 4
B. Tepung Ampas Tahu (Okara Flour) ................................................... 11
C. Maizena ............................................................................................... 13
D. Snack Bar ............................................................................................ 14
E. Aktivitas Antioksidan ......................................................................... 15
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Bahan .................................................................................................. 18
B. Alat dan Instrumen .............................................................................. 18
C. Metode Penelitian ............................................................................... 19
1. Penepungan sorgum ...................................................................... 19
2. Penepungan ampas tahu ................................................................ 20
3. Formulasi snack bar ...................................................................... 21
3.1. Penentuan formula snack bar .............................................. 21
3.2. Penentuan suhu pemanggangan snack bar .......................... 22
3.3. Pembuatan snack bar ........................................................... 23
4. Analisis bahan baku (tepung ampas tahu dan tepung sorgum)
dan snack bar ......................................................................... 25
4.1. Uji organoleptik ................................................................... 25
4.2. Analisis kimia ...................................................................... 25

v
4.2.1. Kadar serat pangan metode enzimatis...................... 25
4.2.2. Aktivitas antioksidan ............................................... 26
4.2.3. Kadar air metode oven ............................................. 27
4.2.4. Kadar abu ................................................................. 27
4.2.5. Kadar lemak metode soxhlet.................................... 28
4.2.6. Kadar protein metode Mikro-Kjeldhal..................... 28
4.2.7. Kadar karbohidrat .................................................... 29
4.2.8. Komposisi mineral Ca, Fe, dan Zn .......................... 29
4.3. Analisis fisik ........................................................................ 30
4.3.1. Analisis Warna ......................................................... 30
4.3.2. Analisis tekstur ........................................................ 31
5. Pemilihan formula terbaik snack bar ............................................ 33
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................. 34
A. Penepungan Sorgum ........................................................................... 34
B. Penepungan Ampas Tahu ................................................................... 35
C. Formulasi Snack Bar ........................................................................... 36
1. Penentuan formulasi snack bar ..................................................... 36
2. Penentuan suhu pemanggangan .................................................... 40
3. Pembuatan snack bar .................................................................... 41
D. Analisis Kimia Tepung Ampas Tahu dan Tepung Sorgum ................ 42
E. Analisis Formula Snack Bar ............................................................... 45
1. Uji organoleptik ............................................................................ 45
1.1. Rasa...................................................................................... 46
1.2. Aroma .................................................................................. 47
1.3. Tekstur ................................................................................. 48
1.4. Overall ................................................................................. 49
2. Kadar serat pangan ........................................................................ 51
3. Aktivitas antioksidan .................................................................... 53
4. Pemilihan formula terbaik............................................................. 55
5. Analisis proksimat keenam formula ............................................. 56
6. Analisis komposisi mineral Ca, Fe, dan Zn .................................. 59
7. Analisis warna ............................................................................... 61

vi
8. Analisis kekerasan bar .................................................................. 62
V. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................. 63
A. Kesimpulan ......................................................................................... 63
B. Saran ................................................................................................... 64
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 65
LAMPIRAN .............................................................................................. 70

vii
DAFTAR TABEL

Halaman
Tabel 1. Komposisi kimia biji sorgum .......................................................... 5
Tabel 2. Karakteristik ampas tahu dan tepung ampas tahu ........................... 11
Tabel 3. Formulasi snack bar ........................................................................ 21
Tabel4. Penentuan suhu pemanggangan ....................................................... 23
Tabel 5. Formula snack bar ........................................................................... 23
Tabel 6. Pengaturan texture analyzer pada pengukuran bar.......................... 32
Tabel 7. Formula I pada tahap formulasi snack bar ...................................... 36
Tabel 8. Formula II pada tahap formulasi snack bar ..................................... 37
Tabel 9. Formula III pada tahap formulasi snack bar ................................... 38
Tabel 10. Formula IV pada tahap formulasi snack bar ................................... 39
Tabel 11. Formula V pada tahap formulasi snack bar..................................... 40
Tabel 12. Penentuan suhu pemanggangan ....................................................... 40
Tabel 13. Enam formulasi snack bar sorgum ampas tahu ............................... 42
Tabel 14. Hasil analisis tepung ampas tahu dan tepung sorgum ..................... 43
Tabel 15. Hasil analisis proksimat keenam formula ........................................ 57
Tabel 16. Kandungan mineral Ca, Fe, Zn formula terbaik (20 tepung ampas
tahu; sorgum:maizena= 3:1) ............................................................ 60
Tabel 17. Hasil analisis warna dengan chromameter ...................................... 61

viii
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 1. Struktur biji sorgum .................................................................. 4
Gambar 2. Struktur asam fenolik pada sorgum yaitu turunan asam
benzoat dan turunan asam sinamat ........................................... 6
Gambar 3. Struktur antosianin pada sorgum yaitu apigenidin dan
luteolinidin................................................................................ 7
Gambar 4. Struktur proantosianidin atau tanin pada sorgum ..................... 8
Gambar 5. Tepung ampas tahu dan produk berbahan baku ampas tahu .... 12
Gambar 6. Snack bar yang ada di pasaran ................................................. 14
Gambar 7. Reaksi reduksi terhadap warna dari senyawa DPPH ................ 17
Gambar 8. Diagram alir pembuatan tepung sorghum ................................ 19
Gambar 9. Diagram alir pembuatan tepung ampas tahu ............................ 20
Gambar 10. Diagram alir pembuatan snack bar........................................... 24
Gambar 11. Texture Analyzer ....................................................................... 32
Gambar 12. Diagram alir penentuan formula terbaik................................... 33
Gambar 13. Snack bar sorgum ampas tahu .................................................. 42
Gambar 14. Skor rata-rata penerimaan panelis terhadap atribut rasa
produk ....................................................................................... 46
Gambar 15. Skor rata-rata penerimaan panelis terhadap atribut aroma
produk ....................................................................................... 48
Gambar 16. Skor rata-rata penerimaan panelis terhadap atribut tekstur
produk ....................................................................................... 49
Gambar 17. Skor rata-rata penerimaan panelis terhadap keseluruhan
atribut produk ........................................................................... 50
Gambar 18. Kadar serat pangan dari keenam formula ................................. 52
Gambar 19. Grafik aktivitas antioksidan dari keenam formula ................... 54

ix
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
Lampiran 1. Kuesioner uji rating hedonik tahap I .........................................70
Lampiran 2. Rekapitulasi data hasil uji rating hedonik tahap I .....................71
Lampiran 3. Hasil analisis uji rating hedonik tahap I ....................................72
Lampiran 4. Kuesioner uji rating hedonik tahap II........................................73
Lampiran 5. Rekapitulasi data hasil uji ranting hedonik tahap II atribut
rasa ............................................................................................74
Lampiran 6. Hasil analisis uji rating hedonik atribut rasa metode ANOVA
dengan uji lanjut Duncan .........................................................75
Lampiran 7. Rekapitulasi data hasil uji ranting hedonik tahap II atribut
aroma .........................................................................................76
Lampiran 8. Hasil analisis uji rating hedonik atribut aroma metode
ANOVA dengan uji lanjut Duncan ...........................................77
Lampiran 9. Rekapitulasi data hasil uji ranting hedonik tahap II atribut
tekstur ........................................................................................78
Lampiran 10. Hasil analisis uji rating hedonik atribut tekstur metode
ANOVA dengan uji lanjut Duncan ...........................................79
Lampiran 11. Rekapitulasi Data Hasil Uji Ranting Hedonik Keseluruhan
(overall) .....................................................................................80
Lampiran 12. Hasil analisis uji rating hedonik overall metode ANOVA
dengan uji lanjut Duncan ..........................................................81
Lampiran 13. Hasil analisis kandungan serat pangan keenam formula...........82
Lampiran 14. Hasil pengolahan data total serat pangan dengan SPSS 15.......83
Lampiran 15. Kurva standard analisis kapasitas antioksidan tepung
sorgum, tepung ampas tahu, dan produk ...................................84
Lampiran 16. Lanjutan kurva standard analisis kapasitas antioksidan
tepung sorgum, tepung ampas tahu, dan produk .......................85
Lampiran 17. Data analisis aktivitas antioksidan tepung sorgum, tepung
ampas tahu, dan produk.............................................................86
Lampiran 18. Hasil pengolahan data aktivitas antioksidan dengan SPSS 15 ..87
Lampiran 19. Data analisis kadar air tepung sorgum, tepung ampas tahu,

x
dan produk.................................................................................88
Lampiran 20. Hasil pengolahan data kadar air dengan SPSS 15 .....................89
Lampiran 21. Data analisis kadar mineral tepung sorgum, tepung ampas
tahu, dan produk ........................................................................90
Lampiran 22. Hasil pengolahan data kadar mineral dengan SPSS 15 .............90
Lampiran 23. Data analisis kadar protein tepung sorgum, tepung ampas
tahu, dan produk ........................................................................91
Lampiran 24. Hasil pengolahan data kadar protein dengan SPSS 15..............92
Lampiran 25. Data analisis kadar lemak tepung sorgum, tepung ampas tahu,
dan produk.................................................................................93
Lampiran 26. Hasil pengolahan data kadar lemak dengan SPSS 15 ...............94
Lampiran 27. Data analisis kadar karbohidrat tepung sorgum, tepung
ampas tahu, dan produk.............................................................95
Lampiran 28. Hasil pengolahan data kadar karbohidrat dengan SPSS 15 ......96
Lampiran 29. Data kandungan mineral snack bar formula terbaik .................97
Lampiran 30. Hasil pengukuran warna snack bar formula terbaik .................97
Lampiran 31. Data analisis kekerasan dengan Texture Analyzer ....................97
Lampiran 32. Informasi nilai gizi snack bar sorgum ampas tahu terpilih .......98

xi
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pertumbuhan penduduk yang tinggi menimbulkan persoalan bagi bangsa
Indonesia dalam hal penyediaan pangan, sandang, dan papan yang cukup sulit.
Demikian pula dengan masalah kekurangan gizi dan pangan yang tidak membawa
manfaat kesehatan bagi yang mengkonsumsi semakin hari semakin bertambah,
sehingga menimbulkan gangguan kesehatan manusia. Keadaan tersebut
disebabkan kurangnya pemanfaatan sumber daya yang tersedia.
Indonesia merupakan negara penghasil berbagai serealia yang mengandung
banyak nutrisi penting bagi tubuh manusia. Serealia berpotensi untuk
dimanfaatkan sebagai bahan baku makanan. Namun, saat ini masyarakat
Indonesia sangat bergantung pada gandum dan beras. Tingginya permintaan
masyarakat Indonesia akan beras dan gandum mengharuskan pemerintah untuk
mengimpor komoditi tersebut dari luar negeri padahal masih banyak sumber
pertanian yang dapat berfungsi sebagai pengganti gandum maupun beras guna
menjadi bahan baku pangan berkualitas.
Saat ini banyak berkembang produk makanan baru yang menawarkan
berbagai manfaat kesehatan bagi yang mengkonsumsinya. Banyaknya variasi
produk makanan baru kian menambah variasi pilihan konsumen dalam memilih
makanan yang akan dikonsumsinya sehingga konsumen akan memilih makanan
yang lebih berguna bagi tubuhnya. Berbagai kandungan gizi dapat diperoleh
hanya dengan mengkonsumsi satu jenis makanan. Semakin praktis dan bergizi
suatu produk makanan, maka akan memberikan nilai jual lebih bagi produk
tersebut.
Sorgum (Sorghum bicolor L) merupakan salah satu jenis serealia yang dapat
tumbuh di Indonesia. Penggunaan hasil sorgum di Indonesia sebagian besar untuk
industri makanan ternak. Di samping itu peningkatan penggunaan sorgum sebagai
bahan pangan yang memiliki kandungan gizi lengkap masih sangat terbatas.
Sorgum mengandung senyawa senyawa polifenol yang memiliki daya
antioksidan sangat besar, lebih besar dari vitamin E dan vitamin C yang selama ini
dikenal sebagai antioksidan alami (Awika dan Rooney, 2004).

1
Konsumsi suplemen serat bukan hal yang harus dipromosikan di negara
Indonesia, apabila masyarakat telah mengenal dan mengkonsumsinya dari
berbagai sumber, khususnya sayuran, buah, dan biji-bijian. Mengkonsumsi serat
lebih dari 35 gram, sebenarnya sudah tidak membutuhkan tambahan lagi. Namun
demikian, pergeseran pola konsumsi masyarakat Indonesia saat ini tengah
berlangsung secara dramatis, khususnya pada mereka yang tinggal di perkotaan.
Sesuai dengan irama hidupnya orang kota cenderung meninggalkan produk-
produk pangan konvensional yang umumnya kaya akan serat.
Serat kedelai yang diperoleh dari pengeringan ampas tahu merupakan salah
satu yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber serat bagi tubuh. Pemanfaatan ini
menambah diverifikasi dan memberikan nilai tambah gizi limbah ampas tahu
selain sebagai pakan ternak dan bahan baku dalam pembuatan oncom. Tepung
ampas tahu dapat memenuhi kecukupan serat pangan harian hingga lebih dari
100% tiap 100 gram. Oleh karena itu, tepung ampas tahu dapat dijadikan sebagai
bahan baku pangan fungsional.
Penggabungan serat kedelai dan sorgum sebagai bahan dasar produk pangan
memungkinkan untuk dihasilkannya suatu pangan fungsional berupa snack bar
kaya serat dengan efek sinergis serat pangan dan senyawa polifenol sebagai
pangan antioksidan yang diterima konsumen. Dengan adanya produk snack bar
tersebut diharapkan konsumsi sorgum dan serat kedelai sebagai sumber serat dan
antioksidan dapat ditingkatkan.

B. Tujuan Penelitian
1. Mendapatkan formulasi snack bar sorgum ampas tahu yang dapat
diterima, disukai secara organoleptik, mengandung zat gizi serat pangan,
antioksidan, dan mineral yang tinggi.
2. Menentukan karakteristik kimia dan fisik snack bar sorgum ampas tahu.

C. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah snack bar sorgum
ampas tahu dapat memenuhi kebutuhan zat gizi harian manusia yang
mengkonsumsi terutama serat pangan, antioksidan berupa senyawa polifenol, dan
mineral (Ca, Fe, dan Zn). Zat-zat gizi tersebut diharapkan dapat membantu

2
menurunkan kolesterol, mencegah pertumbuhan kanker kolon, mengatasi
sembelit, dan berbagai masalah nutrisi lainnya. Informasi data snack bar sorgum
ampas tahu yang diperoleh, diharapkan dapat dimanfaatkan oleh industri kecil dan
industri rumah tangga.

3
II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Sorgum (Sorghum bicolor L)


Sorgum (Sorgum bicolor L) adalah serealia yang berpotensial untuk
dibudidayakan dan dikembangkan, khususnya pada daerah marginal dan kering di
Indonesia. Biji sorgum memiliki bentuk bulat lonjong dengan ukuran sekitar 4 x
2,5 x 3,5 mm. Komponen utama biji sorgum adalah perikarp, testa, endosperm
dan embrio (Laimeheriwa, 1990). Untuk lebih jelasnya struktur penampang
melintang dari biji sorgum disajikan pada Gambar 1.

lembaga

perikarp

Gambar 1. Struktur biji sorgum (www.fao.org)


Keunggulan sorgum adalah daya adaptasi agroekologi yang luas, tahan
terhadap kekeringan, produksi tinggi, serta lebih tahan terhadap hama dan
penyakit dibanding tanaman pangan lain. Selain itu, tanaman sorgum memiliki
kandungan nutrisi yang baik, sehingga dapat digunakan sebagai sumber bahan
pangan alternatif. Biji sorgum memiliki kandungan karbohidrat tinggi dan sering
digunakan sebagai bahan baku industri bir, pati, gula cair atau sirup, etanol, lem,
cat, kertas dan industri lainnya. Daerah penghasil sorgum dengan pola
pengusahaan tradisional adalah Jawa Tengah (Purwodadi, Pati, Demak,
Wonogiri), Daerah Istimewa Yogyakarta (Gunung Kidul, Kulon Progo), Jawa

4
Timur (Lamongan, Bojonegoro, Tuban, Probolinggo), dan sebagian Nusa
Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur (Sirappa, 2003).
Menurut Hulse et al. (1980) sorgum termasuk famili Graminae dan
merupakan tanaman musim panas meskipun beberapa varietasnya dapat
beradaptasi dengan iklim setempat. Sorgum tumbuh secara efektif pada daerah
tropis dengan ketinggian 700 meter di atas permukaan laut, suhu 20-380C,
kelembaban udara 20-40%, curah hujan 380-1100 mm/tahun, dan kisaran pH 5,5-
8,5. Komposisi kimia dari biji sorgum dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi kimia biji sorgum

Komposisi Kimia Biji Sorgum (%)


Bagian Biji
Karbohidrat Protein Lemak Abu Serat
Biji utuh 73.80 12.30 3.60 1.67 2.20
70.00 * 11.00 * 3.00 * 1.80 * 3.00 *
71.00 ** 10.40 ** 3.40 ** - 2.00 **
80.96 *** 6.23 *** 0.98 *** 1.49 *** 10.34 ***
Endosperm 82.50 12.30 0.60 0.37 1.30
Kulit biji 34.60 6.70 4.90 2.02 8.60
Lembaga 13.40 18.90 28.10 10.36 2.60
Kandungan Mineral
Ca Fe Zn P
Biji utuh
320 45 26 358
Sumber : www.fao.org
*Hulse, et al. (1980)
**Platt (1962)
*** Yanuar (2009)

Sorgum mengandung berbagai senyawa bioaktif yang beberapa diantaranya


adalah komponen fenolik, sterol tanaman dan polikosanol (stanol). Fenol
membantu dalam pertahanan alami tanaman melawan hama dan penyakit,
sedangkan sterol tanaman dan polikosanol merupakan komponen penting dari lilin
dan minyak tanaman (Rooney dan Serna, 2000). Senyawa fenolik pada sorgum
memiliki aktivitas antioksidan, sifat menurunkan kolestrol dan berbagai kegunaan
lain untuk kesehatan. Fenol dalam sorgum terbagi menjadi dua kategori yaitu
asam fenolat dan flavonoid. Asam fenolat merupakan turunan asam sinamat dan

5
benzoat, sedangkan flavonoid meliputi tanin dan antosianin sebagai konstituen
yang paling banyak diisolasi dari sorgum (Awika dan Rooney, 2004). Struktur
asam fenolik dari sorgum dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Struktur asam fenolik pada sorgum yaitu turunan asam benzoat dan
turunan asam sinamat (Awika dan Rooney, 2004)
Antosianin merupakan salah satu kelas utama dari flavonoid yang paling
banyak dipelajari dari sorgum (Awika dan Rooney, 2004). Antosianin pada
sorgum tidak seperti antosianin pada umumnya. Antosianin yang terkandung
dalam sorgum dinilai unik karena strukturnya tidak memiliki gugus hidroksil pada
cincin karbon (C) nomor 3 sehingga dinamakan 3-deoksiantosianin. Keunikan
tersebut menyebabkan antosianin pada sorgum lebih stabil pada pH tinggi
dibanding antosianin yang diisolasi dari buah-buahan atau sayur-sayuran pada
umumnya. Antosianin pada sorgum yang telah diidentifikasi adalah apigenidin
dan luteolinidin. Struktur apigenidin dan luteolinidin dapat dilihat pada Gambar
3.

6
R1 = H1R2 = H1R3 = H :apigenidin
R1 = OH1R2 = H1R3 = H : luteolinidin
Gambar 3. Struktur antosianin pada sorgum yaitu apigenidin
dan luteolinidin (Awika dan Rooney, 2004)
Komponen flavonoid yang lain dari sorgum selain antosianin adalah senyawa
tanin. Tanin adalah senyawa fenolik yang larut dalam air dengan berat molekul
antara 500-3000 kDa. Senyawa tanin pada sorgum memiliki berbagai peranan,
antara lain untuk melindungi biji dari predator burung, serangga, dan kapang
(Fusarium tapsinum dan Aspergillus flavus) dengan bertindak sebagai fitoaleksin
dan meningkatkan rasa astringen sehingga sorgum tidak disukai. Tanin dari
sorgum menunjukkan aktivitas antioksidan yang sangat tinggi secara in vitro.
Tanin dengan berat molekul tinggi memiliki aktivitas antioksidan terbaik
dibandingkan antioksidan alami lainnya. Hal tersebut berhubungan dengan
banyaknya jumlah cincin aromatik dan gugus hidroksil yang dimiliki oleh tanin,
dimana semakin banyak jumlah cincin aromatik dan gugus hidroksil akan semakin
tinggi aktivitas antioksidannya. Tanin tidak dapat berperan sebagai prooksidan
sehingga dinilai sebagai salah satu antioksidan yang potensial bagi tubuh. Struktur
tanin pada sorgum dapat dilihat pada Gambar 4.

