Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
1. Pengkajian
a. Identitas klien
b. Alasan Dirawat di Rumah Sakit:
Biasanya klien masuk rumah sakit dengan keluhan nyeri kepala hebat yang
progresif, mual muntah , dan kejang (Siti Rochani, 2007).
c. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Kesehatan Sekarang
Pasien mengatakan nyeri kepala yang biasanya lama, mual muntah secara
progresif, kejang, penurunan nafsu makan, BB menurun, pasien juga
mengalami gangguan kesadaran, kebingungan, hilang keseimbangan,
inkoordinasi, pucat, gangguan menelan, gangguan pada penglihatan, bau
dan rasa, perubahan pada tekanan darah, perubahan frekuensi jantung
(bradikardi atau tachicardi). Klien juga mengatakan badannya terasa
lemah, letih, dan kaku. Pasien juga mengatakan susah untuk tidur karena
nyeri yang dirasakan (Siti Rochani, 2007).
2) Riwayat Kesehatan Dahulu
Pasien pernah memiliki riwayat cidera kepala, pernah terpapar zat-zat
kimia tertentu seperti pestisida, nitro-ethil-urea, pernah terkena sinar
radiasi yang berlebihan, dan terinfeksi oleh virus yang menyerang sistem
syaraf pusat. Selain itu pasien juga memiliki riwayat nyeri kepala yang
sudah belangsung lama (Hendro Susilo, 2000).
3) Riwayat Kesehatan Keluarga
Pasien memiliki riwayat tumor pada keluarga, dan penyakit yang
mendahului dari Space Occupying Lesion ini yaitu sklerosis TB, dan
penyakit neurofibromatosis (Hendro Susilo, 2000).
Nilai GCS :
1) Compos mentis : E 4 M 6 V 5 15
2) Apatis : E 4 M 6 V 4 14
3) Somnolen : E 4 M 5 V 3 12
4) Soporos : E 2 M5 V 2 9
5) Coma : E 2 M 2 V 1 5
6) Coma dalam :E1M1V13
(Widagdo Wahyu, 2008).
b. Fungsi Serebri
1) Status mental : observasi penampilan klien dan tingkah lakunya, nilai
gaya bicara, dan observasi ekspresi wajah klien, aktivitas klien, aktivitas
motorik pada klien tumor intracranial tahap lanjut biasanya status mental
klien mengalami perubahan (Arif Muttaqin, 2008).
2) Fungsi intelektual : didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori
baik jangka pendek maupun jangka panjang. Penurunan kemampuan
berhitung dan kalkulasi. Pada beberapa kasus klien mengalami brain
damage, yaitu kesukaran mengenal persamaan dan perbedaan yang tidak
begitu nyata (Arif Muttaqin, 2008).
3) Kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis : didapatkan bila
kerusakan telah terjadi pada lobus frontal kapasitas, memori, atau fungsi
intelektual kortikal yang lebih tinggi lebih tinggi mungkin rusak.
Disfungsi ini dapat ditunjukkan dalam lapang perhatian terbatas,
kesulitan dalam pemahaman, lupa, dan kurang motivasi (Arif Muttaqin,
2008).
c. Pemeriksaan Saraf Cranial
1) Nervus I (N. Olfactorius)
Pada klien Space Occupying Lesion yang tidak mengompresi saraf ini
tidak ada kelainan pada fungsi penciuman.
2) Nervus II (N. Optikus)
Gangguan lapang pandang disebabkan lesi pada bagian tertentu dari
lintasan visual.
3) Nervus III, IV, VI (N. Okulomotorius, Trochlearis, Abdusen)
Adanya kelumpuhan unilateral atau bilateral dari saraf IV memberikan
manifestasi pada suatu tanda adanya glioblastoma multiforme
4) Nervus V (N. Trigeminus)
Pada keadaan tumor intracranial yang tdak mengompresi saraf
trigeminus maka tidak ada kelainan pada fungsi saraf ini. Pada
neurolema yang mengganggu saraf ini akan didapatkan adanya paralisis
wajah unilateral.
5) Nervus VII (N. Fasialis)
Persepsi penngecapan dalam batas normal, wajah asimetris, otot wajah
tertarik ke bagian sisi yang sehat.
