Вы находитесь на странице: 1из 20

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Indonesia tergolong sebagai negara dengan laju pertumbuhan
penduduk yang relatif cepat. Pertumbuhan penduduk yang cepat
menyebabkan Indonesia menempati urutan ke empat dengan jumlah
penduduk terbesar setelah China, India dan Amerika Serikat. Pertumbuhan
penduduk merupakan keseimbang yang dinamis antara kekuatan-kekuatan
yang menambah dan kekuatan-kekuatan yang mengurangi jumlah
penduduk. Pertumbuhan penduduk diakibatkan oleh 4 komponen yaitu :
kelahiran (fertilitas), kematian (mortalitas), in-migration (migrasi masuk)
dan out-migration (migrasi keluar).
Kematian atau mortalitas adalah salah satu dari tiga komponen
proses demografi yang berpengaruh terhadap struktur penduduk. Dua
komponen proses demografi lainnya adalah kelahiran (fertilitas) dan
mobilisasi penduduk. Tinggi rendahnya tingkat mortalitas penduduk di
suatu daerah tidak hanya mempengaruhi pertumbuhan penduduk tetapi
juga merupakan barometer dari tinggi rendahnya tingkat kesehatan
masyarakat di daerah tersebut. Maka, dengan memperhatikan trend dari
tingkat mortalitas dan fertilitas di masa lampau dan estimasi
perkembangan di masa mendatang dapatlah dibuat sebuah proyeksi
penduduk wilayah bersangkutan. Mati ialah peristiwa hilangnya semua
tanda-tanda kehidupan secara permanen, yaitu bisa terjadi setiap saat
setelah kelahiran hidup (Budi Utomo (1985) dalam Mantra (2007). Dari
definisi ini terlihat bahwa keadaan mati hanya bisa terjadi kalau sudah
terjadi kelahiran hidup. Dengan demikian keadaan mati selalu didahului
oleh keadaan hidup. Dengan kata lain, mati tidak pernah ada kalau tidak
ada kehidupan, sedangkan hidup selalu di mulai dengan lahir hidup (liver
birth).
Maka dari itu pentingnya pelaporan data terkait tiap-tiap peristiwa
kematian (mortalias) seseorang. Data tersebut dapat digunakan untuk
mengetahui tingkat kematian dan kecenderungan (tren), mengetahui

1
penyebab eksogen dan endogen dari kematian bayi, dan faktor-faktor
sosial ekonomi, perilaku dan lingkungan yang mempengaruhi tingkat
kematian. Penulis dalam makalah ini mencoba mengkaji peristiwa
kematian dan diharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat umum.

B. RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah dalam penulisan ini adalah:
1. Apa yang dimaksud dengan konsep mortalitas?
2. Darimana sajakah sumber data kematian?
3. Apa saja pengukuran data kematian?
4. Apa saja penyebab eksogen dan endogen kematian?
5. Apa saja tolak ukur angka kematian?
6. Bagaimana pola dan tren kematian di Indonesia?

C. TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan penulisan dalam penulisan ini adalah:
1. Mengetahui konsep mortalitas
2. Mengetahui sumber data kematian
3. Mengetahui pengukuran data kematian
4. Mengetahui penyebab eksogen dan endogen kematian
5. Mengetahui tolak ukur angka kematian
6. Mengetahui pola dan tren kematian di Indonesia

D. MANFAAT PENULISAN
Adapun manfaat dari penulisan ini adalah:
1. Memahami konsep mortalias
2. Menambah pengetahuan tentang studi kependudukan terkait
kematian (mortalitas)