7
Gambar 4. Struktur proantosianidin atau tanin pada sorgum
(Awika dan Rooney, 2004)

Menurut Deprez et al. (2001), proantosianidin dalam bentuk monomer sampai


trimer dapat diserap dengan baik oleh sel monomer usus. Ikatan interflavan pada
proantosianidin tidak stabil pada lingkungan asam lambung (pH 2) sehingga dapat
didegradasi dari proantosianidin dengan berat molekul besar menjadi monomer
dan dimer. Hal tersebut tentunya akan meningkatkan ketersediaan biologis
proantosianidin. Proantosianidin yang tidak terdegradasi oleh enzim-enzim
percernaan akan didegradasi oleh mikroflora di usus besar menjadi asam fenolik
yang kemudian dapat diserap dan mendatangkan banyak manfaat.
Asam fenolik lebih mudah diserap daripada komponen fenol lainnya karena
ukurannya yang kecil (Scalbert et al., 2002). Pada buah-buahan, senyawa ini
umumnya dalam bentuk bebas, namun sorgum dan serealia lainnya sebagian besar
asam fenolik dalam bentuk teresterifikasi dengan dinding sel. Meskipun demikian,
mikroflora di usus memiliki kemampuan untuk memisahkan diferulat
teresterifikasi dan asam hidroksisinamat. Asam fenolik terikat yang terkandung
pada sorgum berjumlah kurang lebih 85% dari total asam fenolik.
Polikosanol merupakan campuran alkohol alifatik berbobot molekul tinggi
dan merupakan komponen lapisan lilin tanaman. Polikosanol yang terkandung
dalam sorgum sekitar 0.2% dari bijinya dan lebih tinggi dari serealia lainnya.
Setiap 100 gram sorgum diperkirakan mengandung 30 mg polikosanol. Menurut

8
Mc Carthy (2002), polikosanol berpotensi menurunkan kolesterol dibandingkan
statin, obat penurun kolesterol yang mahal dan berpotensi bahaya. Castano et al.
melaporkan, 10 mg polikosanol per hari lebih efektif dalam menurunkan LDL dan
meningkatkan HDL daripada 20 mg lovastatin per hari serta tidak menimbulkan
efek toksik bagi yang mengkonsumsi bahkan hingga dosis yang tinggi. Manfaat
lain dari polikosanol adalah pada peroksidasi lipid, agregasi platelet, dan
proliferasi sel otot halus. Oleh karena itu, polikosanol dapat menjadi pangan
alternatif pengganti statin.
Sorgum memiliki berbagai efek positif bagi kesehatan yang berkaitan erat
dengan berbagai komponen bioaktif terutama senyawa fenolik yang dimilikinya
(Awika dan Rooney, 2004). Peranan sorgum dalam mencegah cardiovascular
disease (CVD) dilaporkan oleh Cho et al. (2000) yang menyatakan bahwa ekstrak
heksana sorgum dapat menghambat pembentukan 3-hidroksi-3-metilglutaril CoA
(HMG-CoA) reduktase pada sel hati tikus. Penelitian dari Lee dan Pan (2003)
juga melaporkan bahwa senyawa tanin sorgum dapat menghambat 63-97%
oksidasi asam linoleat pada hemoglobin dibandingkan kedelai (13%) dan dedak
padi (78%). Kemampuan sorgum dalam menurunkan kadar kolestrol darah juga
dilaporkan oleh yang menyatakan bahwa dedak sorgum memiliki kemampuan
menurunkan kadar kolestrol darah lebih baik dibanding gandum dan jagung.
Manfaat kesehatan sorgum lainnya adalah peranannya dalam membantu
ketersediaan pangan bagi penderita diabetes militus dan obesitas yang dibuktikan
oleh penelitian Awika dan Rooney (2004) yang menyatakan bahwa senyawa tanin
pada sorgum menyebabkan sorgum dicerna lebih lambat dibanding serealia lain.
Menurut Muriu et al. (2002), mekanisme yang terjadi disebabkan senyawa tanin
yang terdapat pada sorgum akan menurunkan nilai gizi makanan yang dikonsumsi
dengan cara berikatan dengan protein dan karbohidrat membentuk suatu komplek
yang lambat didegradasi oleh enzim-enzim pencernaan. Mekanisme peranan
sorgum dalam menghambat obesitas lainnya adalah kemampuan senyawa tanin
pada sorgum untuk berikatan dengan enzim-enzim pencernaan seperti sukrase,
amylase, tripsin, kimotripsin dan lipase (Al-Mamary et a.l, 2001; Lizardo et al.,
1995).

9
Aktivitas anti mutagenik sorgum dibuktikan oleh penelitian Grimmer et al.
(1992) yang menunjukkan bahwa senyawa tanin pada sorgum memiliki aktivitas
anti mutagenik lebih tinggi dibanding senyawa tanin dengan berat molekul lebih
rendah. Sebuah studi yang dilakukan oleh Turner et al. (2006) melaporkan bahwa
tanin dari dedak sorgum dapat mereduksi kanker kolon pada tikus percobaan,
dimana studi dilakukan dengan cara pemberian diet berupa dedak sorgum hitam,
selulosa dan sorgum putih. Aktivitas antikanker kolon terbaik didapat pada dedak
sorgum hitam dimana hasil yang didapat diduga berkorelasi dengan adanya
aktivitas antioksidan dari sorgum. Mekanisme anti kanker kolon dari sorgum
memiliki hubungan erat dengan senyawa tanin pada sorgum. Mekanisme tersebut
mengacu pada penelitian yang telah dilakukan oleh Rios et al. (2002) yang
melaporkan bahwa senyawa tanin tidak terdegradasi setelah melewati saluran
pencernaan pada manusia. Tanin baru akan terdegradasi oleh mikroflora yang
terdapat di kolon menjadi asam fenolik yang dapat berperan sebagai antioksidan
di dalam sistem pencernaan di kolon (Rios et al., 2002).
Produksi sorgum Indonesia masih sangat rendah, bahkan secara umum
produk sorgum belum tersedia di pasar-pasar. Beberapa varietas sorgum yang
telah dikenal di Indonesia adalah Malang 26, Birdproof, Ketengu, Pretoria, Darsa
dan Cempaka. Varietas-varietas yang dikembangkan oleh Balai Penelitian
Tanaman Pangan Bogor diantaranya adalah varietas UPCA-S1, UPCA-S2, No.46,
No.6c dan No.7c. Menurut Suarni (2004), balai penelitian tanaman serealia
Indonesia pada tahun 2001 telah melepas dua varietas sorgum unggul baru yaitu
Kawali dan Numbu yang berasal dari India. Potensi hasil kedua varietas tersebut
masing-masing 4,76 ton/ha dan 5,05 ton/ha dengan rata-rata hasil 3,0 ton/ha dan
berumur 90 hari. Varietas Kawali dan Numbu memiliki tangkai yang kompak dan
besar, tahan terhadap rebah, penyakit karat serta penyakit bercak daun. Kedua
varietas ini ditanam di beberapa daerah antara lain di Demak (Jawa Tengah),
Gunungkidul dan daerah Bantul (Daerah Istimewa Yogyakarta).

10
B. Tepung Ampas Tahu
Ampas tahu atau okara (Martos dan Ruprez, 2009) merupakan residu
berserat yang diperoleh dari pengolah susu kedelai dan tahu. Ampas tahu masih
mempunyai kandungan protein yang relatif tinggi karena pada proses pembuatan
tahu tidak semua bagian protein kedelai bisa terekstrak. Ampas tahu mengandung
20% - 27% bk protein (Katayama dan Wilson, 2008) dan 53.23% bb serat pangan
(Hartono, 2004). Tepung ampas tahu diperoleh dari penepungan ampas tahu yang
telah dikeringkan. Pemanfaatan ampas tahu dalam bentuk tepung memudahkan
dalam penyimpanannya, pengaplikasian, dan pengoptimalan kadar protein dan
serat.
Pembuatan tepung ampas tahu sebagai alternatif ingredient pangan fungsional
meliputi tahap pengepresan, pembersihan, pengeringan dengan drum drier,
penghalusan dengan disc mill, dan pengayakan hingga diperoleh tepung ampas
tahu dengan tingkat kehalusan 100 mesh (Sulistiani, 2004).

Tabel 2. Karakteristik ampas tahu dan tepung ampas tahu


Ampas Tahu (% Tepung Ampas Tahu (%
Hasil Analisis
basis basah) basis basah)
Air 89.88 5.74
7.99 *
Protein 1.32 10.80
16.45 *
Lemak 2.20 14.49
8.84 *
Abu 0.30 9.02
2.86 *
Karbohidrat 6.33 59.95
63.86 *
Serat pangan larut 0.96 9.46
16.56 *
Serat pangan tidak larut 4.73 38.26
36.67 *
Total serat pangan 5.69
53.23
*
Sumber: Sulistiani (2004)
*Hartono (2004)

11
Berdasarkan Tabel 2, dapat dilihat perubahan ampas tahu sebelum dan
sesudah menjadi tepung ampas tahu atau tepung serat kedelai. Tepung ampas tahu
ternyata masih memiliki karakteristik kimia yang baik.
Dalam kaitannya dengan pemenuhan kecukupan konsumsi serat, 100 g
tepung ampas tahu mampu memenuhi kebutuhan serat pangan (dietary fiber)
sebesar 190.88%, dengan rata-rata kecukupan serat pangan sebesar 25
g/orang/hari (Hartono,2004). Menurut FDA (2009), bahan pangan dapat dikatakan
tinggi serat pangan (high dietary fiber) apabila dapat memenuhi 20% Angka
Kecukupan Gizi (AKG), sehingga tepung ampas tahu ini dapat diklaim sebagai
pangan tinggi serat. Gambar tepung ampas tahu dan produk berbahan baku ampas
tahu yang dijual dipasaran dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Tepung ampas tahu dan produk berbahan baku


ampas tahu

Tepung ampas tahu banyak dimanfaatkan diberbagai negara. Salah satu


makanan Jepang terkenal dibuat dari ampas tahu adalah Unohana-iri., sedangkan
di Indonesia adalah oncom. Seiring berkembangnya kesadaran masyarakat akan
pentingnya mengkonsumsi serat pangan, penggunaan ampas tahu sebagai bahan
baku pangan meningkat. Saat ini, perkembangan tersebut bukan hanya terbatas

12
pada produk fermentasi ampas tahu, melainkan mulai dijadikan bahan baku kue
antara lain muffin, cookies, brownies, dan produk lainnya.
Ampas tahu yang telah ditepungkan sangat memungkinkan untuk dijadikan
sebagai pangan fungsional (functional food) berupa snack bar karena tepung
ampas tahu mengandung serat pangan dalam jumlah cukup tinggi. Tingginya
kandungan serat pangan yang dimiliki tepung ampas tahu sangat bermanfaat
untuk memenuhi kebutuhan serat harian manusia (25g/orang/hari). Serat pangan
yang terkandung dalam tepung ampas tahu dapat dimanfaatkan sebagai prebiotik
bagi mikroflora di usus manusia (Martos dan Ruprez, 2009).

C. Maizena
Maizena merupakan salah satu jenis bahan pengikat. Bahan pengikat adalah
bahan yang digunakan dalam makanan untuk mengikat air yang terdapat dalam
adonan. Fungsi bahan pengikat adalah untuk menurunkan penyusutan akibat
pemasakan, memberi warna yang terang, meningkatkan elastisitas produk,
membentuk tekstur yang padat, dan menarik air dari adonan.
Maizena dibuat dari jagung yang telah mengalami tahap-tahap proses
pembersihan dalam air 50C selama 30-36 jam, pemisahan lembaga,
pengembangan, penggilingan halus, penyaringan, sentrifugasi, pencucian, dan
pengeringan pati (Winarno, 1997). Maizena mempunyai granula-granula yang
berbentuk poligonal dan bulat. Diameter maizena berkisar antara 5-25 mikron
(Elingosa, 1994). Kandungan zat gizi tepung maizena per 10 gram adalah sebagai
berikut: kadar air 14%, kadar abu 0.8%, protein 0.3%, lemak 0%, dan karbohidrat
98.8%.
Maizena mempunyai rasa yang tidak manis dan tidak larut dalam air dingin,
tetapi di dalam air panas dapat membentuk sol atau gel yang bersifat kental.
Fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi tidak terlarut disebut amilopektin.
Amilosa mempunyai struktur lurus, sedangkan amilopektin memiliki struktur
bercabang (Winarno, 1997). Perbandingan antara amilosa dan amilopektin
berbeda untuk setiap jenis pati dan tergantung tumbuhan spesies asalnya.
Kandungan amilosa maizena adalah 24%, sedangkan amilopektin maizena sebesar
76%. Perbandingan kandungan amilosa dan amilopektin berperan dalam
pembentukan adonan. Semakin besar kandungan amilopektin atau semakin kecil

13
kandungan amilosa bahan yang digunakan, semakin lekat produk olahannya
(Winarno, 1997).
D. Snack bar
Snack bar merupakan produk baru bagi masyarakat Indonesia. Snack bar
adalah peganan padat yang berbentuk batang dan merupakan campuran dari
berbagai bahan kering seperti sereal, kacang-kacangan, buah-buahan kering yang
digabungkan menjadi satu dengan bantuan binder. Binder dalam bars dapat
berupa sirup, nougat, karamel, coklat, dan lain-lain. Snack bar disukai oleh
masyarakat negara lain karena bentuknya yang praktis sehingga dapat dimakan
tanpa kesulitan. Gambar 6 memperlihatkan berbagai produk snack bar yang ada
di pasaran.

Gambar 6. Snack bar yang ada di pasaran

Kebanyakan snack bar saat ini digunakan sebagai pangan fungsional.


Menurut FAO (2007), pasar pangan fungsional meningkat sebesar 8% sampai 14
%. Hal tersebut diperkirakan akan berlanjut dan meningkatkan permintaan
terhadap pangan fungsional seiring perubahan demografi populasi serta
peningkatan penyakit yang disebabkan gaya hidup.
Formulasi produk bar seperti formulasi cookies. Kemudahan tersebut
memberi kesempatan besar kepada pembuat untuk berkreasi. Dalam penelitian ini
bars diasumsikan mampu bertindak sebagai media peningkatan gizi terutama serat
pangan baik bagi kelompok umum dan kelompok khusus karena formula bahan
dapat disesuaikan dengan kebutuhan gizi serta keperluan penerimaan
organoleptik.
Biasanya snack bar dikemas dalam kemasan sekali makan demi kepraktisan.
Untuk melayani permintaan masyarakat akan makanan yang praktis dan mudah

14
dikonsumsi, akan dikembangkan produk snack bar berbasis sorgum dan tepung
ampas tahu. Setelah ditemukan produk yang memiliki tingkat penerimaan terbaik,
maka produk snack bar tersebut akan dianalisis untuk mengetahui sifat
fisikokimianya.

E. Aktivitas Antioksidan
Antioksidan mempunyai arti perlawanan oksidasi. Pada saat radikal bebas
menerima elektron dari antioksidan, maka senyawa ini tidak reaktif lagi dan tidak
merusak sel akibat proses oksidasi telah terputus.
Menurut Pokorny et al. (2008), golongan flavonoid yang memiliki aktivitas
antioksidan meliputi flavon, flavonol, isoflavon, katekin dan flavonol. Sementara
turunan asam sinamat meliputi asam kafeat, asam fenolat, asam klorogenat dan
lain-lain. Senyawa antioksidan alami polifenolik ini bersifat multifungsional dan
dapat bereaksi sebagai pereduksi, penangkap radikal, pengkelat logam dan
peredam terbentuknya singlet oksidan. Kira-kira 2% dari seluruh karbon yang
difotosintesis oleh tumbuhan diubah menjadi flavonoid atau senyawa yang
berkaitan erat dengannya, sehingga flavonoid merupakan salah satu golongan
fenol yang terbesar. Lebih lanjut disebutkan bahwa sebenarnya flavonoid terdapat
dalam semua jenis tumbuhan, sehingga pastilah ditemukan pula pada setiap
ekstrak tumbuhan. Kebanyakan golongan flavonoid dan senyawa yang berkaitan
erat dengannya memiliki sifat-sifat antioksidan.
Proses oksidasi yang disebabkan oleh radikal bebas terdiri dari tiga tahap
utama, yaitu inisiasi, propagasi dan terminasi. Reaksi yang terjadi adalah sebagai
berikut ;

Inisiasi : RH R + H (1)
Propagasi : R + O2 ROO (2)
: ROO + RH ROOH + R (3)

Terminasi : ROO + ROO (4)


R + ROO
R + R

15
Pada tahap inisiasi terjadi pembentukan senyawa radikal yang bersifat tidak
stabil dan sangat reaktif akibat dari hilangnya satu atom hidrogen (reaksi 1). Pada
tahap propagasi, radikal asam lemak akan bereaksi dengan oksigen membentuk
radikal peroksi (reaksi 2). Radikal peroksi akan menyerang asam lemak
menghasilkan hidroperoksida dan radikal asam lemak baru (reaksi 3). Tanpa
adanya antioksidan, reaksi oksidasi lemak akan mengalami terminasi dengan
membentuk kompleks radikal bebas (reaksi 4). Hidroperoksida yang terbentuk
bersifat tidak stabil kemudian terdegradasi lebih lanjut menghasilkan senyawa-
senyawa karbonil rantai pendek seperti aldehida, keton dan alkohol.
Tang (1992) menyatakan bahwa senyawa fenolik dapat mencegah terjadinya
autooksidasi yang disebabkan radikal bebas karena termasuk golongan
antioksidan. Peranan senyawa fenolik sebagai antioksidan berkaitan dengan
peranannya sebagai donor atom hidrogen pada senyawa radikal. Antioksidan akan
bereaksi dengan senyawa radikal, terutama radikal peroksi (ROO), reaksi yang
terjadi adalah sebagai berikut ;

ROO + AH2 ROOH + AH (5)


AH + AH A + AH2 (6)

Senyawa fenolik akan bertindak sebagai donor hidrogen (reaksi 5) atau


akseptor radikal peroksi terhadap senyawa radikal. Setelah terjadi reaksi antara
antioksidan fenolik dengan senyawa radikal, akan terbentuk radikal fenolik yang
tidak cukup aktif untuk melakukan reaksi propagasi. Radikal fenolik ini pada
umumnya akan diinaktivasi menggunakan radikal lainnya sehingga membentuk
produk yang tidak aktif (reaksi 6).
Salah satu metode yang banyak digunakan untuk menentukan aktivitas
antioksidan suatu bahan adalah metode DPPH. DPPH (2,2-dyphenyl-1-
picrylhydrazil) merupakan senyawa radikal bebas yang stabil dalam larutan
metanol yang berwarna ungu tua. Reaksi reduksi terhadap warna dari senyawa
DPPH dapat dilihat pada Gambar 6.

16
Gambar 7. Reaksi reduksi terhadap warna dari senyawa DPPH
(www.naturalsolution.co.kr )

Mekanisme reaksi yang terjadi adalah proses reduksi senyawa DPPH oleh
antioksidan yang menghasilkan pengurangan intensitas warna dari larutan DPPH.
Pemudaran warna akan mengakibatkan penurunan nilai absorbansi sinar tampak
dari spektrofotometer. Reaksi yang terjadi adalah pembentukan , -diphenyl--
picrylhydrazine, melalui kemampuan antioksidan menyumbang hidrogen.
Semakin pudarnya warna DPPH setelah direaksikan dengan antioksidan
menunjukkan aktivitas antioksidan yang semakin besar pula.

17
III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Bahan
Bahan yang digunakan dalam pembuatan snack bar ini, yaitu sorgum varietas
kawali, tepung maizena (Maizenaku), tepung ampas tahu yang dibuat di
laboratorium, selai nenas yang yang dibuat di laboratorium (TPT=67%), susu
bubuk fullcream (Dancow Enrich rasa vanila), telur, dan minyak goreng (Bimoli
Special). Bahan yang digunakan untuk analisis, yaitu heksana, HCl, K2SO4, HgO,
H2SO4, NaOH-Na2S2O3, H3BO3, indikator MR-MB (campuran 2 bagian merah
metal 0.2% dalam alkohol dan 1 bagian methylene blue 0.2% dalam alkohol),
indikator phenoptalein, DPPH (1,1-diphenil-2-picrylhydrazil), metanol pro
analysis, 0.1 M buffer fosfat pH 6.0, alpha amylase, HCl, pepsin, aluminium foil,
NaOH, pankreatin, aseton, etanol 78%, etanol 95% , kertas saring, dan aquades.

B. Alat dan Instrumen


Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah disc mill, mixer, ayakan
100 mesh, kain saring, pengaduk, gelas ukur, loyang aluminium, oven, pisau
stainless steel, blender, pengaduk, wadah alumunium, panci, kompor gas, dan
wadah plastik. Alat untuk analisis yang digunakan adalah pipet mohr, neraca
analitik, gelas kimia, gelas ukur, tabung reaksi, erlenmeyer, labu takar, pipet tetes,
hot plate, centrifuse, tray dryer, desikator, Atomic Absorption Spectrophotometer,
Chromameter CR-300 (Minolta Camera, Co. Japan 82281029), Texture Analyzer
dan Spectrophotometer.

