Вы находитесь на странице: 1из 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Gambaran Umum Objek Penelitian


1.1.1. Profil Perusahaan

Sebagai lokomotif perekonomian bangsa Pertamina merupakan


perusahaan milik negara yang bergerak di bidang energi meliputi minyak, gas
serta energi baru dan terbarukan. Dengan pengalaman lebih dari 55 tahun,
Pertamina semakin percaya diri untuk berkomitmen menjalankan kegiatan
bisnisnya secara profesional dan penguasaan teknis yang tinggi mulai dari
kegiatan hulu sampai hilir.

Sejak didirikan pada 10 Desember 1957, Pertamina menyelenggarakan


usaha minyak dan gas bumi di sektor hulu hingga hilir. Bisnis sektor hulu
Pertamina yang dilaksanakan di beberapa wilayah di Indonesia dan luar negeri
meliputi kegiatan di bidang bidang eksplorasi, produksi, serta transmisi minyak
dan gas. Sektor hilir Pertamina meliputi kegiatan pengolahan minyak mentah,
pemasaran dan niaga produk hasil minyak, gas dan petrokimia, dan bisnis
perkapalan terkait untuk pendistribusian produk perusahaan. Sedangkan produk
yang dihasilkan meliputi bahan bakar minyak (BBM) seperti premium, minyak
tanah, minyak solar, minyak diesel, minyak bakar dan Non BBM seperti pelumas,
aspal, Liquefied Petroleum Gas (LPG), Musicool, serta Liquefied Natural Gas
(LNG), Paraxylene, Propylene, Polytam, PTA dan produk lainnya (Pertamina,
2012).

Gambar 1.1
Logo Pertamina

Sumber: Pertamina, 2012

1
1.1.2. Visi dan Misi Pertamina
a. Visi:

Menjadi Perusahaan Energi Nasional Kelas Dunia.

b. Misi:

Menjalankan usaha minyak, gas, serta energi baru dan terbarukan secara
terintegrasi, berdasarkan prinsip prinsip komersial yang kuat (Pertamina,
2012).

1.1.3. Produk Pertamax

Pertamax adalah motor gasoline tanpa timbal dengan kandungan aditif


lengkap generasi mutakhir yang akan membersihkan Intake Valve Port Fuel
Injector dan ruang bakar dari carbon deposit dan mempunyai Research Octane
Number (RON) 92. Pertamax merupakan bahan bakar ramah lingkungan
(unleaded) dan beroktan tinggi.

Gambar 1.2
Logo Pertamax

Sumber: Pertamina, 2014

Formula barunya yang terbuat dari bahan baku berkualitas tinggi


memastikan mesin kendaraan bermotor anda bekerja dengan lebih baik, lebih
bertenaga, knock free, rendah emisi, dan memungkinkan anda menghemat
pemakaian bahan bakar. Bahan bakar ini dianjurkan untuk kendaraan yang
diproduksi diatas tahun 1990 terutama yang telah menggunakan teknologi setara
dengan electronic fuel injection dan catalytic converters (Pertamina, 2012).

2
Gambar 1.3
Product Knowledge Pertamax

Sumber: Pertamina, 2014

Pertamax dengan Ecosave Technology menjaga kemurnian bahan bakar,


mengurangi pembentukan karat pada komponen yang dilalui bahan bakar,
membersihkan mesin dari kerak hasil pembakaran tidak sempurna yang
disebabkan bahan bakar dengan kualitas rendah, dan mengurangi emisi gas buang,
sehingga lebih irit, lebih berkualitas, lebih ramah lingkungan (Pertamina, 2014).

3
1.2. Latar Belakang Penelitian

Transportasi darat memiliki peranan yang sangat penting bagi kehidupan


umat manusia di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Transportasi darat
digunakan sebagai alat untuk memenuhi segala kebutuhan dan aktivitas manusia
dalam kehidupan sehari hari sebagai sarana untuk memperlancar mobilitas
manusia serta barang. Transportasi darat yang didominasi oleh sub-sektor
kendaraan bermotor terus mengalami peningkatan jumlah kendaraan setiap
tahunnya di Indonesia, seperti data yang dilansir oleh Badan Pusat Statistik pada
Tabel 1.1 berikut ini.