BAB II
PEMBAHASAN

A. KONSEP KEMATIAN (MORTALITAS)


Kematian atau mortalitas adalah salah satu dari tiga komponen proses
dmografi yang berpengaruh terhadap struktur penduduk. Dua komponen
proses demografi lainnya adalah kelahiran (fertilitas) dan mobilisasi
penduduk. Tinggi rendahnya tingkat mortalitas penduduk di suatu daerah tidak
hanya mempengaruhi pertumbuhan penduduk tetapi juga merupakan
barometer dari tinggi rendahnya tingkat kesehatan masyarakat di daerah
2
tersebut. Dengan memperhatikan trend dari tingkat mortalitas dan fertilitas di
masa lampau dan estimasi perkembangan di masa mendatang dapatlah dibuat
sebuah proyeksi penduduk wilayah bersangkutan. Yang dimaksud dengan mati
ialah peristiwa hilangnya semua tanda-tanda kehidupan secara permanen,
yaitu bisa terjadi setiap saat setelah kelahiran hidup Budi Utomo (1985) dalam
Mantra (2007).
Menurut Wirosuhardjo (1981: 85) konsep mati perlu diketahui guna
mendapatkan data kematian yang benar. Dengan kemajuan ilmu kedokteran,
kadang-kadang sulit membedakan keadaan mati dan keadaan hidup secara
klinik. Apabila pengertian mati tidak dikonsepkan, dikhawatirkan bisa terjadi
perbedaan penafsiran antara berbagai orang tentang kapan seorang dikatakan
mati.
Menurut konsepnya, terdapat 3 keadaan vital, yang masing-masing saling
bersifat mutually exclusive, artinya keadaan yang satu tidak mungkin terjadi
bersamaan dengan salah satu keadaan lainnya. Tiga keadaan vital tersebut:
1. Lahir hidup (Live birth)
2. Mati (Death)
3. Lahir mati (Fatal death)
UN (United Nations) dan WHO (World Health Organization) membuat
definisi mati sebagai berikut:
Mati adalah keadaan menghilangnya semua tanda-tanda
kehidupan secara permanen, yang bisa terjadi setiap saat setelah
kelahiran hidup
Pada definisi di atas terlihat bahwa keadaan mati hanya bisa terjadi
kalau sudah terjadi kelahiran hidup. Dengan demikian keadaan mati selalu
didahului dengan keadaan hidup. Dengan kata lain, mati tidak pernah ada
kalau tidak ada hidup. Sedangkan hidup selalu dimulai dengan lahir hidup.
Definisi lahir hidup menurut UN dan WHO adalah sebagai berikut:
Lahir hidup yaitu suatu peristiwa keluarnya hasil konsepsi dari rahim
seorang ibu secara lengkap tanpa memandang lamanya kehamilan dan
setelah perpisahan tersebut terjadi, hasil konsepsi bernafas dan
mempunyai tanda-tanda hidup lainnya, seperti denyut jantung, denyut
tali pusat, atau gerakan-gerakan otot, tanpa memandang apakah tali
pusat sudah dipotong atau belum.
Di lain pihak, lahir mati (fatal death) yaitu peristiwa menghilangnya
tanda-tanda kehidupan dari hasil konsepsi sebelum hasil konsepsi tersebut
3
dikeluarkan dari rahim ibunya. Dari definisi mati dan hidup di atas, maka
lahir mati tidak dimasukkan dalam mati maupun hidup. Termasuk dalam
pengertian lahir mati antara lain Still Birth dan abortus.
Mortalitas atau kematian dipengaruhi oleh faktor internal atau faktor
eksternal. Faktor-faktor tersebut akan dijabarkan sebagai berikut:
1. Faktor Internal
Yaitu faktor yang berasal dari dalam diri manusia, contoh:
a. Umur
b. Kelamin
c. Penyakit
d. Kecelakaan
e. Kekerasan
f. BunuhDiri
2. Faktor Eksternal
Yaitu faktor yang bersumber dari luar diri manusia, contoh:
a. Tekanan psikis maupun fisik
b. Kedudukan dalam perkawinan
c. Kedudukan sosial ekonomi
d. Tingkat pendidikan
e. Pekerjaan
f. Beban anak yang dilahirkan
g. Tempat tinggal dan lingkungan
h. Tingkat pencemaran lingkungan
i. Fasilitas kesehatan
j. Kemampuan mencegah penyakit
k. Politik dan bencana alam

B. SUMBER DATA KEMATIAN


Data kematian dapat diperoleh dari berbagai macam sumber antara lain:
1) Sistem Registrasi Vital
Cara pengumpulannya prospektif, yaitu pencatatan yang kontinyu
terhadap tiap-tiap peristiwa kematian. Hasil registrasi penduduk masih
jauh dari memuaskan, banyak peristiwa kematian yang belum tercatat, dan
kualitas datanya rendah. Penduduk sering merasa tidak ada suatu
keharusan untuk melapor dan mencatatkan setiap peristiwa kematian ini
kepada kepala desa atau kepala dukuh. Namun demikian, kalau
dibandingkan dengan pencatatan kelahiran, pencatatan kematian lebih
lengkap.

4
Di Indonesia laporan kematian dikerjakan oleh kepala keluarga
atau salah satu anggota keluarga kepada kepala dukuh. Laporan ini
kemudian diteruskan ke kantor desa pada saat diadakan rapat kepala dukuh
yang biasanya berlangsung seminggu sekali. Sering terjadi bahwa
pelaporan itu tidak dilaporkan oleh kepala keluarga dan tidak pula diterima
oleh kepala dukuh. Kalau kepala dukuh pada hari rapat dapat datang, maka
data kematian ini akan dibawanya pada rapat berikutnya. Agaknya,
penyimpangan-penyimpangan dalam hal siapa yang melaporkan dan
waktu melaporkannya menyebabkan adanya angka pelaporan yang
jumlahnya kurang dari keadaan sebenarnya (under reporting).
Apabila sistem ini bekerja dengan baik merupakan sumber data
kematian yang ideal. Di sini, kejadian kematian dilaporkan dan dicatat
segera setelah peristiwa kematian tersebut terjadi. Tetapi di Indonesia,
belum ada sistem registrasi vital yang bersifat nasional, yang ada hanya
sistem registrasi vital yang bersifat lokal, dan inipun tidak sepenuhnya
meliputi semua kejadian kematian pada kota-kota itu sendiri. Dengan
demikian di Indonesia tidak mungkin memperoleh data kematian (yang
baik) dari sistem registrasi vital.

2) Sensus atau Survei Penduduk


Sensus atau survei penduduk merupakan kegiatan sesaat yang
bertujuan untuk mengumpulkan data penduduk, termasuk pula data
kematian. Berbeda dengan sistem registrasi vital, pada sensus atau survei,
kejadian kematian dicatat setelah sekian lama peristiwa kematian itu
terjadi. Data kematian diperoleh melalui sensus atau Survei dapat
digolongkan menjadi dua bentu:
1) Bentuk langsung (Direct Moratlity Data)
2) Bentuk tidak langsung (Indirrect Mortality Data)
Data kematian bentuk langsung diperoleh dengan menanyakan
kepada responden tentang ada tidaknya kematian selam kurun waktu
tertentu. Apabila ada tidaknya kematian tersebut dibatasi selama satu tahun
terakhir menjelang waktu sensus atau survei dilakukan, data kematian
yang diperoleh dikenal sebagai Current Mortality Data.