18
C. Metode Penelitian
1. Penepungan sorgum (modifikasi Yanuar, 2009)
Sorgum varietas kawali yang diperoleh dari salah satu supplier di
Gunung Kidul disosoh dengan Satake Grain Mill selama 20 detik dengan
kapasitas 200 gram sekali sosoh. Setelah menjadi biji sorgum bebas kulit,
sorgum ditepungkan dengan disc mill. Untuk menyeragamkan ukuran partikel
tepung, dilakukan pengayakan dengan automatic siever dengan kerapatan 100
mesh. Oleh karena itu, diperoleh tepung sorgum lolos ayakan 100 mesh dan
yang tidak lolos ayakan 100 mesh.

\
Biji sorgum utuh

Penyosohan 20 detik 200 g


dengan Satake Grain Mill

Biji sorgum (bebas dari kulit


luar dan lapisan tesla) dengan
kadar air 10.34% bb

Tepung tidak lolos


Penepungan dengan alat disc mill
ayakan 100 mesh

Pengayakan 100 mesh dengan automatic siever

Tepung sorgum

Gambar 8. Diagram alir pembuatan tepung sorgum

19
2. Penepungan ampas tahu (modifikasi Sulistiani, 2004)
Ampas tahu yang diperoleh dari pembuatan tahu skala laboratorium
dikeringkan ke dalam tray drier selama 5 jam pada suhu 50C - 65C. Ampas
tahu kering yang diperoleh ditepungkan dengan disc mill. Tepung ampas tahu
yang belum seragam ukuran partikelnya, diayak dengan automatic siever
ukuran 100 mesh. Tepung yang tidak lolos ayakan akan ditepungkan kembali
untuk meningkatkan rendemen tepung ampas tahu.

Ampas tahu

Pengeringan dalam tray dryer selama 5 jam (50C -


65C)

Ampas tahu kering kadar


air 7.90% bb

Penepungan dengan pin disc mill


selama 5 jam

Pengayakan 100 mesh dengan automatic siever Tepung ampas tahu


selama 5 jam

Tepung ampas tahu

Gambar 9. Diagram alir pembuatan tepung ampas tahu


selama 5 jam

20
3. Formulasi snack bar
Formulasi snack bar ini dibagi menjadi 3 tahap, yaitu penentuan
formulasi snack bar, penentuan suhu pemanggangan, dan pembuatan snack
bar menjadi enam formula berdasarkan variabel yang diberikan.
3.1. Penentuan formula snack bar (tahap I)
Tahap formulasi snack bar ini menggunakan berbagai bahan baku
yang biasa digunakan sebagai bahan baku utama snack bar seperti tepung
dan bahan pengikat. Formula terakhir yang diperoleh (formula V)
digunakan pada tahap selanjutnya, yaitu tahap pembuatan snack bar.
Tabel 3. Formulasi snack bar
Formula Bahan Jumlah (gram)
Tepung terigu 125
Tepung sorgum 14
Tepung ampas tahu 11
Margarin 20
I Madu 10
High frutose syrup 10
Susu full cream 8
Gula bubuk 32
Telur 8
Tepung terigu (sangrai) 5
Tepung tapioka (sangrai) 5
Tepung sorgum 10
Tepung ampas tahu 5
Margarin 10
Peanut butter 10
II
Madu 4
High frutose syrup 4
Susu full cream 4
Gula bubuk 5
Telur 4
Air 2

21
Tepung tapioka 10
Tepung sorgum 10
Tepung ampas tahu 5
High frutose syrup 10
III Susu full cream 4
Gula bubuk 5
Putih telur 4
Bubuk kayu manis 1
Air 2
Tepung tapioka 10
Tepung sorgum 10
Tepung ampas tahu 5
High frutose syrup 10
IV Susu full cream 4
Gula bubuk 5
Putih telur 4
Bubuk kayu manis 1
Minyak goreng 2
Tepung maizena 10
Tepung sorgum 10
Tepung ampas tahu 5
V Selai nenas 14
Susu full cream 4
Telur 6
Minyak goreng 3

3.2. Penentuan suhu pemanggangan snack bar (tahap II)


Alat pemanggang yang digunakan dalam formulasi ini adalah oven
dengan sumber bahan bakar gas elpiji. Penentuan suhu ini pertama-tama
dicari suhu yang tepat untuk bagian atas oven. Selanjutnya dicari suhu
bagian bawah yang tepat serta seragam hasilnya dengan suhu bagian atas
oven.

22
Tabel 4. Penentuan suhu pemanggangan
Bagian atas Bagian bawah
180C 180C
160C 160C
140C 140C

3.3. Pembuatan snack bar (tahap III)


Formula snack bar yang telah diperoleh pada tahap penentuan
formula (tahap I) diberi 2 perlakuan variabel antara lain persentase
penambahan tepung ampas tahu dan perbandingan sorgum dengan
maizena. Persentase tepung ampas tahu yang ditambahkan adalah 20%,
12%, dan 8% dari basis total tepung yang digunakan. Variabel
perbandingan sorgum dengan maizena yang digunakan adalah 3:1 dan
1:1. Oleh karena itu, diperoleh enam formula yang dibuat menjadi enam
produk snack bar.

Tabel 5. Formula snack bar

Bobot (gram)
Bahan A1B1 A2B1 A1B2 A2B2 A1B3 A2B3
(F1) (F2) (F3) (F4) (F5) (F6)
Sorgum 180 120 198 132 207 138
Maizena 60 120 66 132 69 138
Ampas tahu 60 60 36 36 24 24
Selai nenas 168 168 168 168 168 168
Telur 72 72 72 72 72 72
Susu bubuk 48 48 48 48 48 48
Minyak goreng 36 36 36 36 36 36
1
Formulasi dibuat dengan basis tepung 300 gram.
2
A=rasio sorgum:maizena (A1=3:1; A2=1:1); B=jumlah tepung ampas tahu
(B1=20%; B2=12%; B3=8%)

23
Bahan kering seperti tepung sorgum, tepung maizena, tepung ampas
tahu, dan susu bubuk full cream dicampur kering. Setelah itu
ditambahkan bahan basah seperti telur, selai nenas (TPT=67%), dan
minyak. Adonan dicampur sampai merata dan tidak lengket. Adonan
tersebut kemudian digiling (sheeting) dengan mesin sheeter pada
ketebalan 1.3 cm. Adonan yang telah digiling dengan ketebalan 1.3 cm,
dicetak dengan ukuran 10 cm x 3 cm. Adonan yang telah siap tersebut
dipanggang dengan suhu atas 160C dan suhu bawah 140C selama 25
menit. Setelah matang, bar didinginkan selama 30 menit lalu dikemas
dengan kemasan plastik aluminium.

Tepung sorgum, maizena, tepung serat kedelai,


dan susu bubuk

Pencampuran kering

Selai nenas, telur, dan


minyak goreng Pencampuran

Sheeting

Pencetakan 10 cm x 3cm x 1.3 cm

Pemanggangan suhu atas 160C suhu bawah 140C selama 25 menit

Pendinginan selama 30 menit


suhu bawah 140C

Snack Bar

Gambar 10. Diagram alir pembuatan snack bar

24
4. Analisis bahan baku (tepung ampas tahu dan tepung sorgum) dan
snack bar
4.1. Uji organoleptik (Adawiyah dan Waysima, 2008)
Uji organoleptik pada penelitan ini terdiri dari 2 tahap, yaitu
penentuan dua perbandingan sorgum dengan maizena yang disukai
(tahap I) dan uji organoleptik enam formula yang diperoleh dari
perlakuan dua variabel. Keenam formula tersebut (A1B1, A2B1, A1B2,
A2B2, A1B3, dan A2B3) dilakukan uji ranting hedonik pada atribut rasa,
aroma, tekstur, dan keseluruhan (overall). Skala yang digunakan adalah
skala 1 hingga 5 (1 = sangat tidak disukai hingga 5 = sangat disukai).
Panelis yang digunakan adalah panelis semi terlatih sebanyak 30 orang.
Data akan diolah dengan uji ANOVA dengan =0.05 dan uji lanjut
adalah uji Duncan.

4.2. Analisis kimia


4.2.1. Kadar serat pangan metode enzimatis (AOAC, 1995)
Sampel yang diukur kadar serat pangannya dalam penelitian
ini yaitu bahan baku (tepung sorgum dan tepung ampas tahu) dan
keenam formula hasil formulasi snack bar (A1B1, A2B1, A1B2,
A2B2, A1B3, dan A2B3). Dua gram sampel diekstrak lemaknya
dengan heksana selama 15 menit. Kemudian diambil 1 g dan
dimasukkan ke erlenmeyer dan ditambahkan 25 ml 0.1 M buffer
fosfat pH 6.0. Lalu ditambahkan 0.1 ml alpha amylase (termamyl
120 l) dan labu ditutup. Diinkubasi dalam penangas air panas (80C)
bergoyang selama 15 menit. Selanjutnya dibiarkan dingin dan
ditambahkan 20 ml air destilata, dan pH diatur menjadi 1.5 dengan
HCl. Lalu ditambahkan 0.1 gram pepsin, ditutup dengan aluminium
foil dan diinkubasi dalam penangas air bergoyang pada suhu 40C
selama 60 menit, kemudian ditambahkan 20 ml air destilata dan
diatur pH menjadi 6.8 dengan NaOH. Selanjutnya ditambahkan 0.1
gram pankreatin, kemudian labu ditutup dengan aluminium foil dan
diinkubasi dalam penangas air bergoyang pada suhu 40C selama 60
menit, serta pH diatur menjadi 4.5 dengan HCl. Kemudian disaring

25
dengan kertas saring Whatman no. 4.2, dicuci dengan 2 x 10 ml air
destilata. Residu (Insoluble Fiber). Residu dalam kertas saring dicuci
dengan dengan 2 x 10 ml etanol 90% dan 2 x 10 ml aseton. Kertas
saring dikeringkan pada suhu 105C sampai bobot tetap dan
ditimbang setelah didinginkan dalam desikator (DI). Kemudian
diabukan pada suhu 550C kurang lebih 5 jam setelah didinginkan
dalam desikator (LI).
Filtrat (Soluble Fiber). Volume filtrat diatur dan dicuci
dengan air sampai 100 ml, kemudian ditambahkan 400 ml etanol
95% hangat (60C) dan dibiarkan prespitasi selama satu jam (waktu
dapat diperpendek). Lalu disaring dengan Whatman no.4.2,
selanjutnya dicuci berturut-turut dengan 2 x 10 ml etanol 78%, 2 x
10 ml etanol 95% dan 2 x 10 ml aseton. Setelah kertas saring
dikeringkan dalam desikator (D2), dan terakhir diabukan pada suhu
550C selama kurang lebih 5 jam serta ditimbang setelah
pendinginan dalam desikator (L2).
Dilakukan pula perhitungan nilai serat blanko dengan
menggunakan prosedur seperti di atas tetapi tanpa menggunakan
sampel.
Perhitungan:
%serat makanan tidak larut= [(D1-L1-B1)/W]x100% (1)
% serat makanan larut = [(D2-L2-B2)/W]x100% (2)
% total serat pangan = (1) + (2)

4.2.2. Aktivitas antioksidan (Choi, et al., 2007)


Sampel yang diukur aktivitas antioksidannya yaitu bahan
baku (tepung sorgum dan tepung ampas tahu) dan keenam formula
hasil formulasi snack bar (A1B1, A2B1, A1B2, A2B2, A1B3, dan
A2B3). Sebanyak 10 gram sampel dilarutkan dengan 50 ml metanol
dalam erlenmeyer 300 ml. Sampel diaduk dengan shaker kecepatan
35 rpm selama 24 jam. Sampel disentrifuse selama 15 menit dengan
kecepatan 3500 rpm. Supernatan disaring dengan kertas saring dan
akan menjadi larutan sampel. Sebanyak 2 ml larutan sampel

26
dimasukkan ke dalam tabung reaksi, lalu ditambahkan 7 ml metanol
(sebagai kontrol negatif adalah 9 ml metanol). Sebanyak 2 ml larutan
DPPH 1mM ditambahkan ke tabung reaksi lalu dikocok kuat
(vortex). Selanjutnya didiamkan selama 30 menit dalam suhu ruang
di ruang gelap. Setelah 30 menit, sampel diukur absorbansinya (A)
pada 517 nm. Hasil pengukuran absorbansi sampel dibandingkan
dengan kurva standar aktivitas antioksidan vitamin C (asam
askorbat) dengan satuan mg vitamin C equivalen/100g produk.

4.2.3. Kadar air metode oven (AOAC, 1995)


Sampel bahan baku (tepung sorgum dan tepung ampas tahu)
dan keenam formula hasil formulasi snack bar (A1B1, A2B1, A1B2,
A2B2, A1B3, dan A2B3) diukur kadar airnya. Cawan aluminium
dikeringkan dalam oven selama 15 menit, didinginkan dalam
desikator selama 15 menit, kemudian ditimbang. Sejumlah sampel
(sekitar 5 gram) dimasukkan ke dalam cawan yang telah diketahui
beratnya. Cawan beserta isi dikeringkan di dalam oven bersuhu
100C, didinginkan dalam desikator, dan ditimbang. Pengeringan
dilakukan sampai diperoleh bobot konstan. Perghitungan kadar air
dilakukan dengan menggunakan rumus:

Kadar air (% berat basah)= x 100 %

Keterangan: a = berat cawan dan sampel akhir (g)


b = berat cawan (g)
c = berat sampel awal (g)
4.2.4. Kadar abu (AOAC, 1995)
Sampel yang diukur kadar abunya adalah bahan baku (tepung
sorgum dan tepung ampas tahu) dan keenam formula hasil formulasi
snack bar (A1B1, A2B1, A1B2, A2B2, A1B3, dan A2B3). Cawan
porselin dikeringkan dalam oven selama 15 menit kemudian
didinginkan dalam desikator selama 15 menit dan ditimbang.
Sebanyak 3 gram 5 gram sampel ditimbang dan dimasukkan ke
dalam cawan porselin. Selanjutnya sampel dipanaskan di atas hot

27
plate sampai tidak berasap lagi, kemudian dilakukan pengabuan di
dalam tanur listrik pada suhu 400C-600C selama 4 jam-6 jam atau
sampai terbentuk abu berwarna putih, sampel kemudian didinginkan
dalam desikator, selanjutnya ditimbang.
Kadar abu (% berat basah): x 100%

Keterangan: a = berat cawan dan sampel akhir (g)


b = berat cawan (g)
c = berat sampel awal (g)

4.2.5 Kadar lemak metode soxhlet (AOAC, 1995)


Sampel bahan baku (tepung sorgum dan tepung ampas tahu)
dan keenam formula hasil formulasi snack bar (A1B1, A2B1, A1B2,
A2B2, A1B3, dan A2B3) diukur kadar lemaknya. Labu lemak yang
akan digunakan dikeringkan ke dalam oven bersuhu 100C-110C
selama 15 menit, didinginkan dalam desikator selama 15 menit, dan
ditimbang. Sampel yang telah dihaluskan ditimbang sebanyak 5
gram, bungkus dengan kertas saring dan dimasukkan ke dalam alat
ekstraksi (soxhlet) yang telah berisi pelarut heksana.
Refluks dilakukan selama 6 jam dan pelarut yang ada di
dalam labu lemak didistilasi. Selanjutnya labu lemak yang berisi
lemak hasil ekstraksi dipanaskan dalam over bersuhu 100C hingga
beratnya konstan, didinginkan dalam desikator, dan ditimbang.
Kadar lemak (% berat basah) = x 100%

Keterangan: a = berat labu dan sampel akhir (g)


b = berat labu kosong (g)
c = berat sampel awal (g)

4.2.6. Kadar protein metode Mikro-Kjeldhal (AOAC, 1995)


Sampel yang diukur kadar proteinnya adalah bahan baku
(tepung sorgum dan tepung ampas tahu) dan keenam formula hasil
formulasi snack bar (A1B1, A2B1, A1B2, A2B2, A1B3, dan A2B3).
Sejumlah kecil sampel sekitar 0.1 gram ditimbang dan diletakkan ke

28
dalam labu Kjeldhal. kemudian ditambahkan 1 gram K2SO4 , 40 mg
HgO, dan 2 ml H2SO4. Jika bobot sampel lebih dari 15 mg,
ditambahkan 0.1 ml H2SO4 untuk setiap 10 mg bahan organic di atas
15 mg. sampel didihkan sampai cairan menjadi jernih.
Larutan kemudian dimasukkan ke dalam alat destilasi, dibilas
dengan akuades, dan ditambahkan 8 ml larutan NaOH-Na2S2O3. Gas
NH3 yang dihasilkan dari reaksi dalam alat destilasi ditangkap oleh 5
ml H3BO3 dalam Erlenmeyer yang telah ditambahkan 3 tetes
indikator (campuran 2 bagian merah metil 0.2% dalam alkohol dan 1
bagian methylene blue 0.2% dalam alkohol). Ujung tabung
kondensor harus terendam di bawah larutan H3BO3. Kondesat
tersebut kemudian dititrasi dengan HCL 0.02 N yang sudah
distandardisasi hingga terjadi perubahan warna kondensat menjadi
abu-abu. Penetapan blanko dilakukan dengan menggunakan metode
yang sama seperti penetapan sampel. Kadar protein dihitung dengan
menggunakan rumus:

Kadar N(%)=

Kadar Protein (% berat basah) = %N x factor konversi (6.25)

4.2.7. Kadar karbohidrat (by difference)


Kadar karbohidrat bahan baku (tepung sorgum dan tepung
ampas tahu) serta keenam produk hasil formulasi (A1B1, A2B1,
A1B2, A2B2, A1B3, dan A2B3) diukur secara by difference.
Kadar karbohidrat (% berat basah) = 100% - (P+KA+A+L)
Keterangan: P = kadar protein (%)
KA = kadar air (%)
A = kadar abu (%)
L = kadar lemak (%)

4.2.8. Komposisi mineral Ca, Fe, dan Zn (Faridah et al., 2009)


Analisis komposisi mineral dilakukan dengan menggunakan
alat Atomic Absorption Spectrophotometer. Hanya produk formula
terbaik yang diukur kandungan mineral Ca, Fe, dan Zn. Persiapan

29
sampel yang dilakukan adalah sebagai berikut. Mula-mula sampel
sebanyak 1-2 g (untuk blanko tidak ditambahkan sampel)
dimasukkan ke dalam cawan porselin ukuran 50 ml yang telah
dikeringkan (1000C, 15 menit) dan telah didinginkan. Selanjutnya
sampel dibakar atau dioven 2500C sampai asapnya habis (2 jam) dan
diletakkan dalam tanur pengabuan 5500C selama 6 jam. Apabila
sampel tetap berwarna hitam ditambahkan 1 ml air destilata bebas
ion dan 1 ml HNO3 pekat. Kemudian diupakan sampai kering (110-
1500C), dan diabukan lagi 3500C selama 30 menit.
Setelah semua sampel telah menjadi abu berwarna putih,
ditambahkan 5 6 ml HCl pekat dan dipanaskan di hot plate dengan
suhu rendah sampai kering. Kemudian ditambahkan 15 ml HCl encer
(HCL: air = 1:1) dan dipanaskan kembali sampai mulai mendidih,
dan didinginkan. Larutan abu dituangkan ke dalam labu takar
melalui kertas saring. Cawan dibilas dengan HCl encer 10 ml dan
dipanaskan sampai mulai mendidih. Setelah didinginkan larutan
dituang kembali melalui kertas saring ke dalam labu takar.
Selanjutnya cawan dibilas dengan air destilata bebas ion minimal 3
kali, dan air bekas pembilasan juga dituang melalui kertas saring ke
dalam labu takar. Setelah itu labu takar ditepatkan sampai tanda
tera dengan air destilata, dan sampel siap dianalisis dengan Atomic
Absorption Spectrophotometer.
Kadar mineral (mg/l) =

Keterangan: a= konsentrasi sampel dari kurva standar (mg/L)


FP= faktor pengenceran
W= berat sampel (g)

4.3. Analisis fisik


4.3.1. Analisis Warna (Metode Hunter)
Pengukuran warna dilakukan dengan menggunakan alat
Chromameter CR-300 (Minolta Camera, Co. Japan 82281029) untuk
formula terbaik. Sebelum digunakan alat ini dikalibrasi dengan

30
standar warna putih. Sampel diletakkan pada tempat yang tersedia,
setelah menekan tombol start diperoleh nilai L, a dan b. Ketiga
parameter tersebut merupakan ciri notasi warna Hunter.
Notasi L berkisar antara 0 (hitam) hingga 100 (putih).
Notasi a menyatakan warna kromatik campuran merah-hijau dangan
nilai +a (positif) dari 0 sampai +100 untuk warna merah dan nilai a
(negatif) dari 0 sampai -80 untuk warna hijau. Notasi b menyatakan
warna kromatik campuran biru-kuning dengan nilai +b (positif) dari
0 sampai +70 untuk warna kuning dan nilai b (negatif) dari 0
sampai 80 untuk warna biru. Selanjutnya dari nilai a dan b dapat
dihitung 0Hue dengan rumus:

0
Hue = tan-1

Jika hasil yang diperoleh:


180 540 = produk berwarna red (R)
540 900 = produk berwarna yellow red (YR)
900 1260 = produk berwarna yellow (Y)
1260 1620 = produk berwarna yellow green (YG)
1620 1980 = produk berwarna green (G)
1980 2340 = produk berwarna blue green (BG)
2340 2700 = produk berwarna blue (B)
2700 3060 = produk berwarna blue purple (BP)
3060 3420 = produk berwarna purple (P)
3420 - 180 = produk berwarna red purple (RP)

4.3.2. Analisis tekstur


Kekerasan snack bar formula terbaik diukur dengan
menggunakan texture analyzer XT2i yang dinyatakan dalam satuan
gf (gram force). Texture analyzer XT2i dapat dilihat pada gambar
10. Alat ini dilengkapi dengan sistem komputerisasi sehingga harus
diatur sesuai dengan kebutuhan dan jenis produk yang diuji.
Sebelum dilakukan pengukuran contoh, terlebih dahulu dilakukan

31
kalibrasi probe. Bar yang diukur kekerasannya diletakkan dibawah
probe dan Quick Run Test ditekan.

