Академический Документы
Профессиональный Документы
Культура Документы
Hiperbilirubinemia fisiologis
Hiperbilirubinemia didefinisikan sebagai kadar bilirubin serum total 5 mg/dL (86 mol/L).
Ikterus atau jaundice adalah warna kuning pada kulit, konjungtiva, dan mukosa akibat
penumpukan bilirubin tak terkonjugasi pada jaringan. Hiperbilirubinemia adalah keadaan
transien yang sering ditemukan baik pada bayi cukup bulan (50-70%) maupun bayi prematur
(80-90%). Sebagian besar hiperbilirubinemia adalah fisiologis dan tidak membutuhkan terapi
khusus, tetapi karena potensi toksik dari bilirubin maka semua neonatus harus dipantau
untuk mendeteksi kemungkinan terjadinya hiperbilirubinemia berat.
Harvard School of Public Health: terdapat 42,7% (n=834) kasus hiperbilirubinemia pada bayi
dengan berat lahir < 2.500 gram (RO=3,45 IK=3,01) dan 47,5% (n=777) kasus
hiperbilirubinemia pada bayi kurang bulan (usia gestasi < 37 minggu) (RO=4,34 IK=3,77 (1)
Penyebab hiperbilirubinemia:
1) Hiperbilirubinemia fisiologis
Kadar bilirubin tidak terkonjugasi (unconjugated bilirubin, UCB) pada neonatus
cukup bulan dapat mencapai 6-8 mg/dL pada usia 3 hari, setelah itu berangsur
turun. Pada bayi prematur, awitan ikterus terjadi lebih dini, kadar bilirubin naik
perlahan tetapi dengan kadar puncak lebih tinggi, serta memerlukan waktu lebih
lama untuk menghilang, mencapai 2 minggu. Kadar bilirubin pada neonatus
prematur dapat mencapai 10-12 mg/dL pada hari ke-5 dan masih dapat naik menjadi
>15 mg/dL tanpa adanya kelainan tertentu. Kadar bilirubin akan mencapai <2 mg/dL
setelah usia 1 bulan, baik pada bayi cukup bulan maupun prematur (1).
Hiperbilirubinemia fisiologis dapat disebabkan beberapa mekanisme:
Peningkatan produksi bilirubin, yang disebabkan oleh: Masa hidup eritrosit
yang lebih singkat Peningkatan eritropoiesis inefektif
Peningkatan sirkulasi enterohepatik
Defek uptake bilirubin oleh hati
Defek konjugasi karena aktivitas uridin difosfat glukuronil transferase
(UDPG-T) yang rendah
Penurunan ekskresi hepatik (1)
2) Hiperbilirubinemia nonfisiologis Keadaan di bawah ini menandakan kemungkinan
hiperbilirubinemia nonfisiologis dan membutuhkan pemeriksaan lebih lanjut:
Awitan ikterus sebelum usia 24 jam
Peningkatan bilirubin serum yang membutuhkan fototerapi
Peningkatan bilirubin serum >5 mg/dL/24 jam
Kadar bilirubin terkonjugasi >2 mg/dL
Bayi menunjukkan tanda sakit (muntah, letargi, kesulitan minum, penurunan
berat badan, apne, takipnu, instablilitas suhu)
Ikterus yang menetap >2 minggu (1)
b. Faktor risiko
1) Faktor maternal
Golongan darah ABO atau inkompatibilitas Rh
Ibu menyusui (ASI ekslusif)
Obat-obatan : diazepam (Valium), Oksitosin (Pitosin)
Etnis : Asia Timur, Native American
Penyakit Maternal : DM Gestasional (2)
2) Faktor neonatal
Trauma saat lahir: sefalhematoma, memar yang luas, persalinan dengan
tindakan
Obat-obatan: sulfisoxazole asetil dengan eritromisin suksinat (Pediazole),
kloramfenikol (chloromycetin)
Kehilangan berat badan yang masif setelah kelahiran
Infeksi TORCH
Jenis kelamin laki-laki Polisitemia
Prematuritas
Saudara kandung dengan hiperbilirubinemia
Ikterus dalam 24 jam pascakelahiran
Penyakit autoimun atau hemolitik (contoh : defisiensi G6PD) (2)
3) Faktor Risiko Neurotoksisitas Hiperbilirubinemi
Penyakit hemolitik autoimun
Defisiensi G6PD
Asfiksia
Sepsis
Asidosis
Albumin < 30 mg/dl (2)
c. Diagnosis
1) Anamnesis
Riwayat keluarga ikterus, anemia, splenektomi, sferositosis, defisiensi glukosa 6-
fosfat dehidrogenase (G6PD)
Riwayat keluarga dengan penyakit hati, menandakan kemungkinan
galaktosemia, deifisiensi alfa-1-antiripsin, tirosinosis, hipermetioninemia,
penyakit Gilbert, sindrom Crigler-Najjar tipe 1 dan II, atau fibrosis kistik
Riwayat saudara dengan ikterus atau anemia, mengarahkan pada kemungkinan
inkompatibilitas golongan darah atau breast-milk jaundice
Riwayat sakit selama kehamilan, menandakan kemungkinan infeksi virus atau
toksoplasma
Riwayat obat-obatan yang dikonsumsi ibu, yang berpotensi menggeser ikatan
bilirubin dengan albumin (sulfonamida) atau mengakibatkan hemolisis pada bayi
dengan defisiensi G6PD (sulfonamida, nitrofurantoin, antimalaria)
Riwayat persalinan traumatik yang berpotensi menyebabkan perdarahan atau
hemolisis. Bayi asfiksia dapat mengalami hiperbilirubinemia yang disebabkan
ketidakmampuan hati memetabolisme bilirubin atau akibat perdarahan
intrakranial. Keterlambatan klem tali pusat dapat menyebabkan polisitemia
neonatal dan peningkatan bilirubin.