5
Sedangkan data kematian bentuk tidak langsung diperoleh melalui
pertanyaan tentang Survivorship golongan penduduk tertentu, misalnya:
anak, ibu, ayah dan sebagainya. Dalam kenyataannya, data kematian
bentuk langsung mempunyai kualitas lebih buruk dibandingkan dengan
data kematian bentuk tidak langsung. Oleh sebab itu, data kematian yang
sering dipakai di Indonesia ialah data kematian bentuk tidak langsung, dan
biasanya yaitu data Survivorship anak. Selain sumber data di atas, data
kematian untuk penduduk golongan tertentu di suatu tempat kemungkinan
dapat diperoleh dari:
a) Rumah sakit
b) Dinas Pemakaman
c) Kantor Polisis Lalu Lintas, dsb.
Tingkat kematian saling berbeda antara kelompok penduduk yangs
atu dan kelompok penduduk yang lainnya. Tingkat kematian penduduk
laki-laki biasanya lebih tinggi daripada tingkat kematian penduduk wanita.
Tingkat kematian penduduk dewasa muda lebih rendah daripada tingkat
kematian bayi dan anak, dan penduduk usia lanjut. Penudduk negara maju
mempunyai tingkat kematian yang lebih rendah dibandingkan dengan
penduduk negara yang sedang berkembang. Penduduk yang berstatus
sosial-ekonomi baik, mampunyai tingkat kematian yang lebih rendah
dibandingkan dengan penduduk yang berstatus sosial-ekonomi buruk.
Tingkat kematian penduduk juga berbeda menurut tempat tinggal dan
mungkin berubah menurut waktu. Dengan demikian, tingkat kematian
dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain: faktor sosial-ekonomi, faktor
pekerjaan, faktor tempat tinggal, faktor pendidikan, faktor umur, faktor
jenis kelamin dan lain sebagainya.

C. PENGUKURAN DATA KEMATIAN


Ukuran kematian menunjukkan suatu angka atau indeks, yang dipakai
sebagai dasar untuk menentukan tinggi rendahnya tingkat kematian suatu
penduduk. Ada berbagai macam ukuran kematian, mulai dari yang paling
sederhana sampai yang cukup kompleks. Namun dmeikian, perlu dicatat
bahwa keadaan kematian suatu penduduk tidaklah dapat diwakili oleh suatu

6
angka tunggal saja. Biasanya berbagai macam ukuran kematian dipakai
sekaligus guna mencerminkan keadaan kematian penduduk secara
keseluruhan. Hampr semua ukuran kematian merupakan rate atau ratio.
Rate merupakan suatu ukuran yang menunjukkan terjadinya suatu kejadian
(misalnya; kematian, kelahiran, sakit dan sebagainya) selama periode waktu-
waktu tertentu. Secara umum rate dapat didefinisikan/dijabarkan sebagai
berikut:
Jumlah kejadian yang terjadi
selama periode waktu tertentu
rate sesuatu kejadian = Jumlah penduduk yang mempunyai
resikomengalam i kejadian tersebut
selama periode yang sama
Catatan: Kejadian (rate) tersebut bisa berupa: kematian, kelahiran, sakit dan
sebagainya.
Ratio merupakan suatu ukuran yang berbentuk suatu angka tunggal yang
menyatakan hasil perbandingan antara 2 angka. Di samping dua bentuk
ukuran di atas, keadangkala dipakai ukuran lain berupa persentase.
Sebenarnya persentase adalah suatu rasio, hanya pada persentase,
pembilangnya merupakan bagian dari penyebut. Dalam menyatakan rate
datau ratio atau 'persentase sebagai suatu ukuran, harus dijelaskan populasi
golongan mana yang bersangkut. Dalam hal ini harus saja:
a) Kapan : Waktu berlakunya ukuran tersebut
b) Siapa : Ukuran tersebut mengani populasi yang mana
c) Apa : Ukuran tersebut meruakan ukuran kejadian apa
Contoh :
Rate : Angka Kematian Kasar (Crude Birth Rate = CBR) penduduk
Indonesia tahun 1971
Rate : Angka Kematian Kasar (Crude Birth Rate = CBR)
penduduk Indonesia tahun 1971
Jumlah penduduk lakilaki
: Sex Ratio penduduk Indonesia tahun 1971.
Jumlah penduduk perempuan
Rumusnya Sex Ratio =
Persentase kematian penduduk laki-laki di Indonesia tahun
Jumlah penduduk
1971.
lakilaki
Jumlah penduduk Rumusnya:
perempuan
Persentase kematian laki-laki = x 100%
Ratio
7
- Angka Kematian Kasar (Crude Death Rate)
Angka Kematian Kasar ialah jumlah kematian pada tahun tertentu
dibagi dengan jumlah penudduk pada pertengahan tahun tersebut. Secara
konvensional, agka kematian untuk 1000 orang dapat dinyatakan dengan :
Jumlah
= kematian pada tahun x
x 1000
Jumlah penduduk pada pertengahan tahun x
CDR
D = xk
P