Gambar 11. Texture Analyzer

Probe yang digunakan adalah P2, jarak probe yang dikalibrasi


sesuai dengan tinggi bar yaitu 4 mm dari bar. Probe P2 dapat dilihat
pada gambar 11. Setelah pengukuran selesai, nilai kekerasan bar
dapat dilihat pada layar komputer. Pengaturan texture analyzer pada
pengukuran bar dapat dilihat Tabel 6.

Tabel 6. Pengaturan texture analyzer pada pengukuran bar


Test Mode Option Measure Force in Compression Return to Start
Parameters Pre test speed 2.0 mm/s
Test speed 0.5 mm/s
Post test speed 10.0 mm/s
Distance 4 mm
Trigger Type Auto
Force 5g
Force Grams
Distance Milimeters
Data acquisition rate 200 pps

32
5. Pemilihan formula terbaik snack bar
Pemilihan formula snack bar terbaik pada penelitian ini didasarkan pada hasil
uji organoleptik, analisis serat pangan, dan analisis aktivitas antioksidan. Prioritas
pertama pemilihan formula terbaik ini adalah uji organoleptik sedangkan yang
kedua adalah kadar serat pangan dan aktivitas antioksidan.

Enam formula hasil formulasi


(A1B1, A2B1, A1B2, A2B2,
A1B3, dan A2B3)

Uji organoleptik (Rating hedonik


atribut rasa, aroma, tekstur, dan
overall)

Formula yang paling disukai


berdasarkan atribut rasa, aroma,
tekstur, dan overall

Analisis aktivitas Analisis kadar serat


antioksidan tertinggi pangan tertinggi

Formula terbaik

Gambar 12. Diagram alir penentuan formula terbaik

33
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Penepungan Sorgum
Penelitian ini menggunakan sorgum dengan varietas kawali yang diperoleh
dari kabupaten Gunung Kidul, DI Yogyakarta. Varietas ini banyak digunakan di
beberapa daerah penghasil sorgum. Selain itu, varietas ini mudah dibiakkan dan
memiliki potensi hasil yang tinggi.
Biji sorgum utuh harus disosoh untuk menghilangkan sekamnya sehingga
memudahkan proses penepungan. Pemilihan waktu penyosohan 20 detik
berdasarkan tingkat efisiensi penyosohan terhadap aktivitas antioksidan setelah
disosoh dan penerimaan panelis (Yanuar, 2009). Lapisan testa dalam perikarp
pada sorgum, banyak terdapat senyawa fenolik. Dua jenis pigmen yang terdapat
pada biji sorgum yaitu senyawa karotenoid dan senyawa polifenol yang terdapat
pada lapisan testa.
Penyosohan dilakukan menggunakan alat penyosoh Satake Grain Mill dengan
bobot sorgum sekali penyosohan adalah 200 gram selama 20 detik. Alat penyosoh
berfungsi untuk mengupas kulit biji sorgum dengan gaya gesekan yang terjadi
antara batu gerinda dengan biji sorgum,dan gesekan antar biji sorgum itu sendiri.
Berdasarkan penelitian Yanuar (2009), sorgum yang disosoh selama 20 detik akan
memiliki rendemen sebesar 85.6% .dan kadar air 10.34%
Tahap selanjutnya setelah penyosohan yaitu penepungan. Alat-alat yang dapat
digunakan untuk menepungkan sorgum antara lain hammer mill, roller mill, dan
pin mill. Alat penepung yang digunakan pada penelitian ini yaitu disc mill. Alat
ini terdiri dari dua piringan , satu piringan bersifat statis sedangkan piringan
lainnya berputar (dinamis). Prinsip kerja alat ini yaitu adanya gesekan antara
kedua piringan tersebut yang menyebabkan hancurnya biji menjadi partikel yang
lebih kecil.
Menurut Fellows (2000), disc mill cocok untuk menggiling produk-produk
pangan kering seperti pati, sedangkan hammer mill cocok untuk pangan berserat
seperti rempah-rempah. Selain itu, kecepatan putar disc mill lebih tinggi yaitu 80-
160 m/s dibandingkan hammer mill (40-50 m/s). Kecepatan putar yang lebih
tinggi diperlukan untuk menghasilkan tepung dengan ukuran partikel kecil.

34
Hancuran biji sorgum yang keluar dari alat penepung memiliki ukuran yang
tidak seragam sehingga perlu dilakukan pengayakan. Ukuran ayakan yang
digunakan yaitu 100 mesh dengan menggunakan automatic siever di pilot plan
SEAFAST. Rendemen tepung hasil penepungan dan pengayakan yaitu 28.67%
dari berat biji awal sebelum disosoh. Tepung yang tidak lolos ayakan dapat
digunakan sebagai bahan baku makanan lain untuk memaksimalkan penggunaan
sorgum seperti pembuatan bubur, flakes, tortilla, dan minuman pengganti sarapan.
B. Penepungan Ampas Tahu
Tepung adalah produk olahan pangan setengah jadi yang diolah dari bahan
asalnya menjadi berbentuk butiran halus. Tepung belum dapat dikonsumsi secara
langsung, tetapi harus diolah menjadi produk pangan siap santap. Ampas tahu
yang telah diubah menjadi bentuk tepung dimaksudkan untuk memudahkan
aplikasinya dalam pembuatan snack bar dibandingkan dalam bentuk asalnya yang
berupa ampas tahu basah yang tentunya sangat sulit untuk diformulasikan ke
dalam bentuk snack bar. Ampas tahu dalam bentuk tepung juga memudahkan
dalam hal penyimpanan karena memiliki daya simpan yang jauh lebih lama
dibandingkan ampas tahu basah.
Proses pembuatan tepung ampas tahu diawali dengan proses pengepresan
ampas tahu dengan menggunakan kain saring. Pengepresan bertujuan untuk
mengurangi kadar air ampas tahu. Hal ini tentunya akan mempermudah proses
selanjutnya, yaitu pada proses pengeringan. Setelah melalui proses pengepresan,
ampas tahu dikeringkan dengan menggunakan tray dryer pada suhu 50C - 65C
selama 5 jam dan menghasilkan ampas tahu kering dengan kadar air 7.90%.
Setelah itu, proses dilanjutkan dengan penggilingan tepung menggunakan
disc mill. Untuk memperoleh ukuran partikel yang lebih seragam, ampas tahu
kering yang telah dihancurkan diayak dengan automatic siever ukuran 100 mesh,
sehingga diperoleh tepung ampas tahu yang halus dan mudah untuk diaplikasi
pada pembuatan snack bar. Tepung yang tidak lolos ayakan 100 mesh kembali
ditepungkan dengan disc mill untuk memaksimalkan rendemen ampas tahu.
Rendemen tepung ampas tahu yang diperoleh adalah 9.89% dari ampas tahu
basah. Sisa tepung ampas tahu yang tidak lolos ayakan masih dapat digunakan

35
kembali sebagai bahan baku pangan lainnya, antara lain brownies ampas tahu,
cookies, flakes, dan cereal pengganti sarapan.
C. Formulasi Snack Bar
1. Penentuan formulasi snack bar
Formulasi snack bar dibagi menjadi tiga tahap yaitu, penentuan
formulasi snack bar, penentuan suhu pemanggangan, dan pembuatan snack
bar menjadi enam formula berdasarkan variabel yang diberikan. Tahap I
formulasi ini menggunakan berbagai bahan baku yang pada umumnya
menjadi bahan baku utama snack bar seperti tepung dan bahan pengikat.
Formula pertama yang dibuat dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Formula I pada tahap formulasi snack bar


Keterangan
Bahan Bobot (gram)

Tepung terigu 125


Tepung sorgum 14
Tepung ampas tahu 11
Margarin 20 Renyah dan aroma langu
Madu 10 yang kuat
High frutose syrup 10
Susu full cream 8
Gula bubuk 32
Telur 8

Formula I tersebut memiliki karakteristik yang masih jauh dari


karakteristik snack bar. Formula ini lebih menyerupai cookies karena
penambahan margarin yang cukup banyak, selain itu terdapat aroma langu
yang sangat tajam pada produk, sehingga diperlukan penambahan flavor
tambahan untuk mengurangi aroma langu tersebut serta mengurangi
penggunaan margarin pada produk.
Tahap formulasi selanjutnya menggunakan bahan pengikat berupa tepung
tapioka dan peanut butter sebagai pemberi rasa. Tepung tapioka mengandung
17% amilosa dan 83% amilopektin. Perbandingan amilosa dan amilopektin

36
akan mempengaruhi sifat kelarutan dan derajat gelatinisasi pati. Semakin
kecil kandungan amilosa atau semakin tinggi kandungan amilopektinya, maka
pati cenderung menyerap air lebih banyak. Pati yang kandungan
amilopektinnya tinggi akan membentuk gel yang tidak kaku, sedangkan pati
yang kandungan amilopektinnya rendah akan membentuk gel yang kaku
(Winarno, 1997). Untuk memaksimalkan proses gelatinisasi, semua bahan
dasar tepung disangrai terlebih dahulu, selain itu, ditambahkan pula sedikit air
agar membantu proses gelatinisasi tersebut. Formula II dapat dilihat pada
Tabel 8.

Tabel 8. Formula II pada tahap formulasi snack bar


Keterangan
Bahan Bobot (gram)

Tepung terigu (sangrai) 10


Tepung tapioka (sangrai) 10
Tepung sorgum 20
Tepung ampas tahu 10
Margarin 20
Peanut butter 20 Tekstur padat dan retak
pada permukaan
Madu 8
High frutose syrup 8
Susu full cream 8
Gula bubuk 10
Telur 8
Air 4

Penggunaan tepung tapioka membuat tekstur bar lebih padat daripada


bar yang tidak ditambahkan tapioka. Akan tetapi, tidak ada perbedaan yang
nyata antara tepung yang disangrai dengan yang tidak disangrai. Formula ini
memiliki tekstur permukaan bar yang retak setelah proses pemanggangan.
Hal ini karena pengembangan yang terlalu berlebihan sehingga tekstur
permukaan mengalami keretakan yang tentunya akan mengurangi nilai
penerimaan sensori produk bar tersebut.

37
Oleh karena itu, formula yang dibuat selanjutnya (formula III) tidak ada
penambahan margarin maupun peanut butter untuk mencegah pengembangan
yang berlebihan dan tidak dilakukan penyangraian pada bahan tepung, selain
itu bagian telur yang ditambahkan hanya bagian putih telur karena kuning
telur berfungsi sebagai perenyah sedangkan putih telur sebagai perekat pada
produk. HFS yang ditambahkan pada formula ini lebih banyak daripada
formula sebelumnya agar adonan tidak kering akibat tidak ditambahkan
margarin dan peanut butter. Formula III juga ditambahkan bubuk kayu manis
untuk mengurangi aroma langu yang disebabkan tepung ampas tahu. Formula
III dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Formula III pada tahap formulasi snack bar


Keterangan
Bahan Bobot (gram)

Tepung tapioka 10
Tepung sorgum 10
Tepung ampas tahu 5
High frutose syrup 10 Tekstur sangat keras dan

Susu full cream 4 bagian dalam belum


matang
Gula bubuk 5
Putih telur 4
Bubuk kayu manis 1
Air 2

Namun, produk dari formula III memiliki tekstur yang sangat keras
sehingga sulit untuk dikonsumsi, selain itu bagian dalam bar tidak matang.
Hal tersebut mungkin dikarenakan tidak ada penambahan lemak pada produk
sehingga produk tersebut menjadi sangat keras.
Berdasarkan hasil formula III, formula IV yang dibuat selanjutnya diberi
penambahan minyak goreng agar tekstur menjadi lebih baik dan dapat matang
merata. Komposisi formula IV dapat dilihat pada Tabel 10.

38
Tabel 10. Formula IV pada tahap formulasi snack bar
Keterangan
Bahan Bobot (gram)

Tepung tapioka 10
Tepung sorgum 10
Tepung ampas tahu 5
High frutose syrup 10 Produk sangat kering dan
Susu full cream 4 sangat beremah
Gula bubuk 5
Putih telur 4
Bubuk kayu manis 1
Minyak goreng 2

Formula IV ini menghasilkan produk yang sangat kering dengan remah


yang sangat banyak. Hal tersebut tentunya akan mempersulit orang yang
mengkonsumsi produk ini. Oleh karena itu, diperlukan binder yang lebih baik
daripada HFS agar masalah remah ini dapat teratasi.
Maizena banyak digunakan sebagai bahan pengikat pada pembuatan
pangan. Proses pembuatan banana bar yang dilakukan oleh Vera (2009)
menggunakan maizena sebagai bahan pengikat. Berdasarkan acuan literatur
tersebut, formula selanjutnya (formula V) menggunakan bahan pengikat yaitu
tepung maizena untuk menggantikan tepung tapioka. Selain itu, selai nenas
akan digunakan dalam formulas V ini berfungsi sebagai pemberi flavor dan
sebagai bahan pelekat seperti karamel yang sering terdapat pada snack bar
komersial. Telur yang digunakan pada formula ini adalah campuran kuning
telur dan putih telur. Air dan HFS tidak ditambahkan pada formula ini.
Komposisi formula V dapat dilihat pada Tabel 11.

39
Tabel 11. Formula V pada tahap formulasi snack bar
Bahan Bobot (gram) Keterangan
Tepung maizena 10
Tepung sorgum 10
Permukaan tidak retak,
Tepung ampas tahu 5 aroma nenas mengurangi
Selai nenas 14 aroma langu, dan remah
Susu full cream 4 sedikit
Telur 6
Minyak goreng 3

Formula ini memiliki karakteristik yang baik. Produk yang tidak retak
dengan remah yang sedikit serta adanya aroma nenas sehingga mengurangi
bau langu yang disebabkan oleh ampas tahu. Oleh karena itu, formula ini
akan menjadi formula snack bar sorgum ampas tahu.

2. Penentuan suhu pemanggangan


Tahap selanjutnya (tahap II) adalah penentuan suhu pemangganan. Alat
pemanggang yang digunakan adalah oven dengan panas berasal dari api yang
dikendalikan oleh sumber gas. Alat ini mempunyai kontrol masing-masing
untuk suhu bagian atas dan bagian bawah. Suhu penentuan yang diuji adalah
180C, 160C, dan 140C untuk suhu bagian atas maupun bagian bawah.
Hasil penentuan suhu pemanggangan dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Penentuan suhu pemanggangan


Bagian Suhu (C) Keterangan
180 Case hardening, 20 menit
Atas 160 Matang, 25 menit
140 Keras, 35 menit
180 Hangus
160 Hangus
Bawah
150 Matang
140 Matang, warna seperti suhu atas 160C

40
Suhu 180C terlalu tinggi untuk pembuatan bar sorgum ampas tahu.
Produk yang dihasilkan mengalami case hardening yaitu bagian permukaan
produk sudah matang kecoklatan namun bagian dalam produk masih belum
matang sempurna. Bagian atas permukaan produk yang dipanggang pada
suhu 160C matang sempurna, namun bagian bawah produk memiliki warna
yang lebih coklat. Pemanggangan pada suhu 160C membutuhkan waktu 25
menit. Suhu 140C membutuhkan waktu 35 menit pada proses
pemanggangan, selain itu tekstur produk yang dihasilkan lebih keras
dibandingkan dengan produk yang dipanggang ada suhu 160C. Oleh sebab
itu, suhu pemanggangan atas yang digunakan adalah suhu 160C.
Suhu bagian bawah yang diujikan adalah suhu 180C, 160C, 150C, dan
140C. Suhu bawah 180C dan 160C menghasilkan warna bagian dasar
produk hangus. Suhu 150C menghasilkan bar yang matang, namun
menghasilkan warna yang lebih gelap dibandingkan bagian atas produk yang
dipanggang pada suhu atas oven 160C. Suhu oven bagian bawah yang dapat
menghasilkan kematangan yang merata dengan suhu bagian atas 160C
adalah suhu 140C.

3. Pembuatan snack bar


Variabel yang digunakan pada penelitian ini adalah persentase tepung
ampas tahu (basis berat total tepung) dan perbandingan sorgum terhadap
maizena. Pemilihan dua taraf untuk variabel perbandingan sorgum terhadap
maizena dilakukan dengan uji organoleptik tahap I. Hasil uji organoleptik
rating kesukaan (Lampiran 3) terhadap keseluruhan atribut produk
menunjukkan sampel dengan perbandingan sorgum maizena 3:1 dan 1:1
merupakan sampel yang paling disukai diantara perbandingan sorgum dengan
maizena lainnya, yaitu 100% sorgum, 4:1, dan 2:1.
Selanjutnya, kedua perbandingan tersebut akan di formulasikan dengan
tepung ampas tahu dan bahan baku lainnya. Ampas tahu yang digunakan pada
formulasi ini terdiri dari tiga persentase, yaitu 20%, 12%, dan 8%. Oleh
karena itu akan diperoleh enam formulasi snack bar sorgum ampas tahu
(Tabel 13) yang selanjutnya akan dilakukan uji orgnoleptik tahap II, uji kadar

41
serat pangan, dan aktivitas antioksidan untuk menentukan formula terbaik
dari keeenam formula tersebut. Gambar snack bar sorgum ampas tahu dapat
dilihat pada Gambar 13.

Tabel 13. Enam formulasi snack bar sorgum ampas tahu


Perbandingan sorgum Persentase tepung ampas tahu basis total tepung
dengan maizena 20% (B1) 12% (B2) 8% (B3)
3:1 (A1) A1B1 A1B2 A1B3
1:1 (A2) A2B1 A2B2 A2B3

Gambar 13. Snack bar sorgum ampas tahu

D. Analisis Kimia Tepung Ampas Tahu dan Tepung Sorgum


Analisis ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran awal kandungan bahan
terutama yang terkait dengan karakter snack bar berbahan baku tepung ampas
tahu dan tepung sorgum. Analisis proksimat terhadap tepung ampas tahu dan
sorgum meliputi kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, aktivitas
antioksidan, dan kadar serat pangan (total serat pangan, serat pangan larut, dan
serat pangan tidak larut).

42
Tabel 14. Hasil analisis tepung ampas tahu dan tepung sorgum
Kandungan Zat Gizi Tepung Ampas Tahu (bk) Tepung Sorgum (bk)
Kadar air 10.21 % 9.43 %
Kadar abu 2.92 % 1.45 %
Kadar lemak 19.80 % 4.16 %
Kadar protein 35.16 % 7.58 %
Kadar karbohidrat 31.91 % 77.38 %
Kadar serat pangan larut 3.25 % 2.44 %
Kadar serat pangan tak larut 32.65 % 7.55 %
Kadar total serat pangan 35.90 % 9.98 %
Aktivitas antioksidan 3.39 mg vit C eqi/100g 43.58 mg vit C eqi/100g

Kadar air perlu ditetapkan karena sangat berpengaruh terhadap daya simpan
bahan. Makin tinggi kadar air suatu bahan, maka makin besar pula kemungkinan
bahan tersebut rusak atau tidak tahan lama. Menurut Winarno (1997), jumlah
kandungan air pada bahan-bahan terutama bahan-bahan pertanian akan
mempengaruhi daya tahan bahan terhadap serangan mikroba. Untuk
memperpanjang daya simpan suatu bahan, maka sebagian air dari bahan
dihilangkan sehingga mencapai kadar air tertentu.
Pengeringan pada tepung bertujuan untuk mengurangi kadar airnya sampai
batas tertentu sehingga pertumbuhan mikroba dan aktivitas enzim penyebab
kerusakan pada tepung dan pati dapat dihambat. Batas kadar air minimum dimana
mikroba masih dapat tumbuh adalah 14-15% (basis basah) (Winarno,1997). Kadar
air maksimal yang ditetapkan SNI untuk tepung-tepungan adalah 15% (bb).
Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 14 , nilai kadar air tepung ampas tahu
sebesar 10.21% (bk) dan tepung sorgum adalah 9.43% (bk). Kadar air hasil
analisis cukup baik karena sesuai dengan ketentuan SNI dan mencapai kadar air
yang aman (dari mikroba), yaitu kurang dari 15%.
Kadar abu menunjukkan besarnya kandungan mineral dalam tepung. Mineral
merupakan zat anorganik dalam bahan yang tidak terbakar selama proses
pembakaran di dalam tanur. Pengabuan juga merupakan tahapan persiapan contoh
yang harus dilakukan pada analisis mineral.