Pemberian nutrisi parenteral total dapat menyebabkan hiperbilirubinemia direk
berkepanjangan.
Pemberian air susu ibu (ASI). Harus dibedakan antara - breast-milk jaundice dan
breastfeeding jaundice
- Breastfeeding jaundice adalah ikterus yang disebabkan oleh kekurangan
asupan ASI. Biasanya timbul pada hari ke-2 atau ke-3 pada waktu produksi
ASI belum banyak. keadaan ini dapat memicu terjadinya hiperbilirubinemia,
yang disebabkan peningkatan sirkulasi enterohepatik akibat kurangnya
asupan ASI
- keadaan ini dapat memicu terjadinya hiperbilirubinemia, yang disebabkan
peningkatan sirkulasi enterohepatik akibat kurangnya asupan ASI. keadaan
ini dapat memicu terjadinya hiperbilirubinemia, yang disebabkan
peningkatan sirkulasi enterohepatik akibat kurangnya asupan ASI (1)
2) Pemeriksaan fisis
Ikterus dapat dideteksi secara klinis dengan cara mengobservasi warna kulit setelah
dilakukan penekanan menggunakan jari. Pemeriksaan terbaik dilakukan menggunakan
cahaya matahari. Ikterus dimulai dari kepala dan meluas secara sefalokaudal. Walaupun
demikian inspeksi visual tidak dapat dijadikan indikator yang andal untuk memprediksi
kadar bilirubin serum.
Hal-hal yang harus dicari pada pemeriksaan fisis:
Prematuritas
Kecil masa kehamilan, kemungkinan berhubungan dengan polisitemia.
Tanda infeksi intrauterin, misalnya mikrosefali, kecil masa kehamilan
Perdarahan ekstravaskular, misalnya memar, sefalhematom
Pucat, berhubungan dengan anemia hemolitik atau kehilangan darah
ekstravaskular
Petekie, berkaitan dengan infeksi kongenital, sepsis, atau eritroblastosis
Hepatosplenomegali, berkaitan dengan anemia hemolitik, infeksi kongenital,
atau penyakit hati
Omfalitis
Korioretinitis, berhubungan dengan infeksi kongenital
Tanda hipotiroid (1)
3) Pemeriksaan penunjang
Bilirubin serum total. Bilirubin serum direk dianjurkan untuk diperiksa bila
ikterus menetap sampai usia >2 minggu atau dicurigai adanya kolestasis.
Darah perifer lengkap dan gambaran apusan darah tepi untuk melihat morfologi
eritrosit dan ada tidaknya hemolisis. Bila fasilitas tersedia, lengkapi dengan
hitung retikulosit.
Golongan darah, Rhesus, dan - direct Coombs test dari ibu dan bayi untuk
mencari penyakit hemolitik. Bayi dari ibu dengan Rhesus negatif harus menjalani
pemeriksaan golongan darah, Rhesus, dan direct Coombs test segera setelah
lahir.
Kadar enzim G6PD pada eritrosit.
Pada ikterus yang berkepanjangan, lakukan uji fungsi hati, pemeriksaan urin
untuk mencari infeksi saluran kemih, serta pemeriksaan untuk mencari infeksi
kongenital, sepsis, defek metabolik, atau hipotiroid. (1)
d. Tata laksana
Prinsip umum tata laksana hiperbilirubinemia adalah berdasarkan etiologi, yaitu sebagai
berikut:
Hiperbilirubinemia fisiologis cukup diobservasi terlebih dahulu
Semua obat atau faktor yang mengganggu metabolisme bilirubin, ikatan bilirubin
dengan albumin, atau integritas sawar darah-otak harus dieliminasi
Breastfeeding jaundice : Pantau jumlah ASI yang diberikan
Breastmilk jaundice: American Academy of Pediatric, tidak menganjurkan
penghentian ASI dan merekomendasikan agar ASI terus diberikan. Gartner dan
Aurbach menyarankan penghentian ASI sementara untuk memberi kesempatan hati
mengkonjugasi bilirubin indirek yang berlebihan
Bayi dengan hipotiroid harus mendapat substitusi hormon sesuai protokol.
Bayi dengan penyakit hemolitik: jika kemungkinan hemolitik berat, lakukan transfusi
tukar atau terapi sinar (1)
e. Pencegahan
Setiap bayi baru lahir harus dievaluasi terhadap kemungkinan mengalami
hiperbilirubinemia berat. Evaluasi ini dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu dengan
memeriksa kadar bilirubin serum total atau pengkajian terhadap faktor risiko secara
klinis
Setiap ibu hamil harus menjalani pemeriksaan golongan darah dan faktor Rhesus (1)
Sumber:
1. pudjiadi, antonius H, dkk. 2011. PEDOMAN PELAYANAN MEDIS IKATAN DOKTER ANAK
INDONESIA Edisi II. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia
2. Aminullah, Asril, dkk. 2010. BUKU PANDUAN Tatalaksana Bayi Baru Lahir Di Rumah Sakit.
Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik Kementrian Kesehatan RI