Tabel 1.1
Jumlah Kendaraan Bermotor di Indonesia
Mobil
Tahun Bis Truk Sepeda Motor Jumlah
Penumpang
2009 7910407 2160973 4452343 52767093 67336644
2010 8891041 2250109 4687789 61078188 76907127
2011 9548866 2254406 4958738 68839341 85601351
2012 10432259 2273821 5286061 76381183 94373324
2013 11 484 514 2286309 5615494 84732652 104118969

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2013

Dari data pada Tabel 1.1 tersebut, sampai dengan tahun 2013 tercatat ada
sebanyak 104.118.969 kendaraan bermotor di Indonesia. Penggunaan kendaraan
bermotor ini tidak luput dengan pemakaian energi yang digunakan, yaitu bahan
bakar fosil berupa bahan bakar minyak (BBM). Di Indonesia sektor transportasi
mengkonsumsi sekitar 20% dari total konsumsi energi final nasional. Hampir
seluruh energi yang dipakai di sektor transportasi (97% dari total sektor
transportasi) menggunakan bahan bakar minyak (BBM). Berdasar prakiraan
kebutuhan energi maka sektor transportasi darat merupakan sektor yang paling
besar menggunakan energi di sektor transportasi dengan pangsa mencapai 90%.
Sedangkan sektor transportasi darat yang paling besar dalam menggunakan bahan
bakar adalah sub-sektor kendaraan bermotor (Kementerian ESDM, 2012).

4
Pemakaian BBM yang bermanfaat untuk menjalankan kendaraan bermotor
ini ternyata memiliki dampak yang buruk bagi lingkungan dan kesehatan, seperti
yang disebutkan dalam laporan Kementerian ESDM (2012) Gas buang sisa
pembakaran Bahan Bakar Minyak (BBM) mengandung bahan-bahan pencemar
seperti CO2 (Carbon Dioksida), NOx (Nitrogen Oksida), CO (Carbon
Monoksida), VHC (Volatile Hydro Carbon) dan partikel lainnya. Bahan-bahan
pencemar tersebut dapat berdampak negatif terhadap manusia ataupun ekosistem
bila melebihi konsentrasi tertentu. Beberapa dampak negatif adalah seperti
pencemaran udara akibat polusi yang dihasilkan dari asap kendaraan bermotor,
pemanasan global dan perubahan iklim, serta kandungan logam beracun (timbal)
yang mengakibatkan gangguan kesehatan.

Dampak negatif dari penggunaan BBM yang berbahaya bagi lingkungan


tersebut sudah mulai disadari oleh masyarakat di dunia, termasuk Indonesia
melalui informasi di media, pemerintah, dan lainnya. Berbagai sikap seperti
mengubah perilaku dan gaya hidup ditunjukkan dalam rangka berkontribusi untuk
mengurangi dampak permasalahan lingkungan dengan menjadi konsumen hijau
(green consumer).

Menurut hasil survei global Nielsen pada tahun 2014 yang meneliti aksi
aksi tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility) yang
terlihat pada Gambar 1.4, lebih dari separuh (55%) dari responden menyatakan
bersedia membayar lebih untuk produk dan jasa perusahaan yang peduli terhadap
isu isu sosial dan lingkungan (Hijauku, 03 Juli 2014).

5
Gambar 1.4
Survei CSR Nielsen

Sumber: Nielsen, 2014

Hasil senada juga diungkapkan melalui survei yang dilakukan oleh


MasterCard pada tahun 2014 yang menyampaikan bahwa sebanyak 58,8 %
pembeli yang ada di Asia Pasific membeli produk yang ramah lingkungan, hasil
jajak pendapat itu juga menyimpulkan bahwa konsumen Indonesia (78,7%) paling
cenderung mempertimbangkan sebuah produk apakah menguntungkan kedua
belah pihak, ramah lingkungan atau mendonasi sebagian dari keuntungan untuk
amal (Wibowo, 06 April 2015).