43
Kadar abu sangat dipengaruhi oleh jenis bahan yang dianalisis. Secara
kuantitatif nilai kadar abu dalam tepung yang dihasilkan berasal dari mineral-
mineral ampas tahu. Hasil analisis menunjukkan bahwa kadar abu tepung ampas
tahu adalah 2.92% (bk), sedangkan tepung sorgum adalah 1.45% (bk).
Metode ekstraksi soxhlet merupakan metode analisis kadar lemak secara
langsung dengan cara mengekstrak lemak dari bahan dengan pelarut organik non-
polar seperti heksana, petroleum eter, dan dietil eter. Ekstraksi dilakukan dengan
cara refluks pada suhu yang sesuai dengan titik didih pelarut yang digunakan.
Jumlah lemak perberat bahan yang diperoleh menunjukkan kadar lemak kasar
(curd fat) artinya komponen yang terekstrak oleh pelarut organik bukan hanya
lemak/minyak, tetapi komponen lain yang larut pelarut organik, seperti vitamin
larut lemak A,D,E,dan K serta karotenoid (Faridah et al., 2009).
Berdasarkan Tabel 14, hasil analisis kadar lemak tepung ampas tahu
diperoleh sebesar 19.80% (bk) dan tepung sorgum adalah 4.16% (bk). Kadar
lemak tepung ampas tahu yang relatif tinggi dapat mengganggu proses gelatinisasi
karena lemak mampu membuat kompleks dengan amilosa sehingga amilosa tidak
dapat keluar dari granula pati (Lopulalan,2008). Lemak juga dapat menghambat
proses gelatinisasi dengan cara sebagian lemak akan diserap oleh permukaan
granula, sehingga terbentuk lapisan lemak yang bersifat hidrofobik disekeliling
granula pati. Hal ini akan menyebabkan kekentalan dan kelekatan pati berkurang
akibat jumlah air berkurang untuk terjadinya pengembangan granula pati
(Marissa, 2010).
Data menunjukkan kadar protein tepung ampas tahu sebesar 35.16% dan
tepung sorgum adalah 7.58%. Kadar protein yang dihasilkan tepung ampas tahu
tinggi. Tingginya kadar protein dalam tepung ampas tahu sangatlah diharapkan.
Tepung dengan kandungan protein yang tinggi tidak memerlukan bahan subsitusi
protein lagi dalam aplikasinya. Kadar protein yang terkandung dalam tepung
sorgum pun cukup tinggi.
Serat merupakan golongan karbohidrat yang tidak dapat dicerna oleh usus
manusia. Namun keberadaan serat ini sangatlah penting. Pada dasarnya serat
dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok serat kasar (Crude Fiber) dan
kelompok serat pangan (Dietary Fiber). Kelompok serat kasar terdiri dari selulosa,

44
hemiselulosa, dan lignin. Tabel 14 menunjukkan total serat pangan (TDF) tepung
ampas tahu sebesar 35.90%, dengan rincian 32.65% (bk) untuk IDF dan 3.25%
(bk) untuk SDF sedangkan TDF yang terkandung pada tepung sorgum adalah
9.98% dengan IDF 7.55% dan SDF sebesar 2.44%. Tingginya kandungan serat
pangan pada tepung ampas tahu dapat digunakan sebagai sumber utama serat
untuk produk snack bar ini.
Secara umum, antioksidan didefinisikan sebagai senyawa yang dapat
menunda, memperlambat dan mencegah proses oksidasi. Dalam arti khusus,
antioksidan adalah zat yang dapat menunda atau mencegah terjadinya reaksi
oksidasi radikal bebas. Antioksidan dinyatakan sebagai senyawa yang secara
nyata dapat memperlambat oksidasi, walaupun dengan konsentrasi yang lebih
rendah dibanding substrat yang dapat dioksidasi (Pokorny et al, 2008).
Aktivitas antioksidan tepung sorgum adalah 43.58 mg eqivalen vitamin
C/100g sampel, sedangkan tepung ampas tahu adalah 3.39 mg eqivalen vitamin
C/100g sampel. Kandungan antioksidan yang tinggi pada tepung sorgum,
umumnya didominasi oleh komponen fenolik. Tepung sorgum yang digunakan
dalam formulasi snack bar ini akan menjadi sumber utama ketersediaan
antioksidan pada produk.

E. Analisis Formula Snack Bar


1. Uji organoleptik (Adawiyah dan Waysima, 2008)
Penilaian organoleptik (daya terima) banyak digunakan untuk menilai
mutu komoditas hasil pertanian dan makanan. Penilaian cara ini sering
dilakukan karena dapat dilaksanakan dengan cepat dan langsung. Penilaian
daya terima dapat dilakukan dengan mencicipi, mencium aroma, melihat
warna, walaupun penilaiannya bersifat subyektif.
Uji organoleptik yang digunakan adalah uji rating hedonik. Panelis
diminta untuk menilai keenam sampel (A1B1, A2B1, A1B2, A2B2, A1B3,
dan A2B3) dari tingkat sangat tidak disukai (nilai 1) hingga sangat disukai
(nilai 5) pada uji rating hedonik dengan tanpa membandingkan karakteristik
antar produk. Form uji organoleptik dapat dilihat pada Lampiran 4.

45
Karakteristik sensori yang diujikan melalui uji rating hedonik adalah
rasa, aroma, teksur, dan overall. Hasil rekapitulasi data uji rating hedonik
yang diperoleh tersebut kemudian diolah dengan program SPSS 15 dengan uji
ANOVA dan uji lanjut Duncan Test. Output data dari ANOVA adalah tabel
Test of Between-Subjects Effects dan uji lanjut Duncan Test adalah tabel
Multiple Comparison. Hasil uji rating hedonik ini untuk menyeleksi dan
mendapatkan formula terbaik berdasarkan penerimaan sensori yang
selanjutnya akan dibandingkan dengan kadar total serat pangan dan aktivitas
antioksidan. Hasil yang diperoleh dari uji rating hedonik antara lain:

1.1. Rasa
Rasa merupakan faktor yang menentukan tingkat kesukaan
konsumen pada produk pangan. Atribut rasa meliputi asin, asam, manis,
pahit, dan umami. Sebagian dari atribut ini dapat terdeteksi pada kadar
yang sangat rendah. Rasa makanan sangat ditentukan oleh formulasi
produk tersebut. Rasa dinilai dengan adanya tanggapan rangsangan
kimiawi oleh lidah.

4.00 3.50c 3.57c


3.27bc 3.43c
Tingkat Kesukann Rasa

3.50 2.97b
3.00 2.63a
2.50
2.00
1.50
1.00
0.50
0.00
A1B1 A2B1 A1B2 A2B2 A1B3 A2B3
Formula

1
A=rasio sorgum:maizena (A1=3:1; A2=1:1); B=jumlah tepung
ampas tahu (B1=20%; B2=12%; B3=8%)
Gambar 14. Skor rata-rata penerimaan panelis terhadap atribut rasa
produk

46
Hasil uji rating hedonik terhadap atribut rasa dapat dilihat pada
Gambar 14. Pada saat pengujian panelis diminta menilai tingkat
kesukaannya terhadap rasa sampel tanpa membandingkan antar sampel.
Setelah dilakukan sidik ragam (ANOVA) menggunakan program SPSS
versi 15 terdapat perbedaan kesukaan yang nyata di antara keenam
sampel pada taraf 95% dengan nilai signifikansi sampel (0.000) jauh
lebih kecil daripada nilai signifikansi acuan (0.05).
Berdasarkan hasil uji lanjut (uji Duncan), formula A1B2, A2B2,
A1B3, dan A2B3 tidak berbeda nyata (p<0.05). Keempat formula
tersebut memiliki penerimaan netral hingga suka (3.27 3.57). Formula
A1B1 memiliki skor penerimaan atribut terendah dibanding kelima
formula lainnya, yaitu 2.63 (agak tidak suka netral). Grafik
menunjukan semakin banyak penambahan tepung ampas tahu, semakin
rendah tingkat kesukaan produk pada atribut rasa. Perbandingan sorgum
dan maizena 3:1 dan 1:1 tidak mempengaruhi penerimaan atribut rasa.
Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan Test terhadap data rating
hedonik yang dapat dilihat pada Lampiran 6.

1.2. Aroma
Aroma atau bau makanan sering menentukan kelezatan bahan
makanan. Aroma lebih banyak berhubungan dengan panca indera
pembau. Aroma baru dapat dikenali apabila berbentuk uap dan molekul-
molekul komponen aroma tersebut harus sampai menyentuh silia sel
olfaktori. Aroma yang diterima oleh hidung dan otak merupakan
campuran empat bau utama yaitu harum, asam, tengik, dan hangus
(Winarno 1997).

47
3.50 3.33b 3.20b
3.10ab 3.03ab 3.03ab

Tingkat Kesukaan Aroma


3.00 2.77a
2.50
2.00
1.50
1.00
0.50
0.00
A1B1 A2B1 A1B2 A2B2 A1B3 A2B3
Formula
1
A=rasio sorgum:maizena (A1=3:1; A2=1:1); B=jumlah tepung
ampas tahu (B1=20%; B2=12%; B3=8%)
Gambar 15. Skor rata-rata penerimaan panelis terhadap atribut
aroma produk

Hasil organoleptik menunjukkan formula A2B1, A1B2, A2B2,


A1B3, dan A2B3 tidak berbeda untuk atribut aroma pada taraf
kepercayaan 95%. Penerimaan kelima formula tersebut adalah netral
suka (3.03 3.33). Hasil analisis sidik ragam dan uji lanjut Duncan Test
terhadap data rating hedonik aroma yang dapat dilihat pada Lampiran 8.
Aroma keenam formula (A1B1, A2B1, A1B2, A2B2, A1B3, dan A2B3)
hampir serupa satu sama lain sehingga saat dilakukan uji organoleptik,
panelis kesulitan untuk merating keenam formula tersebut. Pola yang
terlihat pada Gambar 15 menunjukkan aroma produk dengan
perbandingan sorgum maizena 1:1 lebih tidak disukai daripada produk
yang mengandung sorgum banding maizena 3:1. Namun berdasarkan
hasil olahan data secara statistik, perbedaan tersebut tidak nyata.

1.3. Tekstur
Tekstur merupakan salah satu parameter kritis pada penerimaan
keseluruhan suatu produk pangan. Tekstur merupakan atribut yang cukup
penting karena penilaian utama bars biasanya dari teksturnya. Penilaian
terhadap tekstur dapat berupa ukuran remahan bars ketika dikonsumsi.

48
4.00
3.27b 3.43b 3.40b

Tingkat Kesukaan Tekstur


3.50 3.07b
3.00 2.67a 2.63a
2.50
2.00
1.50
1.00
0.50
0.00
A1B1 A2B1 A1B2 A2B2 A1B3 A2B3
Formula
1
A=rasio sorgum:maizena (A1=3:1; A2=1:1); B=jumlah tepung
ampas tahu (B1=20%; B2=12%; B3=8%)
Gambar 16. Skor rata-rata penerimaan panelis terhadap atribut
tekstur produk

Berdasarkan Gambar 16, formula A1B2, A2B2, A1B3, dan A2B3


memiliki skor penerimaan atribut tekstur tertinggi yaitu 3.07 3.40
(netral suka). Hal tersebut menunjukkan semakin banyak penambahan
tepung ampas tahu, tekstur permukaan serta remah yang dihasilkan
produk semakin tidak disukai panelis. Keempat formula tersebut tidak
berbeda berdasarkan hasil analisis ANOVA (p<0.05) (Lampiran 10).
Formula A1B1 dan A2B1 memiliki skor penerimaan atribut tekstur
terendah, yaitu 2.67 dan 2.63. Kedua formula tersebut tidak berbeda
nyata karena pada tabel Duncan test berada pada satu subset yang sama.
Menurut komentar tambahan panelis, formula A1B1 dan A2B1 memiliki
tekstur permukaan yang retak serta remah yang banyak saat dikonsumsi.
Perlakuan perbandingan sorgum maizena 3:1 dan 1:1 tidak
mempengaruhi tingkat kesukaan panelis terhadap atribut tekstur produk.

1.4. Overall
Pengujian organoleptik secara keseluruhan (overall) ini bertujuan
untuk mengetahui tingkat kesukaan konsumen terhadap suatu produk
dari keseluruhan atribut yang ada pada produk. Panelis diminta untuk
membandingkan antar sampel secara keseluruhan dan menentukan rating

49
terkecil untuk sampel yang paling tidak disukai hingga rating tertinggi
untuk sampel yang paling disukai. Hasil uji rating hedonik secara
keseluruhan dapat dilihat pada Gambar 17.

4.00
3.30b 3.40b 3.40b 3.47b

Keseluruhan (Overall)
3.50

Tingkat Kesukaan
2.87a
3.00 2.67a
2.50
2.00
1.50
1.00
0.50
0.00
A1B1 A2B1 A1B2 A2B2 A1B3 A2B3
Formula
1
A=rasio sorgum:maizena (A1=3:1; A2=1:1); B=jumlah tepung
ampas tahu (B1=20%; B2=12%; B3=8%)
Gambar 17. Skor rata-rata penerimaan panelis terhadap
keseluruhan atribut produk

Berdasarkan hasil analisis rating hedonik secara overall, formula


A1B2, A2B2, A1B3, dan A2B3 memiliki skor penerimaan overall
tertinggi yaitu 3.30 3.47 (netral suka). Keempat formula tersebut
tidak berbeda berdasarkan hasil analisis ANOVA (p<0.05). Formula
dengan penambahan tepung ampas tahu tertinggi yaitu 20% memperoleh
skor penerimaan atribut tekstur terendah adalah A1B1 dan A2B1 dengan
nilai 2.67 dan 2.63. Kedua formula tersebut tidak berbeda nyata karena
pada tabel Duncan test (Lampiran 12) berada pada satu subset yang
sama. Grafik memperlihatkan semakin banyak penambahan tepung
ampas tahu semakin menurun tingkat kesukaan overall produk.
Perlakuan perbandingan sorgum dan maizena 3:1 dan 1:1 tidak
berpengaruh terhadap tingkat kesukaan overall keenam produk (A1B1,
A2B1, A1B2, A2B2, A1B3, dan A2B3).

50
2. Kadar serat pangan
Codex (ALINORM, 2009) mendefinisikan serat pangan sebagai polimer
karbohidrat dengan 10 atau lebih unit monomer yang tidak dapat dihidrolisis
oleh enzim endogenus dalam saluran pencernaan manusia (ALINORM
09/32/26,2009). Fungsi dari serat pangan dalam kesehatan dan penyakit
terutama kesehatan pencernaan, keseimbangan energi, kanker, jantung, dan
masalah diabetes menambah permintaan untuk meningkatkan kandungan
serat pangan (Lunn dan Butriss, 2007; Prosky, 2000; Scott et al., 2008; Slavin
dan Green, 2007).
Menurut karakteristik fisik dan pengaruhnya terhadap tubuh, serat
pangan dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu serat pangan larut air
(soluble dietary fiber) dan serat pangan tidak larut air (insoluble dietary
fiber). Serat pangan larut air merupakan komponen serat yang dapat larut di
dalam air dan juga dalam saluran pencernaan. Komponen serat ini dapat
membentuk gel dengan cara menyerap air. Serat yang termasuk dalam
kelompok serat pangan larut air adalah pektin, psillium, gum, musilase,
karagenan, asam alginat, dan agar-agar (Southgate, 2001). Fungsi utama serat
larut air yaitu memberi perasaan kenyang yang lebih lama, memperlambat
kemunculan gula darah (glukosa), membantu mengendalikan berat badan
dengan memperlambat munculnya rasa lapar, meningkatkan kesehatan
saluran penernaan dengan cara meningkatkan pergerakan usus besar,
mengurangi resiko penyakit jantung, mengikat lemak dan kolesterol (Jenkins
et al., 2001).
Serat pangan tidak larut air adalah serat yang tidak dapat larut, baik di
dalam air maupun di saluran pencernaan. Sifat yang menonjol dari
komponen serat tidak larut air adalah kemampuannya menyerap air serta
meningkatkan volume feses, sehingga makanan dapat melewati usus besar
dengan cepat dan mudah. Yang termasuk serat pangan tidak larut adalah
selulosa, hemiselulosa, dan lignin (Southgate, 2001). Fungsi utama serat
pangan tidak larut air adalah mempercepat waktu transit (waktu tinggal)
makanan dalam usus dan meningkatkan berat feses, memperlancar proses

51
buang air besar, dan mengurangi resiko wasir, divertikulosis, dan kanker usus
besar (Cummings, 2001).

12
11.08d
10.77cd 10.68c
9.90b 9.84b
10 9.19 9.44a
8.83 8.60
Kadar Serat Pangan (%)

7.90 7.94
8 7.42

6 Larut
Tidak Larut

4 Total

1.89 1.94 2.08 1.99 1.90 2.02


2

0
A1B1 A2B1 A1B2 A2B2 A1B3 A2B3
Formula
1
A=rasio sorgum:maizena (A1=3:1; A2=1:1); B=jumlah tepung ampas
tahu (B1=20%; B2=12%; B3=8%)
Gambar 18. Kadar serat pangan dari keenam formula

Pengolahan data dengan SPSS 15 dilakukan untuk mengetahui pengaruh


variabel perbandingan sorgum dengan maizena, persentase tepung ampas
tahu, dan interaksi antara variabel tersebut. Variabel persentase penambahan
tepung ampas tahu mempengaruhi kadar serat pangan total (Lampiran 14).
Semakin tinggi persentase tepung ampas tahu yang ditambahkan, semakin
tinggi pula kandungan total serat pangannya. Variabel perbandingan antara
sorgum dengan maizena pun mempengaruhi kadar total serat pangan pada
taraf =0.05. Kadar total serat pangan untuk formula dengan perbandingan
sorgum maizena 3:1 lebih besar dibandingkan dengan perbandingan sorgum
maizena 1:1. Total serat pangan hasil interaksi antara kedua variabel tersebut
tidak berbeda nyata. Oleh karena itu, interaksi antara kedua variabel tidak
mempengaruhi kadar total serat pangan formula.

52
Berdasarkan Gambar 18, formula A1B1 mengandung serat pangan total
tertinggi yaitu 11.08% (4.08g per bar), sedangkan formula A2B3
mengandung serat pangan total terendah yaitu 9.44% (3.40g per bar). FDA
(2009) menyatakan suatu pangan dapat diklaim mengandung serat tinggi
apabila dapat memenuhi 20% Angka Kecukupan Gizi (AKG) per takaran saji.
Oleh karena itu, semua formula snack bar ini dapat diklaim sebagai pangan
tinggi serat mengacu pada FDA apabila dikonsumsi dua bar pertakaran saji
sehingga dapat membantu memenuhi kebutuhan serat pangan harian manusia.
Peraturan Uni Eropa (EC) No 1924/2006 (OJ 409 p9 2006/12/30 tentang gizi
dan klaim kesehatan pada pangan) menetapkan suatu pangan dapat diklaim
mengandung tinggi serat jika mengandung paling sedikit setidaknya 6 gram
total serat per 100 gram produk atau 3 gram total serat per 10 kkal.
Berdasarkan Peraturan Uni Eropa (EC) No 1924/2006 (OJ 409 p9
2006/12/30, snack bar sorgum ampas tahu ini dapat diklaim sebagai pangan
tinggi serat per takaran saji sebanyak satu bar.