6) Nervus VIII (N. Auditorius)
Pada neurolema didapatkan adanya tuli persepsi. Tumor lobus
temporalis menyebabkan tinitus dan halusinasi pendengaran yang
mungkin diakibatkan iritasi korteks pendengaran temporalis atau
korteks yang berbatasan.
7) Nervus IX dan X (N. Glossopharingeus dan Vagus)
Kemampuan menelan kurang baik, kesukaran membuka mulut
8) Nervus XI (N. Accesorius)
Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoid dan trapezius
9) Nervus XII (N. Hipoglosus)
Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi. Indra
pengecapan normal (Widagdo Wahyu, 2008).
d. Pemeriksaan Sistem motorik
Lesi serebelum mengakibatkan gangguan pergerakan (keseimbangan dan
koordinasi). Gangguan ini bervariasi tergantung pada ukuran dan lokasi
spesifik tumor dalam serebelum. Gangguan yang paling sering dijumpai
kurang menyolok tapi memiliki karakteristik yang sama dengan tumor
serebelum yaitu hipotonia (tidak adanya resistensi normal terhadap
regangan atau perpindahan anggota tubuh dari sikap aslinya) dan
hiperekstensibilitas sendi. Gangguan dalam koordinasi berpakaian
merupakan ciri khas pada klien dengan tumor pada lobus temporalis
(Widagdo Wahyu, 2008).
g. Pemeriksaan Refleks
1) Pemeriksaan Reflek Patologis
a) Babinsky
Telapak kaki digores dari tumit menyusur bagian lateral menuju
pangkal ibu jari, timbul dorso fleksi ibu jari dan pemekaran jari-jari
lainnya.
b) Chadock
Tanda babinsky akan timbul dengan menggores punggung kaki dari
arah lateral ke depan
c) Openheim
Mengurut tibia dengan ibu jari, jario telunjuk, jari tengah dari lutut
menyusur kebawah (+ = babinsky)
d) Gordon
Otot gastroknemius ditekan (+ sama dengan Babinski)
e) Scahaefer
Tanda babinski timbul dengan memijit tendon Achiles
f) Rosollimo
Mengetok bagian basis telapak jari kaki (+) fleksi jari-jari kaki
g) Mendel Rechterew
Mengetok bagian dorsal basis jari kaki. (+) fleksi jari kaki
h) Hoffman Trommer
Positif timbul gerakan mencengkram pada petikan kuku jari telunjuk
atau jari tengah (Hendri Budi, 2010)
1) Reflek fisiologis
Terdapat perubahan pada reflek tendon : hiporefleksia atau hiperefleksia
(Arif Muttaqin, 2008).
Cara menilai reflex fisiologis :
Evaluasi respon klien dengan menggunakan skala 0-4
0 = tidak ada respon
1 = Berkurang
2 = Normal
3 = Hiperreflek
4 = Hiperreflek dengan klonus
Minta klien untuk rileks, menarik nafas panjang sebelum memulai
pemeriksaan
a. Refleks Biceps
o Minta klien duduk dengan rileks dan meletakkan kedua lengan
di atas paha
o Dukung lengan bagian bawah klien dengan tangan non dominan
o Letakkan ibu jari lengan non dominan di atas tendon bicep
o Pukulkan refleks Hammer ibu jari pemeriksa
o Observasi kontraksi otot bicep (fleksi siku)
b. Refleks triceps
o Dukung siku klien dengan tangan non dominan
o Pukulkan reflex hammer pada prosesus olecranon
o Observasi kontraksi otot tricep (ekstensi siku)
c. Reflek Patella
o Minta klien duduk dengan kaki fleksi
o Palpasi lokasi patella
o Ketuk refluks patella dengan reflek hammer
o Observasi ekstensi tungkai bawah dan kontraksi otot quadrisep
d. Refleks brachioradialis
o Minta klien duduk dan meletakkan tangan di atas paha dengan posisi
pronasi
o Pukulkan reflex hammer di atas tendon (kira-kira 2-3 inci dari
pergelangan tangan)
o Observasi fleksi dan supinasi telapak tangan (Hendri Budi, 2010).
e. Pemeriksaan Penunjang
1) Elektroensefalogram (EEG)
Kanker otak, tumor intracranial, Space Occupying Lesion (SOL) maupun
oklusio vascular, infeksi, dan trauma mengakibatkan kerusakan barier darah
otak yang menyebabkan akumulasi abnormal zat radioaktif. (Arif Muttaqin,
2008)
Elektroensefalogram (EEG) mendeteksi gelombang otak abnormal pada
daerah yang ditempati lesi dan dapat memungkinkan untuk mengevaluasi
lobus temporal pada waktu kejang (Aru w. Sudoyo, 2006).
