Вы находитесь на странице: 1из 3

Kabupaten Bojonegoro merupakan salah satu daerah di Jawa Timur yang terus berusaha

meningkatkan pelayanan kesehatan sehingga menjangkau seluruh desa. Pelayanan kesehatan


tidak hanya ditujukan untuk mengobati orang yang sakit, tetapi juga untuk upaya pencegahan,
dan yang paling menonjol adalah upaya mengurangi angka balita gizi buruk dengan melibatkan
peran masyarakat desa.
Pelayanan kesehatan berbasis desa maknanya adalah di setiap desa sudah tersedia fasilitas
kesehatan yang didukung dengan tenaga medis yang disebut dengan bidan desa. Setiap bidan
desa melakukan pembinaan terhadap para kader kesehatan Posyandu yang berada pada tingkat
lingkungan atau RW (rukun warga). Tujuannya agar para kader memiliki pengetahuan yang
cukup untuk memantau perkembangan kesehatan balita di lingkungannya.

Para kader kesehatan yang rata-rata kaum ibu ini juga dibekali bagaimana meramu atau
membuat menu makanan yang bergizi, tetapi murah dan terjangkau oleh masyarakat desa.
Setiap dua minggu sekali diadakan pelatihan dan penyuluhan bagaimana cara memantau
perkembangan kesehatan balita serta standar pengisian kartu sehat.

Para kader kesehatan desa ini kemudian menularkan ilmu mereka kepada ibu-ibu yang memiliki
balita melalui Program Pos Gizi. Pos Gizi adalah pembelajaran kepada ibu-ibu yang memiliki
balita khususnya yang memiliki tanda-tanda gizi kurang untuk membuat aneka menu makanan
bergizi. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi agar balita tersebut tidak masuk kategori gizi
buruk. Pembelajaran yang dilakukan selama kurang lebih 12 hari ini, berdampak positif terhadap
pengetahuan ibu-ibu yang memiliki balita, tentang bagaimana mereka menyediakan makanan
bergizi tanpa harus mengeluarkan biaya yang besar.
Kuncinya ada pada variasi menu yang memang selama ini belum dipikirkan oleh ibu-ibu di
perdesaan. Contoh kecil adalah pembuatan sop yang selama ini hanya berisi wortel dan kubis,
kini diperkaya dengan kentang, buncis, tahu serta balungan (tulang belulang). Menu lain yang
diajarkan adalah membuat tahu yang dipadu dengan bakso, pepes ikan asin dicampur dengan
telor dan tahu serta pembuatan perkedel tempe. Selain itu, ibu-ibu juga diajari cara membuat
berbagai variasi minuman dan puding yang bergizi tinggi.
Dampak positif dari pembuatan variasi menu makanan ini, membuat anak mau makan dengan
lahap. Apalagi, pemberian makan dilakukan secara bersama-sama, sehingga membuat anak
semakin semangat untuk makan. Dengan adanya Pos Gizi rata-rata bisa menaikkan berat badan
balita antara 0,3 kg hingga 0,8 kg. Dengan adanya Pos gizi, saya jadi tahu cara membuat
makanan yang bergizi, tutur Rantiah, salah satu warga Desa Banjarejo, Kecamatan Sumberejo.
Selain diberikan pengetahuan cara membuat variasi makanan bergizi, ibu-ibu pemilik balita gizi
kurang juga diberikan paket makanan bergizi seperti susu, biskuit, bubur kacang, vitamin dan
lain sebagainya. Untuk mendukung pemberian makanan bergizi, Dengan pemberdayaan
masyarakat desa yang didukung tenaga medis yang menjangkau pelosok desaFaktor lainnya
yang turut membantu menurunkan angka gizi buruk adalah peran tenaga medis mulai dari bidan
desa dan ahli gizi di Puskesmas yang rutin melakukan kunjungan ke masyarakat. setiap bidan
desa, setidaknya seminggu sekali melakukan pemantauan terhadap balita yang disinyalir gizi
kurang. Hal yang sama dilakukan kepada ibu hamil, untuk memantau agar bayi dalam
kandungannya tetap sehat hingga waktu melahirkan tiba.