Keterangan : D = Jumlah Kematian pada tahun x


P = Jumlah penduduk pada pertengahan tahun x
k = 1000

550+ 650 : Negara A penduduknya 550 pada 31 Desember 1996 dan 650
2
pada 31 Desember 1967. Jadi penduduk pada pertengahan
15 tahun 1967 adalah = 600.
Cont
600 Apabila terdapat 15 kematian pada negara A selama 1967,
oh maka CDR adalah:
Jadi, di Negara A pada tahun 1967 rata-rata terdapat 25 kematian
per 1000 penduduk.
Di negara-negara yang sudah maju, CDR sudah bisa ditekan
sampai dibawah 10 per 1000 penduduk. Sebaliknya di negara-negara yang
masih terbelajang, CDR masih di atas 20 per 1000 penduduk. Pada
umunya CDR dari berbagai negara berkisar antara 5 sampai 35 per 1000
penduduk.

- Angka Kematian Menurut Umur (Age Specific Death Rate)


Resiko kematian berbeda antara satu kelompok penduduk dan
kelompok penduduk lainnya demikian pula antara satu kelompok umur
yang satu dan kelompok umur lainnya. Orang yang berumur 65 tahun akan
mempunyai risiko kematian yang lebh tinggi dari ornag yang berumur 20
tahun. Orang yang berumur 1 tahun akan mempunyai risiko kematian
lebih tinggi dari orang yang berumumr 10 tahun.
Dalam hal ni risiko kematian adalah relatif tinggi pada umur sangat
muda dan sangat tua. Sehingga pola kematian menurut umur apabila

8
digambarkan dengan grafik akan menyerupai huruf U. Semua penduduk
apakah dari negara maju atau negara berkembang mempunyai pola
kematian huruf U ini, perbedaannya hanya dalam tingakatannya.
Walaupun semua penduduk mempunyai pola kematian huruf U, tetapi
apabila diteliti secara seksama, maka pola yang berbentuk U tadi masih
bervariasi antara satu penduduk dan penduduk lainnya.
Grafik Pola Kematian
Resiko
Kematian

Umur
Karena perbedaan risiko kematian menurut umur tersebut,
nanatinya akan dikenal angka kematian hayi, angka kematian bayi anak
dari angka kematian dewasa. Disamping adanya perbedaan risiko kematian
menurut umur, risiko kematian (seperti yang sudah disebut sebelumnya)
juga berbeda menurut jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan san
sebagainya. tergantung pada tujuan aplikasinya, kadang kala risiko
kematian menurut kondisi-kondisi tersebut diatas perlu diketahui.
Risiko kematian yang diperinci menurut variabel-variabel tertentu
tadi dikenal dengan risiko kematian spesifik, yang diukur dengan Angka
Kematian Spesifik (Specific Death Rate). Diantara angka-angka kematian
spesifik, yang paling sering digunakan aadalah Age Specific Death rate
(ASDR). ASDR atau dikenal dengan Angka Kematian Menurut Umur
dapat dirumuskan sebagai berikut:
Jumlah kematianorang = x 1000
berumur i pada tahun x xk
Jumlah penduduk berumur i
pada pertengahan tahun x

Di
ASDR untuk grup umur i
Pi
Keterangan : Di = Jumlah kematian dari orang-orang berumur i
Pi = Jumlah penduduk berumur i (pada pertengahan
tahun)
k = 1000
9
Contoh : ASDR umur 20-24 tahun penduduk negara A pada tahun 1971
adalah 8%. Ini berarti bahwa di negara A pada tahun 1971
terdapat8 kematian dari penduduk yang berumur 20-24 tahun
per1000 penduduk yang berumur 20-24 tahun.

- Angka Kematian Bayi


Angka kematian bayi merupakan salah satu indikator penting
dalam menentukan tingkat kesehatan masyarakat. Angka ini sangat sensitif
terhadap perubahan tingkat kesehatan dan kesejahteraan. Angka kematian
bayi tersebut dan kesejahteraan. Angka kematian bayi tersebut dapat
diefiniskan sebagai berikut:
Jumlah kematian bayi berumur
= x 1000
dibawah1 tahun selama tahun x
Jumlah kelahiran selama tahun x
Angka kematian bayi
Apabila angka kematian bayi di suatu negara pada tahun 1971
adalah 120% ini berarti bahwa pada negara tersebut selama tahun 1971
terdapat 120 kematian bayi per 1000 kelahiran hidup. Di dunia, angka
kematian bayi bervariasi dari yang paling rendah sekitar 10% sampai yang
paling tinggi sekitar 200%.