2) Ekoensefalogram
Ekoensefalogram memberi informasi mengenai pergeseran kandungan intra
serebral (Aru w. Sudoyo, 2006).
3) Foto rontgen polos
Foto rontgen polos tengkorak dan medulla spinalis sering digunakan untuk
mengidentifikasi adanya fraktur, dislokasi, dan abnormalitas tulang lainnya,
terutama dalam penatalaksanaan trauma akut. Selain itu, foto rontgen polos
mungkin menjadi diagnostik bila kelenjar pineal yang mengalami
penyimpangan letak terlihat pada hasil foto rontgen, yang merupakan
petunjuk dini tentang adanya SOL (space occupying lesion). (Arif Muttaqin,
2008).
4) Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Pemindaian MRI membarikan gambaran grafik dari struktur tulang, cairan,
dan jaringan lunak. MRI ini memberikan gambaran yang lebih jelas tentang
detail anatomi dan dapat membantu seseorang mendiagnosis tumor kecil,
ganas, atau sindrom infrak dini. (Arif Muttaqin, 2008)
5) Computerized Tomografi (CT Scan)
CT Scan merupakan alat diagnostik yang penting dalam evaluasi pasen yang
diduga menderita Space Occupying Lesion (SOL). Sensitifitas CT Scan
untuk mendeteksi lesi yang berpenampang kurang dari 1 cm dan terletak
pada basis kranil. Gambaran CT Scan pada Space Occupying Lesion (SOL),
umumnya tampak sebagai lesi abnormal berupa massa yang mendorong
struktur otak disekitarnya. Biasanya SOL dikelilingi jaringan udem yang
terlihat jelas karena densitasnya lebih rendah. Adanya kalsifikasi,
perdarahan atau invasi mudah dibedakan dengan jaringan sekitarnya karena
sifatnya yang hiperdens. Beberapa jenis SOL akan terlihat lebih nyata bila
pada waktu pemeriksaan CT Scan disertai dengan pemberian zat kontras.
Penilaian CT Scan pada Space Occupying Lesion (SOL):
a. Tanda proses desak ruang:
- Pendorongan struktur garis tengah otak
- Penekanan dan perubahan bentuk ventrikel (Aru w. Sudoyo, 2006).
6) Angiografi serebral
Angiografi serebral merupakan pilihan terakhir jika dengan pemeriksaan
CT scan dan MRI, diagnosis masih belum bisa ditegakkan. (Hacke W. dan
Kramer H., 1991).
Angiografi memberi gambaran pembuluh darah serebral dan letak tumor.
Kebanyakan angiografi serebral dilakukan dengan memasukkan kateter
melalui arteri femoralis di antara sela paha dan masuk menuju pembuluh
darah bagian atas. Prosedur ini juga dikerjakan dengan tusukan langsung
pada arteri karotis atau arteri vertebral atau dengan suntikan mundur ke
dalam arteri brakialis dengan zat kontras. (Arif Muttaqin, 2008)
7) Radiogram
Memberikan informasi yang sangat berharga mengenai struktur, penebalan
dan klasifikasi, posisi kelenjar pineal yang mengapur, dan posisi selatursika
(Arif Muttaqin, 2008).
8) Sidik otak radioaktif
Memperlihatkan daerah-daerah akumulasi abnormal dari zat radioaktif.
Space Occupying Lesion (SOL) mengakibatkan kerusakan sawar darah otak
yang menyebabkan akumulasi abnormal zat radioaktif (Arif Muttaqin,
2008)
9) Biopsi stereotaktik bantuan-komputer (tiga dimensi)
Biopsi stereotaktik digunakan untuk mendiagnosis kedudukan lesi yang
dalam dan untuk memberikan dasar-dasar pengobatan dan informasi
prognosis. (Suzanne C. Smeltzer, 2001).