Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
2.1 Pengertian
Dermatitis ialah peradangan kulit ( epidermis & dermis ) sebagai respon terhadap pengaruh fakor
eksogen / pengaruh factor endogen, menimbulkan kelainan klinis berupa efloresensi polimorfik (
eritema, edema, papul, vesikel, skuama ) & keluhan gatal ( Djuanda, Adhi, 2007 ).
2.2 Epidemiologi
Dermatitis kontak iritan bisa diderita oleh semua manusia dari aneka golongan umur, ras, & jenis
kelamin. Jumlah penderita dermatitis kontak iritan diperkirakan cukup banyak, namun angkanya
secara tepat sulit diketahui. Hal ini diakibatkan antara lain oleh banyak penderita dgn kelainan
ringan tidak datang berobat. Bila dibandingkan dgn dermatitis kontak iritan, jumlah penderita
dermatitis kontak alergik lebih sedikit, oleh hanya mengenai manusia yg kulitnya sangat peka
(hipersensitif). Namun sedikit sekali informasi mengenai prevalensi dermatitis ini di masyarakat.
2.3 Etiologi
Penyebabnya secara umum bisa dibedakan menjadi 2 yaitu :
Luar ( eksogen ) misalnya bahan kimia ( deterjen, oli, semen ), fisik ( sinar matahari, suhu ),
mikroorganisme ( mikroorganisme, jamur).
Dlm ( endogen ) misalnya dermatitis atopik.
2.6 Patofisologi
Kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yg diakibatkan oleh iritan lewat kerja kimiawi / fisik.
Bahan irisan merusak lapisan tanduk, denaturasi keratin, menyingkirkan lemak lapisan tanduk, &
mengubah daya ikat air kulit. Kondisi ini mau merusak sel epidermis.
Ada 2 jenis bahan iritan yaitu: iritan kuat & iritan lemah. Iritan kuat mau menimbulkan kelainan
kulit pada pajanan pertama pada hampir semua manusia, sedang iritan lemah hanya pada mereka
yg paling rawan / mengalami kontak berulang-ulang. Faktor lain yg bisa mempengaruhi yaitu:
kelembaban udara, tekanan, gesekan, mempunyai andil pada terjadinya kerusakan tersebut.
Berkaitan dgn gejala-gejala diatas bisa menimbulkan rasa nyeri yg timbul akibat lesi kulit, erupsi
& gatal. Selain 1tu, bisa menimbulkan gangguan intergritas kulit & gangguan citra tubuh yg
timbul oleh vesikel kecil, kulit kering, pecah-pecah & kulit bersisik.
2.7 Klasifikasi
2.7.1 Berlandaskan etiologinya dermatitis diklasifikasikan menjadi 3 yaitu :
Dermatitis kontak ( dermatitis venemata )
Merupakan dermatitis yg diakibatkan oleh oleh bahan yg menempel pada kulit / dermatitis
kontak merupakan respon reaksi hipersensitivitas lambat tipe IV. Penyakit ini ialah kelainan
inflamasi yg sering bersifat ekzematosa yg diakibatkan oleh reaksi kulit terhadap sejumlah bahan
yg iritatif / alergenik.
Ada 4 bentuk dermatitis kontak yaitu :
Dermatitis kontak iritan
Dermatitis yg terjadi akibat kontak dgn bahan yg secara kimiawi / fisik merusak kulit tiada dasar
imunologik. Terjadi sesudah kontak pertama dgn iritan / kontak ulang dgn iritan ringan selama
waktu yg lama. Dermatitis ini terjadi oleh dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu ukuran
molekul, daya larut, konsentrasi bahan tersebut, lama kontak, kekerapan, gesekan & trauma fisis,
shu serta kelembaban. Selain faktor diatas faktor lain yg mendukung terjadinya dermatitis kontak
alergik ialah faktor individu misalnya perbedaan kelembaban kulit, usia ( anak dibawah umur 8
tahun & usia lanjut lebih mudah teritasi ), ras ( kulit hitam lebih rentan dari kulit putih ) & jenis
kelamin ( insidans DKI lebih banyak pad wanita ). Gejala-gejala klinis yamg terjadi ialah
kekeringan kulit yg berlangsung beberapa hari hingga bulan. Vesikulasi, fisura & pecah-pecah.