3. Aktivitas antioksidan
Asam askorbat digunakan sebagai standar pada penelitian ini. Hasil
pengujian dibaca sebagai mg vitamin C equivalen/g sampel, dimana nilai
tersebut menunjukkan kesetaraan aktivitas antioksidan 1 gram produk snack
bar dengan vitamin C. Vitamin C digunakan sebagai pembanding terhadap
aktivitas antioksidan dari ekstrak snack bar, dimaksudkan untuk mengetahui
perbandingan kemampuan antioksidan ekstrak bila dinyatakan dalam daya
peredaman radikal bebas oleh vitamin C. Semakin tinggi konsentrasi dari
vitamin C, semakin rendah nilai absorbansinya.
Vitamin C mudah dioksidasi menjadi asam dehidroaskorbat. Dengan
demikian maka vitamin C dinilai berperan dalam menghambat reaksi oksidasi
yang berlebihan dalam tubuh dengan cara bertindak sebagai antioksidan.
Nilai aktivitas antioksidan snack bar akibat pengaruh perbandingan sorgum
dan maizena serta penambahan tepung ampas tahu disajikan pada Gambar
19.

53
20 18.52d

mg vitamin C eqivalen/100g
18 16.95c 16.71c
Kapasitas Antioksidan 16 15.06ab
15.85bc
14.37a
produk) 14
12
10
8
6
4
2
0
A1B1 A2B1 A1B2 A2B2 A1B3 A2B3
Formula
1
A=rasio sorgum:maizena (A1=3:1; A2=1:1); B=jumlah tepung ampas
tahu (B1=20%; B2=12%; B3=8%)
Gambar 19. Grafik aktivitas antioksidan dari keenam formula

Hasil analisis ANOVA (Lampiran 18) menunjukkan adanya pengaruh


persentase penambahan tepung ampas tahu terhadap kandungan antioksidan.
Hal tersebut dikarenakan, semakin banyak proporsi tepung ampas tahu yang
ditambahkan semakin sedikit pula proporsi sorgum pada formula.
Perbandingan sorgum dan maizena juga mempengaruhi aktivitas antioksidan
produk snack bar pada taraf =0.05. Aktivitas antioksidan formula dengan
perbandingan sorgum maizena 3:1 lebih besar dibandingkan dengan formula
yang ditambahkan sorgum dan maizena 1:1. Hal tersebut dikarenakan sumber
utama antioksidan dari bar sorgum ampas tahu ini adalah komponen fenolik
yang terkandung pada tepung sorgum dengan aktivitas antioksidan yang
mencapai 43.58 mg eqivalen vitamin C/100g produk. Interaksi antara kedua
variabel yang diberikan pada formula tidak mempengaruhi aktivitas
antioksidan produk.
Berdasarkan uji lanjut DUNCAN, aktivitas antioksidan formula A1B1
(15.06 mg eqivalen vitamin C/100g produk) dan A2B1 (14.37 mg eqivalen
vitamin C/100g produk) tidak berbeda nyata berdasarkan selang kepercayaan
95%. Aktivitas antioksidan formula A1B3 berbeda nyata dari formula
lainnya. Aktivitas antioksidan tertinggi adalah formula A1B3 (18.52 mg

54
eqivalen vitamin C/100g produk) dengan perbandingan sorgum terhadap
maizena 3:1 dan penambahan tepung ampas tahu 8%, sedangkan aktivitas
antioksidan terendah adalah formula A2B1 (14.37 mg eqivalen vitamin
C/100g produk) dengan perbandingan sorgum terhadap maizena 1:1 dan
penambahan tepung ampas tahu 20%.
Menurut Calixto dan Jimenez (2009), aktivitas antioksidan serealia yang
biasanya mengandung banyak komponen polifenol terutama asam fenolik,
dipengaruhi oleh kompleks serat pangan-asam fenolik. Asam fenolik
merupakan salah satu jenis antioksidan tidak larut (insoluble antioxidant)
yang terikat secara kovalen pada ikatan ester sisi rantai arabinosa (Spiller,
2001). Ikatan kovalen pada komponen fenolik resisten terhadap enzim
pencernaan di perut dan usus besar. Antioksidan tersebut tidak dapat diserap
kecuali dengan cara pengdegradasian serat oleh bakteri di usus besar.
Arabino-ferulat dan asam fenolik bebas dibebaskan selama fermentasi
mikroorganisme.

4. Pemilihan formula terbaik


Pemilihan formula terbaik pada penelitian ini berdasarkan hasil uji
organoleptik, kadar serat total, dan aktivitas antioksidan. Hasil uji
organoleptik menunjukkan formula A1B2, A2B2, A1B3, dan A2B3
merupakan formula-formula yang paling disukai berdasarkan atribut rasa,
aroma, tekstur, dan keseluruhan (overall).
Kadar serat total tertinggi adalah formula A1B1 (11.08%). Namun,
formula A1B1 tidak termasuk salah satu formula yang disukai berdasarkan
hasil uji organoleptik. Oleh karena itu, dipilih formula yang mengandung
kadar serat tertinggi selanjutnya dan disukai secara organoleptik yaitu A1B2
dengan total kadar serat 10.68% .
Formula A1B3 merupakan formula dengan aktivitas antioksidan
tertinggi, yaitu 18.52 mg vitamin C equivalen/100g produk. Namun formula
ini memiliki kadar serat pangan total yang rendah sehingga untuk pemilihan
formula terbaik berdasarkan aktivitas antioksidan akan dipilih formula yang
mengandung aktivitas antioksidan tertinggi selanjutnya, yaitu formula A1B2
dengan aktivitas antioksidan 16.95 mg vitamin C equivalen/100g produk.

55
Berdasarkan perbandingan hasil uji rating kesukaan, analisis total serat
pangan, dan analisis aktivitas antioksidan, formula (A1B2) dengan
penambahan tepung ampas tahu 20% dan perbandingan sorgum terhadap
maizena 3:1 merupakan formula terpilih untuk snack bar tinggi serat.
Formula tersebut paling disukai berdasarkan atribut rasa, aroma, tekstur, dan
keseluruhan pada =0.05 dan memiliki berat rata-rata 41.6g per bar. Formula
A1B2 mengandung total serat pangan 10.68 % bk (3.92g serat pangan per
takaran saji satu bar) dan aktivitas antioksidan sebesar 16.95 mg vitamin C
equivalen/100g produk (6.22 mg vitamin C equivalen per takaran saji satu
bar). Komposisi gizi snack bar terbaik dapat dilihat pada Lampiran 32.
Oleh karena itu, formula A1B2 dapat diklaim sebagai pangan tinggi serat
(High in Fiber) dengan takaran saji dua bar karena mengandung lebih dari 5
gram serat pangan sesuai dengan anjuran FDA (2009) yaitu 20% atau lebih
berdasarkan Angka Kecukupan Gizi (AKG). Berdasarkan FDA, snack bar ini
akan diklaim sebagai pangan sumber serat harian manusia yang baik jika
takaran saji produk ini adalah satu bar. Namun, snack bar ini dapat diklaim
sebagai pangan tinggi serat dengan takaran saji satu bar jika mengacu pada
Peraturan Uni Eropa (EC) No 1924/2006 (OJ 409 p9 2006/12/30 tentang gizi
dan klaim kesehatan pada pangan) yang menetapkan suatu pangan dapat
diklaim mengandung tinggi serat jika mengandung paling sedikit setidaknya 6
gram total serat per 100 gram produk atau 3 gram total serat per 10 kkal.

5. Analisis proksimat keenam formula


Keenam formulasi yang diuji proksimat bertujuan untuk mengetahui
pengaruh variabel terhadap kadar air, abu, protein, lemak, dan karbohidrat.
Hasil analisis tersebut (Tabel 15) selanjutnya diuji dengan SPSS 15 untuk
mengetahui pengaruh variabel terhadap kadar air, abu, protein, lemak, dan
karbohidrat.

56
Tabel 15. Hasil analisis proksimat keenam formula
Analisis Proksimat (% bobot kering)
Formula
Air Abu Protein Lemak Karbohidrat
A1B1 12.84 1.62 10.97 16.15 71.25
A2B1 13.27 1.66 11.03 15.94 71.37
A1B2 13.21 1.65 9.50 16.06 72.79
A2B2 13.31 1.58 9.06 15.84 75.17
A1B3 14.10 1.66 8.74 14.88 75.91
A2B3 13.93 1.49 8.73 13.35 78.09
1
Formulasi dibuat dengan basis tepung 300 gram.
2
A=rasio sorgum:maizena (A1=3:1; A2=1:1); B=jumlah tepung ampas
tahu (B1=20%; B2=12%; B3=8%)

Berdasarkan hasil SPSS, kadar air keenam formula (Lampiran 19) tidak
dipengaruhi oleh persentase tepung ampas tahu yang ditambahkan dan
perbandingan sorgum dengan maizena. Hasil interaksi antara antara kedua
variabel tersebut pun menunjukkan tidak adanya pengaruh interaksi antara
kedua variabel terhadap kadar air sampel. Hasil pengolahan data dengan
SPSS menunjukkan signifikansi ketiga variabel tersebut lebih besar dari nilai
=0.05 dan dapat dilihat pada Lampiran 20.
Kadar abu (Lampiran 21) tidak dipengaruhi oleh variabel perbandingan
sorgum dengan maizena, variabel persentase tepung ampas tahu, maupun
interaksi antara kedua variabel tersebut. Hal tersebut terlihat dari signifikasi
masing-masing interaksi lebih besar dari taraf =0.05, yaitu 0.343 (variabel
persentase tepung ampas tahu), 0.124 (variabel perbandingan sorgum dengan
maizena), dan 0.136 (interaksi kedua variabel) pada Lampiran 22.
Kadar protein keenam formula (Lampiran 23) hanya dipengaruhi oleh
variabel persentase tepung ampas tahu. Hal tersebut terlihat dari hasil analisis
data dengan SPSS 15 (Lampiran 24). Semakin tinggi persentase
penambahan tepung ampas tahu, semakin tinggi pula kadar protein sampel.
Hal tersebut dikarenakan tepung ampas tahu merupakan salah satu bahan
baku yang menyumbangkan protein bagi snack bar sorgum ampas tahu ini.

57
Variabel tepung ampas tahu merupakan satu-satunya variabel yang
mempengaruhi kadar lemak keenam formula snack bar sorgum ampas tahu
(Lampiran 25). Semakin tinggi persentase tepung ampas tahu, semakin
tinggi pula kadar lemaknya. Hal tersebut dapat dilihat pada hasil uji Duncan
(Lampiran 26). Kedelai banyak mengandung asam lemak tak jenuh, selain
itu pada proses pengepresan ampas tahu komponen lemak tidak ikut larut dan
umumnya masih tertinggal di ampas tahu.
Variabel persentase tepung ampas tahu mempengaruhi kadar karbohidrat
(Lampiran 25) karena nilai signifikansinya (0.026) lebih kecil dari taraf
=0.05 (Lampiran 26). Semakin sedikit penambahan tepung ampas tahu,
semakin banyak penambahan tepung sorgum dan tepung maizena, sehingga
kadar karbohidrat semakin meningkat. Variabel perbandingan tepung sorgum
dengan maizena dan interaksi kedua variabel tidak mempengaruhi kadar
karbohidrat.
Kadar karbohidrat yang tinggi biasanya mengindikasikan Indeks
Glikemik (IG) yang tinggi pula. Fruit soy bar di pasaran memiliki IG yang
rendah yaitu antara 24 28 dengan kadar karbohidrat by difference 39%
43%. Produk biskuit, wafer coklat, dan coklat batang memiliki kadar
karbohidrat (60% 70%) yang hampir setara dengan snack bar sorgum
ampas tahu. Apabila dilihat dari kandungan karbohidrat yang hampir setara
dengan produk-produk tersebut, IG snack bar sorgum ampas tahu juga
hampir sama dengan produk-produk tersebut yaitu 42 67 (IG sedang).
Namun, IG dari suatu pangan dapat dipengaruhi oleh komponen-komponen
yang yang terkandung di dalamnya (Natalia, 2010).
Kandungan serat pangan yang tinggi pada snack bar sorgum ampas tahu
dapat menyebabkan rendahnya nilai IG. Serat dapat menurunkan kerapatan
(densitas) energi. Pangan berserat tinggi juga dapat meningkatkan distensi
(pelebaran) lambung sehingga memberikan efek cepat kenyang. Serat juga
dapat mempertebal kerapatan atau ketebalan campuran makanan dalam
saluran pencernaan sehingga memperlambat lewatnya makanan dan
pergerakan enzim. Pencernaan yang lambat menyebabkan respon glukosa
darah juga menjadi rendah. Selain itu, kandungan senyawa fitokimia terutama

58
tanin yang terkandung dalam sorgum dapat menghampat penyerapan glukosa
dan protein dengan berikatan dengan protein dan karbohidrat membentuk
suatu komplek yang sulit didegradasi oleh enzim-enzim pencernaan. Oleh
karena itu, IG snack bar sorgum ampas tahu dapat lebih rendah daripada IG
wafer coklat, coklat batangan, dan biskuit karena dipengaruhi oleh komponen
fungsional yang terkandung di dalamnya. Hal tersebut juga tidak menutup
kemungkinan snack bar sorgum ampas tahu merupakan pangan dengan IG
rendah yaitu IG<55.

6. Analisis komposisi mineral Ca, Fe, dan Zn


Sampel bar yang akan digunakan dalam pengukuran kadar mineral harus
terlebih dahulu diubah menjadi larutan abu melalui proses pengabuan. Proses
pengabuan yang dilakukan pada penelitian ini adalah pengabuan kering (dry
digestion). Sampel bar hasil pengabuan kering selanjutnya digunakan untuk
analisis kadar Ca, Zn, dan Fe dengan menggunakan flame AAS.
AAS (Atomic Absorption Spectrophotometer) adalah suatu metode
analisis yang didasarkan pada absorpsi sinar UV atau visible oleh atom-atom
bebas pada fase gas. Instrumen AAS memiliki sensitivitas pengukuran yang
tinggi, yaitu hingga satuan ppm (part per milion). Metode AAS menghasilkan
data yang akurat dengan tingkat reprodusibilitas yang tinggi. AAS mampu
menganalisis lebih dari 60 unsur dari jumlah yang sangat kecil hingga jumlah
besar.
Metode AAS berdasarkan pada prinsip pengukuran sinar yang diserap
oleh atom dari unsur-unsur. Setiap atom memiliki nilai absorbansi yang khas
yang dapat diukur pada panjang gelombang tertentu. Agar atom dapat
menyerap energi radiasi, maka atom dalam bentuk gas diradiasi oleh sumber
cahaya dengan panjang gelombang yang sesuai dengan unsur yang dianalisis
sehingga menyebabkan terjadinya eksitasi, yaitu atom mengalami kenaikan
tingkat energi. Penyerapan energi ini bersifat selektif, yaitu hanya sinar
dengan panjang gelombang tertentu saja yang akan diserap oleh suatu atom.
Pengujian kadar mineral Ca, Fe, dan Zn dikarenakan kandungan mineral
tertinggi pada sorgum adalah mineral-mineral tersebut. Ca (kalsium)
berfungsi untuk kekuatan tulang, gigi, dan jaringan otot. Ca merupakan salah

59
satu mineral makro yang dibutuhkan oleh tubuh manusia. Fe atau yang sering
disebut zat besi merupakan mineral minor yang berfungsi sebagai carrier
oksigen ke jaringan, enzim heme dan enzim non-heme (sitokrom, katalase,
peroksidase, dan lainnya), ferritin, dan hemosiderin. Zn (zinc) merupakan
mineral penyusun lebih dari 200 metalo-enzim beberapa diantaranya antara
lain karbonik anhidrase, alkohol dehidrogenase, superoksida dismutase,
DNA-polimerase, RNA-polimerase, alkalin fosfatase, dan karboksi peptidase.
Zn berperan menstabilkan struktur komponen organik dan membran seperti
DNA, RNA, dan ribosom. Zn juga esensial bagi sistem imun dan sistem
pertahanan tubuh (Desai, 2000).
Hasil analisis kandungan mineral Ca, Fe, dan Zn (Tabel 16) pada
formula bar terbaik (sorgum:maizena= 3:1 ; tepung ampas tahu 12%)
berturut-turut adalah 2046 ppm, 64 ppm, dan 23 ppm. Menurut hasil analisis
Natalia (2010), snack bar yang beredar dipasaran mengandung Ca sekitar
3000 ppm dan Fe 80 ppm. Hal tersebut menunjukkan bar sorgum ampas tahu
memiliki kadar kalsium dan zat besi yang lebih rendah dibandingkan dengan
produk komersial sejenis dipasaran. Perbedaaan mineral kalsium cukup besar
antara bar komersial dipasaran dan bar sorgum ampas tahu hingga mencapai
1000 ppm, sedangkan untuk zat besi selisih 16 ppm.

Tabel 16. Kandungan mineral Ca, Fe, Zn formula terbaik (20 tepung ampas
tahu; sorgum:maizena= 3:1)

Mineral Kadar (ppm)


Ca 2045.87
Fe 63.89
Zn 23.26

Satu bar formula terbaik (A1B2) dapat memenuhi kecukupuan kalsium


(Ca) dan zat besi (Fe) sebesar 10.64% dan 10.23% berdasarkan Acuan Label
Gizi Indonesia (2004). Oleh karena itu, snack bar sorgum ampas tahu dapat
diklaim sebagai pangan sumber kalsium dan zat besi. Kandungan Zn (zinc)
pada snack bar dapat memenuhi kebutuhan zinc harian sebesar 8%, sehingga

60
pada label kemasan snack bar dapat diklaim bahwa snack bar sorgum ampas
tahu mengandung Zinc.

7. Analisis warna
Warna merupakan salah satu atribut penting yang mempengaruhi penilaian
konsumen. Pengujian warna bar dimaksudkan untuk melihat warna produk
secara objektif karena pengujian warna secara subjektif dapat menghasilkan
data yang sangat beragam. Pengujian warna bar dilakukan dengan
menggunakan instrument chromameter dengan metode Hunter. Hasil
pengukuran warna (Tabel 17) bar berbasis tepung sorgum dan tepung ampas
tahu (sorgum:maizena= 3:1 ; tepung ampas tahu 12%) adalah L sebesar
59.63, a sebesar +8.23, dan b sebesar +23.10.

Tabel 17. Hasil analisis warna dengan chromameter


Jenis pengukuran Nilai Hue
L 59.63

a 8.23 70.38
b 23.10

Nilai L menunjukkan tingkat kecerahan sampel uji (Marissa, 2010).


Semakin mendekati nilai angka 100 maka sampel uji memiliki warna yang
sangat cerah (putih). Bar sorgum ampas tahu memiliki nilai L yang tidak
terlalu tinggi yaitu 59.63, sehingga warna tidak terlalu putih.
Nilai a menunjukkan derajat kemerahan atau kehijauan (Marissa, 2010)).
Nilai a sebesar +8.23 yang bernilai positif menandakan bahwa bar sorgum
ampas tahu cenderung berwarna merah daripada hijau. Nilai hasil pengujian
yang cukup jauh dari nilai 100 menunjukkan bahwa warna merah pada bar
yang dimiliki tidak pekat. Nilai b menunjukkan kecenderungan sampel uji
berwarna kuning atau biru. Nilai b bar sorgum ampas tahu bernilai +23.10.
Hal ini menandakan bahwa bar sorgum ampas tahu memiliki warna kuning,
namun warna kuning tersebut tidak terlalu pekat.
Pengujian warna ini pun menghasilkan nilai Hue sebesar 70.38. Nilai
pengujian Hue dapat digunakan untuk mengetahui karakteristik warna suatu

61
produk pangan. Hue bar sorgum ampas tahu tergolong dalam kisaran warna
54-90. Berdasarkan kisaran warna Hue ini, maka bar sorgum ampas tahu
tergolong berwarna kuning merah (Yellow-Red). Hasil tersebut menunjukkan
bahwa warna yang dominan pada bar adalah warna kuning dan merah.

8. Kekerasan bar
Kekerasan adalah daya tahan untuk pecah akibat daya tekan yang
diberikan. Nilai kekerasan pada bar dapat diakibatkan oleh proses
retrogradasi pati. Retrogradasi merupakan proses terbentuknya ikatan antara
amilosa yang telah terdispersi kedalam air. Semakin banyak amilosa yang
terdispersi, maka proses retrogradasi pati semakin mungkin terjadi dan
semakin keras produk tersebut.
Hasil analisis tingkat kekerasan bar formula terbaik (sorgum:maizena=
3:1 ; tepung ampas tahu 12%) dengan texture analyzer menunjukkan nilai
tingkat kekerasan yang diperoleh adalah 1600 g force. Semakin besar nilai
tingkat kekerasan maka semakin keras pula tekstur dari bar.
Berdasarkan Daisy (2010), bar komersial (fruit soy bar) yang ada di
pasaran memiliki nilai tingkat kekerasan sekitar 1100 g force, sedangkan
banana bar hasil penelitian Ferawati (2009) adalah 1387.5 g force. Hal
tersebut menunjukkan bar sorgum ampas tahu memiliki tekstur yang lebih
keras dibandingkan bar komersial dan banana bar hasil penelitian Vera.
Walaupun memiliki tingkat kekerasan yang lebih tinggi, kekerasan snack bar
sorgum ampas tahu masih dapat diterima secara organoleptik.