- Tingkat Kematian Khusus


Adalah jumlah seluruh kematian karena penyebab dalam satu
jangka waktu tertentu dibagi dengan jumlah penduduk yang mungkin
terkena penyakit tersebutdalam persen atau permil.
Rumus:
AKPK = Pt/P x k

AKPK = jumlah seluruh kematian karena penyakit tertentu X


100%
P = Jumlah penduduk yang mungkin terkena
Pt = Penyakit tertentu pada pertengahan tahun

D. Penyebab Eksogen dan Endogen Kematian


Penyebab endogen dan eksogen dari kematian bayi dalam sub ini
disarikan dari tulisan Budi Utomo (1985) dalam makalah dengan judu
10
Mortalitas; Pengertian dan Contoh Kasus di Indonesia, yang ditulis
tahun 1985. Berbeda dengan kematian pada umur umur selanjutnya,
kematian pada bayi memerlukan perhatian sendiri.
Kematian pada bayi dan juga anak sampai menjelang umur lima
tahun sangat tinggi seperti halnya mereka yang berusia lanjut. Kalau
mereka yang berusia lanjut lebih banyak bertanggungjawab ditentukan
oleh kemampuan orangtua dalam memberikan pemeliharaan dan
perawatan terhadap anak-anaknya. Karena faktor sosio-ekonomi berkaitan
dengan kemampuan tersebut, maka kematian bayi dan anak sering kali
digunkan sebagai indikator status kesehatan dan status sosio-ekonomi
penduduk.
Seorang bayi mulai terpapar terhadap lingkungannya sejak saat
dilahirkan. Sebelumya, selama kehamilan, kelangsungan hidup calon bayi
berada dibawah kontrol faktor-faktor biologi yang terdapat pada orang
tuanya dan faktor-faktor biologi lingkungan luar yang bekerja melalui
ibunya. Contoh terakhir ini, misal kematian akan membawa ibu ke dalam
keadaan kurang gizi selama hamil.
Banyak sekali faktor yang dapat dikaitkan dengan kemtian bayi.
Secara garis besar, dari segi penyebabnya, kematian bayi dibedakan
menjadi dua jenis yaitu endogen dan eksogen. Kematian bayi endogen
adalah kematian bayi yang disebabkan oleh faktor-faktor yang didapat dari
ibunya selama kehamilan. Sedangkan kematian bayi eksogen adalah
kematian bayi disebakan oleh faktor-faktor yang bertalian dengan
pengaruh lingkungan luar. Pembedaan antara kedua jenis penyebab dan
statistik penyebab kematian, tetapi dalam praktek tidak mudah karena
masalah kualitas data (United Nations, 1973).
Dengan semakin menigkatnya usia, penyebab kematian endogen
semakin berkurang dan penyebab kematian eksogen meningkat. Sementara
semua kematian bayi yang terjadi setelah usia satu bulan (post naeonatal)
merupakan kematian eksogen, maka kematian eksogen pada bayi sebelum
usia satu bulan (neonatal) besarnya kira-kira 25% dari seluruh kematin
bayi pada post neonatal (Bourgouis Pichat, 1952) dengan kata lain, jumlah
kematian eksogen pada bayi adalah 1,25 kali menunjukan bahwa faktor
11
lingkungan luar berkontribusi besar sebagai penyebab kematian bayi.
Kualitas lingkungan pada bentuk kondisi higiene, sanitasi dan sosial
ekonomi akan sangat menentukan terhadap tinggi-rendahnya kematian
bayi.
Apabila kematian bayi tinggi, maka rasio kemaian post neonatal
terhadap kematian bayi neonatal juga tinggi. Rasio ini menurun dengan
semkain rendahnya kematian bayi yang sampai pada suatu saat dengan
terkontrolnya faktor lingkungan luar, porsi kematian menjadi lebih
dominan. Pada keadaan ini kematian bayi lebih banyak disebabkan faktor
endogen, yang pengontrolnya memerlukan kemampuan untuk menembus
pengetahuan tentang masalah-masalah biologi yang lebih mendasar
(Keyfitz, 1977). Di Indonesia dan dibanyak negara berkembang lainnya,
keadan tersebut masih jauh dari jangkauan.

E. TOLAK UKUR ANGKA KEMATIAN


Beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat resiko kematian
seseorang dan diikutsertakan dalam perhitungan angka harapan hidup
personal calon terganggung sesuai dengan Surat Permohona Asuransi Jiwa
(SPAJ) adalah sebagai berikut:
a) Usia (Age)
Orang yang berusia 20 tahun tentunya memiliki harapan hidup lebih lama
dibandingkan yang telah berusia 50 tahun. Seiring dengan pertambahan
umur manusia, kesehatannya cenderung menurun dan resiko terhadap
kematian semakin meningkat.
b) Jenis Kelamin (Sex)
Banyak statistik menunjukkan bahwa kaum pria memiliki harapan
hidup yang lebih rendah dan resiko kematian yang diakibatkan penyakit
dan kecelakaan yang lebih besar dibandingkan wanita.
Perbedaan angka harapan hidup sejak lahir antara pria dan wanita
di Amerika pada tahun 2000 mencapai 5,4 tahun dimana kaum pria
mempunyai angka kematian yang lebih tinggi untuk masing-masing dari
sepuluh penyebab terbesar kematian sesuai dengan penelitian yang
dituangkan pada buku Trends in the Leading Causes of Death (2004, p3).
12
Menurut penelitian lembaga h2g2 (2005) pria lebih agresif dan
mempunyai kapasitas mengambil resiko yang lebih besar, selain itu tingkat
testosteron yang tinggi pada pria membuat mereka beresiko lebih besar
untuk penyakit jantung dan stroke pada usia lanjut. Adanya hormon
estrogen pada wanita dapat mengurangi resiko kematian dini.
c) Body Mass Index (BMI)
BMI dipengaruhi oleh berat dan tinggi badan, yang menunjukkan
tingkat obesitas seseorang, merupakan salah satu faktor untuk
memprediksi resiko terkena penyakit dan kematian. BMI normal berada di
antara 18,5 dan 24,9. Orang yang mempunyai BMI di bawah atau di atas
normal untuk semua kelompok umur baik pria maupun wanita berpeluang
besar terserang penyakit dan meninggal dunia. Tingginya angka kematian
banyak dihubungkan dengan pengaruh dari obesitas, seperti kasus mati
mendadak dan penyumbatan darah pada jantung karena kegagalan fungsi
pompa darah. Beberapa penyakit yang dihubungkan dengan kelebihan
berat badan dan obesitas, antara lain cardiovascular, hipertensi, radang
tulang persendian (osteoarthritis), beberapa kanker, diabetes. Penyakit
pembuluh darah dan jantung (cardiovascular) berada pada urutan teratas
sebagai penyebab kematian terbesar di Indonesia.
Menurut hasil penelitian E. Calle et al. (The New England Journal
of Medicine, 1999, 341: p1097-1105), sesuai dengan meningkatnya BMI,
resiko terhadap kematian juga meningkat. Pria dan wanita yang obesitas
dengan BMI 30.0 atau lebih, mengalami peningkatan resiko terhadap
kematian masing-masing sebesar 250% dan 200%. Pada kebalikannya,
kekurangan berat badan (underweight) pada pria dan wanita dengan BMI
18.5 atau kurang, resiko kematiannya juga meningkat sebesar 26% dan
36%.