Tangan & lengan bawah merupakan bagian yg paling sering terkena.
Dermatitis Atopik
Ialah peradangan kulit yg melibatkan perangsangan berlebihan limfosit T & sel Mast. Tipe gatal
kronik yg sering timbul, dlm kondisi yg sering dijuluki eksema. Manifestasi klinik dimulai sejak
selama kanak-kanak. Dlm kondisi akut, yg pertama tampak kemerahan & banyak kerak. Pada
bayi lesi kulit tampak pada wajah & bokong. Pada anak yg yg lebih tua & remaja, lesi tampak
lebih sering muncul di tangan & kaki, di belakang lutut & lipat siku. Gejala-gejala terbesar ialah
pruritus hebat menyebabkan berulangnya peradangan & pembentukan lesi yg merupakan
keluahan utama mencari bantuan.
Dermatitis medikamentosa
Ialah kelainan hipersensitivitas tipe I, merupakan istilah yg diberdayakan untuk ruang kulit karen
pemakaian internal obat-obatan / medikasi tertentu. Pada umumnya reaksi obat timbul
mendadak, ruam bisa diikuti dgn gejala-gejala sistemik / menyeluruh.
1. Kortikosteroid
Kortikosteroid mempunyai peranan penting dlm sistem imun. Pemberian topikal mau
menghambat reaksi aferen & eferen dari dermatitis kontak alergik. Steroid menghambat aktivasi
& proliferasi spesifik antigen. Ini mungkin diakibatkan oleh efek langsung pada sel penyaji
antigen & sel T. Pemberian steroid topikal pada kulit menyebabkan hilangnya molekul CD1 &
HLA-DR sel Langerhans, sehingga sel Langerhans kehilangan fungsi penyaji antigennya. Jg
menghalangi pelepasan IL-2 oleh sel T, dgn demikian profilerasi sel T dihambat. Efek
imunomodulator ini meniadakan respon imun yg terjadi dlm proses dermatitis kontak dgn
demikian efek terapetik. Jenis yg bisa diberikan ialah hidrokortison 2,5 %, halcinonid &
triamsinolon asetonid. Cara pemakaian topikal dgn menggosok secara lembut. Untuk
meningkatan penetrasi obat & mempercepat penyembuhan, bisa dilakukan secara tertutup dgn
film plastik selama 6-10 jam setiap hari. Perlu diperhatikan timbulnya efek samping berupa
potensiasi, atrofi kulit & erupsi akneiformis.
2. Radiasi ultraviolet
Sinar ultraviolet jg mempunyai efek terapetik dlm dermatitis kontak lewat sistem imun. Paparan
ultraviolet di kulit mengakibatkan hilangnya fungsi sel Langerhans & menginduksi timbulnya sel
panyaji antigen yg berasal dari sumsum tulang yg bisa mengaktivasi sel T supresor. Paparan
ultraviolet di kulit mengakibatkan hilangnya molekul permukaan sel langehans (CDI & HLA-
DR), sehingga menghilangkan fungsi penyaji antigennya. Kombinasi 8-methoxy-psoralen &
UVA (PUVA) bisa menekan reaksi peradangan & imunitis. Secara imunologis & histologis
PUVA mau mengurangi ketebalan epidermis, menurunkan jumlah sel Langerhans di epidermis,
sel mast di dermis & infiltrasi mononuklear. Fase induksi & elisitasi bisa diblok oleh UVB.
Lewat mekanisme yg diperantarai TNF maka jumlah HLA- DR + dari sel Langerhans mau
sangat berkurang jumlahnya & sel Langerhans menjadi tolerogenik. UVB jg merangsang
ekspresi ICAM-1 pada keratinosit & sel Langerhans.