62
V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Snack bar yang ditambahkan tepung ampas tahu 20% (basis total tepung
300g) cenderung memiliki tingkat kesukaan terhadap atribut rasa, tekstur dan
overall yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang ditambahkan tepung ampas
tahu 12% dan 8%. Produk bar yang ditambahkan sorgum maizena 1:1 lebih
disukai aromanya daripada bar yang ditambahkan sorgum maizena 3:1.
Kadar serat pangan produk bar semakin meningkat jika penambahan tepung
ampas tahu meningkat. Produk yang mengandung sorgum maizena 3:1 memiliki
kadar serat pangan yang lebih tinggi daripada produk yang ditambahkan sorgum
maizena 1:1. Nilai aktivitas antioksidan snack bar dipengaruhi oleh persentase
penambahan tepung ampas tahu dan perbandingan sorgum dengan maizena.
Semakin sedikit penambahan tepung ampas tahu, semakin tinggi aktivitas
antioksidan. Produk yang ditambahkan sorgum maizena 3:1 memiliki nilai
aktivitas antioksidan yang lebih tinggi dibandingkan dengan produk yang
ditambahkan sorgum maizena 1:1.
Kadar protein, lemak, dan karbohidrat produk dipengaruhi oleh persentase
penambahan tepung ampas tahu. Semakin banyak tepung ampas tahu, semakin
tinggi kadar protein dan lemak produk. Semakin sedikit tepung ampas tahu yang
ditambahkan, semakin tinggi kadar karbohidrat produk.
Formula terbaik snack bar sorgum ampas tahu adalah A1B2 dengan
persentase penambahan tepung ampas tahu 12 % (36g basis tepung 300 g),
perbandingan antara sorgum maizena 3:1 (sorgum=198g ; maizena=66g), selai
nenas =168g, telur =72g, susu bubuk full cream =48g, dan minyak goreng =36g.
Formula ini mengandung total serat pangan 10.68 %bk, aktivitas antioksidan
16.59 mg eqivalen vitamin C/gram produk, kadar air 13.21 %bk, mineral 1.65
%bk, protein 9.50 %bk, lemak 16.06 %bk, dan karbohidrat 72.79 %bk.
Kandungan mineral Fe, Zn, dan Ca yang terdapat pada formula terbaik berturut-
turut adalah 64 ppm, 23 ppm, dan 2046 ppm. Hasil pengukuran warna formula
A1B2 adalah L= 59.63, a= +8.23, b= +23.10, dan Hue= 70.38. Tingkat kekerasan
snack bar sorgum ampas tahu terpilih adalah 1600 g force.

63
Formula terbaik dapat memenuhi Angka Kecukupan Gizi (AKG) serat
pangan harian manusia sebesar 15.68%, karbohidrat 8.89%, lemak 9.08%, protein
6.98%, kalsium 10.64%, zat besi 10.23%, dan Zn 8%. Snack bar ini dapat
diklaim sebagai pangan sumber serat, kalsium, dan zat besi dengan takaran saji 1
bar.

B. Saran
Snack bar yang telah berhasil diformulasikan perlu diteliti lebih lanjut.
Penelititan ini antara lain meliputi flavor, pengaruh jenis pengemas bar yang
dapat mempertahankan komponen gizinya, dan analisis finansial produk snack
bar skala industri rumah tangga dan scale-up nya.

64
DAFTAR PUSTAKA

Adawiyah, D dan Waysimah. 2008. Penuntun Praktikum Evaluasi Sensori. Bogor:


Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian,
IPB.

ALINORM 09/32/26 (2009). Report of the 30th session of the Codex committee
on nutrition and foods for special dietary uses 37 November 2008 (p. 46,
Appendix II).

Al-Mamary, M., Al-Habori, M., Al-Aghbari, A., and Al-Obeidi, A. 2001. In vivo
effects of dietary sorghum tannins on rabbit digestive enzymes and mineral
absorption. Journal of Nutrition Research. 21: 1393-1401.

AOAC. 1995. Official Methods of Analysis of the Association of Official


Agricultural Chemist 16th edition. Virginia: AOAC International.

Awika, J. M. and Rooney, L. W. 2004. Sorghum phytochemicals and their


potential impact on human health. Phytochemistry. 65: 1199-1221.

Castano, G., Menendez, R., Mas, R., Amor, A., Fernandez, J. L., Gonzalez, R. L.,
and Alvarez, E. 2002. Effects of lovastatin on lipid profile and lipid
peroxidation in patients with dyslipidemia associated with type 2 diabetes
mellitus. Journal of Clinical Pharmacolology Research. 22:8999.

Cho, S. H., Choi, Y., and Ha, T. Y. 2000. In vitro and in vivo effects of proso
millet, buckwheat and sorghum on cholesterol metabolism. Journal of the
Federation of American Societies for Experimental Biology. 14: A249.

Choi, Y., Jeong, H. S., and Lee, J. 2007. Antioxidant activity of methanolic
extracts from some grains consumed in Korea. Food Chemistry. 103: 130
138.

Cummings, J. H. 2001. The Effect of Dietary Fiber on Fecal Weight and


Composition. California: Health Research and Studies Center, Inc.

Deprez, S., Mila, I., Huneau, J. F., Tome, D., and Scalbert, A.2001.Transport of
proanthocyanidin dimer, trimer, and polymer across monolayers of human
intestinal epithelial Caco-2 cells. Food Chemistry. 3:957967.

Desai, B. B. 2000. Handbook of Nutrition and Diet. New York: Marcel Dekker,
Inc.

Elingosa, T. 1994. Pembuatan fish nugget dari ikan tenggiri. Skripsi Departemen
Teknologi Pangan dan Gizi. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, IPB.

FAO. 2007. Report on functional food. Roma: Food Quality and Standard
Services.

65
FAO. 2010. Chemical composition and nutritive value of sorghum and pearl
millet.http://www.fao.org/docrep/t0818e/T0818E0a.htm#Chapter4chemical
compositionandnutritivevalue. [28 Juni 2010]

FAO. 2010. Introduction Sorghum bicolor(L) Moench. http://www.fao.org/inpho/


content/compend/text/ch07.htm. [28 Juni 2010]

Faridah, D. N., Kusnandar, F., Herawati, D., Kusumaningrum, H. D., Wulandari,


N., dan Indrasti, D. 2009. Penuntun Praktikum Analisis Pangan. Bogor:
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian,
IPB.

FDA. 2009. Food And Drugs Administration Departement of Health and Human
Services Subchapter B-Food for Human Consumption.
http://www.accessdata.fda.gov/scripts/cdrh/cfdocs/cfCFR/CFRSearch.cfm?f
r=101.54. [2 April 2010]

Fellows, P. 2000. Food Processing Technology, Principle, and Practise 2nd


Edition. Cambrige: Wood Head.

Ferawati. 2009. Formulasi dan pembuatan banana bars berbahan dasar tepung
kedelai, terigu, singkong, dan pisang sebagai alternatif pangan darurat.
Skripsi Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan. Bogor: Fakultas Teknologi
Pertanian, IPB.

Grimmer, H. R., Parbhoo, V., and McGrath, R. M. 1992. Antimutagenicity of


polyphenol rich fractions from sorghum bicolor grain. Journal of the
Science of Food and Agriculture. 59: 251-256.

Hartono, U. 2004. Pemanfaatan potensi tepung ampas tahu (okara) sebagai bahan
baku minuman probiotik (okara probiotic drink). Skripsi Departemen
Teknologi Pangan dan Gizi. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, IPB.

Hulse, J. H., Laing, E. M., Pearson, O. E. 1980. Sorghum and the Millets: Their
Composition and Nutritive Value. Ottawa: Academic Press.

IFST Information Statement. 2007. Dietary Fiber. Cambrige: IFST.

Jenkins, A.L., Vuksan, V., and Jenkins, D.J.A. 2001. Fiber in Treatment of
Hyperlipidemia. California: Health Research and Studies Center, Inc.

Katayama, M. and Wilson, L.A. 2008. Utilization of okara, a byproduct from


soymilk production, through the development of soy-based snack food.
Journal of Food Science. 73: 152-157.

Laimeheriwa, J. 1990. Teknologi budidaya sorgum. Irian Jaya: Balai Informasi


Pertanian, Departemen Pertanian.

66
Lee, S.M. and Pan, B.S. 2003. Effects of dietary sorghum distillery residue on
hematological characteristics of cultured grey mullet (Mugil cephalus) an
animal model for prescreening antioxidant and blood thinning activities.
Journal of Food Biochemistry. 27: 1-18.

Lizardo, R., Peiniau, J., and Aumaitre, A. 1995. Effect of sorghum on


performance, digestibility of dietary-components and activities of pancreatic
and intestinal enzymes in the weaned piglet. Journal of Animal Feed
Science and Technology. 56: 67-82.

Lopulalan, C.G. 2008. Kajian formulasi dan isotherm sorpsi air biskuit jagung.
Disertasi Sekolah Pascasarjana. Bogor: IPB.

Lunn, J. and Buttriss, J. L. 2007. Carbohydrates and dietary fibre. Journal of


British Nutrition Foundation. 32: 2164.

Marissa, D. 2010. Formulasi cookies jagung dan pendugaan umur simpan produk
dengan pendekatan kadar air kritis. Skripsi Departemen Ilmu dan Teknologi
Pangan. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, IPB.

Martos, I. E. and Ruprez, P. 2009. Indigestible fraction of okara from soybean:


composition, physicochemical properties and in vitro fermentability by pure
cultures of Lactobacillus acidophilus and Bifidobacterium bifidum. Eur
Food Res Technol (2009) 228:685693

McCarthy, M.F. 2002. Policosanol safely down-regulates hmg-coa reductase


potential as a component of the esselstyn regimen. Medical Hypotheses. 59:
268279.

Muriu, J. I., Njoka-Njiru, E. N., Tuitoek, J. K., and Nanua, J. N. 2002. Evaluation
of Sorghum (Sorghum bicolor) as Replacement for Maize in The Diet of
Growing Rabbits (Oryctolagus cuniculus). Asian-Australian Journal of
Animal Science. 15: 565-569.

Natalia, D. 2010. Sifat fisikokimia dan indeks glikemik berbagai produk snack.
Skripsi Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan. Bogor: Fakultas Teknologi
Pertanian, IPB.

Natural Solution. Mechanism of DPPH. http://www.naturalsolution.


co.kr/tech21e.html [28 Juni 2010]

Platt, B.S. 1962. Tables of Representative Values of Foods Commonly Used in


Tropical Countries. London: H.M. Stationery Office.

Pokorny, J., Yanishlieva, N., and Gordon, M. 2008. Antioxidants in Food :


Practical Application. London: Woodhead Publishing Limited.

Prosky, L. 2000. What is fibre? Current controversies. Trends in Food Science


and Technology. 10: 271275.

67
Rios, L.Y., Bennett, R.N., Lazarus, S.A., Remesy, C., Scalbert, A., and
Williamson, G. 2002. Cocoa procyanidins are stable during gastric transit in
humans. Journal of Clinical Nutrition. 76:11061110.

Rooney, L.W. and Serna, S. 2000. Handbook of Cereal Science and Technology.
New York: Marcel Dekker.

Saura-Calixto, F., Jimenez, P., and Goni, I. 2009. Contribution of cereals to


dietary fibre and antioxidant intakes: Toward more reliable methodology.
Journal of Cereal Science. 48:291-294.

Scalbert, A., Morand, C., Manach, C., and Remesy, C. 2002. Absorption and
metabolism of polyphenols in the gut and impact on health. Journal of
Biomedicine and Pharmacotherapy. 56:276282.

Scott, K.P., Duncan, S.H., and Flint, H.J. 2008. Dietary fibre and the gut
microbiota. Journal of British Nutrition Foundation. 33: 201211.

Sirappa, M.P. 2003. Prospek pengembangan sorgum di Indonesia sebagai


komoditas alternatif untuk pangan, pakan, dan industri. Jurnal Litbang
Pertanian. 22:4.

Slavin, J. and Green, H. 2007. Dietary fibre and satiety. Nutrition Bulletin. 32: 32-
42.

Southgate, D.A.T. 2001. Dietary Fiber Parts of Food Plants and Algae. California:
Health Research and Studies Center, Inc.

Spiller, G.A. 2001. Dietary Fiber in Human Nutrition 3 rd Edition. California:


Health Research and Studies Center, Inc.

Suarni. 2004. Pemanfaatan tepung sorghum untuk produk olahan. Jurnal Litbang
Pertanian. 23:4.

Soekirman, S., Ananto, K., Pribadi, N., Martianto, D., Ariani, M., Jus'at, I.,
Hardinsyah, D., dan Firdausy, C. 2004. Ketahanan Pangan dan Gizi di Era
Otonomi Daerah dan Globalisasi. Jakarta: LIPI

Sulistiani. 2004. Pemanfaatan Ampas Tahu dalam Pembuatan Pangan Tinggi


Serat dan Protein sebagai Alternatif Bahan Baku Pangan Fungsional. Skripsi
Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Bogor: Fakultas
Pertanian, IPB.

Tang, C. 1992. Phenolic compounds in food. American Chemical Society.


Washington DC: ACS Symposium Series.

68
Turner, N.D., Diaz, A., Taddeo, S.S., Vanamala, J., McDonough, C.M., Dykes,
L., Murphy, M.E., Caroll, R.J., and Rooney, L.W. 2006. Bran from black or
brown sorghum supresses colon carsinogenesis. Journal of Food Science
and Agriculture. 20: 599-610.

Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT Gramedia.

Yanuar, W. `2009. Aktivitas antioksidan dan imunomodulator serealia non-beras.


Tesis Jurusan Ilmu Pangan. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana, IPB.

69
LAMPIRAN
Lampiran 1. Kuesioner uji rating hedonik tahap I

KUESIONER UJI RATING HEDONIK


Produk : Bar nenas Tanggal : 29 Oktober 2009
Nama :
Instruksi : Dihadapan Anda terdapat 5 contoh bar nenas. Anda diminta untuk
mencicipi contoh sesuai dengan urutan penyajian dari kiri ke kanan. Berilah
penilaian pada tiap contoh dengan skor 5 (paling Anda sukai) hingga skor terkecil
yaitu 1 (paling tidak Anda sukai). Harap diingat dan diperhatikan bahwa TIDAK
BOLEH MEMBANDINGKAN ANTAR SAMPEL. Penilaian dilakukan secara
keseluruhan (overall). Netralkan indra pencicip Anda dengan menggunakan air
sebelum Anda memulai tiap pengujian. Terima kasih.

Kode sampel Rating

896
889
511
335
723

Keterangan : 1. sangat tidak suka 2. tidak suka 3. netral 4. suka 5. sangat suka

70
Lampiran 2. Rekapitulasi data hasil uji rating hedonik tahap I

No F1 F2 F3 F4 F5
1 3 2 4 2 2
2 4 2 5 1 3
3 3 2 4 2 4
4 2 3 4 4 2
5 2 2 3 3 3
6 4 3 2 2 3
7 2 3 3 4 3
8 4 2 4 3 5
9 1 2 4 2 4
10 2 3 2 3 2
11 2 3 3 4 3
12 4 5 4 4 5
13 4 2 4 5 3
14 2 2 4 2 3
15 3 2 2 3 4
16 3 5 5 5 4
17 3 2 4 2 3
18 4 3 4 4 3
19 2 3 3 4 3
20 3 1 2 4 5
21 2 2 4 4 5
22 4 5 5 2 4
23 2 3 4 3 4
24 3 4 3 3 5
25 1 3 2 2 4
26 3 4 5 1 1
27 2 3 3 2 3
28 2 3 3 3 3
29 3 4 3 3 2
30 2 1 2 1 2

71
Lampiran 3. Hasil analisis uji rating hedonik tahap I
Between-Subjects Factors

Value Label N
sampel 1 S100% 30
2 4:1 30
3 3:1 30
4 2:1 30
5 1:1 30

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: skor


Type III Sum
Source of Squares df Mean Square F Sig.
Model 1407.033a 5 281.407 268.506 .000
sampel 1407.033 5 281.407 268.506 .000
Error 151.967 145 1.048
Total 1559.000 150
a. R Squared = .903 (Adjusted R Squared = .899)

skor
a,b
Duncan
Subset
sampel N 1 2 3
S100% 30 2.70
4:1 30 2.80 2.80
2:1 30 2.90 2.90
1:1 30 3.33 3.33
3:1 30 3.50
Sig. .480 .057 .529
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = 1.048.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000.
b. Alpha = .05.

72
Lampiran 4. Kuesioner uji rating hedonik tahap II

KUESIONER UJI RATING HEDONIK


Produk : Bar nenas Tanggal : 6 November 2009
Nama :
Instruksi : Dihadapan Anda terdapat 6 contoh bar nenas. Anda diminta untuk
mencicipi contoh sesuai dengan urutan penyajian dari kiri ke kanan. Berilah
penilaian pada tiap contoh dengan skor 5 (paling Anda sukai) hingga skor terkecil
yaitu 1 (paling tidak Anda sukai). Harap diingat dan diperhatikan bahwa TIDAK
BOLEH MEMBANDINGKAN ANTAR SAMPEL. Penilaian dilakukan secara
atribut rasa, aroma, tekstur, dan keseluruhan (overall). Netralkan indra pencicip
Anda dengan menggunakan air sebelum Anda memulai tiap pengujian. Terima
kasih.

Kode sampel 879 296 754 641 489 363

Rasa
Aroma
Tekstur
Overall

Keterangan : 1. sangat tidak suka 2. tidak suka 3. netral 4. suka 5. sangat suka

73
Lampiran 5. Rekapitulasi data hasil uji ranting hedonik tahap II atribut rasa

No F1 F2 F3 F4 F5 F6
1 2 2 3 3 3 3
2 2 3 3 4 4 3
3 3 3 4 3 4 3
4 1 2 4 2 3 4
5 2 2 3 2 3 3
6 2 1 1 3 2 4
7 3 4 3 3 4 3
8 4 5 5 5 5 4
9 2 3 3 4 3 3
10 3 4 5 4 5 4
11 4 4 3 4 4 4
12 3 3 3 3 4 4
13 3 3 4 4 4 4
14 3 4 4 4 4 4
15 4 4 4 4 3 4
16 3 3 3 3 4 4
17 3 3 3 3 4 4
18 2 2 1 4 3 4
19 2 1 3 3 3 3
20 1 2 2 3 2 2
21 4 4 4 3 5 1
22 2 4 1 2 3 3
23 3 3 4 4 3 1
24 1 2 2 2 2 3
25 3 3 3 4 3 3
26 4 4 5 5 4 4
27 4 4 4 3 3 2
28 2 3 3 4 5 3
29 3 3 3 4 4 3
30 4 5 4 4 3 5

Lampiran 6. Hasil analisis uji rating hedonik atribut rasa metode ANOVA
dengan uji lanjut Duncan
Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: skor


Type III Sum
Source of Squares df Mean Square F Sig.
Model 1986.461a 35 56.756 140.584 .000
sampel 19.628 5 3.926 9.724 .000
panelis 91.494 29 3.155 7.815 .000
Error 58.539 145 .404
Total 2045.000 180
a. R Squared = .971 (Adjusted R Squared = .964)

74
Ket: sig. sampel .000 < 0.05 berarti rasa berbeda nyata

skor
a,b
Duncan
Subset
sampel N 1 2 3
A1B1 30 2.63
A2B1 30 2.97
A1B2 30 3.27 3.27
A2B2 30 3.43
A1B3 30 3.50
A2B3 30 3.57
Sig. 1.000 .070 .097
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = .404.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000.
b. Alpha = .05.

Ket: formula yang berada dalam 1 subset yang sama tidak berbeda nyata

75
Lampiran 7. Rekapitulasi data hasil uji ranting hedonik tahap II atribut aroma

No F1 F2 F3 F4 F5 F6
1 3 3 3 3 3 3
2 4 3 4 4 4 3
3 2 3 4 4 4 4
3 3 4 3 3 2 2
5 3 4 4 4 3 4
6 4 5 3 4 4 3
7 1 1 1 1 1 1
8 3 3 4 3 3 3
9 4 2 3 1 1 2
10 4 5 5 5 4 5
11 2 3 3 3 3 4
12 3 4 2 3 2 2
13 2 2 1 1 1 3
14 3 3 2 3 3 3
15 2 2 2 3 3 3
16 2 3 1 3 2 3
17 3 2 4 4 4 3
18 2 3 4 4 4 4
19 2 3 3 4 4 4
20 3 3 3 4 3 3
21 3 3 4 4 4 4
22 3 4 4 4 5 4
23 2 2 3 4 3 3
24 2 4 2 2 4 3
25 2 3 3 3 2 4
26 3 4 2 4 4 3
27 3 3 3 3 3 3
28 2 3 3 4 2 2
29 4 4 4 3 3 3
30 4 3 4 5 3 6

76
Lampiran 8. Hasil analisis uji rating hedonik atribut aroma metode ANOVA
dengan uji lanjut Duncan
Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: skor


Type III Sum
Source of Squares df Mean Square F Sig.
Model 1801.111a 35 51.460 108.316 .000
panelis 90.578 29 3.123 6.574 .000
sampel 5.444 5 1.089 2.292 .049
Error 68.889 145 .475
Total 1870.000 180
a. R Squared = .963 (Adjusted R Squared = .954)

Ket: sig.sampel .000 < 0.05 berarti aroma berbeda nyata


skor
a,b
Duncan
Subset
sampel N 1 2
A1B1 30 2.77
A1B2 30 3.03 3.03
A1B3 30 3.03 3.03
A2B1 30 3.10 3.10
A2B3 30 3.20
A2B2 30 3.33
Sig. .089 .137
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = .475.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000.
b. Alpha = .05.