Akibat dari munculnya isu isu mengenai lingkungan dan makin


banyaknya masyarakat yang mulai sadar tentang lingkungan, maka hal ini
direspon oleh perusahaan perusahaan yang inovatif dengan memperkenalkan
konsep bisnis baru yang disebut dengan istilah pemasaran hijau (green
marketing). Banyak perusahaan yang mengambil pelajaran dari pertumbuhan
konsumerisme hijau dan berdasarkan pada hal tersebut suatu kampanye
pemasaran baru telah dirancang untuk mencerminkan strain pemikiran baru di
kalangan konsumen (Djajadiningrat et al., 2014:200). Perusahaan saat ini
mewujudkan aksi ramah lingkungan dalam produk dan operasional mereka.
Mereka sadar dengan melakukan upaya tersebut mereka tidak hanya akan

6
membantu menyelamatkan lingkungan dan masyarakat namun juga akan
membantu meningkatkan reputasi merek dan kinerja perusahaan (Hijauku, 03 Juli
2014).

Pertamina merupakan perusahaan penghasil Bahan Bakar Minyak (BBM)


yang menerapkan green marketing di Indonesia. Pertamina melakukan suatu
gerakan untuk memaksimalkan penggunaan BBM dengan cara memproduksi
BBM yang lebih irit, aman, dan juga ramah bagi lingkungan (Romadon et al.
(2014:2). Salah satu bukti komitmen Pertamina dalam menciptakan sumber energi
yang lebih efisien serta berwawasan lingkungan adalah dengan menghadirkan
produk andalannya berupa bahan bakar non-subsidi yang ramah lingkungan, yaitu
Pertamax.

Pertamax diklaim sebagai produk hijau (green product) yang dihasilkan


Pertamina karena produk ini merupakan bahan bakar yang dirancang agar ramah
lingkungan. Klaim hijau ini hadir berkat adanya ecosave technology yang dapat
membersihkan mesin dari kerak sehingga mampu mengurangi emisi gas
buangnya. Selain itu Pertamax juga merupakan bahan bakar unleaded atau tidak
mengandung timbal (Pb) yang berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan. Hal ini
pun mendapat dukungan sertifikasi ISO 14001 (International Organization for
Standardization) atau seri standar internasional tentang manajemen lingkungan
untuk mengupayakan keberlanjutan lingkungan dan ekosistem dalam jangka
panjang antara lain dengan pengurangan emisi gas rumah kaca (Pertamina, 2012).

Untuk memperkuat klaim hijau yang ada pada produknya, Pertamina terus
berupaya untuk memberikan pesan pesan yang mengedukasi kepada para
konsumen, diantaranya dengan melalui slogan produknya Lebih Baik Pertamax
yang dimaksudkan bahwa agar konsumen menggunakan kualitas bahan bakar
yang lebih baik, yang dapat membuat kualitas udara dan lingkungan yang lebih
baik, serta agar dapat tercipta kualitas hidup yang lebih baik (Pertamina, 2012).
Dalam rangka mengkomunikasikan pesan yang didapat konsumen dengan
menggunakan Pertamax, Pertamina berusaha melakukan berbagai inovasi untuk
membuat promosi yang menarik, baik melalui iklan di televisi, internet, maupun
media lainnya agar konsumen bisa menyadari manfaat hijau dan non-hijau yang

7
didapat dengan menggunakan Pertamax. Salah satu contoh iklan yang menarik
untuk mengedukasi manfaat penggunaan Pertamax dapat dilihat pada Gambar 1.5.

Gambar 1.5
Iklan Pertamax

Sumber: Pertamina, 2014

Pada Gambar 1.5 tersebut dapat dilihat bahwa selain menyampaikan pesan
Pertamax merupakan bahan bakar yang ramah lingkungan, Pertamina juga
menyebutkan manfaat lain diluar aspek kehijauannya seperti mengurangi
pembentukan karat dan membersihkan mesin, serta masih banyak keunggulan
non-hijau lain yang disampaikan Pertamina seperti pemakaian bahan bakar
menjadi lebih efisien, pembakaran sempurna untuk meningkatkan performa, dan
manfaat lainnya.

Berbagai hal tersebut dilakukan oleh Pertamina pada produk Pertamaxnya


agar bisa terhindar dari gejala green marketing myopia yang dirasakan oleh
perusahaan perusahaan yang hanya mementingkan aspek kehijauan pada

8
produknya saja tanpa memperhatikan kepuasan konsumen. Pertamina berusaha
menerapkan prinsip prinsip yang disampaikan oleh Ottman et al. (Retnawati,
2012:123) untuk menghindari green marketing myopia yaitu dengan cara
menonjolkan hal hal yang diinginkan oleh konsumen seperti memberikan value
lain diluar aspek kehijauan (consumer value positioning), melakukan edukasi
secara berkala mengenai manfaat penggunaan produk hijau (calibration of
consumer knowledge), serta memberikan klaim secara jujur agar memperoleh
kepercayaan konsumen (credibility of product claims).