3. Siklosporin A
Pemberian siklosporin A topikal menghambat elisitasi dari hipersensitivitas kontak pada marmut
percobaan, tapi pada manusia hanya memberikan efek minimal, mungkin diakibatkan oleh
kurangnya absorbsi / inaktivasi dari obat di epidermis / dermis.
4. Antibiotika & antimikotika
Superinfeksi bisa ditimbulkan oleh S. aureus, S. beta & alfa hemolitikus, E. coli, Proteus &
Candida sp. Pada kondisi superinfeksi tersebut bisa diberikan antibiotika (misalnya gentamisin)
& antimikotika (misalnya clotrimazole) dlm bentuk topikal.
5. Imunosupresif topikal
Obat-obatan baru yg bersifat imunosupresif ialah FK 506 (Tacrolimus) & SDZ ASM 981.
Tacrolimus bekerja dgn menghambat proliferasi sel T lewat penurunan sekresi sitokin seperti IL-
2 & IL-4 tiada merubah responnya terhadap sitokin eksogen lain. Hal ini mau mengurangi
peradangan kulit dgn tidak menimbulkan atrofi kulit & efek samping sistemik. SDZ ASM 981
merupakan derivat askomisin makrolatum yg berefek anti inflamasi yg cukup tinggi. Pada
konsentrasi 0,1% potensinya sebanding dgn kortikosteroid klobetasol-17-propionat 0,05% &
pada konsentrasi 1% sebanding dgn betametason 17-valerat 0,1%, namun tidak menimbulkan
atrofi kulit. Konsentrasi yg diajurkan ialah 1%. Efek anti peradangan tidak mengganggu respon
imun sistemik & penggunaan secara topikal sama efektifnya dgn pemakaian secara oral.
Pengobatan sistemik
Pengobatan sistemik ditujukan untuk mengontrol rasa gatal & / edema, jg pada kasus-kasus
sedang & berat pada kondisi akut / kronik. Jenis-jenisnya ialah :
1)Antihistamin
Maksud pemberian antihistamin ialah untuk memperoleh efek sedatifnya. Ada yg berpendapat
pada stadium permulaan tidak terdapat pelepasan histamin. Tapi ada jg yg berpendapat dgn
adanya reaksi antigen-antobodi terdapat pembebasan histamin, serotonin, SRS-A, bradikinin &
asetilkolin.
2)Kortikosteroid
Diberikan pada kasus yg sedang / berat, secara peroral, intramuskular / intravena. Pilihan terbaik
ialah prednison & prednisolon. Steroid lain lebih mahal & memiliki kekurangan oleh berdaya
kerja lama. Bila diberikan dlm waktu singkat maka efek sampingnya mau minimal. Perlu
perhatian khusus pada penderita ulkus peptikum, diabetes & hipertensi. Efek sampingnya
terutama pertambahan berat badan, gangguan gastrointestinal & perubahan dari insomnia hingga
depresi. Kortikosteroid bekerja dgn menghambat proliferasi limfosit, mengurangi molekul CD1
& HLA- DR pada sel Langerhans, menghambat pelepasan IL-2 dari limfosit T & menghambat
sekresi IL-1, TNF-a & MCAF.
3)Siklosporin
Mekanisme kerja siklosporin ialah menghambat fungsi sel T penolong & menghambat produksi
sitokin terutama IL-2, INF-r, IL-1 & IL-8. Mengurangi aktivitas sel T, monosit, makrofag &
keratinosit serta menghambat ekspresi ICAM-1.
4)Pentoksifilin
Bekerja dgn menghambat pembentukan TNF-a, IL-2R & ekspresi ICAM-1 pada keratinosit &
sel Langerhans. Merupakan derivat teobromin yg memiliki efek menghambat peradangan.