Gencarnya para tenaga medis untuk turun ke masyarakat, didukung oleh biaya operasional yang
bersumber dari dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) yang dikucurkan kepada seluruh
Puskesmas di Bojonegoro. Pada tahun 2012, Bojonegoro mendapat alokasi BOK sebesar Rp
2,7 miliar yang menjangkau 26 Puskesmas di mana setiap Puskesmas rata-rata mendapat dana
Rp 69 juta. BOK merupakan program pemerintah yang berupaya mengedepankan pencegahan
daripada pengobatan, melalui berbagai penyuluhan, sosialisasi, pendampingan dan lain
sebagainya.

Di lain pihak, berbagai fasilitas kesehatan juga terus ditingkatkan hingga ke pelosok desa. dalam
hal ini, pada tahun 2011, Pemkab Bojonegoro telah membangun Poskesdes di 40 desa dengan
anggaran Rp 7,22 miliar, sehingga seluruh desa yang berjumlah 331 desa, telah tersedia fasilitas
kesehatan. Selain Poskesdes, juga tersedia 36 Puskesmas, 68 Puskesmas Pembantu (Pustu),
36 Puskesmas Keliling dan 3 RSUD.

Salah satu desa yang berhasil menurunkan angka gizi buruk adalah desa Banjarrejo, Kecamatan
Sumberejo, yang berjarak sekitar 30 km dari pusat kota Bojonegoro. Pada tahun 2010, desa ini
memiliki 2 balita yang terkena gizi buruk, dan tahun 2011 telah bebas dari gizi buruk. Di lain
pihak, angka balita yang bergizi baik tercatat meningkat dari 129 balita pada tahun 2010 menjadi
143 balita pada tahun 2011. Sementara balita yang diindikasikan memiliki gizi kurang berkurang
dari 86 balita pada tahun 2010 menjadi 72 balita pada tahun 2011.

Desa ini memiliki 15 orang kader kesehatan yang aktif di Posyandu, dan bertugas memantau
kesehatan balita dan memberikan penyuluhan tentang cara membuat makanan bergizi. Khusus
bagi anak yang terindikasi gizi kurang diikutsertakan dalam program Pos Gizi serta diberikan
paket makanan bergizi. Dengan adanya Pos gizi, berat badan anak saya bertambah dari 14,2
kg menjadi 14,5 kg, tutur Muntamah salah satu peserta Pos Gizi yang memiliki balita berusia 30
bulan. Hal senada dikemukakan Sumarmi peserta Pos Gizi yang memiliki balita berusia 60
bulan dengan berat 14,9 kg. Dulu anak saya kecil, susah makan, setelah ikut Pos gizi jadi mau
makan, ungkapnya.
Khusus bagi balita yang masuk kategori gizi buruk, penangannya dilakukan secara intensif di
Puskesmas. Balita yang masuk gizi buruk diberikan paket makanan bergizi selama 90 hari
senilai Rp 2,7 juta. Salah satu balita yang pernah masuk kategori gizi buruk adalah M Solahudin,
warga Dusun Banjarsari, Desa Sumur Agung, Kecamatan Sumberejo. Balita yang berusia 2,5
tahun ini memiliki berat hanya 8,6 kg, sementara normalnya 11 kg. Setelah melalui pemberian
paket makanan dan perawatan intensif, kini beratnya meningkat menjadi 10 kg, sehingga telah
bebas dari gizi buruk, walaupun masih masuk kategori gizi kurang. Saya mendapat bantuan
makanan dan susu untuk anak saya, sehingga beratnya bertambah, tutur Musawaroh, ibunda
dari M Solehuddin.

Berdasarkan pengamatan di lapangan, ia memang merupakan salah satu keluarga kurang


mampu, sehingga tidak mampu memberikan gizi yang cukup bagi anak-anaknya. Suaminya
hanya bekerja sebagai tukang pijat dengan penghasilan sekitar Rp 20 ribu hingga Rp 60 ribu per
hari.
.

Вам также может понравиться