d) Pendidikan Terakhir (Education Ended)


Banyak penelitian telah menemukan bahwa pendidikan yang
ditempuh seseorang mempengaruhi gaya hidup dan kebiasaan sehat orang
tersebut dan merupakan faktor yang berbanding terbalik dengan angka
13
kematian. Semakin tinggi jenjang pendidikan yang berhasil ditempuh
maka semakin sadar dalam menjaga kesehatan dirinya.
Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan Meutia Hatta
mengatakan bahwa tingginya angka kematian ibu pada saat melahirkan di
Indonesia adalah dikarenakan pendidikan yang rendah sehingga tidak tahu
tentang cara-cara menjaga kesehatannya dan bayinya saat hamil. (Media
Indonesia Online, 2006)
e) Status Pernikahan (Marital Status)
Menurut penelitian Center for the Study of Aging (1998)
ditemukan bahwa orang-orang yang hidup dalam pernikahan mempunyai
angka kematian yang lebih rendah pada usia 50-an, 60-an, dan 70-an
dibandingkan dengan mereka yang tidak hidup dalam pernikahan baik
tidak pernah menikah, cerai maupun duda atau janda. Untuk orang-orang
yang bercerai, resiko kematiannya yang lebih tinggi terutama disebabkan
oleh kesehatan mereka yang lebih buruk. Diketahui bahwa kesehatan yang
baik mengurangi resiko terhadap kematian dan pada keadaan tertentu,
menikah membawa kontribusi bagi kesehatan yang baik melalui gaya
hidup yang lebih baik.
f) Status Bekerja (Employment Status)
Resiko kematian sangat berkaitan dengan gaya hidup seseorang
didefinisikan melalui usia, jenis kelamin, kelas sosial dan status pekerjaan.
Pekerjaan seseorang menentukan karakteristik sosial ekonominya serta
mempengaruhi gaya hidup dan kebiasaan sehat orang tersebut. Mempunyai
pekerjaan berarti mempunyai penghasilan. Berdasarkan penelitian
P.Krueger et al. (Sociological Forum, vol.18(3), p465-482) penghasilan
yang diperoleh dari bekerja ataupun wiraswasta memprediksikan
mortalitas yang rendah pada usia muda, pertengahan dan pada usia tua.
Mitchell et al. (1997) menemukan bahwa seseorang dengan usia
pertengahan tua yang merupakan pengangguran jika kembali bekerja akan
menurunkan resiko terhadap kematiannya.
g) Aktivitas Fisik (Physical Activity)
Aktivitas fisik yang dimaksud adalah kebiasaan untuk berolahraga.
14
Olahraga yang dilakukan secara teratur dan seimbang sangat menunjang
kesehatan seseorang. Olahraga jika dilakukan secara rutin dan dalam porsi
yang benar dapat memperlancar aliran darah serta menyeimbangkan kadar
kolesterol dalam darah sehingga resiko terkena penyakit cardiovascular
akan semakin rendah.
Berdasarkan penelitian Wannamethee (Archives of Internal
Medicine, 1998, p2433-2440), seorang pria berusia 50 tahun mempunyai
peluang 89% untuk hidup hingga umur 65 tahun tanpa penyakit jantung,
stroke atau diabetes jika dia tidak pernah merokok, aktif secara fisik atau
rajin berolahraga dan tidak kelebihan berat badan. Sebaliknya jika orang
tersebut merokok, kurang aktif dan sangat kelebihan berat badan orang
tersebut hanya mempunyai peluang sebesar 42%.
h) Status Merokok (Smoking Status)
Jika dibandingkan dengan mereka yang tidak merokok, orang yang
merokok menghadapi resiko yang lebih besar terserang oleh berbagai
penyakit yang banyak diantaranya membawa kematian. Penyakit TBC dan
infeksi saluran pernafasan bawah yang terutama disebabkan oleh merokok
menempati urutan kedua dan ketiga sebagai penyebab kasus kematian di
Indonesia. Selain itu merokok juga berpengaruh terhadap BMI dan
meningkatkan resiko terjangkitnya penyakit pembuluh darah dan jantung
(cardiovascular) yang menempati urutan teratas sebagai penyebab kasus
kematian di Indonesia.
Orang yang berhenti merokok, khususnya sebelum umur 50 tahun,
mempunyai harapan hidup lebih besar daripada mereka yang masih terus
merokok. Sebuah studi menemukan bahwa seseorang setelah 15 tahun
berhenti merokok, angka resiko terkena penyakit cardiovascular pada
orang tersebut mendekati angka resiko pada orang yang tidak pernah
merokok. Menurut jurnal kesehatan seperti Morbidity and Mortality
Weekly Report dari National Center of Health Statistics, secara umum
perokok mempunyai resiko 70% lebih besar terkena penyakit
cardiovascular dibandingkan non-perokok. Orang yang merokok lebih dari
atau sebanyak dua bungkus setiap harinya mempunyai resiko dua atau tiga
15
kali lebih besar terkena penyakit cardiovascular.
i) Status Kebiasaan Minum (Drinking Status)
Suatu studi pada negara-negara di mana penderita alkoholisme
cukup banyak, diperoleh angka kematian akibat sirosis liver (suatu
penyakit hati yang kronis dan berbahaya) sangat tinggi, sedangkan
kematian yang terkait dengan alkoholisme seperti kecelakaan lalu lintas
akibat sopirnya menggunakan alkohol berjumlah 25.000 kematian, akibat
bunuh diri dan pembunuhan 15.000 angka kematian setiap tahunnya.
Suatu penelitian lain di negara barat yang melibatkan 90.000 pria
dan wanita yang diikuti selama 10 tahun, menunjukkan bahwa pada orang
yang meminum alkohol 6 gelas sehari akan meningkatkan resiko kematian
2 kali dibandingkan orang yang tidak meminum alkohol. Ditemukan
bahwa resiko kematian mulai meningkat apabila meminum alkohol 2-3
gelas sehari dan meningkat tajam mulai 6 gelas sehari.
Berdasarkan pendapat Bachtiar (Banjarmasin Post Online, 2000),
penggunaan alkohol di Indonesia dengan indikasi medis relatif sangat kecil
dibandingkan dengan penggunaannya secara luas di masyarakat sebagai
minuman. Penderita alkoholisme di Indonesia cukup banyak meskipun
belum ada data konkret mengenai hal tersebut, namun proporsi kematian
yang diakibatkan oleh kecelakaan dan luka serius terus meningkat setiap
tahunnya dan menempati urutan kelima terbesar penyebab kasus kematian
di Indonesia.