5)FK 506 (Takrolimus)
Bekerja dgn menghambat respon imunitas humoral & selular. Menghambat sekresi IL-2R, INF-r,
TNF-a, GM-CSF . Mengurangi sintesis leukotrin pada sel mast serta pelepasan histamin &
serotonin. Bisa jg diberikan secara topikal.
6)Ca++ antagonis
Menghambat fungsi sel penyaji dari sel Langerhans. Jenisnya seperti nifedipin & amilorid.
7)Derivat vitamin D3
Menghambat proliferasi sel T & produksi sitokin IL-1, IL-2, IL-6 & INF-r yg merupakan
mediator-mediator poten dari peradangan. Contohnya ialah kalsitriol.
8)SDZ ASM 981
Merupakan derivay askomisin dgn aktifitas anti inflamasi yg cukup tinggi. Bisa jg diberikan
secara topical, pemberian secara oral lebih baik daripada siklosporin
2.11 Diet
Penatalaksanaan diet pada dermatitis msih merupakan kasus yg kontriversional. Alergi makanan
yg signifikan tidak diketahui seganai penyebab dari dermatitis / berapa persentase dari klien
dermatitis yg mempunyai alergi terhadap makanan. Diet pada penyakit dermatitis ialah diet
TKTP ( Cukup tinggi Kalori Cukup tinggi Protein).
a. Tujuan diet dermatitis:
Memberikan makanan secukupnya tiada menimbulkan gejala-gejala alergi, meringankan
intensitas serangan, mengurangi frekuensi serangan.
Mencapai status gizi yg optimal.
b. Syarat diet dermatitis:
Cukup tinggi Energi, protein, mineral & vitamin sesuai dgn kebutuhan.
Tidak memanfaatkan bahan makanan yg disangka menimbulkan alergi.
c. Bahan makanan yg bisa menimbulkan alergi:
Sumber zat tenaga : beras, gandum, cantel, havemut, jagung, kentang, lombok, terong .
Sumber zat pembangun : daging sapi, susu sapi, ayam, kalkun, itik, burung dara & telur hewan
tsb., ikan tawar, ikan laut, cumi, kerang, keong, kepiting, rajungan, udang, belut, kura-
kura,penyu, telur penyu, ular , kacang tanah,kacang polong, kedelai & hasil olahan.
Sumber Zat Pengatur : daun selada, bit, bawang merah,bawang putih, labu, ragi, semangka,
kurma, peterseli, brocoli,lobak,kol,anggur, apel, murbei, stroberi,kayu manis, kakao, coklat.
Dermatitis atopik : erupsi kulit yg bersifat kronik residif, pada tempat-tempat tertentu seperti
lipat siku, lipat lutut dise rtai riwayat atopi pada penderita / keluarganya. Penderita dermatitis
atopik mengalami efek pada sisitem imunitas seluler, dimana sel TH2 mau memsekresi IL-4 yg
mau merangsang sel Buntuk memproduksi IgE, & IL-5 yg merangsang pembentukan eosinofil.
Sebaliknya jumlah sel T dlm sirkulasi menurun & kepekaan terhadap alergen kontak menurun.
Dermatitis numularis : merupakan dermatitis yg bersifat kronik residif dgn lesi berukuran
sebesar uang logam & umumnya berlokasi pada sisi ekstensor ekstremitas.
Dermatitis medikamentosa: adanya riwayat minum obat sebelumnya, setelah 1tu timbul reaksi
obat mendadak, ruam bisa diikuti dgn gejala-gejala sistemik / menyeluruh.
2. Diagnosa Keperawatan
Kerusakan integritas kulit b/d adanya lesi, perubahan pigmentasi, penebalan epidermis &
kekakuan kulit.
Nyeri b/d agen cedera fisik: adanya vesikel / bula, erosi , papula, garukan berulang
Gangguan pola tidur b/d pruritus, nyeri.
Ganguan citra tubuh b/d penyakit dermatitis.