Konsumen saat ini mulai menyadari berbagai strategi yang dilakukan


Pertamina agar mau membujuk mereka untuk memakai produknya dengan
berbagai value yang ditawarkan diluar aspek kehijauan saja. Terlebih, saat ini
produk konvensional yang biasa mereka gunakan yaitu bahan bakar jenis
Premium perlahan mulai ditinggalkan. Dahulu, konsumen mempertimbangkan
untuk memakai Premium dari sisi harga jualnya yang dirasakan bersahabat,
namun saat ini harga Premium mulai merangkak naik mendekati harga Pertamax.
Per tanggal 01 Mei 2015 Premium yang dijual dengan harga Rp7.400,00 per liter
serta Pertamax yang dijual sebesar Rp8.800,00 per liter untuk di wilayah Pulau
Jawa, kedua produk ini hanya memiliki selisih harga yang sedikit berbeda yaitu
sebesar Rp1.400,00 per liter. Masyarakat menyadari dengan perbedaan selisih
harga Premium yang tidak terlalu jauh tersebut, mereka mulai beralih
menggunakan Pertamax yang dinilai lebih banyak mendapatkan berbagai manfaat
daripada Premium yang minim manfaat dalam penggunaannya.

Menurut Vice President Fuel Marketing PT Pertamina Muhammad


Iskandar, beralihnya konsumsi BBM Premium ke jenis Pertamax akibat disparitas
harga antara Premium dengan Pertamax tak lagi lebar. Berdasarkan hasil
monitoring harian Pertamina, konsumsi Premium turun dari 84.000 kiloliter (KL)
menjadi 77.000 KL yang membuat konsumsi Premium menjadi berkurang 7.000
KL per hari. Alhasil, konsumsi Pertamax naik sebesar 5.000 KL. Sisanya, 2.000
KL dinikmati badan usaha lain seperti Shell dan Total (Wijayanto, 08 April 2015).

9
Direktur Pemasaran Pertamina Ahmad Bambang juga mengatakan
pertumbuhan saat ini memang ke Pertamax sedangkan, BBM beroktan rendah
atau Premium stabil. Hal ini terjadi seiring harganya yang makin terjangkau.
Pertumbuhan itu membuat PT Pertamina yakin total konsumsi Pertamax yang
tahun lalu hanya 800 ribu kl, di 2015 mencapai 1,5 juta kl. Jika, disparitas harga
dengan Premium tetap sedikit, total konsumsi bisa sampai 2 juta kl dalam setahun.
Keyakinan itu juga didukung oleh trend otomotif saat ini yang memproduksi
kendaraan dengan BBM tanpa timbal. Lambat laun, Premium akan semakin
ditinggalkan (Jawa Pos, 21 Januari 2015).

Beralihnya konsumen dari menggunakan bahan bakar jenis Premium ke


Pertamax disertai oleh berbagai alasan yang mendasarinya. Peneliti melakukan
wawancara kepada para pengguna Pertamax di beberapa kota Indonesia serta dari
beberapa sumber lain mengenai alasan penggunaan bahan bakar ramah
lingkungan ini (hasil wawancara terlampir). Dapat disimpulkan bahwa dengan
menggunakan Pertamax, pengguna merasakan banyak manfaat seperti:
pembakaran sempurna, tidak berkerak membuat mesin lebih bersih, performa dan
akselerasi meningkat, komponen menjadi lebih awet, suara mesin lebih halus,
sesuai dengan kompresi mesin, irit bensin, malu menggunakan bbm subsidi,
prestise (lebih bergengsi), tidak mengantri lama, serta ramah lingkungan.