Ket: formula yang berada dalam satu subset yang sama berarti tidak berbeda nyata

77
Lampiran 9. Rekapitulasi data hasil uji ranting hedonik tahap II atribut tekstur

No F1 F2 F3 F4 F5 F6
1 3 4 5 5 3 4
2 3 2 1 3 4 3
3 1 2 3 4 4 4
4 4 3 3 3 3 3
5 3 3 3 4 3 3
6 4 2 3 2 3 3
7 1 2 1 2 2 2
8 3 3 3 4 3 3
9 3 4 4 1 2 3
10 4 4 3 4 5 4
11 1 2 3 3 2 3
12 2 1 3 4 4 3
13 2 2 2 4 4 3
14 3 3 4 4 4 4
15 3 2 3 3 3 3
16 3 3 3 2 3 4
17 2 3 3 3 2 3
18 3 4 3 3 4 3
19 2 2 2 3 4 4
20 4 4 4 4 4 4
21 2 3 4 4 4 4
22 2 3 3 3 4 4
23 3 2 5 5 5 4
24 3 4 3 3 4 3
25 3 1 1 4 2 4
26 2 2 3 3 4 4
27 2 2 3 3 4 3
28 3 3 4 3 3 3
29 2 1 3 2 3 4
30 4 3 4 3 4 3

78
Lampiran 10. Hasil analisis uji rating hedonik atribut tekstur metode ANOVA
dengan uji lanjut Duncan

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: skor


Type III Sum
Source of Squares df Mean Square F Sig.
Model 1773.644a 35 50.676 91.443 .000
sampel 18.978 5 3.796 6.849 .000
panelis 49.578 29 1.710 3.085 .000
Error 80.356 145 .554
Total 1854.000 180
a. R Squared = .957 (Adjusted R Squared = .946)

Ket: sig.sampel .000 < 0.5 berarti tekstur berbeda nyata


skor
a,b
Duncan
Subset
sampel N 1 2
A2B1 30 2.63
A1B1 30 2.67
A1B2 30 3.07
A2B2 30 3.27
A2B3 30 3.40
A1B3 30 3.43
Sig. .863 .083
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = .554.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000.
b. Alpha = .05.

Ket: formula yang berada dalam satu subset yang sama berarti tidak berbeda nyata

79
Lampiran 11. Rekapitulasi Data Hasil Uji Ranting Hedonik Keseluruhan
(overall)

No F1 F2 F3 F4 F5 F6
1 3 2 3 3 4 3
2 2 2 3 2 3 3
3 3 3 4 3 4 2
4 2 2 4 3 3 4
5 3 3 4 3 4 4
6 3 2 3 4 2 4
7 3 4 3 3 4 3
8 3 4 4 5 4 4
9 3 3 4 3 4 3
10 3 3 4 4 5 4
11 3 4 3 4 4 4
12 2 3 3 3 4 4
13 3 3 3 3 4 3
14 2 3 4 4 3 3
15 2 3 3 3 3 4
16 3 2 3 3 3 3
17 3 3 3 4 4 4
18 2 3 2 3 4 3
19 2 2 3 4 3 2
20 1 2 2 3 2 3
21 3 4 4 5 4 5
22 3 4 5 1 2 4
23 3 3 3 4 3 3
24 1 1 2 2 2 2
25 3 3 3 4 3 4
26 3 4 4 4 3 4
27 4 3 3 3 3 3
28 2 2 3 3 4 4
29 4 2 3 4 5 3
30 3 4 4 5 2 5

80
Lampiran 12. Hasil analisis uji rating hedonik overall metode ANOVA dengan
uji lanjut Duncan
Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: skor


Type III Sum
Source of Squares df Mean Square F Sig.
Model 1887.483a 35 53.928 123.111 .000
sampel 16.650 5 3.330 7.602 .000
panelis 46.783 29 1.613 3.683 .000
Error 63.517 145 .438
Total 1951.000 180
a. R Squared = .967 (Adjusted R Squared = .960)

Ket: sig.sampel .000 < 0.5 berarti secara keseluruhan produk berbeda nyata
skor
a,b
Duncan
Subset
sampel N 1 2
A1B1 30 2.67
A2B1 30 2.87
A1B2 30 3.30
A1B3 30 3.40
A2B2 30 3.40
A2B3 30 3.47
Sig. .244 .382
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = .438.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 30.000.
b. Alpha = .05.
Ket: formula yang berada dalam satu subset yang sama berarti tidak berbeda nyata

81
Lampiran 13. Hasil analisis kandungan serat pangan keenam formula

Serat Pangan
Formula Ulangan Serat Pangan Larut Total Serat Pangan
Tidak Larut
1 9.1753 9.1887 1.9395 1.8933 11.1147 11.0820
A1B1
2 9.2022 0.0190 1.8472 0.0653 11.0493 0.0462
1 8.7121 8.8329 2.0030 1.9407 10.7151 10.7737
A2B1
2 8.9538 0.1709 1.8785 0.0880 10.8322 0.0828
1 8.7235 8.5961 2.1415 2.0797 10.8650 10.6758
A1B2
2 8.4688 0.1801 2.0179 0.0874 10.4867 0.2675
1 7.9352 7.9043 1.9811 1.9913 9.9163 9.89570
A2B2
2 7.8735 0.0436 2.0016 0.0145 9.8751 .0291
1 7.9733 7.9367 1.9642 1.9055 9.9375 9.84210
A1B3
2 7.9000 0.0518 1.8467 0.0830 9.7468 .1348
1 7.4365 7.4254 2.0098 2.0170 9.4463 9.44240
A2B3
2 7.4142 0.0157 2.0242 0.0102 9.4384 .0056

82
Lampiran 14. Hasil pengolahan data total serat pangan dengan SPSS 15
Between-Subjects Factors

Value Label N
B 1 20% 4
2 12% 4
3 8% 4
A 1 3:1 6
2 1:1 6

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: TOT.SERAT


Type III Sum
Source of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 4.169a 5 .834 50.222 .000
Intercept 1269.445 1 1269.445 76462.282 .000
B 3.305 2 1.653 99.547 .000
A .738 1 .738 44.473 .001
B*A .125 2 .063 3.771 .087
Error .100 6 .017
Total 1273.713 12
Corrected Total 4.269 11
a. R Squared = .977 (Adjusted R Squared = .957)

TOT.SERAT
a,b
Duncan
Subset
B N 1 2 3
8% 4 9.642250
12% 4 10.285775
20% 4 10.927825
Sig. 1.000 1.000 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = .017.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000.
b. Alpha = .05.

Group Statistics

Std. Error
A N Mean Std. Deviation Mean
TOT.SERAT 3:1 6 10.533333 .5813843 .2373491
1:1 6 10.037233 .6066615 .2476685

83
Lampiran 15. Kurva standard analisis kapasitas antioksidan tepung sorgum,
tepung ampas tahu, dan produk

Tepung sorgum

Konsentrasi
Absorbansi kontrol-absorbansi
(ppm)
40 0.7340 0.7860
45 0.6505 0.8695
50 0.5110 1.0090
55 0.4310 1.0890
60 0.3280 1.1920

1.4
1.2 y = 0.020x - 0.042
1 R = 0.993
Absorbansi

0.8
0.6
0.4
0.2
0
0 20 40 60 80
Konsentrasi asam askorbat (ppm)

Tepung ampas tahu

Konsentrasi
Absorbansi kontrol-absorbansi
(ppm)
5 0.8575 0.1865
10 0.7280 0.3160
15 0.5930 0.4510
20 0.4580 0.5860
25 0.2625 0.7815

84
Lampiran 16. Lanjutan kurva standard analisis kapasitas antioksidan tepung
sorgum, tepung ampas tahu, dan produk

1.0000
0.8000 y = 0.029x + 0.026
Absorbansi

R = 0.992
0.6000
0.4000
0.2000
0.0000
0 5 10 15 20 25 30
Konsentrasi asam askorbat (ppm)

Produk

Konsentrasi
Absorbansi kontrol-absorbansi
(ppm)
40 0.7340 0.7860
45 0.6505 0.8695
50 0.5110 1.0090
55 0.4310 1.0890
60 0.3280 1.1920

1.4
1.2
1
0.8
y = 0.020x - 0.042
0.6
R = 0.993
0.4
0.2
0
0 20 40 60 80

85
Lampiran 17. Data analisis aktivitas antioksidan tepung sorgum, tepung ampas
tahu, dan produk

Aktivitas Antioksidan (mg vitamin


Formula Ulangan
C/g produk)
1 0.1477
A1B1 0.15060.0041
2 0.1535
1 0.1392
A2B1 0.14370.0063
2 0.1482
1 0.1642
A1B2 0.16950.0074
2 0.1747
1 0.1559
A2B2 0.15850.0037
2 0.1612
1 0.1806
A1B3 0.18520.0065
2 0.1898
1 0.1636
A2B3 0.16710.0048
2 0.1705
Tepung sorgum 0.43580.0162
Tepung ampas tahu 0.03390.0004

86
Lampiran 18. Hasil pengolahan data aktivitas antioksidan dengan SPSS 15
Between-Subjects Factors

Value Label N
B 1 20% 4
2 12% 4
3 8% 4
A 1 3:1 6
2 1:1 6

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: KAP.ANTIOKSIDAN


Type III Sum
Source of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 21.897a 5 4.379 13.711 .003
Intercept 3166.060 1 3166.060 9912.157 .000
B 16.943 2 8.472 26.523 .001
A 4.303 1 4.303 13.472 .010
B*A .651 2 .325 1.018 .416
Error 1.916 6 .319
Total 3189.873 12
Corrected Total 23.813 11
a. R Squared = .920 (Adjusted R Squared = .852)

KAP.ANTIOKSIDAN
a,b
Duncan
Subset
B N 1 2 3
20% 4 14.715225
12% 4 16.401125
8% 4 17.612950
Sig. 1.000 1.000 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = .319.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000.
b. Alpha = .05.

Group Statistics

Std. Error
A N Mean Std. Deviation Mean
KAP.ANTIOKSIDAN 3:1 6 16.841917 1.6219890 .6621742
1:1 6 15.644283 1.1274999 .4602999

87
Lampiran 19. Data analisis kadar air tepung sorgum, tepung ampas tahu, dan
produk

Formula Ulangan Kadar Air (% Bobot Kering)


1 13.2763 12.83760.6204
A1B1
2 12.3989
1 13.7324 13.26780.6571
A2B1
2 12.8031
1 13.5068 13.20620.4251
A1B2
2 12.9056
1 13.3851 13.31850.0942
A2B2
2 13.2518
1 13.7450 14.10000.5021
A1B3
2 14.4551
1 13.7926 13.92800.1915
A2B3
2 14.0635
Tepung sorgum 9.27240.3675
Tepung ampas tahu 10.20930.2797

88
Lampiran 20. Hasil pengolahan data kadar air dengan SPSS 15
Between-Subjects Factors

Value Label N
B 1 20% 4
2 12% 4
3 8% 4
A 1 3:1 6
2 1:1 6

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: KADAR.AIR


Type III Sum
Source of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 2.271a 5 .454 2.105 .196
Intercept 2168.574 1 2168.574 10047.010 .000
B 2.044 2 1.022 4.736 .058
A .046 1 .046 .212 .662
B*A .181 2 .091 .420 .675
Error 1.295 6 .216
Total 2172.140 12
Corrected Total 3.567 11
a. R Squared = .637 (Adjusted R Squared = .334)

KADAR.AIR
a,b
Duncan
Subset
B N 1 2
20% 4 13.052684
12% 4 13.262314 13.262314
8% 4 14.014029
Sig. .547 .062
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = .216.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000.
b. Alpha = .05.

89
Lampiran 21. Data analisis kadar mineral tepung sorgum, tepung ampas tahu, dan
produk

Formula Ulangan Kadar Abu (% Bobot Kering)


1 1.5698 1.62580.0792
A1B1
2 1.6817
1 1.6470 1.66550.0262
A2B1
2 1.6840
1 1.5902 1.64610.0791
A1B2
2 1.7021
1 1.5290 1.58320.0766
A2B2
2 1.6374
1 1.6197 1.66030.0574
A1B3
2 1.7009
1 1.4634 1.48880.0110
A2B3
2 1.1542
Tepung sorgum 1.44770.0095
Tepung ampas tahu 2.92540.0888

Lampiran 22. Hasil pengolahan data kadar mineral dengan SPSS 15


Between-Subjects Factors

Value Label N
B 1 20% 4
2 12% 4
3 8% 4
A 1 3:1 6
2 1:1 6

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: KADAR.ABU


Type III Sum
Source of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model .045a 5 .009 2.287 .171
Intercept 31.168 1 31.168 7901.082 .000
B .010 2 .005 1.288 .343
A .013 1 .013 3.203 .124
B*A .022 2 .011 2.829 .136
Error .024 6 .004
Total 31.236 12
Corrected Total .069 11
a. R Squared = .656 (Adjusted R Squared = .369)

90
Lampiran 23. Data analisis kadar protein tepung sorgum, tepung ampas tahu, dan
produk

Formula Ulangan Kadar protein (% Bobot Kering)


1 11.2675
A1B1 10.96860.4228
2 10.6697
1 11.2553
A2B1 11.03020.3184
2 10.8050
1 9.6931
A1B2 9.50110.2716
2 9.3091
1 8.9265
A2B2 9.05710.1846
2 9.1876
1 9.0059
A1B3 8.74310.3716
2 8.4804
1 8.2392
A2B3 8.72640.2477
2 8.9016
Tepung sorgum 6.91000.2679
Tepung ampas tahu 35.16510.0400

91
Lampiran 24. Hasil pengolahan data kadar protein dengan SPSS 15
Between-Subjects Factors

Value Label N
B 1 20% 4
2 12% 4
3 8% 4
A 1 3:1 6
2 1:1 6

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: KADAR.PROTEIN


Type III Sum
Source of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 11.380a 5 2.276 23.250 .001
Intercept 1122.356 1 1122.356 11465.092 .000
B 11.179 2 5.589 57.098 .000
A .053 1 .053 .542 .489
B*A .148 2 .074 .756 .509
Error .587 6 .098
Total 1134.324 12
Corrected Total 11.967 11
a. R Squared = .951 (Adjusted R Squared = .910)

KADAR.PROTEIN
a,b
Duncan
Subset
B N 1 2 3
8% 4 8.734767
12% 4 9.279074
20% 4 10.999382
Sig. 1.000 1.000 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = .098.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000.
b. Alpha = .05.

92
Lampiran 25. Data analisis kadar lemak tepung sorgum, tepung ampas tahu, dan
produk

Kadar lemak (% Bobot


Formula Ulangan
Kering)
1 15.7898
A1B1 16.15120.5111
2 16.5126
1 16.0884
A2B1 15.93620.2151
2 15.7841
1 16.6750
A1B2 16.06050.8691
2 15.4460
1 15.3209
A2B2 15.84550.7419
2 16.3702
1 14.3903
A1B3 14.87870.6908
2 15.3671
1 12.8983
A2B3 13.34810.6360
2 13.7979
Tepung sorgum 4.16370.1890
Tepung ampas tahu 19.8021 0.9622

93
Lampiran 26. Hasil pengolahan data kadar lemak dengan SPSS 15
Between-Subjects Factors

Value Label N
B 1 20% 4
2 12% 4
3 8% 4
A 1 3:1 6
2 1:1 6

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: KADAR.LEMAK


Type III Sum
Source of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 11.927a 5 2.385 5.736 .028
Intercept 2834.860 1 2834.860 6817.546 .000
B 9.491 2 4.746 11.413 .009
A 1.281 1 1.281 3.081 .130
B*A 1.154 2 .577 1.388 .320
Error 2.495 6 .416
Total 2849.282 12
Corrected Total 14.421 11
a. R Squared = .827 (Adjusted R Squared = .683)

KADAR.LEMAK
a,b
Duncan
Subset
B N 1 2
8% 4 14.113403
12% 4 15.953025
20% 4 16.043715
Sig. 1.000 .849
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = .416.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000.
b. Alpha = .05.

94
Lampiran 27. Data analisis kadar karbohidrat tepung sorgum, tepung ampas tahu,
dan produk

Kadar karbohidrat (% Bobot


Formula Ulangan
Kering)
1 71.3729
A1B1 71.25450.1675
2 71.1360
1 71.0092
A2B1 71.36800.5075
2 71.7268
1 72.0417
A1B2 72.79231.0915
2 73.5429
1 77.5430
A2B2 75.17393.3504
2 72.8048
1 77.3678
A1B3 75.90972.0621
2 74.4516
1 80.3995
A2B3 78.09293.2620
2 75.7863
Tepung sorgum 87.4790.1300
Tepung ampas tahu 42.10730.6593

95
Lampiran 28. Hasil pengolahan data kadar karbohidrat dengan SPSS 15
Between-Subjects Factors

Value Label N
B 1 20% 4
2 12% 4
3 8% 4
A 1 3:1 6
2 1:1 6

Tests of Between-Subjects Effects

Dependent Variable: KADAR.KARBOHIDRAT


Type III Sum
Source of Squares df Mean Square F Sig.
Corrected Model 75.286a 5 15.057 3.282 .090
Intercept 65887.135 1 65887.135 14359.525 .000
B 64.834 2 32.417 7.065 .026
A 7.296 1 7.296 1.590 .254
B*A 3.156 2 1.578 .344 .722
Error 27.530 6 4.588
Total 65989.951 12
Corrected Total 102.816 11
a. R Squared = .732 (Adjusted R Squared = .509)

KADAR.KARBOHIDRAT
a,b
Duncan
Subset
B N 1 2
20% 4 71.311225
12% 4 73.983093 73.983093
8% 4 77.001323
Sig. .128 .093
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
Based on Type III Sum of Squares
The error term is Mean Square(Error) = 4.588.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000.
b. Alpha = .05.

96
Lampiran 29. Data kandungan mineral snack bar formula terbaik

Mineral Ulangan Kadar (mg/1000g)


1 62.4275
Fe 63.89182.0709
2 65.3562
1 65.3562
Zn 23.26831.0442
2 22.5299
1 24.0067
Ca 2045.876075.5335
2 1992.4650

Lampiran 30. Hasil pengukuran warna snack bar formula terbaik

Jenis
Ulangan Data Pengukuran Rata-rata
Pengukuran
L 60.01 58.44 59.10 59.180.7883
a 8.63 8.89 8.34 9.450.4900 L = 59.631.2526
I
b 23.08 24.36 25.18 24.870.4474
Hue 69.50 69.95 71.67 70.371.1453
a = 8.230.4111
L 58.162 58.72 59.10 58.660.4729
a 8.62 8.04 8.13 8.260.3121
II
b 22.93 21.21 22.10 22.080.8602
b = 23.101.0657
Hue 69.40 69.24 69.8 69.480.2884
L 61.48 61.13 60.52 61.040.4858
a 7.55 7.66 8.19 7.800.3422
III Hue
b 22.10 22.77 24.19 23.191.3443
=70.380.9017
Hue 71.14 71.41 71.30 71.280.1358

Lampiran 31. Data analisis kekerasan dengan Texture Analyzer

Kekerasan (gram
Ulangan Rata-rata
force)
1507.3
I 1578.6 1615.03333
1759.2
1599.533321.9203
1604.3
II 1557.2 1584.0330
1590.6

97
Lampiran 32. Informasi nilai gizi snack bar sorgum ampas tahu terpilih
(Soekirman et al., 2004)

INFORMASI NILAI GIZI Jumlah persajian AKG%


Takaran saji 1 bar (41.6g) Karbohidrat 26.68g 8.89
Mineral 0.60g Lemak 5.90g 9.08
Antioksidan 6.23 mg eqivalen vit C Protein 3.49g 6.98
Total serat 3.92g 15.68
IDF 0.76g
SDF 3.16g
Ca 85.11mg 10.64
Fe 2.66mg 10.23
Zn 0.96mg 8.00

98

Вам также может понравиться