F. POLA DAN TREN KEMATIAN DI INDONESIA


Akibat dari ketidaklengkapan serta kurang dapat dipercayanya angka
statistik vital di Indonesia, maka sangatlah sulit utuk memperkirakan dengan
tepat mortalitas di Indonesia dari masa ke masa. Larry Heligman (1976) dalam
tulisannya mengenai mortalitas mengenai mortalitas di Indonesia 1961-1971
menguraikan tentang perkembangan mortalitas di Indonesia seperti diserikan
dibawah ini.
Selama periode sebelum perang dunia II perkiraan tingkat mortalitas kasar
(CDR) di Indonesia sangat tinggi yaitu antara 28 sampai 35 per1000

16
penduduk. Pada periode ini angka harapan hidup waktu lahir berkisar anatara
30 sampai 35 tahun. Tingkat kematian kasar pertahun selama periode in sangat
tidak menentu sebagai akibat penyakit tubercolosis, colore, cacar, wabah pes
dan tipus. Meskipun pada masa itu sudah diadakan berbagai tindakan
pencagahan terhadap penyakit-penyakt tersbeut tetapi karena keadaan
perumahan yang tidak sehat dan kekurangan makanan yang bergizi
(malnutrisi), penyakit-penyakit tersebut tetap parah kecuali pes.
Pada tahun 1930an tingkat kematian kasar keliahatan mulai menurun,
tetapi ketenangan ini diganggu oleh perang dunia II pada tahun 1941 dan
didudukinya Indonesia oleh Jepang dari tahun 1942-1945. Setelah itu disusul
oleh perang kemerdekaan dari tahun 1945 hingga 1950. Keadaan ini
menyebabkan tingkat kematian di Indonesia meningkat kembali.
Tahun 1950 (penyerahan kedaulatan) keadaan keamanan di Indonesia
mulai baik. tampak keadaan titik balik dalam arah mortalitas di Idnoensia,
yaitu memperlihatkan kecenderungan menurun perlahan-lahan. Angka harapan
hidup waktu lahir pun kelihatan meningkat pula dan angka ini terus meningkat
sehingga sekitar 1960an perkiraan harapan hidup waktu lahir berkisar antara
40-44 tahun.
Setalah tahun 1960, memang telah ada tendensi penurunan tingkat
kematian, tetapi penurunan ini tidak stabil kadang-kadang mengalami
fluktuasi yang dipengaruhi oleh naik turunya produksi pangan, situasi politik,
dan taraf kesehatan amsyarakat. Produksi pangan dalam tahun 1960an tidak
dapat mengimbangi tingkat pertambahan penduduk. Produksi pangan pada
waktu itu kenaikannnya sebesar 1,8% pertahun, sedang tingkat pertambahan
penduduk sebesar 2,4%. Meskipun produksi beras sebagai bahan pangan
pokok naik hampir sama cepatnya dengan kenaikan jumlah penduduk tiap
tahun tetapi pertambahan itu tidak merata selama jangka waktu tersebut.
Misalnya hingga tahun 1958 produksi beras naik kurang dari satu persen.
Walaupun luas area yang diatanami meningkat tetapi ada kemerosotan sistem
irigasi. Dari tahun 1968 produks padi menignkat lagi karena adnya
intensifikasi dalam bidang pertanian. Program ini dipusatkan pada
penggunaan bibit-biti jenis unggul pupuk dan perbaikan infrastruktur serta
fasilitas kredit.
17
Disamping fluktuasi masalah persediaan pangan kemajuan dibidang
kesehatan tidak menentu. Dalam buku Rencana Pembangunan Lima Tahun
Pertama ditegaskan. Usaha-usaha dibidang kesehatan yang dilakukan menurut
konsep kesehatan masyarakat yang dimulai sesudah tahun 1950 mencapai
kemajuan setapak demi setapak, tetapi kemudian hasil-hasil yang dicapai itu
mulai menurun lebih lebih semakin lajunya inflasi.