Minus pengetahuan b/d program terapi.
Dx 2: Nyeri b/d agen cedera fisik: adanya vesikel / bula, erosi , papula, garukan berulang.
Tujuan: Setelah diberikan tindakan keperawatan 324 jam, rasa nyeri pasien bisa berkurang
Kriteria Hasil:
Melaporkan nyeri berkurang/ terkontrol.
Menunjukkan ekspresi wajah/ postur tubuh rileks.
Berpartisipasi dlm aktivitas & tidur / istirahat dgn tepat.
Intervensi:
Observasi keluhan nyeri, perhatikan lokasi / karakter & intensitas skala nyeri (0-10 )
Rasional: bisa mengidentifikasi terjadinya komplikasi & untuk intervensi selanjutnya.
Ajarkan tehnik relaksasi progresif, nafas dlm guided imagery.
Rasional: membantu klien untuk mengurangi persepsi nyeri / mangalihkan perhatian klien dari
nyeri.
Kolaborasi: Berikan obat sesuai indikasi topikal maupun sistemik; pentoksifilin
Rasional: pemberian obat membantu mengurangi efek peradangan.
Intervensi :
Nasihati klien untuk menjaga kamar tidur agar tetap memiliki ventilasi & kelembaban yg baik.
Rasional: Udara yg kering membuat kulit terasa gatal, lingkungan yg nyaman meningkatkan
relaksasi.
Menjaga agar kulit selalu lembab.
Rasional: Tindakan ini mencegah kehilangan air, kulit yg kering & gatal biasanya tidak bisa
disembuhkan tetapi bisa dikendalikan.
Menghindari minuman yg mengandung kafein menjelang tidur.
Rasional: kafein memiliki efek puncak 2-4 jam setelah dikonsumsi.
Melaksanakan gerak badan secara teratur.
Rasional: memberikan efek menguntungkan bila dilaksanakan di sore hari.
Mengerjakan hal ritual menjelang tidur.
Rasional: Memudahkan peralihan dari kondisi terjaga ke kondisi tertidur.
4. Evaluasi
Dx 1:
Mengungkapkan peningkatan kenyamanan kulit.
Berkurangnya tingkat pengelupasan kulit, berkurangnya kemerahan, berkurangnya lecet oleh
garukan, penyembuhan area kulit yg telah rusak.
Dx 2:
Melaporkan nyeri berkurang/ terkontrol.
Menunjukkan ekspresi wajah/ postur tubuh rileks.
Berpartisipasi dlm aktivitas & tiduratau istirahat dgn tepat.
Dx 3:
Mencapai tidur yg nyenyak.
Mempertahankan kondisi lingkungan yg tepat.
Menghindari konsumsi kafein.
Mengenali tindakan untuk meningkatkan tidur.
Mengenali pola istirahat/tidur yg memuaskan.
Dx 4:
Mengembangkan peningkatan kemauan untuk menerima kondisi diri.
Mengikuti & turut berpartisipasi dlm tindakan perawatan diri.
Melaporkan perasaan dlm pengendalian situasi.
Menguatkan kembali dukungan positif dari diri sendiri.
Mengutarakan perhatian terhadap diri sendiri yg lebih sehat.
Memanfaatkan teknik penyembunyian kekurangan & menekankan teknik untuk meningkatkan
penampilan.
Dx 5:
Memiliki pemahaman terhadap perawatan kulit.
Mengikuti terapi & bisa menjelaskan alasan terapi.
Melaksanakan mandi, pembersihan & balutan basah sesuai program.
Memanfaatkan obat topikal dgn tepat.
Memahami pentingnya nutrisi untuk kesehatan kulit.
Daftar Pustaka
Djuanda, Adhi dkk. 2007. Ilmu Penyakit Kulit & Kelamin. Jakarta: FKUI.
Doenges, Marlynn E dkk.2005. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan &
pendokumentasian Perawatan pasien, Ed III. Jakarta: EGC