Manfaat yang dirasakan oleh para pengguna Pertamax ini didukung oleh
pernyataan Yusworo Setyo Winoto seorang guru teknik sepeda motor SMKN 3
Bondowoso, menurutnya bahwa BBM jenis Pertamax menghasilkan pembakaran
yang sempurna, sementara Premium tidak terjadi pembakaran secara sempurna
atau masih bersisa, sisa pembakaran itu akan menjadi kerak atau kotoran yang
menempel di silinder. Akibatnya, kalau kendaraan yang biasa menggunakan
Premium harus sering diservis karena blok atau silindernya lebih cepat kotor dan
kendaraan dengan konsumsi Pertamax, lebih lama masa servisnya karena lebih
bersih, pemakaian suku cadangnya tentu lebih awet. Pertamax yang mengandung
zat adiktif yang berguna untuk membersihkan mesin dapat membuat tarikan
maupun laju kendaraan menjadi lebih nyaman. Selain itu, Premium juga
mengandung zat timah atau timbal yang menyebabkan polusi udara, sementara
Pertamax tidak ada (Prabowo, 07 Desember 2014).

10
Berdasarkan uraian latar belakang diatas mengenai produk hijau yang
dihadirkan Pertamina dan kaitannya dengan green marketing myopia, maka
peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian berjudul ANALISIS PRINSIP 3C
(CONSUMER VALUE POSITIONING, CALIBRATION OF CONSUMER
KNOWLEDGE, CREDIBILITY OF PRODUCT CLAIMS) UNTUK
MENGHINDARI GREEN MARKETING MYOPIA DI INDONESIA (Studi pada
Pengguna Bahan Bakar Ramah Lingkungan Pertamax).

1.3. Perumusan Masalah


1. Bagaimana tanggapan konsumen mengenai prinsip consumer value
positioning pada bahan bakar ramah lingkungan Pertamax?
2. Bagaimana tanggapan konsumen mengenai prinsip calibration of
consumer knowledge pada bahan bakar ramah lingkungan Pertamax?
3. Bagaimana tanggapan konsumen mengenai prinsip credibility of product
claims pada bahan bakar ramah lingkungan Pertamax?
4. Apakah penerapan prinsip 3C pada bahan bakar ramah lingkungan
Pertamax dapat terhindar dari gejala green marketing myopia?
1.4. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui tanggapan konsumen mengenai prinsip consumer value
positioning pada bahan bakar ramah lingkungan Pertamax.
2. Mengetahui tanggapan konsumen mengenai prinsip calibration of
consumer knowledge pada bahan bakar ramah lingkungan Pertamax.
3. Mengetahui tanggapan konsumen mengenai prinsip credibility of product
claims pada bahan bakar ramah lingkungan Pertamax.
4. Mengetahui apakah penerapan prinsip 3C pada bahan bakar ramah
lingkungan Pertamax dapat terhindar dari gejala green marketing myopia.
1.5. Kegunaan Penelitian
1. Aspek Teoritis
Kegunaan penelitian ini dalam aspek teoritis adalah untuk menambah
pengetahuan dan membandingkan teori teori yang telah diajarkan dalam
perkuliahan dengan kenyataan yang terjadi khususnya dalam bidang
pemasaran.

11
2. Aspek Praktis
Kegunaan penelitian ini dalam aspek praktis adalah diharapkan hasil
penelitian ini dapat menjadi bahan masukan bagi perusahaan terkait, yaitu
Pertamina sebagai bahan masukan dalam menentukan strategi
pemasarannya.

1.6. Sistematika Penulisan Tugas Akhir

BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab ini berisikan tentang gambaran objek penelitian yang akan diteliti,
hal hal yang menjadi alasan yang melatarbelakangi munculnya judul
penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, serta
sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LINGKUP PENELITIAN
Dalam bab ini berisikan tentang teori teori yang akan dipakai dalam
penelitian, penelitian terdahulu, kerangka pemikiran, dan ruang lingkup
penelitian.
BAB III METODE PENELITIAN
Dalam bab ini berisikan tentang jenis penelitian, variabel operasional,
tahapan penelitian, populasi, dan sampel, pengumpulan data, serta teknik
analisis data.
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini berisikan tentang analisis dan pengolahan data yang dilakukan,
hasil penelitian dan pembahasan.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Dalam bab ini berisikan kesimpulan yang didapat dari penelitian serta saran
yang dapat diberikan kepada obyek penelitian.

12

Вам также может понравиться