Merosotnya kesehatan masyarakat terjadi baik didaerah perkotaan maupun
didaerah perdesaan. Rumah-rumah sakit dan fasilitas-fasilitas kesehatan
masyarakat lainnya kekurangan obat dan peralatan. Klinik-klinik kesehatan
didaerah perdesan kekurangan dokter maupun obat-obatan sebagai akibat
merosotnya pelayanan kesehatan, penyakit epidemi dan endemi yang dianggap
telah musnah, mulai muncul kembali, dengan demikian nampaknya banyak
dari hasil yang telah tercapai pemberantasan penyakit menular telah muncul
lagi selama tahun-tahun 1960an.
Dengan dimulai rencana Pembangunan Lima Tahun pertama dan
berkurangnya inflasi sesudah 1968, terjadilah perbaikan-perbaikan dibidang
kesehatan masyarakat. PUSKESMAS mulai didirikan di kota-kota kecamatan,
tenaga-tenaga dokter, perwat dan bidan mulai dimobolisir dipusat-pusat
kesehatan tersbeut maka mulai tampak penurunan tingkat kematian di
Indonesia (Mantra, 2007: 106-108).

BAB III
PENUTUP

A. SIMPULAN
Definisi mati dapat diartikan keadaan menghilangnya semua tanda-
tanda kehidupan secara permanen, yang bisa terjadi setiap saat setelah
kelahiran hidup. Untuk memperoleh data kematian dapat digunakan berbagai
macam sumber antara lain: 1. Sistem Registrasi Vital dan, 2. Sensus atau
Survei Penduduk. Untuk mengukur Data Kematian, variabel yang di ukur
adalah; 1. Angka kematian kasar (Crude Death Rate), 2. Angka kematian
18
menurut umur (Age Specific Death Rate), 3. Angka kematian bayi (Infant
Mortality Rate), 4. Tingkat kematian khusus.
Selain itu, yang dimaksud dengan kematian endogen adalah kematian
bayi yang disebabkan oleh faktor-faktor yang didapat dari ibunya selama
kehamilan. Sedangkan kematian bayi eksogen adalah kematian bayi disebakan
oleh faktor-faktor yang bertalian dengan pengaruh lingkungan luar. Pola dan
Tren Kematian di Indonesia memperlihatkan bahwa selama periode sebelum
perang dunia II perkiraan tingkat mortalitas kasar (CDR) di Indonesia sangat
tinggi yaitu antara 28 sampai 35 per1000 penduduk. Pada tahun 1930an
tingkat kematian kasar keliahatan mulai menurun. Sekitar Tahun 1950
(penyerahan kedaulatan) keadaan keamanan di Indonesia mulai baik. tampak
keadaan titik balik dalam arah mortalitas di Idnoensia, yaitu memperlihatkan
kecenderungan menerun perlahan-lahan. Dan pada saat dimulai rencana
Pembangunan Lima Tahun pertama dan berkurangnya inflasi sesudah 1968,
terjadilah perbaikan-perbaikan dibidang kesehatan masyarakat.

B. SARAN
1. Perlu adanya tambahan informasi dan kecukupan sarana kesehatan
bagi masyarakat yang berada di daerah kurang terjangkau.
2. Kepada mahasiswa diharapkan lebih memahami isu-isu terkini
terkait mortalitas yang ada di Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Mantra, Ida Bagoes. 2007. Demografi Umum Edisi Kedua. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.

Wirosuhardjo, Kartomo. 1981. Demografi Umum. Jakarta: Lembaga Penerbit


Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

http://thesis.binus.ac.id/Asli/Bab2/2006-2-01320-MTIF-Bab%202.pdf diakses
pada tanggal 14 Mei 2016 pukul 17:05 WIB.

https://balatbangbengkulu.files.wordpress.com/2010/06/mortalitas_bkkbn07.pdf
diakses pada tanggal 14 Mei 2016 pukul 17:17 WIB.

19
20

Вам также может понравиться